Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MANAJEMEN SANITASI BENCANA


PENYEDIAAN SARANA PEMBUANGAN TINJA SAAT TERJADI BENCANA

Dosen Pengampu:
Iswono, S.K.M. M.Kes

Di Susun oleh:
Kelompok 3

1. Aurelia Natalia Yulianti


2. Brigitha Elda Edista Hadi
3. Lini
4. Maery Rani Rondonuwu
5. Meidita Utari
6. Mia Rostarida Sihombing
7. Sabina Heti

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK


PRODI DIV KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN AKADEMIK 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah mata kuliah Manajemen Sanitasi Bencana yang berjudul "Penyediaan Sarana
Pembuangan Tinja Saat Terjadi Bencana". Atas dukungan moral dan materil yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:

1. Bapak Didik Hariadi selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Pontianak


2. Ibu Nurul Amaliyah S.K.M, M.Kes selaku Katua Jurusan Kesehatan Lingkungan
Poltekkes Pontianak
3. Bapak Iswono S.K.M, M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen
Sanitasi Bencana di Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes
Pontianak
4. Bapak RM. Jefli Haris selaku Instruktur mata kuliah Manajemen Sanitasi Bencana
di Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Pontianak
5. Serta teman-teman yang sudah membantu dalam menyelesaikan makalah ini

Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai mata Kuliah Manajemen Sanitasi Bencana. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini.

Pontianak, 14 Agustus 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................................................2

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULIAN ......................................................................................................................................4

A. Latar Belakang ..............................................................................................................................................4

B. Tujuan ............................................................................................................................................................5

C. Rumusan Masalah .........................................................................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................................................................6

A. Sarana Pembuangan Tinja ...................................................................................................................6

B. Pengelolaan kesehatan lingkungan dalam kondisi bencana ..................................................................8

C. Langkah-Langkah Penyediaan Jamban ..................................................................................................9

D. Bantuan Sanitasi Saat Terjadi Bencana ..............................................................................................10

BAB 3 PENUTUP .................................................................................................................................................12

A. Kesimpulan .........................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................................14

LAMPIRAN.......................................................................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULIAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, baik bencana alam
maupun karena ulah manusia. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya bencana
ini adalah kondisi geografis, iklim, geologis dan faktor-faktor lain seperti keragaman
sosial budaya politik. Wilayah indonesia dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Secara geografis merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat
lempeng tektonik yaitu lempeng benua Asia dan benua Australia serta lempeng
samudera Hindia dan samudera Pasifik.
2. Terdapat 130 gunung api aktif di Indonesia yang terbagi dalam tipe A, tipe B, dan
tipe C. Gunung api yang pernah meletus sekurang-kurangnya satu kali sesudah
tahun 1600 dan masih aktif digolongkan sebagai gunung api tipe A, tipe B adalah
gunung api yang masih aktif tetapi belum pernah meletus dan tipe C adalah gunung
api yang masih di indikasikan sebagai gunung api aktif.
3. Terdapat lebih dari 5.000 sungai besardan kecil yang 30% diantaranya melewati
kawasan padat penduduk dan berpotensi terjadinya banjir, banjir bandang dan tanah
longsor pada saat musim penghujan.

Beberapa kejadian bencana besar di Indonesia antara lain yaitu: gempa bumi,
tsunami, tanah longsor, banjir bandang, dan gunung merapi. Semua kejadian tersebut
menimbulkan krisis kesehatan antara lain lumpuhnya pelayanan kesehatan, korban
meninggal dunia, korban luka, pengungsi, masalah gizi, masalah ketersediaan air bersih,
masalag sanitasi lingkungan, penyakit menular dan stres / gangguan jiwa.

Penduduk yang mengungsi terpaksa harus beramai-ramai tinggal ditempat yang


sekadarnya, dengan fasilitas yang minim. Tidak sedikit pengungsi yang mengalami
berbagai penyakit karena kurangnya kebersihan dilingkungan pengungsi terutama dalam
hal sanitasi. Tiolet yang disediakan untuk pengungsi kurang memadai. Maka untuk
memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan toilet yang praktis , melindungi privasi
penggunanya, dan meminimalisir kemungkinan penularan penyakit.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui seberapa penytingnya sarana pembuangan tinja
pada lokasi pengungsian

2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa dapat memahami bagaimana cara pengadaan sarana
pembuangan tinja di lokasi pengungsian
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa saja bantuan sanitasi saat terjadinya
bencana

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pengadaan sarana pembuangan tinja di lokasi pengungsian?


2. Bagaimana cara pengelolaan kesehatan lingkungan dalam kondisi bencana?
3. Bagaimana langah-langkah penyediaan jamban saat terjadi bencana
4. Apa saja bantuan sanitasi saat terjadi bencana?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sarana Pembuangan Tinja


Sarana pembuangan tinja atau kotoran manusia dilokasi pengungsian sangat
penting diperhatikan dan disediakan. Jika tidak tersedia maka pada setiap genangan air
akan terjadi pengotoran khususnya tinja manusia sehingga prinsip jamban mobile
ataupun jamban kolektif yang bersifat darurat dengan memanfaatkan berbagai sarana
yang mudah diperoleh seperti drum ataupun bahan lain, maka dengan kondisi ini untuk
lokasi pengungsian perlu diperhatikan prinsip:

1. Koordinasi Pengadaan Sarana Pembuangan Tinja

Program penting bagi sanitasi dalam kedaruratan dan bencana yang


merupakan penghalang primer dalam mencegah transmisi penyakit yang ditularkan
oleh ekskreta. Jamban merupakan masalah yang harus diatasi dengan cermat baik
jumlah, kualitas maupun pemakaian. Jumlah Jamban dan Akses Masyarakat korban
bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari
pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja
diperlukan, siang ataupun malam.

Saat pembuangan kotoran manusia (defekasi) jangan sampai tinja tercecer di


tempattempat kegiatan sehari-hari manusia apalagi sampai tersebar ke mana-mana.
Sasaran program sanitasi: membuat sebanyak mungkin anggota masyarakat
memanfaatkan sarana pembuangan ekskreta yang saniter. Prinsip untuk pengadaan
dan penyediaan pembuangan kotoran dan tinja manusia di pengungsian:
a. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang, Penggunaan jamban diatur
setiap rumah tangga dan/menurut pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban
per jumlah KK atau jamban laki–laki dan jamban permpuan)
b. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di
kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban
hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
c. Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian
sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.
d. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30
meter dari sumber air bawah tanah. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5
meter di atas air tanah.
e. Tempat bisa melokalisasi dan memusnahkan ekskreta tanpa membahayakan
kesehatan masyarakat, Jamban menjadi tempat melokalisasi ekskreta,
Ekskreta mengalami proses dekomposisi dan pemusnahan patogen untuk
meminimalkan risiko kesehatan yang berasal dari ekskreta
f. Tempat dirancang dan dibangun tanpa adanya risiko mengontaminasi
sumber-sumber air minum
g. Konstruksi Jamban harus kuat dan dilengkapi dengan tutup pada lubang
jamban agar tidak menjadi tempat berkembang biak lalat, kecoa dan binatang
pengganggu lainnya
h. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana
pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya
i. Pembuatan Jamban disesuaikan dengan kondisi sosial budaya kepercayaan
dan kebiasaan para pengungsi serta ketersediaan material lokal saat bencana
terjadi

2. Pengawasan Sarana Pembuangan Tinja


Pengawasan sarana yang digunakan dalam pembuangan kotoran dan tinja
manusia dapat anda cermati dimulai dari awal terbentuknya tempat yang dijadikan
pengungsian segera dibangun jamban umum yang sifatnya jmak yang dapat
menampung kebutuhan sejumlah pengungsi, contoh jamban sederhana dan dapat
disediakan dengan cepat.
Jamban yang disediakan dapat berupa galian parit, jamban kolektif serta
jamban mobile yang harus dikuras dalam jangka waktu tertentu. Jamban mobile ini
dalam pemanfaatan harus memperhatikan pemeliharaan yang menjadi tanggung
jawab jawatan kesehatan (dinas kesehatan), Dinas Kebersihan dan Dinas Pekerjan
Umum
3. Standar Sarana Pembuangan Tinja Pada Pengungsi
Pada awal terbentuknya lokasi pengungsi perbandingan 1 (satu) buah jmban
maksimal digunakan oleh 50 sampai dengan 100 orang pengungsi. Pemeliharaan
jamban harus dilakukan secara ketat dan diawasi dan desinfeksi di area sekitar
lokasi jamban menggunakan kapur dan pembersih seperti lisol dan lain sebagainya.
Pada hari-hari berikutnya setelah masa darurat berakhir pembangunan jamban
harus dilakukan dengan perbandingan untuk 1 (satu) unit jamban maksimal
digunakan untuk 20 orang pengungsi.

B. Pengelolaan kesehatan lingkungan dalam kondisi bencana

Respon cepat yang diambil dalam sektor kesehatan lingkungan pada dasarnya
adalah:
1. Mengumpulkan tinja padaa satu tempat dan mencegah pencemaran terhadap
sumber-sumber air.
2. Menentukan tempat-tempat yang potensi untuk pembuatan sarana sanitasi
3. Menentukan metode pembuangan tinja, sampah, dan air liimbah.
Faktor-faktor dalam menentukan sistem pembuangan tinja:
a. Kebiasaan sanitasi pengungsi
b. Sifat-sifat fisik dari daerah, termasuk geologi, tersedianya air, curah hujan, dan
pembuangan air.
4. Mengendalikan vektor yang mengancam kkesehatan, seperti nyamuk, lalat, kutu,
binatang kecil, tikus, dan hama lainnya.
5. Merencanakan jumlah sarana dan pelayanan yang ingin disediakan.
Standar optimum untuk pembuangan tinja adalah:
a. Satu kakus untuk satu keluarga dan satu tangki septic tank bermuatan 100 liter
untuk keluarga atau 50 orang.
b. Satu pegawai sanitasi ditempatkan untuk setiap 5.000 orang dan seorang
pembantu sanitasi untuk setiap 500 orang.
6. Membeentuk tim sanitasi untuk membangun dan memelihara prasarana
7. Mendirikan pelayanan pengendalian ancaman hama
8. Membentuk sistem pemantauan untuk semua pelayanan kesehatan lingkungan
9. Masukkan kebersihan lingkungan sebagai bagian pendidikan kesehatan

Jumlah Macam Sarana Sanitasi yang Diperlukan


Pilihan Pertama Pilihan Kedua Pilihan Ketiga
Pembuangan Tinja 1 kakus / keluarga 1 kakus / 20 orang 1 kakus / 100
orang atau tempat
membuang hajat

Penyimpanan transport Pembuangan Akhir


Limbah Sampah 1 tangki 100 liter / 1 gerobak / 500 1 lubang (2m x 5m
10 kelarga atau 50 orang dan 1 dan dalam 2m) /
orang pembuang / 5.000 500 orang dan 1
orang pembakaran dan 1
lubang dalam untuk
setiap klinik

10. Mengendalikan debu dengan cara menyiram jalan dan membatasi lalu lintas
11. Mengendalikan air limbah dan menyediakan saluran pembuangannya.

C. Langkah-Langkah Penyediaan Jamban

Jika Jika tidak terjadi pengungsian tetapi sarana yang ada tergenang air sehingga
tidak dapat digunakan, maka harus disediakan jamban mobile atau jamban kolektif
darurat dengan memanfaatkan drum atau bahan lain. Pada saat terjadi pengungsian
maka langkah langkah yang diperlukan adalah sebagai berikut
1. Pada awal terjadinya pengungsian perlu dibuat jamban umum yang dapat
menampung kebutuhan sejumlah pengungsi.
Contoh jamban yang sederhana dan dapat disediakan dengan cepat adalah jamban
kolektif (jamban jamak), jamban kolektif dengan menggunakan drum bekas dan
jamban mobile (dapat dikuras). Untuk jamban mobile pemeliharaan nya dam
pemanfaatannya dilakukan kerjasama antara Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dan
Dinas Kebersihan / Dinas Pekerjaan Umum, terutama dalam pengurasan jamban
bilamana perlu.
Pada awal pengungsian:
1 (satu) jamban dipakai oleh 50-100 orang
Pemeliharaan terhadap jamban harus dilakukan desinfeksi diarea sekitar jamban
dengan menggunakan kapur, lisol dan lain-lain.
2. Pada hari berikutnya setelah masa emergency berakhir, pembangunan jamban
darurat harus segera dilakukan dan 1 (satu) jamban disarankan dipakai tidak lebih
dari 20 orang.
1 (satu) jamban dipakai oleh 20 orang
Jamban yang dibangun dilokasi pengungsian disarankan:
a. Ada pemisahan peruntukannya khusus laki-laki dan perempuan.
b. Lokasi maksimal 50 meter dari tenda pengungsi dan minimal 30 meter dari
sumber air.
c. Jarak minimal antara jamban terhadap lokasi air bersih sejauh 10 meter.
d. Konstruksi jamban harus kuat dan dilengkapi dengan tutup pada lubang jamban
agar tidak menjadi tempat perkemban biakan lalat, kecoa dan binatang
pengganggulainnya. Selain itu juga harus mempertimbangkan tinggi permukaan
air tanah, musim, dan komposisi tanah.
e. Pembuatan jamban harus disesuaikan dengan kondisi sosial, budata,
kepercayaan dan kebiasaan dari para pengungsi dengan memperhatikan jumlah
pengungsi dan penyebarannya juga ketersediaan material lokal.

D. Bantuan Sanitasi Saat Terjadi Bencana

Diberikan dalam bentuk pelayanan kebersihan dan kesehatan lingkungan yang


berkaitan dengan saluran air (drainase), pengolahan limbah cair dan limbah padat,
pengendalian vektor, serta pembuangan tinja.

Standar minimal bantuan:


1. Sebuah tempat sampah berukuran 100 liter untuk 10 keluarga, atau barang lain yang
dengan jumlah yang setara.
2. Penyemprotan vektor dilakukan sesuai kebutuhan.
3. Satu jamban keluarga digunakan maksimal untuk 20 orang.
4. Jaraj jamban keluarga dan penampung kotoran sekurang-kurangnya 30 meter dari
sumber air bawah tanah.
5. Dasar penampung kotoran sedikit-dikitnya 1,5 meter diatas air tanah. Pembuangan
limbah cair dari jamban keluarga tidak merembes ke sumber air manapun, baik
sumur maupun mata air lainnya, sungai, dan sebagainya.
6. Satu tempat yang dipergunakan untuk mencuci pakaian dan peralatan rumah tangga,
paling banyak dipakai untuk 100 orang.
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sarana pembuangan tinja atau kotoran manusia dilokasi pengungsian sangat penting
diperhatikan dan disediakan. Jika tidak tersedia maka pada setiap genangan air akan
terjadi pengotoran khususnya tinja manusia dan dapat menjadi sumber penyakit.
2. Prinsip untuk pengadaan dan penyediaan pembuangan kotoran dan tinja manusia di
pengungsian:
a. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang, Penggunaan jamban diatur
setiap rumah tangga dan/menurut pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban
per jumlah KK atau jamban laki–laki dan jamban permpuan)
b. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di
kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya
memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
c. Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian
sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.
d. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30
meter dari sumber air bawah tanah. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5
meter di atas air tanah.
e. Tempat bisa melokalisasi dan memusnahkan ekskreta tanpa membahayakan
kesehatan masyarakat, Jamban menjadi tempat melokalisasi ekskreta, Ekskreta
mengalami proses dekomposisi dan pemusnahan patogen untuk meminimalkan
risiko kesehatan yang berasal dari ekskreta
f. Tempat dirancang dan dibangun tanpa adanya risiko mengontaminasi sumber-
sumber air minum
g. Konstruksi Jamban harus kuat dan dilengkapi dengan tutup pada lubang jamban
agar tidak menjadi tempat berkembang biak lalat, kecoa dan binatang
pengganggu lainnya
h. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun,
baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya
i. Pembuatan Jamban disesuaikan dengan kondisi sosial budaya kepercayaan dan
kebiasaan para pengungsi serta ketersediaan material lokal saat bencana terjadi
3. Standar minimal bantuan saat terjadi bencana:
a. Sebuah tempat sampah berukuran 100 liter untuk 10 keluarga, atau barang lain
yang dengan jumlah yang setara.
b. Penyemprotan vektor dilakukan sesuai kebutuhan.
c. Satu jamban keluarga digunakan maksimal untuk 20 orang.
d. Jaraj jamban keluarga dan penampung kotoran sekurang-kurangnya 30 meter
dari sumber air bawah tanah.
e. Dasar penampung kotoran sedikit-dikitnya 1,5 meter diatas air tanah.
Pembuangan limbah cair dari jamban keluarga tidak merembes ke sumber air
manapun, baik sumur maupun mata air lainnya, sungai, dan sebagainya.
f. Satu tempat yang dipergunakan untuk mencuci pakaian dan peralatan rumah
tangga, paling banyak dipakai untuk 100 orang.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Pengelolaan Kesehatan Masyarakat dalam Kondisi Bnecana

Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Panduan


bagi Petugas Kesehatan yang Bekerja dalam Penanganan Krisis Kesehatan akibat
Bencana di Indonesia. Departemen Kesehatan RI. JAKARTA, 2007

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No 7 Tahun 2008 Tentang


Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar
LAMPIRAN

Gambar 1.1

Gambar 1.2

Keterangan:
Gambar diatas merupakan contoh dari toilet / jamban kolektif / jamban darurat yang
dibangun / disediakan pada tempat pengungsian saat terjadinya bencana

Anda mungkin juga menyukai