Anda di halaman 1dari 76

MAKALAH

WAWASAN KEMARITIMAN
POTENSI – POTENSI MARITIM

OLEH :

ASWINDA DARWIS
J1B119026

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa telah melimpahkan
karunia, taufiq,hidayah,serta inayah-Nya, sehingga “makalah potensi-potensi
maritim”. Tak lupa pula senantiasa kita panjatkan shalawat serta salam kepada
junjungan dan penuntun kita Muhammad Saw dalam tahap penyusunan makalah
ini, tidak terlepas dari berbagai kendala yang menghambat penyusunan. Namun,
berkat bantuan dan motivasi berbagai pihak, sehingga kendala dan halangan
tersebut dapat teratasi. Makalah ini berisi tentang pengertian, pengenbangan, dan
nilai ekonomi dari potensi-potensi ekonomi.
Dalam penyusunan makalah ini, di sadari bahwa masih terdapat
kekurangan karena di dunia ini tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan. Walaupun demikian,
saya tetap berharap makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi saya
dan orang lain untuk di jadikan penambahan wawasan pengetahuan tentang
potensi-potensi ekonomi

Wassalamu’alaikum Wr. Wb
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Manfaat Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
2.2 PENGEMBANGAN
2.3 NILAI EKONOMI
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Maksud dan Tujuan


Makalah ini di buat dengan meksud untuk mengetahui potensi-potensi
maritim di indonesia mulai dari potensi perikanan nya sampai dengan
biodiversitasnya.
1.3 Rumusan Masalah
Makalah ini di buat untuk mengetahui :
1. Definisi dari semua potensi-potensi maritim
2. Pengembangan dari semua potensi-potensi maritim
3. Nilai ekonomi drai semua potensi-potensi maritim

1.4 Manfaat Penulisan


Makalah ini berisi tentang definis,pengembanga dan nilai ekonomi drai
semua potensi-potensi maritim yang ada di indonesia, di mana makalah ini dapat
menambah wawasan dan pembelajaran tentang potensi-potensi maritim di
indonesia khususnya bagi saya dan mahasiswa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan industri pengelolaan


hasil perikanan serta pengembangan dan nilai ekonominya
1. Perikanan tangkap
Perikanan tangkap adalah sebuah usaha penangkapan ikan dan
organisme air lainnya di alam liar seperti laut, sungai, danau, dan badan
air lainnya. Perikanan tangkap merupakan kegiatan untuk memperoleh
ikan di perairan yang tidak dalam keadaan di budidayakan dengan alat
atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk
memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani,
mengelola, dan /atau mengawetkan.
Indonesia memiliki banyak wilayah laut, pesisir, dan pilau-pulau
kecil yang luas dan bermakna strategis sebagai pilar pembangunan
ekonomi nasional. Selain memiliki nilai ekonomis, sumber daya kelautan
juga mempunyai nilai ekologis, di samping itu, kondisi geografis
indonesia terletak pada geopolitis yang strategis, yakni antara lautan
pasifik dan lautan hindia yang merupakan kawasan paling dinamis dalam
arus percaturan politik,pertahanan, dan keamanan dunia. Kondisi geo-
ekonomi dan geo-politik tersebut menjadikan sektor kelautan sebagai
sektor yang penting dalam pembangunan nasional.
Khusus untuk perikanan tangkap potensi Indonesia sangat melimpah
sehingga dapat diharapkan menjadi sektor unggulan perekonomian
nasional. Untuk itu potensi tersebut harus dimanfaatkan secara optimal
dan lestari, tugas ini merupakan tanggung jawab bersama pemerintah,
masyarakat, dan pengusaha guna meningkatkan pendapatan masyarakat
dan penerimaan negara yang mengarah pada kesejahteraan rakyat.
DataFood Agriculture Organization (FAO) mengungkapkan bahwa pada
tahun 2009, populasi penduduk dunia diperkirakan mencapai 6,8 miliar
jiwa dengan tingkat penyediaan ikan untuk konsumsi sebesar 17,2
kg/kapita/tahun. Pada tahun yang sama, tingkat penyediaan ikan untuk
konsumsi Indonesia jauh melebihi angka masyarakat dunia, yaitu sebesar
30kg/kapita/tahun (KKP,2009). Perlu diketahui bahwa tren laju
pertumbuhan penduduk dunia menuntut peningkatan produksi ikan.
Peluang pengembangan usaha perikanan Indonesia memiliki prospek
yang sangat tinggi. Potensi ekonomi sumber daya kelautan dan perikanan
yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
diperkirakan mencapai USD 82 miliar per tahun. Potensi lestari sumber
daya ikan laut Indonesia sebesar 6,5 juta ton per tahun tersebar di
perairan wilayah Indonesia dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI) yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama
Indonesia. Dari seluruh potensi sumber daya tersebut, guna menjaga
keberlanjutan stok ikan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 5,12 juta ton per tahun. Volume dan nilai produksi untuk setiap
komoditas unggulan perikanan budidaya dari tahun 2010-2014
mengalami kenaikan, terdiri dari:
a. Udang mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 14,03%;
b. Kerapu mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 9,61%;
c. Bandeng mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 10,45%;
d. Patin mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 30,73%;
e. Nila mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 19,03%;
f. Ikan Mas mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 14,44%;
g. Lele mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 26,43%;
h. Gurame mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 17,70%;
dan (9) Rumput Laut mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar
27,72%.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-


2019,pembangunan dilaksanakan dengan mengedepankan peran ekonomi
kelautan dan sinergitas pembangunan kelautan nasional dengan sasaran:
Termanfaatkannya sumber daya kelautan untuk pembangunan ekonomi
dan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir; Terwujudnya TOL
LAUT dalam upaya meningkatkan pelayanan angkutan laut serta
meningkatkan konektivitas laut; Terpeliharanya kelestarian fungsi
lingkungan hidup dan sumber daya hayati laut; dan Terwujudnya Sumber
Daya Manusia (SDM) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
kelautan yang berkualitas dan meningkatnya wawasan dan budidaya
bahari, terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat
semua pulau dan kepulauan Indonesia. Sebagai pelaksanaan dari sasaran
RPJMN tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam
Renstranya tahun 2015-2019 menyebutkan bahwa tercapainya
kesuksesan pembangunan Indonesia sebagai negara maritim tercermin
pada:
a. Optimalnya pengelolaan ruang laut, konservasi, dan
keanekaragaman hayati laut.
b. Meningkatnya keberlanjutan usaha perikanan tangkap dan
budidaya. Meningkatnya daya saing dan sistem logistik hasil
kelautan dan perikanan.
c. Meningkatnya pengawasan pengelolaan sumberdaya kelautan dan
perikanan.
d. Meningkatnya kapasitas SDM, pemberdayaan masyarakat, dan
inovasi IPTEK kelautan dan perikanan.

Berkembangnya sistem perkarantinaan ikan, pengendalian mutu,


keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati ikan. Disamping itu,
untuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya kelautan terutama
perikanan tangkap agar tetap lestari, beberapa kebijakan telah
dikeluarkan yaitu: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-
KP) Nomor 10 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 56/Permen-KP/2014 tentang Penghentian
Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah
Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia; Permen KP
Nomor 04 Tahun 2015 tentang Larangan Penangkapan Ikan di WPP 714
(Laut Belanda); Permen KP Nomor 02 Tahun 2015 tentang Larangan
Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik
(Seine Nets) di WPP Negara Republik Indonesia; Permen KP Nomor 01
Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp), Kepiting
(Scylla spp), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp); Permen KP Nomor
57 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor Per.30/Men/2012 tentang Usaha
Perikanan Tangkap di WPP Negara Republik Indonesia; Permen KP
Nomor 56 Tahun 2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium)
Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPP Negara Republik Indonesia;
Surat Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.622.MEN/KP/XI/2014
tentang Permohonan Kepada Seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota
untuk mengelola sumberdaya secara berkelanjutan; dan Pemerintah
Daerah telah menerbitkan peraturan tentang pemanfaatan sumberdaya
perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan; Dari kebijakan
yang telah dikeluarkan tersebut memberikan dampak positif sebagai
berikut: Di beberapa daerah, terjadi peningkatan jumlah perjalanan
melaut dari 2-3 perjalanan/minggu menjadi 7 perjalanan/minggu
(berkurangnya jarak fishing ground dari 4 mil menjadi 2 mil). Selain itu
produksi di Pelabuhan Perikanan Samudera naik 5,16% dan di Pelabuhan
Perikanan naik 11,48%; Produktivitas meningkat untuk ukuran kapal <10
GT (1,9%), 10 – <30 GT (40,6%), dan 30 – 100 GT (52,4%);
Penghematan Bahan Bakar Minyak (BBM) Nasional sebesar 36%;
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan mencapai 8,64%
(triwulan I 2015) yang dalam skala ekonomi sebesar Rp.67,08 triliun;
Indonesia mendapat bebas bea masuk produk perikanan ke Amerika
Serikat; Nilai ekspor mencapai USD906,77 juta pada kuartal I 2015;
Diperolehnya dukungan dari negara sahabat maupun CSO Internasional
berupa bantuan teknis untuk peningkatan kapasitas, kelembagaan, dan
SDM kelautan dan perikanan; dan Akan dilakukan Deklarasi Bersama
Indonesia – Republica Democratica de Timor Leste – Papua Nugini –
Australia – Fiji untuk memerangi Illegal Fishing. Namun demikian ada
hal yang harus diperhatikan guna meningkatkan keberlanjutan usaha
perikanan tangkap sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2014 tentang Kelautan Pasal 3 yang mengamanatkan agar
pemanfaatan sumber daya kelautan dilakukan secara berkelanjutan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan bagi generasi sekarang tanpa
mengorbankan kepentingan generasi mendatang dan pada Pasal 59
mengarahkan agar pemanfaatan sumber daya kelautan ini dilakukan
dengan mengedepankan penegakan kedaulatan dan hukum diperairan
Indonesia, dasar laut, dan tanah dibawahnya.

2. Perikanan budidaya
Budidaya perikanan adalah usaha pemeliharaan dan pengembang
biakan ikan atau organisme air lainnya. Budidaya perikanan disebut juga
sebagai budidaya perairan atau akuakultur mengingat organisme air yang
dibudidayakan bukan hanya dari jenis ikan saja tetapi juga organisme air
lain seperti kerang, udang maupun tumbuhan air. 

Perairan Indonesia yang sangat luas  memiliki potensi perikanan


yang cukup besar. Akan tetapi peningkatan produksi perikanan Indonesia
tidak bisa semata mata hanya diandalkan dari sektor perikanan tangkap.
Potensi perikanan tangkap seberapapun besarnya akan terus berkurang
jika dilakukan penangkapan terus menerus apalagi jika dilakukan secara
berlebihan (over fishing). Dalam melakukan kegiatan penagkapan ikan
sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan kesinambungan stok ikan
yang ada di alam. Untuk itu peningkatan produksi perikanan bisa
dilakukan dengan meningkatkan produksi dari sektor perikanan
budidaya.
Perikanan budidaya di Indonesia juga memiliki potensi yang
cukup besar untuk dikembangkan. Sektor perikanan budidaya ini jika
dikelola dengan baik akan bisa digunakan sebagai motor penggerak
perekonomian dan penyerap tenaga kerja. Potensi perairan yang bisa
dikembangkan diantaranya adalah di perairan air tawar (sungai, danau,
kolam), perairan payau (tambak) dan perairan laut (pantai dan laut lepas).

Potensi budidaya perairan di Indonesia,diantaranya potensi


budidaya tambak dengan luas mencapai 2.963.717 hektare (ha). Dari
jumlah potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 657.346 ha atau
22,2%. Hal ini berarti, peluang untuk  budidaya tambak masih bisa
dikembangkan lagi hingga seluas 2.306.371 ha.
Potensi perikanan budidaya  kolam di Indonesia memiliki potensi
seluas 541.000 ha. Dari jumlah potensi budidaya kolam tersebut baru
dimanfaatkan sebesar 24,4% atau sekitar 131.776 ha. Potensi budidaya
perairan Indonesia di kolam ini masih ada peluang pengembangan seluas
409.324 ha. 
perikanan budidaya Indonesia tersebut, peluang investasi dalam
sektor budidaya perikanan di Indonesia baik di tambak maupun kolam  
masih sangat terbuka lebar. Perikanan budidaya Indonesia  masih
memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Untuk jenis
budidaya di perairan umum Indonesia memiliki potensi seluas 145.125
ha. Dari jumlah potensi budidaya perikanan di perairan umum tersebut
yang baru dimanfaatkan mencapai luas 1.798 ha atau hanya sekitar
1,13% dari potensi yang dimiliki. 
Indonesia juga memiliki luas lahan pertanian basah yang
potensial untuk dikembangkan sebagai areal budidaya ikan sistem mina
padi seluas 1.536.289 ha. Dari jumlah potensi perikanan budidaya sistem
mina padi tersebut, pemanfaatannya baru seluas 156.193 ha  atau 10,2%
dari keseluruhan potensi yang dimiliki. Jumlah ini tentunya masih bisa
dikembangkan hingga seluas 1.380.096 ha lagi.

Untuk potensi perikanan budidaya di Indonesia dari sector


perikanan budidaya laut Indonesia memiliki potensi seluas 24.000.000
ha. Dari jumlah potensi perikanan budidaya laut tersebut yang baru
termanfaatkan seluas 178.435 ha, atau hanya sekitar 0,74% dari potensi
perikanan budidaya laut yang dimiliki. Hal ini berarti sektor perikanan
budidaya laut di Indonesia masih memiliki peluang pengembangan
hingga seluas 23.821.565 ha. Ini merupakan jumlah yang sangat besar
yang jika mampu dikembangkan secara optimal akan bisa memberikan
pengaruh yang cukup signifikan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan juga peningkatan penerimaan bagi negara.
Menurut data hasil produksi perikanan budidaya yang dimiliki
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2014, realisasi
produksi perikanan budidaya mencapai 14,5 juta ton, Hal ini jauh jauh
lebih besar dari produksi perikanan tangkap yang  sebesar 5-7 juta ton.
Pada tahun 2015, produksi perikanan budidaya di Indonesia meningkat
hingga  mencapai kurang lebih 17,9 juta ton.
Pada tahun 2017 ini, produksi perikanan budidaya ditargetkan
sebesar 22,79 juta ton, dan diharapkan meningkat pada tahun 2018
menjadi sebanyak 26,72 juta ton, dan pada pada tahun 2019 ditargetkan
produksi perikanan budidaya di Indonesia mencapai 31,32 juta ton. Dari
jumlah target produksi perikanan budidaya Indonesia tersebut, Produksi
perikanan budidaya dari rumput laut ditargetkan sebesar 22,17 juta ton
dan hasil perikanan budidaya berupa ikan ditargetkan sebesar  9,15 juta
ton.
Dengan melihat jumlah potensi dan hasil produksi perikanan
budidaya di Indonesia ini. Kita bisa melihat bahwa Indonesia memiliki
potensi yang sangat besar terutama jika dilihat dari luas perairan lautnya
yang sangat besar. Jika potensi perikanan dan kelautan yang dimiliki ini
bisa dimanfaatkan secara optimal tentunya akan mampu memberikan
sumbangan yang cukup besar bagi kemajuan perekonomian Indonesia.
Dari sektor kelautan dan perikanan Indonesia ini Indonesia memiliki
beberapa komoditas unggulan diantaranya udang, rumput laut, ikan
bandeng, patin, lele, nila, gurame, mas, kerapu, kakap putih, dan ikan-
ikan lokal lain.
Dari sisi penerimaan pasar, hasil produksi komoditas budidaya
perikanan Indonesia sangat banyak diminati di pasar global. Komoditas
perikanan budidaya Indonesia memang diakui memiliki nilai ekonomis
tinggi yang berorientasi ekspor sehingga banyak diminati oleh pasar luar
negeri. Pasar ekspor tersebut masih memiliki peluang pengembangan
yang masih sangat terbuka lebar. Oleh karena itu pengembangan sektor
perikanan dan Kelautan termasuk di dalamnya sektor perikanan budidaya
di Indonesia merupakan sebuah keharusan. Hal ini sejalan dengan visi
misi Kabinet Kerja Indonesia yaitu mendorong laut menjadi sumber
ekonomi bangsa. 
Dengan besarnya potensi perikanan dan kelautan yang dimiliki
seharusnya bisa dijadikan dorongan untuk lebih fokus dan serius
meningkatkan produksi perikanan budidaya. Pengembangan sector
perikanan dan kelautan harus dapat menjadikan Indonesia unggul dalam
kualitas dan kuantitas produksi perikanan dibandingkan Negara lain,
apalagi Negara yang memiliki luas lahan di sector perikanan yang jauh
lebih kecil. Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang sangat berarti
dalam mengamankan hasil produksi perikanan tangkap yang banyak
dicuri Negara lain. Hal ini juga harus dibarengi dengan peningkatan
kapasitas perikanan Indonesia baik perikanan tangkap dan perikanan
budidaya sehingga. Segala potensi dan kekayaan alam yang dimiliki
tersebut akan dapat termanfaatkan secara optimal sesuai dengan
konsep blue economy.

3. Industri pengelolaan hasil perikanan


Industri perikanan, bisa juga disebut dengan industri
penangkapan ikan adalah industri atau aktivitas menangkap, membudi
dayakan, memproses, mengawetkan, menyimpan, mendistribusikan,
dan memasarkan produk ikan. Istilah ini didefinisikan oleh FAO,
mencakup juga yang dilakukan oleh pemancing rekreasi, nelayan
tradisional, dan penangkapan ikan komersial.[1] Baik secara langsung
maupun tidak langsung, industri perikanan (mulai dari
penangkapan/budidaya hingga pemasaran) telah menghidupi sekitar 500
juta orang di negara berkembang di dunia.
Pemerintah bertekad mempercepat pembangunan industri
perikanan dan kelautan untuk menjadi penggerak ekonomi tanah air.
Diharapkan, dengan luas perairan yang mencapai 70 persen dari total
wilayah Indonesia, kontribusi sektor perikanan dan kelautan dapat terus
meningkat terhadap Produk Dometik Bruto (PDB) nasional yang kini
hanya 30 persen.

“Potensi ekonomi sektor kelautan di Indonesia bisa mencapai USD 1,2


triliun per tahun dan diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 40 juta orang,” kata Presiden Joko Widodo ketika membuka
rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (15/6).

Presiden mencontohkan, sejumlah negara yang cukup


memaksimalkan potensi kelautan dan perikanan, diantaranya Jepang
dengan kontribusi sebesar 48,5 persen terhadap PDB nasional atau setara
USD 17.5 triliun dan Thailand yang meski garis pantainya tidak
sepanjang Indonesia namun mampu menyumbang devisa hingga USD
212 miliar.

"Program pembangunan sektor tersebut harus kita lakukan lebih


terarah dan lebih tepat sasaran. Untuk itu, saya ingin kebijakannya harus
mampu mengonsolidasikan program pembangunan yang ada serta
memberikan dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan nelayan dan
rakyat Indonesia," tegasnya.
Usai mengikuti rapat, Menteri Perindustrian Saleh Husin menjelaskan,
industri pangan berbasis perikanan termasuk dalam sektor prioritas
berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN)
tahun 2015-2035. “Pengembangan industri pangan berbasis perikanan ini
memerlukan dukungan kementerian atau lembaga terkait lainnya
sehingga berjalan secara sinergi,” ujarnya.

Dia pun merinci, tahun 2015-2019, kebijakan pengembangan industri


pangan berbasis perikanan berfokus pada aneka produk olahan ikan,
pengembangan teknologi pengolahan minyak ikan dan penyusunan
standar minyak ikan. Selanjutnya, tahun 2020-2024 akan difokuskan
pada pengembangan minyak ikan sebagai pangan fungsional dan pangan
fungsional berbasis limbah industri pengolahan ikan (food grade).
“Sedangkan, tahun 2025-2035 diharapkan industri pengolahan ikan telah
menjadi bagian dari industri  pangan fungsional,” tuturnya.

Peningkatan nilai tambah

Agar mampu meningkatan nilai tambah pada produk industri


tersebut, menurut Saleh, pengembangan teknologi pengolahan menjadi
faktor penting dalam pelaksanaan program hilirisasi industri pangan
berbasis perikanan sesuai yang diamanatkan pada RIPIN. ikan yang kini
sudah dapat diproduksi di Indonesia, diantaranya ikan dalam kaleng, ikan
beku, minyak ikan, tepung ikan dan pakan. Salah satu produk olahan
yang mempunyai potensi besar yaitu minyak ikan, dimana saat ini
produsen minyak ikan di Indonesia baru mampu menghasilkan minyak
ikan dengan kategori crude oil dan belum bisa memproduksi minyak ikan
pangan (food grade). “Dalam satu lini produksi tepung ikan juga
dihasilkan minyak ikan, yang seringkali minyak ikan ini dianggap
sebagai hasil samping. Padahal apabila bisa diolah dengan benar, akan
menghasilkan produk suplemen minyak ikan yang mempunyai nilai
tambah sebesar 1000 persen dari bahan baku ikan segar,” paparnya. Oleh
karena itu, minyak ikan akan menjadi salah satu komoditi prioritas dalam
program pengembangan industri pengolahan ikan.
Saleh mengatakan, nilai ekspor produk ikan menunjukkan
peningkatan tetapi masih relatif kecil dibandingkan total ekspor non
migas, dimana baru mencapai 2,98 persen. Sementara itu, industri
pengolahan ikan di Indonesia terdiri dari 636 Usaha Pengolahan Ikan
(UPI) skala besar dan 36.000 UPI skala kecil atau rumah tangga dengan
teknologi sederhana.
“Salah satu industri pengolahan ikan yang cukup berkembang di
Indonesia yaitu industri pengalengan ikan. Saat ini industrinya berjumlah
41 perusahaan, dengan jumlah pekerja 46.500 orang dan nilai investasi
mencapai Rp. 1,91 triliun,” sebut Saleh. Kapasitas terpasang industri ini
mencapai 630.000 ton dengan nilai produksi 315.000 ton pada tahun
2015 (utilisasi produksi hanya 50%). Selanjutnya, pada tahun 2015, nilai
ekspor ikan dalam kaleng mencapai USD 23 juta dengan nilai impornya
sebesar USD 1,9 juta.
Ditambahkan Menperin, Kementerian Perindustrian terus
meningkatkan kemitraan dengan instansi  terkait dan dunia usaha untuk
membangun integrasi antara sisi hulu dan hilir. Upaya tersebut
diharapkan mampu meningkatkan jaminan pasokan bahan baku serta
jaminan mutu dan keamanan produk industri pengolahan ikan.
“Melalui balai-balai Kementerian Perindustrian, kami harapkan
juga dapat meningkatkan kemampuan uji mutu laboratorium untuk
produk ikan melalui bantuan alat dan bantuan teknis,” kata Menperin.
Sedangkan, upaya pengembangan sarana dan prasarana industri
pengolahan ikan, dilakukan melalui bantuan mesin dan peralatan ke
daerah-daerah yang potensial.
Di samping itu, Pemerintah terus berupaya menciptakan iklim
usaha yang kondusif melalui  harmonisasi tarif bea masuk antara hulu
dan hilir untuk produk hasil laut, serta meningkatkan nilai tambah hasil
perikanan melalui pemberian bantuan pabrik es dan cooling unit untuk
menambah umur simpan bahan baku dalam bentuk segar dan sebagai
buffer stock saat produksi melimpah.

2.2 industri bioteknologi maritim


 Dari sebelas sektor ekonomi kelautan itu, industri bioteknologi
kelautan merupakan sektor yang potensinya sangat besar, tetapi sampai
sekarang boleh dikatakan belum tersentuh pembangunan.
Bioteknologi kelautan adalah teknik penggunaan biota laut atau
bagian dari biota laut (seperti sel atau enzim) untuk membuat atau
memodifikasi produk, memperbaiki kualitas genetik atau fenotip tumbuhan
dan hewan, dan mengembangkan (merekayasa) organisme untuk keperluan
tertentu, termasuk perbaikan lingkungan (Lundin and Zilinskas, 1995).
Secara garis besar industri bioteknologi kelautan meliputi 3 kelompok
industri. Pertama adalah ekstraksi (pengambilan) senyawa aktif (bioactive
substances) atau bahan alami (natural products) dari biota laut sebagai bahan
dasar (raw materials) untuk industri makanan dan minuman, farmasi,
kosmetik, cat, perekat, film, kertas, dan berbagai industri
lainnya.  Kedua berupa rekayasa genetik (genetic engineering) terhadap
spesies tumbuhan atau hewan untuk menghasilkan jenis tumbuhan atau
hewan baru yang memiliki karakteristik genotip maupun fenotip yang jauh
lebih baik (unggul) ketimbang spesies yang aslinya.
Ketiga adalah dengan merekayasa genetik dari mikroorganisme
(bakteri), sehingga mampu melumat (menetralkan) bahan pencemar
(pollutants) yang  mencemari suatu lingkungan perairan atau daratan (seperti
tumpahan minyak/oil spills), sehingga lingkungan tersebut menjadi bersih,
tidak lagi tercemar.  Teknik pembersihan pencermaran lingkungan semacam
ini lazim dinamakan sebagai bioremediasi (bioremediation).  Dalam dua
dekade terakhir Pertamina dan perusahaan-perusahaan migas swasta nasional
maupun multinasional mengimpor seluruh kebutuhan mikroorganisme untuk
membersihkan tumpahan minyak di lingkungan perairan laut dengan nilai
mencapai US$ 100 juta per tahun.  Betapa mubazir, kita hamburkan devisa
negara untuk keperluan ini, sementara Indonesia adalah pusat
mikroorganisme dunia. Potensi nilai ekonomi industri bioteknologi kelautan
(marine biotechnology) sangatlah besar, diperkirakan empat kali lebih besar
dari pasar semikonduktor (information technology) dunia pada  2002
(MOMAF Korea, 2002).
Sebagai negara maritim dan kepuluan terbesar di dunia, sejatinya
Indonesia memiliki potensi industri bioteknolgi kelautan terbesar di dunia,
yang nilainya mencapai US$ 50 milyar per tahun (PKSPL-IPB, 1997).  Hal
ini dimungkinkan, karena Indonesia merupakan negara dengan kekayaan
keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia (mega marine biodiversity),
baik pada tingkatan gen, spesies, maupun ekosistem (Allen, 2002).  Lebih
dari itu, keanekaragaman hayati adalah merupakan basis dari industri
bioteknologi.  Dengan demikian, semakin tinggi keanekaragaman hayati laut
yang dimiliki suatu bangsa, maka semakin besar pula potensi industri
bioteknologi kelautan dari bangsa tersebut.  Sebagai gambaran ringkas,
bahwa sekitar 35.000 spesies biota laut, 910 jenis karang (corals) atau 75%
dari total spesies karang di dunia, 850 spesies sponges, 13 spesies lamun
(seagrass) dari 20 spesies lamun dunia, 682 spesies rumput laut (seaweed),
2500 spesies moluska, 1502 spesies krustasea, 745 spesies ekinodermata, 6
spesies penyu, 29 spesies paus dan dolphin, 1 spesies dugong, dan lebih dari
2000 spesies ikan hidup, tumbuh serta berkembang biak di wilayah perairan
laut Indonesia (Dahuri, 2003).
Sayangnya, setiap tahun kita justru kehilangan devisa sekitar US$ 4
milyar untuk mengimpor berbagai produk industri bioteknologi kelautan,
seperti gamat (teripang), omega-3, squalence, viagra, chitin, chitosan,
spirulina, dan lain sebagainya.  Bukan hanya raibnya devisa, kita pun tidak
mendapatkan nilai tambah, lapangan kerja, dan sejumlah multiplier
effects sebagai akibat dari belum berkembangnya industri bioteknologi
kelautan di Nusantara tercinta ini.  Selama ini, kita hanya mengekspor biota
laut dalam keadaan mentah.
a. Ekstraksi Senyawa Bioaktif Untuk Berbagai Industri
Berikut ini disajikan beberapa contoh potensi berbagai produk
industri bioteknologi kelautan dari bermacam-macam biota laut yang
terdapat di wilayah perairan laut NKRI.
Sponges dan karang lunak (soft corals) mengandung berbagai
jenis senyawa bioaktif yang bermanfaat sebagai obat anti kanker, anti
bakteri, anti asma, anti fouling. Senyawa bioaktif lainnya dari sponges
yang juga digunakan untuk industri farmasi adalah bastadin, okadaic
acid, dan monoalide. Senyawa bioaktif monoalide yang diperoleh dari
spons Luffariella variabilis merupakan senyawa yang memilik i nilai
jual tertinggi daripada senyawa bioaktif dari spesies sponges lainnya,
yaitu US$ 20.000 per miligram.
Beberapa jenis mikro algae juga memiliki potensi untuk
menghasilkan bahan bioaktif. Sebagai
contoh Spirulina mengandung pycocyanin di dalam selnya. Bahan
tersebut telah diproduksi secara komersial oleh Dai Nippon Ink
Co dengan merk dagang ”Lina Blue”.  Spirulina juga memiliki
kandungan lengkap vitamin dan mineral. Kandungan kalsiumnya tiga
kali lebih tinggi dibanding susu hewani, dan zat besinya tiga kali lebih
besar dibanding bayam (USDA, 2000). Spirulina mengandung juga
bahan bioaktif berupa anti oksidan yang berasal dari tiga pigmen yang
kaya protein yaitu phycosianin, klorofil dan zeasantin.  Phycosianin
yang merupakan antioksidan larut air, berkhasiat untuk menunjang
kesehatan hati dan ginjal. Zeasantin berkhasiat untuk kesehatan mata,
dan klorofil adalah antioksidan yang bersifat antikanker dan antiracun.
Kini produk suplemen kesehatan (healty food) yang berasal dari
algae hijau seperti Spirulina dan Chlorella dengan segala
keunggulannya (mampu menurunkan kolesterol dan lipida darah, dll)
telah mampu diproduksi dengan sukses di seluruh dunia dengan
barmacam merk dagang seperti ”Sunchlorella dan Spirulina Pacifica”
yang sudah diproduksi secara massal di Hawaii, AS.
Selain mikro algae, masih banyak jenis biota laut  di Indonesia
yang mengandung bahan-bahan bioaktif yang bermanfaat bagi industri
kosmetik, kesehatan, makanan dan berbagai industri lainnya.  Jenis
invertebrata laut seprti tunicate  (Tridemnum sp) misalnya, 
mengandung bahan aktif untuk penyembuhan penyakit leukimia, B-16
melanoma, dan M5076 sarcoma. Tempurung kura-kura dan penyu
diekstrak untuk obat luka dan tetanus. Ekstrak kuda laut untuk obat
penenang atau obat tidur; dan sebagai obat kuat semacam viagra.
Empedu ikan buntal yang dahulu berbahaya/beracun dan dapat
membunuh manusia yang memakannya karena mengandung substansi
bioaktif tetrodotoksin. Kini sudah dapat dimanfaatkan sebagai obat
untuk memperbaiki syaraf otak yang rusak dan sebagai zat anestesi bagi
pasien yang akan dioperasi.
Pemanfaaatan limbah Krustasea seperti udang, kepiting,
rajungan dan lobster menjadi khitin dan khitosan telah banyak
digunakan dalam industri kertas, tekstil, bahan perekat (adhesives),
bahan pengkelat dan obat penyembuh luka. Jika selama ini limbah
buangan kulit udang menjadi permasalahan lingkungan, maka adanya
industri khitin dan khitosan menjadi solusi produktif yang bisa
mentransformasi limbah menjadi bahan bermanfaat dan harganya mahal
(berkah). Dapat dibayangkan jika produksi udang nasional mencapai
300.000 ton/th, maka limbah  kulit udang yang dihasilkan sebanyak
150.000 ton (50% massa udang) dapat dibuat menjadi  khitin dan
khitosan, dengan harga rata-rata US$ 10/kg.
Salah satu terobosan (breakthrough) bioteknologi dalam
pemanfaatan limbah udang yang menjadi isu nasional pada awal tahun
2006 yaitu ditemukannya pengganti formalin oleh khitosan dari limbah
kulit udang. Pasalnya, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah
menggunakan formalin sejak tahun 1970-an sebagai bahan pengawet
makanan; baik produk perikanan dan pertanian terutama pada produk-
produk tradisional seperti bakso, tahu, ikan asin, mie, dan lainnya yang
secara klinis dapat mengakibatkan kanker karena bersifat karsinogenik.
Keunggulan khitosan dari bahan pengawet sintetis yang
berbahaya bagi tubuh dikarenakan khitosan bersifat bakterisidal dan
mampu membentuk tekstur makanan menjadi lebih baik. Sehingga,
selain dapat mengawetkan makanan, sekaligus juga mampu menjaga
mutu produk yang dinginkan. Oleh karena itu layak untuk dijadikan
alternatif pengganti bahan pengawet berbahaya.
Omega-3 juga dikenal sebagai produk bioteknologi yang berasal
dari minyak ikan. Omega-3 dari ikan laut mempunyai fungsi vital
dalam meningkatkan tingkat kecerdasan serta menjaga kesehatan
jantung dan menjaga kesehatan persendian.  Kandungan EPA (Eicosa
Pentanoic Acid) dan DHA (Dokosa Hexanoic Acid) dalam Omega-3
merupakan rantai karbon tak jenuh yang berkhasiat juga untuk
menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Produk minyak Omega-3
pun telah dikomersialisasikan secara luas dipasaran dengan merek
tertentu seperti ”Omega 3, Scoth Emultion”, dan lainnya.
Salah satu filum Ecinodermata laut yang sedang menjadi
primadona saat ini di Indonesia dan negeri ”Jiran” Malaysia yaitu timun
laut atau teripang (gamat). Biota bergenus Holoturia sp. ini selain
memiliki rasa yang lezat, juga memiliki khasiat mujarab untuk obat,
karena kandungan asam amino esensialnya yang lengkap. Secara
tradisional, teripang telah digunakan dalam pengobatan Cina sejak
ribuan tahun silam. Teripang sebagai obat, berkhasiat mengatasi
penyakit sirosisi hati, mioma dan segala penyakit yang menyebabkan
pengerasan dan pembengkakan organ tubuh. Selain itu teripang
berkhasiat membantu proses penyembuhan stroke, asama, diabetes
melitus, jantung koroner, hepatitis, psoriasis, asam urat, dan radang
sendi/osteoarthritis (Trubus, Juli 2006). Kandungan kolagen, MPS
(mucopolisacarida), EPA, dan DHA menjadi rahasia dibalik kesaktian
teripang dalam menyembuhkan penyakit-penyakit itu.
Sungguh menyesakkan dada kita, negara tetangga seperti
Malaysia telah mengembangkan industri bioteknologinya; khususnya
pada teripang (sea cucumber) sejak tahun 1995. Padahal kita tahu
bahwa jumlah sumberdaya alam dan potensi lahan budidaya
teripangnya jauh lebih sedikit dari Indonesia. Sekarang Industri
bioteknologinya telah dibangun secara intregated dari hulu hingga hilir;
mulai dari budidaya ”Gamat/teripang”, penelitian dan pengembangan,
penciptaan/industrialisasi produk akhir (end product-nya) sampai pada
pemasaran dan promosinya.
Pemasaran produknya sendiri sudah dilakukan hingga
kebeberapa negara seperti Indonesia, Singapura, China, Eropa, dan AS.
Sementara produk akhir yang dihasilkan sudah lebih dari 8 jenis produk
kahir seperti; ekstrak teripang, jeli teripang, sabun, krim, bedak, kapsul 
dll. dengan merek dagang yang beragam seperti; Jelly Gamat, Jelly Sea
Cucumber, Sabun Gamat Herba, Krim Gamat, Bedak Sejuk Gamat dan
lain sebagainya. Sayang, meski Indonesia sudah memiliki keragaman
spesies yang tinggi (dari 1200 spesies teripang, 200 diantaranya hidup
di Indonesia), namun masih belum ada industri pengolahan teripang
yang tangguh dengan produk hulu-hilirya.
Senyawa organik seperti karagenan, agar-agar dan alginat
banyak terdapat pada spesies rumput laut seperti Eucheuma cottonii,
Eucheuma spinosum, Sargassum, dan Gracillaria verucossa yang
hidup subur di perairan laut Indonesia.  Karaginan dalam rumput laut
dapat digunakan untuk industri yang menghasilkan bahan stabilisator,
pengental, pembentuk, gel, pengikat dan pencegah kristalisasi dalam
industri makanan dan minuman, dan juga untuk farmasi serta kosmetik.
Agar-agar banyak digunkan untuk industri farmasi, makanan,
mikrobiologi untuk kultur bakteri; dan dalam bidang industri kosmetik
dipergunakan sebagai bahan dasar pembuatan cream, sabun, salep dan
lotion.
Selama ini pola pengelolaan industri rumput laut didalam negeri
umumnya hanya memproses sampai bahan setengah jadi (tepung
rumput laut) atau bahkan hanya menjual bahan mentah atau raw
material saja.  Sementara industri yang mengeluti sampai menjadi semi
refined karaginan dan refined karaginan jumlahnya masih dapat
dihitung dengan jari dan itu pun masih belum kompetitif untuk pasar
dalam negeri dan internasional karena kualitanya yang masih rendah.
Akibatnya, sebagian besar kebutuhan tepung kargainan di Indonesia,
masih mengimpor dari negara lain.
Selain mengandung karagian dan agar, rumput laut juga
mengandung senyawa alginat.  Alginat merupakan senyawa bioaktif
dari dinding sel pada alga yang banyak dijumpai pada alga coklat
(Phaeophyta). Senyawa ini merupakan heteropolisakarida dari hasil
pembentukan rantai monomer mannuronic acid dan gulunoric acid.
Kandungan alginat dalam alga tergantung pada jenis alganya.
Kandungan terbesar alginat (30-40 % berat kering) dapat diperoleh dari
jenis Laminariales sedangkan Sargassum Muticum, hanya mengandung
16-18 % berat kering.
Pemanfaatan senyawa alginat didunia industri telah banyak
dilakukan seperti natrium alginat dimanfaatkan oleh industri tekstil
untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas bahan industri, kalsium
alginat digunakan dalam pembuatan obat-obatan. Senyawa alginat juga
banyak digunakan dalam produk susu dan makanan yang dibekukan
untuk mencegah pembentukan kristal es. Dalam industri farmasi,
alginat digunakan sebagai bahan pelapis kapsul dan tablet, juga untuk
membuat emulsifier, stabilizer, tablet, salep, dan filter. Alginat juga
digunakan dalam pembuatan bahan biomaterial untuk tehnik
pengobatan seperti micro-encapsulation dan cell transplantation.
Dalam industri kosmetik Alginat banyak digunakan sebagai bahan
pembuat sabun, cream, lotion dan shampo.
Meskipun masih dalam tahap riset dan uji coa, potensi rumput
laut sebagai penghasil bioetanol dan biodiesel sangat menjanjikan
dimasa mendatang. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Jepang dan Kanada mentargetkan mulai tahun 2025 bahan bakar hayati
(biofuel) bisa diproduksi dari budidaya cepat mikro alga yang tumbuh
diperairan tawar/asin. Bahkan mulai tahun 2007 pemerintah Korea
Selatan mulai  mewajibkan penggunaan biodiesel sebanyak 5% dari
total kebutuhan BBM-nya.
Salah satu jenis algae laut yang berpotensi sebagai sumber
bioetanol dan biodiesel masa depan adalah Botryococcus braunii.
Keunggulan algae laut jenis ini selain waktu tanamnya sangat singkat
(hanya 1 minggu), juga dalam pemanenannnya tidak membutuhkan alat
berat (traktor) seperti di darat, tanpa penyemaian benih, dan gas
CO2 yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, dan
panen yang terus-menerusan.

b. Pengendalian Pencemaran (bioremediasi)
Populasi mikroorganisme yang hidup di perairan laut Indonesia
juga bermanfaat sebagai biodecomposer terhadap limbah yang masuk
laut, seperti limbah minyak, bahan organik dan logam berat. Beberapa
jenis biota perairan seperti algae, moluska dan berbagai organisme renik
lainnya mempunyai kemampuan untuk menyerap logam berat dan
polutan lainnya di perairan. Pengembangan teknologi penanggulangan
limbah dengan memanfaatkan jasa organisme atau mikroorganisme laut
dilakukan melalui teknik bioremediasi.
Pemanfaatan teknik bioremediasi merupakan solusi yang lebih
aman karena ramah lingkungan dan hampir tidak menimbulkan efek
samping yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia dan lebih mudah
dilakukan. Sejak sepuluh tahun terakhir, teknik bioremediasi ini telah
lazim digunakan dalam membersihkan pencemaran minyak di laut
daripada pembersihan secara kimiawi dengan menaburkan dispersan
pada permukaan laut atau secara mekanis dengan menggunakan oil
boom dan oil skimmer. Pencemar minyak mentah (crude oil) dapat
didegradasi oleh mikroba indigenus di laut. Mikroba tertentu mampu
mengunakan hidrokarbon sebagai sumber karbon dan energi untuk
kehidupan mikroba.
Sebagai contoh pembuatan media tumbuh (nutrien) untuk
mikroorganisme pengurai minyak bumi. Perusahaan Showa-Shell-
Petrol melalui aktifitas bioteknologi telah mengembangkan teknik
(engineering) pembuatan nutrien tersebut yang kemudian mendapatkan
hak paten di Jepang (Showa-Shell-Petrol Patent). Inggris juga
merupakan salah satu bangsa yang telah menikmati devisa dari industri
bioremediasi dengan nilai ekspor sekitar US$ 2 milyar/tahun. Salah satu
jenis mikroba pendegradasi minyak bumi yang hidup di Indonesia
yaitu Aerobacter simplex.

c. Aplikasi Rekayasa Genetik.


Penerapan yang ke tiga adalah aplikasi rekayasa genetik
(genetic engineering) dalam industri bioteknologi. Salah satu
penerapannya yaitu dalam mendukung perikanan budidaya
(aquaculture) dan pertanian. Rekayasa genetik dilakukan pada induk
(bibit) dan benih ikan dan biota perairan lainnya, tanaman, dan hewan
untuk menghasilkan sifat-sifat unggul yang sesuai dengan keinginan
kita seperti cepat tumbuh (fast growing), resisten terhadap serangan
hama dan penyakit, tahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk,
sanggup menghasilkan kandungan lemak Omega-3 tinggi serta sifat-
sifat unggul lainnya.
Jika kita berhasil menerapkan bioteknologi dalam usaha
perikanan budidaya di Indonesia,  maka potensi produksi perikanan
budidaya yang sebesar 57,7 juta ton/tahun dapat dicapai lebih besar
lagi, dibandingkan dengan produksi budidaya perikanan yang ada
sekarang yang hanya sekitar 4,5 juta ton. Diantara produk primadona
yang menjadi unggulan sektor perikanan adalah komoditas udang,
kerapu, kakap, nila, patin, lele, dan rumput laut.
Salah satu contoh dari komoditas udang, bahwa terdapat sekitar 
1,2 juta hektar lahan pesisir di Indonesia yang cocok untuk budidaya
tambak udang (Ditjen Budidaya DKP, 2004). Sementara tingkat
pemanfaatan lahan budidaya untuk tambak udang, bandeng dan
komoditas lainnya baru seluas lebih kurang 380 ribu ha dengan
produktivitas rata-rata 600 kg udang/ha/tahun. Jika saja dibuka 0,5 juta 
ha lahan tambak udang (dengan rata-rata 2 ton/ha/th), maka dihasilkan
udang sebanyak 1 juta ton/tahun. Dengan harga ekspor rata-rata 6 dollar
AS/kg, maka dihasilkan devisa sebesar 6 miliar dollar AS. Sedangkan
tenaga kerja yang dapat terserap untuk memproduksi satu juta ton
udang/tahun  pada 0,5 juta ha lahan tambak yaitu sekitar 3 juta orang.
Pendapatan pembudidaya udang mencapai Rp 6 juta/ha/bulan.
Dengan mengusahakan 1 juta ha budidaya rumput laut (25%
total potensi), dapat diproduksi sekitar 20 juta ton rumput laut kering
per tahun. Bila kita ekspor 10 juta ton/tahun dengan harga sekarang
US$ 1/kg, maka akan diperoleh devisa sebesar US$ 10 milyar/tahun.
Jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 3,5 juta orang.  Pendapatan
pembudidaya rumput E. cotonii rata-rata mencapai Rp 3 juta/0,25
ha/bulan.

2.3 pertambangan dan energi


1. pertambangan
Pertambangan, menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 4/2009) adalah sebagian
atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
2. Energi
Dalam fisika, energi adalah properti fisika dari suatu objek, dapat
berpindah melalui interaksi fundamental, yang
dapat diubah bentuknya namun tak dapat diciptakan maupun
dimusnahkan. 
Wilayah Indonesia memang sangat luas dan terkandung sumber
daya alam dan potensi enegi yang berlimpah, baik di dalam tanah atau di
permukaan tanah. Beberapa di antaranya dapat dikembangkan menjadi
energi alternative atau energi terbarukan contohnya energi matahari, air,
angin dan sampah sebagai pengganti ataualternative lain dari bahan
bakar minyak yang setiap tahun terus menurun dan menyusut
persediaanya.
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk
mengembangkan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, air dan
sampah. Namun penggunaan energi terbarukan di Indonesia masih sangat
rendah sehingga diperlukan peningkatan dalam kegiatan studi dan
penelitian yang berkaitan dengan semua jenis sumber daya energi
terbarukan secara menyeluruh. 
Penelitian bisa dimulai dengan upaya perumusan standar
rekayasa system konversi energi yang sesuai dengan Indonesia,
pembuatan prototype yang sesuai dengan spesifikasi dasar dan standar
rekayasanya, perbaikan penyedian energi listrik, dan pengumpulan
pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan dan
pengembangan energi terbarukan. Pengembangan energi terbarukan perlu
dilakukan supaya bisa mengatasi persoalan sumber energi fosil yang
setiap hari kian menipis.
Potensi energi terbarukan di Indonesia memang bermacam-
macam contohnya matahari, air, angin dan sampah akan tetapi kendala
muncul dari pemanfaatanya. Penyebabnya diantaranya adalah sumber
daya manusia yang kurang ahli, teknologi, dan terdapat kesenjangan
geografis lokasi-lokasi pasokan energi dan permintaan. 
Bicara soal teknologi untuk pengembangan energi terbarukan di
Indonesia memiliki beberapa kendala di antaranya rekayasa dan
teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum bisa
didapat di Indonesia jadi harusimport dari luar negeri, maka dari itu kita
harus mengoptimalkan teknologi yang kita gunakan untuk mendapatkan
sumber energy yang maksimal pula.
Energi adalah modal dasar dalam melakukan pembangunan
nasional. Ketersediaan sumber energi mutlak untuk menjalankan
berbagai aktivitas dalam kehidupan kita. Menurut beberapa ahli
berpendapat bahwa dengan pola konsumsi seperti sekarang, maka dalam
waktu 50 tahun cadangan bahan bakar fosil akan habis, ini bisa dilihat
dari naiknya harga minyak di dalam negeri dan tidak stabilnya harga
minyak di pasar internasional. 
Jika dikaitkan dengan penggunan sumber energi fosil sebagai
bahan bakar sistem pembangkit listrik, maka kebisaan tersebut akan
meningkatkan pula biaya oprasional pembangkit yang berpengaruh
langsung terhadap biaya produksi listriknya yang berimbas langsung
terhadap pertumbuhan ekonomi, maka dari itu kita memerlukan
mengunakan energi dari sumber energi terbarukan agar bisa menghemat
penggunaan bahan bakar fosil yang sekarang kita gunkan ini. Menurut
kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) energi terbarukan di
Indonesia setidaknya mampu berkontribusi sebanyak 23 persen darri
kebutuhan energi nasional pada tahun 2025 kemudian dapat meningkat
lagi menjadi 31 persen pada tahun 2050.
Mungkin hubungan yang paling mudah dilihat dari sektor energi
dan ekonomi adalah kontribusi sektor energi pada PDB atau pendapatan
suatu negara. Di Indonesia, misalnya, pada tahun 2015 industri migas
berkontribusi secara langsung ke 7.43% pendapatan negara[1] melalui
penerimaan negara bukan pajak (PNPB) dan pajak penghasilan (PPh)
migas. Dalam kasus yang lebih ekstrim, seperti pada negara-negara
pengekspor migas, kontribusi sektor energi jauh lebih besar -- di Brunei
Darusalam, dimana 90% dari total ekspornya merupakan produk migas,
sektor migas berkontribusi sebesar 60% dari total PDB.
Namun, hubungan antara sektor energi dan ekonomi tidak dapat
dilihat hanya dari aspek tersebut -- sektor energi merupakan inputdari
semua barang dan jasa dalam ekonomi suatu negara, sehingga
ketersediaan dan keterjangkauan energi merupakan salah satu fondasi
untuk ekonomi yang kuat.
Energi meningkatkan produktivitas serta menggerakkan roda
perekonomian negara, dan untuk mengembangkan suatu industri
dibutuhkan sumber energi yang cukup dan reliable.Semakin
berkembangnya sebuah negara, semakin tinggi pula energi yang ia
butuhkan.
Maka dari itu, mungkin tidak salah jika mengatakan bahwa
ketahanan energi nasional sama dengan ketahanan ekonomi nasional.
Selanjutnya, kita juga dapat merangkum hubungan antara
konsumsi energi final dan pertumbuhan PDB melalui elastisitas energi,
sebuah rasio pertumbuhan konsumsi energi final dengan pertumbuhan
PDB pada periode waktu yang sama. Indeks elastisitas energi ini dapat
menjadi tolak ukur penggunaan energi yang efisien -- indeks elastisitas
energi dibawah satu berarti penggunaan energi telah efisien karena untuk
meningkatkan 1% PDB negara, hanya dibutuhkan pertumbuhan
konsumsi energi dibawah 1%. Saat ini, Indonesia masih belum efisien
dalam menggunakan energi, karena indeks elastisitas energi di tahun
2015[2] ialah 1,14%, atau setiap naiknya 1% PDB, konsumsi energi naik
sebesar 1,14%.

2.4 Pariwisata Bahari


Wisata Bahari adalah suatu kegiatan untuk menghabiskan waktu
dengan menikmati keindahan dan keunikan wilayah di sepanjang pesisir
pantai dan juga lautan. Secara singkat, Wisata Bahari adalah sebuah rekreasi
di pantai atau lautan.
Wisata Bahari diartikan sebagai sebuah wisata dimana tempat wisata
tersebut didominasi perairan dan kelautan. Pendapat ini cukup sederhana
dan cukup mudah dipahami.

Wisata Bahari juga berarti sebuah kegiatan untuk menikmati keindahan


dan keunikan pesisir pantai dan juga lautan.

Wisata Bahari juga didefinisikan sebagai sebuah usaha untuk


memanfaatkan wilayah pantai dan laut sebagai tempat wisata.

Definisi lainnya menyatakan bahwa Wisata Bahari merupakan


kegiatan untuk menghabiskan waktu di pantai dan lautan.

Menyandang predikat sebagai negara maritim membuat Indonesia


telah menjadi sorotan dunia dengan kepemilikan wilayah laut yang sangat
luas. Terlebih, tapak tilas historis bangsa Indonesia sejak berdirinya
kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, dan sejumlah Kesultanan Islam di
berbagai belahan nusantara menjadikan Indonesia sebagai tujuan para
pelayar asing untuk dapat melakukan aktivitas perdagangan di Indonesia.
Sebagai negara maritim, perairan Indonesia terdiri atas laut teritorial,
perairan kepulauan, dan perairan pedalaman yang luasnya kurang lebih 2,7
juta kilometer persegi atau sekitar 70 persen dari luas wilayah NKRI,
sedangkan luas daratan kurang lebih 1,9 juta kilometer persegi. Di samping
itu, Zona Ekonomi Eksklusif lndonesia (ZEEI) seluas 3,1 kilometer persegi.
Dengan kepemilikan wilayah laut yang terbilang luas, bukanlah perkara
mudah bagi Indonesia untuk menjaganya, sebab Indonesia sendiri adalah
negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau besar dan pulau
kecil serta diapit oleh dua samudera dan dua benua.
Perairan laut menjadi suatu hal yang sangat penting disoroti oleh
Indonesia, karena perairan laut menjadi jembatan bagi terhubungnya satu
pulau di Indonesia dengan pulau lainnya. Kepemilikan laut yang luas tentu
menjadi peluang bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkannya guna
mencapai kesejahteraan rakyat. Namun di sisi lain, kepemilikan akan laut
yang luas pun akan menjadi tantangan yang perlu diantisipasi dan dikelola
sehingga tidak berdampak kepada kerawanan yang timbul bagi kepemilikan
laut itu sendiri.
Keseriusan Pemerintah dalam mengelola dan menjaga wilayah
perairan laut di Indonesia tercermin dari misi Presiden Joko Widodo yang
ingin mewujudkan Indonesia sebagai negara Poros Maritim Dunia. Dalam
mewujudkannya, Presiden Joko Widodo memaparkan lima pilar utama yang
akan menjadikan Indonesia mencapai cita-citanya sebagai poros maritim
dunia.
Pertama, pembangunan kembali budaya maritim Indonesia; Kedua,
komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus
membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri
perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama; Ketiga,
komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim
dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri
perkapalan, serta pariwisata maritim; Keempat, diplomasi maritim yang
mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan;
dan kelima,  sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudera,
Indonesia berkewajiban membangun kekuatan pertahanan maritim.
Sektor maritim Indonesia sampai saat ini terbilang belum dapat
dimanfaatkan secara optimal. Bahkan, itu pun masih terfokus pada bidang
perikanan saja, karena tidak dapat dipungkiri bahwa ketika mayoritas
masyarakat Indonesia berbicara maritim maka yang terlintas di benaknya
adalah perikanan. Padahal potensi kekayaan maritim tidak sampai di situ
saja, terdapat potensi ekonomi pariwisata bahari, jasa perhubungan, serta
energi minyak dan gas bumi.
Meningkatnya ekonomi maritim menjadi salah satu goal yang ingin
dicapai oleh bangsa Indonesia, peningkatan tersebut dapat tercermin dari
potensi wisata bahari yang dimiliki. Keanekaragaman hayati laut yang
tinggi, pesisir laut yang ideal dan strategis, serta iklim tropis yang hangat
dengan keberadaan matahari yang bersinar sepanjang tahun
menjadi branding mahal bagi para wisatawan (baik lokal maupun asing)
untuk dapat mengunjungi wisata bahari di Indonesia. Namun pada
kenyataannya, meski memiliki ribuan pulau dengan sumber daya alam
bahari yang indah, bukan merupakan jaminan bagi sebuah negara untuk
mendapat keuntungan banyak dari bisnis pariwisata maritim.
Ternyata, wisata bahari di Indonesia hanya dapat menyumbang
devisa negara sebesar 10 persen dari total devisa sektor pariwisata atau
setara dengan US$1 miliar. Jumlah tersebut kalah jauh dibandingkan negara
tetangga, yaitu Malaysia yang menyumbangkan 40 persen devisa dengan
nilai US$8 miliar. Padahal, kekayaan alam bawah laut Indonesia cukup
mumpuni jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, atau pun negara
Asia Tenggara lainnya.
Indonesia memiliki 33 destinasi utama penyelaman dengan lebih
dari 400 operator, sementara Malaysia hanya punya 11 destinasi dan sekitar
130 operator. Selain itu, pencapaian hasil pembangunan (kinerja) pariwisata
bahari Indonesia masih jauh dari optimal. Kinerja pariwisata bahari
Indonesia jauh lebih rendah ketimbang negara-negara tetangga dengan
potensi yang lebih kecil, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Fakta tersebut menjadi sangat timpang antara potensi wisata bahari
yang mampu memberi peluang untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah
negara dengan kenyataan yang sebaliknya. Dan tentu memunculkan sebuah
pertanyaan besar, "Mengapa sumbangan devisa Indonesia dari sektor
pariwisata belum mampu menyaingi negara tetangga?" Dari kenyataan
empiris tersebut, penulis dapat menganalisis berbagai permasalahan yang
dihadapi dalam melakukan upaya pembenahan, pengembangan dan
pengelolaan wisata bahari di Indonesia.
Yang pertama adalah aksesibilitas ke lokasi wisata bahari yang
terbilang rendah dan sulit. Misalnya, buruknya akses untuk transportasi
yang jalannya dipenuhi tanah, berbatu, sehingga rawan akan keselamatan.
Jangankan berharap wisatawan asing akan mengunjungi lokasi wisata,
wisatawan lokal pun tentu akan mempertimbangkan kembali hasratnya
apabila akses menuju tempat wisata terbilang sulit. Sehingga dalam hal ini
perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan aksesibilitas ke lokasi (destinasi)
wisata bahari. Perbaikan tersebut tentunya tidak hanya melibatkan
pemerintah, namun setiap stakeholders yang ada seperti sektor swasta
(privat) dan masyarakat itu sendiri.
Selain itu, adalah jumlah dan variasi objek wisata (attractions)
terbatas, serta kurang mengindahkan daya dukung dan kualitas lingkungan.
Hal itu dapat terlihat dari menurunnya kualitas pantai, terumbu karang, dan
mangrove. Sehingga perlu melakukan pengembangan produk dengan jenis-
jenis wisata bahari baru yang inovatif dan atraktif, yang dapat meningkatkan
daya saing dan sustainability. Selanjutnya adalah masalah belum optimalnya
promosi dan marketing tentang pariwisata bahari, baik di dalam negeri
maupun di tingkat global. Oleh karena itu, perbaikan dan pengembangan
promosi serta marketing pariwisata bahari Indonesia di dalam negeri
maupun mancanegara menjadi sangat penting. Hal tersebut dapat dilakukan
secara gencar melalui promosi global dengan menjadikan Indonesia sebagai
ikon pariwisata dengan cara 'menjual' kekayaan bawah laut atau terumbu
karang yang dimiliki.
Terakhir adalah kebijakan politik-ekonomi (seperti moneter, fiskal,
keamanan melakukan usaha, dan konsistensi kebijakan pemerintah) yang
belum begitu kondusif bagi tumbuh-kembangnya pariwisata bahari.
Padahal, potensi wisata bahari yang baik dapat menjadi peluang bagi para
investor untuk dapat menanamkan modalnya sehingga penciptaan iklim
investasi dan politik-ekonomi yang kondusif tentu akan berpengaruh
terhadap kinerja pembangunan pariwisata bahari itu sendiri. Adalah sebuah
kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam upaya mengelola dan
menjaga wilayah perairan laut yang dimiliki. Potensi bisnis wisata bahari
yang baik dengan pengembangan optimal dapat berimplikasi terhadap
pertumbuhan devisa Indonesia dari sektor pariwisata. Negara Indonesia
sudah semestinya menatap ekonomi maritim, sebab apabila ditelaah,
perekonomian yang ada di darat sudah semakin pelik. Peningkatan ekonomi
maritim tentu akan membawa Indonesia menjadi bangsa bahari yang
sejahtera dan berwibawa serta menjadi salah satu pilar yang kemudian akan
mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

2.5 Angkatan La
Angkatan laut (AL) adalah bagian dari angkatan bersenjata sebuah
negara yang digunakan untuk peperangan di atas perairan, termasuk
peperangan amfibi marinir. Operasi yang dilakukan angkatan laut
dilaksanakan menggunakan kapal perang, kapal amfibi, kapal selam, serta
serangan udara dari laut
Pembangunan komponen utama TNI didasarkan pada konsep
pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence)
dengan tetap mempertimbangkan ancaman yang dihadapi serta
kecenderungan perkembangan lingkungan strategik. Peningkatan
kemampuan alutsista TNI diarahkan pada pembentukan minimum essential
force yaitu melalui pemeliharaan alutsista, repowering/retrofiting terhadap
alutsista yang secara ekonomis masih dapat dipertahankan dan pengadaan
alutsista baru. Adapun penambahan alutsista baru didasarkan pada
kebutuhan yang mendesak dan diperlukan untuk menggantikan alutsista
yang sudah tidak layak pakai.
Sejalan dengan komitmen Pemerintah dalam meningkatkan
kemampuan industri strategis nasional, pemenuhan kebutuhan alutsista
Dephan/TNI dilaksanakan dengan memanfaatkan sebesarbesarnya
kemampuan industri pertahanan nasional. Langkah tersebut juga merupakan
upaya untuk mengatasi ketergantungan alutsista TNI yang selama ini
dipasok dari luar negeri yang rawan terhadap embargo. Sumber anggaran
yang digunakan, selain rupiah murni yang disiapkan dalam APBN, juga
seoptimal mungkin melibatkan dukungan dari perbankan di dalam negeri.
Meningkatnya kemampuan pertahanan negara ditunjukkan dengan
semakin meningkatnya kesiapan alutsista, dan terselenggaranya latihan
gabungan TNI sesuai dengan rencana. Namun, secara keseluruhan
pembangunan pertahanan negara baru menghasilkan postur pertahanan
negara dengan kekuatan yang masih di bawah standar tingkat kemampuan
penangkalan. Pemantapan kekuatan TNI dilakukan melalui pengembangan
kekuatan terpusat, kewilayahan, satuan tempur, satuan bantuan tempur,
satuan pendukung, dan pelaksanaan latihan perseorangan hingga latihan
gabungan TNI guna meningkatkan profesionalisme personel TNI. Saat ini
kekuatan personel TNI berjumlah 379.391 prajurit, yang terdiri atas 281.556
prajurit TNI AD, 68.767 prajurit TNI AL dan 29.068 prajurit TNI AU.
Peningkatan kekuatan TNI AL diprioritaskan untuk kesiapan
operasional kapal tempur dan kapal angkut, pesawat terbang dan ranpur
Marinir yang diintegrasikan ke dalam Sistem Senjata Armada Terpadu
(SSAT). Sampai saat ini, kekuatan matra laut mencapai tingkat kesiapan
rata-rata 46,27%, yang meliputi 143 unit kapal perang (KRI) dengan tingkat
kesiapan 61,53%, 312 unit Kapal Angkatan Laut (KAL) dengan tingkat
kesiapan 24,35%, 410 unit kendaraan tempur Marinir berbagai jenis dengan
tingkat kesiapan 38.29%, dan 64 unit pesawat terbang dengan tingkat
kesiapan 60,93 %.

2.6 Perdagangan Jasa


Perdagangan Jasa adalah invisible trade yaitu perdagangan antar
negara yang, meskipun tidak dianggap sebagai ekspor atau impor,
dipelakukan sebagai impor atau ekspor, seperti sewa, pengangkutan,
dan biaya pengiriman.
Kesadaran akan ketidakseimbangan yang terjadi pada proses
pembangunan yang telah dilalui telah menjadi stimulus perubahan
paradigma para pemimpin dunia tentang bagaimana pembangunan yang
ideal semestinya diarahkan. Bersama-sama forum utama dunia lainnya,
para pemimpin ekonomi dunia di forum APEC berkeinginan berada di
barisan terdepan menjadi motor perubahan paradigma tersebut.
Dengan menggenggam 54% PDB, 44% perdagangan, dan 40% populasi
dunia, 21 ekonomi utama kawasan Asia Pasifik yang tergabung dalam
forum APEC berupaya merumuskan strategi pembangunan di kawasan Asia
Pasifik ke arah pembangunan yang seimbang dan berkualitas. Seimbang
dan berkualitas yang dimaksud adalah pembangunan inovatif kreatif yang
dapat memacu penciptaan lapangan kerja baru, yang dapat
mendistribusikan ‘kue’ hasil pembangunan ke semua lapisan masyarakat
tanpa terkecuali, dengan tetap mempertahankan kelestarian dan
keberlangsungan lingkungan hidup sebagai warisan bagi generasi
mendatang.
Agenda pertemuan APEC 2011 di Amerika Serikat tidak lain
merupakan kelanjutan dari pertemuan APEC 2010 di Jepang. Tema pokok
“new strategy for jobs and growth” yang diusung Amerika Serikat selaku
tuan rumah APEC 2011 merupakan kesinambungan dari strategi baru
pertumbuhan ekonomi yang telah disepakati dan akan didorong bersama
oleh para ekonomi APEC, sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi
APEC Leaders tahun 2010 di Yokohama, Jepang. Dalam deklarasi para
kepala negara atau pimpinan ekonomi anggota APEC tersebut, telah
dirumuskan strategi baru pertumbuhan ekonomi yang meliputi : (1) green
or sustainable growth; (2) inclusive growth; and (3) knowledge-based
growth.

Upaya mendorong kontribusi sektoral dalam rumusan strategi


pertumbuhan baru tersebut di atas menjadi isu krusial dalam berbagai
pertemuan working group dan seminar pertemuan SOM 1 APEC 2011
yang diselenggarakan di Washington D.C., Amerika Serikat dari tanggal
27 Februari - 12 Maret 2011. Group on Services (GOS) termasuk
dalam working group yang mendiskusikan bagaimana industri jasa dan
perdagangan jasa lintas batas dapat berkontribusi dalam rumusan
strategi baru pertumbuhan ekonomi. Tidak berhenti sampai di situ, GOS
juga mengadakan seminar khusus dengan tema “Kontribusi Industri Jasa
dan Perdagangan Jasa Lintas Batas bagi Rumusan Strategi Baru
Pertumbuhan Ekonomi” selama 2 hari pada tanggal 16 – 17
September 2010 di Sendai Jepang. Strategi baru pertumbuhan
ekonomi pada seminar dimaksud lebih difokuskan pada strategi
pertumbuhan inklusif dan strategi pertumbuhan ‘hijau’ atau berkelanjutan
(sustainable). Hasil perumusan implikasi kebijakan yang dihasilkan pada
seminar tersebut selanjutnya disampaikan pada pertemuan GOS pada
tanggal 3 Maret 2011, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
rangkaian APEC SOM 1 & Related Meetings 2011 dari tanggal 27
Februari hingga 12 Maret 2011.
Strategi baru pertumbuhan ekonomi akan memperbaiki arah
strategi pembangunan yang selama ini hanya mementingkan pertumbuhan
bersifat fisik semata, namun tidak mengindahkan faktor keseimbangan
dengan unsur sosial dan lingkungan hidup. Pembangunan dapat dikatakan
inklusif, bila seluruh unsur masyarakat dapat turut serta memperoleh
manfaat dari pertumbuhan ekonomi secara berkeadilan. Dengan strategi
pertumbuhan inklusif, kebijakan yang dirumuskan pemerintah mesti
dapat menciptakan sinergi antara pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan sosial (social equity). Dari perspektif strategi pertumbuhan
‘hijau’, pemerintah mesti dapat mencari titik keseimbangan kebijakan yang
dapat menciptakan harmoni antara pertumbuhan ekonomi dan
keberlangsungan serta kelestarian lingkungan hidup, yang penting bagi
generasi kini dan generasi mendatang.

Sektor jasa dan perdagangan jasa dapat menjadi cara yang


ampuh dalam mendorong kedua strategi pertumbuhan tersebut,
mengingat secara rata-rata sektor jasa memberikan kontribusi lebih dari
50% PDB keseluruhan ekonomi anggota APEC dengan trend pertumbuhan
yang terus menanjak. Namun di sisi lain, keterbukaan melalui liberalisasi
perdagangan sektor jasa tidak serta merta dapat membentuk tatanan
masyarakat yang secara sosial lebih inklusif dan sadar akan pentingnya
keberlangsungan dan kelestarian lingkungan hidup. Di sinilah arti peran
penting keberadaan regulasi yang memadai yang diterbitkan pemerintah,
guna menyelaraskan liberalisasi jasa agar tidak timpang dan hanya
mendorong pertumbuhan ekonomi semata namun juga mendorong
pembangunan sosial dan keberlangsungan lingkungan hidup.

Dari sisi pembangunan sosial, melalui sektor jasa, pembangunan


ekonomi diharapkan dapat meningkatkan akses dan keterlibatan elemen
masyarakat lain yang sebelumnya ‘terpinggirkan’ untuk turut
menikmati peningkatan kesejahteraan. Terhadap kaum wanita yang
seringkali mendapatkan kesulitan mengakses lapangan kerja, tumbuhnya
sektor jasa dapat melahirkan harapan akan terciptanya beragam
peluang baru. Dibandingkan sektor manufaktur, sektor jasa merupakan
sektor yang relatif lebih ‘ramah’ terhadap wanita, mengingat sifat
pekerjaan di sektor jasa yang memiliki lebih banyak interaksi dengan
konsumen dan lebih berorientasi pada pelayanan. Sektor jasa pun
lebih bersifat padat karya. Mencermati trend yang berkembang di
negara maju, sektor manufaktur cenderung mengarah ke industri padat
modal, sehingga ke depan dibutuhkan lebih sedikit keterlibatan banyak
tenaga kerja diarahkan untuk menciptakan lebih banyak pekerjaan,
khususnya bagi wanita.
Diyakini akses terhadap sektor jasa dapat menjadi motor
kesetaraan kesempatan yang merupakan inti dari pembangunan inklusif.
Dengan tumbuhnya perdagangan sektor jasa, akan tumbuh dan bertambah
luas pula akses golongan miskin dan kurang beruntung terhadap sektor
jasa utama. Menurut Jaana Remes, Senior Fellow – McKinsey Global

Institute (2011)2, sektor jasa menyumbang lebih dari dua pertiga


pertambahan kesempatan kerja di negara dan ekonomi dengan
pendapatan menengah ke bawah. Sedangkan di negara maju, seiring
berkurangnya kesempatan kerja di sektor manufaktur yang mengarah ke
padat modal, sektor jasa berkontribusi terhadap penciptaan kesempatan
kerja lebih dari 100%. Dengan makin efisiennya sektor jasa, barang-
barang hasil produksi akan lebih mudah dan murah dijangkau oleh

segala lapisan termasuk kaum miskin dan kurang beruntung.3


Beberapa sektor jasa penting seperti pendidikan dan kesehatan tercatat
memberikan kontribusi yang signifikan atas pertumbuhan inklusif, antara
lain berkat pertumbuhan kesempatan kerja bagi tenaga pendidik dan
tenaga medis yang didominasi kaum wanita.

Terkait hubungan antara tingkat pendapatan suatu negara dan

nilai tambah sektor jasa, Juzhong Zhuang (ADB, 2011)4 mengatakan


bahwa makin tinggi tingkat pendapatan per kapita suatu negara, makin
penting kontribusi sektor jasa dalam perekonomian negara tersebut
melalui penciptaan lapangan kerja. Namun dalam kasus perekonomian
negara berkembang, ia mendapati fakta kurang optimalnya kontribusi
sektor jasa terhadap pertumbuhan tingkat pendapatan dan kesempatan
kerja, sehingga tidak sejalan dengan strategi pertumbuhan inklusif. Untuk
mengatasi hal tersebut, ia menyarankan pemerintah dapat menjalankan
kebijakan sebagai berikut :
a. Melakukan lebih banyak lagi investasi di infrastruktur transportasi dan
belanja publik di sektor jasa yang bersentuhan langsung dengan
masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan;
b. Meningkatkan liberalisasi di sektor jasa yang berhubungan erat
dengan pembangunan inklusif yakni jasa keuangan, telekomunikasi,
kesehatan, pendidikan, dan ritel;
c. Regulasi yang lebih baik dalam mengatur pasar agar dapat
mendorong kompetisi yang sehat, terjaminnya kualitas jasa, dan
terlindungnya konsumen;
d. Reformasi perpajakan untuk menciptakan kesetaraan bagi para
pelaku usaha;
e. Kebijakan pemerintah terhadap industri untuk mengatasi kegagalan
pasar dan mendorong inovasi;
f. Penguatan kelembagaan dan capacity building;
g. Peningkatan kesetaraan dan perluasan akses ke sektor jasa.

Dari perspektif pembangunan ‘hijau’, sektor jasa dikategorikan


sebagai sektor industri yang cenderung mengkonsumsi energi lebih sedikit
dibandingkan sektor manufaktur (Jaana Remes, 2011), sedangkan
MoonJoong Tcha (2011) menyebut industri sektor jasa sebagai industri
‘hijau’. Namun di balik itu, pertumbuhan sektor jasa yang makin cepat
harus diwaspadai karena di masa depan industri jasalah yang berpotensi
sebagai faktor utama penyebab peningkatan permintaan energi. Dalam
kaitannya dengan sektor jasa konstruksi misalnya, pesatnya pertumbuhan
ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan. Kesejahteraan yang meningkat
akan melahirkan permintaan atas pembangunan properti dan perumahan
yang lebih luas, serta bertambahnya keragaman jenis perabot listrik
inovatif yang menyedot energi yang lebih besar. Jadi, kecenderungan yang
ada memperlihatkan bahwa total konsumsi energi justru cenderung
meningkat seiring dengan pertumbuhan PDB per kapita (Jaana Remes,
2011).
Mengantisipasi hal tersebut, efisiensi energi sektor jasa menjadi
faktor penting yang mesti diperhatikan dalam perspektif pembangunan
‘hijau’. Efisiensi aktivitas energi sektor jasa masih belum optimal. Hasil riset
McKinsey menyatakan bahwa terdapat potensi pengurangan konsumsi
energi di sektor jasa paling sedikit sebesar 10%. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan mengadopsi penggunaan solusi efisiensi energi dari
perangkat perlengkapan elektronik yang digunakan oleh industri di sektor
jasa. Investasi awal yang ditanamkan perusahaan atas penggunaan solusi
efisiensi energi tersebut akan tergantikan oleh manfaat ekonomis dari
penghematan konsumsi energi yang terjadi. Peluang solusi dimaksud
dapat berasal dari pengisolasian yang lebih baik, solusi pendinginan dan
pemanasan yang lebih efisien hingga penggunaan perlengkapan kantor,
keluarga dan pribadi yang lebih hemat energi.

Pembangunan ‘hijau’ juga lekat dengan persoalan mitigasi


perubahan iklim saat ini. Upaya mitigasi perubahan iklim memiliki
kedekatan dan merupakan bagian dari strategi pembangunan ‘hijau’
negara- negara di dunia, mengingat besarnya dampak kerugian yang harus
ditanggung generasi kini dan mendatang. Berbeda dengan sektor jasa
lainnya yang memiliki genuine demand, permintaan jasa lingkungan terkait
solusi mitigasi perubahan iklim diyakini bersumber dari dorongan regulasi
pemerintah. Sejalan dengan hal tersebut, dalam mendorong perdagangan
melalui liberalisasi dibutuhkan kerangka regulasi yang efektif agar upaya
memacu pertumbuhan ekonomi tetap tidak meninggalkan keberpihakan
terhadap kelestarian dan keberlangsungan lingkungan hidup, yang
merupakan aset berharga untuk diwariskan bagi generasi mendatang.

2.7 Industri Maritim


Definisi industri menurut UU perindustrian no. 5 tahun 1984 adalah
kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, atau barang dengan nilai kualitas tinggi u ntuk penggunanya
termasuk kegiatan rancangan bangun dan perekayasaan industri.
Industri maritim adalah suatu kegiatan ekonomi produksi yang bergerak
dalam bidang maritim, yang menghasilkan barang dan jasa.
Pembangunan ekonomi di negara kepulauan indonesia sangat
membutuhkan industri maritim yang handal agar konektifitas antar pulau
dapat terlaksanan. Industri maritim tersebut meliputi industri perkapalan,
industri pelayaran, dan industri jasa pelabuhan, untuk mengelola dan
mengelola sumber daya laut dan sumber daya alam lainnya yang ada sehingga
bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa indonesia, utamanya
dalam persediaan bahan pangan di wilayah-wilayah terpencil yang sulit di
jangkau oleh jalur transportasi darat dan udara. Pemerintah telah
mengembangkan upaya di bidang industri jasa maritim dapat membangun
ekonomi kelautan unggulan yaitu, perikanan tangkap. Budi daya, industri
pengelolaan hasil perikanan, industri bioteknoloi kelautan, energi dan sumber
daya mineral, serta periwisata bahari.
Sebagai negara maritim terbesar di dunia sudah seharusnya Indonesia
menjadi bangsa yang makmur dan disegani. Namun, kenyataannya dengan
potensi sumber daya alam yang berlimpah, Negara ini seakan tak berdaya.
Apalagi di bidang industri maritim, roda perekonomian indonesia lumpuh
terpenjara oleh kepentingan asing. Indonesia memiliki wilayah laut seluas 5,8
juta km2 yang terdiri dari wilayah territorial sebesar 3,1 juta km2 dan wilayah
ZEEI 2,7 juta km2, mempunyai 17.480 pulau dan memiliki garis pantai
sepanjang 95.181 km. menyimpan kekayaan yang luar biasa. |ika dikelola
dengan baik, potensi kelautan Indonesia diperkirakan dapat memberikan
penghasilan lebih dari 100 miliar dolar AS per tahun. Namun yang
dikembangkan kurang dari 10 persen.
2.8 Pembangunan Maritim ( konstruksi dan rekayasa ), reklamasi
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki
potensi untuk menjadi Poros Maritim Dunia. Poros Maritim Dunia bertujuan
menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur
melalui pengembalian identitas Indonesia sebagai bangsa maritim,
pengamanan kepentingan dan keamanan maritim, memberdayakan potensi
maritim untuk mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia.
Untuk menuju negara Poros Maritim Dunia akan meliputi pembangunan
proses maritim dari aspek infrastruktur, politik, sosial-budaya, hukum,
keamanan,dan ekonomi. Penegakkan kedaulatan wilayah laut NKRI,
revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan
konektivitas maritim, rehabilitasi kerusakan lingkungan dan konservasi
biodiversity, serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan,
merupakan program-program utama dalam upaya mewujudkan Indonesia
sebagai poros maritim dunia .
Dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Presiden Joko
Widodo mencanangkan lima pilar utama dalam
mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia:
LIMA PILAR POROS MARITIM DUNIA
1. Pilar pertama : pembangunan kembali budaya maritim Indonesia.
2. Pilar kedua : Berkomitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya
laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui
pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai
pilar utama.
3. Pilar ketiga : Komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan
konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik,
dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim.
4. Pilar keempat : Diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia
untuk bekerja sama pada bidang kelautan
5. Pilar kelima : Membangun kekuatan pertahanan maritim.
Cita-cita dan agenda pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di atas akan
menjadi fokus Indonesia di abad ke-21. Indonesia akan menjadi Poros
Maritim Dunia, kekuatan yang mengarungi dua samudera sebagai bangsa
bahari yang sejahtera dan berwibawa. Dalam mengawal visi Laut Masa
Depan Bangsa
dan mendukung misi nawacita yang diamanatkan Presiden Joko
WidodoKementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong
pertumbuhan sektor kelautan dan perikanan dengan berbagai kebijakan.
Kebijakan KKP tersebut diterjemahkan ke dalam misi tiga pilar yakni
kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan, yaitu:
3.1 KEDAULATAN. Mandiri dalam mengelola dan memanfaatkan sumber
daya kelautan dan perikanan dengan memperkuat kemampuan nasional
untuk melakukan penegakan hukum di laut demi mewujudkan kedaulatan
secara ekonomi, yang dilakukan melalui pengawasan pengelolaan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) dan sistem perkarantinaan
ikan, pengendalian mutu, keamanan hasil perikanan, dan keamanan
hayati ikan.
3.2 KEBERLANJUTAN. Mengadopsi konsep blue economy dalam
mengelola dan melindungi sumber daya kelautan dan perikanan secara
bertanggung jawab dengan prinsip ramah lingkungan sebagai upaya
peningkatan produktivitas, yang dilakukan melalui pengelolaan ruang
laut; pengelolaan keanekaragaman hayati laut; keberlanjutan sumber
daya dan usaha perikanan tangkap dan budidaya; dan penguatan daya
saing produk hasil kelautan dan perikanan.
3.3 KESEJAHTERAAN Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan
adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang dilakukan
melalui pengembangan kapasitas SDM dan pemberdayaan masyarakat;
dan pengembangan inovasi iptek kelautan dan perikanan.
Dalam rangka memperkuat jatidiri sebagai negara maritim telah dilakukan
pemberantasan illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing serta
pengembangan ekonomi maritim dan kelautan. Pemberantasan IUU fishing
telah menjadi prioritas utama pemerintah dalam melindungi sumber daya
kelautan dan perikanan.Keberhasilan penanganan pencegahan dan
pemberantasan illegal fishing dikarenakan telah berjalannya pelaksanaan
pengawasan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan
dan perikanan.
Indonesia memiliki bentang alam yang luas dan sumber daya alam yang luar
biasa, dari berbagai sektor seperti pertanian, pangan, energi, dan kemaritiman
yang bisa dimanfaatkan. Sektor Kemaritiman pengelolaan dan
pemanfaatannya harus dilaksanakan secara bertanggung jawab, guna menjaga
kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan NKRI (Negara Kesatuan
Republik
Indonesia).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, konstruksi adalah


susunan dan hubungan kata dalam kalimat atau kelompok kata. Makna suatu
kata ditentukan oleh kostruksi dalam kalimat atau kelompok kata2

Reklamasi daratan, biasanya disebut reklamasi, adalah proses


pembuatan daratan baru dari dasar laut atau dasar sungai. Tanah yang
direklamasi disebut tanah reklamasi atau landfill..

Menurut Undang-Undang[1], definisi reklamasi adalah kegiatan yang


dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan
ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan,
pengeringan lahan atau drainase. Reklamasi dapat
juga didefinisikan sebagai aktivitas penimbunan suatu areal dalam skala
relatif luas hingga sangat luas di daratan maupun di areal perairan untuk suatu
keperluan rencana tertentu.

Reklamasi daratan umumnya dilakukan dengan tujuan perbaikan dan


pemulihan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik
dan bermanfaat[2]. Kawasan ini dapat dijadikan lahan pemukiman, objek
wisata dan kawasan niaga.
2.9 Benda Berharga dan Warisan Budaya
1. Benda berharga
Benda berharga adalah sesuatu benda yang bernilai tinggi.
Sebagai kekayaan bahari, pengawasan pengelolaan BMKT terus
ditingkatkan. KKP melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut
(PRL), dalam jangka pendek akan melakukan percepatan penyusunan
strategi pengawasan terpadu pada BMKT dan melaksanakan pengawasan
terpadu, antar lembaga, seperti TNI-AL dan POLRI.
Selain itu, pengawasan BMKT juga akan diintegrasikan dengan
pengawasan ilegal fishing.  Koordinasi cepat pun dilakukan dengan
Kelompok Pengawasan Masyarakat (Pokwasmas) terkait BMKT,
kebijakan dan rencana pengelolaannya ke depan.
Selain menyiapkan rencana jangka pendek, pemerintah juga menyiapkan
rencana jangka panjang bagi pengelolaan BMKT. Sosialisasi intensif
kepada masyarakat akan dilakukan lebih dalam, terutama
mengenai shifting policypengelolaan BMKT menjadi pengangkatan
BMKT akan ditangani langsung oleh negara, sekaligus langkah untuk
melibatkan masyarakat dalam menjaga potensi BMKT. Tahap selanjutnya
adalah menyusun rencana keterlibatan pemerintah lokal maupun
masyarakat dalam pengelolaan BMKT.
Gudang khusus penyimpanan Benda Muatan Kapal Tenggelam
(BMKT) di Cileungsi, Bogor dan Sawangan, Depok mencapai lebih dari
200 ribu item harta karun dari 10 pengangkatan di bawah tahun 2010. Dari
hasil tersebut, temuan harta karun dari Cirebon ditaksir mencapai nilai Rp
239,4 miliar.

Kasubdit Air Laut, Non Energi, dan BMKT DJPRL Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP), Zaki Mahasin mengungkapkan, pemerintah
memiliki lebih dari 200 ribu item harta karun yang ditemukan dari
berbagai lokasi pengangkatan di dasar laut Indonesia. Semua itu tersimpan
rapi di gudang penyimpanan BMKT Cileungsi dan Sawangan.
"Total BMKT yang ada di Cileungsi dan Sawangan mencapai lebih dari
200 ribu item. Itu beragam barang berharga dan bersejarah dari berbagai
lokasi pengangkatan," terang dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta,
Kamis (2/2/2017).

2. Warisan budaya

Warisan budaya adalah benda atau atribut tak berbenda yang merupakan


jati diri suatu masyarakat atau kaum yang diwariskan dari generasi-
generasi sebelumnya, yang dilestarikan untuk generasi-generasi yang akan
datang. Warisan budaya dapat berupa benda, seperti monumen, artefak,
dan kawasan, atau tak benda, seperti tradisi, bahasa, dan ritual.[1]

Usaha untuk melestarikan warisan budaya disebut konservasi, misalnya


dengan perlindungan, dokumentasi, pemulihan, dan mengumpulkan
di museum.[2] Salah satu organisasi yang mempromosikan pelestarian
warisan budaya adalah UNESCO.

Seperti di sebagian besar negara yang sedang mengalami dekolonisasi, di


Indonesia “negara bangsa dipandang sebagai pelindung kebudayaan dan
pembendung imperialisme budaya” (Betts melalui Bogaerts, 2011: 256).
Seiring dengan terbentuknya negara bangsa Indonesia, pada awal
kemerdekaan muncul berbagai pemikiran dan gerakan untuk mencari
format pembangunan kebudayaan Indonesia. Dari berbagai wacana yang
dikemukakan oleh para ahli dalam bidang kebudayaan pada saat itu, dapat
disimpulkan bahwa kebudayaan daerah merupakan sumber yang sangat
kaya untuk membangun kebudayaan Indonesia (Puguh, 2015: 127).

Pada awal kemerdekaan, pengelolaan warisan budaya merupakan salah


satu isu penting yang diperbincangkan dalam wacana pembangunan
kebudayaan Indonesia. Intinya, para pemimpin negara harus mengadakan
politik kebudayaan yang merupakan perwujudan dari pembinaan negara
dan masyarakat Indonesia baru atas dasar-dasar kebudayaan baru yang
antara lain mencakup kesenian, kesusastraan, dan kesusilaan. Bangsa
Indonesia tidak dapat hanya kembali ke zaman lampau. Namun demikian,
warisan budaya merupakan latar belakang masyarakat Indonesia yang
tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, pengelolaan warisan budaya
merupakan salah satu langkah yang perlu dilakukan sebagai sebuah politik
kebudayaan (Puguh, 2015: 138).

 PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)/IPC dan anak usahanya PT


Pendidikan Maritim Logistik Indonesia (PMLI) mendukung setiap upaya
pelestarian lingkungan yang menjadi salah satu sumber kekayaan alam
Indonesia.
Sebagai pengelola Museum Maritim Indonesia yang banyak
bersentuhan dengan kelautan, PMLI mendorong berbagai upaya yang
bertujuan melindungi kelestarian bawah laut yang menyimpan kekayaan
tak ternilai, termasuk artefak dan benda-benda kuno sebagai warisan
budaya milik bersama.
 Direktur Utama PMLI, Amri Yusuf menjelaskan, PMLI turut
berperan dalam penyelenggaraan diskusi bertema ‘Safeguarding and
Reviving the Shared Maritime Cultural Heritage of Southeast
Asia’ yang akan memperkuat pengembangan pengetahuan dan riset yang
dilakukan oleh Museum Maritim Indonesia. 
“PT Pendidikan Maritim dan Logistik Indonesia (PMLI) sebagai
anak perusahaan PT Pelabuhan II (Persero) atau IPC mengambil peran
dalam penyelenggaraan forum diskusi ini untuk melihat peluang-peluang
kerja sama yang akan memperkaya khazanah pengetahuan budaya maritim
dunia. Ini sangat penting, apalagi secara geografis Indonesia punya
posisi penting dalam lalu lintas perdagangan global sejak ratusan tahun
silam,” kata Direktur Utama PMLI, Amri Yusuf, di Jakarta, Selasa (5/11).
Forum diskusi bertema ‘Safeguarding and Reviving the Shared Maritime
Cultural  Heritage of Southeast Asia’ ini digelar UNESCO dan ASEAN,
berkolaborasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan
Investasi.
Kegiatan ini diadakan mulai Selasa hingga Jumat (5-8 November
2019), di Jakarta dan Belitung, Propinsi Bangka-Belitung. Khusus di
Jakarta, acara digelar di Museum Maritim Indonesia, yang dikelola PT
PMLI.
Sejumlah pakar sejarah dan budaya dari sejumlah negara Asia
hadir sebagai pembicara, antara lain Singgih Tri Sulistio, Tim Winters,
Tep Sokha, Nia Hasanah Ridwan, perwakilan Unesco di Indonesia, Moe
Chiba, serta Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilman Farid.
“Perlu ada upaya serius untuk menjaga dan melindungi kekayaan bawah
laut seperti artefak atau benda-benda kuno yang bisa mengungkapkan
sejarah dan peradaban maritim dunia. Jika tidak dilindungi, benda-benda
tersebut rentan rusak atau tersimpan di tangan yang salah, mengingat nilai
komersialnya juga sangat tinggi,” lanjut Amri.
Hadir pada kesempatan tersebut, Direktur Operasi IPC, Prasetyadi,
mengatakan bahwa perairan Nusantara sudah lama menjadi jalur
pertukaran peradaban lintas negara dan lintas benua.
Sebagai jalur sibuk pelayaran, IPC meyakini bahwa lingkungan bawah laut
Nusantara menyimpan banyak artefak yang tak ternilai, yang bisa digali
untuk penelitian ilmiah, sejarah dan budaya.
“IPC siap berkontribusi dan berkolaborasi untuk menjaga kekayaan
bawah laut di Indonesia. Kami mendukung setiap upaya untuk
perlindungan kekayaan bawah laut, termasuk kerja sama, seperti forum
diskusi pelestarian budaya maritim di Asia Tenggara ini”.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya

Mencabut

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya mencabut


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470).
Pertimbangan Undang-Undang 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
adalah:

a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud


pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi
pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya
pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan
kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
b. bahwa untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam
pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya;
c. bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan
perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan
meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan,
dan memanfaatkan cagar budaya;
d. bahwa dengan adanya perubahan paradigma pelestarian cagar budaya,
diperlukan keseimbangan aspek ideologis, akademis, ekologis, dan
ekonomis guna meningkatkan kesejahteraan rakyat;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya sudah tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan
hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang
tentang Cagar Budaya;

Dasar Hukum

Dasar hukum UU 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah Pasal 20,
Pasal 21, Pasal 32 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Penjelasan Umum UU Cagar Budaya


Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “negara memajukan kebudayaan
nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai- nilai
budayanya” sehingga kebudayaan Indonesia perlu dihayati oleh seluruh
warga negara. Oleh karena itu, kebudayaan Indonesia yang mencerminkan
nilai-nilai luhur bangsa harus dilestarikan guna memperkukuh jati diri
bangsa, mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta memperkuat
ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya cita-cita bangsa pada
masa depan.

Kebudayaan Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur harus dilestarikan


guna memperkuat pengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas hidup,
memperkuat kepribadian bangsa dan kebanggaan nasional, memperkukuh
persatuan bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai
arah kehidupan bangsa.

Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 itu, pemerintah mempunyai kewajiban melaksanakan
kebijakan untuk memajukan kebudayaan secara utuh untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Sehubungan dengan itu, seluruh hasil karya
bangsa Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan
datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya
warisan budaya masa lalu, Cagar Budaya menjadi penting perannya untuk
dipertahankan keberadaannya.

Warisan budaya bendawi (tangible) dan bukan bendawi (intangible) yang


bersifat nilai-nilai merupakan bagian integral dari kebudayaan secara
menyeluruh. Pengaturan Undang-Undang ini menekankan Cagar Budaya
yang bersifat kebendaan. Walaupun demikian, juga mencakup nilai-nilai
penting bagi umat manusia, seperti sejarah, estetika, ilmu pengetahuan,
etnologi, dan keunikan yang terwujud dalam bentuk Cagar Budaya.
Tidak semua warisan budaya ketika ditemukan sudah tidak lagi berfungsi
dalam kehidupan masyarakat pendukungnya (living society). Terbukti
cukup banyak yang digunakan di dalam peran baru atau tetap seperti
semula. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang jelas mengenai
pemanfaatan Cagar Budaya yang sifatnya sebagai monumen mati (dead
monument) dan yang sifatnya sebagai monumen hidup (living monument).
Dalam rangka menjaga Cagar Budaya dari ancaman pembangunan fisik,
baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan
air, diperlukan kebijakan yang tegas dari Pemerintah untuk menjamin
eksistensinya.

Ketika ditemukan, pada umumnya warisan budaya sudah tidak berfungsi


dalam kehidupan masyarakat (dead monument). Namun, ada pula warisan
budaya yang masih berfungsi seperti semula (living monument). Oleh
karena itu, diperlukan pengaturan yang jelas mengenai pemanfaatan kedua
jenis Cagar Budaya tersebut, terutama pengaturan mengenai pemanfaatan
monumen mati yang diberi fungsi baru sesuai dengan kebutuhan masa
kini. Selain itu, pengaturan mengenai pemanfaatan monumen hidup juga
harus memperhatikan aturan hukum adat dan norma sosial yang berlaku di
dalam masyarakat pendukungnya.
agar Budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh, unik,
langka, terbatas, dan tidak terbarui. Dalam rangka menjaga Cagar Budaya
dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan,
maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan pengaturan untuk
menjamin eksistensinya. Oleh karena itu, upaya pelestariannya mencakup
tujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Hal itu
berarti bahwa upaya pelestarian perlu memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan akademis, ideologis, dan ekonomis.

Pelestarian Cagar Budaya pada masa yang akan datang menyesuaikan


dengan paradigma baru yang berorientasi pada pengelolaan kawasan,
peran serta masyarakat, desentralisasi pemerintahan, perkembangan, serta
tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Paradigma baru tersebut mendorong dilakukannya penyusunan Undang-


Undang yang tidak sekadar mengatur pelestarian Benda Cagar Budaya,
tetapi juga berbagai aspek lain secara keseluruhan berhubungan dengan
tinggalan budaya masa lalu, seperti bangunan dan struktur, situs dan
kawasan, serta lanskap budaya yang pada regulasi sebelumnya tidak secara
jelas dimunculkan. Di samping itu, nama Cagar Budaya juga mengandung
pengertian mendasar sebagai pelindungan warisan hasil budaya masa lalu
yang merupakan penyesuaian terhadap pandangan baru di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan partisipasi


masyarakat dalam mengelola Cagar Budaya, dibutuhkan sistem manajerial
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik berkaitan dengan
pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya sebagai
sumber daya budaya bagi kepentingan yang luas.

Isi UU Cagar Budaya

Berikut konten Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11


tahun 2010 tentang Cagar Budaya (bukan format asli):

UNDANG-UNDANG TENTANG CAGAR BUDAYA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda


Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs
Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang
perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan
melalui proses penetapan.
2. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia,
baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok,
atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat
dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
3. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda
alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
4. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda
alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk
menampung kebutuhan manusia.
5. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang
mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau
Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian
pada masa lalu.
6. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua
Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
7. Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya
dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk
melestarikannya.
8. Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada Pemerintah,
Pemerintah Daerah, atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya
dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk
melestarikannya.
9. Dikuasai oleh Negara adalah kewenangan tertinggi yang dimiliki oleh
negara dalam menyelenggarakan pengaturan perbuatan hukum berkenaan
dengan pelestarian Cagar Budaya.
10. Pengalihan adalah proses pemindahan hak kepemilikan dan/atau
penguasaan Cagar Budaya dari setiap orang kepada setiap orang lain atau
kepada negara.
11. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari
Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
12. Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain
bersifat nondana untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari
Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
13. Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai
bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan
rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya.
14. Tenaga Ahli Pelestarian adalah orang yang karena kompetensi keahlian
khususnya dan/atau memiliki sertifikat di bidang Pelindungan,
Pengembangan, atau Pemanfaatan Cagar Budaya.
15. Kurator adalah orang yang karena kompetensi keahliannya bertanggung
jawab dalam pengelolaan koleksi museum.
16. Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi,
dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya
kepada pemerintah kabupaten/kota atau perwakilan Indonesia di luar
negeri dan selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar
Budaya.
17. Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda,
bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan
oleh pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar
Budaya.
18. Register Nasional Cagar Budaya adalah daftar resmi kekayaan budaya
bangsa berupa Cagar Budaya yang berada di dalam dan di luar negeri.
19. Penghapusan adalah tindakan menghapus status Cagar Budaya dari
Register Nasional Cagar Budaya.
20. Cagar Budaya Nasional adalah Cagar Budaya peringkat nasional yang
ditetapkan Menteri sebagai prioritas nasional.
21. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan,
dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar- besarnya
kesejahteraan rakyat.
22. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan
Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkannya.
23. Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan,
kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan,
Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.
24. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi
Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.
25. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari
ancaman dan/atau gangguan.
26. Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan
Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.
27. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar
Budaya tetap lestari.
28. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak
sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik
pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
29. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi
Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan
Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan
Pelestarian.
30. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan
metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan
bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, dan
pengembangan kebudayaan.
31. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk
menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan
penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip
pelestarian dan nilai budaya masyarakat.
32. Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang
lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan
terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau
kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.
33. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan
kelestariannya.
34. Perbanyakan adalah kegiatan duplikasi langsung terhadap Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya, baik
seluruh maupun bagian-bagiannya.
35. Setiap orang adalah perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan
usaha berbadan hukum, dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum.
36. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
37. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kebudayaan.
2.10 Jasa Lingkungan Laut
Jasa lingkungan laut merupakan manfaat baik langsung maupun tidak
langsung yang di peroleh dari lingkungan alam di sekitarnya.
Lingkungan memberikan jasa yang tidak tergantikan. Jasa-jasa ini sering kita
lupakan. Lingkungan yang sehat menyediakan air yang sehat. Lingkungan yang
bersih menyediakan udara yang bersih dan segar. Lingkungan yang subur
menyediakan pangan, sandang dan papan yang makmur.

Data dari Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyebutkan, ekosistem yang sehat


penting menunjang produksi pangan, sehingga mampu mengurangi kelaparan dan
kemiskinan. Lingkungan yang sehat juga akan mencegah penyakit dan iklim
ekstrem.

Lingkungan yang terjaga keanekaragaman hayatinya, membantu sistem


penyerbukan tanaman, menyuburkan tanaman memberikan manfaat rekreasi,
budaya dan spiritual. Jika semua jasa tersebut dihitung dengan uang, nilai semua
jasa yang disediakan lingkungan menurut FAO mencapai angka US$125 triliun
pada 2014. FAO memberikan 10 fakta yang memberikan gambaran betapa besar
manfaat jasa lingkungan bagi dunia.

Pertama; saat ini dunia memroduksi pangan per kapita 17% lebih banyak
dibanding 30 tahun yang lalu dengan skala produksi yang lebih tinggi dari
pertumbuhan penduduk dalam 2 dekade terakhir. Sepanjang sejarah, produksi
pangan terus meningkat, menjadi jasa lingkungan paling berharga.

Kedua; ekosistem menyediakan berbagai jenis bahan baku, seperti kayu, biofuel
dan serat baik dari tumbuhan maupun hewan seperti wol dan kulit dari sapi dan
domba.

Ketiga; lingkungan menyediakan air bagi pertanian. Sebanyak 60% air tawar
dunia tersedot untuk irigasi pertanian. Lingkungan yang sehat akan menyimpan
dan menyediakan air lebih banyak.
Keempat; lingkungan menyediakan obat-obatan alami seperti kina untuk
menyembuhkan malaria, meniran untuk meningkatkan daya tahan tubuh,
purwaceng untuk meningkatkan vitalitas, dan sebagainya. Indonesia memiliki
banyak potensi obat-obatan alami yang bersumber dari pengetahuan dan kearifan
tradisional, yang menjadi warisan budaya bangsa. Kearifan lokal ini mampu
menjaga keseimbangan ekosistem baik di darat (hutan, pesisir pantai, gunung,
daerah aliran sungai) maupun di lautan.

Kelima; jika kualitas air dan tanah terjaga, banjir dan penyebaran penyakit bisa
dicegah. Ekosistem menjadi lebih subur dibantu oleh jasa penyerbukan dari lebah
dan binatang lain sehingga kawasan menjadi lebih makmur.

Keenam; lingkungan memberikan jasa pengolahan air limbah. Akar-akar


pepohonan, lahan-lahan basah menampung air membersihkan air dari berbagai
jenis polutan yang berbahaya bagi kesehatan. Melalui aktivitas mikroorganisme
yang ada di lingkungan tersebut, patogen-patogen yang berbahaya menjadi tiada.

Ketujuh; ekosistem air tawar dan laut menjadi habitat dari jutaan spesies hewan
dan tumbuhan. Terumbu karang misalnya menjadi rumah bagi 25% spesies ikan
di lautan yang menjadi sumber pangan dan penghidupan bagi lebih dari satu
milyar penduduk dunia.

Kedelapan; lingkungan yang terjaga keanekaragaman hayatinya lebih tahan


terhadap perubahan iklim, ekosistem dan budaya. Sebabagai contoh menurut data
FAO, sejak 1990-an, dunia telah kehilangan 75% kekayaan genetis tanaman. Hal
tersebut terjadi akibat petani tidak lagi menanam berbagai varietas lokal mereka
dan mengembangkan produk pangan yang seragam. Perubahan sistem pangan ini
mengubah identitas budaya, rasa kedaerahan dan pengalaman spiritual yang
terkait dengan lingkungan alami.
Kesembilan; terumbu karang sangat penting dalam menunjang pariwisata dan
berbagai bisnis turunannya. Hobi memancing (dan industrinya) terus berkembang
dengan jumlah pemancing mencapai 118 juta di seluruh dunia.

Terakhir; lingkungan yang sehat akan mampu mengontrol pertumbuhan


parasit-parasit yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan terutama di
wilayah tropis dan sub-tropis. Berbagai penyakit tersebut bisa dikendalikan
secara biologis melalui berbagai jenis jamur predator yang hidup di
organisme lain.

Untuk memantapkan rencana pemanfaatan jasa lingkungan, Balai


KSDA menyusun rencana wisata pada tahun 2014 dan diharapkan selesai
proses penyusunan dokumen penataan blok, penyusunan rencana
pengelolaan dan desain tapak dapat diselesaikan. Ijin Pemanfaatan
Pariwisata Alam (IPPA) dapat dikeluarkan setelah disahkan dokumen
tersebut. Penyelesaian dokumen sampai pengesahan oleh Direktur Jenderal
PHKA diakhir 2014. Peningkatan kelembagaan, pengetahuan, ketrampilan
dan sikap serta sarana pemandu melalui pembinaan pemandu wisata (guide)
dan pembentukan kelompok, pelatihan dan pemenuhan sarana. Tercatat
saat ini kelompok guide di TWA Batuputih berjumlah 52 orang. Dampak
langsung kegiatan wisata ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya
jumlah kamar homestay dalam 10 tahun terakhir, meningkat dari 29 kamar
menjadi 65 kamar
Tidak berbeda jauh dengan BKSDA dan TN Bunaken, Balai Taman
Nasional Bogani Nani Wartabone yang sebelumnya bernama Dumoga
Bone, memiliki berbagai keunikan ekologi sebagai kawasan peralihan
geografi daerah Indomalaya di sebelah Barat dan Australasia di sebelah
Timur. Taman Nasional ini adalah yang terbesar di bioregion Wallacea.
Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone kaya akan potensi
tumbuhan, secara keseluruhan diperkirakan kurang lebih 400 jenis
tumbuhan. Jumlah tersebut sudah dapat diidentifikasi sebanyak 120 jenis,
diantaranya merupakan jenis anggrek, dan kurang lebih 90 jenis tumbuhan
berkayu. Jenis flora yang dominan dan terbesar merata diseluruh kawasam
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah dari jenis ficus. Untuk
jenis-jenis Piper aduncum, Trema orientalis, Macaranga sp, dan Stipulans
sp, umumnya dijumpai pada vegetasi sekunder. Pada vegetasi hutan hujan
dataran rendah ditemukan tumbuhan dari suku Lauraceae misalnya,
Garcinus sp, suku Myristaceae, suku Annacardiaceae (Dracontomelon sp,
Swintenia sp, Spondias sp), suku Sapotaceae terutama Palagium sp, serta
suku Sterculiaceae (Scephium sp, Pterospermum sp, dan Heritria sp).
Untuk jenis Pometia pinata, Octomeles sumatrana, Dumbayan molucana,
Ficus sp, Eugenia sp, Dischopis sp, dan Artocarpus sp. Tumbuhan berkayu
lainnya yang menonjol terdapat dalam kawasan Taman Nasional Bogani
Nani Wartabone yaitu, kayu hitam (Diospyros sp), kayu inggris
(Eucalyptus deglupta), kayu bugis (Coorsidendron pinatum), kayu linggua
(Pterocarpus indicus), dan kayu cempaka

2.11 Konservasi sampai dengan biodiversitanya


Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah,
konservasi berasal dari bahasa Inggris, conservation yang artinya
pelestarian atau perlindungan.

Adapun menurut ilmu biologi, konservasi adalah:[2]

1. Efisiensi penggunaan, produksi, transmisi, atau distribusi energi yang


berakibat pada turunnya konsumsi energi dengan tetap menghasilkan
manfaat yang sama;
2. Pelestarian dan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam secara
bijaksana;
3. Pelestarian dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan,
memastikan bahwa habitat alami suatu area dapat dipertahankan,
sementara keanekaragaman genetik dari suatu spesies dapat tetap ada
dengan mempertahankan lingkungan alaminya.

Perubahan sosial dalam peradaban manusia dari masyarakat


primitif menjadi masyarakat agraris dan kemudian menjadi masyarakat
industrialis, telah memaksa eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) secara
besar-besaran diseluruh belahan bumi. Eksploitasi SDA yang terjadi
tersebut banyak mengorbankan hutan tropis dunia yang memiliki
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
"Sumber Daya Alam itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu: SDA yang dapat diperbaharui atau dapat diisi kembali dan tidak
akan habis (renewable resources); dan SDA yang tidak dapat diperbaharui
atau tidak dapat dipulihkan kembali sebagaimana keadaan semula (non-
renewable resources)."
Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan penutupan
kawasan hutan yang sangat luas dan menyimpan potensi SDA yang sangat
berlimpah. Hutan Indonesia merupakan paru-paru dunia yang mampu
menyerap berjuta-juta ton gas beracun (CO, CO2, H2, dll) dan
menghasilkan oksigen yang sangat melimpah bagi kebutuhan semua
mahluk hidup di bumi. Hal ini dapat terjadi karena Hutan Indonesia
memiliki keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity).
Menurut Anonymous (1997), selain Indonesia negara tropis lain yang juga
memiliki keanekaragaman hayati yang sangat besar adalah Brazilia, Zaire
dan Meksiko.

Hutan tropis Indonesia selama lebih dari setengah abad telah dikuras
secara besar-besaran demi satu kata pembangunan untuk terciptanya
kesejahteraan masyarakat. Namun sayangnya kegiatan eksploitasi SDA
yang tujuan awalnya untuk mensejahterakan masyarakat ini, pada
kenyataannya tidak menerapkan asas kelestarian dan manajemen yang
ramah lingkungan, sehingga bukannya mensejahterakan malah
menimbulkan bencana yang sangat merugikan kehidupan masyarakat,
terutama masyarakat sekitar hutan. Hilangnya keanekaragaman hayati dan
timbulnya bencana alam berupa banjir, tanah longsor dan gempa bumi
merupakan konsekuensi yang harus diterima akibat pengelolan alam dan
lingkungan hidup yang tidak berasaskan kelestarian.
Selain pengelolaan hutan dan kehutanan yang salah, tidak
dilibatkannya masyarakat dalam hal pengambilan keputusan dan kegiatan
pengelolaan hutan juga merupakan salah satu masalah yang dapat
menghambat terciptanya pembangunan atas nama kesejahteraan yang telah
mengorbankan berjuta-juta hektar hutan tropis Indonesia. Peran serta aktif
masyarakat, terutama masyarakat sekitar hutan, sangat diperlukan agar
dapat menciptakan eksploitasi SDA yang terkontrol dan mampu
menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat untuk kesejahteraan. Tanpa
dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam kegiatan pengelolaan hutan,
maka kerusakan hutan Indonesia akan semakin menjadi-jadi dan suatu saat
nanti bencana yang amat sangat dahsyat akan membuka mata kita, akan
salah dan tamaknya cara yang kita lakukan untuk mengeksploitasi SDA.
Selama ini pola dan konsep kegiatan eksploitasi yang dilakukan di
negara ini hanya memandang kebutuhan manusia Indonesia yang ada
sekarang. Padahal seharusnya semua kegiatan pengelolaan yang dilakukan
dalam pemanfaatan SDA dan lingkungan hidup adalah untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia saat ini dan menjamin terpenuhinya kebutuhan
dan kelangsungan hidup generasi yang akan datang. Hal ini merupakan
asas kelestarian yang lebih popular dengan istilah SFM (Sustainable Forest
Management). Pengelolaan yang demikian juga sejalan dengan istilah
konservasi.
Melihat kenyataan yang bukan sekedar fenomena, namun
merupakan realitas dari pemaparan di atas, maka sudah saatnya seluruh
komponen bangsa Indonesia berprilaku arif dalam memandang
kesinambungan kehidupan di bumi dan mampu memperbaiki kondisi alam
khususnya hutan dan segala isinya, dengan semangat dan jiwa baru yaitu
semangat dan jiwa konservasi. Konservasi mutlak diperlukan jika manusia
masih ingin menghirup udara bersih, meminum air dari sumber air yang
bersih dan menikmati pemandangan alam yang sangat luar biasa.

Konservasi dan Ruang Lingkupnya

Berbagai dampak negatif yang harus ditanggung oleh manusia


akibat tindakan eksploitatif yang berlebihan, akhirnya baru disadari ketika
semuanya telah terjadi. Kesadaran akan dampak buruk dari tindakan
eksploitatif ini akhirnya memunculkan gerakan perlawanan berupa
perlindungan yang mengarah pada pengawetan (preservation) terhadap
sisa-sisa hutan alam.
Di satu sisi, pemanfaatan SDA hayati dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup (ekonomis) manusia, namun di sisi lain diperlukan
eksistensi sumber daya tersebut demi keberlanjutan hidup (ekologis) dan
pemanfaatannya, sehingga terjadi tarik-menarik antara kepentingan
pengawetan dan pemanfaatan sumber daya alam. Hal inilah yang
kemudian memunculkan gerakan konservasi di seluruh belahan bumi.
Konservasi merupakan pengelolaan kehidupan alam yang
dilakukan oleh manusia guna memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
secara berkelanjutan bagi generasi saat ini, serta memelihara potensinya
guna menjamin aspirasi dan kebutuhan generasi yang akan datang.
Konservasi bernilai sangat positif jika mampu diterapkan dalam
pengelolaan alam dan lingkungan hidup. Konservasi mencakup kegiatan
pengawetan, perlindungan, pemanfaatan yang berkelanjutan, pemulihan
dan peningkatan kualitas alam dan lingkungan hidup.
Indonesia mendeklarasikan strategi konservasinya berdasarkan
pada strategi konservasi dunia yang dikeluarkan oleh IUCN (1980).
Strategi tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990.
Pokok-pokok strategi konservasi Indonesia tersebut adalah : Perlindungan
sistem penyangga kehidupan; Pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan
konservasi terdiri atas kawasan Suaka Alam yang terbagi menjadi Cagar
Alam dan Suaka Margasatwa dan kawasan Pelestarian Alam yang terdiri
dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

Kegunaan Kawasan Konservasi

1. Kawasan Suaka Alam


Kawasan ini penting bagi bangsa Indonesia agar dapat menjamin :
Terpeliharanya terus-menerus contoh hutan alami penting yang dapat
dianggap mewakili
- Terjaganya keanekaragaman biologi dan fisik
- Tetap lestarinya keanekaragaman hayati
2. Kawasan Pelestarian Alam
Disadari atau tidak, kawasan pelestarian alam sangat besar
sumbangannya bagi kelangsungan pembangunan dalam hal :
- Memelihara stabilitas lingkungan wilayah sekitarnya, sehingga
mengurangi intensitas banjir dan kekeringan, melindungi tanah dari
erosi serta mengurangi iklim ekstrim setempat
- Memelihara kapasitas produktif ekosistem, sehingga menjamin
tersedianya air serta produksi tumbuhan dan hewan secara terus
menerus
- Menyediakan kesempatan bagi kelangsungan penelitian dan
pemantauan spesies maupun ekosistem alami serta kaitannya dengan
pembangunan manusia
- Menyediakan kesempatan bagi terselenggaranya pendidikan
pelestarian untuk masyarakat umum dan para pengambil keputusan
- Menyediakan kesempatan bagi terlaksananya pembangunan
pedesaan yang saling mengisi serta pemanfaatan secara rasional tanah-
tanah marjinal
- Menyediakan lokasi bagi pengembangan rekreasi dan wisata
(BKSDA SU II, 2002)
Melihat sangat banyaknya kegunaan dari sedikit kawasan
konservasi yang tersisa, maka tidak ada alasan yang mengharuskan kita
sebagai mahluk yang memiliki derajat paling tinggi di mata Tuhan untuk
mengabaikan dan bahkan mencoba menghancurkan sisa-sisa kawasan
hutan Indonesia. Peran serta kita sebagai masyarakat harus kita pupuk
untuk menjamin keutuhan ciptaan Tuhan yang akan berpangkal pada
kelestarian alam dan lingkungan hidup di bumi yang kita cintai ini.

Peranan Aktif Masyarakat

Segala macam kegiatan yang dilakukan dalam hal pemanfaatan


alam dan hasil-hasilnya selalu bertujuan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Untuk menciptakan kemakmuran tersebut, maka
masyarakat sudah seharusnya dilibatkan agar memiliki senses of belonging
terhadap lingkungan alamnya. Dalam Bab III dan IV Undang-Undang No.
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, posisi masyarakat
sudah sangat jelas dengan pengaturan hak, kewajiban dan peran sertanya.
Dalam Bab X UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan juga telah diatur
bagaimana seharusnya peran serta masyarakat dalam bidang kehutanan.
Namun sayangnya sampai saat ini masyarakat belum bisa
mengambil peranannya sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Hal ini
terjadi karena dalam prakteknya kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah tidak memfasilitasi masyarakat untuk dapat berperan serta
dalam semua aspek pengelolaan SDA dan lingkungan hidup. Sudah
menjadi kenyataan bahwa masyarakat cenderung sebagai penonton dan
bisa juga sebagai korban dari eksploitasi SDA yang berlangsung di
lingkungannya.
Jika hal ini tidak segera dibenahi oleh pemerintahan baru periode
2004-2009 yang akan datang, maka dikhawatirkan bangsa Indonesia akan
sangat serius menghadapi masalah perpecahan bangsa akibat kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah yang sudah berada pada level paling
bawah sehingga mengakibatkan tidak adanya sense of belonging terhadap
bangsa dan negara Indonesia.
Sudah sangat banyak konsep pengelolaan SDA yang berasaskan
kelestarian ditawarkan oleh para ahli yang kompeten di bidang ini. Tinggal
bagaimana pemerintah sebagai aparatur negara mau untuk merobah
kesalahan kebudayaan pemerintah yang bercirikan top-bottom menjadi
bottom-top dalam pembuatan dan pelaksanaan suatu kebijakan
pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup.

Konservasi diproyeksi akan menjadi mesin ekonomi masa depan.


Konsep ekonomi hijau (green economy) ini tidak bersifat eksploratif
tetapi berkelanjutan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
menyebutkan, Indonesia memiliki 51 Taman Nasional (TN) dan 612
kawasan konservasi lainnya seperti suaka margasatwa, cagar alam dan
taman wisata alam. Pusat-pusat konservasi itu, dapat didorong menjadi
sumber ekonomi prospektif.
Sekretaris Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem KLHK Novianto Bambang mengatakan, konservasi
merupakan landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan. "Kegiatan
konservasi dan ekonomi keduanya bertujuan meningkatkan mutu
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat," katanya di Jakarta, Kamis
(25/2).
Menurutnya, antara konservasi dan pembangunan jangan
didikotomikan, tapi saling melengkapi. Bambang mengungkapkan,
potensi air di kawasan konservasi mencapai 6,5 miliar meter kubik,
392,68 juta ton dan 5935 megawatt (MW) potensi listrik dari panas
bumi.
Selain itu, potensi nilai ekonomi konservasi antara lain, wisata alam,
pemanfaatan air, perdagangan karbon, pemanfaatan panas bumi dan
potensi tumbuhan dan satwa liar.
Tingginya keanekaragaman hayati Indonesia juga menjadi
potensi bioprospeksi atau sumber potensi masa depan yang bisa untuk
kepentingan komersil.
Diketahui, jumlah penerimaan negara bukan pajak (PNPB) terus
meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2011, PNPB sebesar Rp 26,9
miliar dan tahun 2015 Rp 136,8 miliar. "Pemanfaatan kawasan
konservasi dilakukan dengan memanfaatkan jasa ekosistemnya,
sehingga kelestarian tetap terjaga," ucap Novianto.

Biodiversitas Adalah sebuah keanekaragaman yang berbentuk


organisme yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, jenis, dan
ekosistem pada suatu wilayah.

Dalam diskusi biodiversitas dunia, Indonesia adalah negara yang tidak


dapat ditinggalkan. Indonesia sangat kaya biodiversitas, baik di daratan
maupun di lautan. Selama ini, diskusi mengenai kekayaan biodiversitas
umumnya hanya didasarkan pada spesies daratan, namun dengan semakin
banyaknya penelitian maritim, maka biodiversitas di lautan juga mulai
terungkap. Hal ini berdampak pada rangking Indonesia sebagai negara
utama biodiversitas, karena negeri ini adalah negara kepulauan terbesar di
dunia.

Indonesia adalah salah satu dari 17 negara yang disebutkan sebagai


negara-negara mega biodiversitas. Negara-negara tersebut adalah Afrika
Selatan, Amerika Serikat, Australia, Brasil, Cina, Ekuador, Filipina, India,
Indonesia, Kolombia, Kongo, Madagaskar, Malaysia, Meksiko, Papua
Nugini, Peru, dan Venezuela. Hutan tropis Indonesia beserta Brazil dan
Kongo adalah wilayah dengan keanekaragaman spesies darat tertinggi di
dunia Negara mega biodiversitas dihuni oleh sedikitnya 2/3 dari semua
spesies vertebrata non-ikan dan 3/4 dari semua spesies tumbuhan tinggi.
Konsep negara megabiodiversitas disusun atas 4 premis, yaitu: 1.
Keanekaragaman setiap negara sangat penting bagi kelangsungan hidup
negara itu, dan harus menjadi komponen dasar setiap strategi
pembangunan nasional atau regional; 2. Keanekaragaman hayati tidak
merata di bumi, dan beberapa negara, terutama di daerah tropis, memiliki
konsentrasi biodiversitas yang jauh lebih besar daripada negara-negara
lain; 3. Beberapa negara yang paling kaya spesies dan keanekaragaman
hayati juga memiliki ekosistem yang berada di bawah ancaman paling
parah; 4. Untuk mencapai dampak maksimum dari sumber daya yang
terbatas ini, upaya konservasi harus dikonsentrasikan (tapi tidak eksklusif)
di negara-negara terkaya dalam keanekaragaman and endemisme namun
paling parah terancam.

Pembangunan ekonomi dan kesejahteraan Indonesia ke depan


perlu menempatkan laut sebagai sektor strategis penyumbang
produktivitas nasional. Pembangunan berbasis kelautan dan sumber daya
maritim harus dioptimalkan dan menjadi basis pembangunan daya saing
nasional.   Oleh karena itu, Indonesia saatnya memiliki visi membangun
ekonomi yang berbasis kelautan dan menempatkan Indonesia kembali
pada kejayaan bahari. Sumber daya perikanan, mineral, energi terbarukan,
transportasi, pariwisata, dan keanekaragaman hayati sangat melimpah
serta menunggu untuk menjadi sumber positioning daya saing Indonesia
dalam persaingan global.   Untuk membangun sektor kelautan yang kuat
perlu mekanisme koordinasi dan sinergi kelembagaan yang mampu
memadukan berbagai aspek guna menghilangkan ego-sektoral. Melalui
kebijakan pembangunan yang koordinatif dan integratif, optimalisasi
sektor kelautan dapat diwujudkan. Ekonomi berbasis kelautan harus
didukung harmonisasi program kerja untuk mengakselerasi terwujudnya
Indonesia sebagai negara maritim yang kuat dan berdaya saing.   Visi
Industri Kelautan Potensi kekayaan pesisir dan laut Indonesia terbuka
untuk menjadi basis keunggulan bersaing. Sumbangan sektor kelautan
sejumlah negara, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok mencapai
48,5% bagi PDB nasionalnya. Negara anggota Asean seperti Vietnam,
sektor kelautannya mampu menyumbang 57,63% terhadap total PDB.
Bahkan, sejumlah negara di Eropa memiliki kontribusi sektor kelautan
hampir 60% dari PDB. Sektor kelautan di negara tersebut dapat optimal
ketika sektor ini ditopang oleh desain dan struktur industri yang kuat,
terintegrasi, dan efisien.   Kontribusi sektor kelautan Indonesia masih di
bawah 30% dan sector perikanan hanya menyumbang sekitar 3% dari
PDB nasional. Angka ini relatif kecil dibandingkan dengan potensi yang
berada di sepanjang garis pantai Indonesia. Untuk meningkatkan daya
saing nasional ke depan, laut perlu ditempatkan sebagai basis
pembangunan nasional. Kualitas dan ketersediaan pelabuhan, kawasan
industri, dan moda transportasi laut perlu menjamin keterhubungan dan
konektivitas rantai nilai produksi nasional.   Menjadikan laut sebagai
sumber keunggulan bersaing Indonesia mutlak ditopang oleh visi industri
di bidang kelautan. Integralitas visi industri kelautan Indonesia terkait
dengan industri daratan sekaligus juga konektivitas dengan perdagangan
internasional.   Visi industri kelautan saatnya diarahkan pada peningkatan
produksi, penciptaan lapangan usaha dan tenaga kerja, peningkatan
kualitas sumber daya manusia, permodalan, serta pengembangan dan
pemanfaatan teknologi tepat guna. Wilayah laut Indonesia memiliki
sumber daya alam yang melimpah. Sekitar 70% produksi minyak dan gas
nasional berasal dari wilayah pesisir dan lautan (offshore). Integrasi
sumber energi kepada unit dan fasilitas produksi industri dasar,
menengah, dan hilir, baik di daerah pesisir maupun daratan, perlu menjadi
platform industrialisasi.   Selain itu, sejumlah penelitian juga
menyebutkan, nilai ekonomis dari sumber daya laut Indonesia
diperkirakan sekitar Rp 3.000 triliun per tahun. Untuk dapat mengelola
sumber daya ini, diperlukan pemetaan aliran barang, modal, investasi,
kualitas SDM, dan teknologi. Rantai nilai industri dari hulu-logistik-
hilirkonsumen merupakan keniscayaan untuk membangun basis industry
kelautan bernilai tambah dan berdaya saing.   Sebagai langkah awal dalam
mewujudkan ekonomi berbasis kelautan, perlu beberapa pembenahan
yang sifatnya strategis yakni menempatkan sektor kelautan sebagai arus
utama pembangunan. Pertama, laut dan berbagai turunannya harus
dipandang sebagai sumber daya saing nasional yang sangat strategis.
Kedua, harmonisasi kebijakan dan peraturan yang masih tumpang tindih
perlu dilakukan segera.   Ketiga, menjadikan laut sebagai sumber
keunggulan bersaing tentu membutuhkan dukungan dari semua pihak:
pemerintah (pusatdaerah), legislatif (pusat-daerah), dunia usaha,
perguruan tinggi, TNI, kepolisian, media, bahkan LSM. Upaya taktis
lainnya, yakni mengelompokkan sumber daya laut pada klaster-klaster
tertentu sesuai karakteristik lokal di suatu daerah.   Visi Poros Maritim
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 17.480 pulau, luas
5,8 juta km2, panjang garis pantai 95.181 km, sudah sepatutnya Indonesia
memiliki strategi maritime yang baik. Untuk mewujudkan visi poros
maritim dunia (PMD) beberapa hal perlu mendapat perhatian.   Pertama,
penataan ruang laut. Amanat Undang-Undang Kelautan sangat jelas
bahwa pemerintah pusat bertanggung jawab atas penataan ruang laut di
atas 12 mil. Adapun pemerintah provinsi bertanggung jawab atas wilayah
kurang dari 12 mil. Tata ruang tersebut sangat penting karena di sinilah
alokasi ruang untuk aktivitas ekonomi sektoral akan ditentukan sehingga
tumpang-tindih atau konflik pemanfaatan ruang laut bisa dihindari. Begitu
pula tata ruang laut bisa menciptakan kepastian investasi.   Pada saat yang
sama, tata ruang laut juga harus bisa melindungi pelaku usaha terlemah di
laut, yaitu nelayan dan pembudi daya ikan. Kedua, membangun
infrastruktur dan konektivitas maritim. Ide tol laut merupakan jalan untuk
memastikan konektivitas antarwilayah di Indonesia. Karena itu, kuncinya
pada ketersediaan armada kapal dan kesiapan pelabuhan. Industri
galangan kapal menjadi sangat strategis karena kebutuhan kapal akan
semakin tinggi. Di sinilah perlu kebijakan yang berpihak bagi tumbuhnya
industri galangan kapal nasional, seperti pengurangan bea masuk untuk
material industri kapal.   Di samping itu, kesiapan pelabuhan dimulai dari
kewajiban seluruh pelabuhan yang ada agar memiliki rencana induk
pengembangan yang jelas. Pelabuhan-pelabuhan kita saatnya dapat
dijadikan tujuan atau tempat transit kapal-kapal besar mancanegara yang
melewati laut kita. Pemerintah perlu membangun klaster maritim
bersimpul fasilitas pelabuhan dunia di setiap titik strategis di Selat Malaka
dan ketiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yaitu ALKI 1
(melintas Laut China Selatan-Selat Karimata-Selat Sunda), ALKI 2 (Laut
Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok), dan ALKI 3
(Samudra Pasifik, Selat Maluku, Laut Seram, Laut Banda).   Ketiga,
diplomasi maritim. Dalam jangka pendek perlu fokus pada penyelesaian
batas maritim dengan negara-negara tetangga. Selain itu, hal terpenting
adalah diplomasi untuk menjaga kepentingan Indonesia di laut
internasional. Keempat, pengelolaan sumber daya laut, baik untuk
perikanan, wisata bahari, energi, maupun farmasi. Sektor perikanan
sangat strategis untuk kedaulatan pangan, penyerapan lapangan kerja,
peningkatan devisa, penanggulangan kemiskinan, serta geopolitik.   Saat
ini pemerintah telah mulai menunjukkan keberhasilan dalam memberantas
praktik perikanan ilegal. Namun, momentum keberhasilan antiperikanan
ilegal tersebut harus dijadikan kesempatan menata ulang wilayah
pengelolaan perikanan kita menjadi lebih baik lagi.   Di sisi lain, upaya
mendorong bangkitnya armada nasional untuk meramaikan laut yang
memiliki potensi perikanan melimpah perlu dimulai. Di sinilah perlu
strategi pemberdayaan nelayan dan pelaku usaha lainnya dengan
menciptakan iklim usaha yang kondusif, seperti kemudahan akses pasar
serta fasilitas pelabuhan perikanan yang memadai dan nyaman.   Kelima,
pelestarian lingkungan laut. Optimalisasi sumber daya laut perlu
mempertimbangkan kualitas dan daya dukung lingkungan. Keseimbangan
untuk menjaga kelestarian alam dan aktivitas produksi akan menentukan
keberlanjutan proses produksi.   Proses produksi yang cenderung
eksploitatif perlu dihindari. Dari sini fungsi pengawasan beserta kontrol
menjadi keniscayaan. Aspek inilah yang dapat membuat sektor kelautan
tidak hanya penting bagi ekonomi, tetapi juga bagi keseimbangan
ekosistem nasional dan dunia dalam menunjang poros maritim.  
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Indonesia adalah negara yang kaya baik itu dari segi agricultural maupun
dari segi maritimnya. Indonesia adalah negara maritim yang, yang di mana
memiliki potensi-potensi yang luar biasa kayanya. Kekayaan tersebut akan
tetap baik jika semua elemen masyarakat melestarikan dan menjaga
potensi-potensi yang terkandung di dalam bumi indonesia ini.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat menjadi tambahan wawasan
pengetahuan tentang potensi-potensi maritim yang ada di indonesia.
Makalah ini masi jauh dari kata sempurna, maka dari itu di harapkan saran
dan kritik yang membanngun.
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2015. Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia. Website Resmi Presiden


APEC Group on Services, 2011. Final Report on Workshop for Capacity Building
on the Role of Cross-Border Services Trade in New Growth
Strategies.Washington, D.C., 2011
Maritim magazine/harian neraca/Beritasatu.com
Republik Indonesia: http://presidenri.go.id/maritim/indonesia-sebagai-poros-
maritim-dunia.html, diakses pada 9 April 2017
Poerwanto, Endy. 2016. Wisata Bahari, Besar Potensi Kecil Konstrubusi. Dikutip
dari http://bisniswisata.co.id/wisata-bahari-besar-potensi-kecil-konstrubusi/,
pada 9 April 2017
Utomo, Trisno. 2015. Kinerja Pariwisata Bahari Indonesia Belum
Optimal. Dikutip dari http://www.kompasiana.com/lhapiye/kinerja-
pariwisata-bahari-indonesia-belum-optimal_5641d9ead59273300674a2ea,
pada 8 April 2017
Yudanto, Agung Haryo. 2010. Wilayah Perairan Indonesia. Dikutip
dari http://www.kompasiana.com/agungharyoyudanto/wilayah-perairan-
indonesia_550020b9813311c91dfa7166, pada 8 April 2017
https://www.scribd.com/presentation/55461867/Kuliah-2-Definisi-Perikanan
Tangkap https://wri indonesia.org/sites/default/files/Konsepsi
%20Pengembangan%20Kawasan%20Terintegrasi.pdf
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/pengertian-budidaya-perikananbudidaya-
perairanakuakultur-81
http://repository.ut.ac.id/4184/1/MMPI5201-M1.pdf
https://peribudi.blogspot.com/2017/03/perikanan-budidaya-di-indonesia.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Industri_perikanan
https://kemenperin.go.id/artikel/15577/Pemerintah-Bertekad-Percepat-
Pembangunan-Industri-Perikan
https://id.wikipedia.org/wiki/Energi
https://www.kompasiana.com/komunitas_get_stt_pln/57b1e5442423bd7719f84e2
c/pentingnya-pengembangan-energi-terbarukan-di-indonesia
https://travesia.co.id/2018/12/17/pengertian-wisata-bahari-dan-defenisinya/
https://id.wikipedia.org/wiki/Angkatan_laut
http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/perdagangan_jasa.aspx
https://www.kamusbesar.com/perdagangan-jasa
https://id.wikipedia.org/wiki/Benda
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2844868/harta-karun-bawah-laut-cirebon-
ditaksir-capai-rp-239-miliar
https://kkp.go.id/artikel/2639-faq-barang-muatan-kapal-tenggelam-bmkt
https://id.wikipedia.org/wiki/Warisan_budaya
https://ekonomi.bisnis.com/read/20191105/98/1167197/lindungi-kekayaan-
bawah-laut-sebagai-warisan-budaya
https://hijauku.com/2016/08/09/10-jasa-lingkungan-yang-tak-tergantikan/
http://rimbaraya.blogspot.com/2005/03/perkembangan-konservasi-di-
indonesia.html
https://www.beritasatu.com/ekonomi/351460-konservasi-berpotensi-menjadi-
mesin-ekonomi-masa-depan
https://rumus.co.id/biodiversitas-adalah/
https://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/S/materipresentasi01.pdf
https://investor.id/opinion/ekonomi-kelautan-dan-poros-maritim

Anda mungkin juga menyukai