Anda di halaman 1dari 10

KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA

dan PROMOSI KESEHATAN (K3 & Promkes)


Oleh : I Nengah Tanu Komalyna

Topik : Visi Misi, Strategi dan Model Promosi Kesehatan


Tujuan Pembelajaran (TM 9) :
1. Mampu memahami visi misi promosi kesehatan
2. Mampu memahami strategi promosi kesehatan
3. Mampu memahami model promosi kesehatan
Pokok Bahasan
1. Visi misi promosi kesehatan
2. Strategi promosi kesehatan
3. Model promosi kesehatan
Kegiatan Belajar
A. Pendahuluan
Suatu kecelakaan sering terjadi di tempat kerja diakibatkan oleh lebih dari satu sebab.
Kecelakaan dapat dicegah dengan menghilangkan hal-hal yang menyebabkan
kecelakaan tersebut. Ada dua sebab utama terjadinya suatu kecelakaan. Pertama,
tindakan yang tidak aman (unsafe acts), dan Kedua, Kondisi kerja yang tidak aman
(unsafe condition)
Tindakan yang tidak aman (unsafe acts), misalnya : melaksanakan pekerjaan tanpa
wewenang atau yang berwenang gagal mengamankan atau memperingatkan
seseorang.; menjalankan alat/mesin dengan kecepatan diluar batas aman;
menyebabkan alat-alat keselamatan tidak bekerja; menggunakan alat yang rusak;
bekerja tanpa prosedur yang benar; tidak menggunakan pakaian pengaman atau alat
pelindung diri; menggunakan alat secara salah; melanggar peraturan keselamatan
kerja; bergurau ditempat kerja; dan lain-lain.
Kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition), misalnya: peralatan
pengamanan yang tidak memenuhi syarat, bahan / peralatan yang rusak atau tidak
dapat dipakai; ventilasi dan penerangan kurang; lingkungan yang terlalu sesak;
lembab, bising; bahaya ledakan / terbakar; kurang sarana pemberi tanda bahaya;
dan keadaan udara beracun: gas, debu, uap
Baik tindakan yang tidak aman dan kondisi kerja yang tidak aman sebagian besar
disebabkan karena faktor perilaku manusia. sehingga tindakan pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya kecelakaan adalah hal yang lebih penting dibandingkan
dengan mengatasi terjadinya kecelakaan dan tindakan pencegahan dapat berfokus
pada perilaku manusia pada semua tatanan aspek SMK3.
B. Visi Misi Promosi Kesehatan
Visi Promosi Kesehatan = Visi pembangunan kesehatan
Visi : Indonesia Sehat 2025
Tujuan: untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi
Misi:
1. Menggerakkan Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan.
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil
kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta
kontribusi positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi hasil
kerja serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya
wawasan kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional.
Kesehatan sebagai salah satu unsur dari kesejahteraan rakyat juga mengandung
arti terlindunginya dan terlepasnya masyarakat dari segala macam gangguan
yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.Untuk dapat terlaksananya
pembangunan nasional yang berkontribusi positif terhadap kesehatan seperti
dimaksud di atas, maka seluruh unsur atau subsistem dari Sistem Kesehatan
Nasional berperan sebagai penggerak utama pembangunan nasional
berwawasan kesehatan.

2. Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat


Kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap individu, keluarga dan masyarakat
untuk menjaga kesehatan, memilih, dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang
bermutu, sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.
Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat meliputi:
1) penggerakan masyarakat; masyarakat paling bawah mempunyai peluang
yang sebesar-besarnya untuk terlibat aktif dalam proses pembangunan
kesehatan,
2) organisasi kemasyarakatan; diupayakan agar peran organisasi masyarakat
lokal makin berfungsi dalam pembangunan kesehatan,
3) advokasi; masyarakat memperjuangkan kepentingannya di bidang kesehatan,
4) kemitraan; dalam pemberdayaan masyarakat penting untuk meningkatkan
kemitraan dan partisipasi lintas sektor, swasta, dunia usaha dan pemangku
kepentingan,
5) sumberdaya; diperlukan sumberdaya memadai seperti SDM, sistem informasi
dan dana
3. Memelihara dan Meningkatkan Upaya Kesehatan yang Bermutu, Merata,
dan Terjangkau
Pembangunan kesehatan diselenggarakan guna menjamin tersedianya upaya
kesehatan, baik upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan
perorangan yang bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat. Upaya
kesehatan diselenggarakan dengan pengutamaan pada upaya pencegahan
(preventif), dan peningkatan kesehatan (promotif) bagi segenap warga negara
Indonesia, tanpa mengabaikan upaya penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Agar dapat memelihara dan meningkatkan
kesehatan, diperlukan pula upaya peningkatan lingkungan yang sehat. Upaya
kesehatan tersebut diselenggarakan dengan kemitraan antara pemerintah, dan
masyarakat termasuk swasta. Untuk masa mendatang, apabila sistem jaminan
kesehatan sosial telah berkembang, penyelenggaraan upaya kesehatan
perorangan primer akan diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan
menerapkan konsep dokter keluarga. Di daerah yang sangat terpencil, masih
diperlukan upaya kesehatan perorangan oleh Puskesmas.

4. Meningkatkan dan Mendayagunakan Sumber Daya Kesehatan.


Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sumber daya kesehatan
perlu ditingkatkan dan didayagunakan, yang meliputi sumber daya manusia
kesehatan, pembiayaan kesehatan, serta sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Sumber daya kesehatan meliputi pula penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan/kedokteran, serta data dan informasi yang makin penting
peranannya. Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat, swasta,
dan pemerintah harus tersedia dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara
adil, dan termanfaatkan secara berhasil-guna serta berdaya-guna. Jaminan
kesehatan yang diselenggarakan secara nasional dengan prinsip asuransi sosial
dan prinsip ekuitas, bertujuan untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan. Sediaan farmasi, alat kesehatan yang aman, bermutu, dan
bermanfaat harus tersedia secara merata serta terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat, makanan dan minuman yang aman, bermutu serta dengan
pengawasan yang baik. Upaya dalam meningkatkan ketersediaan tersebut,
dilakukan dengan upaya peningkatan manajemen, pengembangan serta
penggunaan teknologi di bidang sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
minuman. bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum
dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang
sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya
kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-
nilai budaya bangsa
Visi Promkes K3 = Visi pembangunan kesehatan dan K3
Visi misi pembangunan kesehatan tersebut di atas, maka khusus K3
diimplementasikan melalui Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3), yang meliputi: 1) penetapan kebijakan K3 (di RS/Fasyankes/Laboratorium
sesuai lokasi tempat kerja); 2) perencanaan K3 (di RS/Fasyankes/Laboratorium
sesuai lokasi tempat kerja); 3) pelaksanaan rencana K3 (di
RS/Fasyankes/Laboratorium sesuai lokasi tempat kerja); 4) pemantauan dan
evaluasi kinerja K3 (di RS/Fasyankes/Laboratorium sesuai lokasi tempat kerja); dan
5) peninjauan dan peningkatan kinerja K3 (di RS/Fasyankes/Laboratorium sesuai
lokasi tempat kerja)
C. Strategi Promosi Kesehatan
Untuk mewujudkan visi misi promosi kesehatan pembangunan kesehatan dan K3
tersebut di atas, dan keberhasilan implemenrasi K3 sebagian besar dipengaruhi oleh
faktor perilaku manusia, maka menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu
dilaksanakan strategi promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari
1) pemberdayaan, yang didukung oleh
2) bina suasana dan
3) advokasi, serta dilandasi oleh semangat
4) kemitraan
Pemberdayaan Masyarakat
Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan bagian
yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak dari promosi
kesehatan. Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu,
keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien,
agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu
mempraktikkan K3 dan PHBS yang diperkenalkan (aspek practice). Oleh sebab itu,
sesuai dengan sasaran (klien)nya dapat dibedakan adanya (a) pemberdayaan
individu, (b) pemberdayaan keluarga dan (c) pemberdayaan kelompok/masyarakat.
Dalam mengupayakan agar klien (individu/keluarga/masyarakat) tahu dan sadar,
kuncinya terletak pada keberhasilan membuat klien tersebut memahami bahwa
sesuatu (misalnya Kebakaran (kecil/besar) di Laboratorium adalah masalah baginya
dan bagi masyarakatnya. Sepanjang klien yang bersangkutan belum mengetahui dan
menyadari bahwa sesuatu itu merupakan masalah, maka klien tersebut tidak
akan bersedia menerima informasi apa pun lebih lanjut. Saat klien telah menyadari
masalah yang dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih
lanjut tentang masalah yang bersangkutan.
Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-
fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan
harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau diatasi. Di sini dapat
dikemukakan fakta yang berkaitan K3 di tempat kerja oleh komite K3 dan jika di
keluarga atau masyarakat dengan para tokoh masyarakat sebagai panutan.
Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan serta
menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak dijumpai
lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan
atau peduli terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik di antara
mereka maupun antara mereka dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan
masyarakat dapat berdayaguna dan berhasilguna.
Bina Suasana
Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif dan
mendorong dipraktikkannya K3 dan PHBS serta penciptaan panutan-panutan dalam
mengadopsi K3 dan PHBS dan melestarikannya. Seseorang akan terdorong untuk
mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga
di rumah, organisasi siswa/mahasiswa, serikat pekerja/karyawan, orang-orang yang
menjadi panutan/idola, kelompok arisan, majelis agama dan lain-lain, dan bahkan
masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh karena itu,
untuk memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam upaya meningkatkan
para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana.
Terdapat tiga kategori proses bina suasana, yaitu (a) bina suasana individu, (b) bina
suasana kelompok dan (c) bina suasana publik. Bina suasana individu dilakukan
oleh individu-individu tokoh masyarakat, kasus di tempat kerja misalnya oleh jenjang
pimpinan, misalnya Direktur Perusahaan, Ketua Komite K3, Koordinator pelaksana
monitoring dan evaluasi pelaksanaan K3, dan lian lain yang dianggap harus memberi
contoh dalam penerapan rencana K3. Bina suasana kelompok dilakukan oleh
kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT),
pengurus Rukun Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi
Profesi, organisasi Wanita, organisasi Siswa/mahasiswa, organisasi pemuda, serikat
pekerja dan lain-lain. Bina suasana ini dapat dilakukan bersama pemuka/tokoh
masyarakat yang telah peduli. Dalam kategori ini kelompok-kelompok tersebut
menjadi kelompok yang peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan
menyetujui atau mendukungnya. Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat
umum melalui pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media komunikasi,
seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain, sehingga dapat
tercipta pendapat umum. Dalam kategori ini media-media massa tersebut peduli dan
mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan. Dengan demikian, maka media-
media massa tersebut lalu menjadi mitra dalam rangka menyebarluaskan informasi
tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat umum atau
opini publik yang positif tentang K3 dan PHBS.
Advokasi
Sedangkan advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak terkait
yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan K3 dan PHBS baik
dari segi materi maupun non materi. Pihak-pihak yang terkait ini, kalau di tempat kerja
adalah para pimpinan dan jika di keluarga atau masyarakat berupa tokoh-tokoh
masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai narasumber
(opinion leader), atau penentu kebijakan (norma) atau penyandang dana. Juga
berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat dan media massa yang dapat
berperan dalam menciptakan suasana kondusif, opini publik dan dorongan
(pressure) bagi terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi merupakan upaya untuk
menyukseskan bina suasana dan pemberdayaan atau proses pembinaan K3 dan
PHBS secara umum.
Sebagaimana pemberdayaan dan bina suasana, advokasi juga akan lebih efektif bila
dilaksanakan dengan prinsip kemitraan. Yaitu dengan membentuk jejaring
advokasi atau forum kerjasama. Dengan kerjasama, melalui pembagian tugas dan
saling-dukung, maka sasaran advokasi akan dapat diarahkan untuk sampai kepada
tujuan yang diharapkan. Sebagai konsekuensinya, metode dan media advokasi pun
harus ditentukan secara cermat, sehingga kerjasama dapat berjalan baik.
Kemitraan
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina suasana
dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan dukungan. Dengan
demikian kemitraan perlu digalang antar individu, keluarga, pejabat atau instansi
pemerintah yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh
masyarakat, media massa dan lain-lain.
Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu
a) Kesetaraan, tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis. Keadaan ini dapat
dicapai apabila semua hubungan yang dilandasi kebersamaan atau kepentingan
bersama, jika sampai terbentuk hirakhis berarti dasarnya adalah kesepakatan
semata sehingga ada kejelasan peran yang akan dilakukan.
b) Keterbukaan. Setiap langkah diperlukan adanya kejujuran dari masing-masing
pihak, dan
c) Saling menguntungkan. Solusi yang adil ini terutama dikaitkan dengan adanya
keuntungan yang didapat oleh semua pihak yang terlibat (baik langsung maupun
tidak langsung bagi semua yang terlibat)
D. Model Promosi Kesehatan
Komunikasi merupakan kegiatan pokok dalam promosi kesehatan. Proses
komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran
tertentu/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/media
dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi.
Beberapa model promosi kesehatan yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku
seseorang, keluarga atau masyarakat, yaitu:
1. Health Belief Model (HBM)
2. Teori Transtheoretical Model atau Stage of Change Model
3. Model Precede-Procede yang dikembangkan Green dan Kreuter (1991)
Health Belief Model (HBM)
Health belief model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari
individu untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat atau kepercayaan
individu dalam berperilaku sehat. Gambar di bawah ini, adalah proses bagaimana
individu mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (PHBS) dan K3 dengan model
HBM.

Pertama, kerentanan yang dirasakan (Perceived Susceptibility). Anggapan tempat


kerja mempunyai risiko tinggi terhadap PAK akibat pelaksanaan rencana K3
Laboratorium tidak standar atau diabaikan. Pelaksanaan rencana K3 Laboratorium
meliputi: manajemen risiko K3 Laboratorium, keselamatan dan keamanan di
laboratorium; pelayanan Kesehatan Kerja; pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja; pencegahan dan
pengendalian kebakaran; pengelolaan prasarana laboratorium dari aspek
keselamatan dan Kesehatan Kerja; pengelolaan peralatan laboratorium dari aspek
keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat
atau bencana.
Kedua, keparahan yang dirasakan (Perceived Severity). Pengukuran keparahan
dilihat pada anggapan bahwa PAK bisa menyebabkan kematian, dan kerugian yang
didapat, serta penilaian pada akibat yang ditimbulkan dari PAK. Menurut ILO, setiap
tahun ada lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat kerja dan lebih dari 160 juta
pekerja menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja. Terlebih lagi, 1,2 juta pekerja
meninggal akibat kecelakaan dan sakit di tempat kerja. Fakta tersebut, merupakan
keparahan yang dirasakan oleh pekerja.
Ketiga, isyarat untuk melakukan tindakan (Cues to action). Isyarat dalam melakukan
tindakan karrena didukung pada hal-hal yang mengingatkan melakukan tindakan
mulai dari media massa, elektronik, dan non elektronik. Misalnya, di pasang poster
APD di pintu masuk laboratorium, poster langkah-langkah penggunaan APD di ruang
ganti, menempel simbul pada setiap bahan kimia yang mempunyai sifat B3, dan lain-
lain.
Keempat, manfaat yang dirasakan (Perceived Benefits). Faktor persepsi manfaat
diperoleh setelah mengikuti SMK3 Laboratorium.
Kelima, hambatan yang dirasakan (Perceived Barriers). Variabel ini merupakan
lawan dari persepsi manfaat. Persepsi hambatan menggambarkan beberapa kendala
yang dirasa setelah mengikuti SMK3 Laboratorium.
Jadi, menurut Model Kepercayaan Kesehatan (HBM), perilaku ditentukan oleh
apakah seseorang:
1. Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu
2. Menganggap masalah PAK di laboratorium berakibat dana berdampak serius
3. Meyakini efektivitas antara manfaat yang dirasakan dan hambatan yang
dirasakan

Teori Transtheoretical Model atau Stage of Change Model


Menggambarkan bahwa seseorang dianggap berhasil dan permanen mengadopsi
suatu perilaku bila telah melalui lima “tahap perubahan” meliputi:
1) Pra Perenungan (Precontemplation). Pada tahap ini, seseorang tidak peduli
untuk melakukan aksi terhadap masa depan yang dapat diperkirakan, biasanya
diukur dalam enam bulan berikutnya. Orang pada tahap ini disebabkan oleh
tidak tahu atau kurang tahu mengenai konsekuensi suatu perilaku atau mereka
telah mencoba berubah beberapa kali dan patah semangat terhadap kemampuan
berubahnya.
2) Perenungan (Contemplation). Pada tahap ini, seseorang peduli untuk berubah
pada enam bulan berikutnya. Mereka lebih peduli kemungkinan perubahan tetapi
seringkali peduli terhadap kosenkuensi secara akut. Keseimbangan antara
biaya dan keuntungan perubahan dapat menimbulkan amat sangat ambivalen,
sehingga dapat menahan seseorang dalam tahap ini untuk waktu yang lama
3) Persiapan (Preparation). Pada tahap ini, seseorang peduli melakukan aksi
dengan segera di masa mendatang, biasanya diukur bulan berikutnya.
4) Aksi (Action). Pada tahap ini, seseorang telah membuat modifikasi yang
spesifik dan jelas pada gaya hidupnya selama enam bulan terakhir. Dalam
Transtheoretical Model, aksi hanya satu dari lima tahap, tidak semua modifikasi
perilaku disebut sebagai aksi.
5) Pemeliharaan (Maintenance). Pada tahap ini, seseorang tidak tergiur untuk
kembali dan meningkatkan dengan lebih percaya diri untuk melanjutkan
perubahannya.

Tahap perubahan di Teori Transtheoretical Model atau Stage of Change Model,


berasumsi bahwa setiap orang itu rasional tahapan proses peribahan perilakunya
melalui proses perenungan sampai memelihara perubahan perilaku yang dilakukan.

Model PRECEDE - PROCEED


Model Precede-Proceed dikemas dalam dua bagian. Bagian yang pertama adalah
PRECEDE (Predisposing, Reinforcing, Enabling, Constructs in, Educational /
Ecological, Diagnosis, Evaluation) yang berfokus pada perencanaan program.
Bagian yang kedua adalah PROCEED (Policy, Regulatory, Organizational,
Constructs in, Educational, Enviromental, Development) yang berfokus pada
implementasi dan evaluasi. Konsep Precede-Proceed ini baik digunakan dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Program Pomosi Kesehatan.
Berdasarkan teori Precede-Proceed, perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor,
yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors)
dan faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku
seseorang, diantaranya: pendidikan, pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan,
sistem, keyakinan, nilai-nilai serta norma yang berlaku di masyarakat terkait dengan
K3 dan PHBS.
Faktor pemungkin
Faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang memungkinkan atau mendukung
perubahan perilaku diantaranya: lingkungan fisik, fasilitas dan sarana prasarana
yang mendukung perubahan perilaku, sumber daya manusia, serta akses atau
keterjangkauan terhadap fasilitas dan sarana prasarana tersebut.
Faktor penguat
Faktor penguat terjadinya perubahan perilaku kesehatan diantaranya: sikap dan
perilaku petugas kesehatan, dukungan (teman sebaya, guru, orang tua dan keluarga),
dukungan tokoh masyarakat, dukungan program, dukungan kebijakan yang berlaku
di ditempat kerja serta komitmen pemangku kepentingan dan mitra kerja.
Model Precede-Procede

Individu, keluarga atau masyarakat sebagai subyek pemberdayaan masyarakat


dalam promosi kesehaan. Kasus pada hasil penelitian tentang” Pendidikan
Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Pemberdayaan Pendidik Sebaya Di Kawasan
Lokalisasi Dolly Kota Surabaya” diketahui bahwa prioritas masalah yang dihadapi
subjek pemberdayaan adalah terletak pada pengetahuan terkait kesehatan
reproduksi remaja. Imbas yang diperoleh akibat minimnya pengetahuan subjek
pemberdayaan terkait permasalahan kesehatan reproduksi antara lain
penyalahgunaan NAPZA dan perilaku seks berisiko. Oleh karena itu, perlu tindakan
intervensi untuk meningkatkan pengetahuan sebagai faktor predisposisi subjek
pemberdayaan.

Daftar Pustaka
1. Tjahjanto, Rachmat. Dkk. Analisis Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Atas
Kapal MV. CS Brave. KAPAL, Vol. 13, No.1 Februari 2016.
2. Kemenkes RI. Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan Panduan
Bagi Petugas Kesehatan di Puskesmas
1. Sulistiawan, Dedik, dkk. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui
Pemberdayaan Pendidik Sebaya Di Kawasan Lokalisasi Dolly Kota Surabaya.
Jurnal Promkes, Vol. 2, No. 2 Desember 2014: 140–147

Anda mungkin juga menyukai