IKHWAN MAULANA
DEWI FIDAYANI
NURADINDA LESTARI
TINA ERLIAN
LIA NURWULAN
RIZKITA FEBRIANI
NABILAH
NURFILA TAUFIK
NURAFADILLAH
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pesisir dan Kepulauan” berjudul
“Konsep Dasar Pembangunan Kesehatan”.
Dalam menyelesaikan makalah ini telah dilakukan untuk mencapai hasil
yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan, pengetahuan, pengalaman
dan kemampuan yang dimiliki penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna.
Penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi
penulis pribadi dan mahasiswa pada umumnya. Semoga pembahasan yang
dikemukakan dapat menjelaskan setiap materi dengan baik sehingga dapat
diterima dan dimengerti oleh pembaca. Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun dibutuhkan untuk memperbaiki dan meningkatkan tulisan
selanjutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Sistem Kesehatan Nasional dan Pembangunan Kesehatan
2.2 Perkembangan dan Masalah Sistem Kesehatan Nasional
2.3 Dasar Pembangunan Kesehatan
2.4 Dasar Sistem Kesehatan Nasional
2.5 Kesehatan Masyarakat
2.6 Masalah Kesehatan Masyarakat Pesisir
2.7 Perilaku Kesehatan Masyarakat Pesisir
2.8 Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pesisir
Bab III Kesimpulan dan Saran
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1. Upaya Kesehatan
Akses pada pelayanan kesehatan secara nasional mengalami peningkatan,
dalam kaitan ini akses rumah tangga yang dapat menjangkau sarana kesehatan ≤
30 menit sebesar 90,7% dan akses rumah tangga yang berada ≤ 5 km dari sarana
kesehatan sebesar 94,1% (Riskesdas, 2007). Peningkatan jumlah Puskesmas
ditandai dengan peningkatan rasio Puskesmas dari 3,46 per 100.000 penduduk
pada tahun 2003 menjadi 3,65 per 100.000 pada tahun 2007 (Profil
Kesehatan, 2007). Namun pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, serta
pulau-pulau kecil terdepan dan terluar masih rendah. Jarak fasilitas pelayanan
yang jauh disertai distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata dan pelayanan
kesehatan yang mahal menyebabkan rendahnya aksesibilitas masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan.
Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh penduduk meningkat dari
15,1% pada tahun 1996 menjadi 33,7% pada tahun 2006. Begitu pula kunjungan
baru (contact rate) ke fasilitas pelayanan kesehatan meningkat dari 34,4% pada
tahun 2005 menjadi 41,8% pada tahun 2007. Disamping itu, jumlah
masyarakat yang mencari pengobatan sendiri sebesar 45% dan yang tidak
berobat sama sekali sebesar 13,3% (2007).
Secara keseluruhan, kesehatan ibu membaik dengan turunnya AKI,
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat 20% dalam kurun
10 tahun, peningkatan yang besar terutama di daerah perdesaan, sementara
persalinan di fasilitas kesehatan meningkat dari 24,3% pada tahun 1997
menjadi 46% pada tahun 2007. Namun masih ditemui disparitas Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA) dan cakupan imunisasi antar wilayah masih tinggi.Cakupan
pemeriksaan kehamilan tertinggi 97,1% dan terendah 67%, sementara itu cakupan
imunisasi lengkap tertinggi sebesar 73,9% dan cakupan terendah 17,3%
(Riskesdas, 2007).
Akses terhadap air bersih sebesar 57,7% rumah tangga dan sebesar
63,5% rumah tangga mempunyai akses pada sanitasi yang baik (Riskesdas,
2007). Pada tahun 2007, rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas buang
air besar sebesar 24,8% dan yang tidak memiliki saluran pembuangan air
limbah sebesar 32,5%. Penyakit infeksi menular masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang menonjol, terutama: TB Paru, Malaria, HIV/AIDS,
DBD dan Diare. Selain itu penyakit yang kurang mendapat perhatian (neglected
diseases), seperti Filariasis, Kusta, Framboesia cenderung meningkat kembali.
Demikian pula penyakit Pers masih terdapat di berbagai daerah. Namun demikian
kontribusi penyakit menular terhadap kesakitan dan kematian semakin menurun.
Hasil Riskesdas Tahun 2007 menunjukkan adanya peningkatan kasus
penyakit tidak menular (seperti penyakit kardiovaskuler dan kanker) secara
cukup bermakna, menjadikan Indonesia mempunyai beban ganda (double
burden).
2. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan sudah semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Persentase pengeluaran nasional sektor kesehatan pada tahun 2005 adalah
sebesar 0,81% dari Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat pada tahun 2007
menjadi 1,09 % dari PDB, meskipun belum mencapai 5% dari PDB seperti
dianjurkan WHO. Demikian pula dengan anggaran kesehatan, pada tahun
2004 jumlah APBN kesehatan adalah sebesar Rp 5,54 Triliun meningkat
menjadi sebesar 18,75 Triliun pada tahun 2007, namun persentase terhadap
seluruh APBN belum meningkat dan masih berkisar 2,6–2,8%. Pengeluaran
pemerintah untuk kesehatan terus meningkat. Namun kontribusi pengeluaran
pemerintah untuk kesehatan masih kecil, yaitu 38% dari total pembiayaan
kesehatan. Proporsi pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah belum
mengutamakan upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Cakupan jaminan
pemeliharaan kesehatan sekitar 46,5% dari keseluruhan penduduk pada tahun
2008 yang sebagian besar berasal dari bantuan sosial untuk program jaminan
kesehatan masyarakat miskin sebesar 76,4 juta jiwa atau 34,2%.
6. Pemberdayaan Masyarakat
Rumah tangga yang telah melaksanakan perilaku hidup bersih dan
sehat meningkat dari 27% pada tahun 2005 menjadi 36,3% pada tahun 2007,
namun masih jauh dari sasaran yang harus dicapai pada tahun 2009, yakni
dengan target 60%. Jumlah UKBM, seperti Posyandu dan Poskesdes semakin
meningkat, tetapi pemanfaatan dan kualitasnya masih rendah. Hingga tahun 2008
sudah terbentuk 47.111 Desa Siaga dimana terdapat 47.111 buah Pos Kesehatan
Desa (Poskesdes). Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat lainnya yang terus
berkembang pada tahun 2008 adalah Posyandu yang telah berjumlah 269.202
buah dan 967 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren). Di samping itu, Pemerintah
telah memberikan pula bantuan stimulan untuk pengembangan 229 Musholla
Sehat. Sampai dewasa ini dirasakan bahwa masyarakat masih lebih banyak
sebagai objek dari pada sebagai subjek pembangunan kesehatan. Hasil Riskesdas
tahun 2007 menunjukkan bahwa alasan utama rumah tangga tidak
memanfaatkan Posyandu/Poskesdes walaupun sebenarnya memerlukan adalah
karena: pelayanannya tidak lengkap (49,6%), lokasinya jauh (26%), dan tidak
ada Posyandu/Poskesdes (24%).
1. Perikemanusian
Pembangunan kesehatan harus berlandaskan pada prinsip
perikemanusiaan yang dijiwai, digerakan dan dikendalikan oleh keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tenaga kesehatan perlu berbudi
luhur, memegang teguh etika profesi, dan selalu menerapkan prinsip
perikemanusiaan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
4. Dukungan Regulasi
Dalam menyelenggarakan SKN, diperlukan dukungan regulasi berupa
adanya berbagai peraturan perundangan yang mendukung penyelenggaraan SKN
dan penerapannya (law enforcement).
5. Antisipatif dan Pro Aktif
Setiap pelaku pembangunan kesehatan harus mampu melakukan antisipasi
atas perubahan yang akan terjadi, yang di dasarkan pada pengalaman masa lalu
atau pengalaman yang terjadi di negara lain. Dengan mengacu pada
antisipasi tersebut, pelaku pembangunan kesehatan perlu lebih proaktif terhadap
perubahan lingkungan strategis baik yang bersifat internal maupun eksternal.
6. Responsif Gender
Dalam penyelenggaraan SKN, setiap penyusunan rencana kebijakan dan
program serta dalam pelaksanaan program kesehatan harus menerapkan
kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender dalam pembangunan
kesehatan adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan kesehatan serta
kesamaan dalam memperoleh manfaat pembangunan kesehatan. Keadilan gender
adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan dalam
pembangunan kesehatan.
7. Kearifan Lokal
Penyelenggaraan SKN di daerah harus memperhatikan dan menggunakan
potensi daerah yang secara positif dapat meningkatkan hasil guna dan daya guna
pembangunan kesehatan, yang dapat diukur secara kuantitatif dari meningkatnya
peran serta masyarakat dan secara kualitatif dari meningkatnya kualitas hidup
jasmani dan rohani. Dengan demikian kebijakan pembangunan daerah di bidang
kesehatan harus sejalan dengan SKN, walaupun dalam prakteknya, dapat
disesuaikan dengan potensi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat di daerah
terutama dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar bagi rakyat.
2.5 Kesehatan Masyarakat
Banyak sekali penyakit yang terjadi akibat pola hidup yang tidak sehat
seperti merokok , mengonsumsi alkohol dan makan makanan yang mengandung
kolesterol . Inilah hasil survey dari kesehatan lingkungan di indonesia .
a. Mangrove
PSLH UNMUL (1996) melaporkan bahwa hutan mangrove banyak rusak
di sepanjang pantai provinsi Jawa Tengah dan hanya sebagian kecil tetap
tidak rusak. Kerusakan ini disebabkan oleh aktivitas antropogenik,
terutama membersihkan hutan bakau dengan memotong. Banyak pohon
bakau dipotong untuk tujuan menggunakan mereka
untuk menghasilkan arang, pakan ternak, dan menggunakan daerah dibuka
untuk tambak (tambak). Contoh di Tambak Lorok, timur
Jawa Tengah menunjukkan bahwa hutan mangrove yang ditebang untuk
pembangunan pelabuhan dan pembangunan kolam ikan.
Kegiatan ini mengakibatkan beban sedimen dari 457,14-461,43 mg / l, dan
degradasi kualitas air laut di daerah itu. Penurunan kualitas air akibat
sedimentasi juga dilaporkan pada saat itu Kendal. Pembangunan di daerah,
yaitu untuk tambak, pertambangan dan pembangunan infrastruktur
pelabuhan telah mengakibatkan beban sedimen yang tinggi. Ini
mempengaruhi banyak pohon bakau sehingga mereka
dengan diameter> 20 cm meninggal. Hanya sebagian kecil dari mangrove
tetap, terutama dari spesies Rhizophora sp dan Avicennia sp.
Masalah masyarakat Mangrove juga dilaporkan di daerah Muara Jawa.
Banyak pohon bakau yang dibuka untuk pengembangan tambak
lebih dari 100 ha. Hal ini mengakibatkanpenurunan persentase tutupan
mangrove.
Hasil dari SPOT satelit oleh PSL UNMUL (1989) menunjukkan warna
merah air di mulut Bengawan solo untuk sedimentasi
tinggi. Kondisi ini juga terjadi di sebagian besar wilayah pesisir di Provinsi
Jawa Tengah.
b. Batu Karang
Demikian pula, pada saat yang sama bahwa kerusakan dilakukan untuk
ekosistem mangrove, beberapa ekosistem karang juga telah rusak.
Misalnya di sepanjang pantai pulau jawa utara, hanya sebagian kecil dari
karang hidup tetap. Kerusakan karang telah dilaporkan sebagai efek dari
manajemen penggunaan lahan yang buruk, yang mengakibatkan beban
sedimen yang tinggi di daerah tersebut. Hal ini telah dibuktikan bahwa
terumbu karang tidak dapat menahan suhu air laut terlalu tinggi. Hal ini
telah dibuktikan bahwa terumbu karang tidak dapat menahan suhu air laut
terlalu tinggi. Coles dan Jokiel (1978), dan Neudecker (1981), melaporkan
bahwa dan kenaikan suhu air laut sekitar 4 - 6` atau lebih tinggi di atas
permukaan ambien akan mempengaruhi pertumbuhan bahkan membunuh
terumbu karang dan plankton (Supriharyono, 1997). Faktor lingkungan
lain yang diduga mempengaruhi terumbu karang distribusi di pantai, yang
reklamasi, pengerukan untuk transportasi laut, memancing dengan bahan
peledak dan bahan beracun, dan sedimentasi. Yang terakhir faktor,
sedimentasi, mungkin menjadi faktor umum yang mempengaruhi terumbu
pertumbuhan karang di sepanjang pantai Jawa
c. Rumput Laut
Rumput laut lain ecossystem laut produktif di wilayah pesisir. Dari 12
genera rumput laut yang tercatat di dunia (Den Hartog, 1970) sekitar tujuh
dari mereka telah dicatat di perairan Indonesia. Genera ini termasuk
Enhalus, Talassia, Hallophia, Halodule, Cymodoceae, dan Talassodendron.
Genera ini tumbuh di lokasi (Kecamatan Jawa), terutama di pantai Jawa.
Mirip dengan terumbu karang, rumput laut juga dipengaruhi oleh
sedimentasi yang tinggi dan kegiatan manusia lainnya di daerah pesisir.
d. Perikanan
Seperti disebutkan sebelumnya bagianyang sama dari ekosistem pesisir /
laut, seperti bakau, terumbu karang, dan padang lamun, penting untuk
produk dari sistem kelautan.
Itu adalah di perairan ini bahwa ikan dan hewan laut lainnya biasanya
bertelur, belakang, pakan dan / atau menemukan berlindung alasan.
Oleh karena itu kondisi sistem ini secara otomatis mempengaruhi
organisme hidup. Seperti diberitakan, ekosistem laut, misalnya bakau,
terumbu karang dan rumput laut tempat tidur menunjukkan degradasi
kondisi mereka, karena penurunan kualitas air. Namun, produksi
penangkapan ikan laut adalah sekitar 8.000 ton / tahun di Semarang.
Sayangnya, tidak ada informasi di mana ikan-ikan itu ditangkap. Saya
percaya bahwa fishing ground jauh dari garis pantai, karena kualitas air
mungkin cukup baik untuk pertumbuhan ikan di daerah itu.
- Studi Kasus pantai dan laut Masalah Lingkungan dan isu-isu di kotamadya
Semarang Propinsi Jawa Tengah
Kota Semarang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah yang
mempunyai dataran rendah dan dataran tinggi serta pantai. Terdapat dua
sungai besar yang melintasi Kota Semarang, yaitu Sungai Banjirkanal
Barat dan Banjirkanal Timur. Sungai Banjirkanal Barat merupakan muara
Sungai Kali Garang dan Sungai Kreyo. Kedua sungai ini mengalirkan zat
pencemar baik berupa limbah domestik dan limbah industri dari Kota
Semarang maupun Kabupaten Semarang (Kota Ungaran). Kota Semarang
dan Kabupaten Semarang hingga saat ini tidak mempunyai pengolahan air
limbah domestik yang terpadu. Dengan demikian, limbah cair maupun
padat dari penduduk di kota dan kabupaten Semarang langsung masuk ke
laut melalui kedua sungai Banjirkanal, sehingga berpotensi menurunkan
kualitas air laut di perairan pesisir Kota Semarang.
Selain masalah pencemaran, kota Semarang juga mengalami
kerusakan lingkungan yang cukup parah, yaitu terjadinya abrasi pantai dan
naiknya muka air laut yang akhirnya menenggelamkan tambak ikan dan
perumahan penduduk di daerah Sayung. Daerah Sayung ini berbatasan
dengan Kabupaten Demak, sehingga beberapa daerah di Kabupaten
Demak yang berbatasan langsung dengan kota Semarang juga mengalami
abrasi pantai maupun Rob. Naiknya muka air laut (Rob) ini juga diikuti
oleh turunnya permukaan tanah, sehingga pada saat musim hujan beberapa
daerah tergenang air termasuk stasiun kereta api Tawang Semarang.
Abrasi pantai yang cukup parah juga terjadi di Kecamatan Tugu yang
berbatasan dengan Kabupaten Kendal. Kerugian nelayan tambak cukup
besar, karena tambaknya tidak dapat berfungsi dengan semestinya.
Pendangkalan Pantai Semarang juga menjadi masalah besar bagi
pelabuhan. Agar kapal bisa masuk ke pelabuhan, perairan laut di
pelabuhan Tanjung Mas harus dilakukan pengerukan setiap tahun yang
menghabiskan dana milyaran rupiah.
Kotamadya Semarang mungkin salah satu distrik yang sibuk di
provinsi Jawa Tengah. Kotamadya Semarang mungkin salah satu distrik
yang sibuk di provinsi Jawa Tengah. Banyak aktivitas manusia, dari
pertanian, perikanan, kehutanan, sampai dengan industrialisasi (termasuk
pertambangan dan pengeboran minyak), semua dikembangkan di
kabupaten ini. Kegiatan ini, dalam rangka untuk menggunakan sumber
daya pesisir dan laut, beberapa kali tumpang tindih, karena itu beberapa
masalah dan masalah, misalnya penurunan pesisir / kualitas air laut,
mungkin terjadi di daerah-daerah. Masyarakat pesisir, terutama nelayan,
mungkin masyarakat yang paling miskin. Sejak itu, sering bahwa fishing
ground pindah ke daerah lanjut, karena menurunnya kualitas air di daerah
pesisir. Masalah dan isu-isu, kendala managemen pesisir, apalagi,
dijelaskan sebagai berikut.
a. Masalah dan Isu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa masalah dan isu-isu yang
dilaporkan di lokasi penelitian, yaitu Kelurahan Tambak Lorok, Kelurahan
Mangunharjo, dan Kelurahan Matikharjo, Kecamatan Semarang Utara,
Kotamadya Semarang. Masalah-masalah ini terdaftar sebagai berikut:
- Kurangnya estetika daerah pesisir, karena kesadaran masyarakat pesisir
tentang pengelolaan pesisir.
- Industri, limbah pertanian dan domestik, seperti minyak juga tumpahan
baik dari kapal tunda, kapal nelayan, atau orang lain,
termasuk kapal tanker. Polutan ini mengakibatkan bahwa fishing
ground, terutama untuk perikanan kecil, menjadi jauh dan jauh dari
garis pantai. Apalagi polutan ini juga dilaporkan oleh petani ikan yang
mereka mempengaruhi produksi ikan;
- Banyak tambak (tambak air payau) telah rusak dan tidak longers
produktif, banyak karena menurunnya kualitas air.
- Kapal tabrakan. Ini terutama terjadi antara kapal nelayan dan kapal
tanker. Menurut nelayan setempat, kecelakaan yang terjadi karena
banyak kapal tunda dioperasikan di daerah nelayan.
- Ekosistem mangrove rusak karena perubahan ini. Banyak bakau
fungsional telah dipotong atau dibuka untuk tambak. Hal ini
mengakibatkan bahwa penutup bakau menurun di lokasi penelitian.
- Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan untuk mengelola
lingkungan pesisir.
- Abrasi, Hal ini mengakibatkan meningkatnya beban sedimen di daerah
pesisir.
b. Manajemen Kendala
Menurut pemerintah, sebenarnya masalah lingkungan pesisir dan laut telah
dicoba untuk dipecahkan. Sayangnya, ada beberapa kendala yang terjadi,
dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah. kendala
tersebut adalah sebagai berikut:
- Kesadaran masyarakat yang rendah. Respon masyarakat pesisir sangat
rendah pada lingkungan mereka.
- Tidak tahu teknik yang tepat untuk pengelolaan pesisir;
- Kontrol lingkungan adalah belum efektif
- Tidak ada pengelolaan wilayah pesisir terpadu sebagai pendekatan
lintas sektor;
- Tidak ada lembaga khusus yang bertanggung jawab untuk pengelolaan
wilayah pesisir;
- Pemantauan lingkungan pesisir tidak stabil
A. Perilaku Kesehatan
Kesehatan merupakan unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan dan
hak asasi bagi setiap manusia. Empat faktor utama yang mempengaruhi status
kesehatan masyarakat yaitu genetik dari keluarga, lingkungan, perilaku
individu, dan fasilitas pelayanan kesehatan. Status kesehatan di Kecamatan
Semampir termasuk rendah. Status kesehatan rendah disebabkan perilaku tidak
sehat dari masyarakat.
Dari karakteristik pendidikan sebagian besar responden menunjukkan
tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan juga dapat menjadi penentu
karakteristik suatu masyarakat karena tingkat pendidikan yang rendah akan
membuat masyarakat atau seseorang sulit untuk menerima informasi
perilaku sehat baik dari media massa ataupun orang lain. Hal ini berdampak pada
cara pandang responden terhadap pentingnya status kesehatan karena, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah seseorang untuk
menerima dan mengerti informasi yang disampaikan khususnya informasi
kesehatan. Pendidikan yang kurang dari sebagian besar penduduknya menjadi
penghalang dari potensi tersebut, karena akan membuat kurangnya
informasi kesehatan yang didapatkan. Akibatnya berdampak pada status
kesehatan secara umum.
Dari hasil survey yang dilakukan, banyak faktor yang mempengaruhi
status kesehatan masyarakat yang memiliki kondisi kesehatan yang tidak
baik, diantaranya karena lingkungan tempat tinggal yang terlalu padat, sanitasi
yang kurang baik, serta perilaku masyarakat itu sendiri.
Status kesehatan masyarakat dapat dihubungkan oleh berbagai faktor.
Salah satu faktor yang berhubungan adalah perilaku sehat dari
masyarakatnya. Semakin masyarakat berperilaku sehat, maka status
kesehatan masyarakat akan baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Hapsari, dkk
(2009) yang memberikan kesimpulan bahwa salah satu faktor yang
berhubungan dengan status kesehatan masyarakat adalah perilaku sehat. Perilaku
sehat pada tiap responden sangat berperan terhadap baik tidaknya status kesehatan
yang dimiliki. Sebagian besar masyarakat adalah perokok aktif dan berpotensi
terserang penyakit degeneratif dan penyakit infeksi yang akan mengganggu status
kesehatan.
Perilaku merokok dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok
yaitu, kelompok yang memiliki kebiasaan merokok dan tidak memiliki kebiasaan
merokok. Dari hasil analisis didapatkan bahwa mayoritas responden merokok.
Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku hidup yang tidak sehat. Hal ini
dibuktikan dengan kejadian kesakitan yang disebabkan oleh rokok. Kasus kanker
paru sebagian besar diakibatkan oleh rokok yaitu sekitar 90% dan sekitar 80%
kasus kanker esofagus telah dikaitkan dengan merokok. Selain itu, Penyakit
jantung koroner dan lainnya merupakan akibat dari merokok (Bararah, 2011
dalam Sulistiarini, 2018:17). Tidak hanya merugikan perokok aktif, kesehatan
perokok pasif pun terancam dengan adanya perokok aktif yang ada di lingkungan
sekitar mereka. Hal ini dikarenakan asap rokok yang terhirup oleh perokok pasif
mengandung racun dan bahan kimia termasuk nikotin sebagaimana yang dialami
oleh perokok.
Konsumsi sayur dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan porsi
kebiasaan makan sayur perharinya yang terdiri dari kelompok tidak makan sayur
setiap hari, satu porsi sayur setiap hari dan 2 porsi sayur setiap hari. Sama halnya
dengan kebiasaan makan sayur, kebiasaan maka buah dikelompokkan menjadi
tidak makan buah dalam setiap hari, satu buah sayur setiap hari dan 2 porsi
buah setiap hari.
52,9%untuk sayur dan 69,9% untuk buah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar masyarakat masuk dalam kategori kurang mengonsumsi buah dan sayur
menurut (Riskesdas, 2013 dalam Sulistiarini, 2018:17). Kurang mengonsumsi
sayur dan buah akan lebih mudah terkena penyakit sehingga akan mengganggu
kesehatan. Penduduk atau masyarakat dikategorikan ‘cukup’ mengonsumsi buah
dan/atau sayur apabila makan buah dan/ atau sayur minimal 5 porsi/hari selama 7
hari dalam seminggu. Dikategorikan ’kurang’ apabila konsumsi sayur dan/ atau
buah kurang dari ketentuan tersebut (Riskedas, 2013 dalam Sulistiarini, 2018:17).
Berdasarkan data tersebut maka seluruh responden masuk dalam kategori kurang
untuk konsumsi buah dan sayur dikarenakan tidak ada responden yang
mengonsumsi sayur dan/atau buah 5 porsi perhari. Dari hasil analisis lanjut ini
didapatkan bahwa, konsumsi buah dan sayur masyarakat Indonesia masih
tergolong rendah yaitu sebesar97,1%pada semua kelompok umur bila
dibandingkan dengan anjuran konsumsi buah dan sayur dalam pedoman gizi
seimbang 2014.
Menurunnya tingkat konsumsi buah dan sayur menyebabkan perubahan
pola penyakit infeksi menjadi penyakit metabolik dan degeneratif. Serat pangan
pada buah dan sayur juga menguntungkan bagi kesehatan yaitu berfungsi
mengontrol berat badan, menanggulangi penyakit diabetes, mengurangi tingkat
kolesterol darah dan penyakit kardiovaskuler serta mencegah gangguan
gastrointestinal, kanker kolon (Santoso, 2011 dalam Sulistiarini, 2018:17).
Menurut (Santoso, 2011 dalam Sulistiarini, 2018:17), salah satu faktor
yang menyebabkan penurunan konsumsi buah dan sayur pada masyarakat
perkotaan adalah tingkat mobilitas tinggi dan cenderung mengonsumsi makanan
siap saji sehingga terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat, tinggi
serat, dan rendah lemak ke pola konsumsi rendah karbohidrat dan serat, tinggi
lemak dan protein. Menurut hasil penelitian (Khuril’in, 2015 dalam Sulistiarini,
2018:17) status sosial ekonomi berpengaruh terhadap konsumsi ikan, sayur, dan
buah dikarenakan pendapatan dan pekerjaan memang berpengaruh besar terhadap
konsumsi pangan masyarakat. Semakin tinggi status sosial masyarakat, semakin
tinggi pula konsumsi pangan masyarakat tersebut.
Penelitian ini mempunyai tujuan mengetahui hubungan antara
perilaku hidup sehat dengan status kesehatan masyarakat. Penelitian ini
bersifat kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional.
Teknik dalam penentuan sampel adalah Simple Random Sampling, sampel
sebanyak 136 responden. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
data primer dan data sekunder. Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari
perilaku merokok, aktivitas fi sik, perilaku mengonsumsi buah, dan perilaku
mengonsumsi sayur. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status sehat. Data
yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis Chi-square dengan tujuan
mengetahui kuat hubungan subjek penelitian. Hasil dari penelitian yaitu terdapat
hubungan antara konsumsi sayur, konsumsi buah dan perilaku merokok dengan
status kesehatan yaitu dengan hasil p value sebesar 0,009, 0,006 dan 0,001. Serta
tidak terdapat hubungan antara olahraga dengan status kesehatan dengan hasil
value sebesar 0,243.
A. Lingkungan Pesisir
3.2 Saran
Psikstikma.blogspot.com
https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_kesehatan_masyarakat
http://umum-pengertian.blogspot.com/2016/10/upaya-menanggulangi-masalah-
kesehatan.html