Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan di suatu daerah selain mempunyai dampak positif juga
menimbulkan dampak negatif. Indonesia yang merupakan negara nomor
empat terpadat di dunia dengan prakiraan jumlah penduduk tahun 2007
mencapai 234 juta jiwa, menghadapi banyak permasalah terkait sanitasi
lingkungan terutama masalah pengelolaan sampah. Berdasarkan target MDGs
(Millineum Development Goals) pada tahun 2015 tingkat pelayanan
persampahan ditargetkan mencapai 80%. Tetapi di Indonesia berdasarkan
data BPS tahun 2004, hanya 41,28% sampah yang dibuang ke lokasi tempat
pembuangan sampah (TPA), dibakar sebesar 35, 59%, dibuang ke sungai
14,01%, dikubur sebesar 7,97% dan hanya 1,15% yang diolah sebagai
kompos. Berdasarkan kondisi ini jika tidak dilakukan upaya pengelolaan
sampah dengan baik maka tingkat pelayanan berdasarkan target nasional akan
sulit tercapai.
Telah diketahui bahwa sampah yang tidak ditangani dengan baik
dapat mengganggu estetika lingkungan, menimbulkan bau, serta
mengakibatkan berkembangnya penyakit. Gangguan lingkungan oleh sampah
dapat timbul mulai dari sumber sampah, di mana penghasil sampah tidak
melakukan penanganan dengan baik. Hal ini dapat terjadi pada penghasil
sampah yang tidak mau menyediakan tempat sampah di rumahnya, dan lebih
suka membuang sampah dengan seenaknya ke saluran air atau membakarnya
sehingga mencemari lingkungan sekitarnya. Tempat sampah yang disediakan
di rumah tangga dan lokasi komersial seperti pasar, tidak bertutup, sehingga
menyebabkan sampah tercecer dan menjadi tempat berkembangbiaknya lalat
serta menimbulkan bau. Selain itu pola penanganan sampah secara umum
masih belum sebagaimana yang dipersyaratkan, sehingga timbul masalah
pencemaran.
Pemerintah menyadari bahwa permasalahan sampah telah menjadi
permasalahan nasional. Perlu adanya sistem pengelolaan yang dilakukan
secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir. Selain itu bahwa dalam
2

pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab


dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat
dan dunia usaha sehingga perlu adanya Undang-Undang yang mengatur
tentang pengelolaan sampah. Pada tahun 2008 disahkan UU no 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah yang bertujuan antara lain :
a. Agar pengelolaan ini dapat memberikan manfaat secara ekonomi
(sampah sebagai sumber daya), sehat bagi masyarakat, dan aman bagi
lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat;
b. Agar mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah
terhadap kesehatan dan lingkungan;
c. Agar pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif,
dan efisien.
Kondisi pengelolaan persampahan di berbagai kota di Indonesia
ditenggarai cenderung menurun, terlihat dari menurunnya tingkat pelayanan
yang hanya 40% pada tahun 2000 (sebelumnya pernah mencapai 50%), walau
secara perlahan meningkat kembali menjadi 56% pada 2006 (data BPS,
2006). Dalam kurun waktu tersebut juga terjadi berbagai kasus pencemaran
lingkungan yang disebabkan karena pengelolaan sampah yang tidak sesuai
dengan standar teknis.
Pengangkutan sampah dari sumber sampah (kawasan perumahan,
perkantoran, komersial, industri, dan lain-lain) ke TPA merupakan cara
konvensional yang sampai saat ini masih mendominasi pola penanganan
sampah di Indonesia. Namun sesuai dengan Undang-Undang No.18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Persampahan, paradigma pola pengelolaan sampah tidak lagi
mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, namun beralih ke pola
pengurangan dan pemanfaatan sampah sejak dari sumbernya, sehingga
volume sampah yang dibuang ke TPA sudah sangat berkurang.
Prasarana pengangkutan sampah dapat berupa gerobak/sepeda/motor
sampah atau truk terbuka. Adanya perubahan paradigma penanganan sampah
tersebut, maka diperlukan perubahan pola pengangkutan sampah baik untuk
sampah tercampur maupun sampah terpilah.
3

Kondisi operasional TPA yang sebagian besar dilakukan secara open


dumping pada umumnya karena keterbatasan sumber daya manusia dan dana.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 mengamanatkan bahwa mulai tahun
2013 tidak diperkenankan lagi operasi TPA secara open dumping. Untuk itu
proses perencanaan memegang peranan penting dalam pelaksanaan
pengelolaan persampahan. Keterlibatan dalam pengelolaan persampahan
tidak hanya oleh pemangku kepentingan tetapi termasuk masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi sampah
baik timbulan (berat atau volume) serta komposisinya.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan sampah?
b. Apa saja jenis-jenis sampah
c. Apa saja yang menjadi sumber sampah di lingkungan?
d. Apa faktor yang mempengaruhi jumlah sampah?
e. Bagaimana cara pengelolaan sampah?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk memenuhi pengertian dari sampah
b. Untuk mengetahui jenis-jenis sampah
c. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi jumlah sampah
d. Untuk mengetahui cara pengelolaan sampah
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sampah
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat
anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan . sampah
umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan , ranting
pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa
penyapuan, dsb. (SNI 19-2454-1993).
Menurut WHO, defenisi sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan,
tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses. (Wikipedia).
Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan dari aktivitas
manusia dan binatang yang secara normal padat dan dibuang ketika tak
dikehendaki atau sia-sia (Tchobanoglous, G. dkk 1993).

2.2 Jenis-Jenis Sampah


a. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar :
1. Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, karet, kayu, plastik,
kain bekas, dan sebagainya.
2. Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng-kaleng bekas, besi
logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya.

b. Berdasarkan jenis
1. Sampah organik : Sampah yang sebagian besar tersusun oleh
senyawa-senyawa organik, dan berasal dari sisa-sisa tumbuhan (sayur,
buah, daun, kayu, dll.), hewan (bangkai, kotoran, bagian tubuh seperti
tulang, dll.). Sampah ini bersifat dapat terurai (degradable) sehingga
dalam waktu tertentu akan berubah bentuk dan dapat menyatu
kembali dengan alam
5

2. Sampah an-organik : Sampah yang sebagian besar tersusun oleh


senyawa-senyawa an-organik, dan berasal dari sisa industri, seperti
plastik, botol / kaca, kaleng, logam, dll.. Sampah an-organik
umumnya bersifat sukar terurai / sukar lapuk dan tidak lapuk (non-
degradable) sehingga akan selalu dalam bentuk aslinya di alam.

c. Berdasarkan tingkat kelapukan


1. Sampah lapuk (garbage) : Sampah yang merupakan bahan-bahan
organik; seperti sayuran, buah, makanan. Pelapukan jenis sampah ini
dapat terjadi dalam waktu tertentu, sehingga akan berubah bentuk dan
dapat menyatu kembali dengan alam.
2. Sampah susah lapuk dan tidak lapuk (rubbish) : Sampah yang
merupakan bahan organik maupun an-organik; seperti; kertas dan
kayu (susah lapuk; pelapukan dapat terjadi tetapi dalam waktu yang
lama, namun dapat dibakar); kaleng, kawat, kaca, mika (tidak lapuk
dan tidak dapat dibakar), serta plastik (tidak lapuk tetapi dapat
dibakar).

d. Berdasarkan bentuk
1. Padat : Sampah padat dapat berupa makhluk hidup (tumbuhan, hewan)
yang merupakan sampah organik, dan benda-benda tak hidup (besi,
kaleng, plastik, dll.). Komposisi sampah padat sebagian besar
merupakan sampah organik yang berasal dari berbagai sumber. Di
Jakarta misalnya, sampah padat dapat melebihi 70 % berupa sampah
organik.
2. Sampah cair : Sampah cair dapat bersumber dari pabrik / industri,
pertanian / perikanan / peternakan / manusia, dan limbah rumah tangga
3. Gas : Sampah dalam bentuk gas dapat bersumber dari pabrik /
industri, alat transportasi, rumah tangga, pembakaran, dan efek
lanjutan terurainya sampah padat dan cair.

e. Berdasarkan sumber
6

1. Rumah tangga : Sampah rumah tangga dapat bersumber dari kamar


mandi dan dapur perumahan, rumah makan, dll. berupa limbah yang
merupakan cairan bekas mencuci dan membersihkan sesuatu bahan
keperluan sehari-hari.
2. Industri : Sampah industri dapat bersumber dari pabrik, hotel,
labratorium, rumah sakit, dll. berupa limbah yang dibuang yang
mengandung berbagai macam bahanbahan kimia.
3. Pertanian : Sampah pertanian bersumber kawasan pertanian berupa
sisa-sisa insektisida dan pupuk, sisa-sisa produk pertanian (sisa
sayuran, potongan daun / batang / akar, buah) atau sisa-sisa bekas
penanaman.

2.3 Sumber Sampah


Sumber sampah padat bermacam-macam diantaranya bersumber dari :
a. Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes)
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah
tangga yang sudah dipakai dan dibuang seperti sisa-sisa makanan, baik
yang sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus, baik kertas, plastik,
daun, dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan,
perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau taman.
b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum seperti pasar, tempat-tempat
hiburan, terminal bis, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini
berupa kertas, plastik, botol, daun dan sebagainya.
c. Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah ini dari perkantoran, baik perkantoran pendidikan, perdagangan,
departemen, perusahaan dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas,
plastik, karbon, klip, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering
dan mudah terbakar (rabbish).
d. Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan yang umumnya terdiri dari
kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban,
7

onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik dan


sebagainya.
e. Sampah yang berasal dari kawasan industry
Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal
dari pembangunan industri dan segala sampah yang berasal dari proses
produksi, misalnya sampah-sampah pengepakan barang, logam, plastik,
kayu, potongan tekstil, kaleng dan sebagainya.
f. Sampah yang berasal dari pertanian / perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya jerami,
sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah,
dan sebagainya.
g. Sampah yang berasal dari pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan dan jenisnya tergantung
dari jenis usaha pertambangan itu sendiri misalnya batu-batuan, tanah /
cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran (arang), dan sebagainya.
h. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini berupa kotoran-
kotoran ternak, sisa-sisa makanan, bangkai binatang, dan sebagainya.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah:

a. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk bergabtung pada aktivitas dan kepadatan penduduk.
Smakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk Karena tempat atau
ruang untuk menampung sampah kurang. Semakin meningkat aktivitas
penduduk,sampah yang dihasilkan semakin banyak, misalnya pada
aktivitas pembangunan, perdagangan, industri, dan sebaginya.
b. Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang dipakai.
Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak lebih lambat jika
dibandingkan dengan truk.
a. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali.
8

Metode ini dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilai ekonomi
bagi golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh keadaan ,
jika harganya tinggi, sampah yang tertinggal sedikit.
b. Factor geografis.
Lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan, lembah pantai,
atau di daratan rendah.
c. Faktor waktu.
Bergabtung pada factor harian, mingguan, bulanan, atau tahuna. Jumlah
sampah per hari bervariasi menurut waktu. Contoh, jumlah sampah pada
siang hari lebih banyak dari pada jumlah di pagi hari, sedangkan sampah
di daerah pedesaan tidak begitu bergabtung pada factor waktu.
d. Faktor social ekonomi dan budaya
Contoh, adat-istiadat dan taraf hidup dan mental masyarakat.
e. Pada musim hujan, sampah mungkin akan tersangkut pada selokan,pintu,
air, atau pennyaringan air limbah.
f. Kebiasaan masyarakat
Contohnya jika seseorang suka mengkonsumsi satu jenis makanan atau
tanaman, sampah makanan itu akan meningkat.
g. Kemajuan teknologi.
Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh,
plastik, kardus, rongsokan, AC, TV dan sebagainya.
h. Jenis sampah.
Makin maju tingakt kebudayaan suatu masyarakat, semakin kimpeks pula
jenis sampahnya.

Pada dasarnya,ada 3 hal yang mempengaruhi timbulanya sampah di


kawasan pesisir diantaranya :
a. Kesadaran masyarakat yang tinggal dan melakukan aktivitas di lingkungan
pesisir, sering menganggap wilayah pantai sebagai tempat pembuangan
sampah yang gratis, relatif murah dan mudah (praktis). Hal ini selain
disebabkan tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir, rendahnya
pendidikan, tingkat kesehatan yang tidak memadai, juga kurangnya
informasi tentang kebersihan lingkungan, telah menyebabkan perairan
9

pesisir menjadi “keranjang sampah” dari berbagai macam kegiatan


manusia baik yang berasal dari dalam wilayah pesisir maupun di luarnya
(lahan atas dan laut lepas). Akibatnya pembuangan sampah sembarangan
telah mengurangi nilai keindahan dan kenyamanan “kemolekan”
lingkungan pantai.
b. Sebagai outlet dari daratan, sampah pesisir tidak bisa dilepaskan dari lahan
atas (up land). Aktivitas manusia di wilayah daratan (land based activity),
seperti membuang sampah di barangka dan selokan secara langsung
menyebabkan terjadinya banjir, dan pada gilirannya sampah tersebut
bermuara ke wilayah pesisir.
c. Sebagai kota pantai, sampah-sampah pesisir juga tidak dapat dilepaskan
dengan pola sirkulasi arus air sehingga mempengaruhi keberadaan
sampah. Untuk itu juga perlu ada kerjasama antar Pemerintah Daerah,
seperti peraturan daerah bersama terhadap model penanganan sampah
pesisir.

2.5 Cara – cara pengelolaan sampah


Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat karena dari
sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab
penyakit (bacteri patogen) dan juga binatang serangga sebagai pemindah /
penyebar penyakit (vektor). Oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik
sampai sekecil mungkin tidak mengganggu atau mengancam kesehatan
masyarakat.
Pengelolaan sampah yang baik bukan saja untuk kepentingan kesehatan
tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Yang dimaksud pengelolaan sampah
disini adalah meliputi pengumpulan, pengangkutan sampai dengan
pemusnahan atau pengolahan sampah sedemikian rupa sehingga sampah tidak
mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Cara-cara
pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut :
a. Pengangkutan dan Pengumpulan Sampah
1. Syarat tempat sampah :
 Terbuat dari bahan yang kedap air, kuat, dan tidak mudah bocor.
10

 Mempunyai tutup yang mudah di buka, dikosongkan isinya, mudah


dibersihkan.
 Ukurannya diatur agar dapat di angkut oleh 1 orang.
2. Syarat kesehatan tempat pengumpulan sampah :
 Terdapat dua pintu (masuk dan keluar)
 Lamanya sampah di bak maksimal tiga hari
 Tidak terletak pada daerah rawan banjir
 Volume tempat penampungan sampah sementara mampu
menampung sampah untuk tiga hari.
 Ada lubang ventilasi tertutup kasa untuk mencegah masuknya lalat.
 Harus ada kran air untuk membersihkan.
 Tidak menjadi perindukan vektor.
 Mudah di jangkau oleh masyarakat/ dan kendaraan pengangkut.
b. Pemusnahan dan Pengolahan Sampah
1. Ditanam (landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang
ditanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.
2. Dibakar (inceneration) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan
membakar didalam tungku pembakaran (incenerator).
3. Dijadikan pupuk (composting) yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk
(kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan,
dan sampah lain yang dapat membusuk. Di daerah pedesaan hal ini sudah
biasa sedangkan di daerah perkotaan hal ini perlu dibudayakan. Apabila
setiap rumah tangga dibiasakan untuk memisahkan sampah organik
dengan anorganik, kemudian sampah organik diolah menjadi pupuk
tanaman, dapat dijual atau dipakai sendiri. Sedangkan sampah anorganik
dibuang dan akan segera dipungut oleh para pemulung. Dengan demikian
masalah sampah akan berkurang.

2.6 Pengaruh Pengolahan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan


Pengaruh Pengolahan sampah yang kurang baik tidak hanya
berpengaruh buruk terhadap kesehatan lingkungan namun akan berdampak
pula bagi kehidupan social ekonomi dan budaya masyarakat seperti berikut:
11

a. Pengaruh terhadap kesehatan


1. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai
tempat perkembangbiakan vector penyakit seperti lalat atau tikus.
2. Insiden penyakit demam berdarah akan meningkat karena vector
penyakit hidup dan berkembang biak dalam sampah kaleng ataupun ban
bekas yang berisi air hujan.
3. Terjadinya kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarang.
4. Gangguan psikosomatis, misalnya sesak napas, insomnia, stres dan lain-
lain.
b. Pengaruh terhadap lingkungan.
1. Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata.
2. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan
gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.
3. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya
kebakaran yang lebih luas.
4. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan
menyebabkan aliran air terganggu dan saluran air menjadi dangkal.
5. Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat
menyebabkan banjir dan dan menyebabkan pencemaran pada sumber
air permukaan atau sumur dangkal.
c. Terhadap ekonomi dan budaya masyarakat
1. Pengolahan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan social
budaya masyarakat setempat.
2. Keadaan lingkungan yang kurang baik akan menurunkan minat orang
lain untuk dating berkunjung ke daerah tersebut.
3. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang
besar.
4. Menurunkan mutu sumber daya alam sehingga mutu produksi menurun
dan tidak memiliki nilai ekonomis.
12

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan pembahasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Menurut WHO, defenisi sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan,
tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
b. Pembagian sampah:
1. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar
2. Berdasarkan jenis : sampah organic, sampah an-organik, sampah yang
sebagian besar tersusun oleh senyawa-senyawa an-organik, dan berasal
dari sisa industry.
3. Berdasarkan tingkat kelapukan: sampah lapuk (garbage), sampah susah
lapuk dan tidak lapuk (rubbish)
4. Berdasarkan bentuk : padat, sampah cair , gas
5. Berdasarkan sumber : rumah tangga, industry, pertanian
c. Pengaruh Pengolahan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan
Pengaruh Pengolahan sampah yang kurang baik tidak hanya berpengaruh
buruk terhadap kesehatan lingkungan namun akan berdampak pula bagi
kehidupan social ekonomi dan budaya masyarakat.
d. Cara – cara pengelolaan sampah
Yang dimaksud pengelolaan sampah disini adalah meliputi pengumpulan,
pengangkutan sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah
sedemikian rupa sehingga sampah tidak mengganggu kesehatan masyarakat
dan lingkungan hidup.

B. Saran

Diharapkan kepada pemerintah agar lebih memperhatikan lagi masalah


persampahan khususnya di kawasan pesisir, karena selama ini masalah sampah
masih menjadi masalah yang cukup serius, karena selama ini masyarakat
pesisir masih menganggap remeh tentang sampah, misalnya menjadikan laut
13

sebagai tempat pembuangan sampah, oleh karena itu pemerintah harus dapat
memberikan solusi tentang masalah tersebut misalnya menyipkan tempat-
tempat sampah dikawasan psisir dan memberikan pengetahuan kepada
masyarakat tentang persampahan.

Anda mungkin juga menyukai