Anda di halaman 1dari 29

Laporan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan

TPA Bumiayu, Pringsewu, Lampung

Disusun Oleh :
1. PUTRI MAYA TASYA (1913451086)
2. RISKA SAFITRI (1913451087)
3. SYARA AFINA (1913451088)
4. RENI ARTAVIA (1913451089)
5. AFIF MELTA SARI (1913451090)
6. SEKAR HAYU UTAMI (1913451091)
7. HANI NURHALIZA (1913451092)
8. MIA YUNITA (1913451093)
9. VIKY ANDREANSYAH (1913451098)

REGULER 2 SEMESTER IV

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D-III SANITASI
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan
saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang
baik agar dapat melaksanakan aktivitasnya, sebaliknya kondisi lingkungan yang baik
tergantung pada aktivitas manusia terhadap lingkungan. Perkotaan sebagai pusat aktivitas
telah berkembang dengan pesat dan berperan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan,
kebudayaan, pariwisata, transportasi maupun industri.
Perkembangan industri dan pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat
dari tahun ke tahun, meningkatkan sampah industri dan sampah domestik yang dihasilkan
oleh penduduk sehingga semakin membebani tanah, udara dan sungai yang mengalir dalam
wilayah perkotaan. Akibat pertambahan jumlah penduduk yang setiap tahunnya mengalami
peningkatan, jarang sekali dalam suatu wilayah kota di temukan ruang terbuka yang dapat
digunakan untuk daerah pemukiman yang layak.
Ini disebabkan karena ruang terbuka tersebut berubah fungsi menjadi tempat
pembuangan berbagai macam sampah dari hasil aktivitas manusia,berupa sampah dari
kegiatan rumah tangga, perkantoran, lembaga (instansi), pasar, terminal, restoran serta
industri. Secara garis besar, sampah perkotaan berasal dari pencemaran yang disebabkan oleh
industri dan sektor domestik yang menghasilkan limbah domestik (sampah domestik).
Sampah domestik ini terdiri dari sampah organik dan sampah non organik. Sampah
organik berasal dari mahluk hidup yang dapat terdegradasi sedangkan sampah non organik
yang tidak dapat terdegradasi misalnya: plastik, kaleng, kaca, dan lain-lain. Selain sampah
organik dan sampah non organik terdapat juga yang disebut sampah berbahaya misalnya:
baterai, jarum suntik, dan lain-lain. Sementara sampah industri terdiri dari emisi dari proses
pembakaran, limbah cair (sampah cair), limbah padat (sampah padat).
Volume sampah dan jenis yang dihasilkan tergantung dari pola komsumsi suatu
masyarakat dalam suatu wilayah. Semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat tersebut
maka semakin tinggi pula volume sampah yang dihasilkan dan semakin banyak jenis sampah
yang dihasilkan. Tetapi pada umumnya sebagian besar sampah yang di hasilkan adalah jenis
sampah organik (sampah basah), yaitu mencakup 60-70 % dari total volume sampah
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2008).
Lokasi TPA merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang akan menerima segala
resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya pencemaram lindi (leachate) ke badan air maupun air tanah, pencemaran udara
oleh gas dan efek rumah kaca serta berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat (Judith,
1996). Menurut Qasim (1994) dan Thobanoglous (1993), potensi pencemaran leachate
maupun gas dari suatu landfill ke lingkungan sekitarnya cukup besar mengingat proses
pembentukan leachate dan gas dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama yaitu 20 –
30 tahun setelah TPA ditutup. Dengan demikian maka perlu ada suatu upaya yang harus
dilakukan untuk pengamanan pencemaran lingkungan.

1
2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah terdapat pada dampak lingkungan yang
berada di wilayah TPA Bumiayu dengan menggunakan langkah-langkah ADKL mulai dari
Pra Konstruksi sampai dengan Pasca Konstruksi.

3. TUJUAN
Tujuan dilaksanakan studi ADKL di TPA Bumiayu adalah :
a) Mengidentifikasi bentuk aktivitas kegiatan di TPA Bumiayu yang menimbulkan
perubahan terhadap lingkungan.
b) Memantau dampak penting terhadap perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar
akibat dari aktivitas kegiatan di TPA Bumiayu.
c) Mengevaluasi Tahapan Pengamanan Pencemaran Lingkungan TPA Bumiayu

4. RUANG LINGKUP
Adapun ruang lingkup dari laporan ini adalah sebagai berikut :
a) Tahapan Perencanaan Pembangunan TPA sebelum dan setelah dibangun TPA
b) Meminimalkan dampak dari pembangunan TPA Bumiayu

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG SAMPAH


a. Pengertian Sampah
Menurut American Public Health Association, sampah (waste) diartikan sebagai
suatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang,
yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak tidak terjadi dengan sendirinya. Yang tidak
termasuk atau bukan sampah misalnya kebakaran hutan, dimana sisa abu tidak
mengganggu manusia.
Contoh lain adalah bencana-bencana alam, misalnya gunung meletus, banjir,
gempa bumi, dan lain-lain. Tetapi bencana alam ini mempunyai hubungan dengan
kehidupan manusia, maka benda-benda yang dikelola manusia ini sajalah yang termasuk
sampah.

b. Jenis Sampah
Menurut Suriawiria (2003) sampah berdasarkan sumbernya digolongkan dalam dua
kelompok besar yaitu:
1. Sampah domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan yang bersumber dari
aktivitas manusia secara langsung, baik darirumah tangga, pasar, sekolah, pusat
keramaian, pemukiman, dan rumah sakit;
2. Sampah non-domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan yang bersumber dari
aktivitas manusia secara tidak langsung, baik dari pabrik, industri, pertanian, peternakan,
perikanan, kehutanan, dan transportasi.

Berdasarkan bentuknya, sampah digolongkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu:


1. Sampah padat, yaitu sampah yang berasal dari sisa tanaman, hewan, kotoran ataupun
benda-benda lainnya yang bentuknya padat,
2. Sampah cair, yaitu sampah yang berasal dari buangan pabrik, industri, pertanian,
perikanan, peternakan atau pun manusia yang berbentuk cair, misalnya air buangan dan
air seni;
3. Sampah gas, yaitu sampah yang berasal dari knalpot kendaraan bermotor, dan cerobong
pabrik yang semuanya berbentuk gas atau asap.

Berdasarkan jenisnya, sampah dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:


1. Sampah organik, yaitu jenis sampah yang sebagian besar tersusun oleh senyawa organik
(sisa tanaman, hewan atau kotoran);
2. Sampah anorganik, yaitu jenis sampah yang tersusun oleh senyawa anorganik (plastik,
botol, logam).

Berdasarkan jenisnya, sampah memiliki dua sifat yang berbeda, yaitu:


1. Sampah yang bersifat degradabel, yaitu sifat sampah yang secara alami dapat/mudah
diuraikan oleh jasad hidup (khususnya mikroorganisme), contohnya sampah organik;
2. Sampah yang bersifat non-degradabel, yaitu sifat sampah yang secara alami sukar atau
sangat sukar untuk diuraikan oleh jasad hidup, contohnya sampah anorganik.
3
c. Pengelolaan Sampah Terpadu
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani
sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara garis besar,
kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah,
pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengolahan dan pembuangan akhir
(Kartikawan, 2007) sebagai berikut :

1. Penimbulan sampah (solid waste generated)


Dari definisinya dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sampah itu tidak diproduksi,
tetapi ditimbulkan (solid waste is generated, not produced). Oleh karena itu dalam
menentukan metode penanganan yang tepat, penentuan besarnya timbulan sampah sangat
ditentukan oleh jumlah pelaku dan jenis dan kegiatannya.Idealnya, untuk mengetahui
besarnya timbulan sampah yang terjadi, harus dilakukan dengan suatu studi. Tetapi untuk
keperluan praktis, telah ditetapkan suatu standar yang disusun oleh Departemen Pekerjaan
Umum. Salah satunya adalah SK SNI S-04- 1993-03 tentang Spesifikasi timbulan sampah
untuk kota kecil dan kota sedang. Dimana besarnya timbulan sampah untuk kota sedang
adalah sebesar 2,75-3,25 liter/orang/hari atau 0,7-0,8 kg/orang/hari.

2. Penanganan di tempat (on site handling)


Penanganan sampah pada sumbernya adalah semua perlakuan terhadap sampah yang
dilakukan sebelum sampah di tempatkan di tempat pembuangan. Kegiatan ini bertolak dari
kondisi di mana suatu material yang sudah dibuang atau tidak dibutuhkan, seringkali masih
memiliki nilai ekonomis. Penanganan sampah ditempat, dapat memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap penanganan sampah pada tahap selanjutnya.Kegiatan pada tahap ini
bervariasi menurut jenis sampahnya meliputi pemilahan (shorting), pemanfaatan kembali
(reuse) dan daur ulang (recycle). Tujuan utama dan kegiatan di tahap ini adalah untuk
mereduksi besarnya timbulan sampah (reduce).

3. Pengumpulan (collecting)
Adalah kegiatan pengumpulan sampah dan sumbernya menuju ke lokasi TPS.
Umunmya dilakukan dengan menggunakan gerobak dorong dan rumah-rumah menuju ke
lokasi TPS.

4. Pengangkutan (transfer and transport)


Adalah kegiatan pemindahan sampah dan TPS menuju lokasi pembuangan
pengolahan sampah atau lokasi pembuangan akhir.

5. Pengolahan (treatment)
Bergantung dari jenis dan komposisinya, sampah dapat diolah. Berbagai alternatif
yang tersedia dalam pengolahan sampah, di antaranya adalah :
a) Transformasi fisik, meliputi pemisahan komponen sampah (shorting) dan pemadatan
(compacting), yang tujuannya adalah mempermudah penyimpanan dan pengangkutan.
b) Pembakaran (incinerate), merupakan teknik pengolahan sampah yang dapat
mengubah sampah menjadi bentuk gas, sehingga volumenya dapat berkurang hingga
90-95%. Meski merupakan teknik yang efektif, tetapi bukan merupakan teknik yang

4
dianjurkan. Hal ini disebabkan karena teknik tersebut sangat berpotensi untuk
menimbulkan pencemaran udara.
c) Pembuatan kompos (composting), Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat
dari bahan - bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk
mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu,
bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea (Wied, 2004). Berbeda dengan
proses pengolahan sampah yang lainnya, maka pada proses pembuatan kompos baik
bahan baku, tempat pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh
siapapun dan dimanapun.
d) Energy recovery, yaitu tranformasi sampah menjadi energi, baik energi panas maupun
energi listrik. Metode ini telah banyak dikembangkan di Negara-negara maju yaitu
pada instalasi yang cukup besar dengan kapasitas ± 300 ton/hari dapat dilengkapi
dengan pembangkit listrik sehingga energi listrik (± 96.000 MWH/tahun) yang
dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya proses pengelolaan.

7. Pembuangan akhir
Pada prinsipnya, pembuangan akhir sampah harus memenuhi syarat-syarat kesehatan
dan kelestarian lingkungan. Teknik yang saat ini dilakukan adalah dengan open dumping, di
mana sampah yang ada hanya di tempatkan di tempat tertentu, hingga kapasitasnya tidak lagi
memenuhi. Teknik ini sangat berpotensi untuk menimbulkan gangguan terhadap lingkungan.
Teknik yang direkomendasikan adalah dengan sanitary landfill. Di mana pada lokasi TPA
dilakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mengolah timbunan sampah.

B. TINJAUAN UMUM TENTANG TPA


a. Pengertian TPA

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap
terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan,
pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.TPA merupakan tempat dimana
sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan
sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar
keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik.
Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang lebih sering dianggap hanya
merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak Pemerintah Daerah
masih merasa saying untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA
yang dirasakan kurang prioritas disbanding dengan pembangunan sektor lainnya.
Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu
panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat;
bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya
plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada
proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu
lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup.

5
b. Persyaratan TPA

Penentuan tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah harus mengikuti persyaratan dan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI nomor 03-3241-1994
tentang tata cara pemilihan lokasi TPA sampah. Kriteria penentuan lokasi TPA sampah.
Persyaratan didirikannya suatu TPA ialah bahwa pemilihan lokasi TPA sampah harus
mengikuti persyaratan hukum, ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan
lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota /
lingkungan, peraturan daerah tentang pengelolaan sampah dan perencanaan dan tata ruang
kota serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Adapun ketentuan-ketentuan yang harus
dipenuhi untuk menentukan lokasi TPA ialah sebagai berikut (SNI nomor 03-3241-1994 )
Pemilihan lokasi TPA sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai, dan laut.
2. Penentuan lokasi TPA disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu :
a) Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah
atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan.
b) Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi
terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap
regional.
c) Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh instansi yang
berwenang.
3. Jika dalam suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan lokasi TPA
sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA sampah.
Upaya pengamanan lingkungan TPA diperlukan dalam rangka mengurangi terjadinya
dampak potensial yang mungkin terjadi selama kegiatan pembuangan akhir berlangsung
(dampak potensial dapat dilihat pada tabel 1). Upaya tersebut meliputi :
 Penentuan lokasi TPA yang memenuhi syarat (SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi TPA).
 Pembangunan fasilitas TPA yang memadai, pengoperasian TPA sesuai dengan
persyaratan dan reklamasi lahan bekas TPA sesuai dengan peruntukan lahan dan tata
ruang .
 Monitoring pasca operasi terhadap bekas lahan TPA.
Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan manajemen pengelolaan TPA secara lebih memadai
terutama ketersediaan SDM yang handal serta ketersediaan biaya operasi dan pemeliharaan
TPA.

C. LANGKAH-LANGKAH ADKL
ADKL dapat dimulai berdasarkan keluhan masyarakat atau kecurigaan yang terbaca
dari hasil pemantauan lingkungan dan surveilans penyakit, dilanjutkan dengan langkah-
langkah ADKL. Dengan demikian, ADKL tidak berhenti sekali sejalan, melainkan
merupakan kegian berulang yang dinamis sesuai dengan tipe data yang tersedia dari berbagai
perspektif. Kadang – kadang perlu dilakukan studi kasus lanjutan untuk mengalisis dampak
kesehatan secara lebih dalam. Langkah –langkah ADKL umumnya dibedakan dalam 7
langkah yaitu :

6
1. Evaluasi data dan informasi yang berkaiatan dengan lokasi kegiatan
Evaluasi informasi kajian pencemaran dilakukan untuk mengenal lebih baik hal – hal
yang berkaitan dengan kejadian dimaksud. Merujuk pada paradigm kesehatan
lingkungan, evaluasi diarahkan pada 4 simpul .

2. Mempelajari kepedulian terhadap pencemaran


Perlu juga ditangkap suasana dan respons yang berkembang dilapangan untuk
melengkapi 4 simpul informasi pada langkah 1. Mempelajari kepedulian dan respons
tentang kejadian pencemaran dari masyarakat, LSM, media maupun kepedulian dari
sector lain baik yang bersifat negatif (keluhan) atau positif (upaya tindakan
penganggulangan).

3. Menetapkan bahan pencemar sasaran kajian


Menetapkan pencemara sasaran adalah menetapkan bahan pemcemar yang akan
dijadikan sasaran kajian lebih jauh tentang dampaknya pada kesehatan. Penetapan ini
mungkin tidak cukup dilakukan sekali tetapi perlu berulang sehingga diperoleh
keyakinan bahwa bahan tersebut benar sebagai bahan pencemar penting.

4. Identifikasi dan evaluasi jalur pemajanan


Identifakasi dan evaluasi jalur pemajanan adalah suatu proses dimana seseorang mingkin
terpajan oleh bahan pencemar. Jalur pemajanan mencakup semua elemen yang
menghubungkan sumber pencemar kependuduk terpajan. Jalur pemajanan itu sendiri
terdiri dari 5 elemen yaitu:
1. Sumber pencemar adalah asal pencemar (missal: pabrik yang membuang limbah ke
lingkungan) atau media lingkungan (timbunan sampah)
2. Media lingkungan dan mekanisme penyebaran adalah lingkungan dimana pencemar
dilepaskan: air, tanah, udara dan biota yang kemudian disebarkan dengan mekanisme
penyebaran tertentu ketitik – titik pemajanan
3. Titik pemajanan adalah suatu area potensial atau riel dimana terjadi kontak antara
manusia dengan media lingkungan tercemar, missal sumur atau lapangan bermain.
4. Cara pemajanan adalah cara dengan mana pencemar masuk atau kontak tubuh
manusia: tertelan, pernapasan atau kontak kulit.
5. Penduduk berisiko adalah orang – orang yang terpajan atau berpotensi terpajan oleh
pencemar pada titik – titik pemajanan.
5. Memperkirakan dampak kesehatan masyarakat
Memperkirakan damapk kesehatan adalah memebuat perkirakan apakah pencemar yang
lepas dan/ tau berada dimedia lingkungan berpotensi atau telah menimbulkan damapk

7
kesehatan. Karena demikian banyak pencemar yang ada dimedia lingkungan, maka
kemunginnan damapak kesehatan juga banyak. Karena itu perlu dicari untuk
mempersempit analisis. Ada 3 cara yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Evaluasi toksikologi
2. Evaluasi jenis dampak
3. Evaluasi kepedulian masyarakat
6. Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan dan rekomendasi adalah menyusun kesimpulan tentang dampak kesehatan
yang berkaitan dengan kejadian pencemaran dan menyiapkan rekomendasi dengan
merinci tindakan yang telah di ambil dan yang masih perlu diambil.

7. Pengelolaan risiko
Pengelolaan risiko adalah upaya yang secara sadar dilakukan untuk mengendalikan
risiko. Dalam pengertian yang lebih spesifik, pengelolaan resiko lingkungan adalah
pengelolaan situasi dan atau kondisi lingkungan yang mengandung risiko yang diketahui
dari hasil analisis sebelumnya. Banyak hal perlu memperoleh pertimbangan secara
proporsional mengingat kompleksitasnya.

D. METODE ADKL

Metode pengumpulan data dan informasi dalam ADKL dibedakan menjadi 2 cara pokok
yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder (Ditjend PL.2002:2-15) :
a) Data primer
Metode pengumpulan data primer yang umum digunakan antara lain :
1. Wawancara
2. Kuesioner (subyek mengisi sendiri)
3. Pengamatan terhadap subyek
4. Pengukuran fisik atau kimiawi tentang subyek
5. Pengukuran fisik atau kimiawi lingkungan atau dengan kunjungan lapangan.
b) Data sekunder
Metode pengumpulan data sekunder yang dapat digunakan untuk pengukuran pemajanan
dalam kaitannya dengan analisis epidemiologis antara lain :
1. Catatan harian ; untuk mengumulkan data perilaku atau pengalaman sekarang.
2. Catatan lain : catatan yang belum dikumpulkan secara khusus untuk tujuan
pengukuran pemajanan, misalnya catatan medis, pekerjaan, dan sensus.

8
E. DOKUMEN KAJIAN LINGKUNGAN

Dokumen kajian lingkungan TPA yang berisikan hal-hal tersebut diatas, harus
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (UU 23 / 1997 tentang
Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No 27 / 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan dan Kepmen LH/Depkes/Kimpraswil yang berkaitan dengan masalah
kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan).
Secara umum dokumen yang harus dilengkapi untuk melaksanakan pembangunan dan
pengoperasian TPA adalah :

a. AMDAL
1) Untuk kegiatan pembangunan TPA > 10 Ha
2) Untuk kegiatan pembangunan TPA yang terletak dikawasan lindung, berbatasan dengan
kawasan lindung atau yang secara langsung mempengaruhi kualitas lingkungan kawasan
lindung. Seperti di pinggir sungai, pantai, laut dan kawasan lindung lainnya (< 10 ha)
3) Dokumen AMDAL terdiri dari Kerangka Acuan (KA) ANDAL, ANDAL, RKL / RPL.
4) KA ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan dan kegunaan studi), ruang
lingkup studi (lingkup rencana kegiatan yang akan ditelaah, lingkup rona lingkungan
hidup awal dan lingkup wilayah studi), metode studi (metode pengumpulan dan analisa
data, metode prakiraan dampak dan penentuan dampak penting, metode evaluasi
dampak), pelaksanaan studi (tim studi, biaya studi dan waktu). KA ANDAL juga
dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran
5) Penyusunan dokumen ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan studi dan
kegunaan studi), metoda studi (dampak penting yang ditelaah, wilayah studi, metode
pengumpulan dan analisa data, metode prakiraan dampak penting dan evaluasi dampak
penting), rencana kegiatan ( identitas pemrakarsa dan penyusun ANDAL, tujuan rencana
kegiatan, kegunaan rencana kegiatan dari awal sampai akhir), rona lingkungan hidup
(fisik-kimia, biologi, sosial dan kesehatan masyarakat termasuk komponen-komponen
yang berpotensi terkena dampak penting) , prakiraan dampak penting (pra konstruksi,
konstruksi, operasi dan pasca operasi termasuk mekanisme aliran dampak pada berbagai
komponen lingkungan), evaluasi dampak penting (telaahan terhadap dampak penting dan
digunakan sebagai dasar pengelolaan). Selain itu juga perlu dilengkapi dengan daftar
pustaka sebagai dasar ilmiah dan lampiran seperti surat izin rekomendasi untuk
pemrakarsa, SK, foto-foto, peta, gambar, tabel dan lain-lain
6) Penyusunan dokumen RKL, meliputi latar belakang pengelolaan lingkungan, rencana
pengelolaan lingkungan (dampak penting dan sumber dampak penting, tolok ukur
dampak, tujuan rencana pengelolaan lingkungan, pengelolaan lingkungan melalui
pendekatan teknologi/sosial ekonomi/institusi, lokasi pengelolaan lingkungan, periode
pengelolaan lingkungan, pembiayaan pengelolaan lingkungan dan institusi yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan). Dokumen RKL ini juga dilengkapi
dengan pustaka dan lampiran
7) Penyusunan dokumen RPL, meliputi latar belakang pemantauan lingkungan (dampak
penting yang dipantau, sumber dampak, parameter lingkungan yang dipantaau, tujuan
RPL, metode pemantauan dan institusi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pemantauan lingkungan

9
b. UKL / UPL
1) Untuk kegiatan pembangunan TPA < 10 ha
2) Dokumen yang diperlukan adalah dokumen UKL dan UPL
3) Penyusunan dokumen UKL dan UPL, meliputi deskripsi rencana kegiatan (jenis kegiatan,
rencana lokasi dan posisinya dengan rencana umum tata ruang, jarak lokasi kegiatan
dengan SDA dan kegiatan lainnya, sarana/fasilitas yang direncanakan, proses yang akan
dilaksanakan), komponen lingkungan yang mungkin akan terkena dampak, dampak yang
akan terjadi (sumber dampak, jenis dampak dan ukurannya, sifat dan tolok ukur dampak),
upaya pengelolaan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemraakarsa, upaya
pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa (jenis dampak yang
dipantau, lokasi pemantauan, waktu pemantauan dan cara pemantauan), mekanisme
pelaporan pelaksanaan UKL/UPL pada saat kegiatan dilaksanakan (instansi pembina,
BPLDH dan dinas teknis terkait). Dokumen ini dilengkapi juga dengan pernyataan
pemrakarsa yang ditanda tangani untuk melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan.

10
BAB III
GAMBARAN UMUM TPA BUMIAYU

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Pringsewu yang terletak di lokasi Bumiayu di


dirikan pada tangal 1 Januari 1996 yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Pringsewu.
Adapun luas lokasi adalah ± 2.5 Ha dengan mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Bumiayu.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan RT 02.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan RW 05.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan RT 03.

TPA Bumiayu bertempat di wilayah Bumiayu, Kecamatan Pringsewu, 10 km dari


pusat kota Pringsewu. Pada tahun 1996, TPA memiliki luas lahan sekitar 2 ha dan hanya 70%
dari kapasitas keseluruhan TPA yang digunakan. Sebagian besar sampah perkotaan yang
diolah di TPA berasal dari sampah rumah tangga, sampah pasar, sampah perkantoran, dan
sampah pusat perbelanjaan. Secara administratif, TPA ini berada di wilayah Bumiayu
dan Kecamatan Pringsewu. Lahan TPA berlokasi sangat dekat dengan daerah perumahan
sehingga sering timbul keluhan dari penduduk setempat terkait dengan bau tak sedap yang
berasal dari TPA, terutama pada saat musim hujan. Berdasarkan hasil wawancara dengan
penduduk setempat, sebagian besar mengeluh soal bau tak sedap. Terdapat beberapa pusat
aktivitas dan perumahan seperti tempat ibadah dan sekolah, dan perkantoran yang berlokasi
di sekitar 1 km dari lokasi proyek.
Pada tahun 2014 TPA Bumiayu melakukan rehabilitasi total IPLT oleh pemerintah
kota. Adapun system pengolahan TPA Bumiayu setelah dilakukan rehabilitasi total adalah
Sanitary Landfill, sedangkan IPLT menggunakan system Aerobic. Sebelum Bumiayu
dibangun sebagai lahan TPA, sampah padat perkotaan dibuang di lahan kosong , Kecamatan
Pringsewu, pada tahun 1979. Karena tidak diolah dengan baik, akibatnya menurun kualitas
air. Dengan adanya pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan pendirian wilayah
perumahan di sekitar Kecamatan Pringsewu mendorong pemerintah kota pada tahun 1996
memilih Bumiayu sebagai lahan TPA untuk kota Pringsewu. Lalu pada tahun 1996, Bumiayu
ditetapkan sebagai lokasi TPA hingga saat ini.

Berikut deskripsi tabel mengenai TPA Tamangapa Antang :


Deskripsi Lahan / Kondisi / Status
Nama Lahan TPA Bumiayu
Lokasi Kelurahan Bumiayu
Tahun Beroperasi 1996
Luas Wilayah 2 ha
Proses TPA berdasarkan kebutuhan
Status Lahan Dimiliki oleh Pemerintah
Lokal
Jarak ke Perumahan Terdekat 0,50 km
Jarak ke sungai 3 km
Jarak ke pantai 14 km
11
Jarak ke lapangan udara 30 km
Topografi Sebagian besar horizontal
Dokumen Lingkungan AMDAL Tahun 2000
Metode Pengelolaan TPA TPA yang terkontrol
Kapasitas Kapasitas 2.871,84
Pembuangan m3/hari
Penggunaan 70 % dari luas
lahan
Lapisan Impermeabel Padatan tanah liat
Total Sumur Pengamat 3 unit
Fasilitas Pengumpulan Gas Pipa Gas (tipe PVC)
Kendaraan Berat Bulldozer 4
Front End Loader 0
Excavator 2
Fasilitas Bangunan Kantor 1 ( 2 x 4 m2)
Pusat Pengobatan 1
Kolam Renang 1 (100 m2)
Aktivitas Pemulung Total pemulung 291
(95 % dari suku
Jawa)
Total pengumpul 7 orang
Sumber: Dinas Kebersihan Pemerintah Pringsewu, 2007

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Tahapan Pembangunan
Berdasarkan observasi dan studi literatur TPA Bumiayu telah melakukan beberapa
tahap dan melakukan beberapa penyusunan dokumen ADKL maupun AMDAL namun dalam
tahap pelaksanaan masih terdapat kekurangan-kekurangan terutama pada Pasca Konstruksi.
Dimana fasilitas-fasilitas yang ada di TPA Bumiayu kurang terawat sehingga menyebabkan
kerusakan pada alat alat dan fasilitas yang ada dan juga menyebabkan pengelolaan sampah di
TPA Bumiayu kurang optimal. Pekerja yang ada di TPA Bumiayu berdasarkan obesevasi
kami kurang dari segi kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang ada di TPA Bumiayu
belum memadai.

Berikut kegiatan TPA Bumiayu dan Perkiraan Dampak yang di Timbulkan :


Tahap
Kegiatan Prakiraan Dampak
Pembangunan
 Lokasi yang tidak memenuhi
persyaratan akan mencemari
lingkungan dan mengganggu
 Pemilihan lokasi kesehatan masyarakat
TPA.  Perencanaan yang tidak didukung
Prakonstruksi
 Perencanaan. oleh data yang akurat akan
 Pembebasan lahan. menghasilkan kontruksi yang tidak
memadai
 Ganti rugi yang tidak memadai akan
menimbulkan keresahan masyarakat
 Meningkatkan polusi udara (debu,
kebisingan)
 Keresahan sosial apabila tenaga
 Mobilisasi alat berat
setempat tidak dimaanfaatkaan
& tenaga.
Konstruksi  Pengurangan tanaman
 Pembersihan lahan.
 Pembuatan konstruksi yang tidak
 Pekerjaan sipil
memenuhi persyaratan akan
menyebabkan kebocoran lindi, gas
dan lain-lain
 Pengangkutan.  Pengangkutan sampah dalam
 Penimbunan dan keadaan terbuka dapat
pemadatan. menyebabkan bau dan sampah
Operasi  Penutupan tanah. berceceran di sepanjang jalan yang
 Ventilasi gas dilalui truk
 Pengumpulan lindi  Penimbunan sampah yang tidak
dan pengolahan lindi beraturan dan pemadatan yang

13
kurang baik menyebabkan masa
pakai TPA lebih singkat
 Penutupan tanah yang tidak
memadai dapat menyebabkan bau,
populasi lalat tinggi dan
pencemaran udara
 Ventilasi gas yang tidak memadai
menyebabkan pencemaran udara,
kebakaran dan bahaya asap
 Lindi yang tidak terkumpul dan
terolah dengan baik dapat
menggenangi jalan dan mencemari
badan air dan air tanah
 Reklamasi yang tidak sesuai dengan
peruntukan lahan apalagi digunakan
untuk perumahan dapat
 Reklamasi lahan membahayakan konstruksi
Pasca operasi  Pemantauan kualitas bangunan dan kesehatan masyarakat
lindi dan gas  Tanpa upaya pemantauan yang
memadai, maka akan menyulitkan
upaya perbaikan kualitas
lingkungan

2. Pengukuran Pemajanan

No SIMPUL 1 SIMPUL 2 SIMPUL 3 SIMPUL 4


(Sumber (Media (Pemajanan (Dampak Kesehatan)
Pencemar) Lingkungan) pada manusia)
1.
b. Air Lindi Kualitas Air Air lindi yang Air lindi mengandung
Tanah, Kualitas merembes ke amoniak, timbal, dan
Air Permukaan dalam tanah, dan mikroba parasit
(Suhu, pH, masuk ke tanah seperti kutu air yang
Kecerahan air, atau yang larut dapat menyebabkan
BOD, DO, TDS, terbawa hujan dan gatal-gatal pada kulit
COD, Plankton) bermuara di dan gangguan
sungai kemudian terhadap pencernaan
air itu digunakan
untuk kebutuhan
domestik atau
sehari-hari oleh
penduduk sekitar.
14
2.G Timbulan sampah Kualitas Udara Gas tersebut Dapat menyebabkan
(H2S, CH4, CO2, masuk ke dalam iritasi mata, iritasi
N2O, HFC, PFC, tubuh manusia paru, kerusakan indra
SF6) melalui jalur penciuman, kerusakan
inhalasi saluran pernafasan,
pusing, efek
kardiovaskuler, efek
pada metabolic tubuh
dan hilang kesadaran
karena menghambat
oksigen di dalam
tubuh.
3. G Timbulan Sampah Vektor Penyakit Makan makanan Dapat menyebabkan
(Lalat) yang disentri, kolera,
terkontaminasi Thypus, diare

3. Penetapan Resiko

Potensi Evaluasi Faktor


Baku mutu Dampak
Dampak dampak
Tata guna UU Nomor 5 Tahun 1960  Perubahan tata guna  Peningkatan pencemaran
lahan (tanah) tentang Peraturan Dasar Pokok- lahan air tanah
Pokok Agraria Peningkatan pencemaran
air permukaan
 Menurunnya estetika
lingkungan
Penurunan PP No. 41 Tahun 1999 tentang  Penurunan kualitas  Peningkatan kadar gas
Kualitas Udara Pengendalian Pencemaran udara beracun di udara
(H2S, CH4, Udara  Gangguan pada sistem  Peningkatan risiko
CO2, N2O, pernafasan, iritasi mata, kesehatan akibat
HFC, PFC, iritasi paru, kerusakan kandungan gas beracun
SF6) indra penciuman, di udara
kerusakan saluran
pernafasan, pusing,
efek kardiovaskuler,
efek pada metabolic
tubuh dan hilang

15
kesadaran karena
menghambat oksigen di
dalam tubuh.
Penurunan Permenkes No. 32 Tahun 2017  Penurunan indek  Timbulnya pencemaran
kualitas air tentang Standar Baku Mutu keaneka ragaman badan air dan ekosistem
tanah dan air Kesehatan Lingkungan dan hayati air
permukaan Persyaratan Kesehatan Air  Terganggunya Menurunnya estetika
untuk Keperluan Higiene ekosistem perairan ekosistem perairan
Sanitasi, Kolam renang, Solus  Gangguan kesehatan Peningkatan risiko
per Aqua, dan Pemandian pada manusia kesehatan akibat
Umum. pencemaran air
Sikap dan Peraturan Menaker Nomor 39  Masyarakat disekitar  Adanya ketidak puasan
persepsi Tahun 2016 tentang TPA Bumiayu menjadi masyarakat terhadap
masyarakat Penempatan Tenaga Kerja resah dan kecemburuan TPA Bumiayu dalam hal
sosial semakin tinggi kesempatan kerja
penduduk lokal

Angka PP No. 88 Tahun 2019 tentang  Angka kesakitan  Peningkatan angka


kesakitan yang Kesehatan Kerja penyakit tertentu pada kesakitan pada
terjadi akibat masyarakat yang terjadi masyarakat sekitar TPA.
kerja akibat kerja Penurunan tingkat
kesehatan masyarakat
sekitar

Vektor Permenkes RI Nomor 50 Tahun Meningkatnya jumlah Peningkatan jumlah lalat


Penyakit 2017 Tentang Standar Baku lalat yang membawa yang membawa penyakit
Mutu Kesehatan Lingkungan penyakit di sekitar TPA Peningkatan risiko
dan Persyaratan Kesehatan Gangguan kesehatan kesehatan akibat vector
untuk Vektor dan Binatang manusia
Pembawa Penyakit serta
Pengendaliannya.

16
4. Lingkup Analisis Dampak TPA Bumiayu

1. Identifikasi Dampak Penting

Jenis Dampak Sumber Dampak Lokasi


Perubahan tata guna lahan Pemilihan lokasi TPA  TPA Bumiayu

Penurunan Kualitas Udara Proses dekomposisi timbulan  TPA Bumiayu dan


(H2S, CH4, CO2, N2O, HFC, sampah sekitarnya
PFC, SF6)
Penurunan kualitas air tanah Pencemaran Air lindi yang  Sumber Air Bersih dan
dan air permukaan merembes Badan sungai di sekitar
TPA Bumiayu

Sikap dan persepsi Perekrutan tenaga kerja  Masyarakat di sekitar


masyarakat TPA Bumiayu

Angka kesakitan yang terjadi Proses operasional Kegiatan  Masyarakat di sekitar


akibat kerja di TPA Bumiayu dan
masyarakat yang
bekerja di TPA
Bumiayu
Vektor Penyakit Timbulan sampah yang  TPA Bumiayu dan
menjadi sarang vektor Pemukiman di sekitar
TPA Bumiayu
Kebocoran lindi, gas dan Pembuatan konstruksi yang TPA Bumiayu
lain-lain. tidak memenuhi syarat

Masa pakai TPA lebih Penimbunan sampah yang TPA Bumiayu


singkat tidak beraturan dan
pemadatan yang kurang baik
Menyebabkan bau, populasi Penutupan tanah yang tidak TPA Bumiayu
lalat tinggi dan pencemaran memadai
udara

Air Lindi yang menggenangi Lindi yang tidak terkumpul TPA Bumiayu
jalan dan mencemari badan dan terolah dengan baik
air dan air tanah

17
2. Dampak Potensial

Evaluasi Dampak
Jenis Dampak Sumber Dampak Lokasi
Potensial
Perubahan tata guna Pemilihan lokasi  TPA Bumiayu Menurunnya estetika
lahan TPA lingkungan
Masyarakat yang dekat
dengan lokasi merasa
tidak nyaman
Penurunan Kualitas Proses dekomposisi  TPA Bumiayu Peningkatan kadar
Udara (H2S, CH4, timbulan sampah dan sekitarnya polutan di udara
CO2, N2O, HFC, Peningkatan gangguan
PFC, SF6) pernafasan pada
masyarakat sekitar
Peningkatan kadar gas
beracun di udara

Penurunan kualitas Pencemaran Air  Sumber Air Bersih Timbulnya pencemaran


air tanah dan air lindi yang dan Badan sungai pada badan air dan
permukaan merembes di sekitar TPA ekosistem air
Bumiayu Menurunnya estetika
ekosistem perairan
Peningkatan risiko
kesehatan akibat
pencemaran air

Sikap dan persepsi Perekrutan tenaga  Masyarakat di Adanya ketidak puasan


masyarakat kerja sekitar TPA masyarakat terhadap TPA
Bumiayu Bumiayu dalam hal
kesempatan kerja
penduduk lokal
Angka kesakitan yang Proses operasional  Masyarakat di Peningkatan angka
terjadi akibat kerja Kegiatan di TPA sekitar Bumiayu kesakitan pada
dan masyarakat masyarakat sekitar TPA.
yang bekerja di Penurunan tingkat
TPA Bumiayu kesehatan masyarakat

18
sekitar

Vektor Penyakit Timbulan sampah  TPA Bumiayu dan Peningkatan jumlah lalat
yang menjadi Pemukiman di yang membawa penyakit
sarang vektor sekitar TPA Peningkatan risiko
Bumiayu kesehatan akibat vector

Kebocoran lindi, gas Pembuatan TPA Bumiayu Peningkatan pencemaran


dan lain-lain. konstruksi yang air lindi
tidak memenuhi Peningkatan risiko
syarat pencemaran tinggi karena
konstruksi yang kurang
memenuhi syarat

Masa pakai TPA Penimbunan TPA Bumiayu Pengelolaan sampah yang


lebih singkat sampah yang tidak
kurang baik akan
beraturan dan
pemadatan yang mengakibatkan masa
kurang baik pakai TPA lebih singkat

Menyebabkan bau, Penutupan tanah TPA Bumiayu Meningkatnya populasi


populasi lalat tinggi yang tidak memadai
lalat dan pencemaran
dan pencemaran
udara udara karena pengelolaan
yang kurang baik

Air Lindi yang Lindi yang tidak TPA Bumiayu Meningkatnya resiko
menggenangi jalan terkumpul dan
pencemaran karena
dan mencemari badan terolah dengan baik
air dan air tanah pengolahan air lindi yang
kurang baik

19
3. Pemusatan Dampak Potensial

Dampak Permasalahan Lingkungan Risiko Kesehatan


Penting Hidup
Kualitas Air Penurunan kualitas air bersih untuk Air lindi mengandung
Tanah kebutuhan sehari-hari amoniak, timbal, dan
Timbulnya pencemaran pada badan mikroba parasit seperti
air dan ekosistem air kutu air yang dapat
Menurunnya estetika ekosistem menyebabkan gatal-
perairan gatal pada
Peningkatan risiko kesehatan akibat kulit/dermatitis kontak
pencemaran air dan gangguan terhadap
pencernaan
Kualitas Air Penurunan kualitas air bersih untuk Air lindi mengandung
Permukaan kebutuhan sehari-hari amoniak, timbal, dan
Timbulnya pencemaran pada badan mikroba parasit seperti
air dan ekosistem air kutu air yang dapat
Menurunnya estetika ekosistem menyebabkan gatal-
perairan gatal pada
Peningkatan risiko kesehatan akibat kulit/dermatitis kontak
pencemaran air dan gangguan terhadap
pencernaan

Kualitas Udara Peningkatan kadar polutan di udara Dapat menyebabkan


Peningkatan gangguan pernafasan iritasi mata, iritasi paru,
pada masyarakat sekitar kerusakan indra
Peningkatan kadar gas penciuman, kerusakan
beracun di udara saluran pernafasan,
pusing, efek
kardiovaskuler, efek
pada metabolic tubuh
dan hilang kesadaran
karena menghambat
oksigen di dalam tubuh.

Vektor Dapat menyebabkan penyakit Peningkatan jumlah


Penyakit disentri, kolera, Thypus, diare lalat yang membawa
(Lalat) penyakit
20
Peningkatan risiko
gangguan kesehatan
akibat vector

B. PEMBAHASAN
Dalam Pengamatan Tahapan Pengamanan Pencemaran Lingkungan Tpa Bumiayu
dapat dilakukan sebagai berikut :

1. TAHAP PRA KONSTRUKSI

a. Pemilihan Lokasi TPA


Berdasarkan observasi dan study literatur didapatkan bahwa lokasi TPA Bumiayu
berjarak 0,50 km dari perumahan warga hal ini telah sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997
tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai
tempat pembuangan akhir sampah adalah :
- Jarak dari perumahan terdekat 500 m
- Jarak dari badan air 100 m
- Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet)
- Muka air tanah > 3 m
- Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10 -6 cm / det
- Merupakan tanah tidak produktif
- Bebas banjir minimal periode 25 tahun

Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metode pembuangan
akhir sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui tahapan studi yang komprehensif
(feasibility study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan lahan yang memadai didalam kota,
maka disarankan untuk memilih lokasi TPA yang dapat digunakan secara regional. Untuk
lokasi TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat menggunakan sistem transfer station.

b. Survey dan pengukuran Lapangan


Berdasarkan observasi didapatkan data bahwa sampah yang masuk perhari terdata
800-1000 ton perhari. Dengan komposisi sampah dari berbagai sumber aktifitas seperti pasar,
kantor, rumah sakit, dan lain sebagainya. Jumlah alat angkut ke TPA cukup memadai. Data
untuk pembuatan TPA harus meliputi :
- Jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA
- Komposisi dan karakteristik sampah
- Data jaringan jalan ke lokasi TPA
- Jumlah alat angkut (truk)

Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung (primer) maupun tidak langsung
(sekunder). Pengukuran lapangan dilakukan untuk mengetahui data kondisi lingkungan TPA
seperti:
21
1) Topografi
Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah, konduktivitas hidrolik,
pH, KTK dan lain-lain) dan karakteristik kimia (komposisi mineral tanah, anion dan
kation)
2) Sondir dan geophysic
Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran air tanah, kualitas air
tanah (COD, BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain) Kondisi air permukaan, meliputi
jarak dari TPA, level air, fluktuasi level air musim hujan dan kemarau, kualitas air sungai
(BOD, COD, logam berat, chlorida, sulfat, pestisida dan lain-lain)
3) Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit.
Kualitas lindi, meliputi BOD, COD, Chlorida, Logam berat, Organik dan lain-lain.
Kualitas udara, meliputi kadar CH4, COx, SOx, NOx dan lain-lain.
4) Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m) Dan lain-lain

c. Perencanaan
Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat
mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan . Dengan demikian maka perencanaan
TPA tersebut harus meliputi :
- Disain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia
- Disain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalan operasi, saluran
drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan (tanggul, lapisan dasar kedap
air, jaringan pengumpul dan pengolah lindi, ventilasi gas, barrier, tanah penutup, sumur uji,
alat berat dan lain-lain) dan fasilitas pendukung (air bersih, bengkel, jembatan timbang dan
lain-lain).
Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah untuk
membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal TPA tersebut dapat
berfungsi tanpa mencemari lingkungan. Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar
detail, SOP, dokumen tender, spesifikasi teknis, disain note dan lain-lainPerpindahan atau
pergeseran lokasi TPA harus diikuti oleh pembuatan DED pada lokasi baru (redisign).

d. Pembebasan lahan
Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang mungkin timbul
seperti kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena proyek. Luas
lahan yang dibebaskan minimal dapat digunakan untuk menampung sampah selama 5 tahun.

e. Pemberian izin
Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan berbagai konsekuensi seperti
dilarangnya pembangunan kawasan perumahan atau industri pada radius < 500 m dari lokasi
TPA, untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul dari berbagai
kegiatan TPA

f. Sosialisasi
Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA, perlu
diadakan sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu TPA, bagaimana mengoperasikan
suatu TPA dan kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi namun disertai dengan
rencana atau upaya pihak pengelola untuk menanggulangi masalah yang mungkin timbul dan
22
tanggapan masyarakat terhadap rencana pembangunan TPA. Sosialisasi dilakukan secara
bertahap dan jauh sebelum dilakukan perencanaan.

2. TAHAP KONSTRUKSI

a. Mobilisasi Tenaga dan Alat


1) Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan melaksanakan pekerjaan
konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional seperti tenaga supervisi, ahli struktur dan
mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan kualifikasi, sedangkan untuk tenaga
buruh atau tenaga keamanan dapat direkrut dari tenaga setempat (jika ada). Rekrutmen
tenaga setempat adalah untuk menghindari terjadinya konflik atau kecemburuan sosial.
2) Alat
Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan menimbulkan dampak kebisingan dan
debu, namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar dapat diusahakan mobilisasi atau
demobilisasi alat berat dilakukan pada saat lalu lintas dalam keadaan sepi serta tidak
melalui permukiman yang padat.
3) Pembersihan lahan (land clearing)
Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak pengurangan jumlah tanaman dan debu
sehingga perlu dilakukan penanaman pohon sebagai pengganti atau membuat green
barrier yang memadai.

b. Pembangunan fasilitas umum


1) Jalan Masuk TPA
Jalan masuk TPA akan digunakan oleh kendaraan pengangkut sampah dengan kapasitas
yang cukup besar, sehingga kelas jalan dan lebar jalan perlu memperhatikan beban yang
akan lewat serta antrian yang mungkin terjadi. Pengaturan lalu lintas untuk kendaraan
yang akan masuk dan keluar TPA sedemikian rupa sehingga dapat menghindari antrian
yang panjang karena dapat mengurangi efisiensi pengangkutan.
2) Kantor TPA
Kantor TPA berfungsi sebagai kantor pengendali kegiatan pembuangan akhir mulai dari
penimbangan/ pencatatan sampah yang masuk (sumber, volume/berat, komposisi dan
lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan menajemen TPA dan lain-lain. Luas dan
konstruksi bangunan kantor TPA perlu memperhatikan fungsi tersebut. Selain itu juga
dapat dilengkapi dengan ruang laboratorium sederhana untuk analisis kualitas lindi
maupun efluen lindi yang akan dibuang kebadan air penerima.
3) Drainase
Drainase keliling TPA diperlukan untuk menampung air hujan agar tidak masuk ke area
timbunan TPA, selain untuk mencegah tergenangnya area timbunan sampah juga untuk
mengurangi timbulan lindi.
4) Pagar TPA
Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA juga dapat berfungsi
sebagai green barrier. Untuk itu maka pagar TPA sebaiknya dibuat dengan
menggunakan tanaman hidup dengan jenis pohon yang rimbun dan cepat tumbuh seperti
pohon angsana.

23
c. Pembangunan fasilitas perlindungan lingkungan

1) Lapisan Dasar Kedap Air


Lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran lindi
terhadap air tanah. Untuk itu maka konstruksi dasar TPA harus cukup kedap, baik
dengan menggunakan lapisan dasar geomembrane/geotextile maupun lapisan tanah
lempung dengan kepadatan dan permeabilitas yang memadai (< 10 -6 cm/det). Lapisan
tanah lempung sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing setebal 30 cm. Hal tersebut
dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibat kerusakan lapisan pertama karena
terekspose cukup lama. Selain itu untuk menghindari terjadinya keretakan lapisan dasar
tanah lempung, maka sebelum dilakukan peninmbunan sebaiknya lapisan dasar
“terlindung” . Sebagai contoh dapat dilakukan penanaman rumput atau upaya lain yang
cukup memadai.

2) Jaringan Pengumpul Lindi


Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkan lindi yang
terbentuk dari timbunan sampah ke kolam penampung lindi. Jaringan pengumpul lindi
dapat berupa pipa PVC berlubang yang dilindungi oleh gravel. Tipe jaringan disesuaikan
dengan kebutuhan seperti luas TPA, tinggi timbunan, debit lindi dan lain-lain.

3) Pengolahan Lindi
Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar pencemar
lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang berlaku. Mengingat
karakteristik lindi didominasi oleh komponen organik dengan nilai BOD rata-rata 2000 –
10.000 ppm (Qasim, 1994), maka pengolahan lindi yang disarankan minimal dengan
proses pengolahan biologi (secondary treatment). Proses pengolahan lindi perlu
memperhatikan debit lindi, karakteristik lindi dan badan air penerima tempat
pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan pemilihan proses pengolahan,
penentuan kapasitas dan dimensi kolam serta perhitungan waktu detensi.
Mengingat proses biologi akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan aktivitas
mikroorganisme, maka pengkondisian dan pengendalian proses memegang peranan
penting. Sebagai contoh kegagalan proses yang terjadi selama ini adalah karena tidak
adanya upaya seeding dan aklimatisasi proses biologi, sehingga efisiensi proses tidak
dapat diprediksi bahkan cenderung sangat rendah.
Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa tahap sebagai
berikut :
 Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul
 Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m). Proses ini
diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %
 Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan di kolam
fakultatif. Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 70 %
 Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi proses
80 %
 Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi sebagai saringan
biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman yang dapat menyerap bahan
polutan.
24
 Dalam kondisi efluen belum dapat mencapai nilai efluen yang diharapkan, maka dapat
dilakukan proses resirkulasi lindi ke lahan timbunan sampah melalui pipa ventilasi
gas. Adanya proses serupa “trickling filter”, diharapkan dapat menurunkan kadar
BOD lindi.

4) Ventilasi Gas
Ventilasi gas berfungsi untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang terbentuk
karena proses dekomposisi sampah oleh aktivitas mikroorganisme. Tanpa adanya
ventilasi yang memadai, akan dapat menyebabkan tingginya akumulasi gas di timbunan
sampah sehingga sangat mudah terbakar. Gas yang mengalir dan keluar dari pipa
ventilasi sebaiknya diolah sebagai biogas (di negara maju, gas dari landfill dimanfaatkan
untuk menghasilkan tenaga listrik). Tetapi apabila tidak dilakukan pengolahan gas TPA,
maka gas yang keluar dari pipa vent harus dibakar, hal tersebut untuk menghindari
terjadinya dampak negatif terhadap pencemaran udara berupa efek rumah kaca (green
house effect). Pemasangan pipa gas berupa pipa PVC berlubang (vertikal) yang
dilindungi oleh casing yang diisi kerikil, harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan
ketinggian lapisan sel sampah. Letak pipa gas agar berada pada jalur jaringan pipa lindi.

5) Green Barrier
Untuk mengantisipasi penyebaran bau dan populasi lalat yang tinggi, maka perlu dibuat
green barrier berupa area pepohonan disekeliling TPA. Tebal green barrier kurang lebih
10 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan rimbun untuk memenuhi kebutuhan ini
antara lain jenis pohon angsana.

6) Sumur Uji
Sumur uji diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran terhadap air tanah
yang disebabkan oleh adanya rembesan lindi dari dasar TPA (dasar TPA tidak kedap,
adanya retakan lapisan tanah, adanya kebocoran geomembran ).

d. Pembangunan fasilitas pendukung

1. Sarana Air Bersih


Air bersih di TPA diperlukan untuk pembersihan kendaraan pengangkut sampah (truck),
alat berat, keperluan mandi cuci bagi petugas maupun pengunjung TPA. Selain itu
apabila memungkinkan air bersih juga diperlukan untuk menyiram debu disekitar area
penimbunan secara berkala untuk mengurangi polusi udara.

2. Bengkel
Bengkel di TPA diperlukan untuk pemeliharaan alat berat serta memperbaiki kendaraan
yang mengalami kerusakan ringan yang terjadi di TPA, sehingga tidak sampai
mengganggu operasi pembuangan sampah. Peralatan bengkel harus disesuaikan dengan
jenis kerusakan yang akan ditangani.

25
3. Jembatan Timbang
Jembatan timbang diperlukan untuk mengetahui berat sampah yang masuk TPA sehingga
masa pakai TPA dapat dikendalikan. Selain itu jembatan timbang tersebut dapat
digunakan sebagai ukuran pembayaran pembuangan sampah per truk (untuk sampah dari
sumber tertentu yang tidak dikenakan retribusi).

3. TAHAP PASCA KONSTRUKSI

a) Operasi dan Pemeliharaan TPA


Operasi dan pemeliharaan TPA merupakan hal yang paling sulit dilaksanakan dari
seluruh tahapan pengelolaan TPA. Meskipun fasilitas TPA yang ada sudah cukup
memadai, apabila operasi dan pemeliharaan TPA tidak dilakukan dengan baik maka tetap
akan terjadi pencemaran lingkungan.
Untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul, maka
pengoperasian pembuangan akhir sampah dilakukan dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1) Penerapan sistem sel
Penerapan sistem sel memerlukan pengaturan lokasi pembuangan sampah
yang jelas termasuk pemasangan rambu-rambu lalu lintas truk sampah , kedisiplinan
sopir truk untuk membuang sampah pada sel yang telah ditentukan dan lain-lain
Pemadatan sampah sedemikian rupa agar dapat mencapai kepadatan 700
kg/m3, yaitu dengan lintasan alat berat 5 x. Untuk proses pemadatan pada lapis
pertama perlu dilakukan secara hati-hati agar alat berat tidak sampai merusak jaringan
pipa leachate yang dapat menyebabkan kebocoran leachate.
Penutupan tanah dilakukan secara harian ( 20 cm), intermediate ( 30 cm) dan
penutupan tanah akhir (50 cm). Pemilihan jenis tanah penutup perlu
mempertimbangkan tingkat kekedapannya, diusahakan merupakan jenis yang tidak
kedap. Dalam kondisi penutupan tanah tidak dilakukan secara harian, maka untuk
mengurangi populasi lalat dilakukan penyemprotan insektisida
Pengolahan lindi dikondisikan untuk mengoptimalkan proses pengolahan baik
melalui proses anaerob, aerob, fakultatif, maturasi dan resirkulasi lindi, sehingga
dicapai efluen yang memenuhi standar baku mutu (BOD 30 – 150 ppm) Pipa ventilasi
gas berupa pipa berlubang yang dilindungi oleh kerikil dan casing dipasang secara
bertahap sesuai dengan ketinggian lapisan timbunan sampah

1. Reklamasi lahan bekas TPA


Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, karena proses dekomposisi
sampah menjadi lindi dan gas berlangsung dalam waktu yang sangat lama kurang
lebih 30 tahun (Thobanoglous, 1993), maka lahan bekas TPA direkomendasikan
untuk lahan terbuka hijau atau sesuai dengan rencana tata guna lahannya. Apabila
lahan bekas TPA akan digunakan sebagai daerah perumahan atau bangunan lain,
maka perlu memperhitungkan faktor keamanan bangunan secara maksimal.
Reklamasi lahan bekas TPA disesuaikan dengan rencana peruntukannya
terutama yang berkaitan dengan konstruksi tanah penutup akhir. Untuk lahan terbuka
hijau, ketebalan tanah penutup yang dipersyaratkan adalah 1 m (tergantung jenis
tanaman yang akan ditanam), ditambah lapisan top soil. Sedangkan untuk peruntukan
26
bangunan, persyaratan penutupan tanah akhir serupa dengan konstruksi jalan dan
faktor keamanan sesuai dengan peraturan konstruksi yang berlaku.

2. Monitoring TPA pasca operasi


Monitoring kualitas lingkungan pasca operasi TPA diperlukan untuk
mengetahui ada tidaknya pencemaran baik karena kebocoran dasar TPA, jaringan
pengumpul lindi, proses pengolahan lindi yang tidak memadai maupun kebocoran
pipa ventilasi gas. Fasilitas yang diperlukan untuk monitoring ini adalah sumur uji
dan pipa ventilasi gas yang terlindung. Sumur uji yang harus ada minimal 3 unit, yaitu
yang terletak sebelum area peninmbunan, dekat lokasi penimbunan dan sesudah area
penimbunan.
Parameter kunci yang diperlukan antara lain meliputi :
 Kualitas air , meliputi antara lain BOD/COD, chlorida, sulfat
 Kualitas udara, meliputi debu, COx, NOx, H2S, gas metan (CH4)
 Kepadatan lalat

Periode pemantauan sebaiknya dilakukan secara berkala terutama untuk


parameter kunci, sedangkan untuk parameter yang lebih lengkap dapat dilakukan
setahun 1-2 kali (musim kemarau dan penghujan)

27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Kegiatan dan aktivitas di TPA Bumiayu yang dapat menimbulkan perubahan
lingkungan dimulai pada tahap prmbangunan pra konstruksi, konstruksi, operasi dan
pasca konstruksi.
2. Dampak terhadap perubahan lingkungan hidup diperkirakan terjadi seperti aktivitas
pra konstruki yaitu pemilihan lokasi yang tidak memenuhi persyaratan akan
mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat, perencanaan yang
tidak didukung oleh data yang akurat akan menghasilkan konsntruksi yang tidak
memadai serta ganti rugi yang tidak memadai akan menimbulkan keresahan
masyarakat.
3. Evaluasi Tahapan Pengamanan Pencemaran Lingkungan TPA Bumiayu dapat
dilakukan dengan pemilihan lokasi TPA dan perencanaan yang tepat, mempersiapkan
mobilisasi alat dan sumber daya yang memadai, tahap operasional yang sesuai, dan
melakukan pemantauan sebagai tahap eveluasi dari kegiatan.

B. SARAN
1. Perlu adanya pemantauan dan melakukan upaya pengelolaan lingkungan di TPA
Bumiayu sehingga tidak menimbulkan dampak pada masyarakat
2. Perlu adanya perbaikan sumber daya yang ada di TPA Bumiayu Perawatan terhadap
fasilitas dan alat yang ada di TPA penting agart terus dapat melakukan pengelolaan
sampah secara optimal.

28

Anda mungkin juga menyukai