Anda di halaman 1dari 20

TUGAS K3 PESISIR

MAKALAH HASIL SURVEY SENTRA IKAN ASAP


BANDAHARJO SEMARANG

Dosen Pengampu : dr. Siswi Jayanti, M.Sc

Disusun Oleh Kelompok 5 Kelas B-2016

Nadia Dela A 25010116120089


Fitri Ariyani 25010116120103
Devika R 25010116120113
Sahid Alif M 25010116140124
Hadining Dwi S 25010116120127
Wardani Adi P 25010116140142
Pritha Rahma A 25010116140144
Ahla Hulaila 25010116130164

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 2

BAB I .................................................................................................................................. 3

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 3

B. Tujuan ................................................................................................................... 4

BAB II ................................................................................................................................. 5

A. Wilayah Pesisir ...................................................................................................... 5

B. Masyarakat pesisir ................................................................................................ 5

C. Pengasapan ikan ................................................................................................... 6

BAB III ................................................................................................................................ 7

A. Gambaran Umum Daerah Bandaharjo ................................................................. 7

B. Analisis Permasalahan........................................................................................... 9

C. Potensi Penyakit Akibat Kerja ............................................................................. 12

D. Potensi Kecelakaan Kerja .................................................................................... 14

BAB IV .............................................................................................................................. 15

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 17

LAMPIRAN ....................................................................................................................... 19

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bertempat tinggal dan melakukan
berbagai aktifitas sosial ekonomi di wilayah pesisir serta bergantung pada sumber
daya pesisir. Masyarakat pesisir memiliki karakteristik dalam bidang sosial ekonomi
yaitu mata pencahariannya sebagian besar adalah nelayan, penyelam, pembudidaya
ikan, dan transportasi laut. Tingkat pendidikan masyarakat pesisir sebagian besar
masih tergolong rendah, dengan wilayah pemukiman yang terkesan kumuh karena
tidak tertata dengan baik.
Sumber daya ikan adalah salah satu sumber daya ekonomi, oleh karena itu
sumber daya ikan merupa kan modal bagi pembangunan bangsa Indonesia. Sebagai
sumber daya yang bersifat dapat pulih kem bali (renewable) dan yang merupakan
modal pembangunan ekonomi, maka sumber daya ikan tersebut harus dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan batas-batas pemanfaatannya disesuaikan
dengan daya dukung sumber daya ikan dan daya tampung suatu perairan.
Berdasarkan Kelompok masyarakat pesisir relatif tertinggal dalam hal ekonomi,
sosial (akses layanan kesehatan dan pendidikan), dan kultural. Umumnya air minum
yang dikonsumsi masyarakat pesisir berasal dari sumur gali dimana air tersebut
mengandung phospat dan kalsium yang cukup tinggi sehingga berpengaruh terhadap
kesehatan mereka. Penyakit dan kecelakaan yang diderita para nelayan dan penyelam
tradisional yaitu nyeri persendian, gangguan pendengaran sampai ketulian,
barotrauma, dan dekompresi. Penyakit dan kecelakaan yang terjadi adalah akibat dari
kurangnya pengetahuan ketika menjalankan pekerjaan tersebut.
Indonesia belum bisa memajukan wilayah pesisir merupakan akibat dari
pilihan politik pembangunan masa lalu yang terlalu pro-darat dan mengabagikan
kelautan. Akibatnya masrakat pesisir kurang berkembang dan terus dalam posisi
marjinal.

3
B. Tujuan
1. Mengetahui gambanran umum masyarakat Bandaharjo Semarang
2. Dapat menganalisis permasalahan yang ada terkait dengan pengasapan ikan
yang berada di daerah Bandaharjo Semarang
3. Mengetahui apa saja potensi penyakit yang dapat ditimbulkan akibat kerja di
sentra pengasapan ikan Bandaharjo Semarang
4. Menganalisis potensi bahaya kecelakaan kerja yang terdapat di sentra
pengasapan ikan Bandaharjo Semarang

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Wilayah Pesisir
Indonesia merupakan Negara Kepulauan (archipe-lagic state) terbesar di
dunia, yang terdiri dari 5 pulau besar dan 30 kepulauan kecil, jumlah keseluruhan
tercatat ada sekitar 17.504 pulau, 8.651 pu lau sudah bernama, 8.853 pulau belum
bernama, dan 9.842 pulau yang telah diverifikasi (Depdagri, 2006). Wilayah Negara
Republik Indonesia meliputi wilayah daratan dan wilayah air yang meliputi: perairan
pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dasar laut, beserta tanah dibawahnya,
serta ruang udara diatasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung
didalamnya (Konsideran UU RI No. 43 Tahun 2008 tentang wilayah Negara, LNRI
No. 177 Tahun 2008).
Di wilayah lautan Indonesia terkandung potensi ekonomi kelautan yang
sangat besar dan beragam. Sedikitnya terdapat 13 (tiga belas) sektor yang ada di
lautan, yang dapat dikembangkan serta dapat memberikan kontribusi bagi
perekonomian dan kemakmuran. Diantaranya adalah perikanan tangkap, perikanan
budidaya, pertambangan dan energi, transportasi laut, pariwisata bahari, industri
pengolahan hasil budidaya. Secara geografis bangsa Indonesia merupakan negara
kepulauan, yang lautnya mencapai 70 persen dari total wilayah. Kondisi laut yang
demikian luas dan sumberdaya alam yang begitu besar pada kenyataannya belum
mampu membawa Indonesia menjadi bangsa yang maju. Terutama di wilayah pesisir
sendiri, karena pelaku usaha perikanan masih didominasi oleh nelayan tradisional.

B. Masyarakat pesisir
Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bertempat tinggal dan melakukan
berbagai aktifitas sosial ekonomi di wilayah pesisir serta bergantung pada sumber
daya pesisir. Masyarakat pesisir memiliki karakteristik dalam bidang sosial ekonomi

5
yaitu mata pencahariannya sebagian besar adalah nelayan, penyelam, pembudidaya
ikan, dan transportasi laut.
Nelayan tradisional di daerah pesisir memasarkan hasil tangkapannya ke
berbagai daerah dengan beberapa cara agar ikan yang dihasilkan tidak cepat
membusuk. Pendistribusian ikan yang tidak merata merupakan salah satu masalah
yang masih dihadapi pada umumnya, di Indonesia. Jarak yang jauh antara pusat
produsen dengan pusat konsumen menjadikan pengolahan dan pengawetan ikan
mempuyai prospek untuk dikembangkan. Salah satu cara untuk mengawetkan adalah
dengan pengasapan.

C. Pengasapan ikan
Asap dapat berperan sebagai bahan pengawet apabila komponen-komponen
asap meresap ke dalam bahan yang diasap. Pada ikan asap, fungsi utama asap selain
sebagai pengawet juga untuk memberirasa dan warna yang diinginkan pada produk.
Ikan dapat awet karena penetrasi senyawa fenol dan asam asetat ke kulit dan daging
ikan yang berperan sebagai antibakteri dan antioksidan.
Pada proses pengasapan selain metode pengasapan, jenis dan jumlah asap
yang menempel dan meresap pada produk akan sangat menentukan mutu produk
olahan ikan asap. Masyarakat pesisir biasanya melakukan teknik pengasapan
tradisional. Teknik pengasapan ini mempunyai banyak kekurangan, antara lain
memerlukan waktu yang lama, tidak efisien dalam penggunaan kayu bakar/batok
kelapa, keseragaman produk untuk menghasilkan warna dan rasa yang diinginkan,
pencemaran lingkungan, dan yang paling berbahaya adalah adanya residu tar dan
senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (benzo(a)piren) yang terdapat pada
makanan sehingga dapat membahayakan kesehatan.

6
BAB III
ISI

A. Gambaran Umum Daerah Bandaharjo


Kota Semarang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah, oleh karena itu
kota ini mengarah pada perdagangan industri dan jasa yang memiliki potensi di
bidang perikanan yaitu pasar transit ikan basah dari berbagai daerah di Jawa Tengah
karena sebagian besar besar masyarakat di kawasan ini bermata percarian pada sektor
perikanan dan nelayan oleh karena itulah dikembangkannya sentra pengasapan ikan
di kawasan Bandaharjo. Pengasapan ikan merupakan pengolahan yang potensial yang
berada di Kota Semarang yang dilakukan agar dapat mengawetkan dan memberi
warna, aroma dan cita rasa yang khas pada ikan. Usaha pengasapan ikan ini sudah
berlangsung lama di Kelurahan Bandaharjo yang terletak di wilayah Kecamatan
Semarang Utara dengan wilayah seluas 342,675 Ha.
Proses pengasapan ikan ini relatif mudah sehingga banyak dilakukan di
lingkungan permukiman dalam bentuk home industri. Home industri ini pada
umumnya berawal dari usaha keluarga yang turun temurun dan pada akhirnya meluas
dan dapat bermanfaat sebagai mata pencaharian penduduk kampung di sekitarnya.
Dengan bentuk home industri ini, maka seringkali kita melihat ruang-ruang proses
pengasapan ikan ini berbentuk tidak beraturan dengan penataan yang seadanya,
sehingga dari aspek sirkulasi, alur produksi dan kesehatan tidak memenuhi
persyaratan higienitas dalam pengolahan produknya. Kondisi fisik kawasan
Bandarharjo sangat kumuh, selain disebabkan karena lokasinya yang berdekatan
dengan sungai juga karena tidak adanya pemisahan ruang sehingga semua peralatan
dan barang-barang menjadi satu bahkan adanya hewan seperti ayam yang bebas
berkeliaran di sekitar daerah pengasapan. Pemprosesan pengasapan ikan disana
dimulai dengan produsen membeli ikan yang masih utuh kepada nelayan, kemudian
dibersihkan lalu dipotong-potong menjadi kecil lalu ikan dijemur dan proses terakhir
adalah pengasapan. Pekerja di sana berjumlah masing – masing tiap home industri

7
sekitar 5 – 7 karyawan dari 10 unit rumah usaha pengasapan ikan, mereka bekerja
dari pukul 07.00-17.00 hal tersebut menyebabkan nyeri dan pegal-pegal pada anggota
tubuh karena setiap hari pekerja melakukan posisi duduk yang sama selama berjam –
jam. Berdasarkan survei awal yang telah kami lakukan di Sentra pengasapan ikan
Bandarharjo diketahui terdapat beberapa masalah yang ditemukan yaitu lingkungan
yang tidak bersih, proses tidak dilakukan dengan higienis, polusi udara dari proses
pengasapan ikan, penataan tempat industri tidak rapi serta semua pekerja tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker dan sarung tangan.
Pengasapan ikan di Bandarharjo ini dikelola secara tradisonal sehingga
mengakibatkan kualitas produk olahan ikan ini kurang begitu terjaga, juga kuantitas
hasil olahan ikan kurang stabil. Terkait dengan proses dan tahapan pengasapan ikan
yang kurang higienitas juga berdampak kepada kesehatan masyarakat yang ada di
sekitar kawasan pengasapan ikan. Mulai dari akses untuk mendapatkan air bersih
yang sangat minim, padahal industri ini sangat memerlukan air sebagai kebutuhan
utama, khususnya dalam proses pencucian ikan, air bersih merupakan hal yang sangat
penting. Para pekerja disana biasanya melakukan pencucian ikan tidak menggunakan
air yang mengalir melainkan dengan air tampungan yang dilakukan secara berulang –
ulang. Di sentra industri pengasapan ikan Bandarharjo, pemanfaatan sumur dangkal
dengan konstruksi yang sangat sederhana, pada saat rob atau banjir akan tercampur
dengan air rob. Sedangkan sumur yang terletak di dekat sungai memungkinkan air
sungai merembes ke dalam sumur dan mencemari air sumur sehingga secara fisik air
sumur terlihat kotor dan bau. Hal tersebut dapat menyebabkan masalah pada kulit
yaitu iritasi karena terkena air kotor.
Industri inipun banyak sekali menghasilkan limbah di sekitar kawasan
pengasapan ikan. Limbah diantaranya buangan bagian ikan yang tidak digunakan.
Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan mengakibatkan sulitnya mengubah
perilaku atau kebiasaan masyarakat. Misalnya perilaku membuang sampah atau
limbah produksi tidak pada tempatnya. Drainase sederhana dengan sampah dan
limbah buangan bekas mencuci ikan yang menyebabkan aliran air selokan tidak

8
mengalir lancar. Limbah padat dan cair yang berasal dari proses produksi langsung
dibuang tanpa dikelola terlebih dahulu.
Konstruksi cerobong asap yang sederhana belum mampu menyelesaikan
permasalahan timbulnya asap yang cukup mengganggu yang berasal dari proses
pengasapan ikan dengan bahan bakar batok kelapa dan serabut kelapa secara
tradisional pada tungku sederhana. Asap terlihat mengepul tebal dan berbau. Di lokasi
pengasapan pun udara terasa lebih panas yang kemungkinan disebabkan karena
minimnya tanaman peneduh. Asap yang dihasilkan terasa pedih dan membuat mata
merah. Asap merupakan limbah yang paling parah sebagai hasil dari proses utama
pengasapan ikan tersebut. Polusi asap tersebut bisa menyebabkan pembentukan gas
H2S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk juga dan
ini dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi kesehatan seperti dapat
menyebabkan iritasi mata, hidung atau kerongkongan, gangguan saluran pernapasan,
sakit kepala, dan batuk kronis.

B. Analisis Permasalahan
Kondisi permasalahan yang terjadi akibat permukiman kumuh, merupakan
aspek penting terkait lokasi. Permasalahan yang muncul di lingkungan permukiman
kumuh, terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek lingkungan, sosial dan fisik. Ketiga aspek
ini menjadi permasalahan yang mendominasi kawasan permukiman kumuh, juga
tentunya berpengaruh langsung ke sektor industri/ usaha pengasapan ikan. Persoalan
yang timbul akibat pembangunan rumah pengasapan adalah :
1. Banyak pengolah lain kemudian tertarik dengan usaha yang sama (sekitar ± 80
orang), tetapi tidak mendapatkan fasilitas yang sama, sehingga mereka mendirikan
tempat pengasapan di sekitar lokasi percontohan dengan bahan dan konstruksi
seadanya.
2. Kondisi tersebut diperparah dengan 'perilaku lama' yang terbawa di tempat yang
baru, sehingga lokasi menjadi kumuh (pembuangan sampah dan limbah langsung
ke badan sungai, tidak menjaga kebersihan lingkungan)

9
3. Asap tebal dan bau spesifik terakumulasi di tempat rendah, berpotensi menyebar
ke berbagai penjuru, diakibatkan polusi asap mengandung lemak dan minyak
sehingga mempunyai massa lebih berat Berdasarkan tinjauan umum dapat
ditemukan permasalahan dari kawasan pengasapan ikan Bandarharjo sekarang ini.
Aspek yang pertama ialah kondisi proses pengasapan ikan di Bandarharjo
yang dikelola secara tradisonal. Proses pengolahan yang tradisional mengakibatkan
kualitas produk olahan ikan kurang terjaga, juga kuantitas hasil olahan ikan kurang
stabil. Kondisi lain terkait proses dan tahapan pengasapan ikan, yang mengakibatkan
limbah cair dan padat di sekitar kawasan. Limbah padat, diantaranya buangan kepala
ikan, atau bagian ikan lain yang tidak digunakan. Limbah cair, ialah sisa air yang
digunakan untuk pencucian ikan. Limbah paling parah ialah asap, sebagai hasil dari
proses utama pengasapan ikan. Polusi asap yang dihasilkan, dapat mengandung H2S
yang merugikan kesehatan. Bahkan kontaminasi bakteri dan spora dapat
menimbulkan racun yang berbahaya bila dikonsumsi oleh masyarakat.
Permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh kondisi geografis dan
geologis yang dapat ditemui di lokasi pengasapan ikan, sebenarnya juga secara umum
dialami oleh masyarakat Kelurahan Bandarharjo secara keseluruhan. Awalnya usaha
pengasapan ikan dilakukan di sekitar permukiman sehingga kondisi lingkungan
sekitar permukiman kumuh, kotor dan berbau. Letak industri pengasapan ikan yang
berada di dataran rendah/ daerah pantai dengan ketinggian tanah berkisar antara 0 –
0,75m di atas permukaan air laut cenderung dihadapkan dengan masalah klasik, yaitu
banjir saat air laut pasang (rob). Kondisi topografi yang merupakan daerah datar
dengan kemiringan lahan 0 – 8%, juga berakibat kepada timbulnya genangan dan
banjir. Permasalahan ini sekarang telah dapat diatasi melalui pembangunan kolam
retensi Kali Semarang. Permasalahan lain yang berhubungan dengan kondisi geologi
dimana struktur geologis di lokasi industri berupa batuan endapan, berasal dari
endapan sungai. Struktur ini mengandung pasir dan lempung dan bersifat sangat
lembek. Kondisi demikian berakibat pada bangunan yang berdiri di atasnya, secara
perlahan akan amblas (masuk dalam tanah). Permasalahan ini dialami juga oleh
masyarakat sekitar Bandarharjo. Amblasnya permukaan tanah di rumah penduduk

10
terjadi kurang lebih 1– 1,5m dalam kurun waktu 5-10 tahun. Kondisi ini diantisipasi
masyarakat dengan meninggikan rumah mereka, yang sebenarnya hanya
menyelesaikan masalah dalam jangka pendek. Sarana dan prasarana seperti sumur,
dan bak penampungan air juga terkena dampak amblasnya permukaan tanah secara
bertahap. Dampak negatifnya ialah masyarakat sulit mendapatkan air bersih yang
sehat. Mayoritas masyarakat memanfaatkan air tanah untuk dikonsumsi melalui
pembuatan sumur-sumur artetis atau sumur pompa. Permukaan air tanah di lokasi
sangat dangkal, karena letaknya di pinggir sungai dan pantai. Lokasi berada di
kedalaman antara 0,25 - 0,30 m dengan kondisi payau atau asin, sebagai akibat dari
intrusi air laut. Permukaan air tanah untuk daerah yang terletak di tepi sungai berkisar
antara 90-100 m dari permukaan tanah setempat. Khusus untuk industri pengasapan
ikan, akses untuk mendapatkan air bersih sangat penting, karena industri ini sangat
memerlukan air sebagai kebutuhan utama, khususnya dalam proses pencucian ikan.
Permasalahan lingkungan terkait pengasapan ikan, yang secara langsung ialah asap
dari hasil pengasapan ikan.
Mengutip dari berbagai sumber, Heruwati, menjelaskan bahwa pengasapan
menyebabkan pembentukan H2S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan
sistein dalam produk. Cara pengolahan yang dilakukan tidak melalui standarisasi
kesehatan, sangat bebahaya bagi kesehatan. Merugikan kesehatan pekerja, penduduk
sekitar dan kerusakan lingkungan secara periodik. Pengolahan yang dikombinasikan
dengan pemanasan dan kontaminasi dari para pengolah tidak terhindarkan,
menyebabkan produk ikan asap rentan terhadap pertumbuhan bakteri-bakteri, seperti
bakteri penyebab meningitis. Selain itu, bahaya yang dapat terjadi ialah keracunan
akibat bakteri penyebab botulisme. Racun lain yang berbahaya bagi kesehatan ialah
histamin, yang terkandung dalam ikan berdaging merah, dapat dengan cepat muncul
dari penyimpanan ikan tanpa pendinginan. Permasalahan–permasalahan di atas
dialami hampir semua pengusaha pengasapan ikan Bandarharjo karena memang
karakteristik dari letak kelurahan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik alam.
Selain permasalahan lingkungan, terdapat pula permasalahan lain terkait legalitas
usaha pengasapan ikan sekarang yang mayoritas berdiri secara liar menempati lahan

11
sempadan sungai. Terkait dengan permasalahan ini, diperlukan adanya konsep
penataan ruang dan bangunan pengasapan yang efektif dan efisien dengan
memanfaatkan potensi kapling yang ada.

C. Potensi Penyakit Akibat Kerja


Berikut merupakan beberapa penyakit yang berpotensi menyerang para pekerja
di Sentra Pengasapan Ikan :
1. Gangguan Pernafasan
Asap hasil pembakaran tempurung kelapa dapat menghasilkan polutan yang
terdiri dari CO2, HC, NO2, dan partikulat (Hidayat dkk., 2012). Menurut EPA
(2014) pembakaran biomassa dapat menghasilkan asap, sedangkan partikel halus
yang berada di asap merupakan PM2,5. Penelitian lain yang dilakukan oleh Bruce
dkk. (2002) mengungkapkan bahwa pembakaran biomassa dapat menimbulkan
PM2,5 yang dapat menyebabkan gangguan infeksi pernapasan.
Paparan asap biomassa merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan
seperti ISPA pada anak, penyakit paru obstruktif kronis, asma, dan kanker paru.
Sekitar 2,5 juta kematian setiap tahun terjadi di negara berkembang disebabkan
karena adanya paparan polutan dalam ruang baik daerah perkotaan maupun
pedesaan (Bruce dkk., 2002). PM 2,5 adalah salah satu polutan yang berpotensi
menyebabkan masalah kesehatan di sejumlah negara berkembang di dunia dan
dapat menyebabkan pneumonia, gangguan sistem pernapasan, iritasi mata, alergi,
bronchitis kronis (Istirokhatun dkk., 2011).
Selan itu debu yang masuk ke dalam tubuh dapat masuk melalui saluran
pernapasan menimbulkan reaksi pertahanan dalam tubuh berupa batuk dan bersin.
Partikel yang berada di udara memberikan efek terhadap kesehatan manusia
berupa iritasi saluran pernapasan hingga kesulitan bernapas. Iritasi pada saluran
pernapasan yang dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia sehingga menjadi
lambat dan tidak dapat membersihkan saluran pernapasan (Mukono, 2008).
2. Iritasi Mata

12
Menurut Mukono (2008) efek berbahaya yang dapat ditimbulkan akibat
paparan asap adalah keluhan iritasi pada mata ditandai dengan mata berair, mata
merah dan mata pedih.
Mata yang terpapar polutan akan menimbulkan reaksi berupa mata pedih.
Iritasi pada mata seseorang dapat disebabkan karena adanya kontak lama dengan
udara yang mengandung polutan (Ilyas, 2004). Mata yang pedih akan
mengeluarkan air mata sebagai bahan untuk pembersih polutan yang mengenai
mata. Produksi air mata yang melebihi kapasitas sistem drainase (epifora) hal
tersebut dapat disebabkan oleh iritasi permukaan mata karena adanya benda asing
pada kornea dan infeksi James dkk.(2005).
3. Nyeri pada punggung
Rata-rata para pekerja di tempat pengasapan ini mengalami nyeri punggung.
Terutama akan terasa sakit ketika sore hari setelah pulang bekerja. (Hasil
wawancara dengan Ibu Siti, salah satu pekerja). Hal ini dikarenakan posisi duduk
yang kurang baik, yaitu dengan membungkuk. Khususnya bagi pekerja di bagian
membakar/mengasapi ikan.
4. Nyeri pada kaki
Selain nyeri pada punggung, para pekerja juga berpotensi mengalami nyeri
pada kaki. Hal ini dikarenakan juga dengan posisi duduk yang lama (dari pagi
sampai sore) dengan kaki menekuk.
5. Sindroma terowongan kapal (Carpall Tunnel Syndrome)
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu responden, yaitu ibu Siti. Ibu
Siti mengalami penyakit CTS / Sindroma terowongan kapal pada jari telunjuk
tangan kirinya.
Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal adalah salah
satu gangguan pada lengan tangan karena terjadi penyempitan pada terowongan
karpal, baik akibat edema fasia pada terowongan tersebut maupun akibat kelainan
pada tulang-tulang kecil tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus
medianus di pergelangan tangan

13
D. Potensi Kecelakaan Kerja
Berdasarkan pengamatan kami di sentra ikan asap Kelurahan Bandarharjo, dapat
diketahui bahwa para pekerja pengasapan ikan tidak menggunakan APD pada saat
bekerja seperti masker, sarung tangan, dan sepatu. Hal ini tentunya dapat
menimbulkan potensi kecelakaan kerja yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Tangan tergores/teriris/terluka
Proses produksi ikan asap salah satunya adalah memotong ikan menjadi
bagian-bagian kecil. Dari proses pemotongan tersebut, pekerja berpotensi
tergores/teriris oleh pisau akibat tidak menggunakan sarung tangan saat bekerja.
Selain itu, proses produksi lainnya adalah menusukkan lidi pada ikan yang sudah
dipotong. Pada kegiatan ini pekerja pun berpotensi tangannya terluka akibat
tertusuk oleh lidi.
2. Tangan melepuh terkena panas panggangan ikan
Pada proses pengasapan yang terlihat di sentra ikan asap Bandarharjo, pekerja
yang bertugas mengasapi tidak menggunakan sarung tangan saat bekerja. Hal ini
tentu dapat menimbulkan potensi tangan melepuh karena terkena panas
panggangan ikan.
3. Terpeleset/tergelincir karena lantai yang kurang bersih
Dari pengamatan tempat produksi ikan asap, dapat diketahui bahwa lantai
tempat produksi kurang bersih dan licin karena genangan air untuk mencuci ikan.
Hal ini dapat berpotensi untuk membuat pekerja terpeleset, apalagi pekerja yang
tidak menggunakan APD yaitu sepatu.

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Di wilayah lautan Indonesia terkandung potensi ekonomi kelautan yang
sangat besar dan beragam. Sedikitnya terdapat 13 (tiga belas) sektor yang ada di
lautan, yang dapat dikembangkan serta dapat memberikan kontribusi bagi
perekonomian dan kemakmuran. Diantaranya adalah perikanan tangkap, perikanan
budidaya, pertambangan dan energi, transportasi laut, pariwisata bahari, industri
pengolahan hasil budidaya.
Kota Semarang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah, oleh karena itu
kota ini mengarah pada perdagangan industri dan jasa yang memiliki potensi di
bidang perikanan yaitu pasar transit ikan basah dari berbagai daerah di Jawa Tengah
karena sebagian besar besar masyarakat di kawasan ini bermata percaharian pada
sektor perikanan dan nelaya. Faktor itulah menjadikan berkembangnya sentra
pengasapan ikan di kawasan Bandaharjo.
Home industri ini pada umumnya berawal dari usaha keluarga yang turun
temurun dan pada akhirnya meluas dan dapat bermanfaat sebagai mata pencaharian
penduduk kampung di sekitarnya. Dengan bentuk home industri ini, maka seringkali
kita melihat ruang-ruang proses pengasapan ikan ini berbentuk tidak beraturan
dengan penataan yang seadanya, sehingga dari aspek sirkulasi, alur produksi dan
kesehatan tidak memenuhi persyaratan higienitas dalam pengolahan produknya.
Kondisi fisik kawasan Bandarharjo sangat kumuh, selain disebabkan karena
lokasinya yang berdekatan dengan sungai juga karena tidak adanya pemisahan ruang
sehingga semua peralatan dan barang-barang menjadi satu bahkan adanya hewan
seperti ayam yang bebas berkeliaran di sekitar daerah pengasapan.
Industri inipun banyak sekali menghasilkan limbah di sekitar kawasan
pengasapan ikan. Limbah diantaranya buangan kepala ikan, atau bagian ikan lain
yang tidak digunakan. Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan

15
mengakibatkan sulitnya mengubah perilaku atau kebiasaan masyarakat. Misalnya
perilaku membuang sampah atau limbah produksi tidak pada tempatnya. Drainase
sederhana dengan sampah dan limbah buangan bekas mencuci ikan yang
menyebabkan aliran air selokan tidak mengalir lancar. Limbah padat dan cair yang
berasal dari proses produksi langsung dibuang tanpa dikelola terlebih dahulu.
Di lokasi pengasapan pun udara terasa lebih panas yang kemungkinan
disebabkan karena minimnya tanaman peneduh. Asap yang dihasilkan terasa pedih
dan membuat mata merah. Asap merupakan limbah yang paling parah sebagai hasil
dari proses utama pengasapan ikan tersebut. Polusi asap tersebut bisa menyebabkan
pembentukan gas H2S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam
produk juga dan ini dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi kesehatan

16
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, F. C., P, P. N., & Widjasena, B. (2017, Oktober). FAKTOR-FAKTOR YANG


BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEKERJA DALAM
PENGGUNAAN APD DI SENTRA PENGASAPAN IKAN KELURAHAN
BANDARHARJO KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN
MASYARAKAT, 1000-1009.
DKP Kota Semarang.(2007). Studi Kelayakan Pembangunan Sentra Pengasapan
Ikan Kota Semarang. Laporan Rencana.

Erliana, Ima. 2015. Analisis Risiko Penyakit Akibat Kerja Dan Kecelakaan Kerja
Pada Karyawan Sentra Pengasapan Ikan. Semarang : Universitas Dian
Nuswantoro.

Jun Edy S. Pakpahan, Wirsal Hasan dan Indra Chahaya. 2013. Analisa Kadar H2S
Dan Keluhan Kesehatan Pada Masyarakat PT. Allegrindo Nusantara. Medan:
USU

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. PENINGKATAN KESEHATAN


MASYARAKAT PESISIR. 2013. www.depkes.go.id

LEBUKAN, Beatrix Jaica. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT


PERIODONTAL (STUDI KASUS MASYARAKAT PESISIR PANTAI
KECAMATAN BACUKIKI BARAT KOTA PARE–PARE). 2013. PhD Thesis.

Mashitoh.2008.Pengelolaan Lingkungan pada Sentra Industri Rumah Tangga


Pengasapan Ikan Bandarharjo kota Semarang.Semarang : Universitas
Diponegoro.
NURMALA, D. S., & Prasasti, C. I. (2015, JANUARI). KONSENTRASI PM2,5
DAN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA TERHADAP KELUHAN
KESEHATAN PEKERJA PENGASAPAN IKAN DI KELURAHAN
TAMBAK WEDI SURABAYA. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN.
Retnowati, E. (2011). Nelayan Indonesia dalam pusaran kemiskinan struktural
(perspektif sosial, ekonomi dan hukum). Perspektif, 16(3), 149-159.

17
Satria, A. (2015). Pengantar sosiologi masyarakat pesisir. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.

Sulistijowati S, Rieny. 2011. Mekanisme Pengasapan Ikan. UNPAD Press.

SUPRAPTI, E. I., & NURJANAH. (2015). ANALISIS RISIKO PENYAKIT


AKIBAT KERJA DAN KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN
SENTRA PENGASAPAN IKAN BANDARHARJO SEMARANG 2015.

Swastawati, Fronthea. 2011. Studi Kelayakan Dan Efisiensi Usaha Pengasapan Ikan
Dengan Asap Cair Limbah Pertanian. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan

Utomo, B. S. B., Wibowo, S., & Widianto, T. N. (2012). ASAP CAIR: Cara Membuat
& Aplikasinya Pada Pengolahan Ikan Asap. Penebar Swadaya Grup.

WHO. Guidelines for Drinking-Water Quality. Geneva: Heal Criteria and Other
Supporting Information; 1996. p. 46-47

Wibawa, Baju Arie dan Bagus Priyatna.2015.Revitalisasi Sentra Pengasapan Ikan di


Bandarharjo kota Semarang.Riptek Vol 9 No 2 hlm 1-14. Semarang : Fakultas
Teknik Universitas PGRI.

18
LAMPIRAN

19
20

Anda mungkin juga menyukai