Anda di halaman 1dari 17

PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI

WILAYAH PERKOTAAN

Posted by uwityangyoyo on April 5, 2009

Oleh
Ir. Ibnu Umar
ABSTRAK
Sampah perkotaan dari hari ke hari semakin meningkat produksinya sejalan dengan pertumbuhan
penduduk perkotaan yang meningkat. Pemerintah kota dalam hal ini telah menyiapkan TPS yang
mendekati masyarakat, maupun gerobak atau mobil yang beroperasional dari rumah kerumah
untuk mengambil sampah yang selanjutnya sampah dibawa ke TPA. Namun demikian sistem
yang sedang berjalan tersebut masih belum mampu menyelesaikan permasalah sampah dengan
baik dan tuntas.
Oleh karenya diperlukan terobosan baru untuk penangananya, yaitu dengan sistem Silarsatu
dengan prinsip sistem pengelolaan sampah tanpa sisa (zero waste system). Sistem ini merupakan
pengelolan sampah dengan reaktor sampah terpadu, karena akan melibatkan stokholder secara
utuh dan proposional. Pada sistem ini masyarakat dilibatkan secara penuh, pemerintah hanya
bertindak sebagai fasilitator dan regulator. Masyarakat akan mengelola sendiri sampahnya,
masyarakat akan merasa memiliki dan juga akan memperoleh pendapatan dari pengelolaan ini,
sedangkan Pemerintah Daerah akan sangat berkurang beban yang ditanggungnya. Partisipasi
masyarakat yang diperlukan disini adalah dimulai dari mengemas sampahnya sendiri sesuai
dengan jenis sampah yang ada, misal sampah dari rumah tangga, yang selanjutnya dikumpulkan
oleh petugas (dari masyarakat) pengumpul dengan gerobak/mobil sampah dan dibawa ke lokasi
proses silarsatu. Di lokasi ini sampah tersebut dipilih dan dipilah serta disortasi ulang oleh
petugas yang sudah ahli baik memakai alat maupun secara manual menjadi kelompok-kelompok
sampah. Dalam proses selanjutnya untuk sampah-sampah diproses sesuai dengan jenisnya, yaitu
untuk sampah logam akan dipres dengan alat pengepres, sampah plastik dihancurkan dengan
mesin penghancur plastik menjadi bijih plastik, sedangkan sampah organik piproses menjadi
kompos dengan mikroba pengurainya (bakteri, jamur, atau cacing) yang selanjutnya dikemas.
Semua sampah dengan sistem ini relatif habis menjadi bahan-bahan yang dapat di jual dipasaran
yang membutuhkan.
 
Kata kunci : Terobosan, terpadu, partisipasi masyarakat, silarsatu.
 
PENDAHULUAN.
Pertumbuhan penduduk perkotan di kota-kota Indonesia pada dekade akhir abad XIX
hingga abad abad XX ini mengalami tingkat eskalasi pertumbuhan yang tinggi dan pertumbuhan
ini akan  berlangsung terus dengan percepatan yang tinggi, meskipun beberapa kota besar seperti
jakarta, Surabaya, Medan dan kota-kota lainya telah membangun sistem yang ketat dalam
kaitanya dengan pertumbuhan penduduk perkotaan di wilayahnya masing-masing.
Tingkat pertumbuhan penduduk yang capat akan menambah beban yang tidak ringan
bagi suatu kota dalam penyiapan infrastruktur baru, seperti pendidikan, kesehatan, serta
pelayanan-pelayan perkotaan lainya, apalagi para pendatang pada umumnya bependidikan
rendah, sehingga keadaan ini juga akan lebih menambah beban bagi pemerintah kota.
Salah satu beban yang timbul adalah limbah padat atau sering disebut dengan sampah,
sampah sebagai barang sisa yang tidak terpakai baik padat maupun cair dari manusia, sehingga
dengan demikian apabila masalah sampah ini tidak dapat dikelola dengan baik maka otomatis
akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang selanjutnya akan mengancam
kehudupan manusia itu sendiri. Dimana notabene kota-kota di Indonesia sampai sejauh ini belum
mampu menangani sampah ini dengan baik.

         Dengan adanya pertumbuhan kota yang pesat dan tingkat sosial yang berubah serta
teknologi kemajuan manusia berkembang, sampah menjadi masalah yang sirius dan diperlukan
penanganan secara seksama secara terintegrasi dengan inovasi-inovasi baru yang lebih memadai
ditinjau dari segala aspek, baik itu aspek sosial, aspek ekonomiu maupun aspek teknis. Dalam
kondisi sekarang ini penanganya menjadi masalah yang kian mendesak di kota-kota di Indonesia,
sebab pertumbuhan kota di indonesia akan terus berlangsung dengan percepatan yang tidak juga
berkurang bahkan ada kecenderungan terus meningkat.

Kondisi yang demikian dapat diprediksikan bahwa kedepan bahwa kota juga akan memproduksi
sampah lebih banyak dan lebih bervariatif, oleh karenanya apabila tidak dilakukan penanganan
yang baik sejak sekarang ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan
lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan baik
terhadap tanah, air dan udara, yang pada giliranya kehidupan perkotaan dihadapkan kepada
kehidupan yang tidak sehat lagi. 

TUJUAN PENULISAN.

1.   Mengkaji dan melihat kelemahan-kelemahan maupun  permasalahan  yang   telah dan


mungkin akan timbul  dari  cara   pengelolaan  sampah     dengan sistem yang sedang
diterapkan; dan
2.   Menyajikan alternatif solusi pengelolaan sampah yang dipridiksikan akan dapat
diterapkan di lapangan dan mampu menyelesaikan permasalahan sampah dengan baik.

PROTRET PERSAMPAHAN  KOTA-KOTA DI INDONESIA

          Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah.
Misalnya saja, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari
dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari.  Jika dihitung dalam setahun, maka
volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur
= 55.000 m3). [Bapedalda, 2000]. Selain Jakarta, jumlah sampah yang cukup besar terjadi di
Medan dan Bandung. Kota metropolitan lebih banyak menghasilkan sampah dibandingkan
dengan kota sedang atau kecil.

            Dalam kehidupanya sehari-hari setiap manusia memproduksi sejumlah sampah dalam


bentuk padatan dengan volume antara 3 – 5 liter atau sekitar 1 – 3 kg sampah perhari, baik
sampah organik (tinja, sisa dapur, sisa makanan) maupun sampah anorganik (kertas, plastik,
kaca, logam, dlsb.). Rasio bahan organik dengan bahan anorganik sampah adalah antara 1 : 3.
Jumlah tersebut tidak termasuk cairan (urin dan cairan sanitasi) yang dapat mencapai 50 – 350
liter per hari (Roni Kastamanet et al., 2007)

          Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya
operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan.  Sebagai
akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu
mengumpulkan dan membuang  60% dari seluruh produksi sampahnya.  Dari 60% ini, sebagian
besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari (Daniel et al.,
1985).

Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah,
yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang
terdesentralisisasi sangat tidak membantu dalam meminimasi sampah yang harus dibuang ke
tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat
mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengleolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak
berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sapah bersifat terpusat. Misanya saja,
seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuag di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Bantar
Gebang Bekasi. Dapat dibayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi,
sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering. Padahal,
dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau RW, dengan
membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat diturunkan/dikurangi.

Estimasi Total Timbulan Sampah Berdasarkan Jenisnya Kota Metropolitan/Besar (26 kota
dengan total penduduk 40,1 juta):
 
Jenis Sampah             Jumlah(juta ton/tahun)                       Persentase (%)
Sampah Dapur                         22,4                                                     58%
Sampah Plastik                         5,4                                                       14%
Sampah Kertas                         3,6                                                       9%
Sampah Lainnya                       2,3                                                        6%
Sampah Kayu                           1,4                                                        4%
Sampah Kaca                           0,7                                                       2%
Sampah Karet/Kulit                  0,7                                                       2%
Sampah Kain                            0,7                                                        2%
Sampah Metal              0,7                                                        2%
Sampah Pasir                           0,5                                                        1%
===============================================================
======
TOTAL                                    38,5                                                     100%
(Kantor Negara Lingkungan Hidup, 2008)
 
Berdasarkan asal atau  sumbernya  sekurang-kurangnya  data  pada 5  tahun  terakhir  
besaran sampah di kota-kota indonesia sebagai berikut :
            Permukiman                 16,7 juta ton/tahun
            Pasar                            7,7 juta ton/tahun
            Jalan                             3,5 juta ton/tahun
            Fasilitas Umum 3,4 juta ton/tahun
            Perkantoran                  3,1 juta ton/tahun
            Industri             2,3 juta ton/tahun
            Lainya                          1,8 juta ton/tahun
(Kantor Negara Lingkungan Hidup, 2008)

            Jumlah penduduk terlayani mencapai 130 juta jiwa atau sebesar 56 % dari total penduduk
Indonesia, sedangkan pelayan antar daerah/kota berbeda. Contoh wilayah P Jawa sudah rata-rata
mencapai 59 %, sedangkan sumatera baru 48 %. Tidak semua sampah dapat diangkut ke
TPS/TPA, sehingga ditemukan berbagai macam system penanganan sampah dilakukan oleh
masyarakat. Sistem penanganan sampah setelah sampah dikumpulkan masyarakat dari
permukiman adalah sebagai berikut :

            Sampah diangkut ke TPS/TPA                         11,6 juta ton/tahun

            Sampah di timbun                                              1,6 juta ton/tahun

            Sampah dibuat kompos                                      1,2 juta ton/tahun

            Sampah dibakar                                                 0.8 juta ton/tahun

            Sampah di buang ke sungai                                 0.6 juta ton/tahun

            Lain-lain                                                             1,1 juta ton/tahun

(Kantor Negara Lingkungan Hidup, 2008)

            Tempat penampungan sampah sementara ada berbagai jenis mulai dari bangunan
permanen, bangunan semi permanen, sampai dengan bentuk transfer depo yang merupakan
tempat pembuangan sementara yang dilengkapi dengan landasan untuk gerobak sampah maupun
truk dalam melakukan bongkar muat kontainer. Selanjutnya dari TPS sampah diangkut dengan
truk/dump truk ketempat pengolahan sampah dan/atau TPA. Pengolahan sampah yang ada dapat
berupa fasilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah atau fihak swasta yang bekerja sama
maupun yang telah mendapat izin. Fasilita spengolahan sampah ini berupa bangunan
pengomposan, insinerator dan fasilitas pengolahan lainya . Disamping itu di TPA terdapat
pemulung di 116 kota sebesar 14.538 orang.

            Semua kota/kabupaten rata-rata mempunyai lokasi TPA yang sebagian besar


masih berada di wilayah administrasinya (+ 88 %), namun juga ada kota/kabupaten tidak
demikian dan memanfaatkan TPA secara bersama-sama ( 6 % ), Sedangkan status lahan TPA
sebesar 93 % milik sendiri dan yang lainya sewa atau status lainya. Adanya prasarana lain seperti
drainase, liner dan alat-alat berat juga serta kegiatan pemantauan terhadap lindi dan kualitas air
tanah juga telah dilakukan oleh sebagian kota/kabupaten. (Kantor Negara Lingkungan Hidup,
2008)
          Dari sistem pengelolaan persampahan yang sedang berjalan sampai saat ini, ternyata masih
belum mampu menangani persampahan kota, kararena ada beberapa permasalahan yang timbul
dalam sistem penanganan sampah sistem sekarang ini, yakni :

1.     Dari segi  pengumpulan  sampah  dirasa  kurang  efisien  karena  mulai dari sumber
sampah sampai ke tempat pembuangan akhir, sampah belum dipilah-pilah sehingga 
kalaupun  akan  diterapkan  teknologi  lanjutan  berupa   komposting  maupun daur  ulang
perlu tenaga untuk pemilahan menurut jenisnya sesuai dengan yang  dibutuhkan, dan hal
ini akan memerlukan dana maupun menyita waktu.

2.      Pembuangan akhir ke TPA dapat menimbulkan masalah, diantaranya :

a.   Perlu lahan yang besar bagi tempat  pembuangan  akhir  (TPA)  sehingga  hanya
cocok  bagi kota yang masih mempunyai   banyak   lahan   yang  tidak  terpakai. 
Apalagi  bila  kota  menjadi  semakin  bertambah  jumlah  penduduknya,  maka
sampah akan menjadi  semakin  bertambah  baik  jumlah  dan  jenisnya.  Hal ini
akan  semakin  bertambah  juga   luasan   lahan   bagi  TPA.   Apabila  
instalasi  Incinerator yang  ada  tidak  dapat  mengimbangi  jumlah  sampah  yang 
masuk jumlah  timbunannya  semakin  lama  semakin  meningkat.  Lalu 
dikhawatirkan   akan timbul berbagai masalah sosial dan lingkungan, diantaranya :

-        dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit 
penyakit lain;

-        dapat menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan bahkan
ratusan meter; dan

-         dapat mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan.

b. Biaya  operasional sangat tinggi bagi pengumpulan,  pengangkutan  dan  pengolahan


lebih lanjut.  Apalagi bila letak TPA jauh dan bukan di wilayah otonomi.

c. Pembuangan   sistem   open  dumping  dapat   menimbulkan   beberapa   dampak


negatip terhadap lingkungan.  Pada penimbunan dengan sistem anarobik landfill 
akan  timbul  leachate di dalam  lapisan timbunan dan  akan merembes ke dalam
lapisan tanah di bawahnya.  Leachate ini sangat merusak  dan  dapat  menimbulkan
bau tidak enak,  selain itu  dapat  menjadi  tempat  pembiakan  bibit  penyakit
seperti : lalat, tikus dan lainnya (Sidik, et al, 1985).

d. Pembuangan dengan cara sanitary landfill, walaupun dapat  mencegah timbulnya bau,


penyakit  dan  lainnya,  tetapi  masih  memungkinkan  muncul  masalah  lain yakni :

-.Timbulnya  gas  yang  dapat  menyebabkan  pencemaran  udara.  Gas-gas  yang 


mungkin dihasilkan adalah : methan, H2S, NH3 dan lainnya.  Gas H2S dan NH3 
walaupun  jumlahnya  sedikit,  namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak 
sehingga dapat merusak sistem pernafasan tanaman dan membuat tanaman
kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati.

-.Pada proses penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan cara
dihancurkan dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan
pemampatan sampah.  Untuk melakukan ini tentunya perlu tambahan pekerjaan
yang berujung pada tambahan dana.

3.   Penggunaan  Incinerator  dalam pengolahan sampah memiliki beberapa kelemahan, di


antaranya :

-     Dihasilkan abu (15%) dan gas yang memerlukan penanganan lebih lanjut.  Selain itu
gas yang dihasilkan dari  pembakaran  dengan  menggunakan  alat ini  dapat 
mengandung gas pencemar  berupa : NOx.,  SOx  dan  lain-lain  yang  dapat
mengganggu kesehatan manusia;

-     dapat menimbulkan air kotor saat proses pendinginan gas maupun proses
pembersihan Incinerator dari abu maupun terak.  Kualitas air kotor dari instalasi ini
menyebabkan COD meningkat dan pH menurun;

-     memerlukan biaya yang besar dalam menjalankan Incinerator.  Untuk menangani


sampah 800 ton/hari memerlukan investasi Rp. 60 milyar, sedangkan dari hasil  
penjualan listrik yang dihasilkanhanya Rp. 2,24 milyar/tahun;

-     butuh keahlian tertentu dalam penggunan alat ini.  Sebagai contoh pada penanganan
sampah di Surabaya, tehnologi ini sudah digunakan sejak tahun 1990, namun tanpa
didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang memahami  filosofi alat ini,
akibatnya pada tahun kedua terjadi kerusakan.  Hal ini tentu menambah beban dalam
perolehan dana bagi perbaikannya.  Belum lagi sampah  yang akan menumpuk
dengan tidak berfungsinya alat ini.

-    Penggunaan Incinerator ini tidak dapat berdiri sendiri dalam pemusnahan sampah,


tetapi masih memerlukan landfill guna membuang sisa pembakaran;

4.   Belum  maksimalnya  usaha  pemasaran  bagi  kompos  yang dihasilkan dari proses
pengomposan sampah kota;

5.   Belum maksimalnya upaya sistem daur ulang menjadi barang-barang yang bernilai
ekonomi tinggi;

6.   Sulitnya mendapatkan tambahan biaya bagi peningkatan kesejahteraan petugas yang


terlibat dalam penanganan sampah.  Hal ini tentu akan berakibat pada kegairarahan kerja
yang rendah dari para pengelola sampah. 

PENGELOLAAN SAMPAH DIPERKOTAAN PERLU DIRUBAH.

          Masih belum tuntasnya penanganan persampahan perkotaan sampai sejauh ini dengan
baik, diperlukan terobosan-terobosan maupun inovasi baru dalam managemen pengelolaan
persampahan. Untuk maksud tersebut perlu melakukan evaluasi secara cermat atas semua proses
maupun langkah-langkah yang selama ini telah pernah kita lakukan sebagaimana pembahasan
dimuka. 

Seperti diketahui bahwa pola pembuangan sampah yang dilakukan dengan sistem TPA
(tempat pembuangan akhir) perlu difikirkan ulang, apakah masih  relevan dengan kondisi
sekarang, dimana lahan kota yang semakin sempit karena pertambahan penduduk yang pesat.
Pembuangan yang dilakukan dengan pembuangan sampah secara terbuka dan di tempat terbuka
juga berakibat meningkatnya intensitas pencemaran . karena dalam banyak hal pengelolaan  TPA
(tempat pembuangan sampah) masih sangat buruk mulai dari penanganan air sampah (leachet)
sampai penanganan bau yang sangat buruk.  Selain itu yang paling dirugikan dan selama ini tidak
dirasakan oleh masyarakat adalah telah dikeluarkannya miliaran rupiah untuk membuat dan
mengelola TPA.

         Solusi dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan
efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang dimulai pada skala kawasan (tingkat
kecamatan/kawasan permukiman), kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas lagi. Cara
penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang
sampah sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan, juga
menghasilkan kegunaan baru.  Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya penanganannya
(Murthado dan Said, 1987). Oleh Karenanya  model pengelolaan sampah perkotaan secara
menyeluruh salah satunya adalah  meliputi penghapusan model TPA secara bertahap.   

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting


untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu.  Cohen dan Uphof (1977)
mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam suatu proses pembangunan terbagi atas 4
tahap, yaitu : 

a) partisipasi pada tahap perencanaan,

b) partisipasi pada tahap pelaksanaan,

c) partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil-hasil pembangunan dan

d) partisipasi dalam tahap pengawasan dan monitoring. 

Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila


terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain : kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran,
kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik informal
maupun formal.

          Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis
untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke
tahun yang semakin kompleks.  Pemerintah Jepang saja membutuhkan waktu 10 tahun untuk
membiasakan masyarakatnya memilah sampah.  Reduce (mengurangi), Reuse (penggunan
kembali) dan Recycling (daur ulang) adalah model relatif aplikatif dan dapat bernilai ekonomis. 
Sistem ini diterapkan pada skala kawasan sehingga memperkecil kuantitas dan kompleksitas
sampah.  Model ini akan dapat memangkas rantai transportasi yang panjang dan beban APBD
yang berat.  Selain itu masyarakat secara bersama diikutsertakan dalam pengelolaan yang akan
memancing proses serta hasil yang jauh lebih optimal daripada cara yang diterapkan saat ini.

          Oleh karenaya, untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam
penanganan sampah di kota maka dalam pengelolaannya harus cukup layak diterapkan yang
sekaligus disertai upaya pemanfaatannya sehingga diharapkan mempunyai keuntungan berupa
nilai tambah. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu pemilihan cara dan teknologi yang tepat,
perlu partisipasi aktif dari masyarakat sumber sampah berasal dan mungkin perlu dilakukan
kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait (antara Departemen Koperasi, Departemen
Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Industri maupun lembaga keuangan).  Disamping itu
juga perlu aspek legal untuk dijadikan pedoman berupa peraturan-peraturan mengenai
lingkungan demi menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah.

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU.

Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu, suatu sistem pengelolaan sampah  yang beroperasi


lebih banyak mengikut sertakan partisipasi masyarakat, lebih ramah lingkungan, secara
operasional lebih hemat energi dan biaya, serta secara produktif dapat meningkatkan
pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sistem yang dimaksud di sini merupakan satu diantara
alternatif dari berbagai sistem pengelolaan sampah lainya, yang mengarah kepada pemecahan
kelemahan-kelemahan yang ada dalam penanganan sampah perkotaan selama ini. Satu di antara
model konseptual yang dikembangkan adalah dengan menerapkan Sistem Pengelolaan Reaktor
Sampah Terpadu (Silarsatu).

Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu) ini beroperasi dengan cara zero
waste system atau sistem pengelolaan sampah tanpa sisa yang menganut motto “ lebih baik
memelihara kompos yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis dari pada memelihara
sampah yang menurunkan kualitas lingkungan”. Dari sistim ini sampah relatif habis terurai
menjadi kompos yang tidak menimbulkan polusi tanah, perairan dan udara, sedang truk-truk
pengangkut sampah dari TPS ke TPA bebannya berkurang dengan cukup banyak, karena ada
reaktor-reaktor sampah pengubah sampah menjadi kompos langsung ditempat.

Sistem Pengelolaan Sampah terpadu diarahkan agar sampah-sampah dapat dikelola


dengan baik dalam arti mampu menjawab permasalah sampah hingga saat ini yang belum dapat
diselesaikan dengan tuntas, juga diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat lokal agar mampu
mandiri terutama menyangkut :

1.      Penataan dan pemanfaatan sampah berbasis masyarakat secara terpadu,

2.      Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan sampah,

3.      Penggalian potensi ekonomi dari sampah, sehingga diharapkan dapat memperluas


lapangan kerja.
(Roni Kastaman, Ade Moetangad Kramadibrata,2007)

Pengelolaan sampah terpadu dengan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu


(Silarsatu) ini, karena melibatkan mayarakat luas, agar dapat berjalan dengan baik diperlukan
studi-studi yang mendalam dan berlanjut, pendekatan-pendekatan secara menyeluruh, baik
pendekatan sosial, pendekatan teknis, pendekatan secara ekonomis, maupun perlu adanya
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang mendukungnya.

Studi Penelitian Terpadu

Kegiatan ini diawali dengan  melibatkan lembaga peneliti,  pemerhati  dan  praktisi   guna
mencari data sedetail  mungkin mengenai sampah, sehingga akan keluar suatu  hubungan
korelasi antara input  dengan output yang pada akhirnya akan memudah kan perecanaan  sistem
penanganan  dan investasi yang mengacu pada data/kondisi  yang ada.

Pendekatan Sosial

Segala sesuatu agar dapat diterima oleh masyarakat dengan baik, terlebih dahulu harus
dilakukan proses sosialisasi terhadap masyarakat, agar betul-betul masyarakat dengan teknologi
yang baru yaitu  Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu), dapat diketahui,
dimengerti, difahami, diterima dan selanjutnya akan dilaksanakan oleh masyarakat secara utuh
dengan kesadaran yang tinggi. Dengan sosialisai ini nantinya juga dapat di potret aspirasi,
kondisi masyarakat secara lebih utuh, sehingga bahan ini akan dapat dipakai untuk menyusun
organisasi kelembagaan yang akan menangani Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu
(Silarsatu).

Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan suatu proyek/kegiatan banyak disebabkan


karena tidak adanya sosialisai kepada masyarakat yang memadahi atau sosialisasi yang terlalu
minim sekali, oleh karenanya pendekatan ini harus meletakkan masyarakat sebagai subyek,
sebagai penentu dimana peran aktif masyarakat memang harus besar atau setidak-tidaknya
masyarakat merupakan partner yang penting dalam pengelolaan sampah dengan Sistem
Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu). Masyarakat harus didorong untuk mampu
bertindak berinovasi dalam membangun sistim ini sesuai dengan kondisi yang ada, tanpa terlalu
didominasi oleh campur tangan yang sifatnya top down atau masyarakat hanya sekedar
menerima saja.
Dalam  hal  ini  agar sosialisasi lebih effektif perlu  penyelenggaraan  kampanye  secara 
rutin  melalui  kegiatan  penyuluhan, pelatihan  pemanfaatan sampah, informasi  melalui  media
TV,  radio,  ajalah  dan  lain – lain  mengenai  dampak  dari sampah  yang  tidak  terolah,
dan penyelenggaraan  forum-forum  informasi  daerah dengan  melibatkan  masyarakat  dan
lembaga non pemerintah (ornop/LSM/KSM) sebagai organisasi yang langsung  bersentuhan
dengan masyarakat (partisipatoris).

Pendekatan Teknis

Secara garis besar, teknis pengelolaan sampah Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah
Terpadu (Silarsatu), dilakukan sebagai berikut :

Pada  tahap  ini  sampah  masih berada dimana sampah itu dihasilkan sebagai


hasil buangan dari suatu kegiatan, diantaranya adalah kegiatan rumah  tangga, kegiatan
pasar  dan kegiatan industri. Disini sampah sudah disortir dan  dipilih maupun
dipilah  menjadi sampah  organik dan  sampah  anorganik  oleh  tenaga  kerja yang
terlatih ( kader pembina  atau anggota  masyarakat  yang  dibekali penyuluhan  dan
pelatihan  mengenai  sampah terpadu ). Tentunya sambil disortir sampah tersebut
ditempatkan dalam suatu wadah tertentu yang sudah standart baik warna maupun
ukuranya, warna menunjukkan jenis sampahnya sedang ukuran wadah atau kemasan
biasanya hanya untuk alasan mempermudah dalam pengangkutan menuju proses
selanjutnya.

Seperti sampah rumah tangga misalnya, wadahnya dapat berupa kantong plastik
dengan warna hitam untuk sampah organik, sedangkan kantong plastik warna merah
untuk sampah anorganik. Demikian untuk sampah pasar maupun sampah industri dapat di
rencanakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Di dalam kantong–kantong plastik
ini dari sumbernya diangkut dengan gerobak sampah yang sudah di desain sebagai
gerobak-gerobak penyortir yang mengangkut sampah ke Silarsatu.

Selanjutya,  sampah  anorganik jenis logam dikumpulkan dan dipilah ulang


disortir menurut jenis logamnya (bahannya) dan selanjutnya di pres pada  mesin  pres
menjadi bentuk padatan  kubus yang  mudah  di pindah  disimpan,
atau  diangkut  ke  indutri proses  lanjutan  (pabrik  peleburan dan  industri  otomotif).
Sedangkan bahan plastik  di hancurkan  oleh mesin pulverasi  plastik  menjadi serbuk/
bijih  plastik  siap eskpor. Bahan-bahan  anorganik tersebut  dikumpulkan  dari  beberapa
tempat, dan pada saat  yang  relatif  bersamaan  semua  bahan
organik  yang  mudah  lapuk  setelah terkumpul  juga  segera diangkut  ke depot
penanganan  dan  pengolahan  Silarsatu untuk proses  selanjutnya  

Pabrik  pengolahan  Sampah  Silarsatu  dilengkapi  dengan  beberapa  gudang  pe
nampungan. Gudang  penampungan  limbah  plastik dilengkapi  dengan alat
mesin penghancur  plastik  yang  memroduksi  bijih plastik diexspor.
Gudang  penampungan  limbah logam dilengkapi  alat  pengepres  logam.
Beberapa  logam disortis  kembali sesuai dengan jenis logam. Setelah  dipres  logam
tersebut  segera  dijual.
Khusus  gudang  penampungan  limbah  kaca,  dilengkapi  alat  pendulang  kaca.

Sedangkan  sampah  organik  yang  mudah  lapuk segera  setelah dikering-


anginkan  dan  diranjang dengan  mesin peranjang. Bau  busuk sampah organik di
eliminasi oleh
Bioaktivatir,  sejenis  bahan  pengharum  sekaligus  pengurai  bahan  organik  yang  di
semprotkan  ke dalam kantong  plastik. Bioaktivitatir yang  digunakan  dalam sistem ini
adalah  konsentrat  cair yang  mengandung  kumpulan  bakteri  tergradasi
(degraded  bakteria).
Mikroba  ini  mampu  mempercepat  pelapukan  dan  penguraian  bahan organik,  sekalig
us  menghilangkan  bau  yang  dihasilkan  oleh  kegiatan  bakteri  pembusuk.

Sampah  organik  disemprot  dengan  cairan  mikroba  pengurai  di  tempatkan  ke
dalam  rektor  sampah  untuk  diproses  menjadi kompos. Lama proses
pengomposan diperkirakan  antara 14—18 hari,  bergantung komposisi sampah organik
yang  diproses  dan  aktivitas miktoba  pengurai yang  digunakan.

Kompos  yang  dihasilkan kemudian  disaring, dikering-


angikan  dan  diuji  melalui pengujian  sertifikasi  kompos  di
laboratorium  silarsatu.bila  perlu, komposisi
kompas  dapat  direkayasa  sedemikian  rupa dengan kebutuhan  penggunaanya;  sebagai
pupuk kompos multiguna  untuk kesuburan tanah  pertanian,  atau  bahan kondisioner
tanah untuk reklamasi  lahan marginal, atau lahan  bekas tambang. Setelah  dikemas,
kompos ini dipasarkan  sebagai komoditi
agrisbisnis,  baik  untuk  kebutuhan dalam  negeri  maupun  ekspor.

Pendekatan  Ekonomi
Pendekatan katan  ekonomi  pada dasarnya  menekankan  aspek kelayakan  kegiatan
pengolahan   secara ekonomi. Kelayakkan  tersebut  dapat  berupa  struktus  dan
rancang bangun  instalasi  Silarsatu  dapat memenuhi  persaratan  untuk
dioprasikan  sebagai  fasilitas  teknis  kegiatan  industri yang  aman  dan  terkendali ;
ramah  lingkugan yang keberadanya  tidak  mengurangi  kualitas  lingkungan  hidup  di
sekitarnya ;  baik kualitas  sosial  maupun kualitas  SDA, dan  secara  perhitungan  tekno-sosio-
ekonomi  memberikan keuntungan  ekonomi  dengan nilai tambah yang proposal . Dengan
demikian,  untuk  menciptakan  sistem
pengolahan  sampah  yang  memberi  nilai  ekonnomi  baik,  haruslah  dilihat sampai  pada  skala 
 ekonomi berapa  sistem  ini  akan  memberikan  dampak  ekonomi  yang
positif,  tidak  saja  bagi pemerintah  akan tetap juga  bagi  masyarakat.

Ukuran  yang  dapat  dijakan  dasar  untuk  menilai  kelayakan  ekonomi  dari  implement
asi  Silarsatu  ini  adalah  dengan  NPV (Net present value)  dari  proyek  disertai  dengan IRR
(Internal Rate of Retum)  yang  dapat  dihasilkan  dengan  sistem  ini.
Penerapan  sistem  pengolahan  sampah  model  Silarsatu  ini  bila  dilihat  dari  pendekatan  eko
nomi  harus dapat  memberikan pendapatan tambahan  bagi  masyarakat  sekitar  dan bahkan
secara  makro  dapat  meningkatkan  Pendapatan  Asli  Daerah  (PAD)  .    

 Kebijakan Politik

Pemerintah daerah diharapkan dapat  melakukan kebijakan politik khusunya  mengenai


pengelolaan sampah dan hendaknya  didukung  penuh  oleh  pemerintah pusat dengan
melibatkan stakeholder dalam teknis perencanaan, penyelenggaraan dan pengembanganya. Hal
ini diperlukan karena sampah pada dasarnya bukan  sekedar permasalahan Pemda atau Dinas
Kebersihan  setempat, namun lebih dari itu merupakan  masalah  bagi  setiap  individu, 
keluarga, organisasi dan akan menjadi masalah negara bila sistem perencanaan dan
pelaksanaanya tidak dilakukan dengan terpadu dan berkelanjutan.

Aparat terkait sebaiknya tidak ikut terlibat  secara  teknis dan dalam, hal
ini untuk menghindari meningkatnya  anggaran  biaya  penyelenggaraan, selain itu  keterlibatan
aparat terkait  dikhawatirkan  akan membentuk  budaya  masyarakat  yang  bersifat  tidak 
peduli.  Pemerintah  dan  aparat terkait sebaiknya memposisikan kewenangannya sebagai
fasilitator dan  regulator,  dan setiap permasalahan  persampahan sebaiknya dimunculkan oleh
masyarakat atau organisasi sisial selaku produsen sampah . Hal ini diharapkan terciptanya sikap
masyarakat selaku individu, keluarga dan organisasi.
Law Enforcement

Semua fihak yang berkepentingan berharap sistem yang dibangun dapat berjalan sesuai
dengan sistem dan mekanisme yang telah direncanakan dan sistem itu juga telah disepakati
bersama, oleh karenanya juga perlu dibangun juga subsistem penegakan hukum (law
enforcement) yang memadai, agar semua fihak memahami akan hak-haknya, demikian juga
kewajiban-kewajibanya. Perlunya dibangun  suatu penegakan hukum  dimaksud agar
pelanggaran-pelanggaran akan ada sanksi-sanksi, dimana sanksi yang diterapkan disesuaikan
jenis pelanggaranya sehingga penerapanya dilakukan secara berjenjang mulai dari yang bersifat
mendidik, peringatan dan pemungutan  kembali  sampah yang  dibuang,     kompensasi 
pembayaran  denda,   hingga  penegakan     hukum lingkungan bagi pelanggar lingkungan.

KEUNTUNGAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU.

          Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem pengelolaan sampah terpadu ini,
diantaranya :

1.   Dengan sitem silarpadu ini terjadi peningkatan kualitas lingkungan demikian juga
ekosostem dapat terjaga dengan baik, karena  sistem yang dipakai dengan pengelolan
sampah tanpa sisa;

2.   Matarantai pengangkutan sampah menjadi sangat kecil, sehingga dengan demikian


biaya pengangkutan dapat ditekan ;

3.   Tidak memerlukan lahan untuk TPA yang luas ataupun TPA terpusat dengan
incenerator maupun peralatan lainya dengan biaya operasional yang besar, cukup
lahan-lahan untuk lokasi silarsatu yang lebih kecil yang mendekati daerah pelayanan;

4.   Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang


yang  memiliki nilai ekonomis, dan tidak membebani Pemerintah Daerah yang
berlebihan;

5.   Dapat menambah lapangan pekerjaan sekaligus dapat lebih mensejahterakan


masyarakat pengelola dengan berdirinya badan usaha yang dikelola oleh masyarakat
yang mengelola sampah menjadi bahan yang bermanfaat;

6.   Beban Anggaran Pemerintah Daerah/Kota akan berkurang, atau bahkan akan tidak
ada sama sekali (yang terkait dengan penanganan sampah).
KESIMPULAN

1.     Pengelolaan yang sedang berjalan saat ini (TPA, TPS) yang mengandalkan pada sistem
pengangkutan, pembuangan dan pengolahan menjadi bahan urugan perlu diubah karena
dirasakan sangat tidak ekonomis (cost center).  Disamping memerlukan biaya operasional
dan lahan bagi pembuangan akhir yang luas juga menimbulkan banyak dampak yang
kurang menguntungkan bagi kehidupan masyarakat kota serta akan menumbuhkan
masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungannya.

2.      Kedepan  pendekatan yang paling tepat dalam penanganan sampah melalui sistem
pengelolaan sampah terpadu yang disebut  Silarsatu dimana sistem ini merupakan sitem
pengelolaan sampah tanpa sisa (zero waste system) dapat merubah paradigma dari cost
center menjadi profit center dengan cara memaksimalkam peran serta masyarakat dan
pemanfaatan sampah menjadi bahan yang mempuyai nilai ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Ir. Amos Neolaka, M,Pd, 2008. Kesadaran Lingkungan. Penerbit PT Rinika Cipta,
Jakarta

Aboejoewono, A.  1985.  Pengelolaan Sampah Menuju ke Sanitasi Lingkungan dan 


Permasalahannya; Wilayah DKI Jakarta Sebagai Suatu Kasus.  Jakarta.

Roni Kastaman, Ade Moetangad Kramadibrata, 2007. Sistem Penelolaan Reaktor Sampah
Terpadu Silarsatu.

Prof. Ir. Ekobuharjo, MSc, Ir. Sudati Hardjohubojo, MS. 1993 Kota Berwawasan Lingkungan.
Penerbit Alumni, Bandung.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KNLH), 2008, Statistik


Persampahan Indonesia

Klara Tiwon et all, 2003, Pengelolaan sampah terpadu sebagai salah satu upaya mengatasi
proplem sampah diperkotaan.

Prof.Dr.Ir. Karden Eddy Sontang Manik, M.S.,2007. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penerbit
Djambatan, Jakarta.
Dr.Ir. Aca Sugandhy, MSc. Ir. Rustam Hakim, MT. 2007. Prinsip Dasar Kebijaksanaan
Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Ricki M. Mulai, 2005. Kesehatan Lingkungan. PenerbitGraha Ilmu, Yogjakarta dan UIEU
-  University Prees, Jakarta Barat.

Universitas Sriwijaya dan Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1989.
Dasar-dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Penerbit Pusat Penelitian Program
Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Sriwijaya.

Prof.Dr.Ir. Otto Soemarwoto, 1986. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri.
Penerbit  C.V. Rajawali, Jakarta.

Ir. Zoer’aini Djamal Irwan, M.Sc., 1992.Ekosistem Komunitas dan Lingkungan, Penerbit Bumi
Aksara, Jakarta.

Janianton Damanik, Helmut F.Weber, 2006. Perencanaan Ekowisata. Penerbit Pusat Studi
Pariwisata (Puspar) UGM & Andijaya Yogjakarta.

Surna T.Djajadiningrat, Harry Harsono Amir, 1991. Penelitian Secara Cepat Sumber-sumber
Pencemaran Air, Tanah dan Udara. Penerbit Gajahmada University Press, Yogjakarta.

Daniel, T. S., Hasan, P. dan Vonny, S.  1985.  Tehnologi Pemanfaatan Sampah Kota  dan Peran
Pemulung Sampah : Suatu Pendekatan Konseptual.  PPLH ITB.Bandung.

Dinas Kebersihan Kota DKI Jakarta.  1985.  Permasalahan dan Pengelolaan Sampah  Kota
Jakarta.  Jakarta.

Murtadho, D. dan Sa’id, E. G.  1988.  Penanganan Pemanfaatan Limbah Padat.    Sarana
Perkasan. Jakarta.

Sidik, M. A., Herumartono, D. dan Sutanto, H. B.  1985.  Tehnologi Pemusnahan   Sampah
dengan Incinerator dan Landfill.  Direktorat Riset Operasi Dan Manajemen.  Deputi
Bidang Analisa Sistem Badan Pengkajian Dan Penerapan  Teknologi.  Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai