Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA

DI SUSUN OLEH:
 Nama :
NIM :
 Nama :
NIM :
 Nama : Petra Milando Kainama
NIM :

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)

SERAM RAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Adapun tema dari makalah ini adalah
“Pengembangan Industri Kelautan dan Perikanan”
Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah Ekonomi Kepulauan yang telah memberikan tugas kepada kami.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

BAB II PEMBAHASAN

A. Kebijakan Industri Kelautan dan Perikanan Indonesia


B. Ekowisata Bahari
C. Potensi Perikanan Kepulauan
D. Sentra Bisinis Terpadu Perikanan Indonesia

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi sumber daya kelautan dan perikanan
yang besar. Berdasarkan Undang – undang Nomor 17 tahun 2007 tentang rencana pembangunan
jangka panjang nasional 2005-2025 telah menetapkan salah satu misi untuk mendukung
terwujudnya Indonesia sebagai poros maritim dunia yaitu salah satunya dengan membangun
ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut
secara berkelanjutan. (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2015)
Sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan ekonomi berbasis kelautan adalah dengan
mengembangkan industri pengolahan berbasis perikanan. Industri pengolahan hasil perikanan
adalah kegiatan ekonomi yang mengubah produk dari bahan baku menjadi bahan setengah jadi/
barang jadi secara mekanik, kimia, atau mengubah produk dari yang kurang nilainya menjadi
produk yang lebih tinggi nilainya dengan maksud mendekatkan produk tersebut kepada konsumen
akhir (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2015).
Industri pengolahan hasil perikanan memiliki potensi yang sangat tinggi untuk menjadi
penggerak ekonomi Indonesia. Sehingga perlu adanya pengembangan pada industri pengolahan
hasil perikanan sehingga menjadi pendorong bagi perekonomian nasional. Industri pengolahan hasil
perikanan perlu ditingkatkan baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk tujuan 2 ekspor.
Sehingga industri pengolahan harus berorientasi pada produk yang bernilai tambah tinggi.
(Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2015)
Kondisi sumberdaya kelautan dan perikanan yang masih sangat potensial, juga pasar yang
relatif cukup besar, menyebabkan industri pengolahan hasil perikanan ini masih sangat potensial
untuk dikembangkan di Indonesia. Sehingga dengan dilakukannya pengembangan industri
pengolahan hasil perikanan diharapkan akan dapat memperluas lapangan kerja. Dan pada saatnya
akan mengurangi pengangguran yang terjadi akibat semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja
tiap tahunnya. (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2015).
BAB II

PEMBAHASAN
A. Kebijakan Industri Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan arah kebijakan dan strategi
pembangunan kelautan dan perikanan melalui Industrialisasi Perikanan. Kebijakan ini
bertujuan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk serta meningkatkan daya saing
berbasis pengetahuan. Sasaran utama industrialisasi perikanan untuk peningkatan pendapatan
kelompok pembudidaya, pengolah dan pemasar hasil perikanan.
Kebijakan industrialisasi perikanan menjadi fokus perhatian KKP. Kebijakan ini merupakan
kebijakan strategis dalam menggerakkan seluruh potensi perikanan, melalui pengembangan
perikanan budidaya, perikanan tangkap sebagai industri hulu dan pengolahan hasil produk
kelautan dan perikanan sebagai industri hilir. Kebijakan industrialisasi perikanan dilakukan
melalui pengembangan komoditi unggulan untuk meningkatkan nilai tambah produk secara
menyeluruh, mulai dari hulu sampai hilir, sehingga diharapkan akan berdampak terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan
dalam rangka mewujudkan 4 pilar pembangunan nasional, yaitu pro-poor, pro-job, pro-growth,
dan pro-environment,”
Kebijakan industrialisasi perikanan menurut Sharif, dilakukan KKP dalam rangka
menyambut komunitas ekonomi ASEAN. Terutama dalam menghadapi era perdagangan bebas
yang akan dilaksanakan tahun 2015. Pada 2013 KKP telah menetapkan 4 komoditas
industrialisasi perikanan budidaya, yaitu udang, bandeng, patin dan rumput laut. Terutama
untuk industrialisasi udang, kegiatan revitalisasi tambak dilakukan melalui perbaikan
infrastruktur berupa saluran primer, sekunder dan tertier. Program ini mampu mengoptimalkan
kawasan pertambakan Pantura Jawa yang mencakup provinsi Banten dan Jawa Timur pada
tahun 2012. Selanjutnya Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Utara, Nusa
Tenggara Barat serta Sulawesi Selatan pada Tahun 2013. “Kita perlu mempersiapkan diri untuk
mempersiapkan SDM serta produk perikanan kita agar mampu bersaing dalam pasar tunggal
ASEAN,”
Visi Kelautan Indonesia adalah mewujudkan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia, yaitu
menjadi sebuah negara maritim yang maju, berdaulat, mandiri, kuat, serta mampu memberikan
kontribusi positif bagi keamanan dan perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan
kepentingan nasional. Kebijakan Kelautan Indonesia disusun dengan mengacu pada Visi
Pembangunan Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2014 tentang Kelautan.
Guna mewujudkan visi Kelautan Indonesia perlu disusun sasaran sebagai misi dari
Kebijakan Kelautan Indonesia, yaitu:
a. terkelolanya sumber daya kelautan secara optimal dan berkelanjutan;
b. terbangunnya kualitas sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan
yang andal;
c. terbangunnya pertahanan dan keamanan kelautan yang tangguh;
d. terlaksananya penegakan kedaulatan, hukum, dan keselamatan di laut;
e. terlaksananya tata kelola kelautan yang baik;
f. terwujudnya kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang merata;
g. terwujudnya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan industri kelautan yang berdaya
saing;
h. terbangunnya infrastruktur kelautan yang andal;
i. terselesaikannya aturan tentang tata ruang laut;
j. terlaksananya pelindungan lingkungan laut;
k. terlaksananya diplomasi maritim; dan
l. terbentuknya wawasan identitas, dan budaya bahari.

Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah dicanangkan, perlu disusun strategi pelaksanaan
sebagai pedoman perencanaan pembangunan kelautan di berbagai bidang oleh
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, serta acuan bagi masyarakat dan pelaku usaha
dalam ikut serta melaksanakan pembangunan kelautan.

B. Ekowisata Bahari
a. Pengertian Ekowisata Bahari
Ekowisata bahari terdiri dari dua kata, yakni ekowisata dan bahari. Ekowisata adalah salah
satu kegiatan pariwisata berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi
alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal, serta aspek pembelajaran
dan pendidikan. Ekowisata ini dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif kegiatan
pariwisata konvensional, termasuk kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara
tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat, serta persaingan bisnis yang mulai
mengancam lingkungan setempat. Sementara itu, bahari, dalam hal ini adalah wisata bahari,
merupakan segala kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan kesenangan, tantangan,
pengalaman baru, hingga kesehatan yang hanya dapat dilakukan di wilayah perairan. Sejumlah
aktivitas yang sering disebut sebagai wisata bahari antara lain berenang, naik perahu,
snorkeling, diving, memancing, olahraga pantai, atau piknik menikmati atmosfer laut.
Nah, apabila digabung, ekowisata bahari adalah kegiatan wisata yang mengandalkan daya
tarik alami lingkungan pesisir dan lautan (langsung maupun tidak langsung). Ekowisata bahari
merupakan konsep pemanfaatan daya tarik (estetika) sumber daya hayati pesisir dan pulau-
pulau kecil yang berwawasan lingkungan, juga sebagai suatu bentuk atau upaya dari reaksi
terhadap keberlanjutan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya secara bersamaan di wilayah
pesisir.

b. Jenis Ekowisata Bahari


Potensi sumber daya ekowisata bahari setidaknya mencakup tiga bentang yang berbeda,
yaitu bentang darat pantai, bentang laut (perairan di sekitar pesisir pantai maupun lepas pantai
yang menjangkau jarak tertentu yang memiliki potensi bahari), dan dasar laut. Untuk bentang
darat pantai, kegiatan yang dilakukan di antaranya kegiatan rekreasi olahraga susur pantai, bola
voli pantai, bersepeda pantai, panjat tebing pada dinding terjal di pantai (cliff), dan menelusuri
gua pantai
Sementara itu, kegiatan di bentang laut termasuk aktivitas berenang (swimming),
memancing (fishing), mendayung (boating), sea kayaking, berlayar (sailing), berselancar
(surfing), parasailing, dan sea cruising. Adapun untuk bentang dasar laut, bisa kegiatan
menyelam (diving), snorkeling, dan coral viewing dengan alat bantu dan/atau kendaraan (kapal
selam kaca mini) atau tanpa alat bantu sama sekali.
Walau bisa dilakukan di semua pantai, tetapi tidak semua tempat perairan dapat dikatakan
sebagai spot ekowisata bahari. Sebelum mengembangkan ekowisata ini, ada persyaratan
ekologis, kelayakan sosial-ekonomi, dan sarana prasarana suatu kawasan wisata yang harus
dipenuhi agar dapat menjadi ekowisata yang menarik, memberikan keuntungan bagi
masyarakat lokal, dan juga dapat memuaskan pengunjung.

c. Ekowisata Bahari di Indonesia


Karena sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan, sebenarnya tidak sulit menemukan
ekowisata bahari di Indonesia. Di Sabang, Aceh misalnya, ada Pantai Teupin Layeu Iboih, yang
telah ditetapkan sebagai kawasan pengembangan pariwisata sejak tahun 2007 silam.
Kegiatan wisata di pantai tersebut tidak hanya mementingkan aspek ekonomi, tetapi juga
memperhatikan aspek lingkungan yang diharapkan dapat meminimalkan risiko kerusakan alam
akibat interaksi turis dengan lingkungan.
Sementara itu, di Kabupaten Malang, ada Pantai Tiga Warna, sebuah pantai yang
menawarkan gradasi warna air laut yang menarik. Spot wisata ini juga dapat dikatakan sebagai
ekowisata bahari lantaran memang sangat peduli terhadap keberlangsungan ekosistem di
kawasan pantai. Salah satu langkah yang ditempuh adalah membatasi kunjungan wisatawan
hanya 200 orang sekali waktu serta tiket berupa donasi satu pohon bakau untuk konservasi
bakau dan terumbu karang.

C. Potensi Perikanan Kepulauan


Kepala Bidang Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, DR. Eddiwan mengungkapkan wilayah provinsi
kepulauan ini memiliki potensi kelautan dan perikanan yang tidak sebanding dengan daerah
lain.
Luas wilayah Provinsi Kepulauan Riau mencapai 425.214,6679 km2, terdiri dari perairan
417,005,0594 km2 (98,0%) dan daratan 8.209,6 08 km2 (2,0 %) dan panjang garis pantai
diperkirakan 2.367,6 km.
Sebagai wilayah provinsi kepulauan dan berada dilaluan internasional, daerah ini memiliki
potensi kelautan dan perikanan yang dapat diandalkan.
Potensi perikanan tangkap di Provinsi Kepulauan Riau termasuk dalam wilayah pengelolaan
perikanan Laut Cina Selatan dan Natuna melalui garis batas terakhir Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI). Khusus Provinsi Kepulauan Riau memiliki luas zona perairan sekitar
417.005,0594 km2 termasuk ZEE 379.000 km2.
Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang terdapat di provinsi ini terdiri dari
berbagai hasil perikanan laut, wisata bahari dan pantai, ekosistem mangrove, terumbu karang
dan rumput laut serta beragam jenis biota laut lainnya. Selain sumberdaya hayati juga memiliki
sumberdaya alam non hayati yaitu minyak bumi, gas alam, pasir laut, bahan tambang mineral
dengan cadangan yang sangat besar dan terdapat pula barang-barang kuno bekas muatan kapal
yang tenggelam.
"Pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan di Provinsi Kepulauan Riau hingga kini masih
didominasi oleh perikanan tangkap dilaut," ujar Eddiwan.
Pada tahun 2006, produksi perikanan tercatat sebesar 220.570,61 ton. Sejumlah 217.094,91
ton (99,5%) berasal dari perikanan tangkap dilaut. Diikuti oleh produksi perikanan budidaya
laut sebesar 3.279,05 ton (0,4 %), produksi budidaya air tawar 174,66 ton dan produksi
budidaya air payau (tambak) sebesar 21,99 ton ( 0,1%).
Potensi Sumberdaya Pesisir dan pulau-pulau kecil tersebar di wilayah provinsi Kepulauan
Riau. Sumberdaya pesisir tersebut meliputi ekosistem terumbu karang, kawasan hutan
mangrove, padang lamun dan ekosistem rumput laut dengan potensi yang cukup besar.
Eddiwan mencontohkan potensi terumbu karang yang tersebar dihampir seluruh
kabupaten/kota di Kepri dengan luas sekitar 50.718,3 hektare, hutan bakau 57,849,2 hektare,
padang lamun 11.489,6 hektare dan rumput laut 37.634 ,8 hektare.
"Luasan ini merepresentasikan bahwa di Provinsi Kepulauan Riau khususnya sangat kaya
akan potensi sumberdaya pesisir. Sumberdaya ini dapat dimanfaatkan sebagai basis kegiatan
perikanan, industri dan pariwisata," ujar Eddiwan.
Berdasarkan hasil kajian potensi yang pernah dilakukan, estimasi luas terumbu karang di
Provinsi Kepulauan Riau saat ini mencapai lebih kurang 32.000 ha. Luasan terumbu karang
tersebut meliputi karang tepi, karang gosong dan karang shoal. Dari jumlah luasan tersebut 28
% dalam kondisi sedang, 17 % kondisi baik dan hanya 10 % dengan kondisi baik sekali.
Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang yang tumbuh di perairan ini merupakan jenis
hard coral yang terdiri dari jenis acropora (branching, tabulate dan encrusting) dan Hard coral
non acropora (branching, massive dan encrusting). Selain itu juga terdapat jenis terumbu
karang soft coral.
Pada lokasi pertumbuhan ikan karang juga berasosiasi dengan beberapa jenis ikan karang
yang bernilai ekonomis tinggi seperti: Chaetodon ostofasciatus, Archamia fucata, Lutjanus
decussates, pomacentrus moluccensis dan jenis ikan karang lainnya.
Sedangkan, di sepanjang pesisir pulau dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau
juga ditumbuhi oleh vegetasi mangrove seluas 57.849,2 ha. Beberapa jenis mangrove yang
dominan adalah Rhizopora mucronata, Rhizopora stylosa, Rhizopora Apiculata, Avicennia
alba, Soneratia alba, bruguiera gymnorrhiza, xylocarpus granatum, nypa fruticans dan lain
sebagainya. Sebagian masih dalam kondisi yang baik namun di beberapa lokasi telah
mengalami kerusakan akibat adanya konversi lahan untuk kegiatan pembangunan.
Sumberdaya lain yang terdapat di wilayah provinsi ini adalah ekosistem padang lamun dan
rumput laut. Luas padang lamun mencapai ± 11,849,6 ha. Habitat padang lamun tersebut
sering berasosiasi dengan hutan mangrove dan terumbu karang. Sedangkan luas rumput laut
diperkirakan seluas 37.634,8 ha meliputi jenis kelompok alga merah, alga hijau dan alga coklat.
Potensi Wisata
Kawasan dengan hamparan ribuan pulau sehingga dijuluk sebagai "negeri segantang lada"
juga menyimpan potensi wisata yang menjadi andalan. Pulau-pulau yang berserak dari Selat
Melaka hingga Laut Cina Selatan memiliki panorama alam yang indah baik di kawasan pulau
maupun di kawasan pantai dan lautnya.
Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada pariwisata untuk menggalakkan kegiatan
ekonomi, sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat, serta penerimaan devisa melalui
upaya pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan.
"Beberapa jenis kegiatan wisata bahari yang sudah berkembang diantaranya wisata selam,
berenang dan pemancingan," katanya.
Provinsi Kepulauan Riau memiliki potensi minyak bumi dan gas yang sebarannya cukup
luas yang terdapat pada cekungan Natuna. Berdasarkan data dari hasil survey bahwa jumlah
cadangan minyak bumi di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 291.81 MMBO dan produksi rata-
rata pertahun 16,121 MMBO, sedangkan jumlah cadangan gas sebesar 55,3 TSCF.
Sedangkan sumberdaya mineral penting yang potensial yang terdapat di kawasan pulau-
pulau kecil di Kepulauan Riau dapat digolongkan ke dalam mineral vital diantaranya emas,
timah, nikel, bauksit dan bijih besi.
Laut dalam yang dimiliki Kepulauan Riau juga banyak menyimpan rahasia masa lalu.
Sebagai perairan lintasan dunia, laut Kepulauan Riau banyak terdapat barang-barang kuno
bekas muatan kapal yang tenggelam. Perairan Riau secara geografis merupakan jalur pelayaran
laut yang penting sejak masa lalu. Menurut data dari Departemen Kelautan dan Perikanan
terdapat sekitar 17 titik yang diduga mengandung potensi BMKT di Perairan Provinsi
Kepulauan Riau dan Provinsi Riau.
Sebagai gambaran pada tahun 1752 di Karang Heliputan, Riau. Kapal VOC bernama De
Geldermalsen, yang tenggelam mengangkat 140.000 buah keramik Cina dan 225 potong emas
batangan. Benda-benda tersebut kemudian dilelang di Balai Lelang Christie's-Amsterdam
dengan nama "The Nanking Cargo" dan dapat meraup uang lebih dari US $15 juta. Pada tahun
1989, PT Muara Wisesa mengangkat 31.000 buah keramik dari perairan P. Buaya dekat P.
Bintan.
Perairan Provinsi Kepulauan Riau berpotensi sebagai media transportasi internasional dan
transportasi domestik/antar pulau. Perkembangan transportasi laut berimplikasi pada potensi
industri maritim antara lain, industri pembuatan dan perawatan kapal, industri penunjang
kegiatan maritim dan penyerapan tenaga kerja.
D. Sentra Bisinis Terpadu Perikanan Indonesia
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya optimal
menjalankan visi misi dari Presiden Joko Widodo, yakni menjadikan Indonesia sebagai poros
maritime dunia. Menteri Kelautan dan perikanan menyadari, kawasan Indonesia yang dilalui
empat samudera dengan potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang beraneka ragam dan
begitu besar harus dikawal dengan baik, tidak terkecuali di pulau-pulau terluar dan kawasan
perbatasan.
KKP sejak dua tahun yang lalu telah memprioritaskan pembangunan pulau-pulau terluar dan
kawasan perbatasan sebagai Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT). Program yang
dicanangkan ini menjadi sangat strategis sebagai perwujudan nyata dari Nawa Cita ke-3 yaitu
“membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka Negara kesatuan”.
SKPT dimaksudkan untuk mengakselerasikan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan
pulau mandiri dan terpadu. Dari sisi kelautan dan perikanan, indikator kinerja yang menjadi
acuan antara lain: meningkatnya pendapatan rakyat,  produksi perikanan, nilai investasi, nilai
kredit yang disalurkan, ragam produk olahan, utilitas Unit Pengolahan Ikan (UPI), dan nilai
ekspor.
Menurut data KKP, saat ini sudah ada tiga SKPT yang sudah selesai dibangun dan 11
lainnya diharapkan selesai tahun ini. Selain 14 SKPT, KKP juga akan menerima hibah Jepang
dalam pembangunan SKPT di enam wilayah, seperti Natuna, Sabang, Morotai, Biak Numfor,
Saumlaki, dan Moa. Hibah tersebut akan disalurkan oleh Jepang melalui Japan International
Cooperation Agency (JICA) tanpa syarat.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.antaranews.com/berita/387578/industrialisasi-perikanan-kebijakan-strategis
https://maritim.go.id/konten/unggahan/2017/07/Kebijakan_Kelautan_Indonesia_-_Indo_vers.pdf
https://penginapan.net/pengertian-ekowisata-bahari-adalah/
https://indonesiabaik.id/infografis/pemerataan-sentra-kelautan-dan-perikanan-terpadu
https://kepri.antaranews.com/berita/27052/potensi-kelautan-dan-perikanan-kepri-didominasi-
perikanan-tangkap

Anda mungkin juga menyukai