Heinrich (1986) mendifinisikan pencegahan kecelakaan kerja sebagai suatu program terintegrasi dengan sejumlah aktivitas yang dikoordinasikan berdasarkan pengetahuan, sikap, dan kemampuan, dimana bertujuan untuk mengendalikan tindakan dan kondisi berbahaya. Pencegahan kecelakaan tersebut dapat berupa pendekatan langsung dan tidak langsung. Pendekatan langsung mencakup pengendalian yang dilakukan terhadap performa personal dan lingkungan. Sementara itu, pendekatan tidak langsung bersifat jangka panjang, seperti instruksi kerja, serta pendidikan dan pelatihan kerja. Pencegahan kecelakaan kerja yang diungkapkan oleh Heinrich menekankan pada hal-hal yang dapat mempengaruhi sikap pekerja. Pengembangan pencatatan kecelakan sangat berperan dalam mengeliminasi penyebab kecelakaan. Apabila hal ini dilakukan, maka diharapkan dapat memberikan efek yang menguntungkan dalam prilaku pekerja. Adanya pencatatan kecelakaan dapat membantu dalam memperoleh informasi tentang tindakan berbahaya dan faktor personal yang dapat berperan sebagai penyebab kecelakaan, sehingga tindakan perbaikan terkait prilaku pekerja dapat dilakukan dengan mewujudkan prilaku yang aman selama bekerja.
8.5 Kerangka Konsep
Teori Loss Causation Model dikembangkan oleh International Loss Control Institute. Teori ini merupakan pengembangan dari teori domino klasik yang dikembangkan oleh Heinrich teori ini mencari Loss (kerugian) akibat kecelakaan kerja yang diawali dengan lack of control (kurangnya kontrol dari pihak manajemen) yang menyebabkan timbulnya basic cause (penyebab dasar) dan immediate cause ( penyebab langsung), sehingga timbul kecelakaan dan berakhir dengan kerugian pada people, property, dan process.
Lack of Penyebab Penyebab Loss
Control Dasar Langsung kecelakaan People Inadequate Faktor Tindakan program pribadi berbahaya Property Standards Compliance Faktor Kondisi process to pekerja berbahaya Standards Departemen
Jabatan
Usia
8.6 Contoh Kasus Kecelakaan Kerja
8.7 Analisis Kecelakaan Kerja Berdasarkan kejadian kecelakaan diatas bahwa ada perilaku pekerja Indonesia yang kurang baik dalam memahami resiko kecelakaan yang mungkin terjadi seperti kejadian sebelumnya dan juga tidak memahami betapa pentingnya peralatan safety untuk digunakan dilingkungan yang memiliki resiko terjadi kecelakaan sebagai keamanan dirinya. Hal tersebut juga menggambarkan perilaku pekerja kurang peka akan pentingnya keselamatan bagi dirinya. Perilaku pekerja terutama di Indonesia yang mengabaikan penggunaan peralatan safety (APD) dikarenakan beberapa alasan baik disengaja maupun tidak disengaja. Berdasarkan hasil survey, ada 5 alasan yang paling sering dikemukakan bagi pekerja yang tidak menggunakan APD (tanpa APD 2010), sebagai berikut : a. Lupa karena terburu-buru Alasan tersebut biasanya disebabkan karena : Pekerja datang terlambat saat bekerja. Pekerja lupa peralatan safety apa saja yang harus dipakainya pada kondisi lingkungan kerja yang akan dihadapinya. Solusinya : Terapkan sanksi bagi pekerja yang terlambat sehingga tidak memakai APD dan pekerja selalu diingatkan untuk memakainya. Beri informasi standar prosedur penggunaan APD. Misalnya ditempel gambar penggunaan macam-macam APD dan di lingkungan mana saja menggunakan alat-alat tersebut. Informasi tersebut dapat ditempel di area atau di lingkungan yang berbahaya bagi pekerja atau bisa juga di tempat sekitar area dimana APD tersebut diletakkan.
b. Tidak nyaman untuk dipakai
Alasan tersebut biasanya disebabkan karena : Merasa risih karena tidak terbiasa memakainya. Merasa malu Karena bentuk dari APD terkesan aneh bagi pekerja yang belum pernah melihat dan memakainya sebelumnya. Ukurannya tidak sesuai dengan ukuran tubuh setiap pekerja. Beratnya APD menambah beban tubuh saat bekerja. Solusinya : Memberikan penjelasan akan pentingnya APD serta membiasakan mereka untuk selalu memakainnya dalam kondisi apapun. Memberikan penjelasan tentang APD dan memberi macam-macam bentuknya serta manfaat kegunaanya. Selain itu juga, perusahaan perlu memberikan informasi kepada pekerja bahwa sudah banyak orang memakai APD di semua bidang pekerjaan. Jadikan penggunaan APD sebagai budaya perusahaan dan juga sebagai suatu filosofi bahwa berada di tempat kerja harus pakai APD. Selalu menyanyakan apakah ada masalah terhadap ukuranya maupun beratnya. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan menyediakan yang sesuai atau memikirkan alternatif lain agar pekerja tetap aman. Memberikan contoh cara penggunaan yang benar, sehingga bila dipakai terasa nyaman.
c. Kurang paham saat memakainya
Alasan tersebut biasanya disebabkan karena : Tidak ada training yang dilakukan oleh perusahaan tentang pemahaman kapan pekerja harus menggunakannya. Pekerja sudah mendapat materi training, tetapi belum memahaminya. Solusinya : Sebaiknya perusahaan selalu mengadakan training tentang APD. Hal tersebut akan membuat para pekerja paham kapan mereka memakainya, serta memahami dalam kondisi atau lingkungan yang bagaimana harus mengggunakannya. Setelah dapat materi training, pekerja harus memberikan keterangan tertulis kepada perusahaan apabila mereka sudah paham. Hal tersebut dilakukan agar pekerja tidak memberikan alasan seperti sebelumnya yaitu kurang paham tentang waktu penggunaanya jika terjadi kesalahan tidak memakai APD. d. Tidak ada/tidak punya untuk memakainya Alasan tersebut biasanya disebabkan karena : Jarak antara waktu kedatangan pekerja dengan waktu di mulainya pekerjaan sangat sedikit. Jadi, pekerja datang langsung melakukan pekerjaan aktifitas pekerjaan sehingga tidak sempat menggunakan APD. Tidak ada jeda waktu saat pekerjaan di area lingkungan yang satu dengan berlanjut ke area lain. Misalnya pekerja mula-mula bekerja di area yang mengharuskan mengggunakan safety helmet, kemudian dia langsung melanjutkan pekerjaan yang lain di area yang mengharuskan menggunakan safety belt dan tali pengaman tanpa ada waktu jeda sehingga pekerja tidak menyempatkan diri untuk memakainya. Solusinya : Terapkan disiplin pada karyawan saat datang di perusahaan. Misalnya menerapkan aturan bahwa pekerja harus datang 30 menit sebelum dimulainya pekerjaan. Apabila pekerjaan yang satu kemudian berlanjut ke pekerjaan yang lain, sebaiknya diberi waktu jeda beberapa menit agar pekerja dapat menggunakan APD jenis lain sesuai dengan resiko dari lingkungan tersebut. Hal tersebut perlu dilakukan jika memang pekerja harus memakai APD yang berbeda dari sebelumnya.
e. Merasa tidak akan celaka
Alasan tersebut biasanya disebabkan karena : Pekerja merasa sangat yakin bahwa tanpa APD akan tetap aman. Hal tersebut karena beranggapan bahwa apa yang dilakukannya aman dan tidak menimbulkan resiko kecelakaan. Akibat perilaku sebelumnya, dimana saat tidak menggunakan APD ternyata aman. Jadi, hal tersebut membuat pekerja berasumsi bahwa saat ini juga pasti aman seperti sebelumnya. Solusinya : Melakukan komunikasi dengan pekerja dengan cara mendatangkan seorang psikolog. Dalam hal ini, psikolog bertujuan merubah pandangan pekerja misalnya berpandangan bahwa kemarin aman berarti sekarang aman dirubah persepsinya yaitu sekarang aman, besok belum tentu aman. Selain itu juga, memberikan suatu penjelasan tentang pentingnya suatu kehidupan bagi pekerja. Jika pekerja sudah paham akan pentingnya suatu kehidupan pasti akan selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan, sehingga menyadari bahwa APD penting untuk digunakan saat bekerja. 3.1 Kesimpulan Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja, Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya pencegahan terhadap timbulnya Kecelakaan Kerja dan Penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan Kecelakaan Kerja dan Penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan aspiratif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul Kecelakaan Kerja dan Penyakit akibat hubungan kerja.