Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan


lainnya.
agar

Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang baik

dapat

melaksanakan

aktivitasnya,

sebaliknya

kondisi

lingkungan yang baik tergantung pada aktivitas manusia terhadap


lingkungan. Perkotaan sebagai pusat aktivitas telah berkembang
dengan

pesat

perdagangan,

dan

berperan

kebudayaan,

sebagai

pariwisata,

pusat

pemerintahan,

transportasi

maupun

industri.
Secara

garis

besar,

sampah

perkotaan

berasal

dari

pencemaran yang disebabkan oleh industri dan sektor domestik


yang menghasilkan limbah domestik (sampah domestik). Sampah
domestik ini terdiri dari sampah organik dan sampah non organik.
Sampah

organik

berasal

dari

mahluk

hidup

yang

dapat

terdegradasi sedangkan sampah non organik yang tidak dapat


terdegradasi misalnya: plastik, kaleng, kaca, dan lain-lain. Selain
sampah organik dan sampah non organik terdapat juga yang
disebut sampah berbahaya misalnya: baterai, jarum suntik, dan
lain-lain. Sementara sampah industri terdiri dari emisi dari proses
pembakaran, limbah cair (sampah cair).
Volume sampah dan jenis yang dihasilkan tergantung dari
pola komsumsi suatu masyarakat dalam suatu wilayah. Semakin
tinggi tingkat pendapatan masyarakat tersebut maka semakin
tinggipula volume sampah yang dihasilkan dan semakin banyak
jenis sampah yang dihasilkan. Tetapi pada umumnya sebagian
besar sampah yang di hasilkan adalah jenis sampah organik
(sampah basah), yaitu mencakup 60-70 % dari total volume
sampah (Kementerian Lingkungan Hidup, 2008).
1

Pengelolahan persampahan di perkotaan merupakan suatu


sistem

yang

saling

berinteraksi

membentuk

kesatuan

dan

mempunyai tujuan. Pengolahan sampah suatu kota bertujuan


untuk melayani penduduk terhadap sampah domestik rumah
tangga yang dihasilkannya secara tidak langsung memelihara
kesehatan masyarakat serta menciptakan suatu lingkungan yang
baik, bersih dan sehat.
Sampah padat dari pemukiman merupakan bagian terbesar
dari sampah yang timbul di Indonesia. Pemerintah bertanggung
jawab dalam pemgumpulan ulang dan pembuangan sampah dari
pemukiman secara memadai. Namun karena terdapat hal lain
yang harus diprioritaskan dalam pembangunan di daerah serta
kurangnya dana penunjang untuk operasionalisasi pengolahan
persampahan,

menjadikan

pada

beberapa

daerah

kegiatan

pengolahan sampah ini tidak seperti yang diharapkan. Hal ini


makin diperkuat dengan belum diterapkannya prinsip bahwa yang
memproduksi barang harus mengelola sampah dari barang
tersebut. Di sisi lain, masyarakat juga bertanggung jawab dalam
membuang

sampahnya

secara

benar

pada

suatu

tempat

pengumpulan dan diharapkan dapat mengelola persampahan


secara mandiri dan terpadu atau dapat juga suatu kelompok
masyarakat untuk menjalin kerjasama dengan pemerintah dalam
pengelolan persampahan terpadu.
Pada sampah yang berasal dari pemukiman, pasar, taman,
dan lain-lain, jika tidak dikelola secara baik, keberadaannya sering
menimbulkan masalah bagi lingkungan, seperti:
1) Sampah yang tidak

teratasi dengan baik dapat

menyebabkan lingkungan tidak baik secara estetika.


2) Sampah yang membusuk menghasilkan gas yang
berbau

yang

tidak

sedap

dan

berbahaya

bagi

kesehatan, air yang dikeluarkan (leachate) juga dapat


menyebabkan pencemaran sungai, maupun air tanah.
2

3) Sampah yang tercecer tidak pada tempatnya dapat


menyebabkan

tersumbatnya

saluran

drainase

sehingga dapat menimbulkan banjir.


4) Kawasan yang padat penduduknya seperti kota besar
akan kesulitan mencari lahan baru untuk Tempat
Pembuangan Akhir (TPA).
1.2.

Masalah Sampah / Persampahan


Bagi negara berkembang pada umumnya menyelesaikan

masalah sampah yaitu dengan membuang ke tempat lain, tentu


saja ini bukan merupakan pemecahan masalah. Oleh sebab itu
untuk meminimalisasi (pengurangan) sampah mencakup tiga
usaha

dasar

yang

dikenal

dengan

3R,

yaitu:

Reduse

(mengurangi): sebisa mungkin mengurangi barang dan material


yang

dipakai

sehari-hari.

Reuse

(memakai

kembali):

memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi


sampah/menghindari pemakaian sekali pakai. Recycle (mendaur
ulang): sedapat mungkin mendaur ulang barang-barang yang
sudah tidak terpakai lagi menjadi bentuk dan fungsi lain, meski
tidak semua barang bisa di daur ulang.
Menurut Slamet (1994), ada beberapa faktor yang penting
yang mempengaruhi sampah yaitu: jumlah penduduk, keadaan
sosial, kemajuan Teknologi yang akan menambah jumlah maupun
kualitas

sampah.

Pengelolaan

sampah

yang

berwawasan

lingkungan akan:
1) Mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA
sehingga

dapat

memperpanjang

umur

tempat

pembuangan akhir (TPA), meningkatkan efisiensi biaya


pengangkutan sampah, meningkatnya kondisi sanitasi
di sekitar TPA.
2) Mengurangi

pencemaran

lingkungan

dan

meningkatkan kebersihan lingkungan.

3) Membantu melestarikan sumberdaya alam, terutama


kompos yang dipakai untuk pupuk tanaman.
4) Menghasilkan sumberdaya baru darisampah, misalnya
pupuk tanaman.
5) Meningkatkan
peran

serta

masyarakat

dalam

pengelolaan sampah dan meningkatkan pendapatan


masyarakat.
Bertambahnya

jumlah

sampah

dalam

suatu

wilayah,

menurut Chairuddin (2003), berkorelasi dengan jumlah populasi


manusia dan banyaknya aktivitas yang dilakukan di dalam suatu
komunitas.
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang
terbuang atau di buang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia
maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi,
bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena
dalam

penanganannya

baik

untuk

membuang

atau

membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.


Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau
tidak

berharga

untuk

maksud

biasa

atau

utama

dalam

pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam


pembikinan manufktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau
buangan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005). Dalam UndangUndang No.18 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan definisi
sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari
proses alam yang berbentuk padat.
1.3.

Pengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan


sampah (Kementrian Lingkungan Hidup, 2007). Sampah adalah
suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil
aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai
4

ekonomis (Suprihatin, 1999). Sementara itu Radyastuti, 1996


(dalam Suprihatin, 1999) menyatakan bahwa Sampah adalah
sumberdaya yang tidak siap pakai.
Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang
oleh pemiliknya atau pemakai semula (Tandjung, 1982 dalam
Suprihatin,

1999).

Pemerintah

bertanggung

jawab

dalam

pengumpulan ulang dan penbuangan sampah dari pemukiman


secara memadai. Namun karena terdapat hal lain yang harus
diprioritaskan dalam pembangunan di daerah serta kurangnya
dana

penunjang

persampahan,

untuk

menjadikan

operasionalisasi
pada

beberapa

pengelolaan

daerah

kegiatan

pengelolaan sampah ini tidak seperti yang diharapkan.


Hal ini makin diperkuat dengan belum diterapkannya prinsip
bahwa yang memproduksi barang harus mengelola sampah dari
barang tesebut. Beberapa kondisi umum yang terjadi dalam
pelaksanaan pengelolaan sampah perkotaan selama ini, di mana
sampah rumah tangga oleh masyarakat dikumpulkan dan dibuang
ke sebuah tempat pembuangan atau kontainer yang disediakan
oleh pemerintah. Dari sini sampah diangkut oleh truk ke landfill
yang

umumnya

kurang

terkontrol,

dimana

para

pemulung

mencari barang-barang yang dapat didaur ulang.


Keberadaan sampah dalam jumlah yang banyak jika tidak
dikelola

secara

gangguan

dan

baik

dan

dampak

benar,

terhadap

maka

akan

lingkungan,

menimbulkan
baik

dampak

terhadap komponen fisik kimia (kualitas air dan udara), biologi,


sosial ekonomi, budaya dan kesehatan lingkungan. Dampak
operasional TPA terhadap lingkungan akan memicu terjadinya
konflik

sosial

pembuangan

antar

komponen

akhir/pengolahan,

masyarakat.
sampahakan

Pada

tahap

mengalami

pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian


hingga tuntas penyelesaian seluruh proses.

Dalam

Undang-Undang

No.

18

tahun

2008

tentang

Pengelolaan Sampah, jenis sampah yang diatur adalah:


1) Sampah rumah tangga
Yaitu sampah yang berbentuk padat yang berasal dari
sisa

kegiatan

sehari-hari

di

rumah

tangga,

tidak

termasuk tinja dan sampah spesifik dan dari proses


alam yang berasal dari lingkungan rumah tangga.
Sampah ini bersumber dari rumah atau dari komplek
perumahan.
2) Sampah sejenis sampah rumah tangga
Yaitu sampah rumah tangga yang bersala bukan dari
rumah tangga dan lingkungan rumah tangga melainkan
berasal

darisumber

lain

seperti

pasar,

pusat

perdagangan, kantor, sekolah, rumah sakit, rumah


makan, hotel, terminal, pelabuhan, industri, taman
kota, dan lainnya.
3) Sampah spesifik
Yaitu sampah rumah tangga atau sampah sejenis
rumah tangga yang karena sifat,konsentrasi dan/atau
jumlahnya memerlukan penanganan khusus, meliputi,
sampah yang mengandung B3 (bahan berbahaya dan
beracun

seperti

batere

bekas,

bekas

toner,

dan

sebagainya), sampah yang mengandung limbah B3


(sampah

medis),

sampah

akibat

bencana,

puing

bongkaran, sampah yang secara teknologi belum dapat


diolah, sampah yang timbul secara periode (sampah
hasil kerja bakti).
Mekanisme pengelolaan sampah dalam UU N0.18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah meliputi,kegiatankegiatan
berikut:
1) Pengurangan sampah, yaitu kegiatan untuk mengatasi
timbulnya sampah sejak dari produsen sampah (rumah
tangga, pasar, dan lainnya), mengguna ulang sampah
6

dari sumbernya dan/atau di tempat pengolahan, dan


daurulang sampah di sumbernya dan atau di tempat
pengolahan. Pengurangan sampah akan diatur dalam
Peraturan Menteri tersendiri, kegiatan yang termasuk
dalam pengurangan sampah ini adalah:
a) Menetapkan sasaran pengurangan sampah
b) Mengembangkan Teknologi bersih dan
label produk
c) Menggunakan bahan produksi yang dapat
didaur ulang atau diguna ulang
d) Fasilitas kegiatan guna atau daur ulang
e) Mengembangkan kesadaran program guna
2) Penanganan
penaganan

ulang atau daur ulang


sampah, yaitu rangkaian
sampah

yang

mencakup

kegiatan
pemilahan

(pengelompokan dan pemisahan sampah menurut jenis


dan sifatnya), pengumpulan (memindahkan sampah
dari sumber sampah ke TPS atau tempat pengolahan
sampah

terpadu),

pengangkutan

(kegiatan

memindahkan sampah dari sumber, TPS atua tempat


pengolahan sampah terpadu, pengolahan hasil akhir
(mengubah bentuk, komposisi, karateristik dan jumlah
sampah agar diproses lebih lanjut, dimanfaatkan atau
dikembalikan alam dan pemprosesan aktif kegiatan
pengolahan sampah atau residu hasil pengolahan
sebelumnya

agar

dapat

dikembalikan

ke

media

lingkungan.
1.4.

Sistem Pengelolaan Sampah Perkotaan Ideal


Pemerintah Daerah diharapkan dapat melakukan kebijakan

politik khususnya mengenai pengelolaan sampah dan hendaknya


didukung penuh oleh Pemerintah Pusat dengan melibatkan
seluruh stakeholderdalam teknis perencanaan, penyelenggaraan
dan pengembangannya. Hal ini diperlukan karena sampah pada
dasarnya bukan sekedar permasalahan Pemda atau Dinas
7

Kebersihansaja, namun lebih dari itu merupakan masalah bagi


setiap individu, keluarga, organisasi dan akan menjadi masalah
negara bila sistem perencanaan dan pelaksanaannya tidak
dilakukan dengan terpadu dan berkelanjutan.
Aparat terkait sebaiknya tidak ikutsecara teknis, ini untuk
menghindari meningkatnya anggaran biaya penyelenggaraan,
selain

itu

keterlibatan

aparat

terkait

dikahawatirkan

akan

membentuk budaya masyarakat yang bersifat tidak peduli.


Pemerintah

dan

aparat

terkait

sebaiknya

memposisikan

kewenangannya sebagai fisilitator dan konduktor dan setiap


permasalahan

persampahan

sebaiknya

dimunculkan

oleh

masyarakat atau organisasi sosial selaku produsen sampah. Hal


ini diharapkan terciptanya sikap masyarakat selaku individu,
keluarga dan organisasi.
Dalam Pengelolaan Sampah Terpadu sebagai salah satu
upaya pengelolaan Sampah Perkotaan adalah konsep rencana
pengelolaan

sampah

mengembangkan

suatu

perlu
sistem

dibuat

dengan

pengelolaaan

tujuan

sampah

yang

modern, dapat diandalkan dan efisien dengan teknologiyang


ramah lingkungan. Dalam sistem tersebut harus dapat melayani
seluruh penduduk, meningkatkan standar kesehatan masyarakat
dan memberikan peluang bagi masyarakat dan pihak swasta
untuk berpartisipasi aktif.
Pendekatan

yang

digunakan

dalam

konsep

rencana

pengelolaan sampah ini adalah meningkatkan sistem pengelolaan


sampah yang dapat memenuhi tuntutan dalam pengelolaan
sampah yang berbasis peran serta masyarakat.
Kota

berwawasan lingkungan adalah satu pendekatan

pembangunan

kota

yang

didasarkan

atas

prinsip-prinsip

berwawasan lingkungan/ekologis yang akan menghasilkan satu


kota yang mempunyai kualitas lingkungan dan kehidupan yang
8

lebih

baik

dan

berkelanjutan.

Kota

berwawasan

lingkungan/ekologis berarti juga kota yang berkelanjutan, dalam


pengertian bahwa masa depan kota diharapkan akan menjadi
lebih baik dan lestari. Kota ekologis dengan sendirinya juga
merupakan kota yang ramah lingkungan, karena prinsip-prinsip
kota ekologis sejalan dengan prinsip konservasi lingkungan.
Dalam sistem pengelolaan persampahan diperlukan suatu
pola standar atau spesifikasi sebagai suatu landasan yang jelas.
Seiring dengan kemajuan teknologi pengelolaan sampah, saat ini
dikenal beberapa paradigma pengelolaan sampah. Namun yang
paling populer saat ini ada dua paradigma, yaitu paradigma
konvensional yang menitikberatkan pada kegiatan kumpul
angkut buang serta paradigma

Zero Waste yang mengelola

sampah dengan paradigma mengenolakan sampah. Berikut ini


merupakan tabel strategi pengelolaan sampah modern.
TABEL 1.1
STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH MODERN
N

ASPEK

STRATEGI

O
1

Teknik Operasional

Optimalisasi sarana dan prasarana yang


ada,
Meningkatkan kapasitas pelayanan,
Peningkatan Kualitas Pengelolaan TPA,
Pengembangan dan penelitian aplikasi

Kelembagaan

teknologi pengelolaan sampah.


Peningkatan bentuk dan kapasitas
lembaga pengelolaan sampah,
Memisahkan

badan

operator

dan

regulator,
Mendorong ke arah penangana sampah
secara regional,
Mekanisme insentif untuk kawasan TPA
9

Pembiayaan

Meningkatkan prioritas pendanaan,


Alokasi dana untuk kampanya publik
dan pemberdayaan masyarakat,
Perbaikan

Peraturan

sistem

tarif

menuju

cost

recovery
Pengembangan produk hukum,
Sosialisasi produk hukum,
Penyiapan aparat penegak hukum,
Melaksanakan uji coba,
Melaksanakan sistem pengawasan dan

Peran
Masyarakat

sanksi hukum yang konsisten.


Serta Promosi dan Kampanye 3R,
Mekanisme

insentif

bagi

pengguna

sampah,
Pengembangan

kemitraan

dengan

swasta,
Insentif

bagi

investasi

di

bidang

persampahan,
Fasilitas dan uji coba kemitraan dengan
swasta
Sumber: Ditjen Cipta Karya, 2005

Dari tabel dapat dilihat terdapat lima aspek strategi


pengelolaan sampah modern diantaranta teknik operasional
pengelolaan sampah itu sendiri, kelembagaan, pembiayaan,
peraturan, dan peran serta masyarakat.

1.5.

Pengelolaan Sampah Wilayah Pesisir


Pada dasarnya, ada 3 hal yang mempengaruhi timbulanya

sampah di kawasan pesisir diantaranya :


1) Kesadaran

masyarakat

yang

tinggal

dan

melakukan

aktivitas di lingkungan pesisir, sering menganggap wilayah


pantai sebagai tempat pembuangan sampah yang gratis,
relatif murah dan mudah (praktis). Hal ini selain disebabkan
10

tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir, rendahnya


pendidikan, tingkat kesehatan yang tidak memadai, juga
kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan, telah
menyebabkan perairan pesisir menjadi keranjang sampah
dari berbagai macam kegiatan manusia baik yang berasal
dari dalam wilayah pesisir maupun di luarnya (lahan atas
dan

laut

lepas).

sembarangan

telah

Akibatnya
mengurangi

pembuangan
nilai

sampah

keindahan

dan

kenyamanan lingkungan pantai.


2) Sebagai outlet dari daratan, sampah pesisir tidak bisa
dilepaskan dari lahan atas. Aktivitas manusia di wilayah
daratan, seperti membuang sampah di barangka dan
selokan secara langsung menyebabkan terjadinya banjir,
dan pada gilirannya sampah tersebut bermuara ke wilayah
pesisir.
3) Sebagai kota pantai, sampah-sampah pesisir juga tidak
dapat dilepaskan dengan pola sirkulasi arus air sehingga
mempengaruhi keberadaan sampah. Untuk itu juga perlu
ada kerjasama antar Pemerintah Daerah, seperti peraturan
daerah bersama terhadap model penanganan sampah
pesisir.
Pengelolaan sampah pesisir perlu dielaborasi lebih jauh
dengan mempertimbangkan beberapa aspek yaitu:
1) Aspek Teknis
2) Aspek Kelembagaan
3) Aspek Manajemen dan Keuangan
Dengan 3 aspek ini, dapat dilakukan suatu rencana tindak
(action plan) yang meliputi:
1) Melakukan pengenalan karekteristik sampah pesisir
dan metoda penanganannya
2) Merencanakan
persampahan

dan
secara

menerapkan

pengelolaan

terpadu(pengumpulan,

pengangkutan, dan pembuangan akhir)


11

3) Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari


lembaga yang ada dengan fungsi operator pemberi
layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan reward
& punishment dalam pelayanan,
4) Menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle (3
R) agar dapat tercapai program zero waste pada masa
mendatang,
5) Melakukan

pembaharuan

menerapkan

prinsip

recovery)

melalui

progresif,

dan

struktur

pemulihan
kemungkinan

mengkaji

tarif

biaya

dengan
(full

cost

penerapan

tarif

kemungkinan

penerapan

struktur tarif yang berbeda bagi setiap tipe pelanggan


6) Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang
lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberikan
nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan.

12

BAB II
PENGELOLAAN SAMPAH WILAYAH PESISIR
KOTA KENDARI
2.1.

Gambaran Umuum
Wilayah Kota Kendari dengan ibukotanya Kendari dan

sekaligus juga sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara secara


astronomis terletak dibagian selatan garis katulistiwa berada
diantara 30 54` 30``-40 3`11`` Lintang Selatan dan membentang
dari Barat ke Timur diantara 122 0 23`-1220 39` Bujur Timur.
Sepintas tentang posisi geografisnya, Kota Kendari memiliki
batas-batas :
Sebelah Utara

: Kecamatan Soropia, Kabupaten

Konawe
Sebelah Timur

: Kecamatan Moramo, Kabupaten

Konawe Selatan dan Laut Banda


Sebelah Selatan : Kecamatan Konda dan Ranomeeto,
Kabupaten Konawe Selatan
Sebelah Barat

: Kecamatan Sampara, Kabupaten

Konawe Selatan
Dilihat berdasarkan ketinggian wilayah Kota Kendari di atas
permukaan

laut,

Kecamatan

mandonga

merupakan

wilayah

tertinggi berada pada ketinggian 30 meter diatas permukaan laut.


Selanjutnya wilayak Kecamatan Abeli dan Kendari Barat berada
pada

ketinggian

3meter

di

atas

permukaan

laut.

Secara

administrasi pesisir Kota Kendari meliputi 6 kecamatan yaitu:


Tabel 2.1
Wilayah Pesisir Kota Kendari

13

KECAMATA

JUMLAH

JUMLAH

LUAS

KELURAHA

WILAYAH

PENDUDUK

1
2

Kendari
Kendari

9
9

19,55 km
22,98 km

(jiwa)
25.557
42.928

3
4
5
6

Barat
Mandonga
Kambu
Poasia
Abeli

6
4
4
13

23,36
23,13
43,52
49,61

36.163
27.135
24.977
22.438

km
km
km
km

Sumber: Kota Kendari, 2012

2.2. Permasalahan Sampah Wilayah Pesisir Kota Kendari


Permasalahan-permasalahan yang muncul di pesisir kota Kendari yaitu
sebagai berikut:
1) Minimnya pengetahuan masyarakat tentang lingkungan hidup.
Kebanyakan masyarakat-masyarakatyang hidup di sekitaran pesisir kota
Kendari belum terlalu memahami akan bahaya dari pencemaran air laut,
dan kerusakan tanggul. Sehingga banyak dari mereka yang mengabaikan
permasalahan yang terkait dengan hal tersebut. Sebagai contoh adalah
membuang sampah di laut, serta penebangan tanaman-tanaman bakau
yang ada di sekitaran teluk kota kendari.
2) Kurangnya kesadaran masyarakat,
Disisi lain saat pemerintah mulai melakukan tindakan-tindakan untuk
penyelamatan teluk kota kendari, masalah yang muncul adalah kesadaran
dari masyarakat teluk kota sendiri yang kurang. Sebagai contoh, saat
masyarakat

menyediahkan

tempat-tempat

pembuangan

sampah

sementara di pinggir jalan, masyarakat lebih memilih untuk mengalihkan


sampahnya

ke

sungai-sungai

bahkan

di

pinggir-pinggir

jalan.

Permasalahan inilah yang kemudian sangat menghambat penyelesaian


dan memunculkan permasalahan-permasalahan yang mengancam pesisir
kota Kendari saat ini.
3) Usaha Pemerintah yang belum maksimal.
Telah banyak yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalahmasalah yang muncul di teluk kota Kendari. Mulai dari pengadaan mesin
pengeruk, penanaman tanaman manggrove di sekitar teluk kota sampai
penyediaan tempat-tempat pembuangan sampah sementara. Namun, hal
ini belum maksimal pengelolaannya. Permasalahan yang sangat
14

menonjol juga adalah masalah penertiban pembuangan sampah.


Meskipun pemerintah telah menyediakan sarana dan prasarana untuk
mengatasi masalah sampah, namun masyarakat belum merasa tersentuh
untuk memahami hal tersebut. Banyak dari mereka yang belum mampu
membedakan antara sampah organik dan anorganik. Olehnya itu
Pemerintah harus mengadakan sosialisasi dan kontroling terhadap
penertiban pembuangan sampah ini.
Pertumbuhan

penduduk

Kota

Kendari

yang

terus

berkembang saat ini menjadi sekitar 360.000 jiwa berdampak


terhadap peningkatan sampah. Kepala Dinas kebersihan Tin Farida
mengungkapkan setiap harinya produksi sampah di kota kendari
sekitar 1035 meter kubik, dari jumlah itu hanya sekitar 70% yang
bisa diangkut oleh dinas kebersihan. Saat ini armada pengangkut
sampah dinas kebersihan berjumlah 34 unit, tambahan armada ini
diharapkan

bisa

mengurangi

tumpukan

sampah

di

tempat

pembuangan sampah sementara (TPS).


2.3. Desa Pendaur Ulang Lapulu, Kecamatan Abeli
Mengolah sampah adalah tanggung jawab kita bersama
sebagai

produsen

diberdayakan

sampah,

untuk

mandiri

karena
dalam

itu

masyarakat

mengelola

harus

sampahnya

sendiri, hal inilah yang menjadi latar belakang pelaksanaan


kegiatan Pengelolaan sampah berbasis masyarakat di kelurahan
Lapulu, mengingat bahwa permasalahan sampah saat ini telah
menjadi permasalahan yang sangat kompleks dan adanya
paradigma masyarakat bahwa sampah hanyalah tanggung jawab
pemerintah, belum lagi pola pikir dan perilaku sebagian warga
yang

acuh

tak

acuh

terhadap

kebersihan

dan

kesehatan

lingkungannya sendiri.
Desa Lapulu merupakan salah satu desa di Kecamatan Abeli
Kota Kendari. Pengelolaan sampah di Kelurahan Abeli diawali
dengan

kegiatan

pelatihan

pengelolaan

sampah

berbasis

masyarakat yaitu: Pembuatan Komposter Aerob skala rumah


15

tangga dan didakan juga studi banding masyarakat ke berbagai


Kelurahan di Kota Kendari yang telah menerapkan pengelolaan
sampah berbasis masyarakat seperti pemisahan sampah organik
dan organik BTN III Kota Kendari, Kunjungan ke TPST Laduhate
yaitu pusat pencacahan sampah yang akan dikirim ke luar kota
untuk di daur ulang dsbg.
Sebenarnya

kegiatan

pengelolaan

sampah

berbasis

masyarakat di Kelurahan Lapulu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara


(Sultra) adalah salah satu kegiatan pemasaran internal yang coba
diterapkan dalam upaya menanggulangi sampah dan menata
lingkungan permukiman. Target titik awal (startingpoint)-nya,
sepanjang pesisir Kawasan Prioritas Kota Kendari.
Namun dalam pelaksanaannya, masih terdapat kendala
yang cukup beragam. Masalah klasik utama adalah kurangnya
kesadaran

warga

akan

pentingnya

hidup

sehat,

dengan

lingkungan yang bersih dan tertata. Selain itu juga masalah


kebiasaan hidup sebagian besar warga pesisir yang bebas, tidak
mau terikat aturan, serta kebiasaan membuang sampah ke laut
dan cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Belum

lagi

masalah

paradigma

masyarakat

yang

berpendapat bahwa sampah dan penanggulangannya adalah


tugas dari pemerintah saja. Ini semua menjadi tantangan yang
cukup berat dalam mewujudkan kawasan permukiman Lapulu
khususnya daerah pesisir kawasan prioritasyang tertata, bersih
dan nyaman.
Salah satu upaya yang coba dilakukan oleh Tim Pemasaran
Kelurahan Lapulu, tenaga pendamping bekerja sama dengan
pihak

kelurahan

untuk

dapat

merealisasikan

Program

Penanggulangan Sampah berbasis masyarakat dengan menjaring


kader lingkungan hidup.

16

Target utama kader lingkungan hidup ini adalah ibu-ibu


rumah tangga , terutama yang bermukim di kawasan pesisir.
Alasannya, karena masalah sampah rumah tangga begitu dekat
dengan mereka, sedangkan kesadaran dan keterlibatan para ibu
rumah tangga dalam pengelolaan sampah itu sendiri seringkali
terabaikan.
Selain itu, ibu-ibu rumah tangga sepanjang kawasan pesisir
merupakan pelaku-pelaku utama kegiatan perekonomian, terbukti
dengan kenyataan bahwa mayoritas pengelola ikan asin adalah
ibu-ibu rumah tangga. Karena itu, keterlibatan mereka dalam
kegiatan penataan lingkungan mempunyai prospek yang besar.
2.4.

Kesimpulan
Berdasarkan kondisi sistim penanganan di Kawasan Pesisir

Kota Kendarir, direkomendasikan:


1) Menyediakan tempat pembuangan

sampah (TPS)

ditiap-tiap RW, sehingga masyarakat dapat melakukan


pembuangan sampah dengan mudah dari tempat
tinggal mereka.
2) Perlunya dibangun suatu penegakan hukum secara
mandiri

(law enforcement) terkait dengan sistim

penanganan sampah di kawasan pesisir sehingga


masyarakat tidak melakukan pembuangan sampah
disembarang

tempat

yang

dapat

menimbulkan

pengalihan fungsi penggunaan lahan.


3) Menerapkan

sistim

penanganan

sampah

secara

terpadu, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan


sehingga semua sub sistim dapat terorganisir secara
tepat, baik, dan benar.
4) Memberikan
masyarakat

informasi
tentang

dan
sistim

pelatihan

kepada

pewadahan

dan

pemindahan sampah yang tepat dan benar.


17

DAFTAR PUSTAKA
Arahan Penjelasan Revitalisasi Teluk Kendari, juni 2012
Bambang Riyanto, 2008, Prospek Pengelolaan Sampah Nonkonvensional
di Kota Kecil
Nurmaida Amri, Sistem Penerapan dan Permasalahan Sampah di Kota
Makassar, Jurnal Jupiter Vol.X
Fitriyanti Arif dkk, Penangan Sampah di Kawasan Pesisir
http://nd-lapulu.blogspot.com/

18

m3sultra.wordpress.com/2009/08/29/lingkungan-2009-08-29-krisisteluk-kendari/
http://keslingkawasanpantaipesisir.blogspot.com/2009/11/kelompok-iisistem-pengelolaan-sampah.html

19

Anda mungkin juga menyukai