Disusun Oleh :
1. PUTRI MAYA TASYA (1913451086)
2. RISKA SAFITRI (1913451087)
3. SYARA AFINA (1913451088)
4. RENI ARTAVIA (1913451089)
5. AFIF MELTA SARI (1913451090)
6. SEKAR HAYU UTAMI (1913451091)
7. HANI NURHALIZA (1913451092)
8. MIA YUNITA (1913451093)
9. VIKY ANDREANSYAH (1913451098)
REGULER 2 SEMESTER IV
1. LATAR BELAKANG
Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan
saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang
baik agar dapat melaksanakan aktivitasnya, sebaliknya kondisi lingkungan yang baik
tergantung pada aktivitas manusia terhadap lingkungan. Perkotaan sebagai pusat aktivitas
telah berkembang dengan pesat dan berperan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan,
kebudayaan, pariwisata, transportasi maupun industri.
Perkembangan industri dan pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat
dari tahun ke tahun, meningkatkan sampah industri dan sampah domestik yang dihasilkan
oleh penduduk sehingga semakin membebani tanah, udara dan sungai yang mengalir dalam
wilayah perkotaan. Akibat pertambahan jumlah penduduk yang setiap tahunnya mengalami
peningkatan, jarang sekali dalam suatu wilayah kota di temukan ruang terbuka yang dapat
digunakan untuk daerah pemukiman yang layak.
Ini disebabkan karena ruang terbuka tersebut berubah fungsi menjadi tempat
pembuangan berbagai macam sampah dari hasil aktivitas manusia,berupa sampah dari
kegiatan rumah tangga, perkantoran, lembaga (instansi), pasar, terminal, restoran serta
industri. Secara garis besar, sampah perkotaan berasal dari pencemaran yang disebabkan oleh
industri dan sektor domestik yang menghasilkan limbah domestik (sampah domestik).
Sampah domestik ini terdiri dari sampah organik dan sampah non organik. Sampah
organik berasal dari mahluk hidup yang dapat terdegradasi sedangkan sampah non organik
yang tidak dapat terdegradasi misalnya: plastik, kaleng, kaca, dan lain-lain. Selain sampah
organik dan sampah non organik terdapat juga yang disebut sampah berbahaya misalnya:
baterai, jarum suntik, dan lain-lain. Sementara sampah industri terdiri dari emisi dari proses
pembakaran, limbah cair (sampah cair), limbah padat (sampah padat).
Volume sampah dan jenis yang dihasilkan tergantung dari pola komsumsi suatu
masyarakat dalam suatu wilayah. Semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat tersebut
maka semakin tinggi pula volume sampah yang dihasilkan dan semakin banyak jenis sampah
yang dihasilkan. Tetapi pada umumnya sebagian besar sampah yang di hasilkan adalah jenis
sampah organik (sampah basah), yaitu mencakup 60-70 % dari total volume sampah
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2008).
Lokasi TPA merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang akan menerima segala
resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya pencemaram lindi (leachate) ke badan air maupun air tanah, pencemaran udara
oleh gas dan efek rumah kaca serta berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat (Judith,
1996). Menurut Qasim (1994) dan Thobanoglous (1993), potensi pencemaran leachate
maupun gas dari suatu landfill ke lingkungan sekitarnya cukup besar mengingat proses
pembentukan leachate dan gas dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama yaitu 20 –
30 tahun setelah TPA ditutup. Dengan demikian maka perlu ada suatu upaya yang harus
dilakukan untuk pengamanan pencemaran lingkungan.
1
2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah terdapat pada dampak lingkungan yang
berada di wilayah TPA Bumiayu dengan menggunakan langkah-langkah ADKL mulai dari
Pra Konstruksi sampai dengan Pasca Konstruksi.
3. TUJUAN
Tujuan dilaksanakan studi ADKL di TPA Bumiayu adalah :
a) Mengidentifikasi bentuk aktivitas kegiatan di TPA Bumiayu yang menimbulkan
perubahan terhadap lingkungan.
b) Memantau dampak penting terhadap perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar
akibat dari aktivitas kegiatan di TPA Bumiayu.
c) Mengevaluasi Tahapan Pengamanan Pencemaran Lingkungan TPA Bumiayu
4. RUANG LINGKUP
Adapun ruang lingkup dari laporan ini adalah sebagai berikut :
a) Tahapan Perencanaan Pembangunan TPA sebelum dan setelah dibangun TPA
b) Meminimalkan dampak dari pembangunan TPA Bumiayu
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Jenis Sampah
Menurut Suriawiria (2003) sampah berdasarkan sumbernya digolongkan dalam dua
kelompok besar yaitu:
1. Sampah domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan yang bersumber dari
aktivitas manusia secara langsung, baik darirumah tangga, pasar, sekolah, pusat
keramaian, pemukiman, dan rumah sakit;
2. Sampah non-domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan yang bersumber dari
aktivitas manusia secara tidak langsung, baik dari pabrik, industri, pertanian, peternakan,
perikanan, kehutanan, dan transportasi.
3. Pengumpulan (collecting)
Adalah kegiatan pengumpulan sampah dan sumbernya menuju ke lokasi TPS.
Umunmya dilakukan dengan menggunakan gerobak dorong dan rumah-rumah menuju ke
lokasi TPS.
5. Pengolahan (treatment)
Bergantung dari jenis dan komposisinya, sampah dapat diolah. Berbagai alternatif
yang tersedia dalam pengolahan sampah, di antaranya adalah :
a) Transformasi fisik, meliputi pemisahan komponen sampah (shorting) dan pemadatan
(compacting), yang tujuannya adalah mempermudah penyimpanan dan pengangkutan.
b) Pembakaran (incinerate), merupakan teknik pengolahan sampah yang dapat
mengubah sampah menjadi bentuk gas, sehingga volumenya dapat berkurang hingga
90-95%. Meski merupakan teknik yang efektif, tetapi bukan merupakan teknik yang
4
dianjurkan. Hal ini disebabkan karena teknik tersebut sangat berpotensi untuk
menimbulkan pencemaran udara.
c) Pembuatan kompos (composting), Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat
dari bahan - bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk
mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu,
bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea (Wied, 2004). Berbeda dengan
proses pengolahan sampah yang lainnya, maka pada proses pembuatan kompos baik
bahan baku, tempat pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh
siapapun dan dimanapun.
d) Energy recovery, yaitu tranformasi sampah menjadi energi, baik energi panas maupun
energi listrik. Metode ini telah banyak dikembangkan di Negara-negara maju yaitu
pada instalasi yang cukup besar dengan kapasitas ± 300 ton/hari dapat dilengkapi
dengan pembangkit listrik sehingga energi listrik (± 96.000 MWH/tahun) yang
dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya proses pengelolaan.
7. Pembuangan akhir
Pada prinsipnya, pembuangan akhir sampah harus memenuhi syarat-syarat kesehatan
dan kelestarian lingkungan. Teknik yang saat ini dilakukan adalah dengan open dumping, di
mana sampah yang ada hanya di tempatkan di tempat tertentu, hingga kapasitasnya tidak lagi
memenuhi. Teknik ini sangat berpotensi untuk menimbulkan gangguan terhadap lingkungan.
Teknik yang direkomendasikan adalah dengan sanitary landfill. Di mana pada lokasi TPA
dilakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mengolah timbunan sampah.
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap
terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan,
pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.TPA merupakan tempat dimana
sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan
sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar
keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik.
Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang lebih sering dianggap hanya
merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak Pemerintah Daerah
masih merasa saying untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA
yang dirasakan kurang prioritas disbanding dengan pembangunan sektor lainnya.
Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu
panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat;
bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya
plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada
proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu
lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup.
5
b. Persyaratan TPA
Penentuan tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah harus mengikuti persyaratan dan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI nomor 03-3241-1994
tentang tata cara pemilihan lokasi TPA sampah. Kriteria penentuan lokasi TPA sampah.
Persyaratan didirikannya suatu TPA ialah bahwa pemilihan lokasi TPA sampah harus
mengikuti persyaratan hukum, ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan
lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota /
lingkungan, peraturan daerah tentang pengelolaan sampah dan perencanaan dan tata ruang
kota serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Adapun ketentuan-ketentuan yang harus
dipenuhi untuk menentukan lokasi TPA ialah sebagai berikut (SNI nomor 03-3241-1994 )
Pemilihan lokasi TPA sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai, dan laut.
2. Penentuan lokasi TPA disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu :
a) Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah
atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan.
b) Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi
terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap
regional.
c) Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh instansi yang
berwenang.
3. Jika dalam suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan lokasi TPA
sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA sampah.
Upaya pengamanan lingkungan TPA diperlukan dalam rangka mengurangi terjadinya
dampak potensial yang mungkin terjadi selama kegiatan pembuangan akhir berlangsung
(dampak potensial dapat dilihat pada tabel 1). Upaya tersebut meliputi :
Penentuan lokasi TPA yang memenuhi syarat (SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi TPA).
Pembangunan fasilitas TPA yang memadai, pengoperasian TPA sesuai dengan
persyaratan dan reklamasi lahan bekas TPA sesuai dengan peruntukan lahan dan tata
ruang .
Monitoring pasca operasi terhadap bekas lahan TPA.
Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan manajemen pengelolaan TPA secara lebih memadai
terutama ketersediaan SDM yang handal serta ketersediaan biaya operasi dan pemeliharaan
TPA.
C. LANGKAH-LANGKAH ADKL
ADKL dapat dimulai berdasarkan keluhan masyarakat atau kecurigaan yang terbaca
dari hasil pemantauan lingkungan dan surveilans penyakit, dilanjutkan dengan langkah-
langkah ADKL. Dengan demikian, ADKL tidak berhenti sekali sejalan, melainkan
merupakan kegian berulang yang dinamis sesuai dengan tipe data yang tersedia dari berbagai
perspektif. Kadang – kadang perlu dilakukan studi kasus lanjutan untuk mengalisis dampak
kesehatan secara lebih dalam. Langkah –langkah ADKL umumnya dibedakan dalam 7
langkah yaitu :
6
1. Evaluasi data dan informasi yang berkaiatan dengan lokasi kegiatan
Evaluasi informasi kajian pencemaran dilakukan untuk mengenal lebih baik hal – hal
yang berkaitan dengan kejadian dimaksud. Merujuk pada paradigm kesehatan
lingkungan, evaluasi diarahkan pada 4 simpul .
7
kesehatan. Karena demikian banyak pencemar yang ada dimedia lingkungan, maka
kemunginnan damapak kesehatan juga banyak. Karena itu perlu dicari untuk
mempersempit analisis. Ada 3 cara yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Evaluasi toksikologi
2. Evaluasi jenis dampak
3. Evaluasi kepedulian masyarakat
6. Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan dan rekomendasi adalah menyusun kesimpulan tentang dampak kesehatan
yang berkaitan dengan kejadian pencemaran dan menyiapkan rekomendasi dengan
merinci tindakan yang telah di ambil dan yang masih perlu diambil.
7. Pengelolaan risiko
Pengelolaan risiko adalah upaya yang secara sadar dilakukan untuk mengendalikan
risiko. Dalam pengertian yang lebih spesifik, pengelolaan resiko lingkungan adalah
pengelolaan situasi dan atau kondisi lingkungan yang mengandung risiko yang diketahui
dari hasil analisis sebelumnya. Banyak hal perlu memperoleh pertimbangan secara
proporsional mengingat kompleksitasnya.
D. METODE ADKL
Metode pengumpulan data dan informasi dalam ADKL dibedakan menjadi 2 cara pokok
yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder (Ditjend PL.2002:2-15) :
a) Data primer
Metode pengumpulan data primer yang umum digunakan antara lain :
1. Wawancara
2. Kuesioner (subyek mengisi sendiri)
3. Pengamatan terhadap subyek
4. Pengukuran fisik atau kimiawi tentang subyek
5. Pengukuran fisik atau kimiawi lingkungan atau dengan kunjungan lapangan.
b) Data sekunder
Metode pengumpulan data sekunder yang dapat digunakan untuk pengukuran pemajanan
dalam kaitannya dengan analisis epidemiologis antara lain :
1. Catatan harian ; untuk mengumulkan data perilaku atau pengalaman sekarang.
2. Catatan lain : catatan yang belum dikumpulkan secara khusus untuk tujuan
pengukuran pemajanan, misalnya catatan medis, pekerjaan, dan sensus.
8
E. DOKUMEN KAJIAN LINGKUNGAN
Dokumen kajian lingkungan TPA yang berisikan hal-hal tersebut diatas, harus
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (UU 23 / 1997 tentang
Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No 27 / 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan dan Kepmen LH/Depkes/Kimpraswil yang berkaitan dengan masalah
kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan).
Secara umum dokumen yang harus dilengkapi untuk melaksanakan pembangunan dan
pengoperasian TPA adalah :
a. AMDAL
1) Untuk kegiatan pembangunan TPA > 10 Ha
2) Untuk kegiatan pembangunan TPA yang terletak dikawasan lindung, berbatasan dengan
kawasan lindung atau yang secara langsung mempengaruhi kualitas lingkungan kawasan
lindung. Seperti di pinggir sungai, pantai, laut dan kawasan lindung lainnya (< 10 ha)
3) Dokumen AMDAL terdiri dari Kerangka Acuan (KA) ANDAL, ANDAL, RKL / RPL.
4) KA ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan dan kegunaan studi), ruang
lingkup studi (lingkup rencana kegiatan yang akan ditelaah, lingkup rona lingkungan
hidup awal dan lingkup wilayah studi), metode studi (metode pengumpulan dan analisa
data, metode prakiraan dampak dan penentuan dampak penting, metode evaluasi
dampak), pelaksanaan studi (tim studi, biaya studi dan waktu). KA ANDAL juga
dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran
5) Penyusunan dokumen ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan studi dan
kegunaan studi), metoda studi (dampak penting yang ditelaah, wilayah studi, metode
pengumpulan dan analisa data, metode prakiraan dampak penting dan evaluasi dampak
penting), rencana kegiatan ( identitas pemrakarsa dan penyusun ANDAL, tujuan rencana
kegiatan, kegunaan rencana kegiatan dari awal sampai akhir), rona lingkungan hidup
(fisik-kimia, biologi, sosial dan kesehatan masyarakat termasuk komponen-komponen
yang berpotensi terkena dampak penting) , prakiraan dampak penting (pra konstruksi,
konstruksi, operasi dan pasca operasi termasuk mekanisme aliran dampak pada berbagai
komponen lingkungan), evaluasi dampak penting (telaahan terhadap dampak penting dan
digunakan sebagai dasar pengelolaan). Selain itu juga perlu dilengkapi dengan daftar
pustaka sebagai dasar ilmiah dan lampiran seperti surat izin rekomendasi untuk
pemrakarsa, SK, foto-foto, peta, gambar, tabel dan lain-lain
6) Penyusunan dokumen RKL, meliputi latar belakang pengelolaan lingkungan, rencana
pengelolaan lingkungan (dampak penting dan sumber dampak penting, tolok ukur
dampak, tujuan rencana pengelolaan lingkungan, pengelolaan lingkungan melalui
pendekatan teknologi/sosial ekonomi/institusi, lokasi pengelolaan lingkungan, periode
pengelolaan lingkungan, pembiayaan pengelolaan lingkungan dan institusi yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan). Dokumen RKL ini juga dilengkapi
dengan pustaka dan lampiran
7) Penyusunan dokumen RPL, meliputi latar belakang pemantauan lingkungan (dampak
penting yang dipantau, sumber dampak, parameter lingkungan yang dipantaau, tujuan
RPL, metode pemantauan dan institusi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pemantauan lingkungan
9
b. UKL / UPL
1) Untuk kegiatan pembangunan TPA < 10 ha
2) Dokumen yang diperlukan adalah dokumen UKL dan UPL
3) Penyusunan dokumen UKL dan UPL, meliputi deskripsi rencana kegiatan (jenis kegiatan,
rencana lokasi dan posisinya dengan rencana umum tata ruang, jarak lokasi kegiatan
dengan SDA dan kegiatan lainnya, sarana/fasilitas yang direncanakan, proses yang akan
dilaksanakan), komponen lingkungan yang mungkin akan terkena dampak, dampak yang
akan terjadi (sumber dampak, jenis dampak dan ukurannya, sifat dan tolok ukur dampak),
upaya pengelolaan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemraakarsa, upaya
pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa (jenis dampak yang
dipantau, lokasi pemantauan, waktu pemantauan dan cara pemantauan), mekanisme
pelaporan pelaksanaan UKL/UPL pada saat kegiatan dilaksanakan (instansi pembina,
BPLDH dan dinas teknis terkait). Dokumen ini dilengkapi juga dengan pernyataan
pemrakarsa yang ditanda tangani untuk melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan.
10
BAB III
GAMBARAN UMUM TPA BUMIAYU
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Tahapan Pembangunan
Berdasarkan observasi dan studi literatur TPA Bumiayu telah melakukan beberapa
tahap dan melakukan beberapa penyusunan dokumen ADKL maupun AMDAL namun dalam
tahap pelaksanaan masih terdapat kekurangan-kekurangan terutama pada Pasca Konstruksi.
Dimana fasilitas-fasilitas yang ada di TPA Bumiayu kurang terawat sehingga menyebabkan
kerusakan pada alat alat dan fasilitas yang ada dan juga menyebabkan pengelolaan sampah di
TPA Bumiayu kurang optimal. Pekerja yang ada di TPA Bumiayu berdasarkan obesevasi
kami kurang dari segi kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang ada di TPA Bumiayu
belum memadai.
13
kurang baik menyebabkan masa
pakai TPA lebih singkat
Penutupan tanah yang tidak
memadai dapat menyebabkan bau,
populasi lalat tinggi dan
pencemaran udara
Ventilasi gas yang tidak memadai
menyebabkan pencemaran udara,
kebakaran dan bahaya asap
Lindi yang tidak terkumpul dan
terolah dengan baik dapat
menggenangi jalan dan mencemari
badan air dan air tanah
Reklamasi yang tidak sesuai dengan
peruntukan lahan apalagi digunakan
untuk perumahan dapat
Reklamasi lahan membahayakan konstruksi
Pasca operasi Pemantauan kualitas bangunan dan kesehatan masyarakat
lindi dan gas Tanpa upaya pemantauan yang
memadai, maka akan menyulitkan
upaya perbaikan kualitas
lingkungan
2. Pengukuran Pemajanan
3. Penetapan Resiko
15
kesadaran karena
menghambat oksigen di
dalam tubuh.
Penurunan Permenkes No. 32 Tahun 2017 Penurunan indek Timbulnya pencemaran
kualitas air tentang Standar Baku Mutu keaneka ragaman badan air dan ekosistem
tanah dan air Kesehatan Lingkungan dan hayati air
permukaan Persyaratan Kesehatan Air Terganggunya Menurunnya estetika
untuk Keperluan Higiene ekosistem perairan ekosistem perairan
Sanitasi, Kolam renang, Solus Gangguan kesehatan Peningkatan risiko
per Aqua, dan Pemandian pada manusia kesehatan akibat
Umum. pencemaran air
Sikap dan Peraturan Menaker Nomor 39 Masyarakat disekitar Adanya ketidak puasan
persepsi Tahun 2016 tentang TPA Bumiayu menjadi masyarakat terhadap
masyarakat Penempatan Tenaga Kerja resah dan kecemburuan TPA Bumiayu dalam hal
sosial semakin tinggi kesempatan kerja
penduduk lokal
16
4. Lingkup Analisis Dampak TPA Bumiayu
Air Lindi yang menggenangi Lindi yang tidak terkumpul TPA Bumiayu
jalan dan mencemari badan dan terolah dengan baik
air dan air tanah
17
2. Dampak Potensial
Evaluasi Dampak
Jenis Dampak Sumber Dampak Lokasi
Potensial
Perubahan tata guna Pemilihan lokasi TPA Bumiayu Menurunnya estetika
lahan TPA lingkungan
Masyarakat yang dekat
dengan lokasi merasa
tidak nyaman
Penurunan Kualitas Proses dekomposisi TPA Bumiayu Peningkatan kadar
Udara (H2S, CH4, timbulan sampah dan sekitarnya polutan di udara
CO2, N2O, HFC, Peningkatan gangguan
PFC, SF6) pernafasan pada
masyarakat sekitar
Peningkatan kadar gas
beracun di udara
18
sekitar
Vektor Penyakit Timbulan sampah TPA Bumiayu dan Peningkatan jumlah lalat
yang menjadi Pemukiman di yang membawa penyakit
sarang vektor sekitar TPA Peningkatan risiko
Bumiayu kesehatan akibat vector
Air Lindi yang Lindi yang tidak TPA Bumiayu Meningkatnya resiko
menggenangi jalan terkumpul dan
pencemaran karena
dan mencemari badan terolah dengan baik
air dan air tanah pengolahan air lindi yang
kurang baik
19
3. Pemusatan Dampak Potensial
B. PEMBAHASAN
Dalam Pengamatan Tahapan Pengamanan Pencemaran Lingkungan Tpa Bumiayu
dapat dilakukan sebagai berikut :
Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metode pembuangan
akhir sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui tahapan studi yang komprehensif
(feasibility study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan lahan yang memadai didalam kota,
maka disarankan untuk memilih lokasi TPA yang dapat digunakan secara regional. Untuk
lokasi TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat menggunakan sistem transfer station.
Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung (primer) maupun tidak langsung
(sekunder). Pengukuran lapangan dilakukan untuk mengetahui data kondisi lingkungan TPA
seperti:
21
1) Topografi
Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah, konduktivitas hidrolik,
pH, KTK dan lain-lain) dan karakteristik kimia (komposisi mineral tanah, anion dan
kation)
2) Sondir dan geophysic
Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran air tanah, kualitas air
tanah (COD, BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain) Kondisi air permukaan, meliputi
jarak dari TPA, level air, fluktuasi level air musim hujan dan kemarau, kualitas air sungai
(BOD, COD, logam berat, chlorida, sulfat, pestisida dan lain-lain)
3) Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit.
Kualitas lindi, meliputi BOD, COD, Chlorida, Logam berat, Organik dan lain-lain.
Kualitas udara, meliputi kadar CH4, COx, SOx, NOx dan lain-lain.
4) Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m) Dan lain-lain
c. Perencanaan
Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat
mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan . Dengan demikian maka perencanaan
TPA tersebut harus meliputi :
- Disain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia
- Disain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalan operasi, saluran
drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan (tanggul, lapisan dasar kedap
air, jaringan pengumpul dan pengolah lindi, ventilasi gas, barrier, tanah penutup, sumur uji,
alat berat dan lain-lain) dan fasilitas pendukung (air bersih, bengkel, jembatan timbang dan
lain-lain).
Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah untuk
membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal TPA tersebut dapat
berfungsi tanpa mencemari lingkungan. Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar
detail, SOP, dokumen tender, spesifikasi teknis, disain note dan lain-lainPerpindahan atau
pergeseran lokasi TPA harus diikuti oleh pembuatan DED pada lokasi baru (redisign).
d. Pembebasan lahan
Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang mungkin timbul
seperti kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena proyek. Luas
lahan yang dibebaskan minimal dapat digunakan untuk menampung sampah selama 5 tahun.
e. Pemberian izin
Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan berbagai konsekuensi seperti
dilarangnya pembangunan kawasan perumahan atau industri pada radius < 500 m dari lokasi
TPA, untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul dari berbagai
kegiatan TPA
f. Sosialisasi
Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA, perlu
diadakan sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu TPA, bagaimana mengoperasikan
suatu TPA dan kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi namun disertai dengan
rencana atau upaya pihak pengelola untuk menanggulangi masalah yang mungkin timbul dan
22
tanggapan masyarakat terhadap rencana pembangunan TPA. Sosialisasi dilakukan secara
bertahap dan jauh sebelum dilakukan perencanaan.
2. TAHAP KONSTRUKSI
23
c. Pembangunan fasilitas perlindungan lingkungan
3) Pengolahan Lindi
Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar pencemar
lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang berlaku. Mengingat
karakteristik lindi didominasi oleh komponen organik dengan nilai BOD rata-rata 2000 –
10.000 ppm (Qasim, 1994), maka pengolahan lindi yang disarankan minimal dengan
proses pengolahan biologi (secondary treatment). Proses pengolahan lindi perlu
memperhatikan debit lindi, karakteristik lindi dan badan air penerima tempat
pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan pemilihan proses pengolahan,
penentuan kapasitas dan dimensi kolam serta perhitungan waktu detensi.
Mengingat proses biologi akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan aktivitas
mikroorganisme, maka pengkondisian dan pengendalian proses memegang peranan
penting. Sebagai contoh kegagalan proses yang terjadi selama ini adalah karena tidak
adanya upaya seeding dan aklimatisasi proses biologi, sehingga efisiensi proses tidak
dapat diprediksi bahkan cenderung sangat rendah.
Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa tahap sebagai
berikut :
Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul
Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m). Proses ini
diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %
Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan di kolam
fakultatif. Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 70 %
Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi proses
80 %
Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi sebagai saringan
biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman yang dapat menyerap bahan
polutan.
24
Dalam kondisi efluen belum dapat mencapai nilai efluen yang diharapkan, maka dapat
dilakukan proses resirkulasi lindi ke lahan timbunan sampah melalui pipa ventilasi
gas. Adanya proses serupa “trickling filter”, diharapkan dapat menurunkan kadar
BOD lindi.
4) Ventilasi Gas
Ventilasi gas berfungsi untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang terbentuk
karena proses dekomposisi sampah oleh aktivitas mikroorganisme. Tanpa adanya
ventilasi yang memadai, akan dapat menyebabkan tingginya akumulasi gas di timbunan
sampah sehingga sangat mudah terbakar. Gas yang mengalir dan keluar dari pipa
ventilasi sebaiknya diolah sebagai biogas (di negara maju, gas dari landfill dimanfaatkan
untuk menghasilkan tenaga listrik). Tetapi apabila tidak dilakukan pengolahan gas TPA,
maka gas yang keluar dari pipa vent harus dibakar, hal tersebut untuk menghindari
terjadinya dampak negatif terhadap pencemaran udara berupa efek rumah kaca (green
house effect). Pemasangan pipa gas berupa pipa PVC berlubang (vertikal) yang
dilindungi oleh casing yang diisi kerikil, harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan
ketinggian lapisan sel sampah. Letak pipa gas agar berada pada jalur jaringan pipa lindi.
5) Green Barrier
Untuk mengantisipasi penyebaran bau dan populasi lalat yang tinggi, maka perlu dibuat
green barrier berupa area pepohonan disekeliling TPA. Tebal green barrier kurang lebih
10 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan rimbun untuk memenuhi kebutuhan ini
antara lain jenis pohon angsana.
6) Sumur Uji
Sumur uji diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran terhadap air tanah
yang disebabkan oleh adanya rembesan lindi dari dasar TPA (dasar TPA tidak kedap,
adanya retakan lapisan tanah, adanya kebocoran geomembran ).
2. Bengkel
Bengkel di TPA diperlukan untuk pemeliharaan alat berat serta memperbaiki kendaraan
yang mengalami kerusakan ringan yang terjadi di TPA, sehingga tidak sampai
mengganggu operasi pembuangan sampah. Peralatan bengkel harus disesuaikan dengan
jenis kerusakan yang akan ditangani.
25
3. Jembatan Timbang
Jembatan timbang diperlukan untuk mengetahui berat sampah yang masuk TPA sehingga
masa pakai TPA dapat dikendalikan. Selain itu jembatan timbang tersebut dapat
digunakan sebagai ukuran pembayaran pembuangan sampah per truk (untuk sampah dari
sumber tertentu yang tidak dikenakan retribusi).
27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Kegiatan dan aktivitas di TPA Bumiayu yang dapat menimbulkan perubahan
lingkungan dimulai pada tahap prmbangunan pra konstruksi, konstruksi, operasi dan
pasca konstruksi.
2. Dampak terhadap perubahan lingkungan hidup diperkirakan terjadi seperti aktivitas
pra konstruki yaitu pemilihan lokasi yang tidak memenuhi persyaratan akan
mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat, perencanaan yang
tidak didukung oleh data yang akurat akan menghasilkan konsntruksi yang tidak
memadai serta ganti rugi yang tidak memadai akan menimbulkan keresahan
masyarakat.
3. Evaluasi Tahapan Pengamanan Pencemaran Lingkungan TPA Bumiayu dapat
dilakukan dengan pemilihan lokasi TPA dan perencanaan yang tepat, mempersiapkan
mobilisasi alat dan sumber daya yang memadai, tahap operasional yang sesuai, dan
melakukan pemantauan sebagai tahap eveluasi dari kegiatan.
B. SARAN
1. Perlu adanya pemantauan dan melakukan upaya pengelolaan lingkungan di TPA
Bumiayu sehingga tidak menimbulkan dampak pada masyarakat
2. Perlu adanya perbaikan sumber daya yang ada di TPA Bumiayu Perawatan terhadap
fasilitas dan alat yang ada di TPA penting agart terus dapat melakukan pengelolaan
sampah secara optimal.
28