Anda di halaman 1dari 20

PENILITIAN ILMIAH

PEMANFAATAN KEMBALI SAMPAH

KELOMPOK 1
Di susun oleh:
- M.Pandu Anugrah
- Balqis Tsatsabila Darise
- Aris Setiawan
- Agy Fahru Rozi
- Althaf Dafini Rohmadani
- Alam Jaya Kusuma
- Aulia Zahra Septiani
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Belakangan ini sampah menjadi konsen besar dunia karena permasalahan yang terus ditimbulkannya. Ada
banyak kerugian yang disebabkan oleh sampah yang berdampak bagi kesehatan manusia. Nampaknya
masih banyak orang yang enggan mendaur ulang sampah sehingga menyebabkan sampah terus
menumpuk. Karena itu penelitian mengenai pemanfaatan kembali sampah penting untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara memanfaatkan kembali sampah?

C. Tujuan Penelitian
Dapat mengetahui cara pemanfaatan kembali sampah

BAB II
Landasan Teori

2.1 Pengertian Sampah


Sampah merupakan bahan padat buangan dari kegitan rumah tangga, pasar, perkantoran,
rumah penginapan, hotel, rumah makan, industri, puingan bahan dan besi tua bekas kendaraan
bermotor. Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah terpakai (Sucipto,
2012). Menurut Subekti, 2009 dalam (Alfiandra, 2009) bahwa Sampah adalah limbah yang bersifat
padat terdiri dari zat organik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.
Sampah berasal dari kegiatan manusia, yang berupa sampah organik dan sampah
anorganik. sampah organik merupakan sampah yang dapat diuraikan seperti sampah hasil
perkebunan salak yaitu dedaunan kering, ranting, dan kuliat buah salak. Tidak hanya sampah dari
hasil perkebuanan salak akan tetapi bisa bersal dari sampah sisa makanan dan sayuran. Sedangkan
sampah sampah anorganik adalah sampah yang susah diuraikan seperti sampah plastik, sampah
botol, kaca, sampah hasil kontruksi bangunan. Besarnya sampah ditentukan oleh besarnya konsumsi
penduduk terhadap suatu barang. Oleh sebab itu semakin tinggi jumlah penduduk makan akan
semakin tinggi jumlah timbulan sampah. pada timbulan sampah ada beberapa sampah yang masih
digunakan kembali hal ini disesuai dengan kondisi sampah tersebut.
Berdasarkan UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah
adalah sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat
berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap
sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan.

2.2 Jenis - jenis Sampah


Pengelolaan sampah yang benar mensyaratkan adanya keterpaduan dari berbagai aspek,
mulai dari hulu sampai hilir. Berikut merupakan jenis-jenis sampah menurut Sucipto, 2012 :
1. Sampah organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.
Sampah organik sendiri dibagi menjadi dua yaitu sampah organik basah dan sampah organik
kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah mempunyai kandungan air yang
cukup tinggi. Contohnya: kulit buah dan sisa sayuran. Sementara bahan yang termasuk
dalam sampah organik kering adalah bahan organik lain yang kandungan airnya kecil.
Contoh sampah organik kering diantaranya kertas, kayu atau ranting pohon dan dedaunan
kering.
2. Sampah anorganik
Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini bisa berasal dari bahan
yang bisa diperbaharui dan bahan yang berbahaya serta beracun. Jenis yang termasuk ke
dalam kategori bisa didaur ulang (recycle) ono misalnya bahan yang terbuat dari plastik
dan logam.
3. Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Sampah B3 merupakan jenis sampah yang dikategorikan beracun dan berbahaya bagi
manusia. Umumnya, sampah jenis ini mengandung merkuri seperti kaleng bekas cat semprot atau
minyak wangi. Namun, tidak menutup kemungkinan sampah yang mengandung jenis racun lain
yang berbahaya.

2.3 Pengelolaan Sampah


Undang-undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Di
dalam UU tersebut dijelaskan bahwa Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas
manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan
asas nilai ekonomi. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya (dalam Putra, 2017).
Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan,
yakni: pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Menurut Aboejoewono, 1985 (dalam
Alfiandra, 2009) menggambarkan secara sederhana tahapan- tahapan dari proses kegiatan dalam
pengelolaan sampah sebagai berikut:
Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat
pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Pada tahapan ini digunakan sarana
bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah, gerobak
dorong maupun tempat pembuangan sementara (TPS/Dipo). Untuk melakukan pengumpulan,
umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang mengumpulkan sampah setiap periode waktu tertentu.
Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat
pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Pada tahapan ini digunakan sarana
bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah, gerobak dorong maupun tempat
pembuangan sementara (TPS/Dipo). Untuk melakukan pengumpulan, umumnya melibatkan
sejumlah tenaga yang mengumpulkan sampah setiap periode waktu tertentu.
Tahapan pengangkutan dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat
transportasi tertentu menuju ke tempat pembuangan akhir/pengolahan. Pada tahapan ini juga
melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu mengangkut sampah dari tempat pembuangan
sementara ke tempat pembuangan akhir (TPA). Pada tahap pembuangan akhir/pengolahan, sampah
akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas
penyelesaian seluruh proses. Pengelolaan sampah, terutama di kawasan perkotaan, dewasa ini
dihadapkan kepada berbagai permasalahan yang cukup kompleks. Permasalahan-permasalahan
tersebut meliputi tingginya laju timbulan sampah yang tinggi, kepedulian masyarakat (human
behaviour) yang masih sangat rendah serta masalah pada kegiatan pembuangan akhir sampah (final
disposal) yang selalu menimbulkan permasalahan tersendiri.

2.4 Managemen Pengelolaan Sampah


Berdasarkan PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penangan sampah. Sistem
pengelolaan sampah minimal mengandung lima aspek yaitu aspek hukum, aspek kelembagaan,
aspek teknik operasional, aspek pembiayaan dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.
1. Teknik Operasional
Aspek teknis operasional adalah aspek yang secara fisik dapat dilihat dan
digunakan untuk mengelola sampah yang meliputi segala yang terkait dengan kegiatan
pemilahan dan pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan
akhir. Pemilahan dan daur ulang semaksimal mungkin dilakukan sejak dari perwadahan
sampah sampai dengan pembuangan akhir sampah. Teknik operasional pengelolaan sampah
perkotaan yang terdiri atas kegiatan perwadahan
sampai dengan pembuangan akhir sampah harus terpadu dengan melakukan pemilahan
sejak dari sumbernya. Pengelolaan B3 rumah tangga dikelola secara khusus sesuai aturan
yang berlaku. Kegiatan pemilihan dapat pula dilakukan pada kegiatan pengumpulan
pemindahan. Kegiatan pemilihan dan daur ulang diutamakan.
A. Pewadahan sampah
a. Pola pewadahan
Melakukan pewadahan sampah sesuai dengan jenis sampah yang telah terpilah,
yaitu:
1) Sampah organis seperti daun sisa, sayuran, kulit buah lunak, sisa makanan
dengan wadah warna gelap
2) Sampah anorganik seperti gelas, plastik logam dan lainnya dengan wadah
warna terang
3) Sampah bahan berbahaya beracun rumah tangga (jenis sampah B3)
denganwarna merah yang dberi lambang khusus atau semua ketentuan yang
berlaku.
Pola pewadahan sampah dapat dibagi dalam individual dan komunal. Pewadahan
dimulai dengan pemilahan baik untuk pewadahan individual aupun komunal sesuai dengan
pengelompokan pengelolaan sampah.
b. Kriteria lokasi dan penempatan wadah
Lokasi penempatan wadah adalah sebagai berikut :
1) Wadah individual ditempatkan :
- Di halaman muka
- Di halaman belakang untuk sumber sampah dari hotel restoran
2) Wadah komunal ditempatkan :
- Sedekat mungkin dengan sumber sampah
- Tidak menganggu pemakai jalan atau sarana umum lainnya
- Di luar jalur lalu lintas, pada suatu lokasi yang mudah untuk
pengoperasiannya
- Di ujung gang kecil
- Di sekitas taman dan pusat keramaian (untuk wadah sampah pejalan
kaki), untuk pejalan kaki minimal 100 m
- Jarak antar wadah sampah
B. Pengumpulan sampah
Pola pengumpulan sapah terdiri dari :
a. Pola individual langsung
Syarat dalam pola ini adalah kondisi topografi bergelombang (>15-40%) hanya alat
pengumpul mesin yang dapat beroperasi, kondisi jalan cukup besar dan operasi tidak
menganggu pemakai jalan lainnya, kondisi dan jumlah alat memadai, jumlah timbunan

sampah > 0,3 m3/hari.


b. Pola individual tidak langsung
Syarat dalam pola ini adalah untuk partisipasi masyarakat yang pasif, lahan untuk
lokasi pemindahan tersedia, kondisi topografi relatif datar (rata-rata <5%) dapat
menggunakan alat pengumpulan non mesin (gerobak, becak), alat pengumpul masih
dapat menjangkau secara langsung, kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpulan
tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya, ada organisasi pengelola pengumpulan
sampah.
c. Pola komunal langsung
Syarat pada pola komunal langsung adalah alat angkut terbatas, kemampuan
pengendalian personil dan peralatan relatif rendah, alat pengumpul sulit menjangkau
sumber-sumber sampah individual (kondisi daerah terbukti, gang / jalan sempit), peran
masyarakat tinggi dan wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi
yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut serta pola ini untuk permukiman tidak
teratur.
d. Pola komunal tidak langsung
Pola ini memiliki persyaratan yaitu peran masyarakat sangat tinggi, wadah komunal
ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah dijangkau alat
pengumpulan, lahan untuk lokasi pemindahan tersedia, kondisi topografi relatif datar
(rata-rata < 5%) dapat menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak) bagi
kondisi topografi > 5% dapat menggunakan cara lain seperti pikulan, kontrainer kecil
beroda dan karung, lebar jalan atau gang dapat dilalui alat pengumpulan tanpa
menganggu pemakai jalan lainnya, pola ini harus ada organisasi pengelola
pengumpulan sampah.
e. Pola penyapuan jalan
Pola ini menjelaskan bahwa penyapu jalan harus mengetahui teknik menyapu untuk
setiao daerah pelayanan (diperkeras, tanah, lapangan, rumput dll). Penanganan
penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada fungsi dan nilai daerah
yang dilayani. Pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi
pemindahan untuk diangkut ke TPA. Pengendalian personil dan peralatan harus baik.
C. Pemindahan sampah
Tipe pemindahan sampah dapat dilihat pada Tabel II.1

Tabel II. 1
Tipe Pemindahan

No Urai Transfer Depo Tipe I Transfer Depo Tipe Transfer Depo


. an II Tipe III
1. Luas Lahan . > 200 m2 60 m2 – 200 m2 10 – 20 m2

- Tempat pertemuan
peralatan pengumpulan - Tempat pertemuan - Tempat
dan pengangktan peralatan pertemuan
sebelum pemindahan pengumpulan dan gerobak &
2. Fungsi kontainer (6-10
- Tempat penyimpanan pengangkutan
atau kebersihan sebelum pemindahan m3)
- Bengkel sederhana - Tempat parkir gerobak - Lokasi
- Kantor wilayah/pengendali - Tempat pemilahan penempatan
- Tempat pemilahan kontainer
- Tempat pengumpulan komunal (1-
10 m3)
Daerah yang sulit
Baik sekali untuk daerah mendapat lahan yan
3. Daerah Pemakai
yang mudah mendapatkan kosong dan daerah
lahn protokol
Sumber: SNI 19-2454 tahun 2002

Tipe pemindahan sampah dapat dilihat pada Tabel II.1


Lokasi dalam pemindahan harus mudah keluar masuk bagi sarana pengumpulan
dan pengangkutan sampah tidak jauh dari sumber sampah. Berdasarkan tipe, lokasi
pemindahan terdiri dari lokasi terpusat (transfer depo tipe I) dan lokasi tersebar (transfer
depo tipe II atau III).
D. Pengangkutan sampah
a. Untuk pengangkutan pola individual tidak langsung berikut pada Gambar 2.1
Sumber: SNI 19-2454 tahun
2002 Gambar 2. 1
Proses pengangkutan sampah individual secara tidak langsung
b. Untuk penganggkutan pola komunal berikut pada Gambar 2

Sumber: SNI 19-2454 tahun 2002

Gambar 2. 2
Proses pengangkutan sampah komunal

E. Pengolahan
Ada beberapa teknik dalam pengolahan sampah berupa :
a. Pengomposan
Dalam pengomposan ada 2 yaitu berdasarkan kapasitas (individual, komunal, skala
lingkungan) dan berdasarkan proses (alami, biologis dengan cacing, biologis dengan
mikro organisme, tambahan).
b. Insinerasi yang berwawasan lingkungan.
c. Daur ulang
Dalam daur ulang berupa sampah anorganik yang disesuaikan dengan jenis sampah dan
menggunakan kembali sampah organik sebagai makanan ternak
d. Pengurangan volume sampah dengan pencacahan atau pemadatan.
e. Biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil pengolahan sampah).
F. Pembuangan akhir
Metode pembuangan akhir sampah dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Penimbunan terkendali termasuk pengolahan lindi dan gas
b. Lahan urug saniter termasuk pengolahan lindi dan gas
Metode penimbunan sampah untuk daerah pasang surut dengan sistem kolam (an
acrob, fakultatif, maturasi).
2. Kelembagaan
Aspek Kelembagaan merupakan suatu kegiatan yang multi disiplin yang bertumpu pada
prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut aspek-aspek ekonomi, sosial, budaya, dan
kondisi fisik wilayah kota dan memperhatikan pihak yang dilayani yaitu masyarakat kota.
perancangan dan pemilihan bentuk organisasi disesuaikan dengan:
- Peraturan pemerintah yang membinanya
- Pola sistem operasinal yang diterapkan
- Kapasitas kerja sistem
Lingkup pekerjaan dan tugas yang harus ditangani
3. Peraturan/Hukum
Aspek hukum didasarkan atas kenyataan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum,
dimana sendi-sendi kehidupan pada hukum yang berlaku. Manajemen persampahan kota di
Indonesia membutuhkan kekuatanan dasar hukum, seperti dalam pembentukan organisasi,
pemungutan, retribusi, ketertiban masyarakat, dan sebagainya. Peraturan yang diperlukan
dalam penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah di perkotaan antara lain adalah yang
mengatur tentang:
- Ketertiban umum yang terkait dengan penanganan sampah
- Rencana induk pengelolaan sampah kota
- Bentuk lembaga dan organisasi pengelola
- Tata cara penyelenggaraan pengelolaan
- Besaran tarif jasa pelayanan atau retribusi
Kerjasama dengan berbagai pihak terkait, diantaranya kerjasama antar daerah atau kerjasama
dengan pihak swasta.
4. Sumber Pembiayaan
Sebagaimana kegiatan yang lain, maka komponen pembiayaan sistem pengelolaan sampah kota
secara ideal dihitung berdasarkan:
- Biaya investasi
- Biaya operasi dan pemeliharaan
- Biaya manajemen
- Biaya untuk pengembangan
- Biaya penyusunan dan pembinaan masyarakat
Retribusi persampahan merupakan bentuk konkrit partisipasi masyarakat dalam membiayai
program pengelolaan persampahan. Bentuk penarikan retribusi dibenarkan bila
pelaksananya adalah badan formal yang diberi kewenangan oleh pemerintah.
5. Peran serta masyarakat
25
Tanpa adanya partisipasi masyarakat penghasil sampah, semua program
pengelolaan sampah yang direncanakan akan sia-sia. Salah satu pendekatan kepada
masyarakat untuk dapat membantu program pemerintah dalam kebersihan adalah
bagaimana membiasakan masyarakat kepada tingah lkau yang sesuai dengan tujuan
program itu. Hal ini antara lain menyangkut:
- Bagaimana merubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang
tertib dan teratur
- Faktor-faktor sosial, struktur dan budaya
setempat Kebiasaan dalam pengelolaan sampah
selama ini.

BAB III
Cara Kerja
Berikut Cara Daur Ulang Sampah:
-Pemilahan dan Pemisahan
Cara pertama dalam daur ulang sampah adalah pemilihan dan pemisahan. Mulailah dengan
memilah dan memisahkan sampah Anda. Identifikasi jenis sampah yang dapat didaur ulang,
seperti kertas, plastik, logam, kaca, dan bahan organik. Pisahkan sampah berdasarkan jenisnya
dalam wadah terpisah. Hal ini memudahkan proses pengolahan dan daur ulang di tahap
selanjutnya.

-Edukasi dan Kesadaran


Cara kedua dalam daur ulang sampah adalah edukasi dan kesadaran. Tingkatkan kesadaran
tentang pentingnya daur ulang di kalangan masyarakat. Edukasi diri sendiri dan orang lain
tentang jenis sampah yang dapat didaur ulang dan manfaatnya. Bagikan pengetahuan dan
informasi kepada teman, keluarga, dan lingkungan sekitar Anda.

-Menggunakan Kontainer Daur Ulang


Cara ketiga dalam daur ulang sampah adalah menggunakan kontainer daur ulang. Pastikan
Anda memiliki wadah yang tepat untuk mendaur ulang sampah. Gunakan kontainer atau kantong
terpisah untuk menyimpan bahan daur ulang, seperti kertas, plastik, logam, dan kaca. Pastikan
wadah tersebut diberi label dengan jelas agar memudahkan pemilahan dan pengumpulan.

-Mendaur Ulang di Pusat Daur Ulang


Cara keempat daur ulang sampah adalah mendaur ulang di pusar daur ulang. Cari tahu di
mana pusat daur ulang terdekat berada di wilayah Anda. Serahkan bahan daur ulang yang telah
dipisahkan ke pusat daur ulang yang sesuai. Pastikan Anda memahami jenis dan persyaratan daur
ulang yang diterima oleh pusat tersebut.

-Mengurangi Penggunaan Bahan Sulit Didaur Ulang


Cara kelima daur ulang sampah adalah mengurangi penggunaan bahan yang sulit didaur
ulang. Selain mendaur ulang, upayakan untuk mengurangi penggunaan bahan yang sulit didaur
ulang, seperti kantong plastik sekali pakai, botol air, atau kemasan berlebihan. Dengan
mengurangi penggunaan bahan-bahan tersebut, Anda dapat mengurangi limbah yang dihasilkan.

Mendaur Ulang di Rumah


Cara keenam daur ulang sampah adalah mendaur ulang sampah di rumah. Selain
mengirimkan sampah ke pusat daur ulang, Anda juga dapat mencoba mendaur ulang di rumah.
Misalnya, kompos limbah organik untuk pupuk. Anda juga dapat menggunakan kreativitas Anda
untuk mengubah barang bekas menjadi barang yang berguna atau mendaur ulang bahan tertentu
26
seperti kertas untuk membuat kerajinan tangan.

-Menggunakan Produk Daur Ulang


Cara daur ulang sampah selanjutnya adalah menggunakan produk daur ulang. Dukung
praktik daur ulang dengan membeli produk yang terbuat dari bahan daur ulang. Misalnya,
gunakan kertas daur ulang, kantong belanja kain, atau produk plastik daur ulang. Dengan
membeli produk daur ulang, Anda memberikan dukungan kepada produsen yang berkomitmen
untuk daur ulang dan membantu mendorong pasar untuk lebih berkelanjutan.

-Mengikuti Panduan dan Peraturan Setempat


Cara daur ulang sampah yang terakhir adalah mengikuti panduan dan peraturan setempat.
Perhatikan panduan dan peraturan yang berlaku di wilayah Anda terkait daur ulang sampah.
Beberapa daerah mungkin memiliki sistem pemilahan dan pengumpulan yang spesifik. Ikuti
aturan setempat untuk memastikan bahwa daur ulang dilakukan dengan benar dan efisien.

BAB IV
Analisis Data & Pembahasan

4.1 Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah di kawasan wisata dilakukan dengan tujuan untuk


meminimalisir sampah yang masuk ke TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) serta
memaksimalkan potensi dari sampah yang dihasilkan dari kegiatan wisata. Berdasarkan
Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, ada 2 cara dalam
mengelola sampah, yaitu:

a. Pengurangan sampah (waste minimization) yang bertujuan membatasi


terproduksinya sampah di kawasan wisata.
b. Penanganan sampah (waste handling) yang terdiri dari pemilahan atau pemisahan
sampah sesuai jenisnya, pengumpulan atau pengambilan sampah dari tempat
penampungan sementara ke tempat pengolahan sampah terpadu, pengangkutan
dengan membawa sampah yang berasal dari sumbernya atau dari tempat
pengolahan terpadu menuju tempat pemrosesan akhir, kemudian pengolahan dan
pemrosesan akhir sampah.

Setiap kawasan wisata memiliki cara-cara dan kebijakan tersendiri dalam mengelola
sampahnya. Namun, setiap kawasan wisata tetap wajib mengelola sampahnya sebagai
bagian dari menjaga kelestarian lingkungannya.
4.1.1 Pengelolaan Sampah Eksisting Museum di Benteng Vredeburg

Sampah dari kegiatan wisata di kawasan Museum Benteng Vredebrug dikeola


mandiri oleh pihak museum itu sendiri. Dalam kegiatan pengelolaan sampah, Museum
Benteng Vredeburg memiliki 25 petugas kebersihan setiap harinya yang dipekerjakan
oleh pihak museum. Semua pengelolaan sampah mulai dari penyapuan, pengumpulan, dan
27
pengangkutan dilakukan setiap hari oleh seluruh petugas kebersihan Museum Benteng
Vredeburg. Berikut adalah tahapan pengelolaan sampah Museum Benteng Vredeburg:

Tabel 4.1 Pengelolaan Sampah Eksisting di Museum Benteng Vredeburg

Pengumpulan / Pengangkutan ke Pengangkutan ke


Penyapuan
Pewadahan TPS TPA

Wadah sampah
yang sudah
Penyapuan area disediakan oleh Setelah TPS penuh,
Sampah yang sudah
museum yang pihak museum TPS akan diangkut
terkumpul diangkut
dilakukan oleh untuk pengumpulan oleh truk ke TPA
menggunakan
petugas kebersihan sampah yang dan diganti oleh
gerobak ke TPS.
museum. berasal dari TPS yang baru.
pengunjung
maupun penyapuan.

Penyapuan dilakukan dilakukan pada jam 8.00 pagi sebelum museum buka dan
jam 14.30 sore sebelum museum tutup. Sampah yang sudah disapu kemudian
dikumpulkan di tempat sampah yang tersedia. Di Museum Benteng Vredeburg terdapat
10 unit tempat sampah ukuran kapasitas 42 L, 5 unit kapasitas 120 L, 2
unit kapasitas 10 L, 2 unit kapasitas 50 L, 4 unit kapasitas 24 L, dan 6 unit tempat sampah
pemilahan. Setelah dikumpulkan, sampah diangkut dengan menggunakan gerobak sampah
ukuran 0,8 m3 yang berjumlah 4 unit menuju ke TPS Museum Benteng Vredeburg. TPS
Museum Benteng Vredeburg berupa kontainer sampah
28

berkapasitas 6 m3 yang dibeli dari KLH. Pengangkutan sampah dari sumber sampah
/ wadah sampah hanya dilakukan di penyapuan pagi hari. Sampah yang sudah terkumpul
di TPS kemudian akan diangkut ke TPA Piyungan yang dilakukan olehpihak BLH.

Museum Benteng Vredeburg memiki unit pengolahan sampah berupa bak


pembuat kompos. Proses pengomposan merupakan proses dekomposisi bahan organik
yang dilakukan oleh mikroorganisme. Tujuan pengomposan ini adalah menghasilkan
produk yang dapat digunakan sebagai pemberi nutrisi pada tanah atau yang dikenal
sebagai pupuk. Pada pengomposan di Museum Benteng Vredeburg, pupuk dihasilkan dari
bahan organik berupa dauh-daun kering yang berasal dari penyapuan halaman dan taman
di kawasan Museum Benteng Vredeburg. Pupuk hasil pengomposan tersebut
dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman di halaman dan taman kawasan Museum
Bentenng Vredeburg itu sendiri.

Gambar 4.1 Bak Pengomposan Museum Benteng Vredeburg

Secara umum, pengelolaan sampah di Museum Benteng Vredeburg belum


memenuhi kriteria berdasarkan Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah karena masih kurang berjalannya kegiatan pengurangan
29

sampah (waste minimization) dan penanganan sampah (waste handling). Pada


penerapannya, dengan jumlah petugas kebersihan yang cukup banyak sebenarnya dapat
melakukan pemilahan sampah seperti pemilahan botol plastik, kardus, duplex, dan
lainnya untuk meminimalisir sampah yang masuk ke TPA setiap harinya. Namun hal ini
terkendala oleh beberapa hal yang akhirnya menghambat usaha dalam mengurangi
sampah ini. Hal ini tentunya harus ada keikutsertaan pemerintah setempat dalam
menangani permasalahan sampah tersebut.
4.1.2 Pengelolaan Sampah Eksisting di Museum Sonobudoyo

Museum Sonobudoyo memiliki peraturan dilarang membawa makanan dan


minuman ke dalam museum yang berdampak pada rendahnya sampah yang dihasilkan.
Hal ini tentunya berdampak positif bagi kelestarian lingkungan. Namunsampah akan tetap
ada yang berasal dari penyapuan halaman dan pengunjung. Sampah Museum
Sonobudoyo dikelola oleh pihak museum dengan petugas kebersihan yang berjumlah 7
orang. Pengelolaan sampah di Museum Sonobudoyo dilakukan dari mulai penyapuan
hingga pembuangan ke TPS. Berikut adalah gambaran umum tahapan pengelolaan
sampah di Museum Sonobudoyo:

Tabel 4.2 Pengelolaan Sampah Eksisting di Museum Sonobudoyo

Penyapuan Pengumpulan / Pewadahan Pengangkutan ke TPS

Wadah sampah yang sudah


Penyapuan area museum Sampah yang sudah
disediakan oleh pihak museum
yang dilakukan oleh terkumpul diangkut
untuk pengumpulan sampah
petugas kebersihan menggunakan wadah
yang berasal dari pengunjung
museum. besar ke TPS.
maupun penyapuan.
30

Penyapuan dilakukan dilakukan pada jam 7.00 pagi sebelum museum buka dan
jam 15.00 sore sebelum museum tutup. Sampah yang sudah disapu kemudian
dikumpulkan di wadah berukuran 240 L. Di Museum Sonobudoyo terdapat 1 unit tempat
sampah kapasitas 42 L, 1 unit kapasitas 60 L, 3 unit kapasitas 100 L, 3 unit kapasitas 60 L.
Setelah dikumpulkan, sampah diangkut ke TPS. TPS Museum Sonobudoyo masih
menyatu dengan TPS warga sekitar sehingga sampah yang dihasilkan tercampur dengan
sampah yang berasal dari pemukiman.

Secara umum, Museum Sonobudoyo belum melakukan sebuah usaha untuk


melestarikan lingkungan dengan mengurangi sampah yang terproduksi dan masuk ke TPA
sesuai dengan Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Hal
ini dapat dilihat dengan belum adanya pemilahan sampah jenis apapun. Sampah yang
dihasilkan hanya sebatas dikumpulkan dan dibuang ke TPS terdekat. Padahal sampah
yang dihasilkan dapat menjadi barang yang bermanfaat dan bernilai ekonomi seperti
pengomposan sampah organik dan pemilahan sampah plastik dan kertas yang dapat
dijual. Pengelolaan sampah yang baik dapat berdampak baik bagi kelestarian lingkungan,
salah satunya dengan mengurangi jumlah sampah yang masuk ke tempat pemrosesan
akhir (TPA).

4.2 Hasil Penelitian Sampling Sampah

Berikut adalah hasil dari penelitian sampling sampah di kawasan wisata Museum
Benteng Vredeburg dan Museum Sonobudoyo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa
Yogyakarta.

4.2.1 Timbulan Sampah

Berdasarkan sumbernya, timbulan sampah di kawasan wisata Museum Benteng


Vredeburg dan Museum Sonobudoyo berasal dari pengunjung dan pegawai/karyawan
yang berada di kawasan tersebut. Berikut adalah data jumlah pengunjung Museum
Benteng Vredeburg dan Museum Sonobudoyo:
31

Tabel 4.3 Jumlah Pengunjung Pengamatan Weekday (org/hari)

Hari
Seni Selas Rab Kami Juma Sabt Mingg Seni
n a u s t u u n
Museum
Benteng - 1619 1661 1791 874 2431 2101 -
Vredebur
g
Museum - 44 44 45 120 67 70 -
Sonobudoyo

Tabel 4.4 Jumlah Pengunjung Pengamatan Weekend (org/hari)

Hari
Jum Sab Ming Jum Sab Ming Jum Sab Ming
at tu gu at tu gu at tu gu
I I I II II II III III II
Museu
m 874 2431 2101 1065 1797 2045 1692 1899 1694
Benten
g
Vredeburg
Museum 120 67 70 95 63 64 43 82 56
Sonobudoyo

Berdasarkan Buku Statistik Kepariwisataan DIY, pada tahun 2016 terdapat


448.545 orang yang mengunjungi Museum Benteng Vredeburg per tahunnya dengan
7.540 orang diantaranya adalah wisatawan asing. Sedangkan Museum Sonobudoyo
dikunjungi sebanyak 30.400 orang tiap tahunnya dengan 5.539 diantaranya adalah
wisatawan asing. Dari Tabel 4.3 pada pengamatan Weekday, jumlah pengunjung tertinggi
adalah pada hari ke-5, ke-6, dan ke-7. Hari – hari tersebut merupakan akhir pekan yang
pada umumnya akhir pekan adalah waktu setiap orang berlibur. Hal ini yang menyebabkan
tingginya jumlah pengunjung pada akhir pekan. Dengan tingginya jumlah pengunjung
pada hari ke-5, ke-6, dan ke-7 maka hari – hari tersebut dijadikan sebagai Weekend atau
musim puncak yang harinya digunakan pada Tabel 4.4 yaitu jumlah pengunjung
pengamatan Weekend.

Setelah melakukan sampling sampah selama pengamatan Weekday dan


pengamatan Weekend didapatkan nilai timbulan sampah untuk Museum Benteng
Vredeburg dan Museum Sonobudoyo.
32

Gambar 4.2 Grafik Timbulan Sampah Pengamatan Weekday

Gambar 4.3 Grafik Timbulan Sampah Pengamatan Weekend

Grafik timbulan sampah Museum Benteng Vredeburg yang dapat dilihat pada
Gambar 4.2 yaitu pengamatan Weekday dan Gambar 4.3 Weekend memiliki nilai rata –
rata yang sama yaitu 0,043 kg/org/hari. Sedangkan untuk Museum Sonobudoyo, timbulan
sampah pada pengamatan Weekday memiliki rata – rata sebesar 0,052 kg/org/hari dan
pada pengamatan Weekend memiliki rata – rata sebesar 0,046 kg/org/hari. Artinya
Museum Benteng Vredeburg memiliki nilai timbulan sampah sebesar 0,043 kg/org/hari
dan timbulan sampah pada Museum
33

Sonobudoyo memiliki nilai minimum 0,046 kg/org/hari dan nilai maksimum 0,052
kg/org/hari.

Pada penelitian yang dilakukan di Pesisir Catalan, timbulan sampah yang


dihasilkan oleh beberapa pantai seperti di pantai Tossa MerMenuda dan pantai Llorent
Centre. Timbulan sampah yang dihasilkan di pantai Tossa MerMenuda adalah sebesar
0,064 kg/org/hari, sedangkan timbulan di pantai Llorent Centre adalah sebesar 0,061
kg/org/hari (Ariza et. al., 2008). Angka ini berbeda jauh jika dibandingkan dengan
timbulan sampah di pemukiman maupun perkotaan seperti pada penelitian timbulan
sampah domestik di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2008 menghasilkan timbulan
sampah sebesar 1,62 kg/org/hari (Saeed et. al., 2009). Sedangkan pada penlitian timbulan
sampah di kota Bukittinggi memiliki nilai rata
– rata 0,20 kg/org/hari (Ruslinda dan Indah, 2006). Pada penelitian timbulan sampah
domestik yang dihasilkan di Khatmandu, Nepal adalah sebesar 0,497 kg/org/hari (Dangi
et. al., 2011). Tingginya timbulan sampah domestik dipengaruhi oleh tingginya sampah
organik yang berasal dari hasil aktivitas dapur. Timbulan sampah dapat bervariasi dari
suatu tempat, daerah, maupun negara. Variasi timbulan dapat dipengaruhi oleh jumlah
penduduk dan tingkat pertumbuhan, tingkat ekonomi, musim, cara penanganan
makanannya, dan lainnya (Damanhuri, 2010).

Khusus untuk tempat wisata, tinggi rendahnya timbulan sampah dapat


dipengaruhi oleh karakteristik tempat wisata itu sendiri. Luasnya area wisata tersebut
dapat berpengaruh pada aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung. Nilai timbulan
sampah berdasarkan grafik pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 mengalami fluktuasi, hal
ini disebabkan karena nilai timbulan sampah dipengaruhi oleh jumlah sampah yang
dihasilkan dan juga jumlah pengunjung yang datang setiap harinya berfluktuasi.
Timbulan sampah Museum Sonobudoyo pada waktu pengamatan weekday (Gambar 4.2)
mengalami penurunan di hari jumat, sabtu dan minggu. Hal ini terjadi karena jumlah
pengunjung yang datang jauh lebih tinggi dibandingkan sampah yang dihasilkan pada
hari – hari tersebut. Timbulan sampah Museum Benteng Vredeburg dan Museum
Sonobudoyo hanya memiliki sedikit
34

perbedaan yaitu 0,003 – 0,009 kg/org/hari. Hal tersebut dikarenakan kedua lokasi
penelitian adalah berupa wisata museum.

Museum Benteng Vredeburg memiliki luas area yang lebih besar dibandingkan
dengan Museum Sonobudoyo. Area Museum Benteng yang luas membuat pengunjung
harus berpindah dari satu titik ke titik lain. Dari aktivitas tersebut biasanya menghasilkan
sampah berupa botol atau gelas minuman. Namun, durasi kunjungan atau aktivitas
pengunjung yang cukup panjang di Museum Sonobudoyo pada pagelaran wayang juga
menjadi salah satu faktor tinggi rendahnya timbulan sampah.
4.2.2 Berat Jenis Sampah

Berat jenis sampah adalah perbandingan antara satuan berat sampah per satuan
volume sampah. Berat jenis sampah dapat digunakan untuk mengukur / menakar volume
sampah yang dihasilkan dalam kurun satu hari berdasarkan timbulan sampahnya
(kg/org/hari). Data tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk perencanaan
pengelolaan sampah pada waktu yang akan datang, Berikut adalah berat jenis sampah di
kedua lokasi:

Gambar 4.4 Grafik Berat Jenis Sampah Pengamatan Weekday


35

Gambar 4.5 Grafik Berat Jenis Sampah Pengamatan Weekend

Berdasarkan Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 berat jenis sampah di Museum Benteng
Vredeburg pada pengamatan Weekday dan Weekend berturut – turut memiliki rata – rata
0,043 kg/liter dan 0,037 kg/liter. Pada Museum Sonobudoyo dengan pengamatan Weekday
dan Weekend berturut – turut memiliki rata – rata berat jenis sampah 0,038 kg/liter dan 0,037
kg/liter. Artinya berat jenis sampah Museum Benteng Vredeburg adalah sekitar 0,037 –
0,043 kg/liter. Sedangkan Museum Sonobudoyo memiliki nilai berat jenis sampah sekitar
0,037 – 0,038 kg/liter.

Berdasarkan penelitian analisis timbulan sampah di kota Padang, berat jenis sampah
kota Padang adalah sebesar 0,120 – 0,170 kg/liter dengan nilai rata – rata sebesar 0,150
kg/liter (Azkha, 2006). Fluktuasi nilai berat jenis sampah di Museum Benteng Vredeburg
maupun Museum Sonobudoyo dapat dipengaruhi oleh jenis sampahnya, kondisi
penyimpanan, cuaca, dan lainnya. Kondisi kadar air sampah yang tinggi yang dapat
dipengaruhi oleh karakteristik jenis sampah seperti sampah organik basah maupun sampah
residu basah. Sampah organik basah memiliki berat jenis 0,290 kg/liter sedangkan sampah
kertas dan plastik memiliki berat jenis 0,070 – 0,090 kg/liter (Tchobanoglous et. al., 1993).

BAB V
Penutup & Kesimpulan

Sampah memang tidak terlepas dari kehidupan manusia dan seringkali menimbulkan
masalah. Akan tetapi bukan berarti tidak ada solusi untuk hal itu. Ada banyak cara untuk
memanfaatkan sampah bahkan mengubahnya menajadi sumber penghasilan.

Anda mungkin juga menyukai