Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar
biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.
Perkembangan tersebut membawa perubahan dalam kehidupan di dunia.
Disamping itu perkembangan teknologi yang semakin pesat membawa
manusia pada suatu masa di mana banyak barang dapat dibuat secara
sintesis. Hidup menjadi lebih praktis dan mudah, seolah-olah manusia
tidak bergantung lagi pada alam dan dapat memperlakukanya tanpa batas.
Namun apa yang diperlakukan oleh manusia terhadap alam akan berbalik
kepada dirinya karena manusia adalah bagian dari alam.
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola hidup masyarakat,
kecepatan teknologi dalam menyediakan barang secara melimpah ternyata
telah menimbulkan masalah-masalah baru yang sangat serius yaitu adanya
barang yang sudah terpakai dan sudah tidak digunakan lagi. Kelonjakan
dalam angka pertumbuhan dan ekonomi ini berbanding lurus dengan
meningginya kuantitas pemakaian barang oleh masyarakat yang umumnya
bersifat komsumtif. Hal ini mengakibatkan semakin tingginya jumlah
sampah yang dihasilkan sedangkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
masih sama seperti sebelum meningginya kuantitas sampah tersebut.
Pembuangan sampah pada TPA setempat umumnya tidak diperhatikan
secara khusus terhadap kuantitas maksimal TPA. Sehingga penumpukkan
sampah atau pembuangan sampah sembarangan ke kawasan terbuka akan
mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan berdampak ke saluran
air tanah. Demikian juga pembakaran sampah akan mengakibatkan
pencemaran udara, pembuangan sampah ke sungai akan mengakibatkan
pencemaran air, tersumbatnya saluran air dan banjir (Sicular,1989).
Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan

1
manusia saat sampah dibuang di TPA tanpa ada pengelolaan yang baik
dan akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius.
Permasalahan sampah merupakan suatu topik yang menarik seiring
dengan perkembangan penelitian dan pertumbuhan penduduk. Upaya
pengurangan, penanganan dan pembuangan sampah juga merupakan
masalah yang banyak mendapat perhatian (Warith, 2003). TPA (Tempat
Pemrosesan Akhir) merupakan area atau lokasi pemrosesan terakhir
sampah yang dihasilkan oleh suatu daerah, terutama perkotaan yang
mempunyai ketersediaan lahan yang terbatas. Dalam hal ini, desain TPA
juga menjadi kunci utama dalam pengelolaan TPA, mengingat sebagian
besar TPA di Indonesia masih bersifat Open Dumping atau Control
Landfill seperti halnya di TPA Benowo, Surabaya. Tujuan utama desain
TPA adalah untuk membuang dan menampung sampah agar tidak
membahayakan manusia dan lingkungan. TPA akan memberikan dampak
negatif terhadap manusia dan lingkungan apabila tidak dikelola dan
dioperasikan dengan baik. Permasalahan utama selain masalah operasional
penimbunan sampah adalah pengolahan lindi yang dihasilkan dari
timbunan sampah yang berhadapan dengan kendala seperti ketersediaan
dan operasional pengolahan.
Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan
taraf kehidupan masyarakat dengan jalan memanfaatkan dan mengelola
sumber daya alam yang dimiliki, namun disisi lain, pembangunan ini juga
dapat menimbulkan dampak negative bagi lingkungan yang berakibat
terjadinya perubahan lingkungan biofisika, lingkungan social ekonomi dan
lingkungan budaya. Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah juga merupakan salah satu program nasional di daerah, yang
berkaitan dengan penyediaan tempat penampungan akhir sampah. Yang
paling mendasar adalah dengan membersihkan sampah-sampah dari pusat
produksi sampah yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, seperti tempat
permukiman, toko, pasar, tempat perdagangan dan perkantoran, dan
tempat kegiatan social (masjid, rumah sakit, dan terminal).

2
Kegiatan tersebut berupa pengumpulan pertama (primer) yaitu
pengumpulan sampah dari proses produksi ke Lokasi Pembuangan
Sementara (LPS), yang pelaksanaannya dilakukan oleh warga masyarakat.
Sedangkan pengumpulan tahap kedua (sekunder) dari tempat pembuangan
sampah sementara ke tempat pembuangan akhir pelaksanaannya dilakukan
oleh Dinas Kebersihan. Sampah-sampah yang terproduksi yang dapat
diangkut dari LPS pada akhirnya akan membutuhkan fasilitas pemusnahan
(disposal) agar tercipta suatu lingkungan yang bersih.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari kunjungan ini yaitu bagaimana
pengelolaan sampah di TPA Tamangngapa Antang ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari kunjungan ini yaitu untuk mengetahui pengelolaan
sampah di TPA Tamangngapa Antang.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Sampah
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatuproses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat
keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah,
yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam
tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan
konsep lingkungan maka sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.
B. Jenis Sampah
Menurut Suriawiria (2003) sampah berdasarkan sumbernya
digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu:
1. Sampah domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan yang
bersumber dari aktivitas manusia secara langsung, baik darirumah
tangga, pasar, sekolah, pusat keramaian, pemukiman, dan rumah sakit;
2. Sampah non-domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan yang
bersumber dari aktivitas manusia secara tidak langsung, baik dari
pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, dan
transportasi.
Berdasarkan bentuknya, sampah digolongkan ke dalam tiga kelompok
besar yaitu:
1. Sampah padat, yaitu sampah yang berasal dari sisa tanaman, hewan,
kotoran ataupun benda-benda lainnya yang bentuknya padat,
2. Sampah cair, yaitu sampah yang berasal dari buangan pabrik, industri,
pertanian, perikanan, peternakan atau pun manusia yang berbentuk
cair, misalnya air buangan dan air seni;
3. Sampah gas, yaitu sampah yang berasal dari knalpot kendaraan
bermotor, dan cerobong pabrik yang semuanya berbentuk gas atau
asap.

4
Berdasarkan jenisnya, sampah dibedakan menjadi dua kelompok
yaitu:
1. Sampah organik, yaitu jenis sampah yang sebagian besar tersusun
oleh senyawa organik (sisa tanaman, hewan atau kotoran);
2. Sampah anorganik, yaitu jenis sampah yang tersusun oleh senyawa
anorganik (plastik, botol, logam).

Berdasarkan jenisnya, sampah memiliki dua sifat yang berbeda, yaitu:


1. Sampah yang bersifat degradabel, yaitu sifat sampah yang secara
alami dapat/mudah diuraikan oleh jasad hidup (khususnya
mikroorganisme), contohnya sampah organik;
2. Sampah yang bersifat non-degradabel, yaitu sifat sampah yang
secara alami sukar atau sangat sukar untuk diuraikan oleh jasad
hidup, contohnya sampah anorganik.
C. Pengelolaan Sampah Terpadu
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam
menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir.
Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi
pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan
transport, pengolahan dan pembuangan akhir (Kartikawan, 2007) sebagai
berikut :
1. Penimbulan sampah (solid waste generated)
Dari definisinya dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sampah
itu tidak diproduksi, tetapi ditimbulkan (solid waste is generated, not
produced). Oleh karena itu dalam menentukan metode penanganan
yang tepat, penentuan besarnya timbulan sampah sangat ditentukan
oleh jumlah pelaku dan jenis dan kegiatannya.
Idealnya, untuk mengetahui besarnya timbulan sampah yang
terjadi, harus dilakukan dengan suatu studi. Tetapi untuk keperluan
praktis, telah ditetapkan suatu standar yang disusun oleh Departemen
Pekerjaan Umum. Salah satunya adalah SK SNI S-04- 1993-03

5
tentang Spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang.
Dimana besarnya timbulan sampah untuk kota sedang adalah sebesar
2,75-3,25 liter/orang/hari atau 0,7-0,8 kg/orang/hari.
2. Penanganan di tempat (on site handling)
Penanganan sampah pada sumbernya adalah semua perlakuan
terhadap sampah yang dilakukan sebelum sampah di tempatkan di
tempat pembuangan. Kegiatan ini bertolak dari kondisi di mana suatu
material yang sudah dibuang atau tidak dibutuhkan, seringkali masih
memiliki nilai ekonomis. Penanganan sampah ditempat, dapat
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan sampah
pada tahap selanjutnya.
Kegiatan pada tahap ini bervariasi menurut jenis sampahnya
meliputi pemilahan (shorting), pemanfaatan kembali (reuse) dan daur
ulang (recycle). Tujuan utama dan kegiatan di tahap ini adalah untuk
mereduksi besarnya timbulan sampah (reduce).
3. Pengumpulan (collecting)
Adalah kegiatan pengumpulan sampah dan sumbernya menuju ke
lokasi TPS. Umunmya dilakukan dengan menggunakan gerobak
dorong dan rumah-rumah menuju ke lokasi TPS.
4. Pengangkutan (transfer and transport)
Adalah kegiatan pemindahan sampah dan TPS menuju lokasi
pembuangan pengolahan sampah atau lokasi pembuangan akhir.
5. Pengolahan (treatment)
Bergantung dari jenis dan komposisinya, sampah dapat diolah.
Berbagai alternatif yang tersedia dalam pengolahan sampah, di
antaranya adalah :
a. Transformasi fisik, meliputi pemisahan komponen sampah
(shorting) dan pemadatan (compacting), yang tujuannya adalah
mempermudah penyimpanan dan pengangkutan.
b. Pembakaran (incinerate), merupakan teknik pengolahan sampah
yang dapat mengubah sampah menjadi bentuk gas, sehingga

6
volumenya dapat berkurang hingga 90-95%. Meski merupakan
teknik yang efektif, tetapi bukan merupakan teknik yang
dianjurkan. Hal ini disebabkan karena teknik tersebut sangat
berpotensi untuk menimbulkan pencemaran udara.
c. Pembuatan kompos (composting), Kompos adalah pupuk alami
(organik) yang terbuat dari bahan - bahan hijauan dan bahan
organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses
pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu,
bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea (Wied, 2004).
Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang lainnya, maka
pada proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat
pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh
siapapun dan dimanapun.
Energy recovery, yaitu tranformasi sampah menjadi energi, baik
energi panas maupun energi listrik. Metode ini telah banyak
dikembangkan di Negara-negara maju yaitu pada instalasi yang cukup
besar dengan kapasitas ± 300 ton/hari dapat dilengkapi dengan
pembangkit listrik sehingga energi listrik (± 96.000 MWH/tahun) yang
dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya proses pengelolaan.

7
BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


1. Tanggal : 12 Juni 2014
2. Pukul : 08.00 WITA-Selesai
3. Tempat : TPA Tamangngapa Antang Kota Makassar

B. Metode Praktikum
Adapun metode praktikum yaitu dilakukan dengan pengamatan
langsung ke lapangan (observasi).

8
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Data Umum
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ini diberi nama “UPTD TPA“
yang terletak di lokasi Tamangngapa. TPA ini didirikan pada tahun
1991 dan baru dioperasikan pada tahun 1993 yang dikelola oleh Dinas
Keindahan Kota Makassar. Sebelum TPA ini didirikan terdapat
beberapa TPA yang ada di Kota Makassar yaitu di Panampu, Banta-
bantaeng dan Ahmad Yani. Adapun luas lokasi adalah ± 14.3 Ha dan
kemudian dilakukan pembebasan lahan oleh pemerintah sehingga luas
TPA menjadi 16,8 Ha yang terdiri dari beberapa blok dari blok A-F
dan telah dipenuhi oleh sampah, dengan mempunyai batas-batas
wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Bangkala.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan RT 02.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan RW 05.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan RT 03.

Sampah yang berada di TPA ini berasal dari sampah-sampah


kawasan kota Makassar.

2. System Pengolahan TPA


Dari hasil observasi dan wawacara yang kami lakukan, system
pengolahan TPA ini bertipe“Open dumping”.
3. Tahap Pengolahan sampah
Sampah yang telah masuk di TPA ini membutuhkan suatu
perlakuan agar dampak negatifnya tidak meresahkan berbagai
kalangan, tahap pengolahan sampah ada tiga yakni pada lindi yang

9
dihasilkan, gas metan, dan sampah organic yang dikelola menjadi
composting.

4. Dampak UPTD TPA Tamangngapa


Dampak yang timbulkan oleh TPA ini terhadap masyarakat yaitu
kurangnya kenyamanan warga sekitar dalam beraktivitas akibat bau
yang ditimbulkan oleh sampah-sampah, mudahnya terjadi suatu
kejadian penyakit karena banyaknya vector penyakit berada disekitar
TPA, dan air tanah menjadi tercemar.
5. Data lingkungan TPA
Adapun sampah yang diperoleh yaitu 700 ton per hari,
perlengkapan yang digunakan yaitu:
a. Exvacator(alat berat),
b. Buldoser,
c. Pencucian,
d. Posko UPTD
e. Industri kompos
f. Sumur pantau
g. Garasi alat baru
h. Mobil pengangkut
6. SNI TPA Tamangngapa
Dari wawancara yang telah dilakukan pihak pengelola
mengemukakan bahwa SNI yang telah dimiliki TPA ini sudah sesuai
dengan standar namun seiring berjalannya waktu SNI yang telah ada
perlahan tidak sebagaimana mestinya.

10
B. Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, TPA ini diberi nama “UPTD
TPA” Tamangngapa yang berlokasikan di Antang kota Makassar, dulunya
TPA ini berada di jln. Banta-bantaeng, A. Yani, dan Panampu namun
seiring dengan meningkatnya jumlah produksi sampah dan kebutuhan
lahan luas yang memaksa sehingga TPA dipindahkan ke daerah Antang
ini. Luas daerah awalnya hanya 14,3 Ha namun pemerintah melakukan
pembebasan lahan warga sehingga luas TPA sampai saat ini mencapi 16,8
Ha yang secara keseluruhan telah terisi full oleh sampah sehingga dapat
diprediksikan tahun 2015 TPA ini tak mampu lagi menampung sampah-
sampah dari daerah kota Makassar. Sangat terlihat metode pengelolaan
sampah di TPA tersebut yaitu Open Dumping. Metode Open Dumping
adalah metode pembuangan sampah, dimana sampah-sampah itu dibuang
begitu saja diatas permukaan tanah secara terbuka. Metode ini merupakan
pembuangan sampah yang tidak saniter lagi dimana open dumping harus
dilakukan jauh dari tempat kediaman, diluar jarak terbang lalat dan tidak
terlampau dekat dengan jalan besar. Sehingga perlu adanya pertimbangan
untuk merubah metode tersebut dengan menggunakan sanitary landfill.
Pemeliharaannya pun hanya sampah setinggi 15 m baru kemudian
diratakan dan ditimbun menggunakan tanah.
Apabila di bandingkan dengan metode yang digunakan di TPA
Tamangapa dengan metode sanitary landfill dapat dikatakan hampir sama
karena TPA Tamangapa sudah melakukan penimbunan dengan tanah
setiap 15 m. Dan pada dasarnya sanitary landfill merupakan pembuangan
sampah di atas tanah serta ditimbun dengan tanah dan dipadatkan sesuai
dengan aturannya. Berikut ini macam-macam metode sanitary landfill :
a. Metode Galian Parit (Trench Method)
Caranya pada tanah lapang yang disediakan dibuat parit yang
panjang dengan mengali tanah, kemudian sampah dibuang kedalam
parit tersebut, tanah bekas galian digunakan sebagai tanah penutup

11
sampah diatas. Tanah penutup dipadatkan sedemikian rupa, sehingga
ketebalannya hampir merata.

b. Methode Area (Area Method)


Caranya lokasi pembuangan sampah dicari yang legok dan sampah
dibuang dilereng-lereng daerah legok tersebut. Selanjutnya ditimbun
dengan tanah yang diambil dari daerah lain. Tanah penutup dipadatkan
sedemikian rupa dengan ketebalan + 60 cm, pembuangan dan
pemadatan ini bisa dilakukan 2 kali atau lebih.

c. Methode Ramp (Area Method)


Caranya merupakan perpaduan antara kedua methode di atas, hanya
penutup lapisan tanah dilakukan setiap hari setebal 15 cm.

Pengelolaan air lindih yang dilakukan dengan cara penyaringan dari bak 1
ke bak yang lain. Dengan jumlah bak penampungan yaitu 8 bak. Tiap kolam
memilki kedalaman 5 meter, luas 10 meter, dan panjang 15 meter. Lindi ini tidak
mendapatkan perlakuan khusus sebab membutuhkan biaya yang cukup besar.
Sehingga potensi negative yang ditimbulkan dari lindi ini sangat besar diantaranya
bak-bak penampungan air lindi tidak dapat membudidayakan ikan, lindi yang
merembes ke tanah akan mencemari tanah dan komponen-komponen lainnya.
Sebaiknya lindi ini di filtrasi sehingga bisa mengurangi dampaknya.

Terdapat pengolahan gas metan yang mulai ada sejak tahun 2010, dimana
hasil pengolahan gas metan tersebut menjadi listrik yang digunakan disekitar TPA
itu sendiri. Mesin yang digunakan untuk pengolahan gas metan ini merupakan alat
dari Jakarta (PT Gikoko) yang merupakan PT dari Jepang. Namun seiring dengan
bertambahnya kebutuhan pemeliharaan TPA pemanfaatan gas metan ini mulai
dilupakan dan tidak mendapatkan perhatian khusus, pengelola mengemukakan hal
ini terjadi sebab gas metan sangat berbahaya dan membutuhkan biaya yang cukup
besar untuk mengelolanya.

12
Terdapat juga pengolahan sampah yang sudah tertimbun sekitar 5 tahun di
olah menjadi kompos dengan menggunakan alat yang di namakan Tromol. Sama
seperti halnya lindi dan gas metan. Composting ini tidak dimanfaatkan
sebagaimana mestinya sebab membutuhkan biaya yang cukup banyak dan
keterampilan dalam memprosesnya.

Dampak yang paling dirasakan adalah tertuju pada masyarakat disekitar


TPA. Bau yang menyengat adalah keluhan yang sering dilaporkan. Untuk
karyawan yang bekerja di TPA Tamangngapa, tidak menggunakan APD sehingga
perlu dilakukan pendekatan perorangan agar mudah untuk penyampaian suatu
informasi, baik berupa anjuran serta saran-saran bisa diterima dengan baik oleh
para karyawan yang bekerja, tentang bagaimana para karyawan menjaga
kebersihan perorangan pada saat bekerja dan sesudah bekerja. Misalnya cuci
tangan sebelum makan, kebersihan kuku atau tidak merokok pada saat bekerja dan
mengunakan alat pelindung diri (APD) yang ada. Sehingga resiko munculnya
penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan dapat terhindarkan. Namun, pada
pengolahan/pemecahan gas metan para karyawan telah menggunakan APD seperti
Earphone, dll.

Untuk meningkatkan derajat kesehatan para karyawan, maka dilokasi TPA


perlunya pengadaan alat pelindung diri yang memenuhi syarat bagi tenaga kerja,
seperti :

a. Masker.
b. Pakaian Kerja.
c. Sarung Tangan.
d. Sepatu Boot/Lars.
Pengadaan Alat Pelindung Diri bagi para karyawan di TPA, harus benar-
benar kualitasnya baik dan tidak mudah rusak dengan demikian dapat membantu
para karyawan dalam kelancaran pekerjaannya dan terhindar dari pada suatu
penyakit serta kecelakaan kerja. Sampah yang dihasilkan yaitu 700 ton per hari,

13
jumlah yang sangat besar dan membutuhkan biaya operasional, pemeliharaan
yang cukup besar.

Pihak pengelola mengemukakan bahwa AMDAL(Analisis mengenai


dampak Lingkungan) dan SNI TPA ini telah ada namun seiring berjalannya waktu
dan kebutuhan meningkat maka pentingnya SNI TPA tidak dipedulikan lagi.

14
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik yakni UPTD TPA Tamangngapa
merupakan Tempat pemrosesan akhir sampah yang berada dikota
Makassar dengan system “open dumping” yang memiliki tahapan
pengelolaan sampah ada tiga cara yakni air lindi yang dihasilkan, gas
metan dan pembuatan composting namun ketiga cara ini tidak
diberdayakan lagi karena memiliki banyak kendala sehingga dapat
diprediksikan TPA Tamangngapa ini akan tidak dapat menampung
sampah lagi pada tahun 2015 nanti.
B. Saran

1. Perlunya ditingkatkan kerja sama dengan Dinas Kesehatan dalam


hubungannya dengan penyuluhan kesehatan tentang Hygiene
Perorangan.
2. Perlunya pemisahan antara sampah yang dihasilkan dari industry-
indutri dan sampah domestic.
3. Perlunya penambahan Alat Pelindung Diri (APD) kepada para
karyawan dengan pemulung yang ada.

15
LAMPIRAN

Timbulan sampah pada TPA Proses Pemilahan Oleh Pemulung

Truk Pengangkut Sampah Tempat Pengolahan Gas Metan Sampah

16
Alat Pembuat Kompos Kompos Sampah TPA Tamangapa

Lindi Dari Sampah TPA Tamangapa Kolam Penampungan Lindi

17

Anda mungkin juga menyukai