Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

TAHAPAN DAN PEMBAGIAN PERAN


DALAM ADVOKASI KESEHATAN
(Disusun guna memenuhi nilai tugas mata kuliah Advokasi Kesehatan kelas C)

Dosen Pengampu:
Taufan Asrisyah Ode, S.KM., M.Kes.

Disusun Oleh:
Kelompok 3
1. Dhona Sugesti Herera Putri 202110101044
2. Nur Kholifatun Rizky Amtika 202110101067
3. Nadila Septya Andini 202110101103
4. Renny Anggraeni 202110101105
5. Avila Firdaffa Ardhiatma 202110101109
6. Auliya Muharromah 202110101114
7. Kevin Naufal Yurianto 202110101120
8. Jevilia Fitriawanti 202110101128
9. Risa Wulandari 202110101146

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tahapan dan
Peran dalam Advokasi Kesehatan” dengan baik dan tepat pada waktunya tanpa
ada halangan apapun.
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Advokasi Kesehatan Kelas C. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas bantuan yang telah diberikan secara langsung maupun tidak
langsung selama menyusun makalah ini. Rasa terima kasih ini disampaikan
khususnya kepada:
1. Bapak Taufan Asrisyah Ode, S.KM., M.Kes. selaku Dosen Pengampu
Mata Kuliah Advokasi Kesehatan yang telah memberikan bimbingan dan
dorongan dalam penyusunan makalah ini.
2. Seluruh anggota kelompok yang telah bekerja sama serta memberikan
kritik, saran, dan masukan untuk penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jember, 22 Maret 2023

Penulis

i
RINGKASAN
Advokasi kesehatan adalah upaya untuk memperjuangkan hak-hak
kesehatan individu maupun masyarakat, serta meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan tentang isu-isu kesehatan yang penting melalui pendekatan
komunikasi dan advokasi. Advokasi merupakan upaya pendekatan yang dilakukan
kepada orang atau pihak yang memiliki peran penting dalam suksesnya suatu
program maupun dalam pelaksanaan kegiatan program tersebut. Agar proses
advokasi dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan sesuai dengan yang
diharapkan, diperlukan adanya Langkah-langkah yang sistematis. Menurut John
Hopkins University – Center for Communication Program (JHU-CCP)
mengembangkan Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan advokasi atau biasa
dikenal dengan sebutan “A” (A Frame), diantaranya adalah analisis, strategi,
mobilisasi, tindakan/aksi, evaluasi, dan kesinambungan. Pelaku atau pemangku
kepentingan advokasi kesehatan merupakan seorang individu atau kelompok
orang yang peduli terhadap isu-isu kesehatan dan upaya meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, serta beranggapan perlu diadakannya kemitraan untuk
mendukung kegiatan advokasi. Pembagian peran dalam tim advokasi menjadi
beberapa bagian, yakni tim analisis, tim penyusun dan perencana strategi, tim
penggalang kemitraan (mobilisasi), dan tim pelaksana.
Kata Kunci: Advokasi, Kebijakan Publik, Tahapan Advokasi, Peran Advokasi,
Pembagian Peran Advokasi.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


RINGKASAN ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 2
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................................... 2
1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................................. 2
1.4. Manfaat ..................................................................................................... 3
1.4.1. Manfaat Teoritis ................................................................................ 3
1.4.2. Manfaat Praktis ................................................................................. 3
BAB 2. PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
2.1. Tahapan Advokasi Kesehatan .................................................................. 4
2.2. Pembagian Peran dalam Advokasi Kesehatan ......................................... 9
2.3. Studi Kasus ............................................................................................. 14
BAB 3. PENUTUP ............................................................................................... 17
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 17
3.2. Saran ....................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Promosi Kesehatan merupakan upaya dalam merubah perilaku masyarakat
dari yang tidak sehat menjadi sehat. Tujuan dari promosi kesehatan adalah untuk
memberikan informasi kesehatan dan memicu kesadaran dari masyarakat akan
pentingnya menjaga kesehatan serta menaikan derajat kesehatan masyarakat.
Dalam upaya melaksanakan promosi kesehatan untuk mendukung tercapainya
suatu tujuan, yaitu dengan menerapkan strategi advokasi, bina suasana, gerakan
pemberdayaan masyarakat, serta kemitraan. Advokasi merupakan suatu kegiatan
membahas permasalahan dengan tujuan untuk mendukung, memberikan informasi,
solusi sehingga dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Advokasi kesehatan
sebagai salah satu strategi penting dalam merubah cara berpikir publik tentang
bagaimana pentingnya program kesehatan. Advokasi kesehatan merupakan cara
promosi kesehatan untuk mendukung produktivitas masyarakat. Tujuan dari
advokasi kesehatan adalah untuk mempengaruhi kebijakan serta praktik-praktik
kesehatan di tingkat individu maupun masyarakat serta meningkatkan aksesibilitas
dan kualitas pelayanan kesehatan.
Advokasi sendiri bukan hanya kegiatan untuk mendapatkan dukungan
kebijakan berupa peraturan, tetapi juga tenaga, sarana, anggaran, dan sumber daya
dalam mendukung tercapainya keberhasilan suatu program. Setiap advokator
harus mampu dalam merancang dan melaksanakan tahapan proses advokasi
kesehatan dengan tepat dan benar. Advokasi kesehatan dapat dikatakan berhasil
apabila pengelola dari program kesehatan tersebut memahami aturan dalam
mengelola kegiatan advokasi dengan tepat dan benar sesuai dengan permasalahan
kesehatan yang ada di daerah tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Setiap
daerah memiliki karakteristik sosial yang berbeda. Dalam melakukan advokasi
maka perlu dipahami terlebih dahulu sosial budaya masyarakat yang ingin dituju.
Dalam melakukan advokasi diperlukan peran dari seseorang yang paham
akan permasalahan serta dapat memahami persoalan yang sedang dihadapi. Peran
merupakan sikap yang diinginkan orang lain terhadap seseorang sesuai dengan
posisinya (Widyawati,S.Kep, 2020). Apabila peran tersebut sesuai, maka pesan

1
yang disampaikan akan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat atau orang
yang sedang diadvokasi dikarenakan advokator tersebut paham apa yang akan
dilakukan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Adha et al., 2022)
bahwa adanya hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan dengan pelaksanaan
peran advokasi. Advokasi kesehatan yang dilakukan dengan baik maka akan
mendapatkan umpan balik yang baik.
Pentingnya kita dalam memahami tahapan yang benar dalam melakukan
advokasi kesehatan. Dilakukan tahapan advokasi kesehatan yang benar dan sesuai
agar mendapatkan komitmen serta dukungan dari sasaran yang di advokasi.
Advokasi kesehatan dilakukan agar sasaran menyadari masalah yang terjadi,
terdorong untuk mengatasi, peduli dan juga sepakat untuk memecahkan masalah
tersebut. Dalam tahapan advokasi penting dilakukan agar tepat sesuai sasaran
yang dituju. Akan tetapi, dalam melakukan suatu advokasi kesehatan masih
terdapat advokator yang tidak tepat sasaran dalam mengadvokasi. Peran advokator
tidak sesuai dengan permasalahan yang sedang dibahas atau pesan yang
disampaikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan permasalahan
tersebut penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai definisi, tujuan, tahapan,
dan pembagian peran dalam advokasi kesehatan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam makalah ini, yaitu “Bagaimana tahapan dan pembagian peran
dalam advokasi kesehatan?”.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk mengetahui dan
mengidentifikasi tahapan dan pembagian peran dari pelaksanaan advokasi
kesehatan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tahapan dalam advokasi kesehatan.
2. Untuk mengetahui pembagian peran dalam advokasi kesehatan.
3. Untuk menganalisis artikel terkait implementasi tahapan dan pembagian
peran dalam advokasi kesehatan.

2
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan
terkait tahapan dan pembagian peran dalam advokasi kesehatan.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Penulis
Diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan terkait tahapan
dan pembagian peran dalam advokasi kesehatan.
2. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait tahapan dalam melakukan
advokasi terutama bidang kesehatan ataupun ketika masyarakat sedang
terlibat dalam advokasi kesehatan serta mengetahui perannya dalam
advokasi kesehatan.
3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Diharapkan dapat menjadi tambahan bahan bacaan dan juga referensi terkait
tahapan dan pembagian peran dalam advokasi kesehatan.

3
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1. Tahapan Advokasi Kesehatan
Agar proses advokasi dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan
sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan adanya Langkah-langkah yang
sistematis. Menurut John Hopkins University – Center for Communication
Program (JHU-CCP) mengembangkan Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
advokasi atau biasa dikenal dengan sebutan “A” (A Frame).

Gambar 2.1
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Analisis
Analisis merupakan langkah pertama yang digunakan untuk membuat atau
mempersiapkan suatu kegiatan advokasi kesehatan yang efektif. Hasil dari analisis
ini nantinya akan digunakan sebagai dasar atau acuan untuk menyusun strategi
advokasi yang akan digunakan. Oleh karena itu, analisis menjadi sangat penting
karena akan mempengaruhi kualitas dan strategi dari advokasi yang akan disusun.
Berikut ruang lingkup analisis diantaranya adalah:
a. Analisis Isu
Analisis dari sebuah isu akan diawali dengan melakukan identifikasi dari masalah
kesehatan yang ada di suatu wilayah. Dari beberapa masalah kesehatan yang ada
kemudian dilakukan pemilihan prioritas yang dijadikan sebagai landasan untuk
menetapkan isu-isu yang terkait dengan terjadinya masalah tersebut. Setelah

4
dilakukan penetapan beberapa isu, dilanjutkan dengan penetapan isu strategis
yang benar-benar mempunyai hubungan dengan terjadinya masalah kesehatan
yang ada di wilayah tersebut. Analisis isu juga dapat dilakukan dengan
menggunakan kajian data dan informasi atau laporan, termasuk juga teori yang
dapat diperoleh dari bahan bacaan atau literatur. Beberapa pertanyaan yang dapat
digunakan saat melakukan analisis isu, yaitu :
a) Apakah isu tersebut mempunyai hubungan yang erat dengan
terjadinya masalah kesehatan yang dijadikan prioritas?
b) Apakah sebagain besar masyarakat merasakan isu tersebut?
c) Apakah didukung dengan data akurat?
d) Apakah hasil isu nantinya akan memperbaiki status kesehatan
masyarakat?
e) Apakah dapat dikaitkan dengan sektor lain?
f) Apakah isu dapat memperkuat value para pejabat publik?
g) Apakah isu dapat memperkuat jejaring LSM atau lintas sektor?
b. Analisis Publik
Analisis publik penting untuk dilakukan karena merumuskan isi pesan
akan sangat diperlukan dalam pemilihan aksi dan tindakan yang akan dilakukan
serta media maupun saluran informasi yang akan digunakan. Analisis publik dapat
dilakukan dengan memanfaatkan hasil penelitian, assessment, maupun hasil dari
pendekatan pribadi, khususnya untuk sasaran individu. Analisis ini sebaiknya
dapat dilakukan secara rinci untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut :
a) Adakah unsur atau instansi pemerintah yang berwenang untuk
membuat kebijakan publik terkait dengan upaya pemecahan dari
masalah kesehatan tersebut?
b) Bentuk kebijakan apa yang dapat dibuat atau dilaksanakan oleh
unsur atau instansi pemerintah tersebut?
c) Bagaimana nilai atau value yang berkembang di berbagai instansi
pemerintah tersebut?
d) Bagaimana praktik perilaku yang terjadi di masing-masing instansi
pemerintah tersebut?

5
e) Apakah terdapat sumberdaya yang dimiliki masing-masing instansi
yang berkaitan dengan penyelesaian masalah ini dan seberapa
besarkah?
f) Siapa sajakah kelompok masyarakat yang akan mendapatkan
manfaat dengan adanya penyelesaian masalah ini?
g) Bagaimanakah praktek perilaku dari masing-masing kelompok
terhadap masalah ini?
h) Sumberdaya apa saja yang dimiliki kelompok masyarakat yang
berkaitan dengan penyelesaian masalah ini dan seberapa besar?
c. Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan akan sangat berpengaruh dalam pelaksanaan baik
mobilisasi maupun tindakan dan aksi kegiatan advokasi kesehatan. Analisis
kebijakan dapat dilakukan dengan menganilis kebijakan yang belum berjalan
dengan semestinya atau membuat sebuah kebijakan untuk mengatasi
permasalahan kesehatan yang ada. Dalam menganalisis kebijakan juga diperlukan
pengkajian berkaitan dengan efektifitas kebijakan tersebut dalam mengatasi
masalah yang ada. Analisis kebijakan dapat dilakukan dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut :
a) Adakah kebijakan yang mendukung upaya untuk pemecahan
masalah kesehatan tersebut?
b) Bagaimanakah pengaruh dan efektivitas penerapan kebijakan yang
sudah ada dalam mendukung tujuan tercapainya upaya untuk
pemecahan masalah tersebut?
c) Adakah kebijakan yang perlu dikembangkan untuk mendukung
upaya pemecahan masalah kesehatan tersebut?
d) Apakah bentuk kebijakan yang perlu dikembangkan tersebut?

d. Analisis terkait program komunikasi yang dapat potensial dijadikan


kegiatan advokasi
e. Analisis terkait stakeholder dengan pengembangan kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan

6
f. Analisis terkait jejaring yang dapat melalukan ataupun mendukung
kegiatan advokasi kesehatan untuk mencapai tujuan advokasi
g. Analisis terhadap sumberdaya yang dibutuhkan saat melaksanakan
kegiatan advokasi kesehatan
2. Menyusun Strategi Advokasi
Terdapat beberapa tahapan yang dapat dilakukan untuk menyusun strategi
advokasi, yaitu:
a. Membentuk suatu kelompok kerja ataupun jejaring advokasi
b. Melakukan sebuah identifikasi sasaran advokasi
c. Mengembangkan tujuan advokasi dengan memperhatikan kadiah
SMART
d. Menentukan rencana aksi atau kegiatan advokasi
e. Menentukan indikator
f. Menentukan dana dan sumberdaya lainnya
Selain itu, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun
strategi, yaitu :
a. Credible, program yang dibuat harus dapat meyakinkan para penentu
kebijakan
b. Feasible, program yang dibuat secara teknik, politik, ataupun ekonomi
layak untuk dilaksanakan
c. Relevant, program yang dibuat memenuhi kebutuhan masyarakat dan
dapat memecahkan masalah
d. Urgent, program yang dibuat mempunyai urgensi tinggi yang harus
dilaksanakan
e. High Priority, program yang dibuat merupakan prioritas dari masalah
yang telah di analisis
3. Mobilisasi
Mobilisasi atau menggalang kemitraan adalah salah satu langkah penting
dalam melakukan advokasi. Mobilisasi perlu untuk dilakukan karena untuk
membangun kebersamaan, kekuatan, dan tekanan kepada pihak yang belum
mendukung. Beberapa langkah yang dapat dilakukan, yaitu :

7
a. Melakukan identifikasi mitra yang dapat diajak kerjasama
b. Melakukan penyelarasan program kerja disetiap mitra potensial
c. Mengembangkan koalisi dan melakukan MoU
d. Membuat rancangan program
e. Mendelegasikan tanggung jawab dan kewenangan
f. Melakukan peningkatan kapasitas
g. Mengembangkan jaringan informasi
h. Mendokumentasikan kegiatan
4. Tindakan Aksi
Hasil analisis, rancangan strategi, kemudian di tuangkan dalam plan of
Action untuk membuat sebuah tindakan aksi atau pelaksanaan advokasi. Tindakan
atau aksi dalam proses advokasi merupakan sebuah kegiatan komunikasi dengan
menjaga citra untuk mengajak keterlibatan semua pihak yang dilakukan secara
terus menerus dan konsisten hingga tujuan advokasi tercapai.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu bagian yang terpenting juga dalam proses advokasi.
Pelaksanaan evaluasi akan mengacu pada indikator yang telah ditetapkan
sebelumnya. Beberapa aspek yang perlu dievaluasi secara berkala, di antaranya :
a. Kegiatan dan kemampuan mitra dalam mencapai tujuan dari
advokasi
b. Kegiatan komunikasi advokasi
c. Kejelasan dari isi pesan yang disampaikan
d. Kekuatan media advokasi yang digunakan
e. Pemahaman, ketertarikan, kepedulian, ataupun tindakan sasaran
advokasi dalam mendukung kebijakan untuk program kesehatan
f. Dampak dari kegiatan advokasi terhadap tujuan program kesehatan
yang ingin dicapai
6. Kesinambungan
Advokasi adalah sebuah bentuk program komunikasi strategis yang
digunakan untuk menghasilkan suatu perubahan nilai ataupun perilaku dengan
sasaran penentu atau pengambil kebijakan. Dalam prosesnya, advokasi
memerlukan waktu yang panjang dan pengawalan yang ketat. Apabila sudah

8
terdapat suatu kebijakan maka perlu dilakukan penerjemahan atau suatu tindak
lanjut menjadi kebijakan operasional atau kebijakan teknis dan nantinya harus
disosialisasikan kepada berbagai pihak agar dapat diimplementasikan. Untuk
mengantisipasi segala hal yang dapat terjadi maka dalam penetapan tujuan
advokasi harus disusun secara rinsi dan jelas dari waktu kewaktu dan selalu
berkesinambungan.
2.2. Pembagian Peran dalam Advokasi Kesehatan
Advokasi kesehatan merupakan salah satu strategi utama dalam promosi
kesehatan. Advokasi merupakan upaya pendekatan yang dilakukan kepada orang
atau pihak yang memiliki peran penting dalam suksesnya suatu program maupun
dalam pelaksanaan kegiatan program tersebut. Dalam buku karangan Maisyarah,
dkk. mengutip pernyataan dari tulisan Ramli dkk., 2022 sasaran upaya advokasi
seringkali ditujukan kepada para pemimpin baik dari institusi pemerintah maupun
swasta (pihak penentu keputusan (decision makers) dan pembuat kebijakan
(policy makers)), serta pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan (Maisyarah et
al., 2023:8).
Pelaku atau pemangku kepentingan advokasi kesehatan yaitu, seorang
individu atau kelompok orang yang peduli terhadap isu-isu kesehatan dan upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, serta beranggapan perlu diadakannya
kemitraan untuk mendukung kegiatan advokasi. Pihak-pihak yang termasuk
dalam pemangku kepentingan atau pelaku advokasi yaitu, berasal dari pihak
pemerintah (government), swasta (business), akademisi (academician), organisasi
profesi atau organisasi masyarakat/LSM (NGO), tokoh-tokoh masyarakat, dan
tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar di kalangan masyarakat, serta pihak
media massa (mass media) (Astuti et al., 2020). Berikut ini merupakan penjelasan
peran dan hubungan pihak-pihak pemangku kepentingan dalam upaya advokasi
kesehatan:
a. Pemerintah (Goverment)
Pemerintah atau government dalam upaya adokasi kesehatan berperan
sebagai regulator yang membuat kebijakan dan penentu keputusan, serta sebagai
pihak kontroler yang bertugas mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan
kebijakan kesehatan. Selain itu, pemerintah juga memiliki peran penting dalam

9
proses kegiatan perencanaan (planning), pelaksanaan (actuating), pemantauan &
pengendalian (monitoring & evaluation), promosi, alokasi biaya, perizinan,
pengembangan pengetahuan, dan kemitraan antara sektor publik dengan swasta.
Pemerintah juga berperan sebagai koordinator dari para pemangku kepentingan
dalam advokasi kesehatan (Raditya, 2021).
b. Kelompok bisnis usaha/Swasta (Business)
Kelompok bisnis usaha atau sektor swasta dalam advokasi kesehatan
berperan sebagai enabler atau fasilitator. Bisnis usaha atau sektor swasta biasanya
berkaitan erat dengan kegiatan yang memiliki tujuan menciptakan nilai tambah
dan memperoleh keuntungan yang meningkat bahkan berkelanjutan. Hal yang
menjadi pertimbangan oleh pihak bisnis usaha atau sektor swasta dengan adanya
advokasi adalah keuntungan bagi perkembangan masa depan dengan membantu
memberikan fasilitas infrastruktur teknologi, modal, dan berbagai fungsi lainnya
(Astuti et al., 2020; Raditya, 2021).
c. Akademisi (Academician)
Pihak atau kelompok akademisi pengetahuan dan pengalaman yang
relevan dengan topik atau isu yang diangkat dalam kebijakan kesehatan, oleh
karena itu akademisi dalam advoksasi kesehatan berperan sebagai konseptor
(Raditya, 2021). Kelompok/organisasi riset, perguruan tinggi, konsultan, dan lain
sebagainya dapat menyumbangkan pengetahuan dan pengalaman, serta seringkali
menyuarakan pendapat atau masukan yang relevan dan kuat mengenai isu-isu atau
topik masalah kesehatan yang ada dimasyarakat (Astuti et al., 2020).
d. Organisasi Non Pemerintah (NGO/Non-Government Organization)
Organisasi non-pemerintah atau NGO (Non-Government Organization)
merupakan sebuah organisasi yang didirikan oleh individu atau kelompok orang
yang memiliki ketertairkan terkait isu-isu kesehatan atau secara sukarela
memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa memiliki tujuan untuk
memperoleh keuntungan dari kegiatan yang dilakukannya (Astuti et al., 2020).
Biasanya organisasi non-pemerintah atau NGO berperan sebagai akselerator
dalam advokasi kesehatan (Raditya, 2021).

10
e. Media massa (Mass Media)
Kelompok atau pihak media massa (media digital maupun non-digital)
memiliki peran penting dalam upaya advokasi kesehatan dalam hal publikasi.
Lebih tepatnya media berperan dalam hal mendukung publikasi serta membangun
brand image mengenai kebijakan kesehatan yang digunakan dalam upaya promosi
kesehatan dan sebagai alat mendukung perubahan sosial (Raditya, 2021). Pada
masa sekarang ini, kemudahan akses media massa oleh masyarakat dapat
dijadikan sebagai faktor pendukung dalam penyebaran informasi mengenai
kebijakan kesehatan kepada calon mitra atau kolabolator yang dapat mendukung
adanya perubahan sosial yang diharapkan.
Pembagian peran dalam tim advokasi kesehatan salah satu tahapan penting
dalam melaksanakan kegiatan advokasi kesehatan. Pada serangkaian kegiatan
advokasi kesehatan sangatlah kompleks sehingga memerlukan bantuan kerjasama
dari banyak pihak atau tim, dan dikarenakan banyak pihak yang dilibatkan dalam
advokasi kesehatan maka diperlukannya pembagian peran. Tujuan dilakukannya
pembagian peran dalam advokasi kesehatan adalah dapat mengidentifikasi serta
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia tim advokasi kesehatan yang
telah dibentuk, mengidentifikasi pihak-pihak yang berpotensi dapat mendukung
kegiatan pelaksanaan advokasi kesehatan (individu/kelompok/organisasi/institusi)
(Khumairah et al., 2022). Berikut ini merupakan penjelasan mengenai pembagian
peran dalam tim advokasi kesehatan, sebagai berikut :
a. Tim Analisis
Kegiatan analisis merupakan upaya awal dalam proses perencanaan
kegiatan advokasi, mutu analisis yang dibuat oleh tim analisis advokasi kesehatan
akan berdampak pada kualitas penyusunan strategi advokasi kesehatan yang
nantinya akan disusun oleh tim penyusun dan perencana strategi advokasi
kesehatan. Peranan tim analisis advokasi kesehatan, meliputi (Kementerian
Kesehatan RI, 2013):
1. Analisis isu. Pada tahap analisis ini ada beberapa kegiatan yang
dilakukan yaitu, mengidentifikasi dan menganalisis masalah kesehatan
yang muncul pada suatu wilayah, memprioritaskan beberapa masalah
kesehatan yang ditemukan, prioritas masalah tersebut nantinya akan

11
dijadikan sebagai landasan untuk menetapkan beberapa isu penyebab
terjadinya masalah kesehatan tersebut, menetapkan isu strategis yang
benar-benar berhubungan dengan munculnya masalah kesehatan di
wilayah tersebut, merumuskan tujuan advokasi, sasaran advokasi, isi
pesan advokasi, media advokasi.
2. Analisis publik. Kegiatan yang dilakukan ketika melakukan analisis
publik yaitu, menentukan bentuk aksi, tindakan, media maupun saluran
informasi yang nantinya akan digunakan untuk melakukan advokasi
kesehatan.
3. Analisis kebijakan. Kegiatan yang dilakukan ketika melakukan analisis
kebiajkan yaitu, melakukan pengkajian terhadap efektifitas kebijakan
dlam mengatasi masalah kesehatan, baik itu kebijakan yang ada namun
belum berjalan sebagaimana mestinya maupun kebijakan baru yang
perlu dibuat untuk mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat
tersebut.
4. Analisis mengenai program-program komunikasi yang memiliki
potensi dalam mendukung kegiatan advokasi.
5. Analisis mengenai kemitraan terkait dengan pengembangan kebijakan
publik berwawasan kesehatan.
6. Analisis tentang jejaring yang mampu mendukung kegiatan advokasi
kesehatan sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
7. Analisis terhadap sumberdaya yang dibutuhkan dalam melaksanakan
kegiatan advokasi kesehatan.
b. Tim Penyusun dan Perencana Strategi
Kegiatan menyusun dan merencanakan strategi advokasi kesehatan
merupakan tahap lanjut dari tahap analisis. Peran tim penyusun dan perencana
strategi advokasi kesehatan, meliputi (Kementerian Kesehatan RI, 2013):
1. Membentuk kelompok kerja atau jejaring advokasi kesehatan.
2. Melakukan identifikasi sasaran advokasi yang bertindak sebagai
advokator, serta sasaran pengambil kebijakan.

12
3. Mengembangkan tujuan advokasi yang sebelumnya telah dirumuskan
oleh tim analisis. Dalam menyusun tujuan advokasi harus
memperhatikan kaidah SMART.
4. Menentukan rencana aksi atau kegiatan advokasi seperti,
menyelenggarakan forum komunikasi, pengembangan pesan dan
media advokasi, penyiapan dan pendayagunaan tenaga advokasi,
merancang medode advokasi, merancang berbagai jenis komunikasi
efektif untuk advokasi, menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan
advokasi, merancang proses pembuatan dukungan kebijakan yang
diharapkan.
5. Menentukan indikator keberhasilan advokasi kesehatan dalam input,
proses, dan output kegiatan advokasi, serta merancang kegiatan
pemantauan (monitoring) dan penilaian advokasi tersebut.
6. Menentukan dana serta sumberdaya lainnya yang dibutuhkan untuk
kegiatan advokasi dan pengembangan kebijakan yang diperlukan.
c. Tim Penggalang Kemitraan (Mobilisasi)
Kegiatan penggalangan kemitraan atau mobilisasi termasuk salah satu
tahapan yang penting dilakukan dalam advokasi kesehatan. Mobilisasi dilakukan
dengan tujuan untuk membangun rasa kebersamaan, kekuatan sekaligus tekanan
kepada pihak-pihak yang tidak/belum mendukung kegiatan advokasi. Peran tim
penggalangan kemitraan atau mobilisasi advokasi kesehatan, meliputi
(Kementerian Kesehatan RI, 2013):
1. Mengidentifikasi pihak-pihak yang berpotensi menjadi mitra dalam
kegiatan advokasi.
2. Sinkronisasi program kerja kesehatan dari setiap mitra potensial.
3. Mengembangkan koalisi dan melakukan nota kesepahaman (MoU).
4. Membuat program kerja terpadu dengan pihak-pihak yang telah
menjadi mitra.
5. Mendelegasikan tanggung jawab dan kewenangan kepada pihak-pihak
yang telah menjadi mitra.
6. Melakukan peningkatan kapasitas mitra advokasi, contohnya seperti
menyelanggarakan pelatihan atau orientasi.

13
7. Mengembangkan jaringan informasi, serta menyelenggarakan forum
komunikasi secara rutin dengan mitra.
8. Mendokumentasikan kegiatan yang dilakukan oleh mitra dan
membagikan dokumentasi kegiatan tersebut diberbagai jenis media.
d. Tim Pelaksana
Tim pelaksana advokasi kesehatan mengeksekusi rencana strategi tindakan
aksi atau pelaksanaan advokasi yang telah disusun oleh tim penyusunan &
perencanaan strategi advokasi. Recana strategi tindakan aksi kegiatan advokasi
dituangkan dalam Plan of Action (POA). Tindakan aksi dalam proses advokasi
merupakan serangkaian kegiatan komunikasi yang bersifat individual, kelompok
atau massa. Tim pelaksana advokasi kesehatan memerlukan strategi tersendiri
untuk membangun gambaran kepada seluruh pihak yang terlibat advokasi
kesehatan bahwa proses advokasi merupakan “tindakan bersama”. Proses ini
harus dilakukan secara terus menerus dan konsisten hingga tujuan advokasi
tercapai (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
2.3. Studi Kasus
Kategori Hasil Analisis
Judul Artikel Advokasi Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah
Penulis Annisa Sayyidatul Ulfa & Rita Damayanti
What Peran siswa dalam proses advokasi dalam
mengimplementasikan sekolah sebagai kawasan tanpa rokok
khususnya pada jenjang SMP.
Who Pelaksanaan advokasi penerapan kawasan tanpa rokok di
sekolah memiliki sasaran diantaranya guru, pimpinan sekolah,
dan pedagang toko di sekitar sekolah.
When Pelaksanaan advokasi dilaksanakan pada 4 - 18 Oktober 2020.
Where Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Bogor.
Why a. Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di beberapa
sekolah masih belum maksimal dikarenakan masih
ditemukan ada yang merokok di lingkungan sekolah dan
belum ada komitmen secara tegas untuk menegakkan KTR
di lingkungan sekolah.

14
b. Diperlukan adanya advokasi untuk mendukung adanya
kebijakan implementasi kawasan tanpa rokok dalam sebuah
institusi pendidikan.
How Langkah yang digunakan untuk advokasi penerapan Kawasan
tanpa rokok di sekolah, diantaranya:
a. Analisis masalah yang terdapat di sekolah
- Masih terdapat orang yang merokok di lingkungan sekolah
- Masih ditemukan adanya asap dan bau rokok di lingkungan
sekolah
- Masih terdapat orang yang menjual rokok di lingkungan
sekolah
- Masih terdapat iklan / banner rokok
b. Melakukan strategi advokasi
- Melakukan sosialisasi bahaya merokok
- Membuat satgas penerapan KTR
- Pemasangan plang dan stiker KTR
- Kompromi atau komplain pelarangan penjualan rokok ke
anak sekolah
- Pencopotan atau penggantian banner rokok dengan banner
yang lebih menarik
c. Melakukan mobilisasi
Mobilisasi dilakukan dengan cara mengumpulkan semua
pihak yang berperan terhadap advokasi, yaitu: Kepala
Sekolah, Pembina Osis, Ketua Osis, Guru BK, dan Pemilik
warung di sekitar sekolah.
d. Melakukan aksi
Aksi diawali dengan berdiskusi kepada guru dan melakukan
advokasi terhadap kepala sekolah kemudian dilanjutkan
dengan pemasangan plang dan stiker KTR. Setelah
memasang plang dan stiker KTR, dilakukan advokasi

15
kembali kepada pemilik warung untuk melepaskan atau
mengganti iklan banner rokok dengan banner yang lebih
menarik.
e. Evaluasi
Setelah diberlakukan KTR di lingkungan sekolah, guru
memberikan dukungan dalam penerapannya. Namun, masih
ditemukan guru yang melanggar dengan tetap merokok di
sekolah. Selain itu, terdapat orang tua dan tukang yang
sedang melakukan renovasi sekolah belum menerima
informasi dengan baik tentang KTR di sekolah. Hal ini
dapat diatasi oleh guru BK dan guru lainnya yang sudah
terinformasi dan bersepakat untuk menegur apabila terdapat
orang yang melanggar demi menegakkan KTR di sekolah
yang komprehensif.
f. Keberlanjutan
Sebagai bentuk keberlanjutan implementasi KTR di
sekolah, siswa dan guru BK yang juga menjadi Pembina
Osis berkomitmen penih atas penegakan KTR. Siswa yang
tergabung dan Osis kemudian melakukan edukasi pada
kegiatan LDKS untuk anggota Osis yang baru sebagai
tindak lanjut serta kaderisasi satgas KTR di sekolah. Selain
itu, sebagai bentuk komitmen sekolah dilakukan sosialisasi
tentang bahaya rokok dan adanya KTR kepada siswa baru
saat MPLS yang akan datang.
Analisis Tim analisis: mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Pembagian Universitas Indonesia
Peran Tim Penyusun strategi: mahasiswa FKM Universitas
Indonesia dan siswa siswi perwakilan organisasi intra sekolah
Mobilisator: kepala sekolah, pembina OSIS, ketua OSIS, gur
BK, pemilik warung
Pelaksana: siswa sekolah

16
BAB 3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan advokasi yaitu:
a. Analisis, menjadi sangat penting karena akan mempengaruhi
kualitas dan strategi dari advokasi yang akan disusun. Berikut
ruang lingkup analisis diantaranya:
• Analisis isu
• Analisis publik
• Analisis kebijakan
b. Menyusun strategi advokasi
c. Mobilisasi
d. Tindakan aksi
e. Evaluasi
f. Kesinambungan
2. Pembagian peran dalam upaya advokasi kesehatan yaitu:
a. Tim Analisis memiliki pernanan meliputi:

• Analisis isu
• Analisis publik
• Analisis kebijakan
• Analisis program komunikasi dalam kegiatan advokasi
• Analisis kemitraan mengenai pengembangan kebijakan
publik
• Analisis jejaring
• Analisis sumberdaya yang dibutuhkan
b.Tim penyusun dan perencana strategi memiliki peranan meliputi:

• Membentuk kelompok kerja


• Melakukan identifikasi sasaran advokasi
• Mengembangkan tujuan advokasi
• Menentukan rencana aksi
• Menentukan indikator keberhasilan advokasi kesehatan
• Menentukan dana serta sumberdaya lainnya
c. Tim penggalanng kemtiraan memiliki peranan meliputi:

• Identifikasi pihak-pihak yang berpotensi menjadi mitra


• Sinkronisasi program kerja kesehatan
• Mengembangkan koalisi dan MOU

17
• Membuat program kerja terpadu
• Mendelegasikan tanggung jawab dan kewenangan
• Melakukan peningkatan kapasitas mitra advokasi
• Mengembangkan jaringan informasi
• Mendokumentasikan kegiatan
d. Tim pelaksana sebagai eksekutor dalam rencana strategi
tindakan aksi yang telah disusun oleh tim penyusun
3. Langkah-langkah dalam advokasi penerapan KTR di sekolah:
a. Analisis masalah
b. Melakukan strategi advokasi berupa sosialisasi, membuat satgas
penerapan KTR, dan pemasangan plang KTR
c. Melakukan mobilisasi
d. Melakukan aksi
e. Evaluasi
f. Keberlanjutan
Analisis pembagian peran:
a. Tim analisis yaitu mahasiswa FKM UI
b. Tim penyusun strategi yaitu mahasiswa FKM UI dan siswa siswi
perwakilan organisasi intra sekolah
c. Mobilisator yaitu kepala sekolah, pembina OSIS, ketua OSIS,
guru BK
d. Pelaksana yaitu siswa sekolah
3.2.Saran
Topik yang berkaitan dengan tahapan dan peran dalam advokasi memiliki
aspek yang sangat luas, sedangkan yang dapat tersampaikan pada makalah ini
hanya sebagian kecil saja. Oleh karena itu, pembaca perlu memperluas
penguasaan materi mengenai tahapan dan peran dalam advokasi secara lebih
mendalam. Hal ini dilakukan agar pembaca dapat mengaplikasikan topik ini
dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat melakukan advokasi terkait isu-isu
tertentu.

18
DAFTAR PUSTAKA
Adha, D., Efendi, Z., Afrizal, Guci, A., & Fitri, Y. (2022). Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Pelaksanaan Peran Advokasi Perawat dalam Proses Informed
Consent di Ruang Rawat Inap. Jurnal Kesehatan Mercusuar, 5(1), 98–106.
https://doi.org/10.36984/jkm.v5i1.301
Astuti, R. S., Warsono, H., & Rachim, A. (2020). Collaborative Governance
dalam Perspektif Administrasi Publik (Tim DAP Press (ed.); 1st ed.).
Universitas Diponegoro Press.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. “Kurikulum Dan Modul Pelatihan Teknis
Pengembangan Media Promosi Kesehatan,” 1–217.
https://pdfcoffee.com/kurmod-pelatihan-teknis-pengelolaan-advokasi-
kesehatan-pdf-free.html.

Khumairah, Putri Vivi, Rina Angraeni, and Darliana Darwis. 2022. “ADVOKASI
KESEHATAN Putri Vivi Khumairah, Rina Angraeni, Darliana Darwis
Program Administrasi Kesehatan, Universitas Sains Islam Al Mawaddah
Warrahmah Kolaka,” no. 1: 1–13.

Maisyarah, Ramli, Wahyuni, R., Suprapto, Umaroh, A. K., Sayuti, S., Hayati, Z.,
& Sari, P. (2023). Konsep dan Advokasi Kesehatan (N. Sulung & R. M.
Sahara (eds.); 1st ed.). PT Global Eksekutif Teknologi.

Raditya, D. (2021). Penta-Helix dan Perubahan Sosial. Fisipol UGM Creative


Hub. https://chub.fisipol.ugm.ac.id/2021/09/01/penta-helix-dan-perubahan-
sosial/

Situngkir, D. 2020. Modul sesi 7 strategi promosi kesehatan. (Ksm 112):0–19.

Ulfa, A. S., & Damayanti, R. (2021). Advokasi Penerapan Kawasan Tanpa Rokok
di Sekolah. Perilaku Dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health
Promotion and Behavior, 3(2), 129. https://doi.org/10.47034/ppk.v3i2.5557
Widyawati,S.Kep, N. M. K. (2020). Buku Ajar Pendidikan dan Promosi
Kesehatan Untuk Mahasiswa Keperawatan 1-13. Diterbitkan oleh: Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Binalita Sudama Medan.

19
Ulfa&Damayanti. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2021; 3(2): 129-134
DOI: 10.47034/ppk.v3i2.5557

Advokasi Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah


Advocacy for the Implementation of No Smoking Areas in Schools
Annisa Sayyidatul Ulfa1, Rita Damayanti1
1
Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia

*Korespondensi penulis: Diterima (Recieved) : 23 Desember 2021


Direvisi (Revised) : 26 Desember 2021
annisayyidatulfa@gmail.com Diterima untuk diterbitkan (Accepted) : 27 Desember 2021

ABSTRAK
Latar Belakang. Jumlah perokok pasif di Indonesia mencapai 75% atau 96,9 juta orang. Sebanyak 66,2%
pelajar terpapar rokok di ruang publik tertutup. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan
Permendikbud 64/2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Lingkungan Sekolah. Masih perlu
optimalisasi pelaksanaan KTR di sekolah.
Tujuan. untuk melihat bagaimana peran siswa dalam proses advokasi dalam mengimplementasikan KTR di
sekolah
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan desain studi kasus yang dilakukan di
suatu SMP di Kabupaten Bogor. Terdapat 7 informan yang terlibat. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam dengan melihat proses advokasi
menggunakan Kerangka Advokasi “A”.
Hasil. Siswa berperan sebagai pelaksana KTR di sekolah dengan mengadvokasi guru untuk menjadi fasilitator
siswa, pimpinan sekolah sebagai pembuat kebijakan, dan pedagang toko di sekitar sekolah. Siswa
mengidentifikasi permasalahan yang dirasakan, merumuskan strategi, menganalisis target dan melakukan
advokasi. Kesepakatan yang terbentuk diantaranya pelaksanaan KTR sesuai kemampuan dan kondisi sekolah,
pemasangan plang KTR, menjalankan satgas KTR, sosialisasi bahaya merokok dan advokasi kepada warung
di sekitar sekolah untuk menurunkan spanduk iklan rokok.
Kesimpulan. Siswa bisa menjadi agen perubahan untuk implementasi KTR di sekolah dengan adanya fasilitasi
dan dukungan dari guru dan kepala sekolah.

Kata Kunci: peran siswa; advokasi; Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Sekolah

ABSTRACT
Background. Passive smokers in Indonesia reaches 75% or 96.9 million people. 66.2% students are exposed
to cigarette in closed public spaces. Ministry of Education and Culture issued Permendikbud 64/2015
concerning KTR in the School Environment. implementation of KTR in schools still need optimization.
Objective to see how the role of students in the advocacy process in implementing schools as smoke-free areas.
Method. This research is a qualitative descriptive research with case study design conducted in a Junior High
School of Bogor Regency. There were 7 informants. The data collection technique used Focus Group
Discussion (FGD) and in-depth interviews by looking at the advocacy process using the "A" Advocacy
Framework.
Results. Students act as implementers of KTR in schools by advocating teachers to become student facilitators,
school leaders as policy makers, and shop traders around the school. Students identify perceived problems,
formulate strategies, analyze targets and conduct advocacy. The agreement formed include implementation of
KTR according to the school’s ability and condition, installing KTR signs, applying KTR task-force and
advocating stalls around schools to put down cigarette advertising banners
Conclusion. Students can become agents of change for the implementation of KTR in schools with facilitation
and support from teachers and principals.

Keywords: student role; advocacy; smoke free school

129
Ulfa&Damayanti. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2021; 3(2): 129-134
DOI: 10.47034/ppk.v3i2.5557

LATAR BELAKANG tian lain disebutkan bahwa implementasi KTR


di SMP sederajat masih belum maksimal
Indonesia termasuk negara dengan pero-
karena warga sekolah masih ada yang merokok
kok tertinggi ketiga sebesar 53,7 juta orang,
di lingkungan sekolah, dan belum ada
setelah China dan India.1 Menurut data Profil
komitmen secara tegas untuk menegakkan
Kesehatan Ibu dan Anak, angka perokok
KTR.9 Dalam penelitian lain disebutkan bahwa
Indonesia pada tahun 2020 sebesar 28,69%.2
untuk mendukung sebuah program pada
Selain itu, berdasarkan data Riset Kesehatan
institusi pendidikan, perlu adanya kebijakan
Dasar (Riskesdas) 2018 angka perokok anak
dan dukungan penerapan KTR dari mahasiswa
usia 10-18 tahun adalah 9,1% atau sekitar 3,2
dan organisasi kemahasiswaan.10 Penelitian ini
juta anak.3 Hal tersebut menjadi sebuah
bertujuan untuk melihat peran siswa dalam
masalah terhadap pengaturan pengendalian
proses advokasi dalam mengimplementasikan
rokok di Indonesia.
sekolah sebagai kawasan tanpa rokok
Peningkatan jumlah perokok aktif tersebut
khususnya pada jenjang SMP.
secara tidak langsung meningkatkan jumlah
perokok pasif yang menghirup asap rokok atau METODE
biasa disebut secondhand smoker.
Berdasarkan Global Youth Tobacco Survey Jenis penelitian ini merupakan deskriptif
(GYTS) menunjukkan bahwa 57,8% pelajar kualitatif dengan desain penelitian studi kasus.
terpapar asap rokok di rumah dan 66,2% di Informan penelitian ini adalah kepala sekolah,
ruang publik tertutup.4 Perokok pasif di guru BK, dan anggota dari Organisasi Siswa
Indonesia masih menjadi masalah yang cukup Intra Sekolah (OSIS), ekstrakurikuler
serius. Berdasarkan data Riskesdas 2013, pramuka, futsal dan marawis. Penelitian ini
jumlah perokok pasif di Indonesia sebanyak dilakukan dengan teknik pengumpulan data
75% atau 96,9 juta jiwa, yang mana 68,8% Focus Group Discussion (FGD) dan
adalah perempuan.5 Angka ini berkebalikan wawancara mendalam terhadap informan.
dengan angka perokok aktif yang didominasi Peserta FGD merupakan lima orang siswa-
oleh laki-laki. Perokok pasif tersebut juga siswi perwakilan dari anggota organisasi,
dirasakan oleh balita yang tidak merokok. sedangkan informan wawancara mendalam
Balita termasuk kedalam kelompok rentan, yaitu kepala sekolah dan guru BK. Penelitian
akan tetapi harus menjadi korban asap rokok ini menggunakan “A” Framework for
orang lain dengan angka yang tidak kecil yaitu Advocacy oleh John Hopkins University,
sebanyak 12 juta balita 0-4 tahun.5 (1999), yang mana dalam konsep ini ada enam
Untuk memperkuat pengamanan terhadap langkah yang digunakan untuk advokasi11,
perokok pasif, pemerintah menerbitkan Pera- yaitu Analisis, Strategi, Mobilisasi, Aksi,
turan bersama Kementerian Kesehatan dan Evaluasi, serta Keberlanjutan.
Kementerian Dalam Negri no 7 tahun 2011
tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa HASIL
Rokok (KTR) serta Peraturan Kementerian Berdasarkan hasil FGD dengan siswa-
Pendidikan dan Kebudayaan no 64 tahun 2015 siswi perwakilan dari organisasi intra sekolah,
tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan disusunlah rencana aksi untuk advokasi
Sekolah.6 Peraturan di atas juga didukung implementasi sekolah sebagai KTR. Rencana
implementasinya oleh daerah-daerah yang aksi ini disusun berdasarkan analisis situasi
sudah memiliki Peraturan Daerah tentang masalah dan dampak yang dirasakan oleh para
Kawasan Tanpa Rokok seperti Perda siswa, lalu strategi advokasi yang bisa
Kabupaten Bogor No. 8 Tahun 2016, yang dilakukan untuk menjadi solusi dari masalah
mana salah satu KTR yaitu tempat proses yang ada, serta rencana aksi dan waktu
belajar mengajar.7 pelaksanaannya. Mobilisasi sasaran advokasi
Diketahui berdasarkan hasil penelitian se- juga dianalisis pada tahap ini.
belumnya bahwa implementasi KTR di seko- Analisis masalah merupakan langkah
lah dapat mengurangi kebiasaan merokok di pertama yang harus dilakukan guna meng-
lingkungan sekolah.8 Akan tetapi, pada peneli- identifikasi isu yang akan diambil untuk aksi
130
Ulfa&Damayanti. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2021; 3(2): 129-134
DOI: 10.47034/ppk.v3i2.5557

yang akan dilakukan.12 Analisis masalah pada Membuat Satgas Penerapan KTR; (3)
kondisi sekolah yaitu (a) Masih ada orang yang Pemasangan plang dan stiker KTR; (4)
merokok di sekolah; (b) Masih ada asap rokok; Kompromi/komplain pelarangan penjualan
(c) Masih ada bau asap rokok; (d) Masih ada rokok ke anak sekolah; serta (5) Pencopotan/
penjualan rokok; dan (e) Masih ada iklan penggantian banner rokok dengan banner
rokok. Analisis masalah yang dilakukan yang lebih menarik.
tersebut dibandingkan dengan lima indikator Mobilisasi dilakukan dengan cara meng-
kawasan tanpa rokok yang ada pada himpun pihak yang memiliki kepentingan ter-
Permendikbud Nomor 64 Tahun 201513 yang hadap advokasi ini, yaitu: Kepala sekolah;
meliputi: (a) adanya larangan merokok dalam Pembina Osis; Ketua Osis; Guru BK; serta
aturan sekolah; (b) tidak bekerjasama dalam Pemilik warung sekitar sekolah. Kegiatan yang
hal iklan, promosi dan sponsor rokok; (c) direncanakan untuk proses advokasi ini adalah
memberlakukan larangan pemasangan iklan diskusi dengan guru (4 Oktober 2020);
rokok di lingkungan sekolah; (d) melarang Advokasi kepada kepala sekolah (18 Oktober
penjualan rokok di kantin/warung sekolah atau 2020); Pemasangan plang dan sticker KTR;
di lingkungan sekolah; serta (e) memasang Diskusi dengan pemilik warung, kepala seko-
tanda kawasan tanpa rokok di lingkungan lah dan guru; serta persiapan untuk pencopotan
sekolah. Berdasarkan analisis indikator terse- banner pengganti. Kegiatan tersebut diberi ba-
but, sekolah baru mencapai satu dari lima indi- tas waktu hingga akhir Desember 2020. Pada
kator KTR yang dilaksanakan, sehingga dalam pelaksanaannya, anak-anak mengawali me-
penegakan KTR perlu adanya strategi guna nyampaikan hasil analisis strategi mereka ke-
meningkatkan implementasi KTR yang lebih pada guru secara daring. Kemudian bersama
baik. dengan guru, mereka menyampaikan kepada
Perencanaan strategi pada advokasi ini di- kepala sekolah secara daring dan beberapa
lakukan untuk membantu pada proses meng- perwakilan secara luring. Pemasangan plang
ubah perilaku dalam menanggapi kondisi ling- dilakukan setelah proses siswa mengadvokasi
kungan yang terjadi pada saat penelitian ini, hingga kepala sekolah pada tanggal 16
strategi advokasi ini disusun secara kompre- November 2020 atas persetujuan ketua
hensif berdasarkan masalah yang ada, mampu yayasan dan kepala sekolah. Pertemuan
dan mungkin untuk dilakukan oleh sasaran, dengan pemilik warung dilakukan pada
serta disusun secara sistematis, taktis dan tanggal 28 Januari 2021, namun pemilik
berani.14,15 Hal tersebut sesuai dengan prinsip warung tidak menyetujui untuk melepaskan
advokasi.10 Hasil strategi yang telah disusun banner iklan rokok pada warungnya.
adalah Melakukan edukasi bahaya rokok; (2)

Tabel 1. Analisis, Strategi, Mobilisasi dan Aksi


Analisis Strategi Aksi
Mobilisasi
Masalah Dampak Rencana kegiatan Waktu
1. Masih ada 1. Banyak orang yang 1. Melakukan edukasi 1. Kepala 1. Diskusi dengan 4 Oktober
orang yang terkena asap rokok bahaya rokok sekolah guru 2020
merokok di (perokok pasif) 2. Membuat Satgas 2. Pembina 2. Advokasi dengan 18 Oktober
sekolah 2. Puntung rokok Penerapan KTR OSIS kepala sekolah 2020
2. Masih ada asap yang berserakan di 3. Pemasangan Plang 3. Ketua 3. Pemasangan Plang
rokok sekolah dan sticker KTR OSIS KTR
3. Masih ada bau 3. Udara 4. Kompromi/Komplen 4. Guru BK 4. Diskusi dengan
asap rokok terkontaminasi asap Penjualan Rokok di 5. Pemilik pemilik warung,
4. Masih ada rokok yang area Sekolah dengan warung kepala sekolah dan
penjualan rokok mengganggu pelarangan penjualan guru
5. Masih ada iklan pernapasan ke Anak Sekolahan 5. Penyiapan/
rokok 4. Banyak siswa yang 5. Pencopotan/penggant pencopotan banner
mulai mencoba ian banner Rokok pengganti
merokok dengan banner yang
lebih menarik

131
Ulfa&Damayanti. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2021; 3(2): 129-134
DOI: 10.47034/ppk.v3i2.5557

Evaluasi Keberlanjutan pelaksanaan KTR di


Sejak penerapan dan pemasangan KTR di sekolah
sekolah, guru diberikan pengetahuan yang Sebagai bentuk keberlanjutan penerapan
sama tentang informasi KTR tersebut. Banyak KTR di sekolah, di sini anak-anak dan guru
guru yang ikut mendukung dalam penerapan BK yang saat ini juga menjadi pembina OSIS
KTR di sekolah. Walaupun demikian, masih di sekolah, berkomitmen penuh dengan
ada guru yang melanggar dengan tetap mero- penegakan KTR di sekolah. Anak-anak yang
kok di kawasan sekolah. Dalam penerapan tergabung dalam OSIS kemudian melakukan
KTR di sekolah, orang tua siswa dan tukang edukasi pada kegiatan LDKS untuk anggota
yang sedang merenovasi sekolah merupakan OSIS yang baru. Kegiatan ini bertujuan untuk
orang-orang yang belum terinformasi dengan menginformasikan bahaya rokok dan adanya
baik tentang KTR di sekolah. Masih ada orang KTR di sekolah sebagai tindak lanjut serta
tua yang ketika datang ke sekolah untuk kaderisasi satgas KTR di sekolah pada tanggal
mengambil rapor, mereka merokok di sekolah. 27 februari 2021. Hal tersebut dikawal oleh
Namun, guru BK dan guru lainnya yang sudah pembina OSIS dan didukung oleh kepala
terinformasi dan sepakat, menegur hal tersebut sekolah sebagai bentuk komitmen terhadap
demi penegakan KTR di sekolah yang penegakan KTR di sekolah. Selain itu,
komprehensif. direncanakan pula sosialisasi yang sama untuk
Selain itu yang menjadi tantangan dalam siswa baru pada MPLS mendatang dengan
penerapan KTR adalah ketua yayasan sekolah metode peer educator yang akan dilakukan
yang juga seorang perokok. Ketika ketua oleh anggota OSIS. Hal tersebut dilakukan
yayasan berkunjung ke sekolah dan melihat guna menginformasikan komitmen sekolah
ada plang KTR, sedang beliau merupakan dalam penerapan KTR agar siswa baru bisa
seorang perokok, beliau masih tetap merokok mengikuti dan menyepakati aturan KTR di
di kawasan sekolah. Karena hal tersebut sekolah dengan informasi yang lengkap.
merupakan pelanggaran, guru BK yang sudah
berkomitmen dalam menegakkan KTR di PEMBAHASAN
sekolah menegur ketua yayasan dengan Berdasarkan analisis masalah, dampak
menunjukkan plang KTR dan menyebutkan masalah yang diangkat dari tidak adanya pene-
bahwa di sekolah merupakan kawasan tidak gakan KTR di sekolah adalah (a) banyak orang
boleh merokok. Akan tetapi, dengan power yang terkena asap rokok (perokok pasif); dan
yang dimiliki oleh ketua yayasan, beliau (b) Udara terkontaminasi asap rokok yang
memindahkan plang KTR tersebut ke gedung mengganggu pernapasan. Hal tersebut sejalan
2 yang bersebelahan dengan gedung 1 namun dengan hasil penelitian Kiyoung bahwa pada
berbeda pagar. Hal tersebut dinyatakan sebagai sekolah menengah di pedesaan kecil, aktivitas
kawasan tanpa rokok berada di gedung dua merokok di sekolah mengakibatkan terpapar-
saja, tidak di gedung satu. nya polusi udara tingkat tinggi yang berba-
Akhirnya, sebagai bentuk antisipasi dan haya.16 Selain itu, dampak dari lingkungan
evaluasi dari kejadian di atas, guru BK dibantu sekolah yang tidak KTR adalah (c) Puntung
oleh siswa-siswa memasangkan stiker KTR di rokok yang berserakan di sekolah; serta (d)
seluruh kelas dan ruang guru yang ada di banyak siswa yang mulai mencoba merokok,
gedung 1. Sebelumnya stiker tersebut tidak hal tersebut telah dibuktikan oleh penelitian
dipasang karena merasa belum perlu. Berda- sebelumnya bahwa, lingkungan rumah yang
sarkan kejadian di atas, menjadi bahan pertim- merokok mempengaruhi perilaku, penerimaan,
bangan sekolah untuk menempelkan stiker kerentanan, keyakinan dan motivasi untuk
agar semua warga sekolah yang berkunjung merokok pada remaja.17
bisa melihat informasi KTR dan selalu ter- Pada hasil strategi yang telah disusun
ingatkan untuk tidak merokok di kawasan tersebut, sudah sesuai dengan Principle of
sekolah. Ecological Model, yang mana disebutkan bah-
wa model ekologi ini merupakan petunjuk
kemajuan dari penelitian promosi kesehatan
132
Ulfa&Damayanti. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2021; 3(2): 129-134
DOI: 10.47034/ppk.v3i2.5557

remaja.18 Model ekologi dalam strategi ini izin serta membuat satgas KTR dalam pene-
menguatkan pada tingkat intrapersonal, inter- gakkan KTR di lingkungan sekolah.
personal, institutional, community, dan public
policy.19 Model ekologi ini terdiri empat KESIMPULAN
prinsip.20 Prinsip pertama yaitu bisa Proses advokasi yang melibatkan siswa
mempengaruhi perilaku secara mikro hingga dalam implementasi kebijakan sekolah sebagai
makro. Hal ini ditandai dengan tingkat sasaran kawasan tanpa rokok yaitu siswa bisa
strategi advokasi yang menyasar level siswa menganalisis sederhana terkait masalah yang
untuk edukasi tentang bahaya rokok dan KTR ada, membuat stretegi sederhana yang akan
(intrapersonal) hingga level pemegang kebi- dilakukan serta melakukan audiensi kepada
jakan tertinggi untuk menerapkan peraturan guru dan kepala sekolah sehingga siswa bisa
KTR di sekolah (public policy). Prinsip kedua menjadi agen perubahan untuk implementasi
pada tingkat model dalam interaksi. Siswa dan KTR di sekolah. Hal tersebut bisa terjadi jika
guru yang memiliki motivasi tinggi terhadap siswa difasilitasi dan didukung oleh guru dan
KTR, bisa memengaruhi lingkungan yang juga kepala sekolah.
mendukung terhadap penerapan KTR di
sekolah. Prinsip selanjutnya dalam model SARAN
ekologi ini harus membuat dampak yang besar.
Pada analisis sebelumnya, telah disusun dam- Pemerintah, institusi pendidikan serta
pak yang bisa terjadi jika kegiatan merokok di pegiat pengendalian tembakau sebaiknya
sekolah terus dilakukan. Oleh karena itu, ada- melibatkan siswa dalam proses penerapan
nya penerapan KTR ini, diharapkan bisa ber- KTR di sekolah dengan mengkapasitasi,
kontribusi atas dampak yang mungkin diha- mendampingi dan mendorong siswa mengenai
silkan. Prinsip yang terakhir yaitu perilaku KTR.
yang spesifik. Pada strategi ini, dilakukan im-
UCAPAN TERIMA KASIH
plementasi KTR di sekolah dengan melakukan
edukasi serta pengkondisian guna mencegah Penulis mengucapkan terima kasih kepada
perilaku merokok di lingkungan sekolah. SMP Mahardika yang sudah bersedia terlibat
Selain menggunakan prinsip model eko- dalam proses penelitian ini dan kepada
logi, strategi implementasi KTR di sekolah ini Yayasan Lentera Anak dan Yayasan Plan
juga sesuai dengan kerangka PRECEDE/ Internasional Indonesia karena sudah
PROCEED dari Green and Kreuter 2005.21 memfasilitasi penelitian ini.
Dalam kerangka PRECEDE/PROCEED dapat
digunakan untuk menerapkan pengendalian DAFTAR REFERENSI
tembakau.22 Berdasarkan kerangka tersebut, 1. WHO. Prevalence | Tobacco Atlas.
perubahan perilaku bisa dicapai dengan tiga 2018.
faktor yaitu, predisposisi, pemungkin dan
pendorong. Faktor predisposisi pada strategi 2. Saputra R. Profil Kesehatan Ibu Dan
ini yaitu dalam peningkatan pengetahuan Anak 2020. J Chem Inf Model.
siswa dan warga sekolah terkait KTR dengan 2020;53(9):1689–99.
adanya edukasi dan sosialisasi guna
memperkuat dalam pencegahan perilaku 3. Badan Penelitian dan Pengembangan
merokok di lingkungan sekolah. Faktor kedua Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
yaitu pemungkin, strategi pada penelitian ini, (Riskesdas) Tahun 2018 [Internet].
diusulkan untuk mengadvokasi warung Badan Penelitian dan Pengembangan
terdekat untuk tidak menjual dan memasak Kesehatan. 2018. p. 198. Available
spanduk iklan rokok, serta memasang plang from:
KTR, untuk mendukung adanya lingkungan http://labdata.litbang.kemkes.go.id/ima
sekolah yang bebas dari akses rokok yang ges/download/laporan/RKD/2018/Lapo
mudah serta iklan rokok. Faktor terakhir yaitu ran_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf
adanya dukungan sekolah dengan memberikan 4. GYTS. Lembar Informasi Indonesia
133
Ulfa&Damayanti. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior. 2021; 3(2): 129-134
DOI: 10.47034/ppk.v3i2.5557

2019 (Global Youth Tobacco Survei). planning research. 2017;


World Heal Organ. 2020;1–2.
16. Lee K, Hahn EJ, Riker CA, Hoehne A,
5. Kusnandar VB. 96 Juta Orang Indonesia White A, Greenwell D, et al.
Jadi Perokok Pasif | Databoks. 2019. Secondhand Smoke Exposure in a Rural
High School. 2007;23(4).
6. Menkumham RI. SKB Menkes Dan
Mendagri::Pedoman Pelaksanaan 17. Muilenburg JL, Latham T, Annang L,
Kawasan Tanpa Rokok (KTR)::BN 49- Johnson WD, Burdell AC, West SJ, et
2011. 2011. al. The home smoking environment:
Influence on behaviors and attitudes in
7. Sekda Kabupaten Bogor. Peraturan a racially diverse adolescent population.
Daerah No 8 Tahun 2016 tentang Heal Educ Behav. 2009;36(4):777–93.
Kawasan Tanpa Rokok. 2016.
18. Wold B, Mittelmark MB. Health-
8. Kuipers MAG, de Korte R, Soto VE, promotion research over three decades:
Richter M, Moor I, Rimpelä AH, et al. The social-ecological model and
School smoking policies and challenges in implementation of
educational inequalities in smoking interventions. Scand J Public Health.
behaviour of adolescents aged 14-17 2018 Feb;46(20_suppl):20–6.
years in Europe. J Epidemiol
Community Health. 2015;70(2):132–9. 19. Nutland W, Cragg L. Understanding
Public Health: Health Promotion
9. Marchel YA. Implementasi Kawasan Practice. Second. Open University
Tanpa Rokok Sebagai Pencegahan Press; 2015.
Merokok Pada Remaja Awal. J
PROMKES. 2019;7(2):144. 20. Sharma M, Branscum P, Atri A.
Introduction to Community and Public
10. Trisnowati H. Peran Mahasiswa dalam Health, John Wiley & Sons,
Penerapan Kawasan Tanpa Rokok. Incorporated. First Edit. San Francisco:
2016;(May). Jossey Bass; 2014.
11. Pratomo H. ADVOKASI: Konsep, 21. Porter CM. Revisiting Precede-
Teknik dan Aplikasi di Bidang Proceed: A leading model for ecological
Kesehatan di Indonesia. Jakarta: and ethical health promotion. Health
Rajawali Pers; 2015. Educ J. 2016;75(6):753–64.
12. Sharma RR. An Introduction to 22. Gielen AC, Green LW. The Impact of
Advocacy: Training Guide. Vol. 29. Policy, Environmental, and Educational
USAID; 1997. 300–301 p. Interventions: A Synthesis of the
Evidence From Two Public Health
13. Mendikbud RI. Peraturan Menteri
Success Stories. Heal Educ Behav. 2015
Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Apr;42(1_suppl):20–34.
Indonesia Nomor 64 Tahun 2015
tentang Kawasan Tanda Rokok di
Linkungan Sekolah. 2015;
14. Giesecke J. Practical strategies for
library managers. American Library
Association; 2001.
15. Bryson JM, Edwards LH, Van Slyke
DM. Public Management Review
Getting strategic about strategic

134

Anda mungkin juga menyukai