Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL LOMBA HARI SAMPAH NASIONAL

SMK UNTUNG SURAPATI 2018

ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH

SMK UNTUNG SURAPATI

PASURUAN 2017
ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH
SMK UNTUNG SURAPATI
Jalan Pahlawan No. 21.Telp (0343) 424658, Fax. (0343) 5645365 Pasuruan 67126
e-mail : smkunsur@gmail.com website: www.smk-unsur.sch.id

A. Latar Belakang
Istilah sampah pasti sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Sampah diartikan sebagai material sisa
yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Jika mendengar istilah sampah, pasti
yang terlintas adalah setumpuk limbah yang beraroma busuk yang sangat menyengat.
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah meningkatkan taraf kehidupan penduduknya.
Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kegiatan produksi dan
konsumsi. Pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas yang semakin pesat telah
mengakibatkan meningkatnya produksi sampah.
Pembuangan sampah yang tidak diurus dengan baik, akan mengakibatkan masalah besar.
Penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan mencemari
tanah yang juga berdampak ke saluran air tanah. Demikian juga pembakaran sampah dapat
mengakibatkan pencemaran udara, pembuangan sampah ke sungai jugaakan mengakibatkan
pencemaran air, tersumbatnya saluran air, dan banjir.
Permasalahan sampah di Indonesia antara lain semakin banyaknya limbah sampah yang
dihasilkan masyarakat, kurangnya tempat sebagai pembuangan sampah, sampah sebagai tempat
berkembang dan sarang dari serangga dan tikus, menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah,
air, dan udara, menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan kesehatan.
Banyaknya sampah yang dapat diangkut ke TPA bukan suatu jaminan kota akan menjadi
semakin bersih, karena di TPA terkadang sampah masih juga menggunung dan menjadi sumber
penyakit.Jika diasumsikan produksi sampah mencapai 0,5 kg-0,8 kg per orang dalam satu hari,
maka jumlah sampah yang terkumpul setiap harinya sangat besar. Dari total sampah yang
diproduksi itu, yang berhasil dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) hanya 60%-70%.
Pencemaran paling utama di Indonesia antara lain dari limbah domestik terutama yang berasal
dari rumah tangga, apalagi dalam beberapa dekade terakhir ada kecenderungan pemakaian
karakter barang konsumsi yang tidak akrab lingkungan seperti plastik dan barang lainnya.
Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin
masih bisa dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi bahan-bahan yang
mungkin masih bisa di daur ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya.
Padahal, sampah tersebut sebenarnya adalah emas bagi yang mau memanfaatkannya. Baik
sampah organik maupun anorganik, semua dapat diolah dan menghasilkan rupiah.
Sampah organik dapat diolah menjadi kompos ataupun biogas. Sampah anorganik dapat diolah
menjadi kerajinan tangan, vas, pot bunga, bingkai foto,tas, dompet, hiasan rumah, dan
bermacam-macam produk yang lain.
Pengelolaan sampah saat ini tidak bisa lagi dengan pola lama, kumpul, angkut, buang.
Pengelolaan sampah dengan cara baru sudah menjadi tuntutan. Hal itu dikaitkan dengan tren
produksi sampah yang terus meningkat dari tahun ke tahun, bersamaan pertambahan jumlah
penduduk dan pola konsumsi. Sampah harus dikelola dengan prinsip empat R, yaitu:
· Reduce (Mengurangi): sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang
kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang
dihasilkan.
 Reuse (Memakai kembali): pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari
pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang
waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
· Recycle (Mendaur ulang): barang-barang yang tidak berguna lagi, bisa didaur ulang.
Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan
industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
· Replace (Mengganti): teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang
yang hanya sekali pakai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya
memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan. Misalnya ganti kantong kresek dengan
keranjang belanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa diuraikan
secara alami.
UU No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, menyebutkan bahwa perlu memandang
sampah sebagai sumber daya yang memiliki nilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan, misalnya
untuk energi, kompos, pupuk, ataupun bahan baku industri, pengelolaan sampah dilakukan
dengan kegiatan pengurangan sampah dan penanganan sampah yang baik.
Oleh karena itu, diperlukan suatu langkah kongkret agar sampah menjadi sesuatu yang bernilai
ekonomis. Salah satunya adalah denganhadirnya “Bank Sampah”, menyetor sampah tapi
mendapat uang.Karya tulis ini akan membahas mengenai cara kerja Bank Sampah sehingga
dapat merubah sampah menjadi rupiah, serta peran “Bank Sampah” dalam mengurangi jumlah
sampah baik organik maupun anorganik. Selain itu akan dipaparkan pula mengenai manfaat
sosial dan lingkungan dari “Bank Sampah”.

B. Tujuan
1. Mengetahui cara kerja Bank Sampah yang berperan sebagai agen pengelola sampah.
2. Mengetahui apa saja keuntungan yang didapat nasabah Bank Sampah dan bagi masyarakat
yang berada di sekeliling Bank Sampah.
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis buat, maka dapat diidentifikasikanbeberapa
masalah sebagai berikut:
1. Penumpukan sampah yang terjadi di daerah perkotaan
2. Tempat pembuangan sampah (TPS) yang mengancam kesehatanlingkungan sekitar
3. Kesadaran masyarakat untuk buang sampah pada tempatnya masih kurang
Kurangnya partisipasi masyarakat terhadap kebersihan lingkungan

D. Manfaat
Manfaat dari penulisan karya ini adalah untuk menggalakkan “Bank Sampah” yang merupakan
inovasi pertama di dunia sebagai salahsatu upaya untuk mengurangi jumlah sampah di
lingkungan sekitar. Selain itu untuk mensosialisasikan kepada masyarakat keuntungan yang
diperoleh masyarakat dari Bank Sampah sehingga diharapkan “Bank Sampah” nantinya akan
menjamur di masyarakat dan menjadi budaya menghargai sampah.

"Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas
manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis." (Istilah Lingkungan untuk
Manajeman, Ecolink, 1996).
Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau
sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya
(Chandra, 2007). Banyak sampah organik masih mungkin digunakan kembali/ pendaurulangan
(re-using), walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan/ material yang tidak dapat digunakan
kembali (Dainur, 1995).
Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal
yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau harus dibuang, sedemikian
rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup. Dari segi ini dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, disenangi
atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh
manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena human waste tidak
termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk
didalamnya).
Pertumbuhan ini juga membawa pada penggunaan sumber semula jadi yang lebih besar
dan pengeksploitasian lingkungan untuk keperluan industri, bisnis dan aktivitas sosial. Di
bandar-bandar negara dunia ketiga, pengurusan sampah sering mengalami masalah. Pembuangan
sampah yang tidak diurus dengan baik, akan mengakibatkan masalah besar. Karena
penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan mengakibatkan
pencemaran tanah yang juga akan berdampak ke saluran air tanah. Demikian juga pembakaran
sampah akan mengakibatkan pencemaran udara, pembuangan sampah ke sungai akan
mengakibatkan pencemaran air, tersumbatnya saluran air dan banjir (Sicular 1989). Selain itu,
Eksploitasi lingkungan adalah menjadi isu yang berkaitan dengan pengurusan terutama sekitar
kota. Masalah sampah sudah saatnya dilihat dari konteks nasional. Kesukaran untuk mencari
lokasi landfill sampah, perhatian terhadap lingkungan, dan kesehatan telah menjadi isu utama
pengurusan negara dan sudah saatnya dilakukan pengurangan jumlah sampah, air sisa, serta
peningkatan kegiatan dalam menangani sampah..
Oleh sebab itu, banyak negara besar melakukan incineration atau pembakaran, yang menjadi
alternatif dalam pembuangan sampah. Sementara itu, permasalahan yang dihadapi untuk proses
ini adalah biaya pembakaran lebih mahal dibandingkan dengan sistem pembuangan akhir
(sanitary landfill). Apabila sampah ini digunakan untuk pertanian dalam jumlah yang besar,
maka akan menimbulkan masalah karena mengandung logam berat(Ross 1994). Sampah boleh
dikategorikan kepada dua, yaitu sampah domestik dan sampah bukan domestik (Ridwan Lubis
1994). Sampah domestik adalah bahan-bahan buangan yang dibuang dari rumah atau dapur.
Contohnya ialah pakaian lama atau buruk, botol, kaca, kertas, beg plastik, tin aluminium dan
juga sisa makanan. Sampah bukan domestik pula ialah bahan-bahan buangan yang dihasilkan
dari industri, perusahaan, pasar, dan pejabat. Bahan-bahan buangan ini terdiri daripada berbagai
jenis termasuk sisa jualan, sisa pembungkusan dan sisa daripada proses pengilangan.

Alternatif Pengelolaan Sampah


Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif
pengelolaan. Landfill bukan merupakan alternatif yang sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan
dan menimbulkan masalah lingkungan. Malahan alternatif-alternatif tersebut harus bisa
menangani semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah
yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi
tekanan terhadap sumberdaya alam. Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam
pengelolaan sampah yang harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru. Daripada
mengasumsikan bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus meningkat,
minimalisasi sampah harus dijadikan prioritas utama. Sampah yang dibuang harus dipilah,
sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke
sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus
mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut.
Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah.
Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal dari produk-produk sintetis
dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar
sesuai dengan sistem daur-ulang atau tahapan penghapusan penggunaan.
Program-program sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan
tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama program-program di negara-negara
berkembang seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan
di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan budaya.
Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung) merupakan suatu komponen penting
dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus
menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu
contoh sukses adalah zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu sistem
pengumpulan dan daur-ulang sampah yang mampu mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah
yang terkumpul dan mempekerjakan 40,000 orang.
Secara umum, di negara Utara atau di negara Selatan, sistem untuk penanganan sampah organik
merupakan komponen-komponen terpenting dari suatu sistem penanganan sampah kota.
Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan kompos, vermi-kompos (pengomposan dengan
cacing) atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan nutrisi-nutrisi yang ada ke tanah.
Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang tidak terkontaminasi, yang
juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan sampah. Daur-ulang sampah
menciptakan lebih banyak pekerjaan per ton sampah dibandingkan dengan kegiatan lain, dan
menghasilkan suatu aliran material yang dapat mensuplai industri.

Tanggung Jawab Produsen dalam Pengelolaan Sampah


Hambatan terbesar daur-ulang, bagaimanapun, adalah kebanyakan produk tidak dirancang untuk
dapat didaur-ulang jika sudah tidak terpakai lagi. Hal ini karena selama ini para pengusaha hanya
tidak mendapat insentif ekonomi yang menarik untuk melakukannya. Perluasan Tanggung jawab
Produsen (Extended Producer Responsibility – EPR) adalah suatu pendekatan kebijakan yang
meminta produsen menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. Kebijakan ini
memberikan insentif kepada mereka untuk mendesain ulang produk mereka agar memungkinkan
untuk didaur-ulang, tanpa material-material yang berbahaya dan beracun. Namun demikian EPR
tidak selalu dapat dilaksanakan atau dipraktekkan, mungkin baru sesuai untuk kasus pelarangan
terhadap material-material yang berbahaya dan beracun dan material serta produk yang
bermasalah.
Di satu sisi, penerapan larangan penggunaan produk dan EPR untuk memaksa industri
merancang ulang, dan pemilahan di sumber, komposting, dan daur-ulang di sisi lain, merupakan
sistem-sistem alternatif yang mampu menggantikan fungsi-fungsi landfill atau insinerator.
Banyak komunitas yang telah mampu mengurangi 50% penggunaan landfill atau insinerator dan
bahkan lebih, dan malah beberapa sudah mulai mengubah pandangan mereka untuk menerapkan
“Zero Waste” atau “Bebas Sampah”.

Sampah Bahan Berbahaya Beracun (B3)


Sampah atau limbah dari alat-alat pemeliharaan kesehatan merupakan suatu faktor penting dari
sejumlah sampah yang dihasilkan, beberapa diantaranya mahal biaya penanganannya. Namun
demikian tidak semua sampah medis berpotensi menular dan berbahaya. Sejumlah sampah yang
dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas medis hampir serupa dengan sampah domestik atau sampah
kota pada umumnya. Pemilahan sampah di sumber merupakan hal yang paling tepat dilakukan
agar potensi penularan penyakit dan berbahaya dari sampah yang umum.
Sampah yang secara potensial menularkan penyakit memerlukan penanganan dan pembuangan,
dan beberapa teknologi non-insinerator mampu mendisinfeksi sampah medis ini. Teknologi-
teknologi ini biasanya lebih murah, secara teknis tidak rumit dan rendah pencemarannya bila
dibandingkan dengan insinerator. Banyak jenis sampah yang secara kimia berbahaya, termasuk
obat-obatan, yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Sampah-sampah tersebut tidak
sesuai diinsinerasi. Beberapa seperti merkuri harus dihilangkan, dengan cara merubah pembelian
bahan-bahan, bahan lainnya dapat didaur-ulang, selebihnya harus dikumpulkan dengan hati-hati
dan dikembalikan ke pabriknya. Studi kasus menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat
diterapkan secara luas di berbagai tempat, seperti di sebuah klinik bersalin kecil di India dan
rumah sakit umum besar di Amerika. Sampah hasil proses industri biasanya tidak terlalu banyak
variasinya seperti sampah domestik atau medis, tetapi kebanyakan merupakan sampah yang
berbahaya secara kimia.
Tempat pembuangan akhir (TPA) bukan satu-satunya solusi dalam penanganan sampah,
karena rentan menimbulkan konflik dengan masyarakat.
Menurut dia, penanganan sampah khususnya di kota-kota besar di Indonesia merupakan salah
satu permasalahan yang sampai saat ini menjadi tantangan bagi pengelola kota.
Pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas yang semakin pesat telah mengakibatkan
meningkatnya produksi sampah. Pencemaran paling utama di Indonesia antara lain dari limbah
domestik terutama yang berasal dari rumah tangga, apalagi dalam beberapa dekade terakhir ada
kecenderungan pemakaian karakter barang konsumsi yang tidak akrab lingkungan seperti plastik
dan barang lainnya. cara yang paling ideal untuk menangani masalah sampah di perkotaan
dimulai dari rumah tangga, yakni mencari tempat yang tepat dan mengolah sampah dengan baik.
Masing-masing rumah tangga harus memilah sampah, karena biaya memilah sampah sangat
mahal termasuk dibanding biaya pengolahan sampah itu sendiri.
TPA bukan solusi utama karena banyak persoalan termasuk keterbatasan lahan untuk TPA itu
sendiri. Masalah lainnya, pengangkutan sampah ke TPA terkendala karena jumlah kendaraan
yang belum memadai ditambah dengan kondisi peralatan yang usang.
“Terlebih adalah pengelolaan TPA yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ramah
lingkungan. Untuk itu pengelolaan sampah harus dimulai dari lingkungan keluarga,”
Sampah adalah material sisa dari aktivitas manusia yang tidak memiliki keterpakaian, karenanya
harus dikelola. Ketika sampah tanpa pengelolaan secara baik dan benar, kerugian akan dirasakan
karena timbulnya banjir, meningkatnya pemanasan iklim, menurunnya kandungan organik kebun
dan pertanian, sanitasi lingkungan makin buruk dan ancaman meningkatnya berbagai penyakit.
Dengan dikelola, sampah akan menjadi berkah, dan sebaliknya, tanpa itu, sampah akan
menimbulkan banyak masalah.
Pada Bank Sampah, masyarakat menabung dalam bentuk sampah yang sudah dikelompokkan
sesuai jenisnya. Mereka juga mendapatkan sejenis nomor rekening dan buku tabungan. Pada
buku tabungan mereka tertera nilai Rupiah dari sampah yang sudah mereka tabung dan memang
bisa ditarik dalam bentuk Rupiah (uang)…. jadi bukan menabung sampah menarik sampah…
Bank Sampah bekerjasama dengan pengepul barang-barang plastik, kardus dan lain-lain, untuk
bisa me-rupiahkan tabungan sampah masyarakat. Juga dengan pengolah pupuk organik untuk
menyalurkan sampah organik yang ditabungkan.
Sangat unik dan ide yang brilian….
Sebab menyimpan sampah terdengar paradoks. Bagaimana tidak, sampah adalah sesuatu yang
biasanya tidak berguna dan dibuang begitu saja. Hitung kasar saja di Indonesia dengan 250 Juta
penduduk kira-kita setara dengan 50 Juta KK, jika diasumsikan perharinya setiap KK
menghasilkan dan membuang sampah rumah tangga rata-rata 2 Kg saja, maka setiap hari ada
100 Ribu Ton sampah di Indonesia ini. Seperti kita ketahui permasalahan sampah kadang-
kadang memusingkan pemerintah dalam penanganannya.
Tapi tidak dengan yang dilakukan warga Badegan, Bantul, Yogyakarta. Mereka mengumpulkan,
menyimpan lalu bahkan menabung sampahnya.
Menurut Panut Susanto, ketua pengelola Bank Sampah, sampah yang terkumpul tiap minggu
mencapai 60-70 kg. Untuk sementara jam layanan bank dimulai pukul 16.00-21.00 tiap hari
Senin-Rabu-Jumat. ”Kami baru bisa melayani pada sore hari karena sebagian besar petugas bank
harus bekerja pada pagi hari,” katanya.
Belum maksimalnya kinerja petugas karena mereka mengelola Bank Sampah tanpa dibayar.
Artinya, mereka harus tetap bekerja untuk membiayai kehidupan keseharian. ”Apa yang kami
kerjakan sifatnya masih sosial. Jadi, kami memang tidak mengharapkan upah karena kondisi
bank belum maksimal,” katanya.
Bank Sampah memotong dana 15 persen dari nilai sampah yang disetor nasabah. Dana itu
digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, seperti fotokopi, pembuatan buku tabungan,
dan biaya lainnya. ”Selama ini tidak ada nasabah yang keberatan. Kami harus melakukan
pemotongan karena bank ini memang dikelola bersama-sama,” katanya.
Jika Gerakan ini di ikuti di tempat lainnya, tentu permasalahan sampah yang memusingkan
sedikit banyak ada alternatif penyelesaiannya. Yang utama, lingkungan terselamatkan dari
sampah.

Anda mungkin juga menyukai