Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi Sampah

Menurut Azrul Azwar Dalam bukunya Pengantar Ilmu

Kesehatan Lingkungan (1990), Azwar menyebutkan bahwa

pengertian sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai,

tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya

berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan

industri) tetapi bukan biologis karena kotoran manusia (human

waste) tidak termasuk ke dalamnya. Menurut World Health

Organization (WHO) Sampah adalah sesuatu yang tidak

digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang

dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi

dengan sendirinya.

2.1.2 Karakteristik Sampah

Mengetahui karakteristik sampah sangat dibutuhkan dalam

memanajemen pengolahan persampahan. Karakteristik sampah

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu pendapatan

masyarakat, pertumbuhan penduduk, produksi pertanianm

pertumbuhan industri, dan konsumsi serta perubahan musim


(Tchobanoglous, 1993). Karakteristik dibagi atas beberapa aspek,

yaitu sebagai berikut:

1. Karakteristik Fisika

a. Berat Jenis

Berat jenis ialah berat material per unit volume (satuan

lb/ft3, lb/yd3 atau kg/m3). Data ini dibutuhkan sebagai alat

menghitung beban massa dan volume total dari timbulan sampah

yang akan dikelola. Faktor yang mempengaruhinya adalah:

 Komposisi sampah

 Musim

 Durasi penyimpanan

b. Kelembapan

Menentukan kelembapan dalam sampah dapat digunakan

dua cara yaitu dengan ukuran berat basah dan berat kering. Ukuran

kelembapan yang umum digunakan dalam manajemen

persampahan adalah % berat basah (wet weight). Data kelembapan

sampah berguna dalam perencanaan bahan wadah, periodisasi

pengumpulan, dan desain sistem pengolahan. Kelembapan sampah

dipengaruhi oleh:

 komposisi sampah

 musim

 kadar humus
 curah hujan

c. Ukuran dan distribusi partikel

Penentuan ukuran dan distribusi partikel sampah dlakukan

agar dapat menentukan jenis fasilitas pengolahan sampah,

dikhususkan untuk memisahkan partikel besar dengan partikel

kecil. Ukuran komponen rata-rata yang ditemukan dalam sampah

perkotaan berkisar antara 7-8 inchi.

d. Field Capacity

Field capacity adalah jumlah kelembapan yang dapat

ditahan dalam sampah akibat gaya gravitasi. Field capacity sangat

penting dalam menentukan aliran leachate dalam landfill. Biasanya

field capacity sebesar 30% dari volume sampah total.

e. Permeabilitas sampah yang dipadatkan

Permeabilitas sampah yang dipadatkan diperlukan untuk

mengetahui gerakan cairan dan gas dalam landfill.

2. Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia pada sampah digunakan sebagai cara

mengevaluasi alternatif suatu proses dan sistem recovery pengolahan

sampah.

a. Proximate Analysis
Proximate analysis terhadap komponen Municipal Solid

Waste (MSW) mudah terbakar meliputi (Tchobanoglous, 1993):

 kelembapan (kadar air berkurang pada suhu 105˚c, t= 1 jam)

 volatile combustible matter (berat sampah yang berkurang

pada pemanasan 950˚c)

 fied carbon (sisa material setelah volatil hilang)

 ash (sisa pembakaran)

b. Titik Lebur Abu

Titik lebur abu merupakan titik temperatur saat pembakaran

menghasilkan abu, berkisar antara 1100 – 1200˚C (2000 - 2200˚F).

c. Ultimate Analysis

Ultimate Analysis meliputi penentuan unsur Karbon (C),

Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Sulfur (S) sampah.

Berdasarkan nilai C dan N ini dapat ditentukan rasio C/N sampah

(Tchobanoglous, 1993). Ultimate Analysis masing-masing

komponen dalam sampah domestik dapat dilihat pada Tabel 2.2,

dimana kadar karbon tertinggi dimiliki oleh komponen karet (78

%), kadar hidrogen tertinggi dimiliki oleh sampah karet (10 %),

kadar oksigen tertinggi dimiliki oleh sampah kertas (44 %), kadar

nitrogen tertinggi dimiliki oleh sampah kulit (10 %) dan kadar

sulfur tertinggi dimiliki oleh sampah makanan dan kulit ( 0,4 %).
d. Kandungan Energi Komponen Sampah

Kandungan energi yang terdapat di dalam sampah dapat

dihitung dengan cara menggunakan alat calorimeter atau bomb

calorimeter, dan dengan perhitungan.

3. Karakteristik Biologi

Penentuan karakteristik biologi digunakan untuk

menentukan karakteristik sampah organik di luar plastik, karet dan

kulit. Parameterparameter yang umumnya dianalisis untuk

menentukan karakteristik biologi sampah organik terdiri atas

(Tchobanoglous, 1993):

a. parameter yang larut dalam air terdiri atas gula, zat tepung, asam

amino, dan lain-lain;

b. hemiselulosa yaitu hasil kondensasi gula dan karbon;

c. selulosa yaitu hasil kondensasi gula dan karbon;

d. lemak, minyak, lilin;

e. lignin yaitu senyawa polimer dengan cincin aromatik;

f. lignoselulosa merupakan kombinasi lignin dengan selulosa; dan

g. protein terdiri atas rantai asam amino


2.1.3 Jenis – Jenis Sampah

Menurut Sejati (2009) sampah dibedakan menjadi tiga golongan,

yaitu:

1. Sampah organik atau basah

Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk

hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, sampah restoran, sisa

sayuran, sisa buah. Sampah jenis ini dapat terdegradasi

(membususk atau hancur) secara alami.

2. Sampah anorganik atau kering

Sampah kering adalah sampah yang tidak dapat

terdegradasi secara alami. Contohnya : logam, besi, kaleng, plastik,

karet, botol, kaca.

3. Sampah berbahaya

Sampah jenis ini berbahaya bagi manusia. Contohnya :

baterai, jarum suntik bekas, limbah racun kimia, limbah nuklir.

Sampah jenis ini memerlukan penanganan khusus.


2.1.4 Sumber Sampah

Sumber sampah dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Suwerda,

2012):

1. Sampah rumah tangga

Terdapat beberapa jenis sampah yang dihasilkan oleh

sampah rumah tangga yaitu sampah organik seperti sisa makanan,

17 sampah dari kebun/halaman dan sampah organik seperti bekas

perlengkapan rumah tangga, gelas, kain, kardus, tas bekas dan lain

sebagainya. Selain itu, terdapat pula sampah rumah tangga yang

mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti bahan

kosmetik, batu baterai bekas yang sudah tidak terpakai.

2. Sampah pertanian

Kegiatan pertanian juga dapat menimbulkan sampah yang

pada umumnya berupa sampah yang mudah membusuk seperti

sampah organik (rerumputan, dan lain-lain). Selain sampah

organik, kegiatan pertanian juga menghasilkan sampah berkategori

B3 (bahan berbahaya dan beracun) seperti pestisida dan juga pupuk

buatan. Kedua hal tersebut memerlukan penanganan yang tepat

agar pada saat dilakukannya pengolahan tidak mencemari

linkungan maupun manusia.


3. Sampah sisa bangunan

Kegiatan pembuatan gedung maupun sesudahnya juga

menghasilkan sampah selama ini seperti triplek, potongan kayu,

dan bambu. Selain itu, sampah yang dihasilkan juga seperti kaleng

bekas, potongan besi, potongan kaca, dan lain sebagainya.

4. Sampah perdagangan dan perkantoran

Sampah dari perdagangan biasanya berasal dari beberapa

tempat yaitu pasar tradisional, warung, supermarket, pasar

swalayan, mall. Karena berasal dari berbagai tempat maka 18

sampah yang dihasilkan pun berbagai jenis. Jenis sampah yang ada

dikegiatan perdagangan tersebut yaitu untuk anorganik terdapat

kertas, kardus, plastik, kaleng, dan lain sebagainya. Sedangkan

untuk jenis organik yang menyumbang sampah lebih banyak

terdapat sisa makanan dan dedaunan. Sampah dari kegiatan

perkantoran lebih banyak dihasilkan sampah jenis anorganik.

Sampah tersebut seperti kertas bekas, alat tulis-menulis, kotak

printer, tinta printer, toner printer, bahan kimia dari laboratorium,

baterai, dan lain sebagainya.

5. Sampah industri

Segala hasil dari kegiatan di industri yang tidak digunakan

kembali atau tidak dapat dimanfaatkan. Sampah dari kegiatan

industri menghasilkan jenis sampah yang sesuai dengan bahan


baku serta proses yang dilakukan. Sampah dapat diperoleh baik

dari proses input, produksi maupun output.

2.1.5 Timbulan Sampah

Damanhuri (2011), menyatakan bahwa timbulan sampah

adalah jumlah ratarata sampah yang dihasilkan setiap orang dalam

sehari. Timbulan sampah bisa dinyatakan dengan satuan volume atau

satuan berat. Jika digunakan satuan volume, derajat pewadahan

(densitas sampah) harus dicantumkan. Prassojo et al (2014),

menyatakan jumlah timbulan sampah di sangat penting untuk

mengetahui jumlah peralatan yang diperlukan untuk merencanakan

jumlah fasilitas pengelolaan sampah dan rute pengumpulan.

Soemirat (2006) menyatakan bahwa kualitas dan kuantitas

sampah dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup

masyarakat. Adapun faktor yang mempengaruhi jumlah timbulan

sampah diantaranya :

1. Jumlah penduduk

Laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat

setiap tahunnya berbanding lurus dengan jumlah timbulan

sampah yang dihasilkan.

2. Keadaan sosial ekonomi masyarakat


Pola hidup konsumtif akibat kenaikan sosial ekonomi

masyarakat menghasilkan timbulan sampah dengan karakteristik

sampah yang beragam

3. Kemajuan teknologi

Penggunaan bahan baku, cara pengepakan dan produk

manufaktur yang semakin beragam akan mempengaruhi

kuantitas dan kualitas produksi sampah.

2.1.6 Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,

menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan

penanganan sampah (UU Nomor 18 Tahun 2008). Menurut Waste

Management (2021), pengelolaan sampah merupakan aktivitas untuk

mengelola sampah dari awal hingga pembuangan, meliputi

pengumpulan, pengangkutan, perawatan, dan pembuangan, diiringi

oleh monitoring dan regulasi manajemen sampah.

Pengelolaan sampah bisa disebut sebagai ‘pintu masuk’ untuk

mencapai target pembangunan berkelanjutan, karena hal ini

merupakan isu multisektor yang berdampak dalam berbagai aspek di

masyarakat dan ekonomi. Pengelolaan sampah memiliki keterkaitan

dengan isu kesehatan, perubahan iklim, pengurangan kemiskinan,

keamanan pangan dan sumberdaya, serta produksi dan konsumsi

berkelanjutan (UNEP, 2015). Namun, pengelolaan sampah juga


dapat dianggap sebagai ‘penghambat sistem’. Beberapa faktor yang

mempengaruhinya adalah penyebaran dan kepadatan penduduk,

sosial ekonomi dan karakteristik lingkungan fisik, sikap, perilaku

serta budaya yang ada di masyarakat (Sahil, 2016).

Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2008, sampah yang dikelola

terdiri atas sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah

tangga, dan sampah spesifik. Sampah yang tidak dikelola dengan

baik akan menimbulkan beberapa dampak negatif. Oleh sebab itu,

pengelolaan sampah yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk

mencapai berbagai target terutama pembangunan berkelanjutan.

Pengelolaan sampah yang berkelanjutan merupakan salah satu

bentuk tanggung jawab atas konsumsi dan produksi yang telah

dilakukan (SDGs 12). Konsumsi yang berlebih tentunya akan

menghasilkan sampah yang berlebih sehingga memengaruhi luasan

tempat pembuangan sampah yang ada. Tiga perempat dari tempat

pembuangan terbuka terluas di dunia berada di pantai. Banyak pantai

yang dipenuhi oleh buangan bahan dan zat berbahaya serta berbagai

macam jenis sampah, seperti sisa jaring ikan plastik, puntung rokok,

dan sedotan plastik. Hal ini tentunya akan memengaruhi ekosistem

yang ada di laut (SDGs 14). Selain ekosistem laut, sampah yang

tidak dikelola dengan bakakan memengaruhi ekosistem darat (SDGs

15). Sebagai contoh adalah sampah anorganik plastik yang tidak

dapat terurai di tanah sehingga banyak sampah plastik yang


menyumbat saluran air maupun sungai, serta dapat tertelan oleh

beberapa hewan.

Proses produksi yang tidak bertanggung jawab akan

menghasilkan limbah berbahan kimia yang dapat meracuni tanah dan

sungai di sekitarnya. Hal ini akan memengaruhi jumlah sumber air

bersih yang tersedia (SDGs 6). Selain ekosistem laut dan darat,

pengelolaan sampah yang berkelanjutan juga dapat mengurangi

pencemaran udara yang terjadi sehingga akan meningkatkan

kehidupan yang lebih sehat (SDGs 3). Sebagai contohnya adalah

masyarakat membuang sampah konsumsinya di tempat yang terbuka

atau bahkan membakarnya. Oleh sebab itu, pengelolaan sampah

yang berkelanjutan akan mengurangi dampak kesehatan dari

pembakaran terbuka.

Limbah atau sampah yang tidak dikelola dengan baik akan

menghasilkan metana dan CO2 yang berlebih. Hal ini tentunya akan

berdampak pada perubahan iklim yang ada sehingga pengelolaan

sampah dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi perubahan

iklim (SDGs 13). Sedangkan sampah yang dikelola dan

dimanfaatkan dengan baik tentunya akan memberikan banyak

manfaat, salah satunya adalah peningkatan ekonomi masyarakat

(SDGs 8). Sampah yang dapat digunakan kembali serta didaur ulang

dapat menjadikan potensi ekonomi bagi masyarakat sehingga dapat

dijadikan alternatif peningkatan perekonomiannya.


Word Commission on Environment and Development (1987)

mendefinisikan pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan

yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan

pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang. Dispesifikan

dalam Brundtland Report (WCED, 1987) dalam tiga aspek yaitu

ekonomi, sosial dan lingkungan. Salah satu cara yang dapat

dilakukan adalah dengan melakukan pengelolaan sampah yang

berkelanjutan. Dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dari

perspektif ekonomi, maka dipertimbangkan cara untuk memajukan

ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam.

Kebijakan Pengelolaan sampah, seperti bank sampah dapat dijadikan

upaya mengurangi jumlah timbunan sampah yang dimuat ke TPA

dan membantu perekonomian masyarakat, yangmana hasil penjualan

sampah disimpan dalam bentuk tabungan di bank sampah. Hal ini

menunjukkan bahwa pengelolaan sampah berkelanjutan dapat

memengaruhi tercapainya target SDGs, terutama SDGs ke 1, 8 dan

12.

Dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dari perspektif

lingkungan, sistem pengelolaan sampah yang berwawasan

lingkungan dapat memberi kontribusi bagi terwujudnya kota

berkelanjutan, karena dengan pengelolaan sampah berwawasan

lingkungan akan terciptanya lingkungan yang baik. Hal ini

menunjukkan bahwa pengelolaan sampah berkelanjutan dapat


memengaruhi tercapainya target SDGs, terutama SDGs ke 3, 7, 13,

14, dan 15.

Integrated Sustainable Waste Management (ISWM) atau

pengelolaan sampah berkelanjutan yang terintegrasi menurut Van de

Klundert dan Anschutz (2001) dalam Wilson et al (2013) merupakan

konsep pengelolaan sampah secara berkelanjutan dengan

mengintegrasikan tiga dimensi utama, yaitu (1) stakeholders, (2)

elemen sistem limbah, dan (3) aspek strategis. Selain tiga dimensi

tersebut, kebijakan pengelolaan sampah di setiap negara juga

menjadi landasan dalam pendekatan pengelolaan sampah

berkelanjutan.

2.1.7 Bank Sampah

Bank sampah adalah sistem pengelolaan sampah kering yang

dilakukan secara kolektif yang mendorong masyarakat untuk

berperan aktif di seluruh kegiatannya (Rozak, 2014). Sistem kegiatan

bank sampah dilakukan dengan menampung, memilah, dan

menyalurkan sampah agar bernilai ekonomis sehingga masyarakat

mendapat keuntungan ekonomi dari hasil menabung sampah. Semua

kegiatan di dalam bank sampah dilakukan dari, oleh dan untuk

masyarakat (Warsito et al, 2018).

Sesuai dangan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik

Indonesia Nomor 13 tahun 2012, bank sampah adalah tempat


pemilahan dan pengumpulan sampah yang dapat didaur ulang

dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai ekonomi.

Menurut Radityaningrum et al (2017), bank sampah adalah

salah satu bentuk pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat

karena sudah ditangani langsung dari sumbernya. Sistem

pengelolaan bank sampah sama seperti perbankan dengan

memberikan buku tabungan hasil penjualan sampah yang sudah

dikonversikan nilai rupiah. Konsep 3R yang telah diterapkan oleh

bank sampah secara efektif mampu mengurangi timbulan sampah

yang masuk ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sehingga

memperpanjang umur penggunaan TPA.

Menurut Kementrian Lingkungan Hidup mengemukakan

jumlah bank sampah yang ada di Indonesia sebanyak 1.195 unit yang

telah dibangun di 55 kota di seluruh Indonesia (Unilever, 2013).

Bank sampah muncul sebagai inisiatif masyarakat lokal dalam upaya

partisipasi menangani permasalahan sampah. Bank sampah bersifat

social engineering yang mengajarkan masyarakat untuk memilah

sampah serta menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam

pengelolaan sampah. Pembangunan bank sampah menjadi

momentum awal dalam membina kesadaran kolektif masyarakat

untuk memulai memilah, mendaur ulang, dan memanfaatkan

sampah. Pembentukan bank sampah memiliki tujuan utama yaitu

membantu menangani pengolahan sampah yang ada di Indonesia,


memberikan kesadaran masyarakat akan lingkungan yang bersih,

rapi dan sehat serta mengubah sampah menjadi sesuatu yang bernilai

ekonomis (Warsito et al, 2018).

2.1.8 Dampak Sampah

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan

dampak negative bagi kesehatan dan lingkungan seperti berikut

(Chandra, 2006) :

1. Dampak terhadap kesehatan

 Menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan

vector penyakit seperti lalat, kecoa atau tikus

 Jumlah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) akan

meningkat karena vektor penyakit hidup dan berkembang

biak dalam sampah kaleng ataupun ban bekas yang berisi air

hujan

 Terjadi kecelakaan akibat pembuangan sampah sembarangan

seperti luka akibat benda tajam seperti besi, kaca, dan

sebagainya

 Gangguan psikosomatis atau penyakit yang melibatkan

pikiran dan tubuh, di mana pikiran memengaruhi tubuh

hingga penyakit muncul atau menjadi bertambah parah

misalnya sesak napas, insomnia, stress, dan lain-lain.

2. Dampak terhadap lingkungan

 Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata


 Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan

menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk

 Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran undara

dan bahaya kebakaran yang lebih luas

 Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan

menyebabkan aliran air terganggu dan saluran air menjadi

dangkal.

 Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat

menyebabkan banjir dan mengakibatkan penccemaran pada

sumber air permukaan atau sumur dangkal.

 Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas

masyarakat seperti jalan, jembatan, dan saluran air.

Anda mungkin juga menyukai