Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah mata kuliah Manajemen Sanitasi Bencana yang berjudul "Penyediaan Sarana
Pembuanngan Tinja Makanan Minuman Saat Bencana". Atas dukungan moral dan materil
yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai mata Kuliah Manajemen Sanitasi Bencana. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam keadaan bencana akses terhadap unsurunsur penopang kehidupan
sangatlah terbatas bahkan hilang sama sekali, selain itu keadaan lingkungan sanitasi yang
buruk dan serba terbatas juga merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup karena dapat
menimbulkan berbagai penyakit.
Penyediaan air yang baik dan dijamin aman serta pembuangan kotoran manusia
yang menjamin kebersihan dan kesehatan adalah hal yang utama, meskipun bukan
merupakan satu-satunya unsur kehidupan yang sehat dan produktif. Air yang kurang
aman, apabila dipergunakan oleh manusia, dapat menyebarkan penyakit. Sumber air dan
penempatan saranan air minum yang kurang baik dan fasilitas pembuangan kotoran yang
kurang memadai akan mengurai manfaat potensial dari penyediaan air yang telah aman,
karena akan menurlarkan bakteri pathogen dari orang yang ditulari ke oransg yang sehat
melalui media air.
Air dan sanitasi adalah penentu kritis kelangsungan hidup pada tahap awal suatu
bencana. Orang yang terkena bencana secara umum lebih mudah terjangkit penyakit dan
kematian akibat penyakit, yang kebanyakan berkaitan karena tidak memadainya sanitasi,
tidak memadainya pasokan air, dan ketidakmampuan memelihara kebersihan.
Pembuangan tinja yang aman merupakan perisai utama terhadap penyakit.
Pembuangan tinja yang aman merupakan prioritas utama dan dalam sebagian
besar situasi bencana harus ditangani segera dengan upaya yang kuat sebagaimana
penyediaan pasokan air yang aman. Penyediaan sarana-sarana yang tepat untuk
pembuangan tinja merupakan salah satu dari beberapa respons utama dalam menjamin
martabat, keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan penduduk.
B. Tujuan
Menjelaskan standar pembuangan tinja dan sarana-sarana jamban yang layak dan
memadai di daerah bencana
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembuangan Tinja
Pembuangan tinja yang aman dapat mengurangi resiko penyakit yang ditimbulkan
baik langsung atau tidak langsung, penyediaan sarana yang tepat adalah satu dari
beberapa respon kedaruratan yang paling penting untuk menjamin martabat, kemanan,
kesehatan, dan kesejahteraan penduduk.
2
B. Lingkungan Bebas Tinja
Lingkungan hidup umum dan khusus meliputi tempat hidup, produksi makanan,
pusat kegiatan masyarakat, dan wilayah di sekitar sumber air minum harus terbebas dari
pencemaran tinja. Apabila tidak diberikan perhatian lebih mengenai tinja manusia ini,
banyak penyakit yang dapat terjadi seperti: tifus, disentri, kolera, Schistosomiasis, diare
serta ermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita).
3. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di
kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya
memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
3
D. Tempat Pembuangan Tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit
tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare.
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan
kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan
apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori
air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah
digunakan dan dipelihara, dan murah.
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat
dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi
syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
4
F. Penanganan Tinja Anak-anak
Infeksi terkait tinja pada anak-anak seringkali lebih tinggi dan anak-anak mungkin
belum membuat antibodi terhadap infeksi. Untuk itu, Para orang tua dan pengasuh harus
memperoleh informasi tentang pembuangan tinja bayi yang aman, praktik-praktik
pencucian dan cara pemakaian popok, pispot atau pencedok untuk dapat menangani
pembuangan tinja secara efektif. Usia anak-anak sangat rentan terhadap penyakit diare
yang disebabkan oleh pembuangan tinja yang dilakukan dengan tidak baik. Oleh karena
itu, harus selalu diawasi pembungan tinja anak.
5
5 Ecosan with urine diversion (Sanitasi Sesuai konteksnya,
ekologis dengan pemisahan Urniner) dalam respone untuk
situasi antar muka air
tinggi dan banjir sejak
awal atau menengah
hingga jangka panjang
6 Septic Tank Tahap menengah
hingga jangka panjang
2. Ditempat-tempat umum
Tersedia jamban-jamban yang terpisah dan dapat dikunci dari dalam untuk
para perempuan dan laki-laki serta pembersihan dan pemeliharaan yang layak dan
berkala. Jamban dapat memberikan privasi yang sejalan dengan norma yang
dianut oleh penggunanya
3. Pembagian sarana
Penduduk harus diajak berdiskusi mengenai penentuan lahan dan
rancangan, dan pembersihan dan pemeliharaan yang bertanggun jawab atas
jamban yang digunakan secara gabungan. Harus dilakukan upaya untuk
memberikan akses yang mudah ke jamban bagi para penderita penyakit kronis
seperti ODHA.
6. Mencuci tangan
Setelah buang air besar para pengguan jamban harus mencuci tangan agar
tidak menimbulkan penyakit. Harus disediakan sumber air tetap di dekat jamban,
6
selain itu para pengguna harus senantiasa didorong untuk melakukan kegiatan
cuci tangan agar bersih dan terlindung dari kuman.
7
4. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30 meter
dari sumber air bawah tanah. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas
air tanah.
5. Tempat bisa melokalisasi dan memusnahkan ekskreta tanpa membahayakan
kesehatan masyarakat, Jamban menjadi tempat melokalisasi ekskreta, Ekskreta
mengalami proses dekomposisi dan pemusnahan patogen untuk meminimalkan risiko
kesehatan yang berasal dari ekskreta
6. Tempat dirancang dan dibangun tanpa adanya risiko mengontaminasi sumber-sumber
air minum
7. Konstruksi Jamban harus kuat dan dilengkapi dengan tutup pada lubang jamban agar
tidak menjadi tempat berkembang biak lalat, kecoa dan binatang pengganggu lainnya
8. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik
sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya
9. Pembuatan Jamban disesuaikan dengan kondisi sosial budaya kepercayaan dan
kebiasaan para pengungsi serta ketersediaan material lokal saat bencana terjadi.
8
Pada hari-hari berikutnya setelah masa darurat berakhir pembangunan jamban
harus dilakukan dengan perbandingan untuk 1 (satu) unit jamban maksimal digunakan
untuk 20 orang pengungsi.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam membangun jamban perlu memperhatikan metode pembuangan tinja yang
baik, pembuangan dengan sumber air, penangan tinja anak - anak juga tak kalah penting
untuk diperhatikan karena tinja bagi anak - anak lebih berbahaya daripada terhadap orang
dewasa. Untuk membuat jamban yang baik harus menentukan lokasi, rancangan, dan
kepantasan dari sarana sanitasi yang sudah disetujui oleh seluruh penggunanya,
persediaan dalam air harus memadai.
Indikator jamban yang memadai bisa dilihat dari beberapa indikator, yaitu:
ditempatkan secara layak sesuai tipenya, jamban di tempat umum, memperhatikan
keselamatan penggunanya, pembagian sarananya (lahan, pembersihan, pemeliharaan),
letak tidak lebih dari 50 meter, penggunaan bahan bangunan danperalatan lokal,
memperhatikan juga sarana untuk cuci tangan, keadaan menstruasi, memperhatikan
penyedotan, dan memikirkan untuk kondisi yang sulit.
Sarana pembuangan tinja atau kotoran manusia di lokasi pengungsian sangat
penting diperhatikan dan disediakan. Jika tidak tersedia maka pada setiap genangan air
akan Jumlah Jamban dan Akses Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah
jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses
secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam. Sasaran program
sanitasi: membuat sebanyak mungkin anggota masyarakat memanfaatkan sarana
pembuangan ekskreta yang saniter terjadi pengotoran khususnya tinja manusia.
Prinsip untuk pengadaan dan penyediaan pembuangan kotoran dan tinja manusia
di pengungsian. Pada awal terbentuknya lokasi pengungsi perbandingan 1 (satu) buah
jamban maksimal digunakan oleh 50 sampai dengan 100 orang pengungsi. Pada hari-hari
berikutnya setelah masa darurat berakhir pembangunan jamban harus dilakukan dengan
perbandingan untuk 1 (satu) unit jamban maksimal digunakan untuk 20 orang pengungsi.
10
DAFTAR PUSTAKA
11