Insiden merupakan kejadian yang menyebabkan perubahan sistem keamanan dari perusahaan atau
perubahan kebijakan ke arah yang merugikan. Insiden juga dapat dipahami sebagai kejadian yang tidak
biasa bagi perusahaan, yang tidak dapat dijelaskan sebagai konsekuensi operasi perusahaan pada kondisi
normal.
Bird dan Germain (1990) menyatakan terdapat tiga jenis kecelakaan kerja, antara lain:
1. Accident: Adalah kejadian yang tidak dikehendaki yang membuat kerugian baik untuk manusia
ataupun terhadap harta benda
2. Incident: Adalah kejadian yang tidak dikehendaki yang belum menjadi kerugian
3. Near Miss: Adalah kejadian nyaris celaka dengan kata lain kejadian ini hampir membuat terjadi
incident maupun accident
*Siapkan kebijakan dan prosedur keselamatan secara formal. Buatlah buku panduan perusahaan yang
memuat langkah-langkah yang harus dilakukan guna mencegah kecelakaan di tempat kerja. Buku
panduan tersebut harus mencakup petunjuk-petunjuk seperti cara menyimpan barang-barang
berbahaya dan beracun atau tempat di mana produk tertentu harus diletakkan untuk memastikan
penyimpanan dan pengambilannya dapat dilakukan secara aman.
*Tunjuklah seseorang untuk bertanggung jawab atas keselamatan di perusahaan Anda. Diskusikan
kebijakan keselamatan yang berlaku saat ini dengan koordinator keselamatan, dan buatlah rencana
untuk memastikan kebijakan tersebut dipatuhi. Pastikan bahwa koordinator keselamatan mengetahui
semua tanggung jawab yang berhubungan dengan keselamatan. Sampaikan dukungan Anda kepada
orang tersebut dan jadwalkan pertemuan secara teratur untuk membahas masalah dan mencari solusi
keselamatan guna pencegahan kecelakaan lebih lanjut.
*Periksalah bangunan kantor Anda secara teratur bersama koordinator keselamatan. Pastikan staf Anda
mematuhi kebijakan keselamatan di tempat kerja. Periksalah area yang memerlukan perhatian dan
pastikan tindakan pencegahan telah dilaksanakan. Jika Anda melihat sesuatu yang menimbulkan
kekhawatiran, diskusikan hal tersebut bersama orang yang bertanggung jawab, kemudian buatlah
pertemuan dengan seluruh staf untuk mengomunikasikan kekhawatiran itu dan memastikan situasi itu
tidak terulang lagi.
*Sediakan peralatan yang tepat sehingga Anda atau para pegawai tidak perlu berimprovisasi
menggunakan barang yang tidak benar peruntukannya. Jika Anda meminta para pegawai untuk sering-
sering berimprovisasi berarti Anda tidak menganggap masalah keselamatan sebagai sesuatu yang serius.
Sebagai contoh, jika Anda memiliki tempat penyimpanan yang berisi rak-rak tinggi, pastikan Anda
menyediakan tangga yang aman atau step-stool (bangku tangga) sehingga Anda atau para pegawai tidak
perlu memanjat tumpukan kotak untuk mengambil barang.
*Jadwalkan pelatihan reguler untuk semua kemungkinan yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan.
Pelatihan harus mencakup metode tentang mengangkat dan membawa barang berat dan cara
menggunakan peralatan atau alat-alat mekanik.
Jenis pelatihan harus disesuaikan dengan jenis bisnis yang Anda jalankan. Beberapa bisnis seperti
restoran dan fasilitas gudang akan memerlukan lebih banyak pelatihan dibanding jenis bisnis lainnya.
Pelatihan harus dijadwalkan untuk semua pegawai baru dan seluruh pegawai setahun sekali. Para
pegawai mungkin akan menganggap pelatihan semacam ini merepotkan, tetapi mereka harus diberi
pemahaman bahwa perusahaan mempertimbangkan kesehatan dan keselamatan mereka secara serius.
a. Di Rumah Sakit
1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan organisasi
sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya.
2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang
insiden
3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
secara rahasia
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh
langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari analisis
akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait dengan
program keselamatan pasien rumah sakit.
1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia
Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan
budaya Patient safety ini
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi
supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan,
patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan
lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa
tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci
dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah yang
agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih
mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga.
Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan.
Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-
tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa
menjadi pembelajaran bagi semua staf.
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan
kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari
tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika
ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan
kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak
diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan
bersifat sementara.
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan
implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci.
Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke
dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah
menjadi bagian dalam budaya kerja.
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang
positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan
masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari
masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan
berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi,
mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan
kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim
yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya
patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan
kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing
anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya
melalui kolaborasi yang erat.
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang
diterimanya.”
2) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa
manusia.”
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak
atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis
yang kompresehensif. “
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional”
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi”
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”
Pasal 43 UU No.44/2009
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien
yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi
system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
a. Assessment risiko