Disusun oleh :
Yose Farizal (02020016P)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapakan kehadirat Tuhan Yang Esa yang tiada hentinya
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Atas taufik dan hidayah-Nya pula penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan kasus surveilans kesehatan dan
keselamatan kerja” ini tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Kerja
oleh dosen pembimbing yaitu Fera Meliyanti, SKM, M.Kes Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, penyusunan,
penguraian, maupun isinya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
kesempurnaan makalah ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberi
dukungan baik moril maupun materil dalam proses penulisan makalah ini. Akhirnya, penulis
mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi semua pihak, baik bagi pembaca
maupun kami sendiri.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB 1 : PENDAHULUAN..........................................................................................1
BAB 2 : PEMBAHASAN............................................................................................3
iii
2.3 Surveilans Kecelakaan Lalu Lintas..................................................................20
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................26
3.2 Saran.................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................27
iv
BAB 1 : PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa rumusan
masalah yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan surveilans?
2. Apakah tujuan dari surveilans?
3. Apa sajakah ruang lingkup dan jenis-jenis surveilans?
4. Apa saja komponen kegiatan surveilans dan syarat-syarat sistem surveilnas
yang baik?
5. Apa yang dimaksud dengan surveilans kecelakaan kerja atau cedera?
6. Apakah ruang lingkup dan metode surveilans K3?
7. Apakah persyaratan dan teknik pelaksanaan surveilans K3?
8. Apakah sumber dan instrumen pengumpulan data K3?
9. Apakah yang dimaksud dengan surveilans kecelakaan lalu lintas?
10. Bagaimana metode penyelenggaraan dan langkah-langkah surveilans
kecelakaan lalu lintas?
2
BAB 2 : PEMBAHASAN
3
2.1.2 Tujuan Surveilans
Secara umum surveilans bertujuan untuk pencegahan dan pengendalian
penyakit dalam masyarakat sebagai upaya deteksi dini terhadap kemungkinan
terjadinya kejadian luar biasa (KLB), memperoleh informasi yang diperlukan bagi
perencanaan dalam hal pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya
pada berbagai tingkat administrasi (Depkes RI, 2004).
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah
kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan
dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan
khusus surveilans, antara lain:
a. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit.
b. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi
dini outbreak.
c. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease
burden) pada populasi.
d. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan.
e. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan.
f. Mengidentifikasi kebutuhan riset (Giesecke, 2002).
4
c. Surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan
faktor resiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan.
d. Surveilans epidemiologi masalah kesehatan
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah
kesehatan dan factor resiko untuk mendukung program-program kesehatan
tertentu.
e. Surveilans epidemiologi kesehatan matra
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah
kesehatan dan faktor risiko untuk upaya mendukung program kesehatan
matra (Depkes RI, 2003).
f. Surveilans Kesehatan Kerja
Akibat kesehatan kerja yang kurang dapat menyebabkan penyakit,
sedangkan akibat keselamatan yang kurang dapat menyebabkan
kecelakaan atau cedera.
g. Surveilans Keselamatan Kerja
keselamatan kurang yang kurang dapat menyebabkan kecelakaan kerja
atau cedera.
5
d. Studi epidemiologi, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi
pada periode tertentu serta populasi atau wilayah tertentu untuk
mengetahui lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit,
permasalahan dan atau factor resiko kesehatan.
6
2.1.5 Komponen Kegiatan Surveilans
Komponen-komponen kegiatan surveilans menurut Depkes. RI, (2004)
seperti dibawah ini:
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas, tepat dan ada
hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan. Tujuan dari
pengumpulan data epidemiologi adalah untuk menentukan kelompok
populasi yang mempunyai resiko terbesar terhadap serangan penyakit;
untuk menentukan reservoir dari infeksi; untuk menentukan jenis dari
penyebab penyakit dan karakteristiknya; untuk memastikan keadaan yang
dapat menyebabkan berlangsungnya transmisi penyakit; untuk mencatat
penyakit secara keseluruhan; untuk memastikan sifat dasar suatu wabah,
sumbernya, cara penularannya dan seberapa jauh penyebarannya.
b. Kompilasi, analisis dan interpretasi data
Data yang terkumpul selanjutnya dikompilasi, dianalisis berdasarkan
orang, tempat dan waktu. Analisa dapat berupa teks tabel, grafik dan spot
map sehingga mudah dibaca dan merupakan informasi yang akurat. Dari
hasil analisis dan interpretasi selanjutnya dibuat saran bagaimana
menentukan tindakan dalam menghadapi masalah yang baru.
c. Penyebaran hasil analisis dan hasil interpretasi data
Hasil analisis dan interpretasi data digunakan untuk unit-unit kesehatan
setempat guna menentukan tindak lanjut dan disebarluaskan ke unit terkait
antara lain berupa laporan kepada atasan atau kepada lintas sektor yang
terkait sebagai informasi lebih lanjut.
Komponen-komponen dalam pelaksanaan sistem surveilans (WHO, 1999)
adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan komponen yang sangat penting karena
kualitas informasi yang diperoleh sangat ditentukan oleh kualitas data
yang dikumpulkan. Data yang dikumpulkan harus jelas, tepat dan ada
hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan. Oleh karena itu untuk
dapat menjalankan surveilans yang baik pengumpulan data harus
7
dilaksanakan secara teratur dan terus-menerus. Tujuan pengumpulan data
antara lain:
1) Menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai
resiko terbesar terkena penyakit seperti jenis kelamin, umur, suku,
pekerjaan dan lain-lain.
2) Menentukan jenis agent atau penyebab penyakit dan
karakteristiknya.
3) Menentukan reservoir infeksinya.
4) Memastikan keadaan yang menyebabkan kelangsungan transmisi
penyakit.
5) Mencatat kejadian penyakit, terutama pada kejadian luar biasa.
Sumber data yang dikumpulkan berlainan untuk tiap jenis penyakit.
Sumber data sistem surveilans terdiri dari 10 elemen (Langmuir, 1976)
yaitu:
a) Data Mortalitas
Pencatatan kematian yang dilakukan di tingkat desa dilaporkan ke
tingkat kelurahan seterusnya ke tingkat kecamatan dan puskesmas
lalu selanjutnya dilaporkan ke Kabupaten daerah tingkat II.
Beberapa seminar di Indonesia telah diadakan pula untuk menilai
dan membahas usaha untuk meningkatkan kelengkapan pencatatan
kematian, yang validitasnya relatif lebih baik karena didiagnosis
oleh dokter. Elemen ini akan bermanfaat bila data pada pencatatan
kematian itu cepat diolah dan hasilnya segera diberitahukan kepada
yang berkepentingan (Efendy, 2009)
b) Data Morbiditas
Data morbiditas merupakan elemen yang terpenting dalam
surveilans. Data yang diperlukan misalnya nama penderita, umur,
jenis kelamin, alamat, diagnosis dan tanggal mulai sakit. Elemen
ini juga penting untuk mengetahui distribusi penyakit menurut
waktu, apakah musiman atau siklus. Dengan demikian, dapat
diketahui pula ukuran endemis suatu penyakit (Efendy, 2009).
8
c) Data Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium merupakan suatu sarana yang penting untuk
mengetahui kuman penyebab penyakit menular dan pemeriksaan
tertentu untuk penyakit-penyakit lainnya, misalnya kadar gula
darah untuk penyakit diabetes melitus, trombosit untuk penyakit
demam berdarah, dan lainnya (Efendy, 2009).
1. Laporan Penyakit.
2. Penyelidikan peristiwa penyakit .
3. Penyidikan kejadian luar biasa atau wabah.
d) Survei penyakit, vektor, dan reservoir yang memerlukan tenaga,
biaya dan fasilitas.
Survei adalah suatu cara penelitian epidemiologi untuk mengetahui
prevalensi penyakit. Dengan ukuran ini dapat diketahui luasnya
masalah penyakit tersebut. Bila setelah survei pertama dilakukan
pengobatan terhadap penderita, maka dengan survei kedua dapat
ditentukan keberhasilan pengobatan tersebut (Efendy, 2009).
e) Penyelidikan tentang distribusi vektor dan reservoir penyakit pada
hewan.
Penyakit zoonosis terdapat pada manusia dan binatang; dalam hal
ini binatang dan manusia merupakan reservoir. Penyakit malaria
ditularkan oleh vektor nyamuk Anopheles dan penyakit demam
berdarah ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti. Vektor-
vektor tersebut perlu diselediki oleh entomologi untuk mengetahui
apakah mengandung plasmodium malaria atau virus dari demam
berdarah (Efendy, 2009).
f) Data penggunaan obat-obatan, serum dan vaksin.
Keterangan yang menyangkut mengenai bahan-bahan tersebut,
yaitu mengenai banyak, jenis, dan waktu memberi petunjuk kepada
kita mengenai masalah penyakit. Selain itu, dapat pula
dikumpulkan keterangan mengenai efek samping dari bahan-bahan
tersebut.
9
g) Data kependudukan dan lingkungan.
Elemen ini penting untuk menetapkan population at risk. Faktor-
faktor lain yang berhubungan dengan kependudukan dan
lingkungan ini perlu selalu dipikirkan dalam rangka analisis
epidemiologis. Data atau keterangan mengenai kependudukan dan
lingkungan itu tentu harus didapat di lembaga-lembaga non
kesehatan. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan
pencatatan insidensi terhadap orang-orang yang dicurigai atau
population at risk melalui kunjungan rumah (active surveilance)
atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan rutin dari sarana
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, atau laporan
dari petugas surveilans di lapangan, dan laporan dari masyarakat
serta petugas kesehatan yang lain (pasive surveilance) (Budiarto,
2002).
2. Pengolahan Data.
Data yang terkumpul segera diolah, biasanya dilakukan secara manual atau
dengan komputerisasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang
dimiliki.
3. Analisa dan interpretasi data.
Analisa data dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a. Analisa Deskriptif.
Analisa deskriptif dilakukan berdasarkan variabel orang, tempat, dan
waktu sehingga diperoleh gambaran yang sistematis tentang penyakit
yang sedang diamati. Visualisasi dalam bentuk grafik, tabel, diagram
yang disertai uraian atau penjelasan.
b. Analisa Analitik.
Analisa analitik dilakukan dengan cara uji komparasi, korelasi, dan
regresi. Uji komparasi untuk membandingkan kejadian penyakit pada
kondisi yang berbeda. Uji korelasi untuk membuktikan keterkaitan
antara satu variabel dengna variabel lainnya. Uji regresi untuk
membuktikan pengaruh suatu variabel (kondisi) terhadap kejadian
penyakit.
10
Kunci keberhasilannya yaitu data lengkap, cepat, dan tahu cara
memanfaatkannya. Tahap-tahapnya meliputi coding (membuat kode-kode
dari data yang ada), editing (melengkapi dan memperjelas tulisan), entry
(memasukkan dalam program pengolahan data), dan pengolahan secara
diskriptif dan analitik.
4. Penyebarluasan Informasi dan umpan balik
Hasil analisa dan interpretasi data selain terutama dipakai sendiri oleh unit
kesehatan setempat untuk keperluan penentuan tindak lanjut, juga untuk
disebarluaskan dengan jalan dilaporkan kepada atasan sehagai infomasi
lebih lanjut, dikirimkan sebagai umpan balik (feed back) kepada unit
kesehatan pemberi laporan. Umpan balik atau pengiriman informasi
kembali kepada sumber-sumber data (pelapor) mengenai arti data yang
telah diberikan dan kegunaannya setelah diolah, merupakan suatu tindakan
yang penting, selain tindakan follow up. Sasaran penyebaran informasi
adalah instansi terkait baik secara vertikal maupun horizontal dengan
tujuan untuk memperoleh kesepahaman dan feedback dalam perumusan
kebijakan. Manfaat penyebaran informasi adalah mendapatkan respon dari
instansi terkait sebagai feedback, tindak lanjut, dan kesepahaman. Metode
yang dapat digunakan dalam penyebaran informasi adalah tertulis dan
deseminasi laporan, verbal dalam rapat, media cetak dan elektronik.
2.1.6 Syarat-Syarat Sistem Surveilans yang Baik
Syarat-syarat sistem surveilans yang baik hendaknya memenuhi
karakteristik sebagai berikut (Romaguera, 2000) :
a. Kesederhanaan (Simplicity)
Kesederhanaan sistem surveilans menyangkut struktur dan
pengorganisasian sistem. Besar dan jenis informasi yang diperlukan untuk
menunjang diagnosis, sumber pelapor, cara pengiriman data, organisasi
yang menerima laporan, kebutuhan pelatihan staf, pengolahan dan analisa
data perlu dirancang agar tidak membutuhkan sumber daya yang terlalu
besar dan prosedur yang terlalu rumit.
11
b. Fleksibilitas (Flexibility)
Sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dalam mengatasi
perubahan-perubahan informasi yang dibutuhkan atau kondisi operasional
tanpa memerlukan peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, waktu
dan tenaga.
c. Dapat diterima (Acceptability)
Penerimaan terhadap sistem surveilans tercermin dari tingkat partisipasi
individu, organisasi dan lembaga kesehatan. lnteraksi sistem dengan
mereka yang terlibat, temasuk pasien atau kasus yang terdeteksi dan
petugas yang melakukan diagnosis dan pelaporan sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan sistem tesebut. Beberapa indikator penerimaan
terhadap sistem surveilans adalah jumlah proporsi para pelapor,
kelengkapan pengisian formulir pelaporan dan ketepatan waktu pelaporan.
Tingkat partisipasi dalam sistem surveilans dipengaruhi oleh pentingnya
kejadian kesehatan yang dipantau, pengakuan atas kontribusi mereka yang
terlibat dalam sistem, tanggapan sistem terhadap saran atau komentar,
beban sumber daya yang tersedia, adanya peraturan dan perundangan yang
dijalankan dengan tepat.
d. Sensitivitas (Sensitivity)
Sensitivitas suatu surveilans dapat dinilai dari kemampuan mendeteksi
kejadian kasus-kasus penyakit atau kondisi kesehatan yang dipantau dan
kemampuan mengidentifikasi adanya KLB. Faktor-faktor yang
berpengaruh adalah :
1. Proporsi penderita yang berobat ke pelayanan kesehatan.
2. Kemampuan mendiagnosa secara benar dan kemungkinan kasus yang
terdiagnosa akan dilaporkan.
3. Keakuratan data yang dilaporkan.
e. Nilai Prediktif Positif (Positive predictive value)
Nilai Prediktif Positif adalah proporsi dari yang diidentifikasi sebagai
kasus, yang kenyataannya memang menderita penyakit atau kondisi
sasaran surveilans. Nilai Prediktif Positif menggambarkan sensitivitas dan
12
spesifisitas serta prevalensi/ insidensi penyakit atau masalah kesehatan di
masyarakat.
f. Representatif (Representative)
Sistem surveilans yang representatif mampu mendeskripsikan secara
akurat distribusi kejadian penyakit menurut karakteristik orang, waktu dan
tempat. Kualitas data merupakan karakteristik sistem surveilans yang
representatif. Data surveilans tidak sekedar pemecahan kasus-kasus tetapi
juga diskripsi atau ciri-ciri demografik dan infomasi mengenai faktor
resiko yang penting.
g. Tepat Waktu
Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh ketepatan dan
kecepatan mulai dari proses pengumpulan data, pengolahan analisis dan
interpretasi data serta penyebarluasan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Pelaporan penyakit-penyakit tertentu perlu dilakukan
dengan tepat dan cepat agar dapat dikendalikan secara efektif atau tidak
meluas sehingga membahayakan masyarakat. Ketepatan waktu dalam
sistem surveilans dapat dinilai berdasarakan ketersediaan infomasi untuk
pengendalian penyakit baik yang sifatnya segera maupun untuk
perencanaan program dalam jangka panjang.Tekhnologi komputer dapat
sebagai faktor pendukung sistem surveilans dalam ketepatan waktu
penyediaan informasi.
13
Kecelakaan yang terjadi ditempat kerja atau dikenal dengan kecelakaan
industri kerja. Kecelakaan industri ini dapat diartikan suatu kejadian yang tidak
diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang diatur dari
suatu aktifitas (Husni, 2003).
Pengertian cidera berdasarkan Heinrich, Petersen, dan Roos (1980) adalah
patah, retak, cabikan, dan sebagainya yang diakibatkan oleh kecelakaan.
Berdasarkan Bureau of Labor Statistics, U.S. Department of Labor (2008) bahwa
bagian tubuh yang terkena cidera dan sakit terbagi menjadi:
1. Kepala; mata.
2. Leher.
3. Batang tubuh; bahu, punggung.
4. Alat gerak atas; lengan tangan, pergelangan tangan, tangan selain jari,jari
tangan.
5. Alat gerak bawah; lutut, pergelangan kaki, kaki selain jari kaki, jarikaki
6. Sistem tubuh.
7. Banyak bagian
2.2.2 Definisi Sistem Surveilans Kecelakaan Kerja/Cedera
Surveilans kecelakaan kerja atau cedera adalah kegiatan yang dilakukan
secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit dan masalah-masalah
kesehatan akibat kecelakaan kerja atau cedera serta kondisi yang memperbesar
risikonya melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan agar dapat
melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.
2.2.3 Ruang Lingkup Surveilan K3
Secara garis besar ruang lingkup surveilans K3 terbagi dua, yaitu :
1. Surveilans Efek Kesehatan dan Keselamatan
Pengumpulan, analisis & diseminasi/komunikasi data kesehatan (data
penyakit) dan data keselamatan (data kecelakaan) spesifik untuk populasi
pekerja berisiko dengan cara sitematik dan berksinabungan yang dapat
digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program K3 di
dunia usaha dan dunia kerja
14
2. Surveilans Hazard Kesehatan dan Keselamatan
Identifikasi hazard, pengukuran pajanan, analisis dan diseminasi atau
komunikasi hazard kesehatan dan keselamatan yang spesifik bagi populasi
pekerja berisiko dengan cara sistematik dan berkesinambungan digunakan
bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program K3 di dunia usaha
dan dunia kerja
15
e. Analisis & Komunikasi Trend Faktor Risiko & Status Kesehatan,
Hubungan Antara Faktor Risiko & Efek Kesehatan
Objek Surveilans Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut;
a. Pekerja
b. Lingkungan kerja
c. Pekerjaan
ata FakPengukuran Pajanan pada Pekerja
a. Noise dosimeter
b. Personal dust sampler
c. Pengukuran dengan Spirometer
d. Pengukuran logam berat di urine & darah
Pengukuran Pajanan pada Lingkungan Kerja
a. Kebisingan di lingkungan kerja
b. Debu di lingkungan kerja
c. Temperatur di lingkungan kerja
d. Logam berat di lingkungan kerja
kunganPersyaratan dan Teknik Pelaksanaan
2.2.5 Persyaratan dan Teknik Pelaksanaan Surveilans K3
Adapun persyaratan teknik pelaksanaan surveilans K3 adalah :
a. Persyaratan untuk Mengadakan Surveilans K3 di Tempat Kerja Ada
penyakit maupun cedera yang dapat diidentifikasi atau adanya dampak
negatif pada pekerja lain yang dinilai dapat merugikan
b. Efek penyakit dan/atau cedera tersebutterkait dengan eksposur/pajanan di
tempat kerjanya.
c. Ada kemungkinan atau probability bahwa efek penyakit dan/atau cedera
tersebut berpotensi dapat terjadi
d. Ada beberapa teknik yang berlaku untuk mendeteksi indikasi dari efek
penyakit dan/atau cedera tersebut.
16
Teknik Surveilans kesehatan harus:
1. Sensitif
2. Spesifik
3. Mudah untuk dilakukan dan diinterpretasikan
4. Aman
5. Non-invasif
6. Dapat diterima
17
5. Menilai Prevalens dan insiden penyakit spesifik yang diduga berkaitan
dengan pajanan hazard di tempat kerja
6. Menentukan sasaran individu, kelompok kerja, jenis pekerjaan dan
wilayah prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya
kesenjangan.
7. Menilai keberhasilan pencapaian target, mengevaluasi dan menyusun
strategi perbaikan secara terus menerus.
2.2.6 Sumber dan Instrumen Pengumpulan Data K3
Data yang dibutuhkan untuk pemantauan wilayah setempat di bidang K3,
bisa didapat dari berbagai sumber baik di desa maupun di perusahaan. Data dasar
di ranah publik bisa didapat dari Kantor Desa, atau di Kantor Kabupaten/Kota,
seperti demografi, denah lokasi atau wilayah perusahaan. Sedangkan di
perusahaan formal bisa didapat dari bagian personalia atau Human Resource
Department (HRD). Data tentang kegiantan K3 yang telah dilaksanakan di ranah
publik bisa didapat dari Puskesmas setempat, Dinas Kesehatan atau Dinas
Ketenaga-kerjaan ditingkat Kabupaten/Kota; sedangkan di sector formal bisa
didapat dari bagian Kesehatan, Keselamatan dan Lingkungan (HSE) atau Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3).
Data demografi tidak terlalu sulit didapat, namun data jumlah dan jenis
perusahaan serta kegiatna dan indikator K3 sering kali tidak ada. Bidan di desa
dapat berkeliling untuk mengenal kegiatan ekonomi yang dominan di desa, sering
kali secara kasat mata dapat diidentifikasi, dengan melakukan suvei cepat dan
mewawancarai beberapa orang di jalan dan diverifikasi dengan tokoh masyarakat
atau pamong di desa. Bila memungkinkan, cara yang terbaik untuk pengumpulan
data adalah menggunakan kuesioner dengan teknik self assessment dan
diverifikasi oleh pewawancara dan/atau surveior, ceklis survei jalan selintas (SJS)
atau dikenal dengan walk through survei, dan observasi.
18
Tabel Contoh Sumber dan Instrumen Pengumpulan Data
N Dg Data yang dikumpulkan Sumber/InstrumenSumber/In
o
dikumpulkan strumen
Demografi pekerja - Data dari HRD
1 Demografi Pekerja F - Kuisioner
Data faktor ri Data faktor risiko diF - Data dari HSE/ P2K3
2 Data faktor risiko di tempat kerja - Kuesioner dan SJ
siko di tempat kerja - Data dari Puskesmas/Desa
I
- Kuesioner dan SJS
3 Data rekam medik, medikal cek up
Data keluhan gangguan kesehatan dan - Klim asuransi
3
pola penyakit nyakit F - Data rekam medik, medikal
cek up
- Kuesioner dan SJS
Kuesioner dan SJS
- Data Puskesmas
I - Kuesioner dan SJS
Kuesioner dan SJS
Data k - Data HSE/P2K3
F
4 Data kecelakaan - Kuesioner dan SJS
F
- Klim asuransi
Data smas
I - Data Puskesmas
- Kuesioner dan SJS
5 Gambaran kebijakan dan program
5 K3dan program K3 F - Kuesioner, bukti fisik dari
HSE/P2KdariHSE/P2K3
Puskesmas, Dinkes /
I
Disnakeraisnaker
Gambaran kebijakan dan program K3 Bukti fisik dan
6 di Puskesmas, Dinkes/ wawancaraawancara
19
DisnakerDisnaker
7 Pelaksanaan K3 F Kuesioner, wawancara, bukti
fisik dan
I observasi
I
20
2.3.3 Definisi Surveilans Kecelakaan Lalu Lintas
Surveilans kecelakaan lalu lintas adalah kegiatan yang dilakukan secara
sistematis dan terus menerus terhadap penyakit dan masalah-masalah kesehatan
akibat kecelakaan lalu lintas atau cedera serta kondisi yang memperbesar
risikonya melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan agar dapat
melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.
2.3.4 Metode Penyelenggaraan Surveilans KLL
Penyelenggaran surveilans KLL dapat dilakukan dengan beberapa metoda
yang dapat dipilih yaitu:
1. Surveilans epidemiologi rutin terpadu: adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi terhadap beberapa kejadiaan, permasalahan dan atau faktor
risiko KLL.
2. Surveilans epidemiologi khusus : adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi terhadap suati kejadian, permasalahan, faktor risiko pada
situasi khusus.
3. Surveilans Sentinel: adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi
pada sampel dan wilayah terbatas untuk mendapatkan sinyal/indikasi
adanya masalah kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih
luas.
4. Studi epidemiologi : adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada
periode tertentu serta populasi dan atau wilayah tertentu untuk mengetahui
lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan atau
faktor risiko kesehatan.
2.3.5 Langkah-Langkah Surveilans KLL
Adapun langkah-langkah surveilans kecelakaan lalu lintas adalah :
1) Pengumpulan data
a. Puskesmas sentinel
o sumber data : dari registrasi puskesmas atau catatan penderita
yang berobat ke puskesmas.
21
o Kasus KLL yang berobat ke Puskesmas atau balai pengobatan
dicatat oleh petugas puskesmas ke dalam form(KC-PUS)
terlampir, memuat:
Variabel individu: (Nama, umur, jenis kelamin, alamat)
Variabel riwayat kecelakaan (tanggal dan lokasi
kejadian)
Variabel jenis kecelakaan (pejalan kaki, roda 2, roda 4,
dll)
Akibat cedera (ringan, sedang dan berat) susuai kriteria
terlampir
Pertolongan yang diberikan dan keadaan penderita
o Kasus KLL yang dicatat pada form KC-PUS dimasukkan
dalam registrasi puskesmas dan BP
Form KC-PUS yang telah diisi lengkap dikirim atau dilaporkan
ke dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan propinsi
dan ke pusat (DItjen.PP&Dit.PPTM) setiap bulan.
b. Rumah sakit sentinel
o sumber data KLL rumah sakit Sentinel diambil dari rekam
medic dan kamar pemulasaraan (kamar jenazah)rumah sakit.
o Kegiatan pencatatan dan pengumpulan data dari rumah sakit
sentinel dilaksanakan secara pasif melalui system yang sudah
berjalan selama ini dengan menggunakan formulir laporan
yang tersedia di rumah sakit (KC-RS)
o Kegiatan pencatatan dan pengumpulan data KLL di rumah
sakit sentinel dilakukan oleh petugas rumah sakit (IGD, rawat
jalan, rawat inap) menggunakan form (KC-RS) yang tersedia
memuat:
Variabel individu: (Nama, umur, jenis kelamin, alamat)
Variabel riwayat kecelakaan (tanggal dan lokasi
kejadian)
Variabel jenis kecelakaan (pejalan kaki, roda 2, roda 4,
dll)
22
Akibat cedera (ringan, sedang dan berat)
Pertolongan yang diberikan dan keadaan penderita
o Setelah form KC-RS diisi lengkap oleh petugas Rumah Sakit
sentinel, maka selanjutnya dikirim atau dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, propinsi dank e pusat (Ditjen PP &
PL/Dit. PPTM) setiap bulan.
c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
o Data KLL di dinas kesehatan kabupaten/kota dikumpulkan dari
laporan bulanan puskesmas dan rumah sakit sentinel (form KC-
PUS) yang diterima di dinas kesehatan kabupaten/kota dan
(form-PUS) yang diterima di dinas kesehatan kabupaten/kota
dan (form KC-RS) yang diterima dari rumah sakit setiap bulan.
o Petugas surveilans dinas kesehatan kabupaten/kota merekap
laporan dari puskesmas (KC-PUS0 dan rumah sakit sentinel
(form KC-RS) kedalam (form KC-KK) terlampir. Setelah form
KC-KK diisi lengkap, selanjutnya dikirimkan atau dilaporkan
ke dinas kesehatan propinsi setiap bulan.
d. Dinas Kesehatan Provinsi
o Data di Dinas Kesehatan Provinsi di kumpulkan dari laporan
bulanan dinas kesehatan kabupaten/kota (form KC-KK) yang
diterima dinas kesehatan provinsi setiap bulan.
o Petugas surveilans dinas kesehatan provinsi merekap laporan
dari dinas kesehatan kabupaten/kota (form KC-KK) ke dalam
form KC-PR terlampir. Setelah form KC-PR diisi lengkap
selanjutnya dikirim atau dilaporkan ke DIt. Jen. PP&PL c/q
Dit. PTM setiap bulan.
2) Pengolahan dan Analisis Data
Data dari formulir (KC-PUS) KLL yang berada di Puskesmas, formulir
KC-RS dari rumah sakit dan form KC-KK kab/kota serta formKC-PR
propinsi diolah dengan menggunakan program pengolahan data yang ada
di unit masing-masing. Selanjunya dianalisa untuk menjadi informasi
sebagai bahan rekomendasi rencana tindak lanjut dari masing-masing unit
23
pelayanan kesehatan di setiap jenjang administrasi kesehatan.Informasi
utama yang diperoleh adalah variabel orang, waktu, tempat dan faktor
risiko yang berhubungan dengan KLL.
a. Puskesmas
Petugas surveilans puskesmas mengolah dan melakukan analisis
sederhana data penderita KLL yang data berobat ke Puskesmas atau
BP. Hasil analisis data tersebut digunakan sendiri oleh puskesmas
untuk langkah intervensi dan disampaikan kepada program serta sector
terkait.
b. Dinas Kesehatan Kebupaten/ Kota
Petugas Surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengolah dan
menganalisis data KLL yang dilaporkan oleh puskesmas dari form
(KC-PUS) dengan menggunakan tabel dan grafik yang bertujuan untuk
emngetahui gambaran epidemiologi KLL. Hasil analisis digunakan
oleh dinas kesehatan kabupaten/ kota setempat dalam upaya tindak
lanjut melakukan langkah intervensi. Hasil analisis data tersebut
digunakan oleh dinas kesehatan kab/ kota setempat unruk tindaklanjut
dan diaampaikan kepada program dan sector terkait.
c. Dinas Kesehatan Propinsi
Petugas surveilans dinas kesehatan propinsi melakukan pengolahan
dan analisis data KLL yang dilaporkan oleh dinas kesehtanan
kabupaten/ kota melalui form KC-2. Data dari form KC-2 doolah
menggunakan tabel dan grafik yang bertujuan untuk mengetahui
gambaran epidemiologi KLL lalu lintas di wilayah Provinsi. Data hasil
analisis digunakan oleh provinsi dalam upaya tindaklanjut melakukan
langkah intervensi dan disampaikan pada program dan sector terkait
untuk ditindaklanjuti.
3) Alur Pelaporan
Data KLL dilaporkan dari Puskesnas dan rumah sakit sentinel secara
berjenjang ke kabupaten/kota dan langsung ke pusat menggunakan form
KC-PUS untuk puskesmas dan form KC-RS untuk rumah sakit.
Kabupaten/ kota melaporkan rekap form KC-PUS dan KC-RS ke dinas
24
kesehatan provinsi menggunakan form KC-KK. Dinas kesehatan provinsi
melaporkan rekap form KC-KK dari dinas kesehatan kabupaten/kota ke
DIt.Jen.PP&PL menggunakan form KC-PR.
Umpan balik dilakukan secara berjenjang dari unit penerima data kepada
unit pengirim data (termasuk kelengkapan dan ketepatan laporan) secara
berkala (3 bulan sekali).
4) Peran Lintas Program dan Sektor Terkait
Untuk mencapai sinergi dalam pengendalian faktor risiko kecelakaan dan
cederaoleh semua pihak yang terkait, maka perlu keterlibatn lintas
program dan lintas sector dengan berperan sesuai dengan TUPOKSI
masing-masing pada setiap tahapan operasional/pelaksanaan di lapangan
yaitu: depertemen kesehatan,Rumah Sakit, POLRI, depertemen
perhubungan, Menkominfo, depertemen Pekerjaan Umum, depertemen
Hukum dan HAM, Badan Meteoroologi dan Geofisika (BMG),
pemerintahan daerah, pemadam kebakaran, Organda, Asuransi Jasa
Raharja, dll.
5) Pelaporan dan Rekomendasi
Datayang telah dianalisis, dibuat sebagai laporan unruk disampaikan
kepada program dan sector terkait untuk ditindaklanjuti.
Isi laporan memuat informasi epidemiologi dengan sistematika sebagai
berikut:
a. Latar belakang dan permasalahan KLL
b. Tujuan
c. Hasil pelaksanaan surveilasn
d. Rekomendasi berdasarkan hasil analisis
BAB 3 : BAB 3 : PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Surveilans kecelakaan kerja atau cedera adalah kegiatan yang dilakukan
secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit dan masalah-masalah
kesehatan akibat kecelakaan kerja atau cedera serta kondisi yang memperbesar
risikonya melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran
25
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan agar dapat
melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Adapun ruang lingkup surveilans K3 antara lain:
a. Surveilans Efek Kesehatan dan Keselamatan
b. Surveilans Hazard Kesehatan dan Keselamatan
Surveilans kecelakaan lalu lintas adalah kegiatan yang dilakukan secara
sistematis dan terus menerus terhadap penyakit dan masalah-masalah kesehatan
akibat kecelakaan lalu lintas atau cedera serta kondisi yang memperbesar
risikonya melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan agar dapat
melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Langkah-langkah dalam surveilans kecelakaan Lalu Lintas, antara lain:
1. Pegumpulan data
2. Pengolahan dan analisis data
3. Alur Pelaporan
4. Peran Lintas Program Dan Sektor Terkait
5. Peran Lintas Program dan Sektor Terkait
6. Pelaporan dan Rekomendasi
3.2 Saran
Penulis menyarankan penyelenggaraan sistem surveilans
kecelakaan/cedera kerja dapat dilakukan dengan baik dan teliti agar dapat
menciptakan keselamatan dari kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Riyadina, Woro. 2007. Kecelakaan Kerja dan Cedera yang Dialami oleh Pekerja
Industri di kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Jakarta: Makara
Kesehatan.
26
Aditama. dkk. 2003. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Depok : Penerbit
Universitas Indonesia.
27
Variabel yang di ukur:
1. Karakteristik responden
2. Jenis kecelakaan kerja
3. Jenis cedera
4. Kondisi lingkungan fisik ruang pekerja.
Populasi: masyarakat pekerja industri dewasa laki-laki maupun
perempuan yang berusia kerja (15–55 tahun) di wilayah kawasan
industri Pulo Gadung pada tahun 2006.
Sampel: pekerja industri yang berusia 15 – 55 tahun yang bekerja di
wilayah kawasan industri Pulo Gadung.
Responden yang terpilih adalah pekerja di bagian produksi di 7 jenis
industri yang secara keseluruhan berjumlah 950 responden.
Pengambilan sampling responden terpilih untuk masing-masing jenis
industri dilakukan secara proporsional.
2. JENIS DATA
Data yang diambil merupakan data sekunder yang diperoleh dari
penelitian Woro Riyadina, Kelompok Penelitian Penyakit Tidak
Menular Lainnya dan Cedera, Puslitbang Biomedis dan Farmasi,
Balitbangkes, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Pusat, Indonesia
yang dilakukan pada bulan Juni tahun 2007.
3. KOMPILASI DATA
Jenis penelitian ini adalah operasional riset (riset terapan) dengan
rancangan penelitian Cross-Sectional.
Cara pengambilan sampel dengan Simple Random Sampling dari
pekerja industri yang terpilih.
Analisis data melalui tahapan analisis deskriptif dengan menghitung
proporsi masing-masing variabel dan bivariat untuk menentukan
hubungan dan menghitung besarnya risiko / OR (odd ratio).
28
4. ANALISA DATA
a. Tiga urutan terbanyak sering terjadinya kecelakaan
1. Industri baja (11,2%)
2. Industri spare part (8,2%)
3. Industri garmen (3,7%).
b. Urutan jenis kecelakaan kerja terbanyak pada industri baja yaitu
Mata kemasukan benda (gram) (10 %)
Tertimpa (8%)
29
Terjepit (6%)
c. Adapun untuk jenis industri spare part adalah:
Tertusuk (6,1%)
Tertimpa (5,6%)
Terjepit (5,1%)
d. Sedangkan untuk jenis industri garmen:
Tertusuk (43,1%)
Terbakar dan tergores (3,9%)
Lainnya (9,8%)
e. Pekerja laki-laki mempunyai risiko mengalami kecelakaan kerja 3,25
(CI 95%: 2,29 – 4,62) kali dibandingkan dengan pekerja perempuan.
Hal ini dikarenakan pekerja laki-laki menempati mayoritas pekerja di
bagian produksi di jenis industri berat atau menggunakan alat-alat
yang besar dan berbahaya.
f. Sedangkan pekerja dengan aktifitas fisik katagori sedang selama
bekerja berisiko 2,08 kali (95% CI: 1,48 – 2,92) mengalami
kecelakaan kerja dibandingkan pekerja dengan aktifitas ringan. Hal ini
disebabkan pekerja dengan aktifitas sedang akan lebih cepat
mengalami kelelahan secara fisik dibandingkan dengan aktifitas ringan
sehingga bisa mengurangi stamina dan konsentrasi pekerja. Kondisi
fisik dan psikis pekerja berhubungan dengan kejadian kecelakaan.
g. Pekerja industri yang mengalami distres mempunyai risiko mengalami
kecelakaan kerja 1,36 kali (95% CI: 1,03 – 1,80) dibandingkan dengan
pekerja yang sehat secara psikis. Sedangkan pekerja yang mempunyai
keluhan sering nyeri juga berisiko 1,5 kali (95% CI: 1,13 – 1,98)
mengalami celaka dibandingkan dengan yang tidak mempunyai
keluhan nyeri. Keadaan tersebut menjelaskan bahwa pekerja yang
mempunyai kondisi baik fisik maupun psikis yang tidak sehat lebih
berisiko tinggi untuk mengalami kecelakaan kerja.
5. JENIS INFORMASI
Pekerja industri yang pernah mengalami kecelakaan kerja sebanyak
29,9% dengan cedera sendi-pinggul tungkai atas (40,2%), kepala
30
(24,8%) dan pergelangan tangan (14,3%). Luka akibat kerja adalah
luka terbuka (37,2%), lecet atau superfisial (29,6%) dan cedera mata
(14,8).
Jenis kecelakaan kerja yang sering terjadi:
Industri baja (11,2%) yaitu mata kemasukan benda (gram) (10%)
Industri spare part (8,2%) yaitu tertusuk (6,1%)
Industri garmen (3,7%) yaitu tertusuk (43,1%)
6. REKOMENDASI
Kejadian kecelakaan dan cedera akibat kecelakaan kerja masih sering
terjadi maka perlu ditingkatkan:
Kepatuhan pemakaian APD saat bekerja
Melengkapi serta menyempurnakan APD agar nyaman dipakai.
Pengendalikan faktor risiko melalui model intervensi yang tepat dan
sesuai masing-masing jenis industri. Hal ini dapat direalisasikan
melalui pembuatan kebijakan atau keputusan mengenai keamanan
kerja oleh pemerintah setempat khususnya perusahaan yang menaungi
pekerja.
7. LAPORAN SURVEILANS
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat dilaporkan bahwa jenis
industri baja, industri spare part dan industri garmen adalah tiga
industry dengan kecelakaan kerja terbanyak, masing-masing 11,2%;
8,2 % dan 3,7%.
Urutan jenis kecelakaan kerja terbanyak pada industri baja yaitu mata
kemasukan benda (gram) (10 %), tertimpa (8%), dan terjepit (6%).
Adapun untuk jenis industri spare part adalah tertusuk (6,1%), tertimpa
(5,6%) dan terjepit (5,1%)
Sedangkan untuk jenis industri garmen yaitu tertusuk (43,1%), lainnya
(9,8%) dan terbakar dan tergores (3,9%).
Bahwa jenis kelamin dan aktifitas fisik pada saat bekerja adalah faktor
risiko yang bermakna. Pekerja laki-laki mempunyai risiko mengalami
kecelakaan kerja 3,25 kali dibandingkan dengan pekerja perempuan.
Hal ini dikarenakan pekerja laki-laki menempati mayoritas pekerja di
31
bagian produksi di jenis industri berat atau menggunakan alat-alat
yang besar dan berbahaya.
Pekerja dengan aktifitas fisik katagori sedang selama bekerja berisiko
2,08 kali mengalami kecelakaan kerja dibandingkan pekerja dengan
aktifitas ringan sehingga berpengaruh pada stamina dan konsentrasi
pekerja dan lebih cepat mengalami kelelahan.
Pekerja yang mempunyai kondisi baik fisik maupun psikis yang tidak
sehat lebih berisiko tinggi untuk mengalami kecelakaan kerja
Pekerja industri yang mengalami distres mempunyai risiko mengalami
kecelakaan kerja 1,36 kali dibandingkan dengan pekerja yang sehat
secara psikis. Sedangkan pekerja yang mempunyai keluhan sering
nyeri juga berisiko 1,5 kali mengalami celaka dibandingkan dengan
yang tidak mempunyai keluhan nyeri.
8. UMPAN BALIK
Pekerja diharapkan lebih hati-hati lagi dan waspada terhadap bahaya
pekerjaan dan lingkungan kerja.
Para pekerja harus sadar akan resiko dari pekerjaannya, khususnya
bagi mereka yang bekerja di daerah alat-alat berat atau produksi.
Mereka harus menaati prosedur kerja dan tidak lupa untuk memakai
APD serta memahami lingkuangan kerja mereka.
32