Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Analisis Situasi

Indonesia sebagai negara berkembang saat ini mempunyai

permasalahan di bidang sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat.

Masalah sanitasi ini dapat menimbulkan kerusakan pada lingkungan secara

fisik maupun mental sosial masyarakat. Salah satu cara sanitasi yakni

dengan menjaga kebersihan dari segala unsur yang mempengaruhi

kelestarian lingkungan dan yang paling tepat memungkinkan menghindarkan

timbulnya gangguan dan penyakit.

Masalah sanitasi merupakan fenomena yang bisa di katakan krusial dan

memerlukan perhatian khusus dari berbagai banyak pihak, bukan hanya

pihak yang terkait tetapi semua elemen yang berpengaruh dalam

peningkatan akses sanitasi yang layak.

Salah satu target Pemerintah Indonesia yang dimuat dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014

terkait dengan sanitasi adalah tercapainya kondisi bebas buang air besar

sembarangan atau juga bisa disebut Open Defecation Free (ODF) dengan

sistem pengelolaan air limbah sistem on-site 90% total penduduk.

Pemerintah Indonesia telah mengindikasikan bahwa target tujuan

Millenium Development Goals (MDGs) untuk sanitasi sebagai suatu sasaran

yang “memerlukan perhatian khusus” karena tidak berada pada jalur yang

benar. Data global tahun 2010 mengungkapkan bahwa 63 juta penduduk

Indonesia masih buang air besar sembarangan (BABS) di sungai, kali,

danau, laut atau di daratan. Mayoritas pelaku praktek buang air besar

1
sembarangan tinggal di desa-desa. Hanya 38,4% dari penduduk yang

memiliki akses pada sanitasi yang layak. Akses sanitasi di pedesaan tidak

bertambah secara berarti selama 30 tahun terakhir. Hal tersebut

memperlihatkan bahwa sangat sedikit rumah tangga di pedesaan yang

benar-benar mempunyai akses ke jamban sehat.

Di Kota Tanjungpinang masih banyak masyarakat yang buang air besar

sembarangan, terutama masyarakat yang tinggal di daerah pesisir.

Masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir Kota Tanjungpinang sebagian

besar membuang tinjanya langsung ke laut. Sebagian dari mereka masih

menjadikan rawa-rawa dan saluran drainase sebagai tempat BAB dan sudah

menjadi kebiasaan masyarakat yang memandang kawasan pesisir tersebut

adalah septiktank raksasa sehingga tidak perlu repot mengeluarkan biaya

untuk membangun sarana pembuangan tinja yang semestinya.

Masalah pembuangan tinja harus mendapat perhatian khusus karena

merupakan satu bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah

dalam bidang kesehatan karena dapat menjadi media bibit penyakit, seperti:

diare, typus, kolera, disentri, dan lain-lain. Selain itu, pembuangan tinja yang

tidak saniter juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber

air, bau busuk serta berdampak pada estetika.

Untuk meminimalisir dampak dari pembuangan tinja ke laut diperlukan

solusi yang efektif, mudah diimplementasikan seta mudah untuk mengelola

pembuangan tinja bagi masyarakat pesisir. septiktank modifikasi tripikon S

adalah rancangan sarana pembuangan tinja yang dapat menjadi solusi bagi

masyarakat pesisir daerah pasang surut air laut dalam membuang tinja yang

aman.

2
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Pengabdian Masyarakat

Berdasarkan analisis situasi dan kajian pustaka dapat dirumuskan

permasalahan yang akan diangkat dalam kegiatan pengabdian masyarakat

secara lebih operasional sebagai berikut:

a. Bagaimana meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya

buang air besar menggunakan tangki septik

b. Bagaimana masyarakat dapat memanfaatkan septiktank modifikasi

tripikon S sebagai salah satu solusi buang air besar secara sehat

1.3 Tujuan Pengabdian Masyarakat

Mengacu pada permasalahan yang diajukan untuk dipecahkan, maka

tujuan kegiatan ini adalah:

a. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya buang air

besar menggunakan tangki septik.

b. Masyarakat dapat memanfaatkan septiktank modifikasi tripikon S

sebagai salah satu buang air besar secara sehat.

1.4 Manfaat Pengabdian Masyarakat

Pengabdian masyarakat tentang pemanfaatan septiktank modifikasi

tripikon S masyarakat pesisir RT 02 RW 06, Kelurahan Tanjungpinang

Timur, Kecamatan Bukit Bestari diharapkan dapat memberi pemahaman dan

juga penurunan buang air besar sembarangan. Adapun manfaat kegiatan

secara rinci adalah sebagai berikut:

3
a. Bagi Masyarakat

Memahami dampak buang air besar sembarangan dan mengetahui

septiktank modifikasi tripikon S dapat menjadi solusi untuk mengatasi

buang air besar sembarangan di daerah pesisir.

b. Bagi Institusi

Dapat dijadikan prototype percontohan untuk mengatasi masalah

buang air besar sembarangan bagi masyarakat pesisir di Kepulauan

Riau dan dapat menurunkan angka buang air besar sembarangan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinja

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan oleh tubuh manusia

melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang

sistem saluran pencernaan. Manusia sebagai makhluk sosial maupun

individu melakukan aktivitas sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Pemenuhan kebutuhan hidp manusia tidak terlepas dari

penggunaan air untuk berbagai kegiatannya. Sebagian air dari sisa aktifitas

manusia tersebut akan terbuang dalam bentuk begitu limbah cair. Dalam

ilmu kesehatan lingkungan, dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih

dipentingkan adalah tinja (faeces) dan air seni (urine) karena jadi sumber

penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan.

2.2 Karakteristik Tinja

Seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari

sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni 970 gram. Kedua jenis kotoran

manusia ini sebagian besar berupa air, terdiri dari zat-zat anorganik (sekitar

20% untuk tinja dan 2,5% untuk air seni. Kuantitas tinja manusia tanpa air

seni adalah 135-270 gram per kapita per hari berat basah atau 35-70 gram

per kapita per hari berat kering.

Tabel 2.1 Perkiraan Komposisi Tinja Tanpa Air Seni


Komponen Kandungan (%)
Air 66 – 80
Bahan organik (dari berat kering) 88 – 97
Nitrogen (dari berat kering) 5,0 – 7,0
Fosfor (P2O5) (dari berat kering) 3,0 – 5,4

5
Potasium (K2O) dari berat kering 1,0 – 2,5
Karbon (dari berat kering) 40 – 55
Kalsium (CaO) (dari berat kering) 4–5
C/N rasio (dari berat kering) 5 – 10
Sumber: Gotaas (1956,h.35) dalam Suparman Suparmin (2002)

Gotaas dalam Soeparman dan Suparmin (2002) menyatakan bahwa

kuantitas tinja dan air seni terlihat dalam table 2.2

Tabel 2.2 Kuantitas Tinja dan Air Seni


Gram/Orang/Hari
Tinja/Air Seni
Berat Basah Berat Kering
Tinja 135-270 35-70
Air Seni 1 000-1.300 50-70
Jumlah 1.135-1.570 85-140

2.3 Dampak Tinja Bagi Kesehatan

Dampak negatif dari kontaminasi tinja ini adalah timbulnya penyakit,

seperti; tipoid, paratipoid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis

viral dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal dan lain-lain. Bahaya

terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran

secara tidak baik adalah pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi

makanan dan perkembangbiakan lalat. Sementara itu, penyakit-penyakit

yang dapat terjadi akibat keadaan diatas, antara lain, tifoid, paratifoid,

disentri, diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral dan beberapa penyakit

infeksi gastrointestinal, serta infeksi parasit lain. Penyakit tersebut bukan

saja menjadi beban komunitas, tetapi juga penghalang bagi tercapainya

kemajuan dibidang sosial dan ekonomi pembuangan kotoran manusia yang

baik merupakan hal yang mendasar bagi keserasian lingkungan.

Ekskreta yang dimanfaatkan manusia dalam hal pertanian dan budidaya

air ternyata memiliki dampak juga terhadap kesehatan manusia ekskreta

mengandung kadar pathogen yang tinggi karena ekskreta mengandung

6
virus, bakteri, protozoa dan ncacing yang keluar dari dalam tubuh manusia

kemudian masuk melalui makanan yang dikonsumsi manusia sehingga

dapat menimbulkan infeksi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi penyakit dari tinja, antara

lain:

1. Agent penyebab penyakit

2. Reservoir

3. Cara menghindar dari reservoir

4. Cara transmisi dari reservoir ke pejamu potensial

5. Cara penularan ke pejamu baru

6. Pejamu yang rentan (sensitif)

Kotoran manusia adalah sumber penyehatan penyakit yang

multikompleks. Penyakit yang bersumber pada feces dapat melalui

berbagai macam jalan atau cara berikut bagan tinja dan penyakit

(Gambar 2.1 dan Tabel 2.3 )

Gambar 2.1 Hubungan Tinja dan Penyakit

7
Tabel 2.3 Penyakit-Penyakit yang Ditularkan Oleh Tinja
No Penyebab penyakit (agent) Nama Penyakit
1. Bakteri (Bacteria)
Vibrio cholera Cholera
Clostridium perfinger Clostridium perfinger
E.coli Enteropathogenic
Serotypes Escherichia
Salmonella typhi Typhoid fever
Shigella dysentrerial Sh Flexner Shigellosis (baciclary dysentri)
SN
Bodyii, Sh, sonnei Salmonellosi
Salmonella

2. Virus (Viruses) Viral Hepatitis


Hepatitis Virus A Poliomyelisis
Polio Viruses

3. Protozoa A-mobic dysentery


Entamoeba Histolitica Balatadiasis
Balantidium Coli

4. Helminth (Cacing-cacing) Ascariasis


Ascaris Lumbricoides Trichiniaris
Trichiuris-trichiuro

2.4 Jamban Keluarga

Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang

dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu

tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori

permukaan.

Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari

kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya berbagai

penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak

dikelola dengan baik.

Namun penyediaan sarana jamban keluarga masih ditemukan berbagai

masalah terutama pada mereka yang tinggal di daerah yang tertinggal. Hal ini

8
selain mengakibatkan ketimpangan sosial, juga menempatkan kelompok

masyarakat tersebut dalam ketidakberdayaan untuk mengatasi masalah

pengadaan jamban. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas dapat dilakukan

dalam bentuk upaya mendapatkan bantuan dan pertolongan petugas melalui

kegiatan pemberdayaan keluarga, agar pemberdayaan keluarga ini optimal,

diperlukan suatu kerangka operasional (petunjuk teknis) yang dilaksanakan

melalui upaya rintisan dan diamati serta dicermati lewat pemantauan dan

evaluasi yang terarah menuju perbaikan secara terus menerus.

2.5 Syarat Jamban Sehat

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

a. Terdiri atas atap, dinding, dan lantai kedap air.

b. Tidak mencemari sumber air, letak lubang penampung berjarak 10-15

meter dari sumber air minum

c. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus

(diberi penutup)

d. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya

e. Ada cahaya dan udara masuk

f. Tersedia air dan alat pembersih (Sutejo, 2003)

2.6 Sistem Sanitasi Setempat (On-Site)

Sistem sanitasi setempat (on-site sanitation) adalah sistem pembuangan air

buangan dimana air buangan tidak dikumpulkan dan tidak disalurkan ke dalam

suatu jaringan saluran yang akan membawanya ke suatu tempat pengolahan

ataupun badan air, melainkan dibuang di tempat. Sistem ini dipakai bila syarat-

syarat teknis lokasi dapat dipenuhi dan biaya relatif rendah. Sistem ini sudah

9
umum karena telah banyak dipergunakan di Indonesia. Kelebihan sistem ini

adalah :

a. Biaya pembuatan relatif rendah/murah;

b. Bisa dibuat secara pribadi;

c. Teknologi dan sistem penanganannya cukup sederhana;

d. Operasional dan perawatannya merupakan tanggung jawab pribadi.

Kekurangannya :

a. Umumnya tidak disediakan untuk menampung limbah dari proses mandi,

cuci dan dapur;

b. Dapat mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis pembuatan dan

pemeliharaan tidak dilakukan sesuai dengan aturannya.

Menurut (Dinas Pekerjaan Umum, 1998 dalam Herliana, 2007) pada

penerapan sistem setempat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi antara

lain:

a. Kepadatan penduduk kurang dari 200 jiwa/ha;

b. Kepadatan penduduk 200 – 500 jiwa/ha masih memungkinkan dengan

syarat penduduk tidak menggunakan air tanah;

c. Tersedia truk penyedotan tinja. Beberapa contoh fasilitas sanitasi On-Site:

2.6.1 Cubluk

Pit privy atau cubluk merupakan sistem pembuangan tinja yang paling

sederhana. Terdiri atas lubang yang digali secara manual dengan dilengkapi

dinding rembes air yang dapat terbuat dari pasangan batu bata berongga,

anyaman bambu, dan lain-lain. Cubluk biasanya berbentuk bulat atau kotak,

dengan potongan melintang sekitar 0,5-1 m2 dengan kedalaman 1-3 m. Hanya

sedikit air yang digunakan untuk menggelontorkan tinja ke dalam cubluk. Cubluk

10
ini biasanya didesain untuk waktu 5-10 tahun. Cubluk terbagi atas beberapa

jenis:

a. Cubluk tunggal

- Muka air tanah lebih dari 1 m dari dasar cubluk

- Penduduk mampu membangunnya

- Cocok untuk daerah dengan kepadatan < 200 jiwa/ha

- Pemakaian dihentikan setelah terisi 75%

b. Cubluk Kembar

- Muka air tanah lebih dari 2 m dari dasar cubluk

- Cocok untuk daerah dengan kepadatan < 50 jiwa/ha

- Lokasi pemukiman tidak dilengkapi jalan raya untuk kendaraan roda 4

- Pemakaian lubang cubluk pertama dihentikan setelah terisi 75 % dan

selanjutnya lubang cubluk kedua dapat difungsikan. Jika lubang cubluk

kedua telah terisi 75 %, maka lumpur tinja yang ada di lubang pertama

dapat dikosongkan secara manual dan dapat digunakan untuk pupuk

tanaman. Setelah itu lubang cubluk dapat difungsikan kembali.

Gambar 2.2 Cubluk Tunggal

11
2.6.2 Jamban Cemplung

Jamban cemplung banyak terdapat di pedesaan tapi kurang sempurna,

misalnya tanpa rumah jamban. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk ke

dalam lubang jamban. Jamban cemplung pada daerah sungai/rawa tentunya

tinja akan masuk langsung ke dalam badan air permukaan sungai/rawa. Jamban

cemplung pada daerah sungai/rawa memiliki kesamaan fungsi dengan jamban

empang. Jamban empang di bangun di atas empang , bedanya di sini terjadi

daur ulang, yakni tinja bisa langsung di makan ikan, ikan dimakan orang, lalu

orang mengeluarkan tinja, dan seterusnya. Setelah tinja memasuki badan air,

colitinja akan mengkontaminasi perairan, bahkan pada kondisi tertentu colitinja

dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh dan dapat tinggal di dalam

pelvix ginjal dan hati jika masuk ke dalam tubuh manusia.

Gambar 2.3 Jamban Cemplung di Sungai/Rawa

2.6.3 Septic-Tank

Septic-tank merupakan cara yang memuaskan dalam pembuangan

ekskreta untuk kelompok kecil yaitu rumah tangga dan lembaga yang memiliki

persediaan air yang mencukupi, tetapi tidak memiliki hubungan dengan sistem

penyaluran limbah masyarakat. Septic-tank berfungsi sebagai penampung air

12
kotor/tinja (merupakan bahan organik) langsung dari WC dan urinoir, di dalam

tangki tersebut air limbah akan mengalami proses pembusukan/perombakan/

penguraian oleh mikroorganisme selama 3 hari dan terjadi secara aerobik

(mikroorganisme memerlukan O2) dan anaerobik (mikroorganisme tidak

membutuhkan O2).

Berdasarkan SNI: 03-2398-2002, mengenai perencanaan septic-tank

dengan sistem resapan, diatur standar prosedur pembangunan septic-tank,

termasuk ukuran dan batasan kebutuhan minimum fasilitas tangki. Selain itu,

juga persyaratan jarak minimum septic-tank terhadap bangunan. Berdasarkan

standar itu, bangunan tangki harus kuat, tahan terhadap asam, dan kedap air.

Artinya, tidak boleh ada rembesan yang keluar dari tangki. Kemudian, bahan

yang diizinkan untuk membuat penutup dan pipa penyalur air limbah adalah batu

kali, bata merah, batako, beton bertulang, beton tanpa tulang, PVC, keramik,

pelat besi, plastik, dan besi.

Gambar 2.4 Tampak Dalam Septic-tank

Adapun jarak septic-tank dan bidang resapan ke bangunan adalah 1,5 m.

Sedangkan jarak ke sumur air bersih adalah 10 m dan 5 m untuk sumur resapan

air hujan. Bertolak belakang dengan peraturan tersebut, yang sekarang banyak

13
ditemukan di lapangan rata-rata jarak tangki dengan sumur hanya berkisar tiga

meter. Sementara untuk dimensi dari septic-tank disesuaikan dengan jumlah

penghuni dari rumah tangga masing-masing. Semisal, untuk rumah satu KK

(kepala keluarga) dengan lima jiwa, septic-tank terdiri dari ruang basah seluas

1,2 m3, ruang lumpur 0,45 m3, dan ruang ambang bebas 0,4 m3 dengan panjang

1,6 m; lebar 0,8 m; dan tinggi 1,6 m. Adapun periode pengurasan bagi tangki itu

adalah tiga tahun.

Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam perencanaan

septic-tank:

a. Dimensi septic-tank ditentukan oleh jumlah pemakai yang akan

membebani septic-tank.

b. Jumlah air kotor perkapita = 25 liter/hari.

c. Waktu tinggal di dalam septic-tank, T = 3 hari

d. Gerakan aliran air limbah di dalam septic-tank adalah:

- pada saat masuk dan keluar septic-tank gerakannya adalah vertikal

- pada saat berada di dalam septic-tank gerakannya adalah

horizontal, gerakan aliran ini menjadi penting karena merupakan

“gerakan proses” dari pembusukan/perombakan/penguraian air

limbah selama 3 hari sehingga diusahakan gerakan alirannya

mengikuti bagian yang terpanjang dari septic-tank (bagian

memanjang).

e. Dimensi septic-tank :

- Dalam minimum, h = 1,50 m

- Panjang minimum, l = 1,00 m

- Lebar minimum, b = 0,75 m

14
- Perbandingan panjang (l) : lebar (b) = 3 : 2

Septic-tank mempunyai beberapa fungsi diantaranya:

a. Sedimentasi

b. Penyimpanan

c. Penguraian

d. Menahan laju aliran

Waktu tinggal limbah pada septic-tank berukuran besar tidak boleh kurang

dari 12 jam. Detensi selama 24 hingga 72 jam direkomendasikan untuk

septic-tank berukuran besar. Proses utama yang terjadi di dalam septic-tank

adalah:

1. Sedimentasi SS;

2. Flotasi lemak dan material lain ke permukaan air;

3. Terjadinya proses biofisik kimia di ruang lumpur.

Proses pengolahan pada septic-tank adalah sedimentasi dan stabilisasi

lumpur lewat proses anaerobik. Untuk jenis limbah yang di olah pada septic-tank

adalah limbah yang mengandung padatan terendapkan, khususnya limbah

domestik.

2.6.4 Tripikon-S dan T-Pikon-H

Tripikon-S merupakan salah satu alternatif pengolahan air limbah domestik

yang pada awalnya dikembangkan oleh Laboratorium Teknik Sipil Universitas

Gajah Mada, Yogyakarta. Teknologi ini dikembangkan untuk menjawab

tantangan kondisi lingkungan yang dihadapi di daerah yang terpengaruh pasang

surut, seperti misalnya daerah pesisir pantai, muara, sungai, maupun rawa.

Teknologi ini dapat diterapkan untuk toilet individual maupun komunal. Istilah

tripikon-S, yang diperkenalkan sejak tahun 1991, merupakan singkatan dari Tri

15
(tiga) Pi-pa Kon-Sentris - S-eptik, yang menggambarkan konstruksi alat yang

terdiri dari tiga buah pipa konsentris (Soeparman dan Suparmin,2002).

Tripikon-S terdiri dari 3 (tiga) buah pipa pvc (atau bahan lain yang sesuai

dengan kondisi setempat) dengan dimensi berlainan yang dipasang secara

konsentris (semua dipasang pada satu sumbu/as). Tripikon-S merupakan tempat

pembusukan, perombakan dan penguraian air kotor/tinja oleh mikroorganisme

secara aerobik an anaerobik yang berlangsung selama 3 hari sama seperti yang

terjadi pada septic-tank.

Gambar 2.5 Tripikon-S yang Dilengkapi Bangunan Peresapan

Gambar 2.6 Tripikon-S+ yang Dilengkapi Ruang Aerator pada Pipa Tengahnya (Kiri) dan
Tripikon-S untuk Pemukiman Padat yang Dilengkapi Pipa Filtrasi yang Diisi Injuk, Pasir
Kasar, dan Kerikil/Arang (Kanan)

16
- Panjang pipa Tripikon-S berkisar antara 4-6 m (disesuaikan dengan

volume air kotor/tinja)

- Bangunan peresapan:

 Untuk pemukiman di tepi sungai tidak perlu limbah yang diproses

pada Tripikon-S langsung dibuang ke sungai.

 Untuk pemukiman yang muka air tanahnya dangkal dapat dibuatkan

bangunan peresapan dari buis beton yang dipasang/ditempatkan

mengelilingi Tripikon-S.

Konstruksi Tripikon-S berupa tiga buah pipa paralon dengan ukuran yang

berbeda, yang di pasang sedemikian rupa sehingga sumbu-sumbunya berimpit.

Pipa yang terletak paling dalam berupa pipa kecil dengan diameter 5 cm yang

dihubungkan dengan leher angsa dari jamban rumah tangga. Panjang pipa itu

harus cukup, sehingga ujungnya berada di bawah bagian limbah yang

mengapung (scum). Di luar pipa kecil dipasang pipa sedang yang berdiameter

15-25 cm. Dalam pipa itu terjadi perombakan limbah rumah tangga. Pada bagian

bawan pipa sedang, pada jarak 10-20 cm dari dasar, dibuat lubang-lubang

berdiameter 1 cm untuk jalan air, dan pada ujung bawah dibuat celah-celah

sebesar 1-2 cm yang mengelilingi pipa untuk keperluan pengurasan lumpur tinja.

Pipa terluar atau pipa besar berdiameter 20-30 cm merupakan pipa peluap.

Celah antara pipa sedang dan pipa besar minimum 2 cm. Panjang pipa besar

minimum 1 mm dan bagian atasnya harus selalu berada di atas permukaan air

pasang tertinggi. Ukuran pipa ditentukan oleh volume beban limbah dan keadaan

pasang surut serta permukaan tanah di lapangan.

17
Kemudian teknologi Tripikon-S ini dikembangkan lebih lanjut oleh

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan melakukan perubahan dan

rancang ulang sistem, menghasilkan T-Pikon-H (T Pipa Konsentris Horisontal).

Gambar 2.7 T-Pikon-H

Pengolahan yang terjadi dalam T-Pikon-H ini adalah secara semi-aerob

dan anaerob. Konsep dasar pengolahan adalah dengan menggunakan 3 pipa,

yaitu: (a) pipa kecil sebagi inlet dari toilet; (b) pipa medium sebagai tempat

terjadinya proses dekomposisi biologis, dan (c) pipa besar sebagai pelimpah

(overflow) effluent. Ketiga pipa tersebut diatur secara konsentris. Kinerja kedua

sistem ini masih perlu dikaji lebih lanjut, namun bila dilihat dari ide

pengolahannya, maka sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pengolahan

air limbah yang potensial untuk dikembangkan. Perbedaan antara Tripikon-S dan

T-Pikon-H dapat di lihat pada Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 Beda Tripikon-S dan T-Pikon-H


Keterangan Tripikon-S T-Pikon-H
Aplikasi  Dapat digunakan untuk sistem  Sangat cocok
individual diterapkan di rumah
 Cocok diterapkan di daerah Muka apung
Air Tanah (MAT) tinggi & daerah  Diterapkan untuk
spesifik skala individual atau
 Sasarannya untuk diterapkan skala komunal kecil
individual  Digunakan hanya
 Digunakan hanya untuk mengolah untuk mengolah
black water black water

18
Keterangan Tripikon-S T-Pikon-H
Pemeliharaan Tidak boleh ada sampah yang Tidak boleh ada
masuk ke dalam sistem sampah yang masuk
ke dalam system
Kelebihan  Dapat menggunakan material lokal  Dapat menggunakan
 Kebutuhan lahan kecil material lokal
 Efisiensi penurunan BOD5 sekitar  Dapat dikerjakan
75% oleh tenaga local
Kekurangan  Kapasitas pengolahannya kecil  Semakin besar
 Sulit dalam melakukan pengurasan kapasitas maka
 Efisiensi pengolahan belum semakin besar pula
diketahui secara jelas lahan yang
diperlukan
 Pengurasan sulit
dilakukan
Kesesuaian di  Rumah panggung  Rumah apung
Daerah Sulit  Rumah di darat  Rumah panggung
 Rumah di darat

2.7 Septiktank Modifikasi Tripikon S

a. Spesifikasi

Septiktank modifikasi tripikon S merupakan salah satu alternatif

pengolahan air limbah yang dapat diterapkan untuk toilet individual yang

dikembangkan untuk menjawab tantangan kondisi lingkungan yang

dihadapi di daerah yang terpengaruh pasang surut, seperti daerah

pesisir pantai, muara, sungai maupun rawa. Tripikon tersusun dari pipa

pvc (atau bahan lain yang sesuai dengan kondisi setempat) dengan

dimensi yang dipasang secara konsentris (semua dipasang pada satu

sumbu/as). Tripikon merupakan tempat pembusukan, perombakan dan

penguraian air kotor/tinja oleh mikroorganisme secara aerobik dan

anaerobik yang berlangsung selama 3 hari sama seperti yang terjadi

pada septiktank.

19
b. Manfaat

Adapun manfaat dari penggunaan septiktank modifikasi tripikon S

adalah:

 Meminimalisir dampak dari pembuangan tinja ke laut

 Dapat menjadi alternatif bagi masyarakat pesisir dalam membuang

tinja yang aman dan ramah bagi lingkungan

 Dapat menjadi salah satu upaya untuk pemecahan masalah ODF,

terutama untuk masyarakat pesisir

c. Cara Kerja

 Sediakan drum plastik sebagai kontainernya

 Lubangi bagian atas drum sebanyak 2 lubang, yaitu yang pertama

lubang sebesar ¾ inci sebagai lubang pipa pembuangan gas dan

kedua lubang sebesar 2 ½ inci sebagai lubang inlet ke dalam tangki

septik.

 Untuk lubang pertama, letakkan soket luar dan soket dalam ¾ inci

kemudian masukkan pipa pvc. Di ujung atas pipa, beri Tee ukuran

¾ inci agar lubang pembuangan gas tidak masuk air ketika hujan.

 Untuk lubang kedua, letakkan pipa dan sambungkan ke kloset

dengan tambahan elbow, soket Tee dan dop hingga membentuk

aliran dari kloset ke dalam tangki septik.

 Di sisi samping drum, beri lubang sebesar ¾ inci untuk tempat

desinfektan dan lubang outlet.

 Untuk saluran outlet tersebut, tersusun dari pipa pvc ¾ inci yang

disambungkan dengan reducing soket, soket Tee dan elbow ¾ inci

sehingga membentuk saluran outlet. Didalam soket Tee, masukkan

20
dop 2 ¾ inci yang diberi lubang sebagai tempat desinfektan yaitu

kaporit.

 Tinja dari inlet masuk ke dalam tangki septik, yang mana di dalam

tangki septik terdapat bakteri pengurai untuk membantu penguraian

tinja menjadi cairan dan lumpur tinja.

 Cairan yang akan dibuang ke badan air akan melewati saluran

outlet yang di dalamnya terdapat desinfektan yang akan

mendesinfeksi cairan yang dibuang ke dalam air.

2.8 EM4 (Effective Microorganism)

Merupakan mikroorganisme yang dapat meningkatkan jumlah mikroba

tanah, memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah, mempercepat proses

penguraian kompos (kotoran) (Setiawan, 2010). Beberapa keunggulan EM4

antara lain:

a. Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah

b. Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan aktivitas

serangga hama dan mikroorganisme patogen

c. Meningkatkan dan menjaga kestabilan produk tanaman

d. Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan kompos / pupuk

kandang

21
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Kerangka Pemecahan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam kegiatan pengabdian masyarakat di

pesisir Kota Tanjungpinang RT 02 RW 06, Kelurahan Tanjungpinang Timur,

Kecamatan Bukit Bestari adalah dengan memberikan pendekatan individual

Face to Face dan pemahaman seputar septiktank pada masyarakat pesisir

yang tidak memiliki jamban serta rumahnya dijadikan tempat pemasangan

alat septiktank modifikasi tripikon S. Oleh karena itu, disusulkan kerangka

pemecahan masalah secara operasional sebagai berikut:

a. Meminta rekomendasi dari Puskesmas Seijang untuk mendapatkan

wilayah pesisir di wilayah kerja Puskesmas Seijang yaitu RW 06 dan

RW 04.

b. Setelah mendapat rekomendasi wilayah pesisir dari Puskesmas Seijang,

kami menindak lanjuti ke pihak RW untuk mendata jumlah masyarakat

yang belum memiliki jamban di wilayah tersebut yang terbagi dalam 3

RT.

c. Berdasarkan hasil pendataan didapatkan bahwa di RT 2, masih terdapat

masyarakat yang masih memiliki jamban cemplung lebih banyak

daripada di RT 1 dan RT 3 yaitu sebanyak 15 KK.

d. Warga yang sudah terpilih (15 KK yang masih menggunakan jamban

cemplung) diberikan penyuluhan seputar pentingnya jamban sehat dan

inovasi septiktank modifikasi tripikon S dan diperoleh rumah warga yang

dijadikan lokasi pemasangan septiktank modifikasi tripikon S.

22
e. Masyarakat yang rumahnya dipasang alat septiktank modifikasi tripikon

S diberikan informasi tentang bagaimana sebaiknya buang air besar dan

bagaimana cara penggunaan alat septiktank modifikasi tripikon S.

3.2 Realisasi Pemecahan Masalah

Setelah dilakukan kegiatan pengabdian masyarakat dapat dilihat

bagaimana realisasi pemecahan masalah yang dapat dilakukan secara

operasional sebagai berikut:

a. Masyarakat yang menjadi percontohan pemasangan alat septiktank

modifikasi tripikon S adalah 1 KK.

b. Masyarakat yang menjadi percontohan pemasangan alat septiktank

modifikasi tripikon S diberikan penyuluhan secara individual yaitu

dengan bicara Face to Face bagaimana sebaiknya buang air besar dan

bagaimana cara penggunaan alat septiktank modifikasi tripikon S.

3.3 Khalayak Sasaran

Sasaran kegiatan ini adalah masyarakat yang tidak memiliki jamban yang

tinggal di pesisir Kota Tanjungpinang di RT 02 RW 06, Kelurahan

Tanjungpinang Timur, Kecamatan Bukit Bestari

3.4 Metode Kegiatan yang Dilakukan

Metode kegiatan ini berupa penyuluhan praktek kepada masyarakat yang

tidak memiliki jamban di pesisir Kota Tanjungpinang di RT 02 RW 06,

Kelurahan Tanjungpinang Timur, Kecamatan Bukit Bestari. Setelah diberikan

penyuluhan, masyarakat tersebut dibimbing untuk dapat menggunakan

23
Septiktank modifikasi tripikon S dengan memberikan penyuluhan bagaimana

cara penggunaan septiktank tersebut. Berikut ini tahapan kegiatan

pengabdian masyarakat yang akan dilakukan:

1) Tahapan Persiapan

a. Survei

b. Penentuan lokasi dan sasaran

c. Penyusunan materi penyuluhan dan praktek

2) Tahapan Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat

a. Pemberian materi penyuluhan

b. Pemasangan septiktank modifikasi tripikon S dan pemanfaatannya

3) Metode Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat

a. Pendekatan individual face to face

3.5 Waktu dan Tempat Kegiatan

Kegiatan pengabdian masyarakat dilakukan di RT 02 RW 06, Kelurahan

Tanjungpinang Timur, Kecamatan Bukit Bestari. Kegiatan ini dilakukan

dengan beberapa tahapan yaitu:

a. Survei lokasi di RW 06, Kelurahan Tanjungpinang Timur, Kecamatan

Bukit Bestari pada tanggal 6 Februari 2018.

b. Pembuatan alat septiktank modifikasi tripikon S di Jalan Tempinis RT 02

RW 06, Kelurahan Tanjungpinang Timur, Kecamatan Bukit Bestari pada

tanggal 25 Februari 2018 dan 27 Februari 2018.

c. Pemasangan alat di salah satu rumah warga di jalan tempinis RT 02 RW

06, Kelurahan Tanjungpinang Timur, Kecamatan Bukit Bestari pada

tanggal 27 Februari 2018.

24
3.6 Desain Modifikasi Tripikon S

3.7 Sarana dan Alat yang Digunakan

Tabel 3.1 Sarana dan Alat yang Digunakan


1. Drum 16. Soket dalam ¾ inci

2. Cincin sumur 17. Elbow 2 ½ inci

3. Pipa PVC ¾ inci 18. Elbow ¾ inci

4. Pipa PVC 2 ½ inci 19. Tee 2 inci

5. Tee ¾ inci 20. Dop Hidup 2 inci

6. Tee 3 inci 21. Dop mati 1 ½

7. Reducing 3x 2 ½ inci 22. Cangkul

8. Reducing ¾ x 2 inci 23. Semen

9. Dop mati 3 inci 24. Batu Pecah

10. Bor 25. Kaporit

11. Obat Pengeras Semen 26. Pasir

12. Gergaji Pipa 27. Amplas

13. Lem Pipa 28. EM 4

14. Serat Fiber 29. Ember

15. Soket luar ¾ inci 30. Gerobak

25
3.8 Pihak-Pihak yang Terlibat

Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ini adalah:

a. Puskesmas Seijang

b. Prodi Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang

c. Masyarakat RT 02 RW 06, Kelurahan Tanjungpinang Timur, Kecamatan

Bukit Bestari

3.9 Kendala yang Dihadapi dan Upaya Pemecahan Masalah

Kendala yang dihadapi dalam selama kegiatan pengabdian masyarakat

ini adalah cukup sulitnya mengumpulkan masyarakat untuk berpartisipasi

dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini.

3.10 Kegiatan Penilaian

Kegiatan evaluasi dilakukan dengan cara observasi lapangan terutama

tentang pemanfaatan dan ketahanan alat septiktank modifikasi tripikon S ini

untuk masyarakat pesisir RT 02 RW 06, Kelurahan Tanjungpinang Timur,

Kecamatan Bukit Bestari.

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENGABDIAN

4.1 Hasil Pengabdian

Hasil pengabdian masyarakat ini dibagi atas beberapa bagian diantaranya:

a. Survey Lokasi ke RT 02 RW 06, Kelurahan Tanjungpinang Timur,

Kecamatan Bukit Bestari pada tanggal 6 Februari 2018

b. Pembuatan alat septiktank modifikasi tripikon S di RT 02 RW 06,

Kelurahan Tanjungpinang Timur, Kecamatan Bukit Bestari pada tanggal

25 Februari 2018 dan 27 Februari 2018 (dokumentasi terlampir).

c. Pemasangan alat septiktank modifikasi tripikon S di salah satu rumah

warga di RT 02 RW 06, Kelurahan Tanjungpinang Timur, Kecamatan

Bukit Bestari pada tanggal 27 Februari 2018 (dokumentasi terlampir).

4.2 Pembahasan

Kegiatan pengabdian masyarakat di RT 02 RW 06, Kelurahan

Tanjungpinang Timur, Kecamatan Bukit Bestari yaitu tentang pemanfaatan

septiktank modifikasi tripikon S bagi masyarakat pesisir. Alasan mengambil

wilayah tersebut menjadi sasaran lokasi kegiatan pengabdian masyarakat

adalah berdasarkan data wilayah kerja Puskesmas Seijang, wilayah pesisir

pada wilayah kerja Puskesmas Seijang yaitu berada pada RW 04 dan RW

06. Untuk RW 04, yang termasuk wilayah pesisir yaitu pada RT 04 dan 05.

Untuk RW 06, yang termasuk wilayah pesisir yaitu pada RT 01, 02 dan 03

(data terlampir).

27
KEPEMILIKAN JAMBAN
120

100 0
14.9 6
5.7 15
80 37.1 46.5 Rumah
32.2 Kosong
60 4.5 0 Jamban
94.3 Tidak Sehat
40 79 Jamban
58.4 52.9 53.5 Sehat
20

0
RT 01 / RT 02 / RT 03 / RT 04 / RT 05 /
RW 06 RW 06 RW 06 RW 04 RW 04

Selanjutnya berdasarkan data kepemilikan jamban sehat, didapatkan

bahwa pada RW 04 untuk RT 04 ada 3 KK yang tidak memiliki jamban sehat

dan untuk RT 05 terdapat 10 KK yang tidak memiliki jamban sehat. Di RW

06, untuk RT 01 terdapat 4 KK yang tidak memiliki jamban sehat yang mana

pada RT tersebut sudah terdapat IPAL Komunal yaitu sistem yang dilakukan

untuk menangani limbah domestik pada wilayah yang tidak memungkinkan

untuk dilayani oleh sistem terpusat ataupun secara individual, penanganan

dilakukan pada sebagian wilayah dari suatu kota, dimana setiap rumah

tangga yang mempunyai fasilitas MCK pribadi menghubungkan saluran

pembuangan ke dalam sistem perpipaan air limbah untuk dialirkan menuju

instalasi pengolahan limbah komunal (Karyadi, 2010), namun ke 4 KK

tersebut terpaksa memutus saluran IPAL mereka karena saluran yang

terdapat di rumah mereka tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk RT

02, ada sebanyak 15 KK (KK tetap) yang tidak memiliki jamban sehat. Yang

28
mana sebelumnya pada RT ini sudah direncanakan program pembangunan

IPAL Komunal dari pihak Pemerintah, namun dikarenakan tidak adanya

lahan untuk IPAL Komunal tersebut maka program tersebut dibatalkan.

Syarat pembangunan IPAL harus tersedia lahan yang cukup, yaitu sebesar

100m2 untuk 1 (satu) unit bangunan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)

Komunal (Sutedjo, 2003).

Untuk RT 03, berdasarkan pengakuan dari pihak Ketua RT setempat

hanya terdapat beberapa yang tidak memiliki jamban sehat karena sebagian

besar masyarakat RT 03 tinggal di daratan. Hal tersebut tidak sama dengan

hasil yang kami peroleh di lapangan yaitu berjumlah 0 KK atau tidak ada.

Ketua RT setempat memberi penjelasan atas apa yang kami peroleh di

lapangan bahwa pada RT tersebut tidak sedikit warga yang keluar masuk

begitu saja tanpa melaporkannya ke Ketua RT, sehingga wajar apabila data

yang kami peroleh di lapangan tidak sesuai dengan data dari pihak Ketua RT

tersebut.

Berdasarkan hasil observasi tersebut memberikan gambaran bahwa

wilayah RT 02 RW 06, merupakan wilayah dengan jumlah masyarakat belum

memiliki jamban sehat lebih besar dibadingkan wilayah pesisir lain dalam

lingkup wilayah kerja Puskesmas Seijang. Masyarakat tersebut

mempersepsikan bahwa jamban yang sekarang dipergunakan adalah

jamban sehat. Persepsi yang demikian sebenarnya salah, yang dikatakan

jamban sehat adalah jika jamban tersebut memenuhi persyaratan berikut ini:

tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban, tidak mengotori air

permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air tanah disekitarnya, Tidak dapat

29
terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang-binatang

lainnya (Jaya, 2017).

Masyarakat RT 02 yang menjadi tempat pemasangan alat Septictank

Tripikon ini yaitu bertempat pada rumah Bapak Suranto. Beliau menyatakan

setuju dengan penggunaan jamban yang dilengkapi dengan Septictank

Tripikon sebagai solusi penyediaan jamban sehat bagi masyarakat pesisir.

Selain itu pemilihan lokasi pemasangan alat septiktank modifikasi tripikon S

di rumah Bapak Suranto juga karena rumah tersebut berada di samping

mushola sehingga dapat mengurangi pencemaran udara yang ditimbulkan.

30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari uraian pada bab sebelumnya maka dapat ditari kesimpulan sebagai

berikut:

a. Septictank Tripikon dapat dijadikan solusi penyediaan sarana

pembuangan tinja bagi masyarakat pesisir di RT 02 RW 06, Kelurahan

Tanjungpinang Timur, Kecamatan Bukit Bestari khususnya dan daerah

pesisir lainnya terutama untuk daerah rawa, pasang surut dan daerah

pesisir pantai.

b. Masyarakat pesisir yang tinggal di pesisir RT 02 RW 06, Kelurahan

Tanjungpinang Timur, Kecamatan Bukit Bestari yaitu Bapak Suranto

setuju apabila rumah beliau dijadikan lokasi percontohan pemasangan

alat Septictank Tripikon.

5.2 Saran

Selama pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat banyak hal yang

kami temui oleh karena itu untuk pengembangan alat selanjutnya penulis

menyarankan adanya observasi berkala terutama tentang keterpakaian

Septictank Tripikon ini. Selain itu, ketepatan waktu pada saat mengumpulkan

masyarakat juga harus disesuaikan agar lebih efektif.

31

Anda mungkin juga menyukai