Anda di halaman 1dari 9

G.

Kegiatan Advokasi
Kegiatan advokasi bertujuan untuk mendorong dikeluarkannya
kebijakankebijakan publik oleh pejabat publik sehingga dapat mendukung dan
menguntungkan kesehatan. Melalui pelaksanaan advokasi kesehatan, pejabat
publik menjadi paham terhadap masalah kesehatan, kemudian tertarik, peduli,
menjadikan program kesehatan menjadi agenda prioritas serta bertindak
memberikan dukungan untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada di wilayah
kerjanya (1).
Kegiatan advokasi antara lain :
a. Lobi Politik
Lobi adalah berbincang-bincang secara informal para pengambil keputusan
dan pembuat kebijakan untuk menginformasikan isu-isu strategis yang menjadi
permasalahan di masyarakat. Tahap pertama lobi tim inti advokasi menyampaikan
seriusnya masalah kesehatan yang dihadapi di suatu wilayah dan dampaknya
terhadap kehidupan masyarakat. Kemudian disampaikan alternatif terbaik untuk
mengendalikan masalah tersebut. Dalam lobi yang paling baik adalah melalui
komunikasi interpersonal. Lobi banyak digunakan untuk mengadvokasi pembuat
kebijakan/pejabat publik dalam bentuk bincang-bincang (pendekatan tokoh).
Pengalaman menunjukan bahwa untuk melakukan suatu lobi, terlebih dahulu
harus mencari waktu untuk bisa bertemu dengan pejabat publik merupakan suatu
tantangan/seni tersendiri bagi para pelobi. Aspek lain yang perlu dipersiapkan
adalah data dan argumen yang kuat untuk meyakinkan si pejabat public tentang
seriusnya permasalahan kesehatan dan betapa pentingnya peranan si pejabat
tersebut dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada. Prinsip melobi dalam
program advokasi kesehatan, adalah “low profile, high pressure” (2).
b. Seminar
Seminar merupakan salah satu metode advokasi yang membahas isu
strategis secara ilmiah yang dilakukan bersama beberapa pejabat publik sebagai
sasaran advokasi. Seminar biasanya diikuti 20 sampai 30 orang peserta yang
dipimpin oleh seorang pakar dalam bidang yang dibahas/diseminarkan. Tujuan
seminar untuk mendapatkan keputusan atau rekomendasi terhadap upaya
pemecahan masalah tertentu yang merupakan hasil kesepakatan dalam
pembahasan bersama semua peserta. Teknik seminar juga menguntungkan dalam
menyamakan persepsi, menumbuhkan kebersamaan dan membangun komitmen
dalam mendukung kebijakan dan penerapan serta memberi kesempatan diskusi
dengan para peserta seminar secara aktif. Dalam penerapan teknik seminar
diperlukan kemampuan untuk menggunakan dan memanfaatkan berbagai teknik
komunikasi serta penggunaan alat bantu penyajian yang berkembang
kecanggihannya (2).
c. Penggunaan Media Massa
Peranan media massa sangat besar dan menentukan dalam keberhasilan
advokasi kesehatan, baik dalam membentuk opini, menyamakan persepsi maupun
dalam memberikan tekanan. Media massa merupakan media yang mampu
memberi informasi kepada banyak orang pada banyak tempat yang berbeda dalam
waktu yang hampir bersamaan. Dalam advokasi kesehatan kita bisa memilih
media massa elektronik ( TV, radio, internet ) dan cetak (koran, majalah, tabloid
dan lain-lain). Memperhatikan besarnya peranan media massa dalam suatu upaya
advokasi kesehatan, maka bagaimana menjalin kerja sama yang baik dengan pihak
media massa merupakan suatu tantangan sekaligus seni tersendiri yang perlu
dipelajari oleh perancang dan pelaksana advokasi. Sebaiknya para pelaksana
memiliki daftar media yang ada di wilayahnya secara rinci dan menggalang
hubungan pribadi yang akrab dengan jurnalis dan redakturnya (2).
d. Paparan (Presentasi)
Paparan atau presentasi merupakan kegiatan advokasi yang sering
dipergunakan. Materi paparan adalah isu strategis tentang masalah kesehatan yang
disampaikan dalam bahasa yang baik, cukup menyentuh, efektif, tidak berbelit-
belit, dapat dimengerti dan dipahami dengan cepat dan jelas. Penerapan metode
presentasi ini, dinilai menguntungkan untuk menyamakan persepsi,
menumbuhkan kebersamaan dan membangun komitmen. Hampir sama dengan
lobi, data yang akurat dan argumentasi yang kuat tentang pentingnya dukungan
untuk mengatasi permasalahan kesehatan merupakan hal penting yang harus
dipersiapkan bila ingin berhasil. Selain itu, dalam tehnik presentasi diupayakan
agar menggunakan berbagai alat bantu penyajian yang menarik misalnya: LCD,
film dokumentasi/ testimoni sehingga mempermudah pemahaman serta
ketertarikan sasaran advokasi. Diperlukan persiapan yang terencana, didukung
data lengkap, tampilan slide yang menarik, pengemasan cetakan / audio visual
serta ilustrasi foto dan grafik yang menarik dan lengkap (2).
e. Negosiasi
Negosiasi merupakan kegiatan advokasi yang bertujuan untuk menghasilkan
kesepakatan. Dalam hal ini pihak yang bernegosiasi menyadari bahwa masing-
masing pihak mempunyai kepentingan yang sama tentang upaya mengatasi
permasalahan kesehatan, sekaligus menyatukan upaya mencapai kepentingan
tersebut sesuai tupoksi atau valuenya masingmasing. Negosiasi merupakan cara
yang efektif untuk mendapatkan kesepakatan tentang pentingnya memberikan
dukungan kebijakan maupun sumberdaya dalam mencapai tujuan program
kesehatan. Adapun cara untuk melakukan negosiasi adalah dengan jalan
kompromi, akomodasi dan kolaborasi. Dalam negosiasi diperlukan kemampuan
untuk melakukan tawar menawar dengan alternatif yang cukup terbuka. Oleh
sebab itu sebelum melakukan negosiasi, pelaku harus mempelajari kepentingan
dan tupoksi sasaran advokasi. Pelaku advokasi / negosiator harus fokus terhadap
inti permasalahan. Seorang negosiator harus dalam keadaan “SHAPE” yaitu
sincere/sensitive (tulus/peka), honest/humoris (jujur/humoris), attentive/articuler
(menarik, pandai bicara), proficient (pandai/cakap) enthusiastic/empathy
(antusias/empati). Tiga faktor kunci negosiasi yaitu mau mendengarkan,
mengamati dan menyampaikan (2).
Harry A. Mills memperkenalkan teknik melakukan negosiasi dengan 7
langkah yang mengacu pada prinsip negosiasi yaitu seni untuk menang, yaitu (2):
1. Alternatif Adalah menyampaikan berbagai jenis program kerja kesehatan yang
mempunyai keuntungan bagi berbagai pihak terkait.
2. Kepentingan Kepentingan bukanlah mengangkat kepentingan satu pihak,
melainkan kepentingan semua pihak yang terlibat. Kepentingan yang diangkat
mempunyai alasan atau landasan keterkaitan yang kuat bahwa kesehatan
merupakan bagian untuk memenuhi tujuan, kebutuhan, harapan serta mengatasi
permasalahan berbagai pihak terkait. Sinergi dalam menyatukan tentang
pentingnya kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dari berbagai pihak tersebut,
harus dibangun melalui kesepakatan yang baik sehingga dapat memuaskan
kepentingan semua pihak.
3. Opsi Adalah kisaran upaya dimana semua pihak dapat mencapai kesepakatan.
Opsi yang baik apabila dapat menguntungkan semua pihak.
4. Legitimasi Semua pihak dalam negosiasi ingin diperlakukan secara adil.
Mengukur keadilan dengan menggunakan beberapa kriteria atau standar,
misalnya: peraturan, instruksi , dll.
5. Komunikasi Komunikasi yang baik dalam kegiatan advokasi merupakan
penyampaian landasan fakta serta value yang dapat membangun pemahaman,
kesadaran, ketertarikan, kepedulian untuk memberikan dukungan / tindakan
nyata terhadap upaya peningkatan status kesehatan di masyarakat.
6. Hubungan Dalam melakukan negosiasi terlebih dahulu harus membangun
hubungan kerja atau hubungan antar manusia yang erat dengan berbagai pihak
terkait, karena hal ini dapat memperlancar proses negosiasi tersebut.
7. Komitmen Komitmen adalah pernyataan lisan atau tulisan mengenai apa yang
akan atau tidak boleh dilakukan oleh berbagai pihak yang terlibat.

H. Langkah-Langkah Advokasi
Menurut Departemen Kesehatan tahun 2007, terdapat 5 langkah kegiatan
advokasi, yaitu (3):
1. Identifikasi dan analisis masalah atau isu yang memerlukan advokasi
Masalah atau isu advokasi perlu dirumuskan berbasis data atau fakta. Data
sangat penting agar keputusa yang dibuat berdasarkan informasi yang tepat dan
benar. Data berbasis fakta sangat membantu menetapkan masalah,
mengidentifikasi solusi, dan menentukan tujuan yang realistis. Adanya data sering
kali telah menjadi argumen yang sangat persuasif. Sebagai contoh : Paradigma
Sehat, Indonesia Sehat 2010, dan Angaran Kesehatan (3).
2. Identifikasi dan analisis kelompok sasaran
Sasaran kegiatan advokasi ditujukan kepada para pembuat keputusan
(decision makers) atau penentu kebijakan (policy makers), baik di bidang
kesehatan maupun di luas sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap publik.
Tujuannya agar para pembuat keputusan mengeluarkan kebijakan-kebijakan,
antara lain dalam bentuk peraturan, undang-undang, instruksi dan yang
menguntungkan kesehatan. Dalam mengidentifikasi sasaran, perlu ditetapkan
siapa saja yang menjadi sasaran, mengapa perlu diadvokasi, apa
kecenderungannya dan apa harapan kita kepadanya (3).
3. Siapkan dan kemas bahan informasi
Tokoh publik mungkin termotivasi dan akan mengambil keputusan jika
mereka mengetahui secara rinci besarnya masalah kesehatan tertentu. Oleh sebab
itu, penting diketahui pesan atau informasi apa yang diperlukan agar sasaran yang
dituju dapat membuat keputusan yang mewakili kepentingan advokator. Kata
kunci untuk bahan informasi ini adalah informasi yang akurat, tepat, dan menarik.
Beberapa pertimbangan dalam menetapkan bahan informasi ini meliputi (3):
 Bahan informasi minimal memuat rumusan masalah yang dibahas, latar
belakang masalahnya, alternatif mengatasinya, usulan peran atau tindakan
yang diharapkan, dan tindak lanjut penyelesaiannya. Bahan informasi juga
minimal memuat tentang 5W 1H tentang permasalahan yang diangkat.
 Dikemas menarik, ringkas, jelas, dan mengesankan.
 Bahan informasi tersebut akan lebih baik lagi jika disertai data pendukung,
ilustrasi contoh, gambar, dan bagan.
 Waktu dan tempat penyampaian bahan informasi, apakah sebelum, saat,
atau setelah pertemuan.
4. Rencanakan teknik atau cara atau kegiatan operasional
Beberapa teknik atau kegiatan operasional advokasi dapat meliputi
konsultasi, lobi, pendekatan atau pembicaraan formal atau informal terhadap para
pembuat keputusan, negosiasi atau resolusi konflik, pertemuan khusus, debat
publik, petisi, pembuatan opini, dan seminar-seminar kesehatan (3).
5. Laksankan kegiatan, pantau dan evaluasi serta lakukan tindak lanjut
Upaya advokasi selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan sesuai rencana
yang telah disusun, memantau dan mengevalusinya, serta melakukan tindak
lanjut. Evaluasi diperlukan untuk menilai ketercapaian tujuan serta
menyempurnakan dan memperbaiki strategi advokasi. Untuk menjadi advokat
yang tangguh, diperlukan umpan balik berkelanjutan dan evaluasi terhadap upaya
advokasi yang telah dilakukan (3).

I. Indikator Hasil Advokasi


a.  Input
Input  untuk kegiatan advokasi yang paling utama adalah orang (man) yang
akan melakukan advocacy (advocator), dan bahan-bahan (material) yakni data
atau informasi yang membantu atau mendukung argument dalam advokasi.
Indikator untuk mengevaluasi kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan
advokasi sebagai input antara lain (3):
1. Beberapa kali petugas kesehatan, terutama para pejabat, telah mengikuti
pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan
hubungan antarmanusia (human relation). Pada tingkat provinsi apakah
kepala dinas, kepala subdinas, atau kepala seksi telah memperoleh pelatihan
tentang advokasi. Contohnya DPRD bersama eksekutif dapat membuat
regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah terhadap pelayanan KIA terutama
masyarakat miskin yang dapat mengikat semua pihak/stakeholder  untuk
mengupayakan pencapaian AKI dan AKB tersebut.
2.  Sebagai institusi, dinas kesehatan baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten, juga mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi para petugas
kesehatan dangan kemampuan advokasi melalui pelatihan-pelatihan. Oleh
sebab itu pelatihan advokasi yang diselenggarakan oleh pusat, dinas
provinsi maupun dinas kabupaten juga merupakan indicator input.
Misalnya pemanfaatan kader yang telah dilatih atau anggota masyarakat
yang mempunyai kemampuan di bidang advokasi khususnya di bidang KIA.
3.  Di samping input sumber daya manusia, evidence merupakan input yang
sangat pentig. Hasil-hasil studi, hasil surveillance atau laporan-laporan yang
mehasilkan data, diolah menjadi informasi, dan informasi dianalisis
menjadi evidence. Evidence  inilah yang kemudian dikemas dalam media
yang digunakan untuk memperkuat argumentasi. Data-data demografi,
sosial ekonomi, dan epidemiologi mempunyai peran sentral. Karena
Perencanaan kesehatan tidak bisa berjalan dengan baik jika tidak didukung
dengan data kuantitatif dan kualitatif yang memadai.

b. Proses
Proses advokasi adalah kegiatan untuk melakukan advokasi. Oleh sebab itu
evaluasi proses advokasi harus sesuai dengan bentuk kegiatan advokasi tersebut.
Proses advokasi dalam kesehatan ibu dan anak sangat erat hubungannya dengan
stakeholder dalam pelayanan KIA. Dengan demikian maka indikator proses
advokasi antara lain (3):
1. Berapa kali melakukan lobying dalam rangka memperoleh komitmen dan
dukungan kebijakan terhadap program yang terkait dengan kesehatan.
Dengan siapa saja lobying tersebut dilakukan. Dalam proses advokasi
kesehatan ibu dan anak, kita dapat melakukan metode lobi terhadap dewan
maupun kepala daerah terkait, serta melakukan hearing atau dialog dengan
dewan. Metode lobying dan metode dialog ini merupakan metode yang
paling banyak dilakukan dalam advokasi program KIBBLA (Kesehatan Ibu
Bayi Baru Lahir dan Anak) khususnya. Metode lobi dipilih karena cara ini
relatif lebih mudah dan tidak terlalu banyak mengeluarkan sumber daya,
namun hasil dapat maksimal. Metode dialog dipilih karena tim advokasi
dapat memberikan penjelasan secara langsung dan detail yang menjadi
permasalahan terkait dengan kesehatan ibu dan anak.
2. Metode seminar maupun workshop. Metode ini juga memiliki banyak
pengaruh dalam advokasi kesehatan ibu dan anak, walaupun memerlukan
tempat, waktu yang tepat namun metode ini dapat memberikan justifikasi
secara ilmiah dan tekanan politis yang besar terhadap program kesehatan ibu
dan anak.
3. Metode soasialisasi, kunjungan ke sasaran, media dengan publikasi maupun
journalist gathering, biasanya memberikan advokasi kepada kelompok
sasaran yang kurang atau tidak dalam kapasitasnya untuk mengambil
keputusan. Seperti media posisinya strategis dalam memberikan pengaruh
terhadap sebuah program atau permasalahan kesehatan ibu bayi baru lahir
dan anak.
Biasanya apapun permasalahannya yang terkait dengan kesehatan, jika telah
beredar di media massa, akan membuat “gerah” para kepala daerah serta pihak
terkait. Dengan demikian program tersebut akan mendapat perhatian lebih.
c.  Output
Keluaran atau output dari advokasi sektor kesehatan, dapat diklasifikasikan
dalam 2 bentuk yaitu perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware).
Indikator output dalam bentuk perangkat lunak adalah peraturan atau undang-
undang sebagai bentuk kebijakan atau  perwujudan dari komitmen politik
terhadap program kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak (KIA), misalnya
(3):
a. Undang-undang
b. Peraturan Pemerintah
c. Keputusan Presiden
d. Keputusan Menteri atau Dirjen
e. Peraturan Daerah, Surat Keputusan Gubernur, Bupati atau Camat.
Sedangkan indikator output dalam bentuk perangkat keras, antara lain:
a. Meningkatnya dana atau anggaran untuk pembangunan kesehatan
b. Tersedianya atau dibangunnya kualitas atau sarana pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan sebagainya
c. Dibangunnya atau tersedianya sarana dan prasarana kesehatan ibu dan anak
(KIA) seperti stiker P4K, buku KIA, serta posyandu.
Dapus
1. Hariadi SMH, dkk. Pedoman advokasi kebijakan. Kamar Dagang dan
Industri Indonesia (KADIN).
2. Kesehatan PP. Kurikulum dan modul pelatihan teknis tentang pengelolaan
advokasi kesehatan. Jakarta : RI KK; 2013.
3. Heri DJM. Promosi kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG;
2009.

Anda mungkin juga menyukai