Anda di halaman 1dari 27

Laporan Akhir

Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

BAB II
TINJAUAN KEBIJAKAN

2.1 TINJAUAN TEORI


2.1.1 Pengertian Sampah
Menurut UU No 18 Tahun 2008 sampah adalah sisa kegiatan sehari – hari manusia
dan sisa dari proses alam yang berbentuk padat. Setiap hari manusia melakukan kegiatan
yang menghasilkan sampah baik sampah organik maupun plastik, begitupun dengan alam
yang menghasilkan sampah organik. Penghasil sampah adalah setiap orang atau proses
alam yang menghasilkan timbulan sampah. Sedangkan, menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 33 Tahun 2010 Pasal 1, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau proses alam yang berbentuk padat yang terdiri atas sampah rumah tangga maupun
sampah sejenis sampah rumah tangga. Sampah menurut WHO adalah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan
manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007).
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Sampah, sampah merupakan salah
satu masalah nasional yang dalam pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif
dan terpadu dari hulu ke hilir. Permasalahan sampah didasarkan pada sistem pengelolaan
sampah yang tidak terorganisir dengan baik. Sampah sebagai suatu benda yang tidak
digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh kegiatan
manusia (Manik, 2003). Menurut Notoatmojo (2003) sampah mengandung prinsip sebagai
berikut:
1. Adanya sesuatu benda atau bahan padat
2. Adanya hubungan langsung / tidak langsung dengankegiatan manusia
3. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi
4. Dari segi ini dapat disimpulkan, bahwa sampah adalah semua hasil buangan
yang tidak berguna, tidak bernilai dan dapat bersumber dari sisa hasil aktivitas
manusia atau hewan berupa zat padat.
Sedangkan sampah sejenis sampah rumah tangga menurut PP No. 81 Tahun 2012
adalah Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal
dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum
dan fasilitas lainnya.

II - 1
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

2.1.2 Jenis Sampah


Terdapat berbagai jenis-jenis sampah yang digolongkan sebagai berikut:
1. Sampah Berdasarkan Zat Kimia Yang Terkandung Di Dalamnya
Menurut Daniel (2009) Jenis sampah terbagi menjadi 3 menurut zat kimia yang
terkandung di dalamnya yaitu:
A. Sampah organik yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang bisa terurai
secara alamiah / biologis, seperti sisa makanan dan guguran daun. Sampah jenis
ini juga biasa disebut sampah basah.

Gambar 2. 1 Sampah Organik


Sumber: Rahma, 2012
B. Sampah anorganik yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang sulit terurai
secara biologis. Proses penghancurannya membutuhkan penanganan lebih lanjut
di tempat khusus, misalnya plastik, kaleng dan styrofoam. Sampah jenis ini juga
biasa disebut sampah kering.

Gambar 2. 2 Sampah anorganik


Sumber: Rahma, 2012
C. Sampah bahan berbahaya dan beracun (B3) yaitu limbah dari bahan-bahan
berbahaya dan beracun seperti limbah rumah sakit, limbah pabrik dan lain-lain.
2. Sampah Berdasarkan Sumbernya
Menurut Alex (2012), sampah dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
diantaranya:
A. Sampah alam
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

Sampah alam adalah sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan


melalui proses daur ulang alami, seperti daun-daun kering di hutan yang terurai
menjadi tanah.
B. Sampah manusia
Sampah manusia adalah sampah yang berasal dari hasil-hasil pencernaan
manusia, seperti feses dan urin.
C. Sampah rumah tangga
Sampah rumah tangga merupakan sampah yang berasal dari kegiatan di dalam
rumah tangga, sampah yang dihasilkan oleh kebanyakan rumah tangga adalah
kertas dan plastik.
D. Sampah konsumsi
Sampah konsumsi dihasilkan oleh manusia dari proses penggunaan barang
seperti kulit makanan dan sisa makanan.
E. Sampah perkantoran
Sampah perkantoran berasal dari lingkungan perkantoran dan pusat
perbelanjaan seperti sampah organik, kertas, tekstil, plastik dan logam.
F. Sampah industry
Sampah yang berasal dari daerah industri yang terdiri dari sampah umum dan
limbah berbahaya cair atau padat.
G. Sampah nuklir
Sampah nuklir adalah sampah yang dihasilkan dari fusi dan fisi nuklir yang
menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan
hidup dan juga manusia.

2.1.3 Sistem Pengelolaan Sampah


1. Aspek Teknis Operasional
Menurut PP 81 tahun 2012, pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian
sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Pemrosesan akhir terdapat tiga metode yaitu:
A. Metode lahan urug terkendali (controlled landfill)
Controlled Landfill atau lahan urug terkendali yang merupakan perbaikan atau
peningkatan dari cara open dumping, tetapi belum sebaik sanitary landfill.
Perbaikan atau peningkatan antara lain dengan kegiatan penutupan sampah secara
berkala 5-7 hari.
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

Kelebihan controlled landfill:


1) Dampak terhadap lingkungan dapat diperkecil
2) Lahan dapat digunakan kembali setelah selesai dipakai
3) Estetika lingkungan cukup baik.
Kekurangan controlled landfill:
1) Operasi lapangan relative lebih sulit
2) Biaya investasi, operasi, perawatan cukup besar
3) Memerlukan personalia lapangan yang cukup terlatih
B. Metode lahan urug saniter (sanitary landfill)
Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah dengan pengurugan/penimbunan yang
dikenal sebagai landfilling diterapkan mula-mula pada sampah kota, dan bila
aplikasinya pada pengolahan sampah kota melibatkan rekayasa yang
memperhatikan aspek sanitasi lingkungan, maka cara ini dikenal sebagai sanitary
lanfill (lahan urug saniter). Landfilling merupakan upaya terakhir. Cara ini
bukanlah pemecahan masalah yang ideal, bahkan tidak bisa dikatakan merupakan
suatu pemecahan yang baik. Landfilling merupakan satu-satunya cara yang
dipunyai oleh manusia untuk menyingkirkan limbahnya setelah melalui cara lain.
Guna mengurangi sebanyak mungkin dampak negatif yang dapat ditimbulkannya,
maka upaya manusia adalah bagaimana merancang, membangun, dan
mengoperasikannya secara baik. Upaya lain yang tak kalah pentingnya adalah
mengkaji calon lahan yang akan digunakan secara baik sehingga dampak negatif
yang mungkin timbul dapat diperkecil. Metode sanitary landfill dilakukan dengan
cara mengurug sampah secara lapis-perlapis pada lahan yang telah disiapkan,
diratakan dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah penutup setiap hari akhir
operasi. Kegiatan pengurugan dan pemadatan sampah beserta tanah penutupnya
dilakukan secara berlapis-lapis. Metode sanitary landfill merupakan metode terbaik
dibandingkan open dumping dalam hal penanggulangan dampak negatif terhadap
lingkungan.
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan di TPA smpah untuk proses
pembungan akhir sebagai berikut:
1) Buldoser untuk peralatan, pengurugan dan pemadatan,
2) Crawl/track dozer untuk pemadatan pada tanah lunak,
3) Wheel dozer untuk perataan pengurugan,
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

4) Loader dan powershowel untuk penggalian, perataan, pengurugan dan


pemadatan,
5) Dragline untuk penggalian dan pengurugan,
6) Scrapper untuk pengurugan tanah dan perataan,
7) Kompaktor (landfill compactor) untuk pemadatan timbunan sampah pada lokasi
datar.

Gambar 2. 3 Penampang melintang sanitary landfill


Sumber: Gambar metode open dumping yang diterapkan di Indonesia
C. Tempat pembuangan sampah seacara terbuka (open dumping)
Open dumping merupakan pembuangan sampah pada lahan yang terbuka atau tidak
terlindung dari lingkungannya. Metode ini sangat rentan terhadap kebakaran, dan
terbuka dari unsur organisma vector pembawa penyakit seperti lalat dan binatang
pemakan bangkai atau kotoran. Indonesia umumnya sampah dikumpulkan dari
permukiman, diangkut dan dibuang ke TPA. Di TPA, sampah-sampah tersebut
dibuang begitu saja secara terbuka. Cara tersebut telah lama dipraktekkan dan
sekarang mulai dilarang karena menjadi tempat bersarang nyamuk, menimbulkan
bau yang menyengat dan menjadi tempat bagi organisma penyakit terutama lalat.

Gambar 2. 4 Metode open dumping yang diterapkan di Indonesia


Sumber: bagjawaluya, pengelolaan lingkungan hidup
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

2. Aspek Kelembagaan
Perancangan dan pemilihan organisasi disesuaikan dengan peraturan pemerintah
yang membinanya, pola sistem operasional yang ditetapkan, kapasitas kerja sistem dan
lingkup tugas pokok dan fungsi yang harus ditangani. Bentuk kelembagaan pengelola
sampah disesuaikan dengan kategori kota. Kelembagaan pengelolaan sampah sebagai
berikut:
A. Penanggung jawab pengelolaan persampahan dilaksanakan oleh:
1) Swasta/developer
2) Organisasi kemasyarakatan
3) Sampah B3-rumah tangga ditangani khusus oleh lembaga tertentu
B. Tanggung jawab lembaga pengelola sampah permukiman adalah:
1) Pengelolaan sampah di lingkungan permukiman dari mulai sumber sampah
sampai dengan TPS dilaksanakan oleh lembaga yang dibentuk/ditunjuk
oleh organisasi masyarakat permukiman setempat.
2) Pengelolaan sampah dari TPS sampai dengan TPA dikelola oleh lembaga
pengelola sampah kota yang dibentuk atau dibentuk oleh Pemerintah Kota
3) Mengevaluasi kinerja pengelolaan sampah atau mencari bantuan teknis
evaluasi kinerja pengelolaan sampah
4) Mencari bantuan teknik perkuatan struktur organisasi
5) Menyusun mekanisme kerjasama pengelolaan sampah dengan pemerintah
daerah atau dengan swasta
6) Menggiatkan forum koordinasi asosiasi pengelola persampahan
7) Meningkatkan kualitas SDM berupa mencari bantuan pelatihan teknis dan
manajemen persampahan ke tingkat daerah
8) Untuk sampah B3-rumah tangga diatur sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
3. Aspek Hukum dan Peraturan
Hukum dan peraturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara indonesia adalah
negara hukum, dimana sendisendi kehidupan bertumpu pada hukum yang berlaku.
Manajemen persampahan kota di Indonesia membutuhkan kekuatan dan dasar hukum,
seperti dalam pembentukan organisasi, pemungutan retribusi, ketertiban masyarakat dan
sebagainya.
Aspek pengaturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara Indonesia adalah
negara hukum, dimana sendi-sendi kehidupan bertumpu pada hukum yang berlaku.
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

Manajemen persampahan kota di Indonesia membutuhkan kekuatan dan dasar hukum,


seperti dalam pembentukan organisasi, pemungutan retribusi, ketertiban masyarakat, dan
sebagainya. Peraturan yang diperlukan dalam penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah
di perkotaan antara lain adalah yang mengatur tentang:

A. Ketertiban umum yang terkait dengan penanganan sampah


B. Rencana induk pengelolaan sampah kota
C. Bentuk lembaga dan organisasi pengelola
D. Tata-cara penyelenggaraan pengelolaan
E. Besaran tarif jasa pelayanan atau retribusi
F. Kerjasama dengan berbagai fihak terkait, diantaranya kerjasama antar daerah,
atau kerjasama dengan fihak swasta.
4. Aspek Pembiayaan
Pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar pada roda sistem pengelolaan
persampahan di kota tersebut dapat bergerak dengan lancar. Sistem pengelolaan
persampahan di Indonesia lebih diarahkan pada pembiayaan sendiri termasuk membentuk
perusahaan daerah.
Sebagaimana kegiatan yang lain, maka komponen pembiayaan sistem pengelolaan
sampah kota secara ideal dihitung berdasarkan biaya investasi, biaya operasi dan
pemeliharaan, biaya manajemen, biaya untuk pengembangan, dan biaya penyuluhan dan
pembinaan masyarakat. Aspek pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar roda
sistem pengelolaan persampahan di kota tersebut dapat bergerak dengan lancar.
Diharapkan bahwa sistem pengelolaan persampahan di Indonesia akan menuju pada
'pembiayaan sendiri', termasuk disini dengan pembentukan perusahaan daerah. Sektor
pembiayaan ini menyangkut beberapa aspek, seperti:
A. Proporsi APBN/APBD pengelolaan sampah, antara retribusi dan biaya pengelolaan
sampah - Proporsi komponen biaya tersebut untuk gaji, transportasi, pemeliharaan,
pendidikan dan pengembangan serta administrasi
B. Proporsi antara retribusi dengan pendapatan masyarakat
C. Struktur dan penarikan retribusi yang berlaku.
D. Retribusi persampahan merupakan bentuk konkrit partisipasi masyarakat dalam
membiayai program pengelolaan persampahan. Bentuk penarikan retribusi
dibenarkan bila pelaksananya adalah badan formal yang diberi kewenangan oleh
pemerintah.
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

5. Aspek Peran Serta Masyarakat


Tanpa adanya partisipasi masyarakat penghasil sampah, semua program
pengelolaan sampah yang direncanakan akan sia-sia. Salah satu pendekatan kepada
masyarakat untuk dapat membantu program pemerintah dalam kebersihan adalah
bagaimana membiasakan masyarakat kepada tingkah laku yang sesuai dengan tujuan
program itu. Hal ini antara lain menyangkut bagaimana merubah persepsi masyarakat
terhadap pengelolaan sampah yang tertib dan teratur, faktor-faktor sosial, struktur, dan
budaya setempat serta kebiasaan dalam pengelolaan sampah selama ini. Permasalahan
yang terjadi berkaitan dengan peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan,
yaitu di antaranya:
A. Tingkat penyebaran penduduk yang tidak merata
B. Belum melembaganya keinginan dalam masyarakat untuk menjaga lingkungan
C. Belum ada pola baku bagi pembinaan masyarakat yang dapat dijadikan
pedoman pelaksanaan
D. Masih banyak pengelola kebersihan yang belum mencantumkan penyuluhan
dalam programnya
E. Kehawatiran pengelola bahwa inisiatif masyarakat tidak akan sesuai dengan
konsep pengelolaan yang ada.

2.1.4 Timbulan Sampah


Salah satu cara perhitungan sampah yaitu dengan menghitung beban timbulan
sampah. Timbulan sampah adalah volume sampah atau berat sampah yang dihasilkan
dari jenis sumber sampah di wilayah tertentu per satuan waktu (Departemen PU, 2004).
Timbulan sampah sangat diperlukan untuk menentukan dan mendesain peralatan yang
digunakan dalam transportasi sampah, fasilitas recovery material, dan fasilitas Lokasi
Pembuangan Akhir (LPA) sampah. Timbulan sampah biasanya dinyatakan dalam
(Damanhuri, 2004):
1. Satuan berat: kilogram per orang per hari (kg/o/h), kilogram per meter-persegi
bangunan per hari (kg/m2/h) atau kilogram per tempat tidur per hari (kg/bed/h).
2. Satuan volume: liter per orang per hari (l/o/h), liter per meter-persegi bangunan
perhari (l/m2/h) atau liter per tempat tidur per hari (kg/bed/h).
Perhitungan Timbulan Sampah merupakan salah satu dari usaha pengelolaan.
Prakiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun di masa mendatang
merupakan dasar dari perencanaan, perancangan dan pengkajian sistem pengelolaan
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

persampahan. Prakiraan rerata timbulan sampah merupakan langkah awal yang biasa
dilakukan dalam pengelolaan persampahan. Satuan timbulan sampah biasanya dinyatakan
sebagai satuan skala kuantitas per orang atau per unit bangunan dan sebagainya. Rata-rata
timbulan sampah tidak akan sama antara satu daerah dengan daerah lainnya, atau suatu
negara dengan negara lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
(Damanhuri, 2004):

1. Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya;


2. Tingkat hidup;
3. Perbedaan musim;
4. Cara hidup dan mobilitas penduduk;
5. Iklim;
6. Cara penanganan makanannya.
Perhitungan beban timbulan sampah untuk sampah sejenis sampah rumah tangga
diatur dalam SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh
Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan, dengan rumus:

Tabel 2. 1 Volume dan Berat Timbulan Sampah tiap Komponen Sumber Sampah
No Komponen Sumber Volume Berat
Satuan
. Sampah (Liter) (Kg)
1. Rumah Permanen Per orang/hari 2,25-2,50 0,350-0,400
2. Rumah Semi Permanen Per orang/hari 2,00-2,25 0,300-0,350
3. Rumah Non Permanen Per orang/hari 1,75-2,00 0,250-0,300
4. Kantor Per 0,50-0,75 0,025-0,100
pegawai/hari
5. Toko/Ruko Per 2,50-3,00 0,150-0,350
petugas/hari
6. Sekolah Per murid/hari 0,10-0,15 0,010-0,020
7. Jalan arteri sekunder Per meter/hari 0,10-0,15 0,020-0,100
8. Jalan kolektor sekunder Per meter/hari 0,10-0,15 0,010-0,050
9. Jalan lokal Per meter/hari 0,05-0,1 0,005-0,025
10. Pasar Per 0,20-0,60 0,1-0,3
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

No Komponen Sumber Volume Berat


Satuan
. Sampah (Liter) (Kg)
meter2/hari

2.1.5 Komposisi Sampah


Komposisi sampah sangat menentukan sistem penanganan yang dapat dilakukan
terhadap sampah. Komposisi menentukan jenis dan kapasitas peralatan, sistem, dan
program penanganannya. Komposisi sampah adalah setiap komponen sampah yang
membentuk suatu kesatuan dalam prosentase (%).
Komposisi sampah juga akan mempengaruhi pola penanganan sampah teruatama
penanganan pada sumber sampah. Sebagai contoh jika sampah mengandung banyak bahan
organik pada pengelolaan pada suber sampah akan lebih mudah jika dilakukan pemisahan
sampah organik dan anorganik serta adanya proses pengomposan yang sederhana.
Metoda atau cara pengambilan contoh sampah untuk mengetahui komposisi
sampah tercantum pada SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran
contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan. Pengambilan contoh sampah sangat
mempengaruhi penentuan komposisi fisik sampah. pengamatan dilakukan paling tidak
selama satu minggu berturut-turut di lokasi sumber sampah.
Pengambilan contoh sampah dilakukan pada kegiatan non rumah tangga dilakukan
dengan mengambil beberapa lokasi sampling di tiap-tiap jenis kegiatan kemudian
dipisahkan berdasarkan jenis sampah plastik, sampah organik, karet, dan lain-lain. Masing-
masing komponen ditimbang beratnya dan komposisi sampah ditentukan berdasarkan
rumus berikut:

Berat komponen sampah


x 100 %=( % ) persentase komponen sampah
100 kg

2.1.6 Sarana dan Prasarana Sampah


Pengertian sarana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah segala
sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan. Sedangkan
prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu
proses. Sarana persampahan adalah alat pengangkut sampah sedangkan prasarana
persampahan adalah TPS (Tempat Pembuangan Sementara) dan TPA (Tempat
Pembuangan Akhir).

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

1. Alat Pengangkut Sampah


Banyak sekali macam alat untuk mengangkut sampah dari sumber lalu ke TPS dan
akhirnya sampai ke TPA. Macam – macam alat yang dibutuhkan disesuaikan dengan
kondisi banyaknya volume sampah dan dan lebarnya jalan.
A. Gerobak Sampah
Gerobak sampah adalah gerobak yang digunakan untuk mengangkut sampah yang
ada di setiap perumahan atau pemukiman warga menuju TPS dengan metode
pengumpulan tidak langsung. Alat pengangkut ini digunakan pada sumber sampah
yang berada di gang-gang kecil pemukiman warga.
Spesifikasi alat:
1) Gerobak berkapasitas 1 m3 (dimensi 2m x 1m x 0,5m) terbuat dari rangka
pipa besi tuang dan pelat alas, serta dinding berengsel menggunakan material
Cheker Plate. Satu orang petugas untuk satu gerobak.
Kelebihan:
1) Merupakan alat kumpul klasik yang mengandalkan tenaga dorongan atau
tarikan dari manusia (tidak memerlukan energi bbm).
2) Mudah masuk ke jalan–jalan sempit atau gang kecil.
Kekurangan:
Sulit untuk dioperasikan di daerah layanan yang bergelombang (kemiringan lahan
>5 %).

Gambar 2. 5 Gerobak sampah


Sumber : Anonim,2016
B. Becak Sampah
Becak sampah adalah alat yang digunakan untuk mengangkut sampah dari sumber
menuju TPS.
Spesifikasi alat:
Kendaraan utama sepeda multi speed berkapasitas 1m3 (dimensi 1,2m x 1m x
0,8m) terbuat dari rangka pipa besi tuang dan pelat alas, serta dinding berengsel

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

menggunakan material Checker Plate, dengan petugas satu orang untuk satu becak
sampah.
Kelebihan:
1) Merupakan alat kumpul yang mengandalkan tenaga manusia lebih efisien
dibandingkan gerobak.
2) Lebih mudah saat dioperasikan di jalan sempit (gang).
Kekurangan:
1) Sulit untuk dioperasikan di daerah layanan yang bergelombang (kemiringan
lahan > 5%).
2) Macam pilihan lebih sedikit daripada gerobak.
C. Pick-up sampah
Pick-up sampah yang berfungsi sebagai alat pengumpul/pengangkut sampah daur
ulang dari kawasan pemukiman kelas menengah-atas yang dikumpulkan ke TPS.
Spesifikasi alat:
Pick-up 4 roda berkapasitas hinggga 4 m 3 (dimensi 2,8m x 1,6m x 0,8m), dengan
petugas satu orang supir dan satu orang pengangkut sampah.
Kelebihan:
Kendaraan angkut sampah yang fleksibel untuk melewati jalan-jalan yang tidak
terlalu lebar.
Kekurangan:
Mempunyai kapasitas muatan yang terbatas dibandingkan alat angkut lainnya.
D. Truk Kompaktor
Truk kompaktor sampah yang berfungsi sebagai alat untuk mengangkut sampah
terpadatkan dari sumber sampah menuju ke TPA.
Spesifikasi alat:
1) Petugas satu orang supir dan dua orang petugas pengangkut sampah
2) Kendaraan standar berbasis baja, mempunyai 6 roda
3) Dilengkapi alat pengangkat Hidrolis untuk menaikkan/
menurunkan/mengangkat bak dengan sudut angkat sekurang - kurangnya 450.
4) Gear Pump tekanan tinggi yang kerjanya diatur dengan mesin Truk. Semua
peralatan dioperasikan dari kendaraan. Semua bagian logam harus diproteksi
terhadap bahaya korosi.
5) Dimensi total tidak lebih dari P x L x T = 6,5 x 2,5 x 3 m.
E. Dump Truck sampah

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

Berfungsi untuk mengangkut sampah dari sumber sampah/transfer depo/transfer


station ke TPA.
Spesifikasi alat:
1) Petugas satu orang untuk supir dan tiga orang petugas pengangkut sampah.
2) Kendaraan standar berchasis baja dimensi panjang 2,8m lebar 1,8m dan tinggi
1,2m kapasitas 6m³ dan minimum mempunyai 6 roda.
3) Alat pengangkutan hidrolis untuk menaikkan/menurunkan/meng- angkat bak
dengan sudut sekurang-kurangnya 450.
4) Gear pump tekanan tinggi yang kerjanya diatur dengan mesin truk. Semua
peralatan dioperasikan dari kabin kendaraan. Semua bagian logam harus
diproteksi terhadap bahaya korosi.
Kelebihan:
1) Tidak memerlukan banyak tenaga pada saat pembongkaran muatan.
2) Pengoperasian lebih efisien.
Kekurangan:
1) Perawatan lebih sulit dan relatif mudah berkarat.
2) Sulit dalam pemuatan sampah ke bak.
2. Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
Menurut Permen PU Nomor 3 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga, TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang,
pengolahan, dan atau tempat pengolahan sampah terpadu.
Menurut Permen PU Nomor 3 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga, TPA adalah tempat untuk memproses utuk mengembalikan sampah ke
media lingkungan. Menurut SNI-2342-2008, TPS memiliki beberapa klasifikasi, yaitu:
A. TPS Tipe I
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan:
1) Ruang pemilahan
2) Gudang
3) Tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container
4) Luas lahan ± 10 - 50 m2
B. TPS Tipe II

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan:
1) Ruang pemilahan (10 m2)
2) Pengomposan sampah organik (200 m2)
3) Gudang (50 m2)
4) Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container
(60m2)
5) luas lahan ± 60 – 200 m2

C. TPS Tipe III


Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan:
1) Ruang pemilahan (30 m2)
2) Pengomposan sampah organik ( 800 m2)
3) Gudang (100 m2)
4) Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60
m2)
5) luas lahan > 200 m2
3. TPS 3R
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor Tentang Penyelenggaraan
Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, dan pengolahan skala
kawasan
TPS 3R memiliki persyaratan, yaitu:
A. Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2
B. Jenis pembangunan penampung residu/sisa pengolahan sampah di TPS 3R
bukan merupakan wadah permanen
C. Penempatan lokasi TPS 3R sedekat ,mungkin dengan daerah pelayanan dalam
radius tidak lebih dari 1 km
D. TPS 3R dilengkapi dengan ruang pemilah, pengomposan sampah organik,
gudang, zona penyangga (buffer zone) dan tidak mengganggu estetika serta lalu
lintas
E. Keterlibatan aktif masyarakat dalam mengurangi dan memilah sampah

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

Lokasi :
1) Luas TPS 3R bervariasi. Untuk kawasan perumahan baru (cakupan
pelayanan 2000 rumah) diperlukan TPS3R dengan luas 1000 m 2. Sedangkan
untuk cakupan pelayanan skala RW (200 rumah), diperlukan TPS 3R
dengan luas 200-500 m2.
2) TPS 3R dengan luas 1000 m2 dapat menampung sampah dengan atau tanpa
proses pemilahan sampah di sumber.
3) TPS 3R dengan luas <500 m2 hanya dapat menampung sampah dalam
keadaan terpilah (50%) dan sampah campur 50%.
4) TPS 3R dengan luas <200 m2 sebaiknya hanya menampung sampah
tercampur 20%, sedangkan sampah yang sudah terpilah 80%.
Fasilitas TPS 3R meliputi wadah komunal, areal pemilahan, areal composting
(kompos dan kompos cair), dan dilengkapi dengan fasilitas penunjang lain seperti saluran
drainase, air bersih, listrik, barier (pagar tanaman hidup) dan gudang penyimpan bahan
daur ulang maupun produk kompos serta biodigester (opsional).
4. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah TPST
(Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu) adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan
pemrosesan akhir sampah. Berikut adalah persyaratan TPST yang harus memenuhi
persyaratan teknis seperti:
A. Luas TPST lebih dari 20.000 m2
B. Penempatan lokasi TPST dapat di dalam kota dan atau di TPA
C. Jarak TPST ke permukiman terdekat paling sedikit 500m
D. Pengolahan sampah di TPST dapat menggunakan teknologi
E. Fasilitas TPST dilengkapi dengan ruang pemilah, instalasi pengolahan sampah,
pengendalian pencemaran lingkungan, penanganan residu, dan fasilitas
penunjang serta zona penyangga
5. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Permen PU Nomor 3 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan
dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga,
TPA adalah tempat untuk memproses utuk mengembalikan sampah ke media lingkungan.
Pemrosesan akhir adalah pengemblian sampah ataupun proses mengurangi sampah
dengan cara pemusnahan, karena ada beberapa sampah yang tidak memiliki nilai ekonomis

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

oleh karena itu sampah itu harus dimusnahkan, dimusnahkan artinya proses
menghilangkan suatu benda atau makhluk hidup, dalam proses pemusnahan sendiri dibagi
menjadi empat, yaitu:
A. Sanitary Landfill
Sanitary Landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Dalam metode
ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan
tanah yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah tidak
berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi
sarang binatang pengerat. Sanitary Landfill yang baik harus memenuhi
persyatatan yaitu tersedia tempat yang luas, tersedia tanah untuk menimbunnya,
tersedia alat-alat besar. Semua jenis sampah diangkut dan dibuang ke suatu
tempat yang jauh dari lokasi pemukiman.

Gambar 2. 6 Sanitary Landfill


Sumber: Anonim, 2014
B. Controlled Landfill
Controlled Landfill adalah TPA sampah yang dalam pemilihan lokasi maupun
pengoprasiannya sudah mulai memperhatikan syarat teknis (SK-SNI) mengenai
TPA (Muhammad Agus Zaini, 2012). Cara pengolahannya adalah sampah
ditimbun dalam suatu TPA yang sebelumnya telah disiapkan secara teratur,
dibuat barisan dan lapisan setiap harinya dan dalam kurun waktu tertentu
timbunan sampah tersebut diratakan dan dipadatkan oleh alat berat seperti
bulldozer maupun track loader. Setelah sampah tersebut rata dan padat,
timbunan sampah kemudian ditutup oleh tanah setiap 5-7 hari sekali.

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

Gambar 2. 7 Controlled Landfill


Sumber: Anonim, 2014
C. Open Dumping
Open Dumping adalah sistem pengelolaan sampah dengan hanya membuang
atau menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakuan khusus atau sistem
pengolahan yang benar, sehingga sistem Open Dumping menimbulkan
gangguan pencemaran lingkungan (KPU, 2009).

Gambar 2. 8 Open Dumping


Sumber: Anonim, 2014
D. Dumping in Water
Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi
pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir.
(Mukono, 2006)

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

Gambar 2. 9 Dumping in Water


Sumber: Anonim, 2013
E. Incineration
Incenaration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah
dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengn menggunakan
fasilitas pabrik.
Manfaat sistem ini, antara lain:
1) Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya.
2) Tidak memerlukan ruang yang luas.
3) Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap.
4) Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang
dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

Gambar 2. 10 Incenaration
Sumber: Anonim, 2014
2.2 TINJAUAN KEBIJAKAN
2.2.1 Rencana Pembangunan Jangka menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Blitar Tahun 2016-2021 (Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomot 4 Tahun
2016)

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

1. Visi dan Misi


Visi pembangunan daerah dalam RPJMD Kabupaten Blitar 2016-2021 adalah visi
Kepada Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan
kepala daerah (pilkada). Visi Kabupaten Blitar sebagai berikut:
“Menuju Kabupaten Blitar Lebih Sejahtera, Maju, dan Berdaya Saing”
Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan visi. Visi pembangunan jangka menengah Kabupaten Blitar Tahun 2016-
2021 diwujudkan dengan misi sebagai berikut:
A. Meningkatkan taraf kehidupan masyarakat
B. Memantapkan kehidupan masyarkat berlandaskan nilai-nilai keagaman
C. Meningkatkan kualitas sumber daya menusia (SDM)
D. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik
E. Meningkatkan keberdayaan masyarkat dan usaha ekonomi masyrakat yang
memiliki daya saing
F. Meningkatkan pembangunan berbasis desa dan kawasan perdesaan

2. Isu Strategis Kabupaten Blitar Tahun 2016-2021


Infrastruktur wilayah merupakan tulang punggung sekaligus berfungsi menjadi
pendukung pembangunan suatu daerah. Berbagai aktivitas masyarakat dalam suatu wilayah
tentu saja membutuhkan dukungan atau ketersediaan infrastruktur yang memadai, antara
lain untuk perekonomian, sosial, budaya dan pemerintahan.
Pembangunan atau pengembangan infrastruktur bertujuan untuk mempercepat
pemerataan pembangunan agar mampu mengurangi terjadinya kesenjangan pembangunan
antarwilayah. Lebih khusus lagi, infrastruktur tidak terlepas dari upaya untuk memenuhi
standar pelayanan minimal yang berhak diperoleh oleh masyarakat antara lain meliputi
penyediaan jalan dan jembatan, angkutan jalan, perumahan, sumber daya air, pendidikan,
kesehatan, energi dan kelistrikan, pos dan telekomunikasi, sanitasi termasuk jaringan
drainase dan system persampahan, serta pengeolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
3. Kebijakan umum dan program pembangunan daerah Tahun 2016-2021
Perumusan kebijakan umum dan program pembangunan daerah bertujuan untuk
menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan daerah dengan rumusan
indicator knerja sasaran yang menjadi acuan penyusunan program pembangunan jangka
menengah daerah berdasarkan strategi dan arah kebijakan yang ditetapkan.

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

Pemerintah Kabupaten Blitar menerapkan rangkaian program sesuai dengan urusan


wajib pelayanan dasar, urusan wajib non pelayanan dasar, urusan pilihan, dan urusan
penungjang yang dilaksanakan oleh perangkat daerah di lingkungan pemerintah Kabupaten
Blitar untuk mewujudkan pembangunan di Kabupaten Blitar Tahun 2016-2021. Berikut ini
merupakan kebijakan umum dan program yang berkaitan dengan persampahan.
Bidang persampahan tergolong dalam misi ke-5, yakni meningkatkan keberdayaan
masyarakat dan usaha ekonomi masyarakat yang memiliki daya saing.
Tabel 2. 2 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah Tahun 2016-2021
Terkait Persampahan di Kabupaten Blitar
No. Aspek Kebijakan
1 Tujuan Mengembangkan ekonomi kerakyatan dengan penguatan Sistem
Informasi Daerah (SIDa) dan memperhatikan daya dukung
lingkungan
2 Sasaran Meningkatnya produktivitas usaha masyarakat koperasi dan
UMKM berbasis pertanian dan pariwisata
3 Strategi Meningkatkan peran serta masyarakat dalam melestarikan
lingkungan hidup
4 Arah Peningkatan kesadaran masyarakat dalam melestarikan
Kebijakan lingkungan hidup
5 Program Program Pemberdayaan Program pengembangan kinerja
Pembangunan masyarakat dalam mengelola pengelolaan persampahan
Daerah sampah
6 Indikator Persentase peningkatan sampah Persentase peningkatan
Kinerja yang dikelola oleh masyarakat operasional pengangkutan
Program sampah
7 Capaian
Kinerja
a. Kondisi 5500 ton 8%
Awal
b. Kondisi 50% 12%
Akhir
8 Bidang Lingkungan Hidup Perumahan Rakyat dan
Urusan Kawasan Permukiman
9 PD Badan Lingkungan Hidup Dinas Pekerjaan Umum Cipta
Penanggung Karya dan Tata Ruang
Jawab
Sumber: Dokumen RPJMD Kabupaten Blitar Tahun 2016-2021

2.2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Blitar Tahun 2011-2031 (Peraturan
Daerah Kabupaten Blitar Nomor 5 Tahun 2013)
1. Visi, Misi, dan Tujuan Penataan Ruang
Visi penataan ruang wilayah Kabupaten Blitar diarahkan untuk mewujudkan ruang
wilayah yang produktif berkelanjutan, dan berkeadilan bagi masyarakat.
Misi penataan ruang wilayah Kabupaten Blitar adalah:

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

A. Mewujudkan pertumbuhan wilayah yang selaras dengan daya dukung di


Kabupaten Blitar disertai pengurangan kesenjangan antar wilayah ;
B. Mewujudkan tersedianya SDM berbasis potensi ekonomi wilayah yang
didukung oleh berbagai deregulasi bidang ekonomi; dan
C. Penyediaan sarana dan prasarana wilayah secara proporsional terhadap
perkembangan wilayah.
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Blitar adalah terciptanya Kabupaten
Blitar sebagai kawasan Agroindustri dan Pariwisata yang berbasis keharmonisan
lingkungan serta mampu memantapkan keseimbangan pertumbuhan ekonomi wilayah.
2. Kebijakan
Kebijakan penataan ruang wilayah meliputi:
A. Pengembangan sistem perkotaan dalam membentuk pusat pertumbuhan
ekonomi secara berjenjang;
B. Pengembangan kawasan perdesaan sesuai potensi yang dimiliki setiap wilayah
di kabupaten blitar yang dihubungkan dengan pusat kegiatan pada setiap
kawasan perdesaan;
D. Pengembangan sistem agroindustri pada kawasan yang potensial di kabupaten
blitar;
E. Pengembangan dan peningkatan produk-produk unggulan dalam menunjang
perwujudan pengembangan kawasan agribisnis pada kawasan potensial;
F. Pengembangan sistem transportasi guna menunjang pertumbuhan dan
pemerataan pembangunan wilayah;
G. Pengembangan infrastruktur wilayah pada sentra-sentra produksi, pusat
kegiatan, pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan secara seimbang dan terpadu;
H. Pemantapan kawasan lindung dalam menjaga keberlanjutan pembangunan;
I. Peningkatan pengelolaan kawasan lindung dalam memitigasi kemungkinan
terjadinya bencana ;
J. Pengembangan sentra produksi tanaman pertanian pangan, hortikultura,
peternakan, dan perikanan pada masing-masing wilayah kecamatan sesuai
dengan jenis tanaman yang cocok dan produksi yang dominan;
K. Pengembangan kawasan pariwisata sebagai penunjang pengembangan
agroindustri di kabupaten;
L. Peningkatan kualitas kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan;
M. Pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil;

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

N. Pengembangan kawasan strategis dalam mendorong pengembangan wilayah;


dan
O. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

3. Rencana Sistem Jaringan Persampahan


Rencana sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa:
A. Pengembangan TPA Regional, yang melayani Kota Blitar dan Kabupaten
Blitar; dan
B. Pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) untuk menampung dan
mengelola sampah tiap Kecamatan meliputi Kecamatan Wlingi, Kecamatan
Kesamben, Kecamatan Sutojayan, Kecamatan Srengat, Kecamatan Nglegok
dan Kecamatan Kademangan.
4. Perwujudan Rencana Struktur Ruang Terkait Persampahan
Peningkatan pengelolaan sampah dan penyediaan Tempat Pengolahan Sampah
(TPS) Sementara yang ramah lingkungan pada pengembangan:
A. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Perkotaan Kaniogoro
B. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) Perkotaan Wlingi, Perkotaan Srengat,
dan Perkotaan Sutojayan
C. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
5. Perwujudan Sistem Persampahan
Perwujudan sistem persampahan meliputi:
A. Penyusunan rencana induk pengolahan persampahan;
B. Pengembangan TPA Regional, yang melayani Kota Blitar dan Kabupaten
Blitar;
C. Pengembangan tempat pemrosesan akhir (TPA) untuk menampung dan
mengelola sampah tiap kecamatan yang berada pada Kecamatan Wlingi,
Kecamatan Kesamben, Kecamatan Sutojayan, Kecamatan Srengat, Kecamatan
Nglegok dan Kecamatan Kademangan;
D. Pengembangan tempat penampungan sementara (TPS) di seluruh kecamatan;
E. Penerapan pengelolaan sampah dengan menggunakan pendekatan konsep 4R,
yaitu reduce (mengurangi), reuse (memakai kembali), recycle (mendaur ulang)
dan replace (mengganti);

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

F. Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan


sistem pengelolaan persampahan;
G. Peningkatan fungsi tempat pemrosesan akhir (TPA) dari sistem open dumping
ke sanitary landfill;
H. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pelayanan;
I. Pengembangan tempat penampungan sampah sementara atau penyediaan
kontainer pada setiap wilayah kecamatan sebagai tempat penampungan sampah
pasar dan rumah tangga sebelum diangkut ke tempat pemrosesan akhir (TPA)
sampah;
J. Penyediaan sarana pengangkutan sampah yang memadai dan mendistribusikan-
nya secara proporsional di setiap wilayah; dan
K. Pengembangan sistem pengelolaan sampah terpadu satuan operasional
kebersihan lingkungan (SOKLI) termasuk didalamnya membangun instalasi
pengelolaan sampah terpadu (IPST) yang tipologinya disesuaikan dengan
karakter kawasan, pada daerah-daerah permukiman, khususnya kawasan
permukiman perkotaan di pusat-pusat pelayanan.
6. Arahan Umum Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Prasarana Wilayah
Lainnya meliputi:
Arahan zonasi sistem persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
A. Kegiatan yang diijinkan meliputi :
1) Pemanfaatan ruang yang diperbolehkan di kawasan tempat pemrosesan
akhir (TPA) dan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) meliputi
kegiatan bongkar muat sampah, pemilahan dan pengolahan sampah,
kegiatan budidaya pertanian dan kegiatan lain yang mendukung;
2) Pemanfaatan ruang di sekitar di kawasan TPA dan TPST sebagai ruang
terbuka hijau;
3) Kegiatan yang menunjang pembatasan timbunan sampah;
4) Kegiatan yang menunjang proses pendauran ulang sampah; dan
5) Kegiatan yang menunjang pemanfaatan kembali sampah.
B. Kegiatan yang diijinkan bersyarat berupa kegiatan yang mendukung sistem
persampahan dengan syarat ketentuan yang berlaku seperti pemilahan dan
pengolahan sampah.
C. Kegiatan yang dilarang meliputi :

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

1) Pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan di sekitar kawasan TPA dan


TPST adalah kegiatan permukiman;
2) Pelarangan kegiatan yang menimbulkan pencemaran lingkungan di
kawasan TPA dan TPST;
3) Mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan;
4) Melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat
pemrosesan akhir; dan
5) Membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
pengelolaan sampah.
7. Ketentuan Teknis Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Lainnya
Ketentuan teknis sistem jaringan prasarana wilayah lainnya sistem persampahan
sebagai berikut:
A. Intensitas besaran KDB yang diijinkan lebih kurang 10%(sepuluh persen),
KLB lebih kurang 10% (sepuluh persen), dan KDH lebih kurang 90%
(sembilan puluh persen);
B. Prasarana dan sarana minimum berupa bak penampung dan bak pengelolaan
sampah; dan
C. Ketentuan lain-lain berupa pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas
menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan
lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam perundang-
undangan yang berlaku.

2.2.3 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah


(IKPLHD) Tahun 2017
1. Isu Lingkungan
Isu lingkungan yang diangkat adalah isu yang dominan dan sering terjadi dalam
kehidupan masyarakat, serta pengaruhnya berdampak besar terhadap kehidupan
masyarakat. Beberapa isu lingkungan yang muncul yaitu diantaranya:
A. Permasalahan persampahan dan drainase pada pemukiman penduduk yang
tidak terkelola dengan baik. Sering kali terjadi pembangunan perumahannamun
tidak disertai dengan pembangunan drainase dan fasilitas pengelolaan sampah
B. Masih adanya masyarakat yang membuang sampah sembarangan serta
pembakaran sampah yang bukan pada tempatnya.

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

C. Masalah persampahan terutama yang berasal dari sampah pasar karena disetiap
kecamatan di Kabupaten Blitar ada terdapat pasar yangmenghasilkan sampah
organik yang cukup banyak. Jika diolah dandimanfaatkan bisa menjadi pupuk
kompos organik.
D. Isu yang telah dicatat dan dikumpulkanlalu dikelompokkan berdasarkan
kriteria yang sama. Isu-isu utamayang banyak muncul yaitu seputar
pencemaran air, pencemaran udara, tata ruang, pengelolaan sampah, limbah
domestik, alih fungsi lahan, dan pertambangan. Masing-masing isu yang telah
dikelompokkan tersebut diurutkan mulai dari yang terbanyak mendapatkan
respon sampai yang sedikit memperoleh respon.
E. Pada tahap penjaringan isu, seluruh peserta diminta untuk
memberikanpenilaian terhadap isu prioritas lingkungan sementara (pencemaran
air,pencemaran udara, tata ruang, pengelolaan sampah dan limbah domestik,
alihfungsi lahan, dan pertambangan), berdasarkan 3 (tiga) kriteria tersebut
diatas,dengan point 6 (enam) sampai 10 (sepuluh) dan dituliskan pada
lembaranyang telah tersedia. Lalu panitia mengumpulkan lembaran kertas
penilaian, menghitung dan menjumlahkan penilaian masing-masing peserta
permasing-masing isuprioritas lingkungan sementara tersebut.
F. Adapun hasil konsultasi publik perumusan isu prioritas lingkungan hidup pada
Kabupaten Blitar diperoleh 3 (tiga) isu prioritas lingkungan hidup sebagai
berikut :
1) Alih Fungsi Lahan;
2) Penanganan Limbah Domestik (Sampah Domestik dan Limbah Cair
Domestik);
3) Pencemaran Air, Udara.
2. Optimalisasi Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Blitar tentang
Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar
Kabupaten Blitar pada tahun 2015 telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 9
Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar, untuk optimalisasi
implementasi dari Peraturan Daerah tersebut, maka dilakukan beberapa hal sebagai
berikut:
A. Bank Sampah;
Untuk mendukung konsep pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud. Konsep
Pengelolaan Sampah pada Kabupaten Blitar, melalui Dinas Lingkungan Hidup

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

melakukan pembinaan dan fasilitasi pengembangan Bank Sampah Hasil pembinaan


dan fasilitasi tersebut maka sampai dengan saat ini telah terbentuk beberapa unit
Bank Sampah.
B. Sarana Prasarana Pengelolaan Sampah;
Untuk menjalankan fungsi pelayanan persampahan pada Kabupaten Blitar,
diperlukan kelengkapan sarana dan prasarana persampahan. Beberapa kelengkapan
sarana dan prasarana persampahan yang secara bertahap dilengkapi oleh
Pemerintah Kabupaten Blitar antara lain:
1) Tempat sampah terpisah pada unit-unit kegiatan/perumahan dan gantungan
sampah pada komplek perumahan;
2) Penyediaan fasilitas persampahan pada TPS Sampah meliputi container
sampah terpisah, komposter dan sarana pemilahan sampah pada TPS Sampah;
3) Kelengkapan peralatan mobilisasi sampah meliputi motor sampah untuk
pengangkutan dan unit perumahan dan truk gandeng container sampah untuk
pengangkutan dari TPS Sampah ke TPA Sampah;
C. Persampahan Terpadu;
Konsep persampahan terpadu yang akan diterapkan sejak tahun 2015 adalah
pemilahan bertahap. Pada tingkatan penghasil sampah perumahan maupun unit
kegiatan, dilakukan pemilahan sampah rumah tangga oleh masyarakat, hasil
pemilahan sampah oleh rumah tangga terdiri dari:
1) Sampah yang mempunyai nilai guna dijual pada bank sampah
2) Sampah domestik organik dimanfaatkan sebagai kompos pada rumah tangga
3) Sampah yang tidak mempunyai nilai guna dikirimkan ke TPS (Tempat
Penampungan Sementara) Sampah yang disediakan oleh Pemerintah
Kabupaten Blitar;
TPS (Tempat Penampungan Sementara) Sampah dibentuk sistem terpadu yakni,
disediakan pemilahan II, dimana dilakukan pemilahan lagi oleh kelompok usaha
masyarakat untuk memilah sampah yang:
1) Sampah yang mempunyai nilai guna dijual pada bank sampah
2) Sampah domestic organik diolah menjadi sebagai kompos menggunakan
komposter pada TPS Sampah
3) Sampah yang tidak mempunyai nilai guna dikirimkan ke TPA (Tempat
Penampungan Akhir) Sampah Kabupaten Blitar di Kecamatan Wlingi;

II -
Laporan Akhir
Kajian Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Blitar

TPA (Tempat Pemerosesan Akhir) Sampah, pada TPA Sampah Kabupaten Blitar
dilakukan pemilahan lagi oleh petugas TPA, sampah yang dipilah sebagai berikut:
1) Sampah yang mempunyai nilai guna dijual pada bank sampah
2) Sampah domestik organik diolah menjadi sebagai kompos menggunakan
komposter pada TPA Sampah
D. Kelembagaan Pengelolaan Sampah;
Sampai saat ini kelembagaan pengelolaan sampah di Kabupaten Blitar masih
dibawah lingkup kerja Dinas Pekerjaan Umum, menurut Peraturan Daerah
Kabupaten Blitar Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah dan Peraturan Bupati Blitar Nomor 59 Tahun 2016 tetapi pada
tahun 2017 penganggaran kegiatan terkait pengelolaan dan operasional
persampahan di Kabupaten Blitar belum masuk anggaran Dinas Lingkunga Hidup.
Pada tahun 2016 telah pernah disusun Draf Kelembagaan UPT Kebersihan melalui
Draf Peraturan Bupati Blitar tentang UPT Persampahan di Kabupaten Blitar, tetapi
disebabkan perubahan dengan perubahan OPD pada akhir tahun 2016 melalui
Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah dan Peraturan Bupati Blitar Nomor 59 Tahun 2016
tentang Kedudukan, Struktur Organisasi, Tugas, Fungsi, Uraian Tugas Jabatan serta
Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Blitar maka Draf Peraturan Bupati
Blitar tentang UPT Persampahan di Kabupaten Blitar direncanakan akan
disesuaikan dengan regulasi tersebut diatas dan akan dilanjutkan pembentukannya
pada tahun 2017.

II -

Anda mungkin juga menyukai