Anda di halaman 1dari 49

KESEHATAN LINGKUNGAN

Salah satu kebutuhan penting akan kesehatan lingkungan adalah masalah air bersih, persampahan
dan sanitasi, yaitu kebutuhan akan air bersih, pengelolaan sampah yang setiap hari diproduksi
oleh masyarakat serta pembuangan air limbah yang langsung dialirkan pada saluran/sungai. Hal
tersebut menyebabkan pandangkalan saluran/sungai, tersumbatnya saluran/sungai karena
sampah. Pada saat musim penghujan selalu terjadi banjir dan menimbulkan penyakit.

Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh sanitasi yang kurang baik serta pembuangan sampah
dan air limbah yang kurang baik diantaranya adalah:

1. Diare
2. Demam berdarah
3. Disentri
4. Hepatitis A
5. Kolera
6. Tiphus
7. Cacingan
8. Malaria

Mengapa BAB harus sehat??kenapa jamban yang kita miliki harus sehat??? mungkin ini yang
belum pernah terpikirkan oleh sebaian besar masyarakat pedesaan kita. dari penjelasan di atas
sudah dapat diketahui penyakit yang timbul akaibat BAB dan jamban tidak sehat. jamban sendiri
Merupakan tempat penampung kotoran manusia yang sengaja dibuat untuk mengamankannya,
dengan tujuan:

1
1. Mencegah terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang berbahaya bagi manusia
akibat pembuangan kotoran manusia.
2. Mencegah vektor pembawa untuk menyebarkan penyakit pada pemakai dan lingkungan
sekitarnya

Lalat yang hinggap disampah dan dipermukaan air


limbah atau tikus selokan yang masuk kedalam saluran
air limbah dapat membawa sejumlah kuman penyebab
penyakit. Bila lalat atau tikus tersebut menyentuh
makanan atau minuman maka besar kemungkinan
orang yang menelan makanan dan minuman tersebut
akan menderita salah satu penyakit seperti yang
tersebut diatas. Demikian pula dengan anak-anak kecil
yang bermain atau orang dewasa yang bekerja didekat
atau mengalami kontak langsung dengan air limbah dan sampah dapat terkena penyakit seperti
yang tersebut diatas, terutama bila tidak membersihkan anggota badan terlebih dahulu.

1. Air limbah dapat dikelompokkan kedalam 2 bagian, yaitu:


2. Air bekas yang berasal dari bak atau lantai cuci piring atau peralatan rumah tangga, lantai
cuci pakaian dan kamar mandi
3. Lumpur tinja yang berasal dari jamban atau water closet (WC)

Tangki septic atau unit pengolahan air limbah terpusat diperlukan guna mengolah air limbah
sebelum dibuang kesuatu badan air. Disamping untuk mencegah pencemaran termasuk
diantaranya organisme penyebab penyakit, pengolahan air limbah dimaksudkan untuk
mengurangi beban pencemaran atau menguraikan pencemar sehingga memenuhi persyaratan
standar kualitas ketika dibuang kesuatu badan air penerima.

Sampah dan air limbah mengandung berbagai macam unsur seperti gas-gas terlarut, zat-zat padat
terlarut, minyak dan lemak serta mikroorganisme. Mikroorganisme yang terkandung dalam
sampah dan air limbah dapat berupa organisme pengurai dan penyebab penyakit. Penanganan
sampah dan air limbah yang kurang baik seperti:

1. Pengaliran air limbah ke dalam saluran terbuka


2. Dinding dan dasar saluran yang rusak karena kurang terpelihara

Pembuangan kotoran dan sampah kedalam saluran yang menyebabkan penyumbatan dan
timbulnya genangan akan mempercepat berkembangbiaknya mikroorganisme atau kuman-
kuman penyebab penyakit, serangga dan mamalia penyebar penyakit seperti lalat dan tikus.

Suatu badan air seperti sungai atau laut mempunyai kapasitas penguraian tertentu. Bila air
limbah langsung dimasukkan begitu saja kedalam badan air tanpa dilakukan suatu proses
pengolahan, maka suatu saat dapat menimbulkan terjadinya pencemaran lingkungan.
Pencemaran tersebut berlangsung bila kapasitas penguraian limbah yang terdapat dalam badan
air dilampaui sehingga badan air tersebut tidak mampu lagi melakukan proses pengolahan atau

2
penguraian secara alamiah. Kondisi yang demikian dinamakan kondisi septik atau tercemar yang
ditandai oleh:

1. Timbulnya bau busuk


2. Warna air yang gelap dan pekat
3. Banyaknya ikan dan organisme air lainnya yang mati atau mengapung.

Pola Hidup Bersih dan Sehat

Hidup bersih dan sehat dapat diartikan sebagai hidup di lingkungan yang memiliki standar
kebersihan dan kesehatan serta menjalankan pola/perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan
yang sehat dapat memberikan efek terhadap kualitas kesehatan. Kesehatan seseorang akan
menjadi baik jika lingkungan yang ada di sekitarnya juga baik. Begitu juga sebaliknya, kesehatan
seseorang akan menjadi buruk jika lingkungan yang ada di sekitarnya kurang baik. Dalam
penerapan hidup bersih dan sehat dapat dimulai dengan mewujudkan lingkungan yang sehat.
Lingkungan yang sehat memiliki ciri-ciri tempat tinggal (rumah) dan lingkungan sekitar rumah
yang sehat

Pemberdayaan Masyarakat

Kegiatan-kegiatan komponen pemberdayaan masyarakat meliputi serangkaian kegiatan yang


diawali dengan membangun kesadaran kritis masyarakat, pengorganisasian masyarakat hingga
perencanaan partisipatif untuk penyusunan rencana tindak pengelolaan sampah berbasis
komunitas dari, oleh dan untuk masyarakat.

Pengorganisasian Masyarakat

Kegiatan pengorganisasian masyarakat diawali dengan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan


pembangunan kesadaran kritis masyarakat, melalui serangkaian kegiatan diskusi kelompok
terarah atau Focussed Group Discussion (FGD) dan pemetaan swadaya atau Survai Kampung
Sendiri (SKS), sebagai upaya mendorong masyarakat membahas bersama persoalan riil di bidang
air bersih dan sanitasi yang dihadapi dan bagaimana menyelesaikannya, serta apa yang
dibutuhkan untuk menanggulangi masalah air bersih dan sanitasi secara efektif dalam bentuk
antara lain; komitmen (individu dan kelompok), keahlian, sumberdaya, kelembagaan, organisasi
dan lain-lainnya.

Proses pengorganisasian masyarakat ini akan mengarah pada terbentuknya kader masyarakat
yang kemudian bersama fasilitator mendorong peran aktif masyarakat, dalam proses pengukuhan
lembaga komunitas sebagai representasi masyarakat yang akan berperan sebagai motor
penggerak masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah berbasis komunitas di wilayahnya.

Pemasaran Sosial Air bersih dan Sanitasi

Masalah air bersih dan sanitasi merupakan masalah yang melibatkan beberapa faktor antara lain:
masyarakat sebagai pelaku penghasil sampah, teknologi dan managemen pengelolaan sanitasi
yang masing-masing saling pengaruh mempengaruhi. Oleh karena warga masyarakat merupakan

3
faktor yang sangat menentukan baik sebagai penghasil, pengguna teknologi dan pelaksana
manajemen pengelolaan sampah, maka keterlibatan warga masyarakat dalam pengelolaan
sampah merupakan titik sentral dalam pekerjan pemberdayaan ini.

Metode menumbuhkan Kesadaran dan Partisipasi masayarkat dirumuskan dengan tahapan


sebagai berikut :

1. Menyampaikan pengetahuan mengenai kesehatan lingkungan, sanitasi, teknologi Sanitasi


2. Menumbuhkan keinginan untuk mengatasi masalah sanitasi
3. Memberikan pelatihan ketrampilan pembuatan fasilitas sanitasi
4. Pengenalan penggunaan teknologi sanitasi
5. Menyediakan fasilitas sanitasi di tingkat rumah tangga maupun kelompok (komunal)
6. Mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi sanitasi di tingkat RT/RW secara
mandiri
7. Perencanaan Partisipatif Rencana Tindak Komunitas Pengelolaan Sampah Berbasis
Komunitas

Perencanaan partisipatif pada dasarnya adalah sebuah proses untuk mengidentifikasi tujuan dan
menterjemahkan tujuan tersebut ke dalam kegiatan yang nyata/konkret dan spesifik.Perencanaan
partisipatif akan diawali dengan kegiatan survai kampung sendiri, dimana kegiatan ini
dimaksudkan untuk memetakan kondisi fisik lingkungan dan sosial masyarakat. Untuk
menciptakan rasa percaya masyarakat terhadap hasil-hasil perencanaan, maka survai kampung
sendiri dilakukan oleh masyarakat dengan didampingi oleh fasilitator. Hasil dari pemetaan
tersebut selanjutnya akan menghasilkan data tentang kebutuhan masyarakat yang kemudian
diinventarisasikan untuk bidang persampahan dan sanitasi sesuai dengan tujuan dan sasaran
program.

Untuk menjamin bahwa perencanaan benar-benar dilakukan secara partisipatif, Fasilitator


dibantu oleh Kader Masyarakat memfasilitasi pelaksanaan perencanaan di masyarakat dengan
mempergunakan input data yang diperoleh dari survai kampung sendiri. Hasil dari perencanaan
partisipatif tersebut selanjutnya akan dituangkan dalam Rencana Tindak. Hasil dari kegiatan
penyusunan rencana tindak komunitas tersebut adalah disepakatinya visi dan misi pengelolaan
persampahan dan sanitasi di wilayah Pilot Projec.

Pengertian masyarakat dalam pekerjaan ini adalah seluruh warga di lokasi sasaran yang setelah
melalui proses pemberdayaan dapat menyadari dan memahami kondisi wilayahnya serta
persoalan persampahan dan sanitasi yang perlu dihadapi dan sepakat untuk menanggulangi
permasalahan persampahan dan sanitasi tersebut secara sistematik.

4
Pendamping Masyarakat Dalam Proses Pemberdayaan Masyarakat

Tim Fasilitator sebagai input proyek, secara intensif memfasilitasi Kader Masyarakat; Lembaga
Komunitas serta masyarakat secara umum. Tim fasilitator merupakan bagian dari Tim
Konsultan. Adapun tugas dari fasilitator adalah:

1. Melakukan sosialisasi yaitu menyebarkan informasi mengenai program pemberdayaan


masyarakat dalam masalah air bersih dan sanitasi.
2. Menyebar luaskan pengetahuan mengenai sanitasi lingkungan.
3. Mencatat semua data kemajuan proyek di lapangan.
4. Melakanakan kegiatan pelatihan untuk memperkuat dan mengembangkan kapasitas kader
masyarakat sebagai agen pemberdayaan masyarakat dalam mengelola air bersih dan
sanitasi yang sehat di wilayah lokasi pilot project.
5. Dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat, tim fasilitator bertugas antara lain
bersama masyarakat (kader masyarakat) memfasilitasi proses diskusi kelompok terfokus,
mengembangkan lembaga kemasyarakatan yang berkaitan dengan pengelolaan sanitasi
yang sehat; memperkenalkan berbagai macam teknologi sederhana air bersih dan sanitasi
terpadu,
6. Melaksanakan tugas advokasi, mediasi dan kemitraan strategis (networking) antar semua
pihak terkait yang bermanfaat bagi masyarakat.
7. Melaksanakan monitoring dan evaluasi

SANITASI

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah
manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan
harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.

Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis
dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari
tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik (cucian, air
seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan industri dan bahan buangan pertanian.
Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya
perawatan cucian dan sisa cairan buangan), teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki
septik), atau praktek kebersihan pribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun).

Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya
kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan.[1] Sementara beberapa definisi lainnya menitik
beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya dan pengendalian
lingkungan.

5
Sanitasi dan Air

Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, dimana sanitasi
berhubungan langsung dengan [4]:

1. Kesehatan. Semua penyakit yang berhubungan dengan air sebenarnya berkaitan dengan
pengumpulan dan pembuangan limbah manusia yang tidak benar. Memperbaiki yang satu
tanpa memperhatikan yang lainnya sangatlah tidak efektif.[4]
2. Penggunaan air. Toilet siram desain lama membutuhkan 19 liter air dan bisa memakan
hingga 40% dari penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan jumlah
penggunaan 190 liter air per kepala per hari, mengganti toilet ini dengan unit baru yang
menggunakan hanya 0,7 liter per siraman bisa menghemat 25% dari penggunaan air
untuk rumah tangga tanpa mengorbankan kenyamanan dan kesehatan. Sebaliknya,
memasang unit penyiraman yang memakai 19 liter air di sebuah rumah tanpa WC bisa
meningkatkan pemakaian air hingga 70%. Jelas, hal ini tidak diharapkan di daerah yang
penyediaan airnya tidak mencukupi, dan hal tersebut juga bisa menambah jumlah limbah
yang akhirnya harus dibuang dengan benar.[4]
3. Biaya dan pemulihan biaya.[4]

a. Biaya pengumpulan, pengolahan dan pembuangan limbah meningkat dengan cepat


begitu konsumsi meningkat. Merencanakan hanya satu sisi penyediaan air tanpa
memperhitungkan biaya sanitasi akan menyebabkan kota berhadapan dengan masalah
lingkungan dan biaya tinggi yang tak terantisipasi. Pada tahun 1980, Bank Dunia
melaporkan bahwa dengan menggunakan praktek-praktek konvesional, untuk
membuang air dibutuhkan biaya lima sampai enam kali sebanyak biaya penyediaan.
Ini adalah untuk konsumsi sekitar 150 hingga 190 liter air per kepala per hari.
Informasi lebih baru dari Indonesia, Jepang, Malaysia dan A. S. menunjukkan bahwa
rasio meningkat tajam dengan meningkatnya konsumsi; dari 1,3 berbanding 1 untuk
19 liter per kepala per hari menjadi 7 berbanding 1 untuk konsumsi 190 liter dan 18
berbanding 1 untuk konsumsi 760 liter.[4]

b. Penggunaan ulang air. Jika sumber daya air tidak mencukupi, air limbah merupakan
sumber penyediaan yang menarik, dan akan dipakai baik resmi disetujui atau tidak.
Karena itu peningkatan penyediaan air cenderung mengakibatkan peningkataan
penggunaan air limbah, diolah atau tidak dengan memperhatikan sumber-sumber
daya tersebut supaya penggunaan ulang ini tidak merusak kesehatan masyarakat.[4]

6
BEBERAPA PENGERTIAN TENTANG SANITASI LINGKUNGAN

Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian di


Indonesia. Kecenderungan ini juga semakin mendapatkan legitimasi seiring dengan munculnya
Flu Burung dan Flu Babi, dua penyakit yang sangat berkaitan dengan sanitasi
lingkungan.http://lh4.ggpht.com/_GsDH4fDmdUM/Sl0J5NlOxKI/AAAAAAAAAS4/uUbqwt
RAaFE/s1600-h/MASALAH_SANITASI LAIN%5B19%5D.jpg
Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis lingkungan
menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi dan
balita. Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan
dan kualitas intervensi kesehatan lingkungan (Data Susenas 2001)
Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat dari
semakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang
berkaitan dengan masalah sanitas i- cakupan air bersih dan jamban
keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat,
pencemaran makanan oleh mikroba, telur cacing dan bahan kimia,
penanganan sampah dan limbah yang belum memenuhi syarat
kesehatan, vektor penyakit yang tidak terkendali (nyamuk, lalat,
kecoa, ginjal, tikus dan lain-lain), pemaparan akibat kerja
(penggunaan pestisida di bidang pertanian, industri kecil dan sektor informal lainnya), bencana
alam, serta perilaku masyarakat yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat.
Para ahli kesehatan masyarakat sebetulnya sudah sangat sepakat dengan kesimpulan H.L
Bloom yang mengatakan bahwa kontribusi terbesar terhadap terciptanya peningkatan derajat
kesehatan seseorang berasal dari kualitas kesehatan lingkungan dibandingkan faktor yang lain.
Namun energi dan kebijakan anggaran agaknya masih masih sangat cenderung kepada program
yang bersifat kuratif.
Bahkan, lebih jauh menurut hasil penelitian para ahli, ada korelasi yang sangat bermakna antara
kualitas kesehatan lingkungan dengan kejadian penyakit menular maupun penurunan
produktivitas kerja. Pendapat ini menunjukkan bahwa demikian pentingnya peranan kesehatan
lingkungan bagi manusia atau kualitas sumber daya manusia.
Pengertian sehat menurut WHO adalah “Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan
sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.”.
Sedangkan menurut UU No 23 / 1992 Tentang kesehatan “Keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”
Pengertian Lingkungan Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976) adalah ”Tempat pemukiman
dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang
secara langsung maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun
kesehatan dari organisme itu.”

7
Terdapat beberapa pendapat tentang pengertian Kesehatan
Lingkungan sebagai berikut :

 Pengertian Kesehatan Lingkungan Menurut World Health


Organisation (WHO) pengertian Kesehatan Lingkungan :
Those aspects of human health and disease that are
determined by factors in the environment. It also refers to
the theory and practice of assessing and controlling factors
in the environment that can potentially affect health. Atau
bila disimpulkan “Suatu keseimbangan ekologi yang harus
ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin
keadaan sehat dari manusia.”
 Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) : Suatu kondisi
lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia
dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan
bahagia.
 Apabila disimpulkan Pengertian Kesehatan Lingkungan adalah : Upaya perlindungan,
pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi
pada tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat.

Sanitasi
Beberapa pengertian Sanitasi (dari berbagai sumber) :

http://lh4.ggpht.com/_GsDH4fDmdUM/Sl0J9ApS9hI/AAAAAAAAATA/dp1GeAPZuvM/s16
00-h/bEBERAPA_POTRET_SANITASI_KITA%5B7%5D.jpgSanitation is the hygienic
means of preventing human contact from the hazards of wastes to promote health. Hazards can
be either physical, microbiological, biological or chemical agents of disease. Wastes that can
cause health problems are human and animal feces, solid wastes, domestic wastewater
(sewage, sullage, greywater), industrial wastes, and agricultural wastes. Hygienic means of
prevention can be by using engineering solutions (e.g. sewerage and wastewater treatment),
simple technologies (e.g.latrines, septic tanks), or even by personal hygiene practices (e.g.
simple handwashing with soap)-WHO
The term "sanitation" can be applied to a specific aspect, concept, location, or strategy, such
as:

 Basic sanitation - refers to the management of human feces at the household level. This
terminology is the indicator used to describe the target of the Millennium Development
Goal on sanitation.
 On-site sanitation - the collection and treatment of waste is done where it is deposited.
Examples are the use of pit latrines, septic tanks, and imhoff tanks.

8
 Food sanitation - refers to the hygienic measures for ensuring
food safety.
 Environmental sanitation - the control of environmental
factors that form links in disease transmission. Subsets of this
category are solid waste management, water and wastewater
treatment, industrial waste treatment and noise and pollution
control.
 Ecological sanitation - a concept and an approach of recycling
to nature the nutrients from human and animal wastes.

Sanitation generally refers to the provision of facilities and services for


the safe disposal of human urine and faeces. Inadequate sanitation is a major cause of disease
world-wide and improving sanitation is known to have a significant beneficial impact on health
both in households and across communities. The word 'sanitation' also refers to the
maintenance of hygienic conditions, through services such as garbage collection and
wastewater disposal (Sanitation and public health)
Pengertian sanitasi adalah sesuatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit menular
dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan usaha kesehatan
masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan (Azwar,1990).
Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi negara negara berkembang.
Karena menurut WHO, penyakit diare membunuh satu anak di dunia ini setiap 15 detik, karena
access pada sanitasi masih terlalu rendah. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan lingkungan
yang besar, serta merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya manusia pada
skala nasional .
Terdapat beberapa data yang mendukung, antara lain :

1. Terdapat 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam,
kebun dan tempat terbuka (Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program
(ISSDP) tahun 2006)
2. Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku
masyarakat dalam mencuci tangan adalah (1) setelah buang air besar 12%, (2) setelah
membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (3) sebelum makan 14%, (4) sebelum memberi
makan bayi 7%, dan (5) sebelum menyiapkan makanan 6 %.
3. Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga
menunjukan 99,20 % merebus air untuk mendapatkan air minum, namun 47,50 % dari air
tersebut masih mengandung Eschericia coli.

http://lh6.ggpht.com/_GsDH4fDmdUM/Sl0KAacL_jI/AAAAAAAAATI/UqSyLcUGjzo/s1600
-h/Kerugian Akibat Sanitasi yang buruk%5B14%5D.jpgKondisi seperti ini dapat dikendalikan
melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil
studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses

9
masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, 39%
perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan dengan
mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun sebesar 94%.
Pemerintah juga telah sepakat dengan komitmen untuk mencapai target Millennium
Development Goals (MDGs) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi
dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum
mendapatkan akses.

SISTEM BARU PENGELOLAAN SANITASI


29 September 2008

Bagi masyarakat miskin yang tinggal di kawasan kumuh dan padat penduduk di 35 kabupaten/
kota Jawa Tengah, memiliki jamban pribadi yang layak dari segi teknis dan kesehatan adalah
sebuah mimpi yang sulit menjadi kenyataan.

Betapa tidak, boro-boro untuk membuat jamban pribadi senilai 5 juta rupiah/ keluarga, untuk
makan sehari-hari saja mereka masih sangat kesulitan.

Bahkan untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas hidup keluarganya harus berjuang
cukup keras agar bisa tercukupi kebutuhan primernya (sandang, papan, pangan, dan pendidikan).

Masalah sanitasi dasar bagi masyarakat miskin masih menjadi barang mewah dan sulit dipenuhi
dari kantong sendiri. Tak ayal lagi masalah demi masalah yang berkaitan dengan kondisi sanitasi
yang semakin buruk terus muncul dan menjadi problematika signifikan bagi pemerintah daerah
setempat.

Kasus Diare

Berdasarkan data profil Kesehatan Jateng tahun 2004 dan Jawa Tengah dalam Angka Tahun
2006, pada tahun tersebut terdapat lebih dari 500 ribu kasus diare, khususnya 40 % penderita
adalah anak-anak.

Kasus diare tinggi tidak lepas dari kondisi kebanyakan masyarakat miskin yang tinggal di
kawasan kumuh dan padat yang belum memiliki saluran pembuangan air limbah pribadi
(jamban) dan cenderung membuang kotoran manusia (tinja) ke badan air seperti sungai, danau
atau laut dan juga ditimbun begitu saja di pekarangan rumah penduduk.

10
Akibatnya lingkungan menjadi kurang sehat, kotor dan sumber air bersih pun menjadi tercemar
oleh bakteri e-coli.

Di Jateng angka kesakitan yang berhubungan dengan akses air, seperti diare, DBD, Typoid
masih sangat tingg. Akses sanitasi dasar masyarakat di Jateng tersebut baru mencapai 60% dan
akses layanan air bersih juga baru mencapai 70,4%.

Ini di tambah lagi belum optimalnya kesadaran masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan
sehat; juga semakin memperburuk kondisi sanitasi saat ini. Sanitasi merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang wajib dipenuhi.

Oleh sebab itu bila tidak dipenuhi akan berdampak buruk pada kesehatan, produktivitas kerja
masyarakat, dan kualitas lingkungan hidup itu sendiri.

Dengan kondisi seperti di atas maka sudah selayaknya kebijakan dan strategi pemerintah daerah
setempat perlu diarahkan kepada pengelolaan air limbah dan sanitasi yang sehat untuk
mewujudkan masyarakat dan lingkungan sehat, bersih, dan berkualitas serta berkelanjutan.

Penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman yang menjadi salah satu kebutuhan
dasar manusia merupakan tanggung jawab bersama, baik masyarakat, swasta maupun
pemerintah.

Salah satu solusi yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan penyediaan prasarana dan
sarana air limbah adalah implementasi Sanimas.

Sanimas merupakan singkatan dari sanitasi oleh masyarakat, sebuah inisiatif yang dirancang
untuk mempromosikan Sanitasi Berbasis Masyarakat (SBM) sebagai pilihan bagi masyarakat
perkotaan yang miskin prasarana dan sarana sanitasinya, tinggal di kawasan padat penduduk
(kumuh) dan memiliki sosial ekonomi yang relatif rendah (miskin).
Program Sanimas di wilayah Provinsi Jateng sebenarnya sudah dimulai pada 2005 di lima kota.
Program didesain untuk memberdayakan komunitas atau masyarakat miskin perkotaan yang
tidak memiliki parasarana dan sarana sanitasi yang layak dan memadai baik secara teknis
maupun kesehatan sehingga diharapkan mereka nanti dapat memilih sendiri.

Program meliputi menyusun rencana aksi, membentuk kelompok, mengelola pembangunan fisik
dan mengelola operasi dan pemeliharaannya secara mandiri. Namum demikian masih banyak
juga pemerintah kabupaten/kota yang belum tertarik dengan program Sanimas ini.

Stategi Sanimas terlihat dari cara masyarakat menentukan, merencanakan, membangun dan
mengelola sistem sanitasi mereka sendiri yang difasilitasi dan dibantu oleh Lembaga Swadaya

11
Masyarakat (LSM). Pemerintah Daerah turut pula memfasilitasi inisiatif kelompok masyarakat
(KSM), namun tidak bertindak sebagai pengelola prasarana dan sarana Sanimas.

Tanggap Kebutuhan

Program ini lebih bersifat tanggap kebutuhan masyarakat yang layak untuk mengikuti Sanimas.
Masyarakat akan bersaing untuk mendapatkan dukungan program dengan menunjukkan
komitmen serta kesiapan untuk melaksanakan sistem yang sesuai pilihan mereka sendiri.

Pengambilan keputusan pemilihan jenis sanitasi yang akan digunakan, penyusun rencana aksi,
pembentuk kelompok, pengelolaan pembangunan fisik sampai kepada pengelola operasi dan
pemeliharaannya berada sepenuhnya di tangan masyarakat.

Peran Sanimas, LSM dan pemerintah hanya sebagai fasilitator saja. Masyarakatlah yang benar-
benar berperan lebih aktif dan tidak lagi menggunakan pendekatan top down seperti pelaksanaan
program-program pembangunan pada waktu-waktu yang lalu. Peran-serta masyarakat waktu itu
dibatasi dan cenderung tidak banyak dilibatkan dalam setiap implementasi program dari
pemerintah.

Dalam pelaksanaan, masyarakat di lapangan akan mendapatkan dukungan sebagai berikut: saran
teknis, kelembagaan, keuangan, sosial serta aspek lingkungan hidup dari beragam pilihan sesuai
kebutuhan pihak yang berkepentingan dan pilihan masyarakat.

Misalnya, saran tentang proses dalam memilih sistem sanitasi yang layak dan didukung oleh
masyarakat, paket informasi, edukasi dan komunikasi; dukungan keuangan terbatas untuk
penyediaan material dan termasuk di dalamnya pelatihan Sanimas.

Menurut Kepala Satker Pengembangan Kinerja Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP)


Provinsi Jateng Suharsono Adi Broto ST, MM, Sanimas ini dibiayai dengan sistem multi-sources
of funding ketika kontribusi biaya atau dana tersebut bersumber dari masyarakat, pemerintah
daerah Pemerintah Pusat dan Borda (LSM atau lembaga pendamping program Sanimas).
Rinciannya 100 juta (APBD I), 150 juta (APBD II), 50 Juta dari APBN dan Borda 25 Juta.
Masyarakat sebagai penerima fasilitas dimaksud harus menyediakan lahan untuk prasarana
sarana Sanimas.

Kontribusi masyarakat tersebut ditarik oleh panitia pembangunan dan langsung dimasukkan ke
rekening bank milik panitia pembangunan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM-Sanimas).
Kontribusi pemerintah daerah dan pemerintah pusat ditransfer ke rekening bank milik panitia.
Semua dana yang masuk akan dikelola oleh masyarakat sendiri.

12
Proses seleksinya dilakukan oleh pemerintah daerah masing-masing yang dianggap potensial
untuk menerima program SANIMAS ini. Beberapa kampung yang berpenduduk 50 ñ 100 KK
dipilih di masing-masing daerah oleh pemerintah daerah.

Kemudian melalui seleksi sendiri yaitu keputusan kampung/desa yang terpilih ditentukan melalui
kesepakatan diantara kampung/desa tersebut, maka kampung/desa terpilih dapat ditetapkan.
Bentuk Sanimas
Sistem sanitasi yang dipilih oleh masyarakat nantinya bisa berupa MCK umum (Mandi Cuci
Kakus), WC, tempat cuci, beserta pengolahan air limbah, septitank bersama dan IPAL sistem
komunal dengan pemipaan berupa pembangunan pipa dari tempat tinggal beserta pengolahan air
limbah bersama.

Pemilihan sistem sanitasi ini sangat ditentukan oleh pilihan warga sendiri dengan melihat lokasi
dan kondisi lapangan penempatan Sanimas tersebut nantinya.

Salah satu contoh yang telah berhasil dalam program Sanimas adalah Kampung Bustaman yang
masuk dalam wilayah Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang.

Kampung yang berpenduduk 990 jiwa dari 330 KK ini adalah salah satu dari kampung padat dan
miskin di Kota Semarang yang menjadi lokasi Sanimas. Mereka berhasil mengelola Sanimas
dengan model MCK Plus.
Dalam pelaksanaannya, ini bukan saja telah menghasilkan biogas yang bisa dimanfaatkan oleh
warga untuk memasak air dan memasak nasi, tetapi telah menghasilkan rupiah yang cukup
fantastis jumlahnya.

Menurut staf Satker Pengembangan Kinerja PLP Provinsi Jateng Widiarto, ST, kampung ini
dalam 1 bulan bisa menghasilkan Rp 1,8 juta dari penggunaan fasilitas MCK Plus tersebut.

Pemasukan dana tersebut masyarakat dapat memanfaatkannya untuk berbagai kegiatan mulai
dari pembangunan infrastruktur yang ada di kampung (perbaikan saluran/gorong-gorong/jalan)
sampai kegiatan-kegiatan sosial keagamaanpun bisa di handel oleh Sanimas.

Sudah selayaknya replikasi Sanimas perlu segera dilaksanakan khususnya di wilayah miskin,
kumuh, dan padat penduduknya di Jateng saat ini.
Pemerintah daerah harus tanggap dan berupaya mengalokasikan program ini dalam Rencana
Pembangunan Investasi Jangka Menengah (RIPJM) setempat.

Bila pemerintah daerah cukup cerdas bisa saja ditawarkan kepada investor yang tertarik di dalam
pengelolaan. Peran swasta semakin meningkat dalam pengelolaan bidang air limbah dan sanitasi.

13
Siapa menyusul? (RM Bagus Irawan, ST, MSi, IPP, Konsultan, Pemerhati Lingkungan dan
Dosen FT Unimus - 80)

Bagi Anda pengguna ponsel, nikmati berita terkini lewat http://m.suaramerdeka.com


Dapatkan SM launcher untuk BlackBerry
http://m.suaramerdeka.com/bb/bblauncher/SMLauncher.jad

SANITASI LINGKUNGAN
Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya (Notoadmojo,
2003).

Rumah

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau
tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perubahan. Pada zaman purba
manusia bertempat tinggal digua-gua, kemudian berkembang, dengan mendirikan rumah
tempat tinggal di hutan-hutan dan dibawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia
sudah membangun rumah (tempat tinggalnya) bertingkat dan diperlengkapi dengan
peralatan yang serba modern.sejak zaman dahulu pula manusia telah mencoba mendesain
rumahnya, dengan ide mereka masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan
kebudayaan masyarakat setempat dan membangun rumah mereka dengan bahan yang ada
setempat (lokal material) pula. Setelah manusia memasuki abad modern ini meskipun
rumah mereka dibangun dengan bukan bahan-bahan setempat tetapi kadang-kadang
desainya masih mewarisi kebudayaan generasi sebelumnya (Notoadmojo, 2003).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu rumah :

1. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial.


Maksudnya membangun suatu rumah harus memperhatikan tempat dimana rumah itu
didirikan. Di pegunungan ataukah di tepi pantai, di desa ataukah di kota, di daerah
dingin ataukah di daerah panas, di daerah pegunungan dekat gunung berapi (daerah
gempa) atau di daerah bebas gempa dan sebagainya. Rumah didaerah pedesaan,
sudah barang tentu disesuaikan kondisi sosial budaya pedesaaan, misalnya bahanya,
bentuknya, menghadapnya, danlain sebagainya. Rumah didaerah gempa harus dibuat
dengan bahan-bahan yang ringan namun harus kokoh, rumah didekat hutan harus
dibuat sedemikian rupa sehingga aman terhadap serangan-serangan binatang buas.

14
2. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat

Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan


penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat yang murah misal bambu, kayu
atap rumbia dan sebagainya adalah merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah.
Perlu dicatat bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekadar berdiripada saat itu saja,
namun diperlukan pemeliharaan seterusnya (Notoadmojo, 2003).

Syarat-syarat rumah yang sehat :

1. Bahan bangunan

a. lantai : Ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi
ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang
mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah
pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini
adalah tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan.
Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh
dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat,
dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang
penyakit.

b. Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya


kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup.
Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau
papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada
dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah
penerangan alamiah.

c. Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan
maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga
dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya
sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu
untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan.
Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping
mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.

d. Lain-lain (tiang, kaso dan reng)

Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan.
Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan
bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk
menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut,
maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut
ditutup dengan kayu.

15
2. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 didalam rumah yang berarti kadar
CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.disamping itu tidak
cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini
akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri
penyebab penyakit.)

Funsi kedua daripada ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan-


ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi
aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
mengalir. Fungsi lainya adalah untuk menjaga agar ruangan selalu tetap didalam
kelembaban (humuduty) yang optium.

Ada 2 macam ventilasi, yakni :

a) Fungsi kedua dari pada ventaliasi adalah untuk membebaskan udara ruangan
dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi
aliran udara dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak
menguntungkan, karena merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga
lainya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindung
kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut.

b) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk


mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap udara.
Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan.

Perlu diperhatika disinni bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar
udara tidak berhenti atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam
ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.

3. Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama
cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat
yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu
banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat
merusakan mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni :

a) Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya matahari ini sangat penting, karena
dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya baksil

16
TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk
cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya
sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat didalam
ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar
sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh
bangunan lain. Fungsi jendela disini, disamping sebagai ventilasi, juga sebagai
jalan masuk cahaya.

Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan dusahakan agar sinar
matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya
jendela itu harus di tengah-tenan tinggi dinding (tembok).

Jaln masuknya cahaya ilmiah juga diusahakan dengan geneng kaca. Genteng
kaca pun dapat dibuat secra sederhana, yakni dengan melubangi genteng biasa
waktu pembuatanya kemudian menutupnya dengan pecahan kaca.

b) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah,


seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.

4. Luas bangunan rumah

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lanai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya
akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab di
samping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota
keluarga terkene penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga
yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 –
3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga).

5. Fasilitas-fasilitas didalam rumah sehat

Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut:

a. Penyediaan air bersih yang cukup

b. Pembuangan Tinja

c. Pembuangan air limbah (air bekas)

d. Pembuangan sampah

e. Fasilitas dapur ruang berkumpul keluarga

Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau
belakang).

17
Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan
tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni:

a) Gudang, tempat menyimpan hasil panen. Gudang ini dapat merupakan


bagian dari rumah tempat tinggal tersebut, atau bangunan tersendiri.
b) Kandang ternak. Oleh karena kandang ternak adalah merupakan bagian
hidup dari petani, maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh di dalam
rumah. Hal ini tidak sehat, karena ternak kadang-kadang merupakan sumber
penyakit pula. Maka sebaiknya demi kesehatan, ternak harus terpisah dari
rumah tinggal, atau dibikinkan kandang sendiri (Notoadmojo, 2003).

Sistem Pembuangan

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah
tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainya, dan pada umumnya mengandung
bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta
mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah
kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman,
perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan
dan air hujan yang mungkin ada (Haryoto Kusnoputranto, 1985).

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang
tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti
industri, perhotelan, dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya
besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia
sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar). Selanjutnya
air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan laut dan akan digunakan oleh
manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik.

Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat
dikelompokan sebagai berikut :

1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water), yaitu air
limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri
dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan
umumnya terdiri dari bahan-bahan organic.

2. Air buangan industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai jenis
industri akibat proses produksi. Zat-zat yang tergantung di dalamnya sangat
bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri,
antara lain : nitrogen, logam berat, zat pelarut dan sebagainya. Oleh sebab itu
pengolahan jenis air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi lingkungan memnjadi
rumit.

18
3. Air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang berasal dari
daerah : perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat ibadah, dan
sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama
dengan air limbah rumah tangga.

Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan menentukan cara
pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis besar
karakteristik air limbah ini digolongkan menjadi sebagai berikut:

1. Karakteristik fisik

Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat
dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram
seperti larutan sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang mengandung sisa-sisa
kertas, berwarna bekas cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan
sebagainya.

2. Karakter kimiawi

Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang
berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian
tinja, urine dan sampah-sampah lainya. Oleh sebab itu, pada umumnya bersifat
basah pada waktu masih baru, dan cenderung ke asam apabila sudah memulai
membusuk. Substansi organic dalam air buangan terdiri dari dua gabungan, yakni:

a. Gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya: urea, protein, amine, dan


asam amino.

b. Gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya: lemak, sabun, dan


karbuhidrat, termasuk selulosa.

3. Karakteristik bakteriologis

Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam
air limbah tergantung darimana sumbernya, namun keduanya tidak berperan
dalam proses pengolahan air buangan.

Sesuai dengan zat-zat yang terkandung di dalam air limbah ini, maka air
limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan
kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain :

a. menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama:


kholera, typhus abdominalis, desentri baciler.

19
b. Menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme pathogen.
c. Menjadi temoat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat hidup larva
nyamuk.
d. Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap.
e. Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan hidup
lainya.
f. Mengurangi produktivitas manusia, karena orang bekerja dengan tidak
nyaman, dan sebagainya.

Pegolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup


terhadap pencemaran air limbah tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan
mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul
karena pencemaraan air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut
mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air
limbah perlu dibuang.

Beberapa cara sederhana pengolahan air buangan antara lain sebagai berikut :

1. Pengeceran (dilution)

Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup


rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin
bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia,
maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperluka air
pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.
Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya
kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang
akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti
selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnnya dapat menimbulkan
banjir.

2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)

Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar


matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan
alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan
kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi
lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan
didaerah yang terbuka, sehingga memungkinkan memungkinkan sirkulasi
angin dengan baik.

20
3. Irigasi

Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan
merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dindindg parit tersebut.
Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang
pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini
terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan
susu sapi, rumah potong hewan, damn lain-lainya dimana kandungan zat-zat
organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.

JENIS DAN MACAM BENTUK DAN MODEL WC KAKUS / TOILET TEMPAT


BUANG AIR BESAR / PUP - KAKUS EMPANG, CUBLUK, KIMIA DAN LEHER
ANGSA
Sun, 18/06/2006 - 1:47pm — godam64

1. Kakus Empang / Kali / Sungai


Kakus empang adalah kakus yang didirikan atau dibangun di atas aliran atau kubangan air seperti
sungai, kali, danau, waduk, parit dan lain sebagainya. Model kakus jenis ini sangat tidak
direkomendasikan karena akan mencemari air lingkungan sekitar yang akan menimbulkan bibit
penyakit.

2. Kakus Cubluk
Kakus cubluk adalah kakus yang tempat penampungan tinja berada di bawah orang yang buang
air besar. WC kakus cubluk ada cubluk kering dan cubluk basah yang keduanya masih banyak
ditemukan di daerah pedesaan yang air tanah berada pada kedalaman yang dalam.

3. Kakus Leher Angsa


Model kakus leher angsa adalah wc kakus yang bentuknya melengkung mirip leher angsa yang
banyak digunakan di seluruh dunia. Toilet jenis ini bisa benbentuk wc jongkok dan wc duduk
tergantung selera. WC ini dapat mencegah bau dan keluar masuk binatang sehingga menjadi
kakus yang paling baik dan sehat karena disertai septic tank / sepiteng / penampung tinja yang
aman dari kontaminasi ke lingkungan sekitar dan jaraknya bisa disesuaikan dengan situasi dan
kondisi lokasi yang ada.

21
4. Kakus Kimia
Kakus kimia adalah tempat buang air besar yang menggunakan zat kimia untuk membunuh
virus, bakteri dan kuman. Biasanya wc ini berada pada wc portable / mobile pada bis, kereta api /
krl, pesawat terbang, dan lain-lain.

SYARAT MEMBUAT WC KAKUS ATAU TEMPAT PENAMPUNGAN


KOTORAN MANUSIA / TINJA / FESES / TOKAI YANG BAIK
Sat, 17/06/2006 - 4:18pm — godam64

Dalam mengelola tempat pembuangan kotoran manusia yang baik perlu diperhatikan berbagai
hal yang dapat mencemari lingkungan sekitar kita sehingga dapat menimbulkan masalah
kesehatan, estetika, lingkungan, dan sebagainya.

1. Memiliki Pijakan / Lantai yang Kuat


Lantai sebaiknya tertutup ubin, semen, beton atau bahan lain yang kuat bila diinjak. Jangan
sampai alas wc kakus jebol saat digunakan sehingga akan membuat masalah baru.

2. Lengkap Dengan Peralatan dan Perlengkapan WC


Sediakan berbagai barang keperluan wc pada umumnya seperti sabun, ember atau tempat
penampungan air, kertas tisu, dan air bersih.

3. Tertutup dan Terlindung dengan Baik


Buat WC sebisa mungkin tertutup dengan lubang ventilasi yang memadai tetapi sulit untuk
diintip orang dari luar. Selain itu perlu disediakan kunci pintu tempat buang air besar agar aman
daring tangan jahil. Lindungi pemakai tempat buang hajat agar terlindung dari panas terik
matahari dan rintik hujan.

4. Berada di Lokasi / Tempat yang Baik


Bangun atau letakkan wc kakus / toilet pada tempat yang tidak menganggu pemandangan orang

22
yang melintas di tempat tersebut. Pastikan tidak akan menimbulkan bau tidak sedap dan
tempatnya tidak mudah menjadi sarang kuman penyakit yang merugikan kesehatan manusia.

SYARAT PEMBUATAN TEMPAT SAMPAH YANG BAIK DAN BENAR -


PEMBUANGAN LIMBAH RUMAH TANGGA MANUSIA - ILMU KESEHATAN
LINGKUNGAN
Wed, 12/07/2006 - 11:38am — godam64

Setiap hari manusia menghasilkan sampah baik yang merupakan sampah rumah tangga maupun
sampah industri yang bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Sampah jika tidak diurus dan
dikelola dengan baik dapat menyebabkan masalah lingkungan yang sangat merugikan. Sampah
yang menumpuk dan membusuk dapat menjadi sarang kuman dan binatang yang dapat
mengganggu kesehatan manusia baik badan maupun jiwa, serta mengganggu estetika lingkungan
karena terkontaminasi pemandangan tumpukan sampah dan bau busuk yang menyengat hidung.

Berikut ini adalah hal-hal yang wajib diperhatikan dalam mengelola tempat sampah rumah
tangga / tempat pembuangan sampah pribadi di rumah-rumah :

1. Pisahkan sampah kering / non organik dengan sampah basah / organik dalam
wadah plastik.
2. Tempat sampah harus terlindung dari sinar matahari langsung, hujan, angin, dan
lain sebagainya.
3. Hindari tempat sampah menjadi sarang binatang seperti kecoa, lalat, belatung,
tikus, kucing, semut, dan lain-lain
4. Buang sampah dalam kemasan plastik yang tertutup rapat agar tidak mudah
berserakan dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Selain itu juga memudahkan
tukang sampah dalam mengambil sampah. Jangan biarkan pemulung mengobrak-
abrik sampah yang sudah dibungkus rapi.
5. Tempat sampah harus tertutup aman dari segala gangguan namun mudah
dijangkau petugas kebersihan.

23
6. Jangan membakar sampah di lingkungan padat penduduk karena dapat
mengganggu kenyamanan dan kesehatan orang lain.

TEKNIK, CARA, METODE PEMBUANGAN & PENGELOLAAN TEMPAT


SAMPAH AKHIR - SANITARY, LADFILL, INCINERATION, KOMPOS,
PULVERISATION, DLL

Wed, 12/07/2006 - 1:45pm — godam64

Mengolah sampah dengan baik tanpa ada masalah adalah idaman setiap kota-kota di dunia.
Dengan mengelola dan mengolah sampah dengan baik maka dapat mengurangi resiko timbulnya
berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dan dirawat dengan
sepenuh hati.

Tehnik-teknik yang dapat digunakan untuk menajemen sampah perkotaan :

1. Sampah menjadi Kompos


Sampah biologis, basah atau organik dapat dijadikan kompos dengan cara menimbun sampah
tersebut di tanah untuk jangka waktu tertentu hingga membusuk.

2. Pangan dan Makanan Ternak


Sampah yang berupa buah-buahan dan sayur-sayuran yang belum sepenuhnya rusak dapat
dijadikan makanan ternak atau binatang lain yang dikebang biakkan. Biasanya sampah sayur dan
buah banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional berserakan di mana-mana.

3. Landfill
Jenis ini adalah yang paling mudah karena hanya membuang dan menumpuk sampah di tanah
yang rendah pada area yang terbuka. Metode ini sangat mengganggu estetika lingkungan.

4. Sanitary Landfill
Mirip dengan metode ladfill namun sampah tersebut ditutup dan diuruk tanah. Cara ini biasanya
menggunakan alat-alat berat yang berharga mahal.

24
5. Pulverisation
Pulverisation adalah metode pembuangan sampah langsung ke laut lepas setelah dihancurkan
menjadi potongan-potongan kecil.

6. Incineration / Incinerator
Metode incineration adalah pembakaran sampah baik dengan cara sederhana maupun modern
secara masal. Teknologi memungkinkan hasil energi pembakaran diubah menjadi energi listrik.

FENOMENA KESEHATAN LINGKUNGAN SEKITAR KITA

Oleh

Sari Putri

I. Pendahuluan

Setiap peralihan musim, terutama dari musim kemarau kemusim penghujan, kita menyaksikan
berbagai masalah kesehatan melanda tanah air kita, termasuk yang paling sering terjadi ádalah
wabah demam berdarah (dengue fever). Sebagian masalah ini langsung atau tidak langsung
terkait dengan Global Enviromental Change (GEC) atau perubahan lingkungan global.
Kesehatan Populasi manusia manapun, jika ditinjau secara mendasar, terkait dengan kondisi
social dan lingkungan. Sementara selama berabad-abad masyarakat manusia memperoleh
keuntungan tetapi juga kerugian dari perubahan-perubahan yang mereka lakukan terhadap
lingkungan lingkungan sekitarnya. Nampaknya serangan berbagai wabah penyakit menuntun kita
untuk lebih arif memperhatikan dan memperlakukan lingkungan sekeliling. Bagi para peneliti,
kondisi ini menjadi tantangan ilmiah sekaligus menjadi tantangan kemanusian, sampai sejauh
mana aktifitas penelitian mampu menjawab permasalahan kesehatan masyarakat, satu masalah
riil yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.

Seperti kita ketahui bersama, akhir-akhir ini masalah tentang global change banyak diangkat.
Berbagai perubahan sosial, ekonomi, budaya, teknologi dan politik mengharuskan jalinan
hubungan di antara masyarakat manusia di seluruh dunia. Fenomena ini dirangkum dalam

25
terminologi globalitation. Ditengah riuh rendah globalisasi inilah muncul wacana GEC. GEC
sendiri diartikan sebagai perubahan dalam sekala besar pada sistim bio fisik dan ekologi yang
disebabkan aktifitas manusia. Perubahan ini terkait erat dengan sistem penunjang kehidupan
planet bumi (Life Support Sistem). Ini terjadi melalui proses historis panjang dan melupakan
agregasi pengaruh kehidupan manusia terhadap lingkungan, yang tergambar misalnya pada
angka populasi yang terus meningkat, aktifitas ekonomi, dan pilihan-pilihan teknologi dalam
memacu pertumbuhan ekonomi. Saat ini pengaruh dan beban terhadap lingkungan hidup
sedemikian besar sehingga mulai terasa gangguan ganguan terhadap sistem bumi kita.

GEC yang terjadi seiring tekanan besar yang dilakukan manusia terhadap sistem alam sekitar ,
menghadirkan berbagai macam resiko kesehatan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Sebagai contoh, kita terus mempertinggi konsentrasi gas-gas tertentu yang menyebabkan
meningkatnya

efek alami rumah kaca (Green House) yang mencegah bumi dari pendinginan alami (Frezing).
Selama abad 20 ini, suhu rata-rata permukaan bumi meningkat sekitar 0,6 derajat celsius dan 2/3
pemanasan ini terjadi sejak tahun 1975. GEC penting lainnya adalah menipisnya lapisan ozon,
hilangnya keanekaragaman hayati (Biodifersiti) degradasi kualitas lahan, penangkapan ikan
melampaui batas (Ofer Fising), terputusnya siklus unsur-unsur penting (misalnya Nitrogen,
Sulfur, Fospor), berkurangnya suplai air bersih, urbanisasi dan penyebaran global berbagai
polutan organik. Dari kaca mata kesehatan, hal-hal diatas mengindikasikan bahwa kesehatan
umat manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terjadi di luar batas kemampuan daya
dukung ruang lingkungan dimana mereka hidup.

Dalam sekala global, selama seperempat abad kebelakang mulai tumbuh perhatian serius dari
masyarakat ilmiah terhadap penyakit-penyakit yang terkait dengan masalah lingkngan seperti
kangker yang disebabkan racun tertentu (Toksin Related Cancer) kelainan reproduksi atau
gangguan pernafasan dan paru-paru akibat polusi udara secara institusional. Internasional Human
Demision Programmer on Global Enviromental Change (IHDP) membangun kerjasama reset
dengan Earth Sistem Science Parnertship dalam menyongsong tantangan permasalahan
kesehatan dan GEC

26
Pengaruh perubahan iklim global terhadap kesehatan umat manusia bukan pekerjaan mudah.
Dibutuhkan kerja keras dan kedekatan interdisiplin diantaranya dari studi evolosi, biogeografi,
ekologi dan ilmu sosial. Disisi lain kemajuan teknik pengindraan jauh (Remote sensing) dan
aplikasi-aplikasi sitem informasi geografis akan memberikan sumbangan berarti dalam
melakukan monitoring lingkungan secara multi temporal dan multi spatial resolution. Dua faktor
ini sangat relefan dengan tantangan studi GEC kesehatan lingkungn yang memerlukan analisa
historis keterkaitan GEC dan kesehatan serta analisa pengaruh GEC ditingkat lokal, regional
hingga global.

II. Bagaimana GEC Mempengaruhi Kesehatan Manusia ?

Ada tiga alur tingkatan pengaruh GEC terhadap kesehatan (Perhatikan Ilustrasi Gambar).
Pengaruh ini dari urutan atas kebawah menunjukkan peningkatan kompleksitas dan pengaruhnya
bersifat semakin tidak langsung pada kesehatan.Pada alur paling atas terlihat contoh bagaimana
perubahan pada kondisi mendasar lingkungan fisik (contohnya: suhu ekstrim atau tingkat radiasi
ultra fiolet) dapat mempengaruhi biologi manusia dan kesehatan secara langsung (misalnya
sejenis kangker kulit ) alur pada dua tingkatan ini, ditengah dan dibawah mengngilustrasikan
proses-proses dengan kompleksitas lebih tinggi termasuk hubungan antara kondisi lingkungan,
fungsi-fungsi ekosistim dan kondisi sosial ekonomi.

Alur tengah dan bawah menunjukkan tidak mudahnya menemukan korelasi langsung antara
perubahan lingkungan dan kondisi kesehatan. Akan tetapi dapat ditarik benang merah bahwa
perubahan-perubahan lingkungan ini secara langsung atau tidak langsung bertanggung jawab
atas faktor-faktor penyangga utama kesehatan dan kehidupan manusia seperti produksi bahan
makanan, air bersih, kondisi iklim, keamanan fisik, kesejahteraan manusia, dan jaminan
keselamatan dan kualitas sosial. Para praktisi kesehatan dan lingkunganpun akan melakukan
banyak domain permasalahan baru disini, memambah deretan permasalahan pemunculan toksi
ekologi lokal, sirkulasi lokal penyebab infeksi, sampai kepengaruh lingkungan dalam skala besar
yang bekerja pada gangguan kondisi ekologi dan proses penyangga kehidupan ini. Jelaslah
bahwa resiko terbesar dari GEC atas kesehatan dialami mereka yang paling rentan lokasi
geografisnya atau paling rentan tingkat sumber daya sosial dan ekonominya.

27
III. Aktifitas Ilmiah Lingkungan Kesehatan.

Sebagaimana disinggung diatas masyarakat manusia sangat berfariasi dalam tingkat kerentanan
terhadap serangan kesehatan. Kerentanan ini merupakan fungsi dari kemampuan masyarakat
dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim dan lingkungan . Kerentanan juga tergantung pada
beberapa faktor seperti kepadatan penduduk, tingkat ekonomi, ketersediaan makanan, kondisi
lingkungan lokal, kondisi kesehatannya itu sendiri, dan kualitas serta ketersediaan fasitas
kesehatan publik.

Wabah demam berdarah yang melanda negeri kita menyiratkan betapa rentannya kondisi
kesehatan lingkungan di Indonesia saat ini baik dilihat dari sisi antisipasi terhadap wabah,
kesigapan penangulangannya sampai pada penanganan para penderita yang kurang mampu.
Merebaknya wabah dikawasan urban juga menyiratkan kerentanan kondisi lingkungan dan
kerentanan sosial ekonomi. Hal ini terkait dengan patron penggunaan lahan, kepadatan
penduduk, urbanisasi, meningkatnya kemiskinan dikawasan urban selain faktor lain seperti
rendahnya pemberantasan nyamuk vektor penyakit sejak dini atau resistensi nyamuk sampai
kemungkinan munculnya starain atau jenis virus baru.

Pada dekade lalu penelitian ilmiah yang menghubungkan pengaruh perubahan iklim global
terhadap kesehatan dapat dirangkum dalam tiga kategori besar. Pertama Studi-studi empiris
untuk mencari saling hubungan anatara kecenderungan dan fariasi iklim dengan keadaaan
kesehatan. Kedua Studi-studi untuk mengumpulkan bukti-bukti munculnya masalah kesehatan
sebagai akibat perubahan iklim. Ketiga Studi-studi permodelan kondisi kesehatan dimasa depan.
Penelitian empiris jenis pertama dan kedua dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan
pengetahuan serta memperkirakan kondisi kesehatan sebagai tanggapan terhadap perubahan
iklim dan lingkungan (Scenari Basic Help Risk Asesment)

Akan tetapi, meningbang fariasi kerentangan sosial ekonomi yang telah kita singgung
keberhasilan sumbangan ilmiah diatas hanya akan optimal jika didukung paling tidak dua faktor
lain, yaitu faktor administratif-legislatif dan faktor kurtural-personal (kebiasaan hidup).
Administrasi- Legislatif adalah pembuatan aturan yang memaksa semua orang atau beberapa
kalangan tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan prefentif dan penangulangan menghadapi
masalah ini. Cakupan kerja faktor ini adalah dari mulai tingkatan supra-nasoinal, nasional sampai

28
tingkat komunitas tertentu. Selanjutnya secara kurtural-personal masyarakat didorong secara
sadar dan sukarela untuk melakukan aksi-aksi yang mendukung kesehatan lingkungan melalui
advokasi, pendidikan atau insentif ekonomi. Faktor ini dikerjakan dari tingkatan supra-nasional
sampai tingkat indifidu.

IV. Catatan Penutup.

Sejauh pengamat penulis, aktifitas penelitian yang menghubungkan kajian lingkungan dan
kesehatan secara integral serta kerja praktis sistematis dari hasil penelitian ilmiah diatas masih
sangat sedikit dilakukan di Indonesia. Menghadapi tantangan lingkungan dan kesehatan ini
diperlukan terobosan-terobosan institusional baru diantara lembaga terkait lingkungan hidup dan
kesehatan, misalnya dilakukan rintisan kerjasama intensif yang diprakarsai oleh Departemen
Kesehatan, Departemen Sosial dan Lingkungan Hidup bersama lembaga penyedia data
keruangan seperti Bakosurtanal (pemetaan) dan LAPAN (analisa melalui citra satelit). Untuk
mewujudkan kerja sama di tataran praktis komunitas atau LSM pemerhati lingkungan hidup
musti berkolaborasi dengan Ikitan Dokter Indonesia bersama assosiasi profesi seperti Ikatan
Surveyor Indonesia (ISI) masyarakat penginderaan jauh (MAPIN) dalam mewujudkan agenda-
agenda penelitian dan program-program penanganan kesehatan dan perubahan lingkungan
ditingkat lokal hingga nasional.

Hadirnya wacana dan penelitian GEC dengan kompleksitas , ketidakpastian konsep-metodelogi,


dan perubahan-perubahan besar dimasa depan telah menghadirkan tantangan-tangan dan tugas-
tugas bagi komunitas ilmiah, masyarakat dan para pengambil kepetusan. Penelitian ilmiah yang
cenderung lamban kini harus berganti dengan usaha-usaha terarah dan cepat menghadapi urgensi
penanganan masalah kesehatan lingkungan. Kemudian dalam gerak cepat pula informasi yang
dihasilka dunia ilmiah, walaupun dengan segala ketidaksempurnaan dan asumsi-asumsi,
didorong untuk memasuki arena kebijakan. Masalah kesehatan dan GEC ini merupakan issu
krusial dan bahkan isu sentral dalam diskursus internasional seputar pembangunan yang
berkelanjutan (Sutainabel Development).

Diposkan oleh ARTIKEL DAN OPINI di 12:13

29
BURUKNYA SANITASI PENYEBAB MUDAHNYA WABAH DBD
03 Jan 2010

GARUT, (PR).-

Buruknya sanitasi dan kesehatan lingkungan menjadi penyebab gejala penyakit demam berdarah
dengue (DBD) mudah menyebar di Kp. Cibodas, Desa Banjarsari, Kec. Ba-yongbong, Kab.
Garut

Mengantisipasi hal itu, digelar pengasapan (fogging) secara massal di lingkungan tersebut untuk
mematikan nyamuk dewasa yang bisa menjadi vektor penyakit DBD, Sabtu (2/1).

Menurut Kepala TU Puskesmas Bayongbong Yudi Hikmat Pramudia, mudahnya gejala penyakit
tersebut menyebar di permukiman karena kondisi lingkungan yang tidak sehat

"Sanitasi lingkungan menjadi kendala. Banyaknya kandang ternak yang berdampingan dengan
rumah, menyebabkan sirkulasi udara terhambat dan tidak sehat. Selain itu, kebersihan
lingkungan juga kurang diperhatikan sehingga menyebabkan angka kesakitan di Cibodas
bertambah," katanya ketika ditemui di lokasi.

Berita "PR" sebelumnya, sedikitnya 80 warga di Desa Banjarsari Kp. Cibodas, Kec.
Bayongbong, Kab. Garut diduga terjangkit gejala penyakit DBD
sejak November 2009. Dikhawatirkan, penularan penyakit tidak dapat dicegah dan menyebabkan
penderita semakin banyak.

Sejauh ini, Puskesmas Bayongbong mendata sebanyak 28 warga di RW 1 Kp. Cibodas yang
mengalami gejala DBD. "Data tersebut merupakan hasil pemantauan ke lapangan. Sebetulnya
sulit juga untuk memonitor jumlah yang pasti karena banyak warga yang sakit memeriksakan
diri ke klinik swasta," katanya.

Meski demikian, Yudi menambahkan, pihaknya tidak akan lepas tangan. "Kalau ada hasil
pemeriksaan di lab menunjukkan DBD, kami akan langsung responsif untuk menangani hal itu.
Namun, sejauh ini belum ada yang dinyatakan positif DBD, paling baru terduga DBD saja,"
ujarnya.

Langkah antisipasi yang dilakukan, di antaranya menggelar pengobatan puskesmas keliling dan
investigasi di lapangan. Selain itu, kegiatan pengasapan juga diharapkan dapat membunuh
nyamuk dewasa menyebarkan penyakit.

Namun, yang lebih penting agar masyarakat memelihara kebersihan lingkungan dengan

menghindari genangan air bersih sebagai tempat berkembang biak vektor DBD nyamuk Series
aegypti.

30
Jumlah warga yang menderita gejala DBD terus bertambah. TV ta Juwita (27), warga RT 4 RW
1 mengaku belum terdata dalam daftar warga sakit karena dia belum melaporkan diri. "Sakit
sudah sejak Senin (28/12) lalu. Tapi belum lapor sampai sekarang," ujarnya.

Tka yang tengah berbaring lemah di kamar rumahnya menyatakan belum mendapat pengobatan
medis atas penyakit yang dideritanya. "Saya belum diperiksa karena enggak ujinya duit buat
berobat," ucapnya.

Kepala Desa Banjarsari Nanang Kamaludin mengaku lega bahwa Dinkes Kab. Garut cepat
tanggap dan segera melakukan pengasapan di wilayahnya. "Saya khawatir jumlah warga yang
sakit terus bertambah. Hampir setiap hari ada penderita baru," katanya.

Jika sudah dilakukan pengasapan, menurut dia, bisa memberi sugesti bahwa lingkungan bebas
dari penyakit. "Di samping warga juga harus menjaga kebersihan lingkungannya," tuturnya. (A-
158)""

SANITASI MASYARAKAT UNTUK CEGAH ENDEMIS

Written by Analisa Wednesday, 20 January 2010 08:01

Dua puluh persen dari sekitar 514 ribu jiwa penduduk Kota Pontianak belum mempunyai sanitasi
yang baik. Pengakuan dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono
cukup memprihatinkan, mengingat kota yang dilewati garis khatulistiwa itu sudah memantapkan
diri ingin menjadi kota perdagangan dan jasa internasional.

Kota Pontianak secara geografis dipisahkan oleh Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil dan
Sungai Landak, ditambah dengan belasan sungai kecil serta puluhan parit yang membelah kota
hingga ke batas kota.

Sungai dan parit telah menjadi urat nadi kehidupan dan perekonomian kota yang didirikan oleh
Syarif Abdurrahman Alkadrie pada hari Rabu, 23 Oktober 1771. Tidaklah mengherankan,
dengan mudah dapat dilihat aktivitas masyarakat memanfaatkan air sungai maupun parit.
Terutama pada sore hari. Mandi, mencuci bahkan buang air besar di sungai menjadi aktivitas
yang tidak terpisahkan oleh sebagian warga.

Jangan bayangkan airnya berwarna bening seperti sungai-sungai di Jawa yang belum tercemar.
Terkadang warnanya hitam pekat, kecoklatan, atau agak bening. “Kalau pekat, berarti hujan di
hulu Kapuas tinggi.

31
Kecoklatan, air laut sudah mau masuk dan kalau agak bening, rasanya biasanya asin karena air
laut sudah sampai Kota Pontianak,” kata Syarif Fadillah (35), yang tinggal di Jalan Adisucipto
Pontianak Tenggara.

Meski harus bersaing dengan berbagai limbah yang ditumpahkan ke Sungai Kapuas sebagai
sungai utama, masyarakat yang tinggal di daerah tepian tetap menjadikannya sebagai urat
kehidupan sehari-hari.

“Mereka yang masih belum mempunyai sanitasi yang baik, sebagian besar berada di kawasan
tepian Sungai Kapuas. Mereka umumnya menggunakan jamban-jamban umum,” kata Edi Rusdi
Kamtono di Pontianak, Selasa.

Secara teori, masyarakat memang tidak langsung buang air di sungai karena sudah
memanfaatkan jamban. Namun, limbah yang dihasilkan tersebut tidak ditampung di dalam
“septic tank”. Melainkan langsung dibuang ke sungai.

Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas, berjarak sekitar 250 kilometer sebelah utara Kota
Pontianak. Sejak lima tahun terakhir, ada 19 penduduknya yang mengidap penyakit kaki gajah
atau filariasis.

Selama lima tahun warga tiga dusun di Desa Parit Raja, Kecamatan Sejangkung, yang saling
bertetangga harus meminum obat untuk mencegah meluasnya penyakit kaki gajah. “Salah satu
pemicu menyebarnya penyakit itu karena pola hidup masyarakat yang kurang menjaga
kebersihan,” kata Kepala Puskesmas Kecamatan Sejangkung, Jakfar.

Misalnya tidak mempunyai tempat khusus untuk mandi, cuci dan kakus serta berjalan tidak
menggunakan sandal. “Mereka harus didorong untuk hidup sehat, bersih dan menjaga kebersihan
pribadi,” kata Jakfar.

Lingkungan Endemis

Kondisi di Kota Pontianak dan Kecamatan Sejangkung itu hanya menampilkan sedikit dari potret
kehidupan di Kalbar. Layanan air bersih yang buruk dan kurang berkualitas serta kurang
optimalnya sistem penanganan sampah.

Kepala Dinas Kesehatan Kalbar M Subuh mengatakan, hasil riset kesehatan dasar yang
dilakukan tahun 2007 menunjukkan kalau kondisi sanitasi dan kebersihan lingkungan di provinsi
itu masih 55 persen dari kondisi ideal.

32
“Seperti tingkat kepatuhan membuang sampah, akses air bersih, pemakaian jamban, kondisi
sungai, tempat pembuangan akhir limbah dan sampah,” kata M Subuh. Padahal, kebersihan
lingkungan dan sanitasi yang baik sangat memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. “Sanitasi
dan kondisi lingkungan pengaruhnya 60 persen. Sedangkan perilaku hidup bersih 30 persen,”
kata dia.

Sehingga tidak mengherankan kalau empat dari enam penyakit yang menjadi menjadi endemis di
Kalbar berbasiskan kebersihan dan kesehatan lingkungan. Enam penyakit tersebut yakni tuber
colosis, demam berdarah dengue, filariasis, malaria, infeksi saluran pencernaan dan HIV/AIDS.
Pembangunan yang semakin pesat tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas penataan kota,
permukiman serta layanan publik lainnya.

“Penyakit menular menjadi mudah berkembang. Belum lagi kepedulian masyarakat terhadap
masalah lingkungan sekitar yang belum tumbuh maksimal,” kata M Subuh yang juga mantan
Direktur RSUD dr Soedarso Pontianak itu. Kejadian luar biasa penyakit diare, demam berdarah
dengue, sudah menjadi pemandangan rutin di Pontianak maupun kota-kota lainnya ketika musim
pancaroba tiba.

Bersih Diri

Cara yang paling mudah untuk menjaga adalah dengan pola hidup bersih yang harus dimulai dari
diri sendiri. Namun, dalam pelaksanaannya tidaklah mudah. Gubernur Kalbar Cornelis pun
menyadari hal itu.

Ia mencontohkan gerakan Hari Cuci Tangan se-Dunia yang dilakukan serentak di berbagai
belahan bumi. “Sejak saya bertugas sebagai Kepala Urusan Pemerintahan di kecamatan tahun
1979, sampai menjadi gubernur,” kata Cornelis.

Kegiatan yang terkesan sepele itu masih harus disosialisasikan selama puluhan tahun dan belum
tuntas hingga kini. Selain mendorong masyarakat untuk hidup bersih, pemerintah juga berperan
dalam mendukung kesiapan infrastruktur sanitasi.

Pemerintah Kota Pontianak misalnya akan memanfaatkan dana alokasi khusus yang diperoleh
tahun 2010 sebesar Rp1,6 miliar untuk membenahi sanitasi warga. “Juga ada program sanitasi
masyarakat yang sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu,” kata Kepala Dinas PU Kota Pontianak
Edi Rusdi Kamtono.

Dana yang tersedia digunakan untuk membuat septic tank communal serta fasilitas mandi cuci
kakus bagi masyarakat yang belum mempunyai jamban. Sasarannya daerah-daerah kumuh,
tepian sungai serta kalangan menengah ke bawah. Selain itu, ada pula Program Neighbourhood

33
Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP). Untuk Kota Pontianak, fokusnya di Kelurahan
Beliung Kecamatan Pontianak Barat.

Sementara pemerintah tingkat provinsi, berupaya membentuk komunitas yang bersih lingkungan
mulai dari lingkungan terkecil. “Seperti RT, RW, desa, kecamatan hingga kota dan kabupaten,”
kata M Subuh.

Namun, lanjut M Subuh, kegiatan untuk menangani permasalahan sanitasi harus lintas sektoral
karena menyangkut banyak hal. “Kalau penyiapan infrastruktur, Dinas Pekerjaan Umum yang
lebih berperan. Sedangkan Dinas Kesehatan di provnsi, kabupaten maupun kota, mendorong
budaya perilaku hidup bersih dan sehat,” kata M Subuh. Mengubah perilaku masyarakat akan
lebih murah dan mudah karena kalau mengandalkan perbaikan infrastruktur sanitasi, sangat
tergantung kemampuan keuangan daerah.

Selain itu dibutuhkan sikap tegas dari pemerintah supaya masyarakat tidak lagi membiasakan diri
membuang limbah secara langsung ke sungai atau parit. “Seharusnya tidak ada lagi warga Kota
yang tidak mempunyai jamban. Penertiban terhadap jamban-jamban yang ada di bantaran sungai,
mungkin menjadi salah satu solusinya,” kata M Subuh.

SANITASI DAN PRILAKU HIDUP BERSIH


Diposting Oleh : admin

Waktu Posting : Kamis, 1 Januari 1970 07:00:00 WIB

Selong… Ketersediaan sanitasi dasar dan prilaku hidup bersih dan sehat, merupakan upaya yang
dinilai efektif untuk menekan terjadinya berbagai kasus berbasis lingkungan yang selama ini
banyak terjadi di masyarakat.

Kepala seksi penyehatan air Kasubdin Bina Kesehatan Lingkungaan Dinas Kesehatan Lombok
Timur, H.Fathurrahman menjelaskan sanitasi dasar meliputi sanitasi air bersih, pembuangan
tinja, sampah dan limbah rumah tangga. Jika telah memiliki sanitasi tersebut, dapat menekan
terjadinya penyakit diare. Selain itu diperlukan pemahaman dan prilaku hidup bersih dan sehat di
masyarakat.

Misalnya kasus diare yang beberapa waktu lalu sempat merebak di wilayah Desa Montong Betok
Kecamatan Montong Gading, disebabkan oleh kebiasaan masyarakat meminum air yang belum
dimasak, serta menggunakan air sungai untuk kebutuhan memasak dan mencuci.

Sementara itu Kasubdin Pelayanan Kesehatan Lombok Timur, Suroto menjelaskan, dari 193
kasus penyakit diare yang ditangani di Desa Montong Betok, 26 diantaranya positif Cholera yang

34
disebabkan oleh bakteri penyebaran lebih cepat, biasanya melalui air dan makanan. Untuk
antisipasi penyebaran penyakit ini, telah dilakukan kavorisasi pada sumur-sumur masyarakat.

Dinas Kesehatan sendiri sebenarnya secara rutin memprogramkan, uji kwalitas air masyarakat
untuk melihat kondisi air apakah telah memenuhi standar kesehatan, kavorisasi sumur dan
sumber air yang biasa digunakan. Seperti dijelaskan Kasubdin Bina Kesehatan Lingkungan
Dinas Kesehatan Lombok Timur, L.Maksum, pencemaran biasanya disebabkan 2 faktor yakni
kondisi lingkungan dan sanitasi berupa perpipaan. Sehingga jika terjadi pencemaran dapat segera
ditangani dengan dinas instansi terkait.

LIMBAH RS, PERLU PENGELOLAAN DAN MONITORING


Selasa, 23 May 2000 11:00:56

Pdpersi, Jakarta - Kegiatan Rumah Sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan
dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga kemungkinan dampak negatif. Dampak
negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa
pengelolaan yang benar. Menurut Kepala Direktorat Penyehatan Lingkungan Pemukiman,
Ditjen PPM & PLP Depkes, Dr Burhanuddin Jusuf MD DTM&H, pengelolaan limbah RS yang
tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien
ke pekerja, dari pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien, maupun dari dan kepada masyarakat
pengunjung RS. Oleh sebab itu, tutur Burhanuddin, untuk menjamin keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan RS dan sekitarnya, perlu penerapan
kebijaksanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan
kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah RS sebagai salah satu indikator penting yang perlu
diperhatikan. "Rumah Sakit sebagai institusi yang bersifat sosio-ekonomis karena tugasnya
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab
pengelolaan limbah yang dihasilkannya," tegas Burhanuddin. Limbah B3 Berdasarkan PP
No.19/1994 jo PP No.12/1995, limbah dari kegiatan RS termasuk kategori limbah B3 yaitu
limbah yang bersifat infeksius, radioaktif, korosif, dan kemungkinan mudah terbakar. Dalam
Profil Kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997, diungkapkan seluruh RS di Indonesia
berjumlah 1.090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali
menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg per tempat tidur per hari.
Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisis lebih jauh
menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan
berupa limbah infeksius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan, secara nasional produksi sampah
(limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton
per hari. "Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan, betapa besar potensi RS untuk mencemari
lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit," kata
Burhanuddin. Pada tahun 1991, tambah Burhanuddin, dari 47 RS yang menjadi sampel, tidak
satupun memenuhi baku mutu limbah cair yang berlaku saat itu. Namun, perkembangan terakhir
menunjukkan kemajuan, dari 35 persen RS yang menjadi sampel telah memenuhi baku mutu
limbah cair. "Ditargetkan, pada 2002 sekitar 75 persen RS kelas tersebut mampu memenuhi
kriteria dan standar kualitas kesehatan lingkungan RS," jelas Burhanuddin. Aspek hygiene

35
Selain faktor-faktor di atas, Burhanuddin memperkirakan, faktor kesehatan lingkungan juga
mempunyai andil yang signifikan dalam timbulnya kejadian infeksi silang (nosokomial). "Kasus
Cellulitis di beberapa RS di Jawa Timur menunjukkan bahwa RS yang kualitas airnya tidak
memenuhi baku mutu air bersih (air minum) akan mendukung meningkatnya kasus
nosokomial," jelasnya. Kejadian ini, kata Burhanuddin, diperberat pula oleh adanya pola
perilaku dari petugas maupun pasien dan keluarganya, yang kurang memperhatikan aspek
hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan, serta kurangnya kesadaran petugas dalam
penggunaan alat pelindung diri ketika bekerja. Lantas, bagaimana solusinya? Menjawab
pertanyaan itu, Burhanuddin mengungkapkan, untuk menekan atau bila mungkin
menghilangkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh
kegiatan RS, perlu dilakukan program Kesehatan Lingkungan RS. "Program itu terutama
diarahkan pada RS kelas A, B, C, atau yang setara, baik RS pemerintah maupun swasta, yang
tingkat kompleksitasnya tinggi dalam upaya pelayanan kesehatan maupun pengelolaan
lingkungan RS," katanya. Tenaga ahli Program Kesehatan Lingkungan RS itu, dipaparkan
Burhanuddin, memuat beberapa kebijakan, antara lain, RS memerlukan tenaga ahli (S1, D3, D1)
dibidang kesehatan lingkungan yang diwujudkan dalam wadah Instalasi Sanitasi. Untuk
pengamanan lingkungan dan efisiensi penggunaan energi, RS juga perlu mengembangkan
pendekatan Minimisasi Limbah melalui program 4R, reduce-reuse-recycle-recovery.
"Sedangkan end-off pipe approach merupakan pilihan akhir dalam pengelolaan limbah RS,
yakni limbah diolah dan dimusnahkan sesuai dengan teknologi yang akrab lingkungan," jelas
Burhanuddin.Disamping itu, ujar Burhanuddin, dalam menangani sampah RS, sampah medis
harus dimusnahkan atau dibakar dengan incinerator yang memenuhi syarat kesehatan. RS pun
harus meningkatkan kemampuannya, antara lain dengan menyelenggarakan pelatihan petugas
pengelola sanitasi RS. (lyh)

WASPADAI POLUSI DALAM RUANG!


By andhesca

Jakarta, Kompas

SIAPA bilang Anda dijamin telah bebas polusi setelah berada di dalam rumah yang nyaman?

Beginilah nasib menjadi orang modern, terlebih di kota-kota besar. Di luar rumah terpapar
polusi, di dalam ruangan seperti rumah pun tak bebas dari polusi. Keduanya pun sama-sama
berbahaya. Ruangan yang terasa sejuk-karena berpendingin udara-sebenarnya bisa juga terpolusi
dan menjadi sumber penyakit.

Bahkan, studi United State Environmental Protection Agency (US EPA) tentang peluang
manusia terpapar polusi malah mengindikasikan bahwa derajat polusi dalam ruang bisa dua
sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan polusi luar ruang. Lembaga EPA
tersebut juga menempatkan polusi udara dalam ruang sebagai satu dari lima besar polusi yang
berisiko mengancam kesehatan masyarakat modern.

36
Selama beberapa dekade terakhir, peluang manusia terpapar polusi udara dalam ruang diyakini
meningkat karena bermacam faktor. Misalnya, konstruksi bangunan yang tertutup rapat,
penggunaan material sintetis untuk perabot dan bangunan, penggunaan formula kimia untuk
berbagai produk perawatan, pestisida dan insektisida, hingga beragam pembersih barang-barang
rumah tangga.

“Suatu penelitian pada tahun 1990-an di Indonesia pernah menyebutkan bahwa pencemaran
udara yang berasal dari dalam gedung (ruang) berkontribusi sebanyak 17 persen, luar gedung 11
persen, gangguan ventilasi 52 persen, dan sisanya bahan bangunan, mikroorganisme, dan yang
belum diketahui penyebabnya,” papar spesialis okupasi, dr Hendrawati Utomo, MS, SpOk, yang
juga ahli masalah polusi udara dalam ruang.

Polusi dalam ruang bisa terjadi pada bangunan apa saja, mulai dari rumah, sekolah, kantor, hotel,
juga mal.

Beberapa golongan polusi dalam ruang, yaitu fisiologi, kimia, juga mikroorganisme. Penyebab
yang digolongkan sebagai polusi fisiologi, misalnya, gangguan ventilasi atau ventilasi yang
selalu tertutup, debu, pendingin udara (AC) yang tidak terawat, karpet yang tak terawat, hingga
paparan gelombang elektromagnetik dari komputer atau barang-barang elektronik.

Di kantor, di rumah, hingga di dalam lift kerap kali kita mencium bau pewangi. Tak jarang pula
baunya begitu menusuk hidung hingga membuat kepala menjadi pening. Tak terkecuali pula
pembersih dan pewangi telepon. Tampaknya, ada saja produk yang dibuat untuk mewangikan
segala sesuatu. Tak hanya pewangi ruangan dan telepon, ada juga pewangi kamar mandi,
pewangi lemari, pewangi mobil, pewangi pakaian. Pewangi-pewangi macam itu ternyata juga
penyumbang polusi dalam ruang yang bersifat kimiawi.

“Penggunaan pewangi ruangan salah satu penyebab polusi dalam ruang karena dia memaparkan
bermacam bahan yang serba kimiawi. Ada yang bisa menyebabkan alergi, pusing, hingga mual.
Selain itu, juga penyemprot nyamuk, rokok, mesin fotokopi yang mengeluarkan ozon (O3),
penggunaan berbagai desinfektan, hingga tanaman hidup yang tidak pernah dikeluarkan dari
ruangan,” tutur Hendrawati.

Tanaman yang jarang dikeluarkan dari ruangan juga tidak baik karena pada malam hari tanaman
mengeluarkan karbondioksida dan mengonsumsi oksigen. Terlebih jika tanaman hias tersebut
berada di dalam ruangan kantor yang jarang dibuka ventilasi udara segarnya.

“Selain polusi karena faktor kimiawi dan fisiologis, juga karena faktor mikroorganisme,” tambah
Hendrawati. Polusi mikroorganisme yang dimaksud adalah penyebaran bakteri, virus, dan jamur
di dalam ruang. Salah satu yang berkontribusi dalam penyebarannya adalah pendingin udara (air
conditioner/AC).

PENDINGIN udara diklasifikasikan menjadi pendingin udara lokal dan sentral. Pendingin udara
lokal, yaitu pendingin udara seperti yang umum digunakan di rumah- rumah. Adapun pendingin
udara sentral adalah pendingin udara yang dikendalikan dari satu tempat tersendiri oleh operator

37
khusus. Biasanya hotel- hotel, pusat perbelanjaan, dan gedung perkantoran menggunakan sistem
AC sentral.

Kedua macam pendingin udara tersebut berpeluang besar dalam menyebarkan berbagai virus dan
bakteri. Jika operator AC sentral lengah sedikit saja merawat cooling tower AC, kemungkinan
virus dan bakteri menyebar luas di seluruh ruangan gedung sangat besar.

Kasus yang cukup fenomenal mengenai penyebaran bakteri melalui AC sentral terjadi di
Philadelphia, Amerika Serikat, tahun 1976 saat 34 orang meninggal secara misterius.

Belakangan diketahui penyebabnya adalah terinfeksi bakteri legionella dalam suatu hotel karena
sistem cooling tower AC sentral yang kurang baik.

Sejak itu perhatian dunia terhadap bakteri legionella sangat besar, terlebih kasus-kasus serupa di
Philadelphia kemudian bermunculan di berbagai negara. Kontributor penyebaran bakteri ini
nyaris selalu cooling tower AC.

Penyakit infeksi pernapasan akut yang disebabkan bakteri itu kemudian populer disebut sebagai
legionella disease (penyakit legionella). Oleh karena itu, AC sentral sangat membutuhkan
perawatan secara cermat. Bakteri legionella sangat umum di lingkungan dan terdapat di mana-
mana. Namun, ketika menyebar dalam ruang tertutup melalui AC sentral, efeknya bisa sangat
fatal, terlebih bagi orang yang kekebalan tubuhnya sedang menurun.

“Oleh karena itu, saya lebih senang menyekolahkan anak saya di sekolah yang tak ber-AC.
Karena di sekolah-sekolah yang masih memakai AC lokal, perawatannya kadang justru
terabaikan. Sebab, enggak ada operator khusus AC kan?” ujar Hendrawati.

Keluhan-keluhan yang disinyalir karena paparan polusi dalam ruang sering kali disebut sebagai
sick building syndrome. Keluhan umumnya tidak spesifik, seperti, pegal, linu, pusing, migren,
kelelahan, kaku otot, dan sebagainya.

“Polusi dalam ruang yang disebabkan berbagai faktor tadi dalam jangka pendek memang hanya
menimbulkan keluhan- keluhan semacam itu. Namun, dalam jangka panjang diyakini menjadi
penyebab berbagai penyakit yang lebih serius termasuk kanker,” tutur Hendrawati, sambil
menambahkan, kanker umumnya muncul 15-20 tahun sejak terpapar penyebabnya.

“Kalau toh kita tidak sampai terkena kanker, namun sel telur atau sperma kita berpeluang
membawa bibit kanker. Karena paparan polusi-polusi itu berpotensi mengubah struktur genetik
sel telur dan sperma. Bahkan bisa mengubah perilaku manusia di masa depan,” tambah
Hendrawati.

Lalu, bagaimana mengantisipasi paparan berbagai polusi dalam ruang tersebut?

Hendrawati memberi saran untuk menghindari penyebabnya. Saran-saran tersebut, misalnya,


menghindari berbagai produk desinfektan yang tak perlu di rumah, menghindari berbagai produk

38
pewangi kimiawi meskipun mengklaim beraroma alami, membersihkan AC dan karpet sesering
mungkin, termasuk karpet mobil, serta tidak menggunakan berbagai wujud obat nyamuk.

“Yang paling aman ya pakai raket pembunuh nyamuk, yang bertenaga baterai itu. Ngepel lantai
juga enggak usah pakai karbol atau pewangi segala. Rumah kita kan bukan sarang kuman. Beda
kalau di rumah sakit…,” ujar Hendrawati. (SF)

sumber: Kompas

DAMPAK NEGATIF AC
December 16, 2008
Posted by Ahmad Fajar Sidiq in Kesehatan.
Tags: AC Bagi Kesehatan, Dampak Negatif AC
trackback

Penggunaan Air Conditioner (AC) sebagai alternatif untuk mengganti


ventilasi alami dapat meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja, namun AC yang jarang
dibersihkan akan menjadi tempat nyaman bagi mikroorganisme untuk berbiak. Kondisi tersebut
mengakibatkan kualitas udara dalam ruangan menurun dan dapat menimbulkan berbagai
gangguan kesehatan yang disebut sebagai Sick Building Syndrome (SBS) atau Tight Building
Syndrome (TBS).

Banyaknya aktivitas di gedung meningkatkan jumlah polutan dalam ruangan. Kenyataan ini
menyebabkan risiko terpaparnya polutan dalam ruangan terhadap manusia semakin tinggi,
namun hal ini masih jarang diketahui oleh masyarakat.
Pada dasarnya desain AC yang dipakai untuk mengatur suhu ruangan secara kontinu dapat
mengeluarkan bahan polutan. Kadar gas-gas SO2, CO2, dan O2 di dalam ruangan tidak
dipengaruhi oleh keberadaan AC. Bahan partikulat dapat dikurangi secara signifikan oleh AC
dengan filter yang efektif. Kadar pollen di dalam ruangan dapat berkurang secara signifikan
dengan adanya AC. Jumlah bakteri dan spora di gedung dengan AC kemungkinan akan lebih
sedikit daripada gedung tanpa AC, walaupun sampai saat ini hal tersebut masih diperdebatkan.

39
Hasil pemeriksaan The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH),
menyebutkan ada 5 sumber pencemaran di dalam ruangan yaitu (Aditama, 2002) :

 Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan-bahan
pembersih ruangan.
 Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya ga s buangan kendaraan bermotor, gas
dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung, dimana kesemuanya dapat
terjadi akibat penempatan lokasi lubang udara yang tidak tepat.
 Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem, asbes,
fibreglass dan bahan-bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut.
 Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba
lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin beserta seluruh
sistemnya.
 Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta buruknya
distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara.

Kualitas udara di dalam ruangan mempengaruhi kenyamanan lingkungan ruang kerja. Kualitas
udara yang buruk akan membawa dampak negatif terhadap pekerja/karyawan berupa keluhan
gangguan kesehatan. Dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh terutama pada
daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung dengan udara meliputi organ sebagai
berikut.

 Iritasi selaput lendir: Iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair
 Iritasi hidung, bersin, gatal: Iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering
 Gangguan neurotoksik: Sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung, sulit
berkonsentrasi
 Gangguan paru dan pernafasan: Batuk, nafas berbunyi/mengi, sesak nafas, rasa berat di
dada
 Gangguan kulit: Kulit kering, kulit gatal
 Gangguan saluran cerna: Diare/mencret
 Lain-lain: Gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar

Keluhan tersebut biasanya tidak terlalu parah dan tidak menimbulkan kecacatan tetap, tetapi jelas
terasa amat mengganggu, tidak menyenangkan dan bahkan mengakibatkan menurunnya
produktivitas kerja para pekerja.

Cara menghindari dampak negatif AC, ikuti beberapa tip berikut:

 Sebaiknya luangkan waktu Anda, walau sedikit, untuk berjalan-jalan keluar ruangan.
Selain baik bagi tubuh, pikiran juga akan terasa lebih rileks.
 Jangan biarkan udara AC langsung mengenai tubuh karena dapat berefek buruk pada
kesehatan.
 Aktifitas fisik, terlebih olahraga teraturlah, sangat dianjurkan. Termasuk pula Anda yang
menjalani rutinitas sehari-hari di ruang ber-AC.
 Jagalah kebersihan. Secanggih apapun fasilitas Anda gunakan demi kenyamanan Anda
bekerja, tidak akan efektif jika Anda tidak menjaga kebersihan ruangan tersebut.

40
 Biarkan sesekali udara dan cahaya masuk ke dalam ruangan ber-AC Anda, untuk
memberikan efek fresh pada udara dalam ruangan tersebut.
 Letakkan tanaman indoor ditempat Anda bekerja, sangat membantu mengurangi dampak
polusi.
 Bagi pekerjaan kantor, jujurlah pada diri sendiri, jika kondisi kesehatan sedang tidak fit,
sebaiknya minta izin untuk tidak masuk daripada menularkannya pada orang lain.
 Gunakan hanya AC yang bebas CFC atau freon, karena ratifikasi standar lingkungan
dunia sudah mengharuskan penghapusan terhadap CFC yang dapat mengakibatkan
lapisan ozon dalam waktu yang lama.

PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN


Posted on Oktober 10, 2008 by Prabu
4 Votes

Pengertian

Penyakit adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi dan /atau morfologi suatu organ
dan/atau jar tubuh. (Achmadi’05)

Lingkungan adalah segala sesuatu yg ada disekitarnya (benda hidup, mati, nyata, abstrak) serta
suasana yg terbentuk karena terjadi interaksi antara elemen-elemen di alam tersebut.
(Sumirat’96)

Penyakit Berbasis Lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi atau
morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu
disekitarnya yang memiliki potensi penyakit.

Situasi di Indonesia

Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini. ISPA dan diare yang
merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10 besar penyakt di hampir seluruh
Puskesmas di Indonesia.

Menurut Profil Ditjen PP&PL thn 2006, 22,30% kematian bayi di Indonesia akibat pneumonia.
sedangkan morbiditas penyakit diare dari tahun ketahun kian meningkat dimana pada tahun 1996
sebesar 280 per 1000 penduduk, lalu meningkat menjadi 301 per 1000 penduduk pada tahun
2000 dan 347 per 1000 penduduk pada tahun 2003. Pada tahun 2006 angka tersebut kembali
meningkat menjadi 423 per 1000 penduduk.

41
Paradigma Kesehatan Lingkungan

Dalam upaya pengendalian penyakit berbasis lingkungan, maka perlu diketahui perjalanan
penyakit atau patogenesis penyakit tersebut, sehingga kita dapat melakukan intervensisecara
cepat dan tepat.

Patogenesis penyakit dapat digambarkan seperti dibawah ini:

Sumber : Ahmadi, 2005

Dengan melihat skema diatas, maka patogenesis penyakit dapat diuraikan menjadi 4 (empat)
simpul, yakni :

Simpul 1: Sumber Penyakit

Sumber penyakit adalah sesuatu yang secara konstan mengeluarkan agent penyakit. Agent
penyakit merupakan komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit baik
melalui kontak secara langsung maupun melalui perantara.

Beberapa contoh agent penyakit:

Agent Biologis: Bakteri, Virus, Jamur, Protozoa, Amoeba, dll

Agent Kimia : Logam berat (Pb, Hg), air pollutants (Irritant: O3, N2O, SO2,
Asphyxiant: CH4, CO), Debu dan seratt (Asbestos, silicon), Pestisida, dll

Agent Fisika : Radiasi, Suhu, Kebisingan, Pencahayaan, dll

Simpul 2: Komponen Lingkungan Sebagai Media Transmisi,

Komponen lingkungan berperan dalam patogenesis penyakit, karna dapat memindahkan agent
penyakit. Komponen lingkungan yang lazim dikena sebagai media transmisi adalah:

- Udara

- Air

42
- Makanan

- Binatang

- Manusia / secara langsung

Simpul 3: Penduduk

Komponen penduduk yang berperan dalam patogenesis penyakit antara lain:

- Perilaku

- Status gizi

- Pengetahuan

- dll

Demam Berdarah Dengue


Penanggung Jawab: Titte K. Adimidjaja
Editor: Tri Djoko Wahono
Tim Penulis: Kristina, Isminah, Leny Wulandari

Kajian Masalah Kesehatan

I. PENDAHULUAN

Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah
rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah
sakit menambah tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan
paramedis. Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan.
Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan
lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan
merespon kasus ini.

Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ).
Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi
terdapat di Propinsi NTT (3,96%)
.

43
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di
tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.

Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini
disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau
tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan
gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut
dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu
diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi,
dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis
DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis
kurang memadai.

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi
konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke
berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur
telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara
sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun.
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000
penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-
tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24
(tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena
semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku
masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh
pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada
awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan,
kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang
belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

44
II. EPIDEMIOLOGI

1. Penyebab

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4.
Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses (arboviruses). Keempat type
virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu
dan tiga. 3

2. Gejala

gejala awal :

a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 �C- 40 �C)


b. Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji tourniquet positif puspura pendarahan,
konjungtiva, epitaksis, melena, dsb.
c. Hepatomegali (pembesaran hati).
d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah.
e. Trombositopeni, pada hari ke 3 - 7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000
/mm�.
f. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit.
g. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit
perut, diare kejang dan sakit kepala.
h. Pendarahan pada hidung dan gusi.
i. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah.

3. Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari.

4. Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang
sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk
Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi
dan siang.
Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun,
dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit DBD
sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan
muncul akibat pengaruh musim/alam serta perilaku manusia.

45
5. Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang. Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia, dengan jumlah kasus sebagai berikut :
- Tahun 1996 : jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 1.234 orang.
- Tahun 1998 : jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 1.414 orang (terjadi ledakan)
- Tahun 1999 : jumlah kasus 21.134 orang.
- Tahun 2000 : jumlah kasus 33.443 orang.
- Tahun 2001 : jumlah kasus 45.904 orang
- Tahun 2002 : jumlah kasus 40.377 orang.
- Tahun 2003 : jumlah kasus 50.131 orang.
- Tahun 2004 : sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah
mencapai 26.015 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 389 orang.

III. PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes
aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode
yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya.

2. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan


jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).

3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.

46
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong
air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan
cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu
juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,
menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan
kondisi setempat.

IV. PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara:

a. penggantian cairan tubuh.


b. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter �2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup
atau susu).
c. Gastroenteritis oral solution/kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit), kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit.

V. KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah, pemerintah
Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan, di antaranya adalah:

a. Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien
yang menderita DBD
b. Meminta direktur/direktur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program
PKPS-BBM/ program kartu sehat . (SK Menkes No. 143/Menkes/II/2004 tanggal 20
Februari 2004).
c. Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD.
d. Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD.
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik).
e. Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras,
Menutup, Mengubur).
f. Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah , yang terdiri dari unsur-
unsur :
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia
Asosiasi Rumah Sakit Daerah

47
g. Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp. 500 juta, di
luar bantuan gratis ke rumah sakit.
h. Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan, saran dan bantuan teknis.
i. Menyediakan call center.

DKI Jakarta, Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)


DEPKES, Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974, (021) 42802669
DEPKES, Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

j. Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue.

VI. TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah, Badan Litbang Kesehatan telah
melakukan beberapa penelitian, di antaranya :

1. Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di


Mataram, Tahun1998.
2. Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD, Tahun 1999.
3. Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Tahun 2000.
4. Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Tahun 2001.
5. Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003.
6. Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta
Tahun 2004. (Penelitian ini sedang berlangsung).

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan
Early Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ).
EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan
untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh
Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes. Depkes RI.) secara cepat.
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga
tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD
kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah
sakit DATI II di Indonesia.

48
VII. KESIMPULAN

1. Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3,
dan DEN 4.
2. Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=1,53% )10. Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang)
dan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%)
3. Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan.

Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan dengan
kondisi setempat.

VIII. SARAN

1. Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus
dijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.
2. Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya
guna dan berhasil guna.

49

Anda mungkin juga menyukai