Anda di halaman 1dari 6

Penanganan Permasalahan Sampah Berbasis

Suistainable Livelihood di Kota Makassar


Oleh: Syamsu Rizal-P022171101

Kaidah baru yang penting bagi masyarakat berwawasan ekologi seringkali


bertentangan dengan kaidah tata tertib perusahaan, yang ideologi perusahaannya tampak
sangat dominan. Di mana pun, dan barangkali dalam konteks krisis global yang parah,
kaidah baru itu niscaya bangkit perlahan. Adalah penting untuk memakai istilah
“berkelanjutan” dalam pengertian yang tepat. Sebuah ekosistem atau masyarakat bisa
berkelanjutan dalam jangka menengah hingga panjang (seratus tahun atau lebih) jika
mendaur ulang hampir seluruh “nutrien” (dan barang perlengkapan lain) serta
menggunakan energi secara sangat efisien sama dengan sistem kehidupan. Meskipun
pada saat ini kita memakai dan bergantung pada energi minyak, gas dan batu bara yang
terpendam yang berhasil ditemukan sekitar jutaan tahun lalu lewat proses fotosintesis dari
sinar matahari, namun strategi ini hanya berlangsung sementara. Pertambahan jumlah
penduduk dan meningkatnya jumlah konsumsi manusia yang memungkinkan penggunaan
bahan bakar fosil hampir pasti diikuti oleh habisnya bahan bakar fosil ditambah dengan
adanya berbagai keterbatasan alam lainnya. Dalam jangka waktu yang lebih lama, 500
tahun atau lebih, manusia, seperti mahluk-mahluk hidup lainnya, hanya akan dapat hidup
dengan cara menggunakan sumber energi matahari yang menggerakkan seluruh proses
kehidupan (Callenbach, 2015).
Namun beruntung, apa yang kita sebut “etika ekologi” saat ini sedang berkembang di
seluruh dunia, ketika orang mencoba untuk menggunakan temuan baru dalam ilmu ekologi
atau ketika pengelaman memperlihatkan kepada mereka bahwa kaidah-kaidah yang lama
telah merusak konsekuensi. Dalam perkembangan kaidah-kaidah tersebut, para pelaku
dan pengguna pembangunan perkotaan dalam masyarakat memiliki peran penting di
dalamnya. Kaum industrialis harus waspada bahwa, seperti yang sering dikatakan oleh
kaum kapitalis Jerman, “Tanpa kesinambungan, maka tidak akan ada keuntungan”. Para
pengasuransi perlu memahami bahwa pemanasan global dan dampak ekologis lainnya
menimbulkan pengaruh yang sangat negatif terhadap gedung, fasilitas dan kehidupan
manusia. Para pihak terkait lainnya perlu memahami bagaimana kesadaran ekologis akan
mempengaruhi usulan mereka untuk memenuhi tuntutan di bidang, seperti misalnya
transportasi, tempat tinggal, perusahaan eceran, pengelolaan air dan pembuangan
sampah. Yang paling penting dari semua itu, warga negara pada umumnya termasuk para
istri, perlu memberikan perhatian khusus pada bagaimana kaidah-kaidah lama tidak
memberikan kepuasan bagi kehidupan perorangan dan bagaimana kaidah-kaidah baru
dapat membuahkan perbaikan nyata.
Sudah tentu dengan sendirinya perilaku baru itu tidak akan menciptakan sebuah
masyarakat berwawasan ekologi. Secara logis, kita harus mengatakan bahwa hal tersebut
“penting tetapi belum cukup”. Transisi ke arah masyarakat berwawasan ekologi juga akan
membutuhkan penciptaan teknologi secara besar-besaran, pembangunan dan penataan
kota yang dipadati kendaraan bermotor, serta reformasi fundamental di bidang-bidang
pertanian, kehutanan dan perikanan. Tetapi tanpa adanya perubahan perilaku yang
mendasar, tidak satupun perubahan ini bisa terwujud.

Permasalahan Sampah Kota Makassar


Khususnya Kota Makassar sebagai kota pemerintahan, perdagangan, pelayanan jasa
dan kota pendidikan sangat sulit untuk menanggulangi masalah sampah. Masalah yang
dihadapi pemerintah dan masyarakat Kota Makassar dalam upaya menjadi kota yang
“bersinar” adalah persampahan. Di Kota Makassar berdasarkan data yang masuk tahun
2014 pada Sub. Bagian Pengaduan pada Bagian Humas Sekretariat Kota Makassar, total
jumlah aduan pada bulan April, sebanyak 133 aduan, enam diantaranya terkait kebersihan.
Sedangkan di bulan Mei sebanyak 126 aduan, sembilan diantaranya terkait masalah
kebersihan. Pada tanggal 12 Juni pengaduan tentang kebersihan mengalami peningkatan
menjadi 13 aduan (Makassar, 2014). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa masih
kurangnya kebersihan lingkungan yang ada di Kota Makassar. Berdasar dari
permasalahan persampahan yang erat kaitannya dengan kesehatan dan sesuai survey
dilapangan, maka Walikota Makassar dalam rangka mewujudkan Makassar Green And
Clean membuat sebuah kebijakan Makassar Tidak Rantasa (MTR) dengan gerakan “Lihat
Sampah Ambil” Sebagai bentuk solusi untuk menangani permasalahan kebersihan yang
ada sehingga mulai di kenalkan kepada masyarakat pada tingkat sekolah sekolah yang
ada di Kota Makassar.
Kota Makassar sedang merangkak menjadi kota modern-metropolis di antara jargon-
jargon “Water front City”, “Great Expectation”, “Save Our City”, “Makassar untuk Semua”,
“Kota Dunia 2025”, dan semacamnya. Jargon-jargon itu sesungguhnya mempertegas
bahwa kota Makassar adalah wilayah yang menarik siapa saja untuk datang mengadu
keberuntungan. Investor dan kaum urban bertarung di dalam ruang kota yang luasnya
hanya 175,77 km. Kenyataan kota yang semakin modern membawa implikasi langsung
pada produksi sampah (limbah). Manusia setiap harinya menghasilkan sampah baik itu
sampah organic maupun sampah anorganik. Seiring dengan berkembangnya kota
Makassar maka perkembangan penduduk Kota Makassar pun akan semakin meningkat,
hal tersebut tentu saja meningkatkan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan oleh
masyarakat Kota Makassar.Persoalan pengelolaan sampah menjadi rumit, serumit
dinamika sosial penduduknya. Akar persoalannya menjadi sistemik, di antara perilku
warga, aparat birokrasi, manajemen dan kebijakan pengelolaan sampah. Penumpukan
sampah mulai dari selokan, kanal, di TPS sampai ke TPA.
Volume sampah di Kota Makassar cukup tinggi. Kota dengan luasan 177.557 ha, ini
mampu memproduksi sampah hingga 550 ton, atau sekira 4.000 meter kubik per hari.
Menurut dia, volume sampah di Makassar mencapai 500-550 ton, atau sekitar 4.000 meter
kubik per hari. Dan jika musim buah, volume sampah lebih tinggi bisa mencapai dua kali
lipat. Sampah paling banyak, disumbang oleh daerah berpenduduk tinggi yakni kecamatan
Rappocini, Tallo, Bontoala, dan Tamalanrea. Sementara kecamatan yang paling sedikit
adalah kecamatan Ujung Pandang. Masalah lain yang perlu dibenahi adalah kurangnya
tenaga petugas kebersihan di Kota Makassar. Petugas kebersihan hanya sekitar 500
orang. Sementara kebutuhan ideal mencapai 1.000 orang untuk mengurusi sampah, di 143
kelurahan di Makassar, serta anggaran kebersihan Kota Makassar (Sindonews.com,
2013).

Faktor yang Berpengaruh pada Pengelolaan Sampah


Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Dari sudut pandang
kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak
menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi
medium perantara menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi,
yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu
nilai estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan yang lainnya (Aswar, 1986).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya: (1) sosial politik,
yang menyangkut kepedulian dan komitment pemerintah dalam menentukan anggaran
APBD untuk pengelolaan lingkungan (sampah), membuat keputusan publik dalam
pengelolaan sampah serta upaya pendidikan, penyuluhan dan latihan keterampilan untuk
meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, (2)
Aspek Sosial Demografi yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan pariwisata, pasar dan
pertokoan, dan kegiatan rumah tangga, (3) Sosial Budaya yang menyangkut keberadaan
dan interaksi antarlembaga desa/adat, aturan adat, kegiatan ritual (upacara
adat/keagamaan), sikap mental dan perilaku warga yang apatis, (4) keberadan lahan untuk
tempat penampungan sampah, (5) finansial (keuangan), (6) keberadaan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), dan (5) koordinasi antarlembaga yang terkait dalam
penanggulangan masalah lingkungan (sampah).
Sampah semakin hari semakin sulit dikelola, sehingga disamping kesadaran dan
partisipasi masyarakat, pengembangan teknologi dan model pengelolaan sampah
merupakan usaha alternatif untuk memelihara lingkungan yang sehat dan bersih serta
dapat memberikan manfaat lain.

Pengelolaan Sampah Berbasis Sustainable Livelihood Kota Makassar


Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat an-organic
yang dianggap tidak berguna dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan
melindungi investasi pembangunan. Sampah perkotaan adalah sampah yang timbul di
kota. (SNI 19-2454-2002). Sampah adalah bahan sisa baik bahan-bahan yang tidak
berguna lagi (barang bekas) maupun barang yang sudah tidak diambil bagian utamanya
lagi. Dari segi lingkungan, sampah adalah bahan buangan yang tidak berguna dan banyak
menimbulkan masalah pencemaran dan gangguan pada kelestarian lingkungan. (Nur Aini
Ulin Hikmah, 1999 dalam Oktovianus, 2015). Sedangkan menurut A. Tresna Sastrawijaya,
1991; sampah padat yang bertumpuk banyak tidak dapat terurai oleh mikroorganisme
pengurai sehingga dalam waktu lama akan mencemari tanah. Sampah ialah bahan yang
tidak dipakai lagi (refuse) karena telah diambil bagian utamanya dengan pengolahan.
Berdasarkan jenis sampah pada prinsipnya dibagi 3 bagian besar, yaitu sampah padat,
sampah cair dan sampah dalam bentuk gas. Sedangkan berdasarkan komposisi sampah
dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
• Sampah Organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayatiyang
dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah inidengan
mudah diuraikan dalam proses alami.Sampah rumah tanggasebagian besar
merupakan bahan organik. Yang termasuk sampah organik,misalnya sampah dari
dapur, sisa-sisa makanan, karton, kain, karet, kulit,sampah.
• Sampah Anorganik adalah sampah yang berbahan kandungan non
organik,umumnya sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya
kaca, kaleng, alumunium, debu, logam-logam lain
Masalah sampah bukanlah permasalahan yang bisa dibiarkan begitu saja. Diperlukan
tindakan nyata dan kerjasama oleh setiap lapisan masyarakat dan bank sampah bisa
menjadi solusinya. Timbunan sampah yang terus menumpuk akan berakibat buruk bagi
kesehatan lingkungan serta menimbulkan berbagai penyakit dan sampah rumah tangga
merupakan penyumbang sampah terbesar. Sementara, Tempat Pembuangan Sampah
(TPS) yang tersedia tidak akan bisa menampung sampah yang terus menerus dihasilkan
masyarakat jika masyarakat tidak mulai bertindak untuk mengurangi sampah yang
dihasilkan. Untuk itulah penanganan masalah sampah harus dimulai dari sumbernya. Bank
sampah adalah suatu sistem pengelolaan sampah kering secara kolektif yang mendorong
masyarakat untuk berperan serta aktif di dalamnya. Sistem ini akan menampung memilah,
dan menyalurkan sampah bernilai ekonomi pada pasar sehingga masyarakat mendapat
keuntungan ekonomi dari menabung sampah.
Masyarakat perkotaan juga harusnya mengadopsi gaya hidup ramah lingkungan dan
hemat sampah dalam kehidupan sehari-hari mereka untuk mengurangi produksi harian
sampah di perkotaan. Mengingat 48 % sampah perkotaan berasal dari sampah rumah
tangga, maka seharusnya masyarakat perkotaan sudah mulai untuk mengubah gaya
hidupnya menjadi ramah lingkungan. Hidup ramah lingkungan pada dasarnya merupakan
penerapan dari keberlanjutan atas keputusan dan pilihan gaya hidup. Oleh karena itu
diperlukan kesadaran individu dan juga contoh keberhasilan dari orang lain untuk
menerapkan gaya hidup ramah lingkungan dan tanpa sampah. Sebagai masyarakat cerdas
yang tinggal perkotaan, informasi mengenai gaya hidup ramah lingkungan dapat
didapatkan secara mudah dengan mengetik keywords gaya hidup ramah lingkungan di
internet atau mencari tips mengenai gaya hidup ramah lingkungan dari orang yang telah
berhasil menerapkannya dan kemudian mereka membagi tips dan triksnya dari website
atau blog.

Kesimpulan
Permasalahan persampahan perkotaan di Indonesia atau khususnya Makassar
merupakan permasalahan yang membutuhkan penanganan yang tepat karena produksi
sampah yang terus meningkat setiap tahunnya, sedangkan luasan land fill atau tempat
pembuangan sampah sangat terbatas. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan
permasalahan mutlak diperlukan karena permasalahan persampahan merupakan masalah
bersama antaa pemerintah dan masyarakat. Dalam kaitannya dengan Smart City,
pemerintah perlu membuka informasi tentang permasalahan persampahan melalui media
internet, dan membuka peluang yang luas bagi masyarakat untuk terlibat langsung dalam
permasalahan persampahan.
Maka peran masyarakat disini dapat berperan sebagai jasa pengelola persampahan
perkotaan dengan mengikuti konsep pengelolaan persampahan ataupun mengubah gaya
hidup mereka menjadi gaya hidup ramah lingkungan dan bebas sampah di lingkungan
keluarganya. Tugas pemerintah adalah sebagai pemberi informasi dan sosialisasi terhadap
usaha-usaha pengelolaan sampah perkotaan dan menjadi mitra kerja bagi masyarakat
yang ingin mengelola dan mengolah persampahan. Keunggulan teknologi yang berupa
jaringan internet, smartphone, website, aplikasi smartphone, bisa dimanfaatkan secara
optimal untuk membantu pengelolaan persampahan di perkotaan (Oktovianus, 2015).
Sumber Rujukan
Callenbach, 2015. Kota dan Lingkungan, Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan
Lingkungan. LP3ES.

Oktovianus, 2015. Pengelolaan Sampah Di Kota Makassar Dengan Bank Sampah. Media
Centre (http://artikel-opiniku.blogspot.co.id/2015/08/pengelolaan-sampah-di-kota-
makassar.html), dikunjungi pada 4 Mei 2018.

http://daerah.sindonews.com/read/755458/25/sehari-volume-sampah-di-kota-makassar-
capai-550-ton-1372492281 , dikunjungi pada 4 Mei 2018.

http://adelitarezky.blogspot.co.id/2014/12/kebijakan-persampahan-di-kota-makassar.html ,
dikunjungi pada 4 Mei 2018.

Suarna, 2008. Model Penanggulangan Masalah Sampah Perkotaan Dan Perdesaan.


Makalah disampaikan pada Dies Natalis Udayana tahun 2008.

Anda mungkin juga menyukai