Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH ILMU PESISIR DAN KEPULAUAN

“KONSEP DASAR PEMBANGUNAN KESEHATAN”

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

 IKHWAN MAULANA
 DEWI FIDAYANI
 NURADINDA LESTARI
 TINA ERLIAN
 LIA NURWULAN
 RIZKITA FEBRIANI
 NABILAH
 NURFILA TAUFIK
 NURAFADILLAH

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pesisir dan Kepulauan” berjudul
“Konsep Dasar Pembangunan Kesehatan”.
Dalam menyelesaikan makalah ini telah dilakukan untuk mencapai hasil
yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan, pengetahuan, pengalaman
dan kemampuan yang dimiliki penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna.
Penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi
penulis pribadi dan mahasiswa pada umumnya. Semoga pembahasan yang
dikemukakan dapat menjelaskan setiap materi dengan baik sehingga dapat
diterima dan dimengerti oleh pembaca. Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun dibutuhkan untuk memperbaiki dan meningkatkan tulisan
selanjutnya.

Kendari, 25 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Sistem Kesehatan Nasional dan Pembangunan Kesehatan
2.2 Perkembangan dan Masalah Sistem Kesehatan Nasional
2.3 Dasar Pembangunan Kesehatan
2.4 Dasar Sistem Kesehatan Nasional
2.5 Kesehatan Masyarakat
2.6 Masalah Kesehatan Masyarakat Pesisir
2.7 Perilaku Kesehatan Masyarakat Pesisir
2.8 Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pesisir
Bab III Kesimpulan dan Saran
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam kerangka mencapai tujuan tersebut,
pembangunan kesehatan dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan
realistis sesuai pentahapannya.
Kesinambungan dan keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan oleh
tersedianya pedoman penyelenggaraan pembangunan kesehatan baik berupa
dokumen perencanaan maupun metode dan cara penyelenggaraannya. Undang –
Undang Nomor 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) memberikan arah pembangunan ke depan bagi bangsa
Indonesia. Di dalamnya juga telah tercantum arah pembangunan kesehatan
dalam 20 tahun ke depan sampai dengan tahun 2025.
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan dalam dasawarsa terakhir
masih menghadapi berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi Untuk
itu diperlukan pemantapan dan percepatan melalui Sistem Kesehatan Nasional
sebagai bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang disertai
berbagai terobosan penting, seperti: pengembangan Desa Siaga, Jaminan
Kesehatan Masyarakat, serta Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K). ditandai dengan penyelenggaraan kepemerintahan, seperti :
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-
undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
SKN pada hakekatnya merupakan bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, penting untuk dimutakhirkan menjadi SKN 2009 agar
dapat mengantisipasi berbagai tantangan perubahan pembangunan kesehatan
dewasa ini dan di masa depan. Dalam mengantisipasi ini, perlu mengacu terutama
pada arah, dasar, dan strategi pembangunan kesehatan yang ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025 dan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Sistem Kesehatan Nasional dan Pembangunan Kesehatan ?
2. Bagaimana Perkembangan dan Masalah Sistem Kesehatan Nasional ?
3. Bagaimana Dasar Pembangunan Kesehatan ?
4. Seperti apa Dasar Sistem Kesehatan Nasional ?
5. Apa itu Kesehatan Masyarakat ?
6. Bagaimana masalah, perilaku, kondisi dan pelayanan kesehatan masyarakat
pesisir ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian Sistem Kesehatan Nasional dan Pembangunan
Kesehatan
2. Untuk mengetahui perkembangan dan Masalah Sistem Kesehatan Nasional
3. Untuk mengetahui Dasar Pembangunan Kesehatan
4. Untuk mengetahui Dasar Sistem Kesehatan Nasional
5. Untuk mengetahui apa itu kesehatan masyarakat
6. Untuk mengetahui mengenai masalah, perilaku, kondisi dan pelayanan
kesehatan masyarakat pesisir
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Kesehatan Nasional dan Pembangunan Kesehatan

Sistem Kesehatan Nasional adalah bentuk dan cara penyelenggaraan


pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia
dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan
diselenggarakan berdasarkan pada: 1) Perikemanusiaan, 2) Pemberdayaan dan
kemandirian, 3) Adil dan merata, serta 4) Pengutamaan dan manfaat.
Sistem kesehatan nasional perlu dilaksanakan dalam konteks
pembangunan kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan
determinan sosial, seperti : kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan,
pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumberdaya, kesadaran
masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-
masalah tersebut.

2.2 Perkembangan dan Masalah Sistem Kesehatan Nasional

Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan


telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat. Kinerja sistem
kesehatan telah menunjukkan peningkatan, antara lain ditunjukkan dengan
peningkatan status kesehatan, yaitu: penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) dari
46 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 34 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 2007 (SDKI 2007). Angka Kematian Ibu (AKI) juga mengalami
penurunan dari 318 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Sejalan dengan
penurunan angka kematian bayi, Umur Harapan Hidup (UHH) meningkat dari
68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007. Demikian pula
telah terjadi penurunan prevalensi kekurangan gizi pada balita dari 29,5% pada
akhir tahun 1997 menjadi sebesar 18,4% pada tahun 2007 (Riskesdas, 2007).
Namun penurunan indikator kesehatan masyarakat tersebut masih belum seperti
yang diharapkan.Upaya percepatan pencapaian indikator kesehatan dalam
lingkungan strategis baru, harus terus diupayakan dengan perbaikan Sistem
Kesehatan Nasional.

1. Upaya Kesehatan
Akses pada pelayanan kesehatan secara nasional mengalami peningkatan,
dalam kaitan ini akses rumah tangga yang dapat menjangkau sarana kesehatan ≤
30 menit sebesar 90,7% dan akses rumah tangga yang berada ≤ 5 km dari sarana
kesehatan sebesar 94,1% (Riskesdas, 2007). Peningkatan jumlah Puskesmas
ditandai dengan peningkatan rasio Puskesmas dari 3,46 per 100.000 penduduk
pada tahun 2003 menjadi 3,65 per 100.000 pada tahun 2007 (Profil
Kesehatan, 2007). Namun pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, serta
pulau-pulau kecil terdepan dan terluar masih rendah. Jarak fasilitas pelayanan
yang jauh disertai distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata dan pelayanan
kesehatan yang mahal menyebabkan rendahnya aksesibilitas masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan.
Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh penduduk meningkat dari
15,1% pada tahun 1996 menjadi 33,7% pada tahun 2006. Begitu pula kunjungan
baru (contact rate) ke fasilitas pelayanan kesehatan meningkat dari 34,4% pada
tahun 2005 menjadi 41,8% pada tahun 2007. Disamping itu, jumlah
masyarakat yang mencari pengobatan sendiri sebesar 45% dan yang tidak
berobat sama sekali sebesar 13,3% (2007).
Secara keseluruhan, kesehatan ibu membaik dengan turunnya AKI,
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat 20% dalam kurun
10 tahun, peningkatan yang besar terutama di daerah perdesaan, sementara
persalinan di fasilitas kesehatan meningkat dari 24,3% pada tahun 1997
menjadi 46% pada tahun 2007. Namun masih ditemui disparitas Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA) dan cakupan imunisasi antar wilayah masih tinggi.Cakupan
pemeriksaan kehamilan tertinggi 97,1% dan terendah 67%, sementara itu cakupan
imunisasi lengkap tertinggi sebesar 73,9% dan cakupan terendah 17,3%
(Riskesdas, 2007).
Akses terhadap air bersih sebesar 57,7% rumah tangga dan sebesar
63,5% rumah tangga mempunyai akses pada sanitasi yang baik (Riskesdas,
2007). Pada tahun 2007, rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas buang
air besar sebesar 24,8% dan yang tidak memiliki saluran pembuangan air
limbah sebesar 32,5%. Penyakit infeksi menular masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang menonjol, terutama: TB Paru, Malaria, HIV/AIDS,
DBD dan Diare. Selain itu penyakit yang kurang mendapat perhatian (neglected
diseases), seperti Filariasis, Kusta, Framboesia cenderung meningkat kembali.
Demikian pula penyakit Pers masih terdapat di berbagai daerah. Namun demikian
kontribusi penyakit menular terhadap kesakitan dan kematian semakin menurun.
Hasil Riskesdas Tahun 2007 menunjukkan adanya peningkatan kasus
penyakit tidak menular (seperti penyakit kardiovaskuler dan kanker) secara
cukup bermakna, menjadikan Indonesia mempunyai beban ganda (double
burden).

2. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan sudah semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Persentase pengeluaran nasional sektor kesehatan pada tahun 2005 adalah
sebesar 0,81% dari Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat pada tahun 2007
menjadi 1,09 % dari PDB, meskipun belum mencapai 5% dari PDB seperti
dianjurkan WHO. Demikian pula dengan anggaran kesehatan, pada tahun
2004 jumlah APBN kesehatan adalah sebesar Rp 5,54 Triliun meningkat
menjadi sebesar 18,75 Triliun pada tahun 2007, namun persentase terhadap
seluruh APBN belum meningkat dan masih berkisar 2,6–2,8%. Pengeluaran
pemerintah untuk kesehatan terus meningkat. Namun kontribusi pengeluaran
pemerintah untuk kesehatan masih kecil, yaitu 38% dari total pembiayaan
kesehatan. Proporsi pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah belum
mengutamakan upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Cakupan jaminan
pemeliharaan kesehatan sekitar 46,5% dari keseluruhan penduduk pada tahun
2008 yang sebagian besar berasal dari bantuan sosial untuk program jaminan
kesehatan masyarakat miskin sebesar 76,4 juta jiwa atau 34,2%.

3. Sumber Daya Manusia Kesehatan


Upaya pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan
belum memadai, baik jumlah, jenis, maupun kualitas tenaga kesehatan yang
dibutuhkan. Selain itu, distribusi tenaga kesehatan masih belum merata. Jumlah
dokter Indonesia masih termasuk rendah, yaitu 19 per 100.000 penduduk bila
dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, seperti Filipina 58 per 100.000
penduduk dan Malaysia 70 per 100.000 pada tahun 2007. Masalah strategis
SDM Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah:
a. Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan belum dapat memenuhi
kebutuhan SDM untuk pembangunan kesehatan;
b. Perencanaan kebijakan dan program SDM Kesehatan masih lemah dan belum
didukung sistem informasi SDM Kesehatan yang memadai;
c. Masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis SDM
Kesehatan. Kualitas hasil pendidikan SDM Kesehatan dan pelatihan kesehatan
pada umumnya masih belum memadai;
d. Dalam pendayagunaan SDM Kesehatan, pemerataan SDM Kesehatan
berkualitas masih kurang. Pengembangan karier, sistem penghargaan, dan sanksi
belum sebagaimana mestinya. Regulasi untuk mendukung SDM Kesehatan
masih terbatas; serta
e. Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan serta dukungan sumber daya
SDM Kesehatan masih kurang.
4. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan
Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik,
sementara itu bahan baku impor mencapai 85% dari kebutuhan. Di Indonesia
terdapat 9.600 jenis tanaman berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru
300 jenis tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku. Upaya perlindungan
masyarakat terhadap penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
telah dilakukan secara komprehensif. Sementara itu pemerintah telah berusaha
untuk menurunkanbharga obat, namun masih banyak kendala yang dihadapi.
Penggunaan obat rasional belum dilaksanakan di seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan, masih banyak pengobata yang dilakukan tidak sesuai dengan
formularium.
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) digunakan sebagai dasar
penyediaan obat di pelayanan kesehatan publik. Daftar Obat Esensial Nasional
tersebut telah disusun sejak tahun 1980 dan direvisi secara berkala sampai tahun
2008. Lebih dari 90% obat yang diresepkan di Puskesmas merupakan obat
esensial generik. Namun tidak diikuti oleh sarana pelayanan kesehatan lainnya,
seperti: di rumah sakit pemerintah kurang dari 76%, rumah sakit swasta 49%,
dan apotek kurang dari 47%. Hal ini menunjukkan bahwa konsep obat
esensial generik belum sepenuhnya diterapkan.

5. Manajemen dan Informasi Kesehatan


Perencanaan pembangunan kesehatan antara Pusat dan Daera belum
sinkron Begitu pula dengan perencanaan jangka panjang/menengah masih belum
menjadi acuan dalam menyusun perencanaan jangka pendek. Demikian juga
dengan banyak kebijakan yang belum disusun berbasis bukti dan belum
bersinergi baik perencanaan di tingkat Pusat dan atau di tingkat Daerah. Sistem
informasi kesehatan menjadi lemah setelah menerapkan kebijakan
desentralisasi. Data dan informasi kesehatan untuk perencanaan tidak tersedia
tepat waktu. Sistem Informasi Kesehatan Nasional (Siknas)yang berbasis
fasilitas sudah mencapai tingkat kabupaten/kota namun belum dimanfaatkan.
Hasil penelitian kesehatan belum banyak dimanfaatkan sebagai dasar perumusan
kebijakan dan perencanaan program. Surveilans belum dilaksanakan secara
menyeluruh. Hukum kesehatan belum tertata secara sistematis dan belum
mendukung pembangunan kesehatan secara utuh. Regulasi bidang kesehatan
pada saat ini belum cukup, baik jumlah, jenis, maupun efektifitasnya. Pemerintah
belum sepenuhnya dapat menyeleng-garakan pembangunan kesehatan yang
efektif, efisien, dan bermutu sesuai dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang
baik (good governance).

6. Pemberdayaan Masyarakat
Rumah tangga yang telah melaksanakan perilaku hidup bersih dan
sehat meningkat dari 27% pada tahun 2005 menjadi 36,3% pada tahun 2007,
namun masih jauh dari sasaran yang harus dicapai pada tahun 2009, yakni
dengan target 60%. Jumlah UKBM, seperti Posyandu dan Poskesdes semakin
meningkat, tetapi pemanfaatan dan kualitasnya masih rendah. Hingga tahun 2008
sudah terbentuk 47.111 Desa Siaga dimana terdapat 47.111 buah Pos Kesehatan
Desa (Poskesdes). Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat lainnya yang terus
berkembang pada tahun 2008 adalah Posyandu yang telah berjumlah 269.202
buah dan 967 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren). Di samping itu, Pemerintah
telah memberikan pula bantuan stimulan untuk pengembangan 229 Musholla
Sehat. Sampai dewasa ini dirasakan bahwa masyarakat masih lebih banyak
sebagai objek dari pada sebagai subjek pembangunan kesehatan. Hasil Riskesdas
tahun 2007 menunjukkan bahwa alasan utama rumah tangga tidak
memanfaatkan Posyandu/Poskesdes walaupun sebenarnya memerlukan adalah
karena: pelayanannya tidak lengkap (49,6%), lokasinya jauh (26%), dan tidak
ada Posyandu/Poskesdes (24%).

2.3 Dasar Pembangunan Kesehatan

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang


Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025,
pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Dalam Undang-undang tersebut,
dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mendasarkan
pada :

1. Perikemanusian
Pembangunan kesehatan harus berlandaskan pada prinsip
perikemanusiaan yang dijiwai, digerakan dan dikendalikan oleh keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tenaga kesehatan perlu berbudi
luhur, memegang teguh etika profesi, dan selalu menerapkan prinsip
perikemanusiaan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

2. Pemberdayaan dan Kemandirian


Setiap orang dan masyarakat bersama dengan pemerintah berperan,
berkewajiban, dan bertanggung-jawab untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.
Pembangunan kesehatan harus mampu membangkitkan dan mendorong peran
aktif masyarakat. Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan
berlandaskan pada kepercayaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri serta
kepribadian bangsa dan semangat solidaritas sosial serta gotong- royong.

3. Adil dan Merata


Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang
suku, golongan, agama, dan status sosial ekonominya. Setiap orang berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan kembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
4. Pengutamaan dan Manfaat
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mengutamakan
kepentingan umum dari pada kepentingan perorangan atau golongan. Upaya
kesehatan yang bermutu diselenggarakan dengan memanfaatkan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta harus lebih mengutamakan pendekatan
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pembangunan kesehatan
diselenggarakan berlandaskan pada dasar kemitraan atau sinergisme yang
dinamis dan tata penyelenggaraan yang baik, sehingga secara berhasil guna
dan bertahap dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan
derajat kesehatan masyarakat, beserta lingkungannya. Pembangunan kesehatan
diarahkan agar memberikan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain:
ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut, dan masyarakat miskin.

Perlu diupayakan pembangunan kesehatan secara terintegrasi antara Pusat


dan Daerah dengan mengedepankan nilai-nilai pembangunan kesehatan, yaitu:
a. Berpihak pada Rakyat,
b. Bertindak Cepat dan Tepat,
c. Kerjasama Tim,
d. Integritas yang Tinggi,dan
e. Transparansi serta Akuntabilitas.

2.4 Dasar Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Dalam penyelenggaraan, SKN perlu mengacu pada dasar- dasar sebagai


berikut:
1. Hak Asasi Manusia (HAM)
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam Pembukaan Undang-
undang Dasar 1945, yaitu untuk meningkatkan kecerdasan bangsa dan
kesejahteraan rakyat, maka setiap penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip
hak asasi manusia. Undang- undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 antara lain
menggariskan bahwa setiap rakyat berhak atas pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya tanpa
membedakan suku, golongan, agama, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi.
Setiap anak dan perempuan berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.

2. Sinergisme dan Kemitraan yang Dinamis


Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi baik untuk mencapai tujuannya
apabila terjadi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik
antar pelaku, antar subsistem SKN, maupun dengan sistem serta subsistem lain
di luar SKN. Dengan tatanan ini, maka sistem atau seluruh sektor terkait, seperti
pembangunan prasarana, keuangan dan pendidikan perlu berperan bersama
dengan sektor kesehatan untuk mencapai tujuan nasional. Pembangunan
kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis
dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan
mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing. Kemitraan tersebut
diwujudkan dengan mengembangkan jejaring yang berhasil guna dan berdaya
guna, agar diperoleh sinergisme yang lebih mantap dalam rangka mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

3. Komitmen dan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance)


Agar SKN berfungsi baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan,
dan kerjasama yang baik dari para pelaku untuk menghasilkan tata
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (good governance).
Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara demokratis, berkepastian hukum,
terbuka (transparan), rasional, profesional, serta bertanggung-jawab dan
bertanggung-gugat (akuntabel).

4. Dukungan Regulasi
Dalam menyelenggarakan SKN, diperlukan dukungan regulasi berupa
adanya berbagai peraturan perundangan yang mendukung penyelenggaraan SKN
dan penerapannya (law enforcement).
5. Antisipatif dan Pro Aktif
Setiap pelaku pembangunan kesehatan harus mampu melakukan antisipasi
atas perubahan yang akan terjadi, yang di dasarkan pada pengalaman masa lalu
atau pengalaman yang terjadi di negara lain. Dengan mengacu pada
antisipasi tersebut, pelaku pembangunan kesehatan perlu lebih proaktif terhadap
perubahan lingkungan strategis baik yang bersifat internal maupun eksternal.

6. Responsif Gender
Dalam penyelenggaraan SKN, setiap penyusunan rencana kebijakan dan
program serta dalam pelaksanaan program kesehatan harus menerapkan
kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender dalam pembangunan
kesehatan adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan kesehatan serta
kesamaan dalam memperoleh manfaat pembangunan kesehatan. Keadilan gender
adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan dalam
pembangunan kesehatan.

7. Kearifan Lokal
Penyelenggaraan SKN di daerah harus memperhatikan dan menggunakan
potensi daerah yang secara positif dapat meningkatkan hasil guna dan daya guna
pembangunan kesehatan, yang dapat diukur secara kuantitatif dari meningkatnya
peran serta masyarakat dan secara kualitatif dari meningkatnya kualitas hidup
jasmani dan rohani. Dengan demikian kebijakan pembangunan daerah di bidang
kesehatan harus sejalan dengan SKN, walaupun dalam prakteknya, dapat
disesuaikan dengan potensi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat di daerah
terutama dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar bagi rakyat.
2.5 Kesehatan Masyarakat

Ilmu kesehatan masyarakat (bahasaInggris: public health) menurut


Profesor Winslow adalah ilmu dan seni mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi
melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi
lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang
kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk
diagnosa dini, pencegahan penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang akan
mendukung agar setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang
kuat untuk menjaga kesehatannya.
Mitchell (2003:20) menjelaskan masyarakat merupakan kumpulan
manusia yang terdiri dari individu dan kelompok yang mempunyai nilai-nilai,
kepentingan, keinginan, harapan dan krakteristik yang berbeda, sehingga selalu
ada ketegangan antar berbagai karakter yang berbeda, atau bahkan terdapat
ketidakcocokan diantara karakter-karakter tersebut.
Searah dengan pendapat diatas, Agoes (2005:17) memberikan 3 komponen
utama dalam mengupas permasalahan di masyarakat yang terkait dengan kondisi
lingkungan yaitu: demografi, ekonomi dan budaya. Berbagai persoalan sosial
dalam pengelolaan lingkungan sosial antara lain: berkembangnya konflik
sosial, ketidakmerataan akses sosial ekonomi, meningkatnya jumlah
pengangguran, meningkatnya angka kemiskinan, meningkatnya kesenjangan
sosial ekonomi, kesenjangan akses pengelolaan sumberdaya, meningkatnya gaya
hidup (konsumtif), kurangnya perlindungan pada hak-hak masyarakat
lokal/tradisional dan modal sosial, perubahan nilai, lemahnya kontrol sosial,
perubahan dinamika penduduk, masalah kesehatan dan kerusakan lingkungan.
Masyarakat pesisir secara geografis merupakan masyarakat yang
berdomisili di pesisir pantai & umumnya mempunyai plurarisme
budaya.Masyarakat kawasan pesisir cenderung agresif karena kondisi lingkungan
pesisir yang panas dan terbuka, keluarga nelayan mudah diprovokasi (di
pengaruhi), dan salah satu kebiasaan yang jamak di kalangan nelayan (masyarakat
pesisir) adalah karena kemudahan mendapatkan uang menjadikan hidup mereka
konsumtif.
Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat pesisir memiliki karakter
yang keras dan tidak mudah diatur. Di lihat dari aspek demogarafi, umumnya
merupakan penduduk yang mempunyai pekerjaan sebagai pelaut
(Kusnadi,2002:36). Lebih lanjut Kusnadi mengemukakan masyarakat pesisir
cenderung lebih memikirkan kebutuhan ekonomi, memenuhi kebutuhan sandang
& pangan keluarga. Anak-anak usia sekolah banyak yang putus sekolah dasar dan
umumnya jarang menamatkan sekolah menengah pertama.

2.6 Masalah Kesehatan Masyarakat Pesisir

Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat akan memunculkan serangkaian


dampak yang berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia. Generasi yang
tidak ketercukupan gizi tentu akan memiliki kondisi fisik dan psikis yang kurang
bila dibandingkan dengan generasi yang terpenuhi gizinya,khususnya masyarakat
di pesisir.
Masalah-masalah kesehatan perlu kita atasi dengan berbagai upaya atau cara
agar kitadapat beraktivitas dengan baik karena jika kita sehat kita dapat
beraktivitas dengan baik. Adapun untuk mempermudah memahami Masalah
Kesehatan Masyarakat yang seringterjadi, maka perlu dikelompokan menjadi:
Masalah perilaku kesehatan, genetik, lingkungan dan pelayanan
kesehatan berkesinambungan yang meningkat ke masalah kesehatan ibu dan
anak.
Masalah gizi dan beragam penyakit menular dan tidak menular.
Masalah Kesehatan bisa terjadi pada masyarakat umum atau kelompok
berisiko tinggi (bayi, balita dan ibu), Manula dan para pekerja.
Tingkat kesehatan di masyarakat pesisir pantai Pertama, alat-alat
perlindungan untuk kesehatan kerjanya, kemudian layanan kesehatan puskesmas
atau puskesmas pembantu dengan ada posyandu dan sebagainya. Jadi untuk
peningkatan derajat kesehatan mereka baik nelayannya sendiri maupun
keluarganya. Penyakit terjadi dari pola hidup yang tidak sehat dan daya tahan
tubuh yang lemah .

Banyak sekali penyakit yang terjadi akibat pola hidup yang tidak sehat
seperti merokok , mengonsumsi alkohol dan makan makanan yang mengandung
kolesterol . Inilah hasil survey dari kesehatan lingkungan di indonesia .

1) Tahukah kalian bahwa masyarakat pesisir pantai banyak yang mengalami


penyakit darah tinggi , akibat dari pola hidup yang tidak sehat dan sering
mengonsumsi makanan yang asin berasal dari laut . Karena makanan yang
asin dapat memicu terjadi nya darah tinggi , karena wilayah tempat tinggal
seseorang mempengaruhi tingkat kesehatannya.
2) Penyakit diare terjadi pada masyarakat yang tinggal daerah pinggiran
sungai dan sering terjadi banjir . Mereka terkena penyakit diare karena
mengonsumsi air yang berasal dari sungai yang sudah tercemar
bakteri E.coli yang berasal dari kotoran manusia.
3) Pada wilayah perkotaan di indonesia , apabila banyak sampah di sekitar
wilayah mereka tinggal berpotensi mengalami penyakit demam berdarah
dengue . Karena virus berkembang pada nyamuk aides aygepti yang
berada pada genangan air pada sampah sampah tersebut.
4) Penyakit kelamin terjadi karena seringnya berganti pasangan , oleh karena
itu jangan anda berganti ganti pasangan dan selalu menggunakan alat
kontrasepsi yang aman agar terhindar dari berbagai jenis penyakit kelamin.
Selain itu program keluarga berencana belum ada pada saat itu. Sehingga
bertambahnya penduduk sangat mempengaruhi perkembangan di wilayah pesisir
pantai, baik dipandang dari segi negatif atau segi positif. Seharusnya pemerintah
merencanakan program keluarga berencana (KB), sehingga masyarakat pesisir
tidak mengalami kepadatan penduduk dan kemiskinan dapat diatasi pemerintah.
Selain itu kebanyakan masyarakat pesisr pantai (orang tua dulu) mempunyai
pemahaman bahwa “banyak anak banyak rezeki” itu dalam segi positifnya.
Kemudian dalam pemahaman orang zaman sekarang bahwa kepadatan penduduk
dapat mempengaruhi lapangan kerja sangat menyempit (segi negatifnya). Dalam
segi positifnya, kepadatan penduduk juga dapat menciptakan hal – hal atau
pekerjaan baru.

Upaya-upaya dalam menanggulangi kesehatan seperti dibawah ini:


1. Peningkatan Gizi : Hal ini dapat dilakukan dengan memberi makanan
tambahan yang bergizi terutama bagi anak-anak dapat dioptimalkan melalui
pemberdayaan posyandu dan kegiatan PKK.
2. Penambahan Fasilitas Kesehatan : Fasilitas kesehatan harus mampu
menampung dan pelayanan menjangkau masyarakat didaerah-daerah
tertinggal. Penambahan fasilitas kesehatan ini meliputi puskesmas,
posyandu. Penambahan fasilitas ini dimaksudkan untuk memberikan
kesehatan bagi masyarakat, seperti imunisasi, KB, pengobatan , dan lain-lain
3. Pelaksanaan Imunisasi : Berdasarkan prinsip pencegahan lebih baik
dari pengobatan, program imunisasi bertujuan melindungi tiap anak dari
penyakit umum. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui PIN (Pekan
Imunisasi Nasional).
4. Penyediaan Pelayanan Kesehatan Gratis : Pemerintah menyediakan
pelayanan gratis bagi penduduk miskin dalam bentuk Askeskin ( Asuransi
Kesehatan Masyarakat Miskin ) dan Kartu sehat yang dapat digunakan untuk
memperoleh layanan kesehatan secara murah,
5. Pengadaan Obat Generik : Pemerintah harus mengembangkan pengadaan
obat murah yang dapat dijangkau oleh masyarakat bawah. penyediaan obat
murah ini dapat beruba obat generik.
6. Penambahan jumlah tenaga medis : Agar pelayanan kesehatan dapat
mencakup seluruh lapisan masyarakat dan mencakup seluruh wilayah
Indonesia diperlukan penambahan jumlah tenaga medis, seperti dokter, bidan,
perawat.
7. Melakukan penyuluhan tentang pentingnya Pola Hidup Bersih dan Sehat :
Penyuluhan semacam ini juga bisa melibatkan lembaga-lembaga lain diluar
lembaga kesehatan, seperti sekolah, masyarakat pesisir

- Masalah lingkungan pesisir


Dewasa ini sumberdaya alam dan lingkungan telah menjadi barang langka
akibat eksploitasi yang berlebihan dan kurang memperhatikan aspek
keberlanjutan. Pengelolaan sumberdaya di darat telah menimbulkan degradasi
lahan, hutan dan air serta kerusakan lingkungan yang mengancam kelestariannya.
Bukan mustahil, apabila ke depan wilayah pesisir dan laut Indonesia juga akan
mengalami nasib sama seperti di darat, karena pengelolaannya yang kurang baik.
Gejala-gejala ke arah sana, sesungguhnya sudah mulai nampak saat ini. Kasus di
Teluk Buyat, penambangan pasir di Riau, pendangkalan Sagaranakan dan
sebagainya merupakan bukti-bukti yang dapat kita saksikan sebagai bentuk
kerusakan lingkungan di wilayah pesisir dan laut. Hal ini sangat penting untuk
dipahami, mengingat berbagai permasalahan kerusakan lingkungan di wilayah ini
akibat tingkat ekstraksi yang berlebihan dan tidak memperhatikan aspek
keberlanjutan, telah menimbulkan ancaman kerugian ekologi.

Permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir pantai Jawa Barat pada


umumnya meliputi terjadinya perubahan fungsi lahan, intrusi air laut, abrasi dan
akresi pantai, kerusakan dan berkurangnya luasan mangrove dan terumbu karang.

Sebagai gambaran permasalahan wilayah pesisir pantai Jawa Barat, berikut


perbandingan kasus yang terjadi di pesisir pantai selatan dengan pesisir pantai
utara.

a. Kerusakan lingkungan pesisir pantai utara jawa barat (Kab. Subang)


- Perubahan fungsi lahan dari pantai menjadi lahan pertambakan
- Berkurangnya hutan bakau sebanyak 6.000 batang di Legan kulon dan
Pusakanagara
- Abrasi pantai sepanjang 5m/tahun di Legan kulon dan Pusakanagara
dan timbulnya tanah timbul di Pamanukan
- Potensi pencemaran dari ceceran solar perahu nelayan di blanakan
b. Kerusakan lingkungan pesisir pantai selatan Jawa Barat
Berikut ini adalah beberapa data tentang fenomena kerusakan lingkungan
di pesisir pantai selatan Jawa Barat:
1) Cianjur
- Kerusakan ekosistem pandan laut di Cidaun dan sempadan pantai
200 Ha
- Pertambahan hutan cagar alam di Cidaun seluas 150 Ha
- Kerusakan pantai akibat penambangan pasir besi di Sindangbarang
dan Cidaun seluas 450 Ha
2) Garut
- Kerusakan pesisir dan laut cagar alam Sancang sepanjang 12 km
- Potensi pencemaran akibat penumpukan sampah di kawasan wisata
Santolo
- Kurangnya hutan pantai seluas 100 Ha di sepanjang Caringin,
Bungbulang, Pameungpeuk
- Kerusakan pantai akibat penambangan tak terkendali
3) Tasikmalaya
- Kerusakan pantai akibat penambangan di Kec. Cipatujah
- Kerusakan hutan pandan di Cikalong sepanjang 22 km
4) Ciamis
- Kerusakan hutan bakau di Kalipucang kurang lebih 25% dari luas
94 Ha dan Cijulang seluas 15 Ha
- Potensi kerusakan cagar alam akibat pendaratan perahu
- Kerusakan terumbu karang di Kawasan Cagar Alam Laut
- Pencemaran sampah
- Abrasi pantai sepanjang 1 km di Kec. Pangandaran
- Masalah kelautan di provinsi Jawa di pesisir umum
Beberapa ekosistem pesisir dan laut potential, misalnya mangrove,
terumbu karang, rumput laut, yang rusak di beberapa bagian provinsi. Kerusakan
ekosistem itu disebabkan oleh beberapa faktor, tapi yang paling penting dari
faktor-faktor ini adalah kegiatan manusia untuk menggunakan sumber daya di
wilayah pesisir misalnya pertanian, perikanan, hutan, industrialisasi, wisata
bahari, pengeboran dan pertambangan minyak. Kegiatan ini mempengaruhi
ekosistem pesisir dan laut. Kerusakan ekosistem pesisir dan laut yang dijelaskan
secara rinci sebagai berikut:

a. Mangrove
PSLH UNMUL (1996) melaporkan bahwa hutan mangrove banyak rusak
di sepanjang pantai provinsi Jawa Tengah dan hanya sebagian kecil tetap
tidak rusak. Kerusakan ini disebabkan oleh aktivitas antropogenik,
terutama membersihkan hutan bakau dengan memotong. Banyak pohon
bakau dipotong untuk tujuan menggunakan mereka
untuk menghasilkan arang, pakan ternak, dan menggunakan daerah dibuka
untuk tambak (tambak). Contoh di Tambak Lorok, timur
Jawa Tengah menunjukkan bahwa hutan mangrove yang ditebang untuk
pembangunan pelabuhan dan pembangunan kolam ikan.
Kegiatan ini mengakibatkan beban sedimen dari 457,14-461,43 mg / l, dan
degradasi kualitas air laut di daerah itu. Penurunan kualitas air akibat
sedimentasi juga dilaporkan pada saat itu Kendal. Pembangunan di daerah,
yaitu untuk tambak, pertambangan dan pembangunan infrastruktur
pelabuhan telah mengakibatkan beban sedimen yang tinggi. Ini
mempengaruhi banyak pohon bakau sehingga mereka
dengan diameter> 20 cm meninggal. Hanya sebagian kecil dari mangrove
tetap, terutama dari spesies Rhizophora sp dan Avicennia sp.
Masalah masyarakat Mangrove juga dilaporkan di daerah Muara Jawa.
Banyak pohon bakau yang dibuka untuk pengembangan tambak
lebih dari 100 ha. Hal ini mengakibatkanpenurunan persentase tutupan
mangrove.
Hasil dari SPOT satelit oleh PSL UNMUL (1989) menunjukkan warna
merah air di mulut Bengawan solo untuk sedimentasi
tinggi. Kondisi ini juga terjadi di sebagian besar wilayah pesisir di Provinsi
Jawa Tengah.
b. Batu Karang
Demikian pula, pada saat yang sama bahwa kerusakan dilakukan untuk
ekosistem mangrove, beberapa ekosistem karang juga telah rusak.
Misalnya di sepanjang pantai pulau jawa utara, hanya sebagian kecil dari
karang hidup tetap. Kerusakan karang telah dilaporkan sebagai efek dari
manajemen penggunaan lahan yang buruk, yang mengakibatkan beban
sedimen yang tinggi di daerah tersebut. Hal ini telah dibuktikan bahwa
terumbu karang tidak dapat menahan suhu air laut terlalu tinggi. Hal ini
telah dibuktikan bahwa terumbu karang tidak dapat menahan suhu air laut
terlalu tinggi. Coles dan Jokiel (1978), dan Neudecker (1981), melaporkan
bahwa dan kenaikan suhu air laut sekitar 4 - 6` atau lebih tinggi di atas
permukaan ambien akan mempengaruhi pertumbuhan bahkan membunuh
terumbu karang dan plankton (Supriharyono, 1997). Faktor lingkungan
lain yang diduga mempengaruhi terumbu karang distribusi di pantai, yang
reklamasi, pengerukan untuk transportasi laut, memancing dengan bahan
peledak dan bahan beracun, dan sedimentasi. Yang terakhir faktor,
sedimentasi, mungkin menjadi faktor umum yang mempengaruhi terumbu
pertumbuhan karang di sepanjang pantai Jawa
c. Rumput Laut
Rumput laut lain ecossystem laut produktif di wilayah pesisir. Dari 12
genera rumput laut yang tercatat di dunia (Den Hartog, 1970) sekitar tujuh
dari mereka telah dicatat di perairan Indonesia. Genera ini termasuk
Enhalus, Talassia, Hallophia, Halodule, Cymodoceae, dan Talassodendron.
Genera ini tumbuh di lokasi (Kecamatan Jawa), terutama di pantai Jawa.
Mirip dengan terumbu karang, rumput laut juga dipengaruhi oleh
sedimentasi yang tinggi dan kegiatan manusia lainnya di daerah pesisir.
d. Perikanan
Seperti disebutkan sebelumnya bagianyang sama dari ekosistem pesisir /
laut, seperti bakau, terumbu karang, dan padang lamun, penting untuk
produk dari sistem kelautan.
Itu adalah di perairan ini bahwa ikan dan hewan laut lainnya biasanya
bertelur, belakang, pakan dan / atau menemukan berlindung alasan.
Oleh karena itu kondisi sistem ini secara otomatis mempengaruhi
organisme hidup. Seperti diberitakan, ekosistem laut, misalnya bakau,
terumbu karang dan rumput laut tempat tidur menunjukkan degradasi
kondisi mereka, karena penurunan kualitas air. Namun, produksi
penangkapan ikan laut adalah sekitar 8.000 ton / tahun di Semarang.
Sayangnya, tidak ada informasi di mana ikan-ikan itu ditangkap. Saya
percaya bahwa fishing ground jauh dari garis pantai, karena kualitas air
mungkin cukup baik untuk pertumbuhan ikan di daerah itu.

- Studi Kasus pantai dan laut Masalah Lingkungan dan isu-isu di kotamadya
Semarang Propinsi Jawa Tengah
Kota Semarang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah yang
mempunyai dataran rendah dan dataran tinggi serta pantai. Terdapat dua
sungai besar yang melintasi Kota Semarang, yaitu Sungai Banjirkanal
Barat dan Banjirkanal Timur. Sungai Banjirkanal Barat merupakan muara
Sungai Kali Garang dan Sungai Kreyo. Kedua sungai ini mengalirkan zat
pencemar baik berupa limbah domestik dan limbah industri dari Kota
Semarang maupun Kabupaten Semarang (Kota Ungaran). Kota Semarang
dan Kabupaten Semarang hingga saat ini tidak mempunyai pengolahan air
limbah domestik yang terpadu. Dengan demikian, limbah cair maupun
padat dari penduduk di kota dan kabupaten Semarang langsung masuk ke
laut melalui kedua sungai Banjirkanal, sehingga berpotensi menurunkan
kualitas air laut di perairan pesisir Kota Semarang.
Selain masalah pencemaran, kota Semarang juga mengalami
kerusakan lingkungan yang cukup parah, yaitu terjadinya abrasi pantai dan
naiknya muka air laut yang akhirnya menenggelamkan tambak ikan dan
perumahan penduduk di daerah Sayung. Daerah Sayung ini berbatasan
dengan Kabupaten Demak, sehingga beberapa daerah di Kabupaten
Demak yang berbatasan langsung dengan kota Semarang juga mengalami
abrasi pantai maupun Rob. Naiknya muka air laut (Rob) ini juga diikuti
oleh turunnya permukaan tanah, sehingga pada saat musim hujan beberapa
daerah tergenang air termasuk stasiun kereta api Tawang Semarang.
Abrasi pantai yang cukup parah juga terjadi di Kecamatan Tugu yang
berbatasan dengan Kabupaten Kendal. Kerugian nelayan tambak cukup
besar, karena tambaknya tidak dapat berfungsi dengan semestinya.
Pendangkalan Pantai Semarang juga menjadi masalah besar bagi
pelabuhan. Agar kapal bisa masuk ke pelabuhan, perairan laut di
pelabuhan Tanjung Mas harus dilakukan pengerukan setiap tahun yang
menghabiskan dana milyaran rupiah.
Kotamadya Semarang mungkin salah satu distrik yang sibuk di
provinsi Jawa Tengah. Kotamadya Semarang mungkin salah satu distrik
yang sibuk di provinsi Jawa Tengah. Banyak aktivitas manusia, dari
pertanian, perikanan, kehutanan, sampai dengan industrialisasi (termasuk
pertambangan dan pengeboran minyak), semua dikembangkan di
kabupaten ini. Kegiatan ini, dalam rangka untuk menggunakan sumber
daya pesisir dan laut, beberapa kali tumpang tindih, karena itu beberapa
masalah dan masalah, misalnya penurunan pesisir / kualitas air laut,
mungkin terjadi di daerah-daerah. Masyarakat pesisir, terutama nelayan,
mungkin masyarakat yang paling miskin. Sejak itu, sering bahwa fishing
ground pindah ke daerah lanjut, karena menurunnya kualitas air di daerah
pesisir. Masalah dan isu-isu, kendala managemen pesisir, apalagi,
dijelaskan sebagai berikut.
a. Masalah dan Isu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa masalah dan isu-isu yang
dilaporkan di lokasi penelitian, yaitu Kelurahan Tambak Lorok, Kelurahan
Mangunharjo, dan Kelurahan Matikharjo, Kecamatan Semarang Utara,
Kotamadya Semarang. Masalah-masalah ini terdaftar sebagai berikut:
- Kurangnya estetika daerah pesisir, karena kesadaran masyarakat pesisir
tentang pengelolaan pesisir.
- Industri, limbah pertanian dan domestik, seperti minyak juga tumpahan
baik dari kapal tunda, kapal nelayan, atau orang lain,
termasuk kapal tanker. Polutan ini mengakibatkan bahwa fishing
ground, terutama untuk perikanan kecil, menjadi jauh dan jauh dari
garis pantai. Apalagi polutan ini juga dilaporkan oleh petani ikan yang
mereka mempengaruhi produksi ikan;
- Banyak tambak (tambak air payau) telah rusak dan tidak longers
produktif, banyak karena menurunnya kualitas air.
- Kapal tabrakan. Ini terutama terjadi antara kapal nelayan dan kapal
tanker. Menurut nelayan setempat, kecelakaan yang terjadi karena
banyak kapal tunda dioperasikan di daerah nelayan.
- Ekosistem mangrove rusak karena perubahan ini. Banyak bakau
fungsional telah dipotong atau dibuka untuk tambak. Hal ini
mengakibatkan bahwa penutup bakau menurun di lokasi penelitian.
- Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan untuk mengelola
lingkungan pesisir.
- Abrasi, Hal ini mengakibatkan meningkatnya beban sedimen di daerah
pesisir.
b. Manajemen Kendala
Menurut pemerintah, sebenarnya masalah lingkungan pesisir dan laut telah
dicoba untuk dipecahkan. Sayangnya, ada beberapa kendala yang terjadi,
dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah. kendala
tersebut adalah sebagai berikut:
- Kesadaran masyarakat yang rendah. Respon masyarakat pesisir sangat
rendah pada lingkungan mereka.
- Tidak tahu teknik yang tepat untuk pengelolaan pesisir;
- Kontrol lingkungan adalah belum efektif
- Tidak ada pengelolaan wilayah pesisir terpadu sebagai pendekatan
lintas sektor;
- Tidak ada lembaga khusus yang bertanggung jawab untuk pengelolaan
wilayah pesisir;
- Pemantauan lingkungan pesisir tidak stabil

2.7 Perilaku Kesehatan Masyarakat Pesisir

A. Perilaku Kesehatan
Kesehatan merupakan unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan dan
hak asasi bagi setiap manusia. Empat faktor utama yang mempengaruhi status
kesehatan masyarakat yaitu genetik dari keluarga, lingkungan, perilaku
individu, dan fasilitas pelayanan kesehatan. Status kesehatan di Kecamatan
Semampir termasuk rendah. Status kesehatan rendah disebabkan perilaku tidak
sehat dari masyarakat.
Dari karakteristik pendidikan sebagian besar responden menunjukkan
tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan juga dapat menjadi penentu
karakteristik suatu masyarakat karena tingkat pendidikan yang rendah akan
membuat masyarakat atau seseorang sulit untuk menerima informasi
perilaku sehat baik dari media massa ataupun orang lain. Hal ini berdampak pada
cara pandang responden terhadap pentingnya status kesehatan karena, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah seseorang untuk
menerima dan mengerti informasi yang disampaikan khususnya informasi
kesehatan. Pendidikan yang kurang dari sebagian besar penduduknya menjadi
penghalang dari potensi tersebut, karena akan membuat kurangnya
informasi kesehatan yang didapatkan. Akibatnya berdampak pada status
kesehatan secara umum.
Dari hasil survey yang dilakukan, banyak faktor yang mempengaruhi
status kesehatan masyarakat yang memiliki kondisi kesehatan yang tidak
baik, diantaranya karena lingkungan tempat tinggal yang terlalu padat, sanitasi
yang kurang baik, serta perilaku masyarakat itu sendiri.
Status kesehatan masyarakat dapat dihubungkan oleh berbagai faktor.
Salah satu faktor yang berhubungan adalah perilaku sehat dari
masyarakatnya. Semakin masyarakat berperilaku sehat, maka status
kesehatan masyarakat akan baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Hapsari, dkk
(2009) yang memberikan kesimpulan bahwa salah satu faktor yang
berhubungan dengan status kesehatan masyarakat adalah perilaku sehat. Perilaku
sehat pada tiap responden sangat berperan terhadap baik tidaknya status kesehatan
yang dimiliki. Sebagian besar masyarakat adalah perokok aktif dan berpotensi
terserang penyakit degeneratif dan penyakit infeksi yang akan mengganggu status
kesehatan.
Perilaku merokok dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok
yaitu, kelompok yang memiliki kebiasaan merokok dan tidak memiliki kebiasaan
merokok. Dari hasil analisis didapatkan bahwa mayoritas responden merokok.
Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku hidup yang tidak sehat. Hal ini
dibuktikan dengan kejadian kesakitan yang disebabkan oleh rokok. Kasus kanker
paru sebagian besar diakibatkan oleh rokok yaitu sekitar 90% dan sekitar 80%
kasus kanker esofagus telah dikaitkan dengan merokok. Selain itu, Penyakit
jantung koroner dan lainnya merupakan akibat dari merokok (Bararah, 2011
dalam Sulistiarini, 2018:17). Tidak hanya merugikan perokok aktif, kesehatan
perokok pasif pun terancam dengan adanya perokok aktif yang ada di lingkungan
sekitar mereka. Hal ini dikarenakan asap rokok yang terhirup oleh perokok pasif
mengandung racun dan bahan kimia termasuk nikotin sebagaimana yang dialami
oleh perokok.
Konsumsi sayur dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan porsi
kebiasaan makan sayur perharinya yang terdiri dari kelompok tidak makan sayur
setiap hari, satu porsi sayur setiap hari dan 2 porsi sayur setiap hari. Sama halnya
dengan kebiasaan makan sayur, kebiasaan maka buah dikelompokkan menjadi
tidak makan buah dalam setiap hari, satu buah sayur setiap hari dan 2 porsi
buah setiap hari.
52,9%untuk sayur dan 69,9% untuk buah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar masyarakat masuk dalam kategori kurang mengonsumsi buah dan sayur
menurut (Riskesdas, 2013 dalam Sulistiarini, 2018:17). Kurang mengonsumsi
sayur dan buah akan lebih mudah terkena penyakit sehingga akan mengganggu
kesehatan. Penduduk atau masyarakat dikategorikan ‘cukup’ mengonsumsi buah
dan/atau sayur apabila makan buah dan/ atau sayur minimal 5 porsi/hari selama 7
hari dalam seminggu. Dikategorikan ’kurang’ apabila konsumsi sayur dan/ atau
buah kurang dari ketentuan tersebut (Riskedas, 2013 dalam Sulistiarini, 2018:17).
Berdasarkan data tersebut maka seluruh responden masuk dalam kategori kurang
untuk konsumsi buah dan sayur dikarenakan tidak ada responden yang
mengonsumsi sayur dan/atau buah 5 porsi perhari. Dari hasil analisis lanjut ini
didapatkan bahwa, konsumsi buah dan sayur masyarakat Indonesia masih
tergolong rendah yaitu sebesar97,1%pada semua kelompok umur bila
dibandingkan dengan anjuran konsumsi buah dan sayur dalam pedoman gizi
seimbang 2014.
Menurunnya tingkat konsumsi buah dan sayur menyebabkan perubahan
pola penyakit infeksi menjadi penyakit metabolik dan degeneratif. Serat pangan
pada buah dan sayur juga menguntungkan bagi kesehatan yaitu berfungsi
mengontrol berat badan, menanggulangi penyakit diabetes, mengurangi tingkat
kolesterol darah dan penyakit kardiovaskuler serta mencegah gangguan
gastrointestinal, kanker kolon (Santoso, 2011 dalam Sulistiarini, 2018:17).
Menurut (Santoso, 2011 dalam Sulistiarini, 2018:17), salah satu faktor
yang menyebabkan penurunan konsumsi buah dan sayur pada masyarakat
perkotaan adalah tingkat mobilitas tinggi dan cenderung mengonsumsi makanan
siap saji sehingga terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat, tinggi
serat, dan rendah lemak ke pola konsumsi rendah karbohidrat dan serat, tinggi
lemak dan protein. Menurut hasil penelitian (Khuril’in, 2015 dalam Sulistiarini,
2018:17) status sosial ekonomi berpengaruh terhadap konsumsi ikan, sayur, dan
buah dikarenakan pendapatan dan pekerjaan memang berpengaruh besar terhadap
konsumsi pangan masyarakat. Semakin tinggi status sosial masyarakat, semakin
tinggi pula konsumsi pangan masyarakat tersebut.
Penelitian ini mempunyai tujuan mengetahui hubungan antara
perilaku hidup sehat dengan status kesehatan masyarakat. Penelitian ini
bersifat kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional.
Teknik dalam penentuan sampel adalah Simple Random Sampling, sampel
sebanyak 136 responden. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
data primer dan data sekunder. Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari
perilaku merokok, aktivitas fi sik, perilaku mengonsumsi buah, dan perilaku
mengonsumsi sayur. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status sehat. Data
yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis Chi-square dengan tujuan
mengetahui kuat hubungan subjek penelitian. Hasil dari penelitian yaitu terdapat
hubungan antara konsumsi sayur, konsumsi buah dan perilaku merokok dengan
status kesehatan yaitu dengan hasil p value sebesar 0,009, 0,006 dan 0,001. Serta
tidak terdapat hubungan antara olahraga dengan status kesehatan dengan hasil
value sebesar 0,243.

A. Lingkungan Pesisir

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 1


Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil bahwa wilayah
pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem laut
yang kental dipengaruhi oleh adanya perubahan iklim di darat maupun di laut.
Selanjutnya Bingen menyatakan bahwa wilayah pesisir merupakan daerah
Masyarakat pesisir merupakan masyarakat atau komunitas yang hidup dan
tumbuh di pesisir dan terikat dengan kearifan lokal setempat. Indonesia yang
merupakan negara kepalauan, luas lautnya mencapai 70 persen dari total wilayah
kepulauan. Kondisi laut yang demikian luas dengan sumber daya laut yang
berlimpah seharusnya mampu membawa masyarakat pesisir hidup makmur dan
sejahtera, namun sebaliknya masyarakat pesisir kurang berkembang dan terus
dalam posisi marjinal (Satria,2015:1 dalam Ari atu dewi, 2018:173). Namun
sejalan dengan perkembangan jaman, perkembangan wilayah pesisir mulai
diperhatikan. Mulai dari pembentukan regulasi yang berpihak pada program
pengembangan wilayah pesisir pertemuan antara darat dan laut. Dengan demikian
pesisir merupakan bagian daratan yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut
termasuk masih digunakan untuk kegiatan manusia (Harahap, 2015: 1 dalam
Ari atu dewi, 2018:173).
Wilayah pesisir merupakan tempat yang sering digunakan untuk
melakukan kegiatan oleh masyarakat terutama masyarakat pesisir,baik itu
kegiatan yang berhubungan dengan religius, sosial kemasyarakatan maupun
kegiatan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Kompleksnya
pemanfaatan wilayah pesisir terutama kegiatan yang berdampak pada
pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir, seharusnya masyarakat pesisir tidak
mengalami kekurangan atau maraknya kemiskinan pada masyarakat pesisir.
Berdasarkan penelusuran data pada masyarakat pesisir, bahwa angka
jumlah penduduk miskin di wilayah pesisir cukup besar, yakni mencapai
32,14 persen dari jumlah total penduduk miskin Indonesia. Penduduk miskin
pesisir hampir 2 kali lipat penduduk miskin dari total penduduk indonesia.
Perbedaaan laju pertumbuhan ekonomi di daerah pesisir dengan di daerah
lainnya disebabkan berbagai permasalahan dan persoalan yang melingkupinya.
Permasalahan-permasalahan sosial di daerah pesisir sangat kompleks.
Permasalahan-permasalahan kompleks tersebut timbul secara langsung maupun
tidak langsung. Berkaitan dengan kemiskinan pada masyarakat pesisir disebabkan
oleh penerapan kebijakan yang kurang tepat, rendahnya penegakan hukum (law
enforcement), serta rendahnya kemampuan sumber daya manusia (SDM).
Permasalahan pada wilayah pesisir di atas, tidak lepas dari kondisi riil dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan menjadi permanen di wilayah
pesisir. Dahuri (Rokhmin, 1997:4 dalam Ari atu dewi, 2018:173) menegaskan
ada lima faktor yang mempengaruhi permasalahan pokok yang terdapat pada
masyarakat pesisir yaitu pertama tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan
kemiskinan, kedua konsumsi berlebihan dan penyebaran sumber daya yang tidak
merata, ketiga kelembagaan, keempat, kurangnya pemahaman tentang
ekosistem alam, dan kelima kegagalan sistem ekonomi dan kebijakan
dalam menilai ekosistem alam.
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil studi terkait dengan daerah pesisir
menunjukkan bahwa perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
pengelolaan sumber daya di daerah pesisir yang selama ini dijalankan masih
bersifat sektoral dan terpilah-pilah. Tidak terintegrasi dalam pembangunan di
daerah pesisir disebabkan ada kebijakan hukum yang tidak tepat atau kebijakan
yang kurang melibatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan maupun
dalam pengelolaan wilayah pesisir, padahal karakteristik ekosistem pesisir
saling terkait. Dengan demikian pengelolaan sumber daya wilayah pesisir secara
optimal dan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui pendekatan terpadu
dan holistik. Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses
pemanfaatan sumber daya pesisir serta ruang yang memperhatikan aspek
konservasi dan keberlanjutannya. Adapun konteks keterpaduan meliputi dimensi
sektor, ekologis, pemerintahan, antar bangsa dan negara, masyarakat pesisir dan
disiplin ilmu. Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir (masyarakat pesisir)
menjadi bagian yang terpenting dalam ekosistem pesisir. Masyarakat pesisir
merupakan komponen yang memiliki peran penting dalam membangun wilayah
pesisir yang berkelanjutan.

A. Perilaku kesehatan masyarakat di lingkungan pesisir


Kesehatan merupakan hal penting dalam kaitannya dengan produktivitas
seseorang. Pada hakikatnya, setiap manusia membutuhkan kehidupan yang sehat
untuk menunjang keberlangsungan hidupnya. Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 tahun 2009 kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara
fi sik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial maupun ekonomi. Kesehatan merupakan salah satu
unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan dan merupakan hak asasi bagi setiap
manusia. Hal ini sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Berdasarkan
pemaparan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesehatan itu bersifat
holistik. Bukan hanya fisik melainkan jiwa dan sosial ekonomi.
Status kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor penting
yang dapat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dalam
mendukung pembangunan di suatu negara. Negara akan berjalan secara optimal
apabila penduduk memiliki status kesehatan masyarakat yang baik. Adanya
peningkatan status kesehatan masyarakat tentu bukan hanya tugas dari institusi
kesehatan, tetapi juga integrasi dari berbagai pihak dan tidak lepas dari dukungan
masyarakat sendiri. Jadi, seorang manusia mempunyai tanggung jawab untuk
menjaga status kesehatan pada dirinya. Karena sumbangsih individu akan
mempengaruhi tinggi rendahnya status kesehatan masyarakat sebagai pondasi
kesejahteraan.
Status kesehatan individu atau masyarakat merupakan hasil interaksi beberapa
faktor dari dalam individu tersebut (internal) dan faktor luar (eksternal). Faktor
internal meliputi faktor psikis dan fisik. Sedangkan faktor eksternal meliputi
faktor budaya, ekonomi, politik, lingkungan fisik dan lain sebagainya.
Salah satu teori yang menjelaskan tentang status kesehatan adalah
teori dari HL. Blum. HL. Blum, dikutip Notoadmodjo (2012) dalam konsepnya
menjelaskan bahwa terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi status
kesehatan seseorang atau suatu komunitas masyarakat. Beberapa faktor ini
meliputi genetik dari keluarga, lingkungan sekitar seperti sosial masyarakat,
ekonomi yang berkembang, politik dan budaya setempat, perilaku termasuk gaya
hidup individu, dan fasilitas pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitas).
Status kesehatan akan tercapai bila keempat faktor tersebut berada dalam kondisi
yang optimal. Sedangkan, determinan yang paling besar mempengaruhi tinggi
rendahnya status kesehatan adalah faktor lingkungan dan perilaku. Oleh
karenanya, perlu diupayakan lingkungan yang sehat dan perilaku hidup sehat.
HL. Blum juga menyebutkan 12 indikator yang berhubungan dengan
status atau derajat kesehatan yaitu
(1) lamanya usia harapan untuk hidup masyarakat.
(2) keadaan sakit atau cacat secara anatomis dan fisiologis.
(3) keluhan sakit dari masyarakat tentang keadaan fisik, sosial dan juga
kejiwaan pada dirinya.
(4) ketidakmampuan seseorang untuk bersosialisasi dan melakukan
pekerjaan dikarenakan sakit.
(5) kemauan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi menjaga
dirinya agar selalu dalam keadaan sehat.
(6) perilaku individu secara langsung berkaitan dengan masalah kesehatan.
(7) perilaku masyarakat terhadap lingkungan, dan ekosistem.
(8) perilaku individu atau masyarakat terhadap sesamanya, keluarga dan
komunitasnya.
(9) kualitas komunikasi antar anggota masyarakat.
(10) daya tahan individu atau masyarakat terhadap penyakit.
(11) kepuasan masyarakat terhadap lingkungan sosialnya yang terdiri dari
rumah, pekerjaan, sekolah, rekreasi, transportasi dan lain-lain.
(12) kepuasan individu atau masyarakat terhadap seluruh aspek kehidupan
dirinya sendiri.
Perilaku hidup sehat adalah salah satu peran penting dan berpengaruh
positif terhadap terwujudnya status kesehatan masyarakat. Perilaku hidup
sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya atau usaha seseorang agar
dapat mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatannya, Notoadmodjo
(2007). Menurut Becker (1979) dalam Notoadmodjo (2007), mengklasifi kasikan
gaya hidup sehat yaitu olah raga teratur, tidak merokok, makan dengan menu
seimbang, tidak mengonsumsi narkoba dan minuman keras, mengendalikan stres,
istirahat cukup, dan berperilaku hidup positif bagi kesehatan. Menurut Depkes
(2002) indikator gaya atau perilaku hidup sehat adalah perilaku tidak merokok,
aktivitas fi sik secara teratur dan pola makan seimbang.
Human Population Laboratory di California Departemen of Health menerbitkan
daftar kebiasaan atau perilaku yang berkaitan dengan kesehatan yaitu olahraga
atau aktivitas fisik secara teratur, tidur yang cukup, makan secara teratur, sarapan
yang baik, mengendalikan berat badan, serta tidak mengonsumsi rokok,
alkohol dan obat-obatan terlarang (Sharkey, 2003 dalam Sulistiarini,
2018:13). Menurut kemendiknas dalam Suharjana (2012) pola hidup sehat terdiri
dari mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, mengonsumsi makanan
berserat tinggi, mengonsumsi buah dan sayur segar setiap hari, menghindari
makanan yang mengandung tinggi lemak, gula dan garam, mengonsumsi susu
atau produk lainnya dari susu setiap hari, selalu berfi kir positif, menjaga berat
badan dalam batas normal, olah raga teratur, cukup istirahat, minum air putih 1,5–
2 liter perhari dan tidak merokok.

B. Pentingnya mengetahui masalah kesehatan yang ada di lingkungan


pesisir
Daerah pesisir merupakan salah satu daerah yang banyak memiliki
masalah khususnya di bidang kesehatan masyarakat. Penelitian ini dilakukan
untuk menggali tentang masalah-masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di
lingkungan pesisir di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif
yang dilakukan melalui observasi lapangan dan penelusuran kepustakaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa masalah kesehatan di daerah pesisir yaitu masalah
lingkungan, perilaku dan sosial.
Masalah kesehatan merupakan salah satu masalah yang sangat kompleks.
Hal ini sering berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan.
Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari
segi kesehatannya sendiri tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada
pengaruhnya terhadap masalah "sehat-sakit". Banyak faktor yang mempengaruhi
kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat. Hendrik L.
Blum seorang pakar di bidang kedokteran pencegahan mengatakan bahwa
status kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 hal yaitu lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan genetik (keturunan) (Notoatmodjo, 2011 dalam
Sumampouw.
Faktor-faktor ini, berpengaruh langsung pada kesehatan dan saling
berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan dapat tercapai secara
optimal jika keempat faktor ini secara bersama-sama mempunyai kondisi yang
optimal. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak
optimal) maka status kesehatan dapat tergeser ke arah di bawah keadaan optimal
(Sarudji, 2006 dalam Sumampouw, 2015:2 ).
Teori dari Hendrik Blum dan Marc Lalonde menunjukkan bahwa status
kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu lingkungan, perilaku
kesehatan, pelayanan kesehatan dan genetik. Hendrik L. Blum dalam
Planning for Health, Development and Application of Social Change Theory
secara jelas menyatakan bahwa determinan status kesehatan masyarakat
merupakan hasil interaksi domain lingkungan, perilaku dan genetika serta bukan
hasil pelayanan medis semata-mata. Berdasarkan teori ini, terlihat bahwa konsep
status kesehatan seseorang bahkan suatu masyarakat, dipengaruhi oleh empat
faktor terdiri lingkungan 45%, perilaku
30% disusul jasa layanan kesehatan 20%, serta faktor genetik atau keturunan
hanya berpengaruh 5% (Sarudji, 2006 dalam Sumampouw, 2015:5).
Ada banyak hal yang diduga menjadi penyebab tingginya masalah
kesehatan di lingkungan pesisir. Penulis mengelompokkannya dalam 3 kelompok
yaitu lingkungan, perilaku dan sosial yang disebut sebagai determinan kesehatan.

(1) Determinan lingkungan


Masalah kesehatan lingkungan yang paling utama di daerah pesisir
yaitu bahwa adanya pembuangan air limbah rumah tangga ke sungai-sungai. Hal
ini menyebabkan tercemarnya air sungai dan air laut di daerah pesisir, sehingga
diduga menyebabkan gangguan lingkungan seperti mengganggu jaring makanan
pada ekosistem sungai dan pesisir. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Hal
ini menyebabkan daya dukung lingkungan terhadap kehidupan masyarakat
menjadi berkurang, seperti ketersediaan air bersih, udara berkualitas, dan lainnya.
Padatnya penduduk juga menyebabkan penularan penyakit berbasis
lingkungan lebih cepat dan luas. Tercemarnya lingkungan pesisir dengan
limbah rumah tangga. Hal ini bisa terjadi karena berdasarkan hasil observasi awal,
terlihat banyaknya limbah rumah tangga seperti sisa air cucian, kotoran hewan,
kotoran manusia dan lainnya di air sungai, tanah, perairan pesisir dan daerah
perumahan. Beberapa bakteri yang bisa menjadi indikator pencemaran yaitu
kelompok bakteri Koliform.

(2) Determinan perilaku


Rendahnya perilaku masyarakat khususnya yang berhubungan dengan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) berdasarkan pada indikator output
yaitu:
(a) Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi
dasar (jamban).
(b) Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan
yang aman di rumah tangga.
(c) Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas
(seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia
fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang
mencuci tangan dengan benar.
(d) Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar. (e) Setiap rumah
tangga mengelola sampahnya dengan benar

Penelitian ini sejalan dengan penelitian lainnya yang menyatakan bahwa


adanya hubungan yang signifikan antara perilaku hidup bersih dan sehat dan
kualitas sumber air dengan kejadian diare (Efriani 2008 dalam Sumampouw,
2015:9). Subagijo (2006) memperoleh hasil bahwa perilaku masyarakat yang
tidak baik 3,5 kali lebih besar risiko terkena diare daripada mereka yang
berperilaku hidup bersih dan sehat yang baik. Sinthamurniwaty (2006)
menunjukkan bahwa perilaku mencuci tangan dengan sabun setelah buang air
besar merupakan faktor protektif diare.

(3) Determinan social


Salah satu indikator dalam determinan sosial yaitu tingkat pendapatan.
Tingkat pendapatan menentukan pada tinggi rendahnya tingkat kemiskinan.
Tingginya jumlah keluarga miskin. Kemiskinan juga menjadi salah satu
masalah di daerah pesisir. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa penilaian
status kesehatan masyarakat salah satunya dinilai dari tingkat pendapatan. Hal ini
disebabkan karena dengan tingginya tingkat pendapatan maka akses terhadap
layanan kesehatan yang prima akan mudah diperoleh. Selain itu, tingginya
pendapatan dapat membuat masyarakat memodifikasi lingkungan rumah dan
sekitarnya (termasuk jamban dan sumur) sehingga sesuai dengan syarat yang
ditentukan.
Determinan sosial-ekonomi kesehatan merupakan kondisi- kondisi
sosial dan ekonomi yang melatari kehidupan seorang, yang mempengaruhi
kesehatan. Cabang epidemiologi yang mempelajari hal ini yaitu epidemiologi
sosial. Epidemiologi sosial mempelajari karakteristik spesifik dari kondisi-kondisi
sosial dan mekanisme dari kondisi-kondisi sosial itu dalam mempengaruhi
kesehatan. Epidemiologi sosial mempelajari peran variabel di tingkat individu,
misalnya, gender, umur, pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, status sosial, posisi
dalam hirarki sosial. Selain itu, epidemiologi sosial juga mempelajari peran
variabel-variabel sosial, seperti kondisi kerja, pendapatan absolut wilayah,
distribusi pendapatan, kesenjangan pendapatan, perumahan, ketersediaan pangan,
modal sosial, eksklusi sosial, isolasi sosial, kebijakan kesehatan tentang
penyediaan pelayanan kesehatan (misalnya, akses universal terhadap pelayanan
kesehatan), dan pembiayaan pelayanan kesehatan (misalnya, ketersediaan jaring
pengaman sosial) (Murti, 2010 dalam Sumampouw, 2015:11).

2.8 pelayanan kesehatan masyarakat pesisir

Kegiatan pelayanan kesehatan yang dapat ditemukan di wilayah pesisir


yaitu berupa Puskesmas. Puskesmas merupakan organisasi yang bergerak di
bidang pelayanan jasa kesehatan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan
mutu sumber daya manusia, harapan hidup, kesejahteraan keluarga dan
masyarakat, serta mempertinggi derajat kesehatan masyarakat akan pentingnya
hidup sehat. Selain itu, pelayanan kesehatan lainnya ialah kegiatan Posyandu
(Rusdin, Megawati. 2015).
 Peran layanan kesehatan bagi masyarakat pesisir
Peran layanan kesehatan yang ada di masyarakat pesisir ini ternyata
masih saja kurang ditanggapi oleh masyarakat, hal ini dapat dilihat dari tidak
adanya antusias dari masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
dengan baik, yang juga terlihat dari kurangnya minat masyarakat untuk
mengunjungi posyandu. Sehingga tenaga kesehatan yang bertugas harus
mendatangi rumah warga yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini
merupakan salah satu bukti adanya sikap acuh masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan. Hal ini banyak di pengaruhi dengan sikap masyarakat
pesisir yang enggan ke pelayanan kesehatan berkaitan denagan tradisi dan adat
istiadat yang masih di pegang erat oleh kebanyakan masyarakat yang bertempat
tinggal di daerah sekitaran pesisir dan pendapatan masyarakat yang tidak
menentu juga masih menjadi salah satu alasan masyarakat untuk tidak
menggunakan layanan kesehatan yang terdapat di daerah tempat tinggal mereka.
Sehingga pemanfaatan pelayanan kesehatan pada masyarakat pesisir masih
sangat kurang di bandingkan masyarakat perkotaan khsususnya pada
masyarakat pesisir. Selain itu, juga tampak bahwa pencarian pengobatan oleh
Masyarakat Pesisir masih sangat kurang di bandingkan dengan masyarakat
perkotaan hal ini banyak di pengaruhi dengan sikap masyarakat pesisir yang
enggan ke pelayanan kesehatan berkaitan denagan tradisi dan adat istiadat yang
masih di pegang erat oleh kebanyakan masyarakat yang bertempat tinggal di
daerah sekitaran pesisir dan pendapatan masyarakat yang tidak menentu juga
masih menjadi salah satu alasan masyarakat untuk tidak menggunakan layanan
kesehatan yang terdapat di daerah tempat tinggal mereka. Sehingga pemanfaatan
pelayanan kesehatan pada masyarakat pesisir masih sangat kurang di
bandingkan masyarakat perkotaan. (Karman, 2016).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setingi-tingginya.
Pembangunan kesehatan di wilayah pesisir Indonesia masih perlu
mendapat perhatian dari pemerintah.Masih banyak wilayah pesisir dengan
pembangunan kesehatan yang belum merata. Pembangunan kesehatan
ini akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Jadi apabila
pembangunan kesehatan belum maksimal, derajat kesehatan belum
tercapai.

3.2 Saran

Untuk pemerintah sebaiknya dapat memberikan pengobatan gratis


pada masyarakat yang berekonomi rendah dan menyediakan transportasi
laut dan transportasi darat agar memudahkan masyarakat untuk
menjangkau dan dapat memanfaatkan sarana kesehatan tanpa
memerlukan biaya mahal.
DAFTAR PUSTAKA

Elina dan Sumiati, Sri. 2016. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia

Mitra, M. (2012). (Masih) Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia.


Jurnal Kesehatan Komunitas, 1(4), 170.

Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Edisi Revisi.


Rineka Cipta. Jakarta

Zahtamal, Z., Restuastuti, T., & Chandra, F. (2011).Analisis Faktor Determinan


Permasalahan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. Kesmas: National Public
Health Journal,6(1), 9.

Psikstikma.blogspot.com
https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_kesehatan_masyarakat
http://umum-pengertian.blogspot.com/2016/10/upaya-menanggulangi-masalah-
kesehatan.html

Anda mungkin juga menyukai