Anda di halaman 1dari 103

BIOREMEDIASI LIMBAH MENGANDUNG MERKURI

MENGGUNAKAN BAKTERI TEMPATAN DENGAN


SISTEM BIOREAKTOR DAN LAHAN BASAH BUATAN

SENDY BEATRIX RONDONUWU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
i

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Dengan ini saya menyatakan dengan benar bahwa disertasi “Bioremediasi Limbah
Mengandung Merkuri menggunakan Bakteri Indigenous dengan Sistem Bioreaktor dan
Lahan Basah Buatan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Sendy B. Rondonuwu

NRP P061060051
ii

ABSTRACT

SENDY BEATRIX RONDONUWU. Bioremediation of Mercury using Indigenous


Bacteria with Bioreactor and Artificial Wetland Systems. Under supervision of DWI
ANDREAS SANTOSA, BIBIANA W. LAY and SUPRIHATIN.
Small scale gold mining (SSGM) Talawaan-Tatelu, North Minahasa District,
North Sulawesi Province, operated since 1998, utilizes mercury in processing gold
material and creates mercury waste that pollutes rivers, soil, plants, and air in the area.
Sample data of 2002 to 2006 showed that there were mercury pollution in the area.
Bioremediation using microbe is a more effective and efficient technology for cleaning
of mercury contaminated environment. This experiment was aimed to: (1) identify,
characterize and test the mercury-reducing bacteria from SSGM Talawaan-Tatelu; (2)
study the ability of bioreactor and artificial wetland using the mercury-reducing
bacteria from SSGM, active carbon, aquatic plant (Typha sp. and Eichornia crassipes)
in reducing mercury during 6 days biofilm formation. The experiment was carried out
in Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) Laboratory, Bogor.
Soil sample was taken collected from SSGM Manado. The results of the
experiments revealed that there were 10 superior isolates of mercury-reducing
bacteria that were able to grow in Luria Bertani medium containing 500 ppm
HgCl 2 . Those identified as Bacillus sp. group were ICBB 9116, ICBB 9118, ICBB
9121, and ICBB 9122. There were two isolates of Brevibacillus sp. group, namely
ICBB 9123 and ICBB 9124; and one isolate for each of Micrococcos luteus,
Pseudomonas sp, Morganella morganii, Eschericia coli were ICBB 9120, ICBB
9115, ICBB 9119, ICBB 9117, respectively. The top four highest capability of isolates
in reducing mercury, are as follows i.e. ICBB 9120 can reduce 79.42% - 98.65%,
ICBB 9119 (80.10% - 97.06%), ICBB 9118 (80.60% - 98.62%), and ICBB 9121
(79.15% - 98.50%). Mercury reduction capability in bioreactor using isolate ICBB
9118 was 98.89%, ICBB 9119 was 98.73%, ICBB 9120 was 99.12%, and ICBB 9121
was 99.33%. The observation results showed that Bacillus sp. ICBB 9121 had the
highest capacity in reducing mercury. Typha plant, carbon active, and water hyacinth
were used simultaneously with microbes within bioreactor showed their ability in
reducing mercury with the level of 98.50%, 97.96%, and 96.73, respectively. The
experiment results of artificial wetland reactor demonstrated that the capacity of active
carbon, typha plant, and water hyacinth, in reducing mercury without microbes were
85.34%, 82.18%, and 44.25%, respectively.
Keywords: bioremediation, mercury-reducing bacteria, mercury, bioreactor, artificial
wetland
iii

RINGKASAN

SENDY BEATRIX RONDONUWU. Bioremediasi Limbah Mengandung Merkuri


Menggunakan Bakteri Tempatan dengan Sistem Bioreaktor dan Lahan Basah Buatan.
Dibawah bimbingan : DWI ANDREAS SANTOSA, BIBIANA W. LAY dan
SUPRIHATIN.

Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Talawaan-Tatelu, Kabupaten


Minahasa Utara, Sulawesi Utara yang mulai beroperasi 1998 menggunakan merkuri
dalam memproses produk emas menghasilkan limbah merkuri yang mencemari
sungai, sumur, tanah, tanaman, dan udara yang ada dilokasi dan sekitarnya. Hasil
penelitian menyatakan bahwa telah terjadi pencemaran merkuri di lokasi tersebut
berdasarkan data sampel tahun 2002 s/d 2006. Bioremediasi dengan menggunakan
bakteri merupakan suatu teknik pembersihan lingkungan tercemar merkuri yang efektif
dan efisien.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengisolasi dan mengkarakteristik serta


menguji aktivitas bakteri pereduksi merkuri tempatan asal PESK Talawaan-Tatelu; (2)
mengkaji kemampuan bakteri pereduksi merkuri, arang aktif, tanaman typha dan
tanaman eceng gondok menggunakan bioreaktor dalam mereduksi merkuri; (3)
mengkaji kemampuan tanaman typha, tanaman eceng gondok, dan arang aktif
menggunakan reaktor lahan basah buatan dalam mereduksi merkuri. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Indonesian Center for
Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Bogor.

Sampel tanah diambil dari PESK Talawaan-Tatelu. Isolasi dilakukan


dengan metode sebar, contoh tanah diencerkan dengan larutan fisiologis (8.5 g
NaCl/l) sampai dengan pengenceran 10-4, kemudian disebar pada media Luria Bertani
(LB) yang mengandung 10 ppm HgC1 2 dan diinkubasi pada suhu 27°C selama
tiga hari. Isolat yang diperoleh diseleksi berdasarkan kemampuan tumbuh pada
media LB yang telah ditetesi dengan berbagai konsentrasi Hg, dikarakterisasi
iv

morfologi dan diidentifikasi sampai tingkat genus serta diuji aktivitas bakteri tersebut
dalam mereduksi merkuri.

Penelitian ini memperoleh 10 isolat bakteri pereduksi merkuri yang mampu


tumbuh pada 500 ppm HgCl2 yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115, Bacillus sp. ICBB
9116, Eschericia coli ICBB 9117, Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella morganii ICBB
9119, Micrococcos luteus ICBB 9120, Bacillus sp. ICBB 9121, Bacillus sp. ICBB 9122,
Brevibacillus sp. ICBB 9123, dan Brevibacillus sp. ICBB 9124.

Reduksi merkuri kelompok bakteri gram positif berbentuk batang


berspora adalah Bacillus sp. ICBB 9116 sebesar 77.79% - 96.00%; Bacillus sp.
ICBB 9118 sebesar 80.60% - 98.62%; Bacillus sp. ICBB 9121 sebesar 79.15% -
98.18%; dan Bacillus sp. ICBB 9122 sebesar 52.65% - 96.46%. Hasil reduksi
merkuri dari kelompok bakteri gram positif berbentuk batang dan bulat
berturut-turut yaitu: Brevibacillus sp. ICBB 9123 sebesar 63.75% - 94.91%;
Brevibacillus sp. ICBB 9124 sebesar 69.27% - 96.40%; dan Micrococcos luteus
ICBB 9120 sebesar 79.42% - 98.65%. Hasil reduksi merkuri kelompok bakteri
gram negatif berbentuk batang yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115 sebesar
59.69% - 96.20%; Morganella morganii ICBB 9119 sebesar 80.10% - 98.50%; dan
isolat Eschericia coli ICBB 9117 sebesar 53.76% - 95.19%.

Reduksi merkuri dalam sistem bioreaktor selama 6 hari pembentukan biofilm


menggunakan Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 98.89% (dari 6.85 menjadi 0.076 ppm),
Morganella morganii ICBB 9119 sebesar 98.73% (dari 6.72 menjadi 0.085 ppm),
Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 99.12% (6.92 menjadi 0.061 ppm), dan
Bacillus sp. ICBB 9121 sebesar 99.33% (6.61 menjadi 0.044 ppm). Kemampuan
mereduksi merkuri reaktor lahan basah buatan selama 3 hari dengan tanaman typha
sebesar 82.18% (dari 6.96 menjadi 1.24 ppm), dengan eceng gondok sebesar 44.25%
(dari 6.96 menjadi 3.88 ppm), dan arang aktif sebesar 85.34% (dari 6.96 menjadi 1.02
ppm).
v

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepenttingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi Institut
Pertanian Bogor
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin Institut Pertanian Bogor
vi

BIOREMEDIASI LIMBAH MENGANDUNG MERKURI


MENGGUNAKAN BAKTERI TEMPATAN DENGAN
SISTEM BIOREAKTOR DAN LAHAN BASAH BUATAN

SENDY BEATRIX RONDONUWU

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Doktor

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
vii

Judul : Bioremediasi Limbah Mengandung Merkuri


Menggunakan Bakteri Tempatan Dengan
Sistem Bioreaktor Dan Lahan Basah Buatan

Nama : Sendy Beatrix Rondonuwu

NRP : P061060051

Program Studi : PSL

Komisi Pembimbing : Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS


Prof. Dr. drh. Bibiana W. Lay, MSc.
Prof. Dr. -Ing. Ir. Suprihatin

Ujian Tertutup telah dilakukan pada

Hari/Tanggal : Jumat/ 13 Januari 2012

Waktu : 08.30 - selesai

Tempat : Ruang Riau 1, Lt 1 Sekolah Pascasarjana IPB


Baranang Siang, Bogor

Penguji Luar Komisi : Prof. Dr. Ir. Erliza Noor


Dr. Ir. Rahayu Widiastuti, MSc

Ujian Terbuka
Hari/ Tanggal : Rabu/ 25 Januari 2012

Waktu : 08.30 - selesai

Tempat : Ruang Sidang III Departemen AGH


Wing 8 Level 5 Kampus Darmaga IPB, Bogor

Penguji Luar : Dr. Ir. M. Yusron, MSc


Kepala Bidang Program dan Evaluasi Pusat
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan, Departemen Pertanian RI

Dr. Ir. Untung Sudadi, MSc


Dosen DISTL, Departemen Ilmu Tanah &
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB,
Bogor
ix

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan disertasi dengan judul “Bioremediasi Limbah Mengandung Merkuri
Menggunakan Bakteri Tempatan dan Tanaman dengan Sistem Bioreaktor dan
Lahan Basah Buatan”. Disertasi ini merupakan salah satu syarat penyelesaian
pendidikan program Doktor (S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa MS, Prof. Dr. drh. Bibiana W. Lay, MSc. dan Prof. Dr.-
Ing. Ir. Suprihatin selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan sejak penyusunan proposal, pelaksanan penelitian
hingga selesainya penyusunan disertasi ini.

2. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah
banyak memberikan arahan, dorongan dan motivasi selama masa studi sampai
penyusunan disertasi ini.

3. Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada Dr. Ir. Dwi Andreas
Santosa yang telah menyediakan bahan penelitian dan peralatan laboratorium sehingga
penulis dapat menyelesaikan keseluruhan tahapan penelitian.

4. Rektor Universitas Sam Ratulangi dan Dekan Fakultas MIPA Universitas Sam
Ratulangi, yang telah memberikan kesempatan dan ijin kepada penulis untuk
melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

5. Seluruh staf dan teknisi pada Laboratorium Bioteknologi Lingkungan, Indonesian


Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Bogor yang telah banyak membantu
penulis selama pelaksanaan penelitian.
x

6. Pimpinan Dikti Mendiknas yang telah memberikan beasiswa program doktor kepada
penulis sehingga dapat melanjutkan studi S3.

Akhirnya penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang
membaca dan membutuhkan informasi yang berkaitan dengan disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Sendy B. Rondonuwu
xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 30 Mei 1964,


merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Abo Denatos Rondonuwu
(almarhum) dan Amelia Sumual (almarhumah). Pendidikan sarjana ditempuh di
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Manado, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1992, penulis diterima di Program
Studi Agronomi pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1995.
Kesempatan untuk melanjutkan studi ke program doktor pada Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB pada tahun 2006. Beasiswa
pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai Dosen di bidang Biologi di Fakultas Matematika dan


Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sam Ratulangi Manado sejak tahun 2000.
Sebelumnya penulis menjadi Anggota Dewan Kota Manado tahun 1997-1999.
xii

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL…………………………………………………………….……… xiv


DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………............ xv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………. xvi
1. PENDAHULUAN………………………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………................... 1
1.2. Kerangka Pemikiran……………………………………………................... 3
1.3. Perumusan Masalah…………………………………………………........... 4
1.4. Pertanyaan Penelitian………………………………………......................... 6
1.5. Tujuan Penelitian………………………………………………................... 6
1.6. Hipotesis……………………………………………………......................... 6
1.7. Manfaat Penelitian…………………………………………......................... 7
1.8. Kebaharuan…………………………………………………........................ 7
2. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………....................... 9
2.1. Keadaan di Lokasi PESK Talawaan-Tatelu……………………................... 9
2.2. Karakteristik Merkuri…………………………………………………......... 11
2.3. Bioremediasi Menggunakan Bakteri……………………….......................... 14
2.4. Bioremediasi Menggunakan Bioreaktor…………………………………… 19
2.5. Bioremediasi Menggunakan Tanaman…………………………................... 22
2.6. Lahan Basah Buatan……………………………………………................... 27
3. METODE PENELITIAN………………………………………………………….. 29
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………………. 29
3.2. Bahan dan Alat Penelitian………………………………………………….. 29
3.3. Pelaksanaan Penelitian…………………………………………................... 30
3.3.1. Identifikasi Bakteri Pereduksi Merkuri……………………………... 30
3.3.2. Pengujian Aktifitas Bakteri Pereduksi Merkuri…………………….. 35
3.3.3. Pertumbuhan BPM pada Berbagai Kondisi Lingkungan………….... 36
xiii

3.3.4. Pengolahan Limbah Merkuri dengan Bioreaktor Biofilm BPM…… 36


3.3.5. Pengolahan Limbah Merkuri dengan Lahan Basah Buatan……….. 38
3.4. Metode Analisa……………………………………………………………. 39
3.5. Penyimpanan Biakan Bakteri Pereduksi Merkuri…………………………. 40
4. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………… 41
4.1. Isolasi Bakteri Pereduksi Merkuri………………………………………….. 41
4.2. Seleksi Bakteri Pereduksi Merkuri………………………………………… 42
4.3. Identifikasi Bakteri Pereduksi Merkuri…………………………………….. 43
4.4. Pertumbuhan BPM pada Berbagai Kondisi Lingkungan…………………... 50
4.5. Uji Aktivitas Bakteri Pereduksi Merkuri…………………………………... 54
4.6. Pengolahan Limbah Menggunakan Bioreaktor dan Lahan Basah Buatan… 60
4.6.1. Kemampuan Mereduksi Hg dalam Bioreaktor…………………………... 61
4.6.2. Kemampuan Mereduksi Hg dalam Lahan Basah Buatan………………... 64
5. SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………….. 66
6. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………... 68
LAMPIRAN………………………………………………………………………….. 75
xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil uji 31 isolat dengan media LB dari berbagai lokasi sampling……... 41


2 Kemampuan tumbuh isolat dari PESK Talawaan-Tatelu………………… 42
3 Uji morfologi dan fisiologi kesepuluh BPM……………………………… 49
4 Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan sepuluh isolat BPM……………… 50
5 Pertumbuhan sepuluh isolat BPM pada berbagai nilai pH……………….. 54
6 Hasil reduksi merkuri kesepuluh isolat BPM dalam tabung reaksi………. 55
7 Prosentase reduksi merkuri kesepuluh isolat BPM dalam tabung reaksi… 57
xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan alir kerangka berpikir……………………………………………..... 4


2 Bagan alir perumusan masalah……………………………………………. 5
3 Jenis-jenis Tanaman Lahan Basah (Khiatuddin, 2003)…………………… 25
4 Tanaman Eceng gondok (a) dan tanaman Typha (b)…………………....... 26
5 Rancangan pengolahan limbah merkuri dengan bioreaktor biofilm bpm… 38
6 Rancangan pengolahan limbah merkuri dengan reaktor lahan basah…….. 39
7 Bentuk Koloni ke-10 bakteri pereduksi merkuri………………………….. 47
8 Bentuk Sel ke-10 bakteri pereduksi merkuri……………………….……... 48
9 Kurva standar isolat Brevibacillus sp. ICBB 9123………………..……… 51
10 Kurva standar isolat Brevibacillus sp. ICBB 9124………………..……… 51
11 Kurva pertumbuhan isolat Morganella sp. dan Micrococcos sp….……… 52
12 Kurva pertumbuhan kedelapan isolat bpm….…………………………….. 53
13 Hasil reduksi pada berbagai konsentrasi merkuri (kontrol)………………. 56
14 Prosentase reduksi merkuri bakteri Gram positif batang berspora…..... 58
15 Prosentase reduksi merkuri bakteri Gram positif batang dan bulat...…. 59
16 Prosentase reduksi merkuri bakteri Gram negatif batang……………... 59
17 Pertumbuhan isolat bpm terpilih pada uji bioreaktor……………………… 60
18 Prosentase reduksi merkuri isolat bpm dalam bioreaktor berisi batuan 63
Vulkanik……………………………………………………………………
19 Prosentase reduksi merkuri tanaman typha, eceng gondok, dan arang aktif 64
menggunakan bioreaktor berisi bpm……………………............................
20 Prosentase reduksi merkuri tanaman typha, eceng gondok, dan arang aktif 65
menggunakan bioreaktor berisi bpm……………………………………….
xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Lokasi PESK Talawaan-Tatelu……………………………………… 76


2 Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram positif bentuk 77
batang berspora………………………………………………………..
3 Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram positif bentuk 78
batang dan bulat tidak berspora…………………………….………..
4 Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram negatif bentuk 79
batang………………………………………………………………....
5 Prosentase reduksi merkuri isolat bpm dalam bioreaktor bpm…………… 80
6 Hasil reduksi merkuri menggunakan bakteri……………………………... 81
7 Hasil reduksi merkuri dalam reaktor Lahan Basah Buatan………………. 83
8 Pengolahan limbah merkuri menggunakan bioreaktor …………….. 84
9 Pengolahan limbah merkuri menggunakan lahan basah buatan…… 85
1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sulawesi Utara adalah daerah di bagian utara dari pulau Sulawesi yang
dikenal dengan pulau Celebes, terletak pada 0°30' - 4°30' LU dan 124°-127°BT.
Manado adalah ibukota provinsi yang terletak di Teluk Manado dikelilingi oleh
beberapa pulau, salah satunya pulau Bunaken yang memiliki Taman Laut Nasional
dengan bukit karang yang indah tempat rekreasi para turis baik turis domestik
maupun turis mancanegara. Terdapat 3 sungai kecil yang mengalir masuk ke Teluk
Manado, salah satunya ke muara Talawaan dengan jarak 20-30 km dari Manado yang
melewati tempat penambangan emas skala kecil di Talawaan-Tatelu. Aktivitas
penambangan emas dialiri air yang berasal dari puncak Gunung Klabat ( 1995 meter)
dengan luas area kurang lebih 34.400 ha.
Pertambangan di Talawaan-Tatelu, Kabupaten Minahasa Utara merupakan
salah satu lokasi pertambangan emas skala kecil (PESK) di Sulawesi Utara.
Pertambangan emas rakyat ini memiliki produk limbah yang mengandung logam-
logam berat yang dapat membawa efek buruk bagi lingkungan karena adanya elemen
toksik yang digunakan dalam proses ekstraksi logam mulia (emas). Pertambangan
rakyat ini dilakukan sejak tahun 1997 dan melibatkan 262 sampai dengan 3289
penambang. Limbah hasil pengolahan emas dibuang di sekitar daerah pengolahan
yang biasanya berada di sekitar daerah aliran sungai, sehingga limbah yang
mengandung merkuri akan mengkontaminasi sepanjang aliran sungai dan lingkungan
sekitarnya. Jika alam telah tercemar maka makhluk hidup juga akan turut tercemar
pula, dan pencemaran yang masuk melalui jalur makanan, dampaknya akan sampai
pada manusia. Sampai saat ini penanganan limbah merkuri di PESK Talawaan-Tatelu
belum dilakukan secara serius.
Data penelitian awal tahun 2002 menunjukkan konsentrasi merkuri (Hg) pada
tailing sebesar 55.16 ppm, sedimen sebesar 2.59 ppm, tanah sebesar 2.19 ppm,
rumput sebesar 1.47 ppm, ikan sebesar 0.85 ppm, dan kerang sebesar 2.10 ppm
(Tulalessy, 2005). Hasil penelitian dari CETEM (Centro de Tecnologia Mineral),
2

2004 berdasarkan kurang lebih 250 sampel di akhir tahun 2003, menunjukkan bahwa
kandungan rata-rata merkuri pada moluska di bagian hilir dari tempat operasi
tambang sebesar 2.6 ppm, pada tanah sepanjang sungai Talawaan sebesar 91 ppm,
pada tanaman mulai dari lokasi tambang menuju hilir sungai sebesar 317 ppm, dan di
lokasi pertambangan sebesar 317.6 ppm. Data penelitian menunjukkan bahwa air
limbah tambang emas rakyat mengandung merkuri sebesar 9.03 mg/l dan tumbuhan
air yang paling efektif sebagai agen bioremediasi adalah teratai (Nelumbium
nelumbo) dengan biomassa 15 kg mampu menurunkan kadar merkuri air limbah
hingga 0.02 mg/1 dengan Indeks Bioremediasi (IBR) 99 % terjadi pada hari ke-15
(Palapa, 2009).
Kandungan merkuri di lokasi PESK Talawaan-Tatelu berdasarkan hasil
penelitian telah melewati baku mutu lingkungan. Baku mutu adalah batas / kadar
maksimum suatu zat atau komponen dari kegiatan manusia atau proses alam yang
diperbolehkan berada pada suatu lingkungan agar tidak menimbulkan dampak
negatif. Standar baku mutu kelimpahan logam berat merkuri pada tanah berkisar <10-
300 ppm, pada air berkisar 0.01-0.05 ppm, dan pada sedimen sungai berkisar <10-
100 ppm (Stwertka, 1998).
Merkuri merupakan logam berat yang sangat toksik terhadap organisme.
Semua bentuk merkuri, baik dalam bentuk unsur, gas maupun dalam bentuk garam
merkuri organik adalah beracun. Merkuri memiliki waktu tinggal (residence time)
ribuan tahun yang akan mengendap pada sedimen dan masuk serta terakumulasi
dalam tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan yaitu: melalui pernapasan,
saluran pencernaan dan kulit sehingga dapat menimbulkan kematian (Wardhana,
2004).
Metode-metode remediasi (proses penyehatan) berbasis fisika dan kimia telah
dikembangkan dan diterapkan untuk mengatasi pencemaran. Dalam dua dekade
terakhir penelitian, pengembangan dan penerapan metode remediasi berbasis biologi
khususnya mikroorganisme mendapat perhatian luas di Amerika, Australia, dan
Eropa termasuk Indonesia karena memiliki potensi aplikasi yang sangat luas, efektif,
dan relatif murah. Metode bioremediasi merupakan proses penyehatan (remediasi)
3

secara biologis terhadap komponen lingkungan, tanah dan air yang telah tercemar
oleh kegiatan manusia (Said dan Fauzi, 1996).
Dengan demikian jelaslah bahwa lokasi PESK di Talawaan-Tatelu,
Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara telah mengandung logam berbahaya
merkuri yang sangat mengkhawatirkan karena telah melebihi ambang batas baku
mutu lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dalam masalah penanganan
limbah merkuri akibat aktivitas penambangan emas rakyat. Bioremediasi adalah salah
satu teknik penyehatan lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam
mengendalikan pencemaran yang telah banyak digunakan selama bertahun-tahun
dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah
rumah tangga maupun dari industri. Teknik bioremediasi sangat efektif dan murah
dari sisi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh
senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun.

1.2. Kerangka Penelitian


Pertambangan emas skala kecil (PESK) di lokasi Talawaan-Tatelu telah
beroperasi mulai tahun 1997 dengan menggunakan merkuri dalam memproses
produk emas. Pertambangan ini menghasilkan limbah cair, limbah padat, dan uap
merkuri yang mencemari sungai, sumur, tanah, tanaman, dan udara yang ada di lokasi
pertambangan dan sekitarnya. Data penelitian menunjukkan telah terjadi pencemaran
merkuri di lokasi tersebut, namun belum ada upaya penanganan limbah dan
penyehatan lingkungan disekitarnya. PESK di lokasi Talawaan-Tatelu memberikan
dampak positif dan negatif terhadap aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Dampak
positif dari aspek sosial seperti perbaikan sarana transportasi, dan dari aspek ekonomi
menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan. Sedangkan dampak negatif yang
dirasakan dari aspek sosial yaitu terciptanya kesenjangan sosial, dan dari aspek
ekonomi mengakibatkan perubahan pola hidup, serta dari aspek ekologi
menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Logam berat merkuri merupakan salah satu jenis pencemar yang mendapat
perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah karena memiliki sifat racun yang
4

kuat dibandingkan dengan logam berat lainnya. Merkuri dapat terakumulasi dan tetap
tinggal dalam tubuh makhluk hidup dengan jangka waktu yang lama sebagai racun.

TAMBANG EMAS RAKYAT

DAMPAK POSITIF DAMPAK NEGATIF

KESEJAHTERAAN LIMBAH MERKURI


MASYARAKAT

PENCEMARAN Hg

MASALAH MASALAH KESEHATAN MASALAH


LINGKUNGAN MASYARAKAT SOSEK

PENANGGULANGAN
LIMBAH MERKURI

EKOLOGI TEKNOLOGI

PENGOLAHAN LIMBAH
RAMAH LINGKUNGAN

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Gambar 1. Kerangka berpikir

Adanya berbagai kepentingan, memperlihatkan bahwa lokasi PESK di


Talawaan-Tatelu harus segera dibenahi yaitu dengan cara mencegah pencemaran
yang semakin meningkat dan menanggulangi dampak akibat pencemaran, serta
5

memperbaiki kerusakan alam di lokasi tersebut dan sekitarnya dengan teknik


bioremediasi yang menggunakan mikrob dan tanaman dalam strategi pengelolaan
limbah ramah lingkungan menuju pembangunan berkelanjutan (Gambar 1).

1.3. Perumusan masalah


Skema perumusan masalah disajikan pada Gambar 2. Kegiatan PESK di
Talawaan-Tatelu masih menggunakan merkuri sebagai bahan pengikat emas
(amalgam) sampai saat ini. Data penelitian menunjukkan kandungan merkuri di
lokasi pertambangan dan sekitarnya telah melewati ambang batas baku mutu
lingkungan. Untuk itu diperlukan upaya penanganan limbah yang dapat menurunkan
kandungan merkuri.

TAMBANG EMAS
(PESK)
(PESK)

LIMBAH MERKURI

BIOREMEDIASI

BAKTERI
TEMPATAN
TANAMAN

BAKTERI
PEREDUKSI
LAHAN BASAH
MERKURI BUATAN

BIOREAKTOR

LIMBAH RAMAH
LINGKUNGAN

Gambar 2. Perumusan masalah


6

Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan


dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran.
Bioremediasi adalah proses penyehatan (remediasi) secara biologis terhadap
komponen lingkungan, tanah dan air yang telah tercemar oleh kegiatan manusia.
Bioremediasi bukanlah konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena bakteri telah
banyak digunakan selama bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan
bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun dari industri.
(Munir, 2006). Bioremediasi dengan mikroorganisme dan tanaman merupakan salah
satu teknologi penyehatan lingkungan yang efektif dan murah dari sisi ekonomi.
Bakteri dapat digunakan untuk mereduksi logam merkuri dengan cara
mentransformasikan logam berat tersebut melalui proses oksidasi, reduksi, metilasi,
dan dimetilasi. Sifat kontinyu dari bakteri yang tahan Hg2+ yaitu yang dapat
mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan merkuri reduktase dari limbah yang
terkontaminasi (Gadd, 1992; Misra, 1992). Bioremediasi tidak hanya terbatas pada
pemanfaatan aktifitas bakteri, tetapi juga menggunakan tanaman yang disebut
fitoremediasi. Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun
anorganik dalam bentuk padat, cair, dan gas (Salt et al. 1998).

1.4. Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana kemampuan bakteri pereduksi asal PESK Talawaan-Tatelu dalam
mereduksi merkuri?
2. Bagaimana kemampuan tanaman typha dan tanaman eceng gondok dalam
mereduksi merkuri?
3. Bagaimana kemampuan bioreaktor dan lahan basah buatan dalam mengolah
limbah merkuri?

1.5. Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengisolasi dan mengkarakteristik serta menguji aktivitas bakteri pereduksi
merkuri tempatan asal PESK Talawaan-Tatelu;
7

2. Mengkaji kemampuan bakteri pereduksi merkuri, arang aktif, tanaman typha


dan tanaman eceng gondok menggunakan bioreaktor dalam mereduksi
merkuri;
3. Mengkaji kemampuan tanaman typha, tanaman eceng gondok, dan arang aktif
menggunakan reaktor lahan basah buatan dalam mereduksi merkuri.

1.6. Hipotesa
1. Bakteri pereduksi merkuri asal PESK Talawaan-Tatelu mampu mereduksi
merkuri;
2. Bioreaktor dengan tanaman typha, tanaman eceng gondok, arang aktif,
menggunakan bakteri pereduksi merkuri tempatan asal PESK Talawaan-
Tatelu memiliki kemampuan mereduksi merkuri;
3. Reaktor bahan basah buatan menggunakan tanaman typha, tanaman eceng
gondok, dan arang aktif memiliki kemampuan mereduksi merkuri.

1.7. Manfaat Penelitian


1. Memberikan tambahan pengetahuan mengenai teknik bioremediasi dengan
menggunakan bakteri pereduksi merkuri tempatan asal PESK Talawaan-
Tatelu yang menggunakan sistem bioreaktor dalam upaya penanganan limbah
merkuri;
2. Memberikan tambahan pengetahuan tentang lahan basah buatan dengan
menggunakan tanaman typha dan tanaman eceng gondok, dan arang aktif;
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk
pengambilan keputusan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
menanggulangi limbah berbahaya dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan
pencemaran merkuri.

1.8. Kebaharuan
Dari penelitian ini diperoleh: (1) sepuluh isolat bakteri pereduksi merkuri
tempatan asal PESK Talawaan-Tatelu yang mampu hidup sampai 500 ppm HgCl2
8

dan dapat digunakan untuk pengolahan limbah merkuri, (2) alternatif pengolahan
limbah merkuri dari pertambangan emas rakyat dengan sistem bioreaktor yang
memanfaatkan bakteri tempatan dalam mereduksi merkuri, dan sistem lahan basah
buatan dengan tanaman dalam mereduksi merkuri.
9

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keadaan di Lokasi PESK Talawaan-Tatelu


Lokasi pertambangan emas skala kecil (PESK) di Kecamatan Talawaan-
Tatelu tersebar terutama di Desa Tatelu, Tatelu Rondor, Wasian, Warukapas dan
Talawaan yang semuanya berada di Kabupaten Minahasa Utara, termasuk dalam
DAS Talawaan yang mempunyai luas sekitar 34.000 ha dan membentang mulai dari
Gunung Klabat sebagai bagian hulu dan bermuara di Talawaan Bantik / Talawaan
Bajo Kecamatan Wori di depan garis pantai kawasan Taman Nasional Laut Bunaken.
Wilayah PESK Talawaan-Tatelu tersebar pada tanah-tanah Pasini seluas 822 ha
terutama di lokasi yang disebut Bukit Batu Api dan Lempaoi, berada pada bagian
hulu Sungai Talawaan, sehingga pengaruhnya kebagian hilir sangat besar. Jumlah
masyarakat yang ikut aktif dalam penambangan sekitar 3.000 s/d 5.000 orang.
Kegiatan PESK Talawaan-Tatelu ini telah berlangsung sejak tahun 1997,
berawal informasi dari calon pekerja PT. Tambang Tondano Nusa Jaya yang
melakukan penelitian bahwa di daerah ini terdapat deposit emas. Kegiatan ini juga
dipicu oleh kondisi perekonomian bangsa kita yang sulit waktu itu akibat krisis.
Tahun 1999 semakin berkembang karena ternyata batuan emas yang ditambang di
daerah ini mengandung kadar emas yang cukup tinggi, disamping lokasinya yang
dekat dengan pemukiman penduduk serta aksesibilitas yang begitu mudah ke lokasi
galian. Saat ini, meskipun PESK Talawaan-Tatelu dikategorikan ilegal namun
operasinya tetap berlangsung bahkan bahan merkuri yang sangat ketat pemasarannya
dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat.
Mekanisme pengolahan emas di PESK sebagai berikut: 1) Diawali dengan
penambangan batuan mengandung emas yang disebut rep. Rep yang diperoleh
dimasukkan dalam karung goni dan diangkut ke tempat pengolahan, 2) Batuan rep
dihancurkan di tempat pengolahan dengan alat penghancur yang digerakkan mesin
atau ditumbuk dengan menggunakan martil, 3) Hancuran batuan rep dimasukkan
kira-kira sebanyak 40 kg per tromol dan diputar selama 3 jam dimana masing-masing
tromol diisi dengan merkuri sebanyak 1 s/d 2 kg per tromol kemudian diputar sekitar
10

setengah jam untuk memungkinkan terjadinya amalgamasi unsur emas dengan


merkuri, 4) Isi tromol dikeluarkan dan dilakukan pemisahan antara batuan rep yang
telah halus dari amalgam dengan bantuan aliran air. Rep halus disimpan dalam
karung menjadi limbah padat, sedangkan amalgam dibakar untuk memisahkan
merkuri dan emas berdasarkan titip uap karena merkuri lebih dulu menguap dan
terlepas dari emas, 5) Pembakaran secara sederhana dengan kompor gas pada sebuah
pinggan tanah liat secara langsung di udara terbuka sehingga uap merkuri yang
berwarna kebiru-biruan tersebar di lingkungan sekitar. Ada yang menggunakan retort
untuk mengumpulkan kembali merkuri, tapi umumnya perlengkapan keselamatan
pekerja seperti sarung tangan dan arah angin masih kurang diperhatikan, 6) Aliran air
yang digunakan memisahkan merkuri amalgam dan rep halus ini dialirkan ke kolam,
namun ada juga yang melalui saluran kecil langsung ke selokan yang pada akhirnya
menuju ke Sungai Talawaan. Meskipun ada yang menggunakan kolam tetapi karena
air yang diperlukan sangat banyak sehingga kolam menjadi penuh dan tidak mampu
menampung semua air yang mengalir masuk. Apalagi bila musim hujan tiba, kolam
yang ada sama sekali hampir tidak ada manfaatnya, 7) Limbah dalam bentuk lumpur
rep di buang ke tempat penimbunan yang nantinya pada saat penghujan mengalir
dalam bentuk suspensi ke sungai Talawaan.
Data pemantauan yang dilakukan sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2003
oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Provinsi Sulawesi Utara
kerjasama dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Regional
III Makassar, The Canada Education for Peace Initiative (CEPI) Kanada, Natural
Resource Management (NRM) Sulut, The United Nations Industrial Development
Organization- Global Mercury Project (UNIDO – GMP) Phase I menunjukkan selang
tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 konsentrasi merkuri dalam perairan sungai
Talawaan telah melebihi standar baku mutu lingkungan. Konsentrasi merkuri pada
lokasi yang dekat dengan unit pengolahan emas telah melebihi standar baku mutu
yang dipersyaratkan yaitu 0.05 ppm. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka
kontaminasi merkuri atas para pekerja tambang dan masyarakat sekitar daerah
tambang akan semakin tinggi, sehingga dapat menjadi suatu ancaman yang serius
11

bagi kesehatan mereka. Kebijakan penanggulangan harus segera diupayakan untuk


mencegah terjadinya keadaan yang lebih buruk.

2.2. Karakteristik Merkuri


Merkuri adalah salah satu unsur logam penting dalam teknologi saat ini,
memiliki nomor atom (NA=80) dan massa molekul relatif (MR=200,59). Memiliki
simbol kimia Hg yang merupakan singkatan dari bahasa Yunani Hydrargyrum yang
berarti cairan perak, dan masyarakat umum mengenal dengan nama merkuri yang
berarti mudah menguap. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair
dalam temperatur kamar (250C) dengan titik beku paling rendah (-390C), memiliki
kecenderungan menguap lebih besar, mudah bercampur dengan logam-logam lain
menjadi logam campuran (Amalgam/Alloi), dan dapat mengalirkan arus listrik
sebagai konduktor baik tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik
rendah, serta dapat menghambat kerja enzim dan protein (Alfian, 2006).
Menurut Darmono (2006), secara umum merkuri memiliki 3 bentuk kimia
yang berpengaruh pada pengendapannya, yaitu: (1) unsur merkuri (Hg0) memiliki
tekanan uap yang tinggi dan sukar larut di dalam air. Pada suhu kamar kelarutannya
kira-kira 60 mg/l dalam air dan antara 5- 50 mg/l dalam lipida. Bila ada oksigen,
merkuri diasamkan langsung ke dalam bentuk ionik. Uap merkuri hadir dalam bentuk
monoatom (Hg). Saluran pernapasan merupakan jalan utama penyerapan unsur Hg
dalam bentuk uap, (2) merkuri anorganik (Hg2+ dan Hg2 2+
), terdiri dari raksa unsur
dan garam merkurous (Hg2Cl2) dan merkurik (HgCl2) yang dapat terurai. Di antara
dua tahapan pengoksidaan, Hg2+ adalah lebih reaktif. Ia dapat membentuk kompleks
dengan ligan organik, terutama golongan sulfurhidril. Contohnya HgCl 2 sangat larut
dalam air dan sangat toksik, sebaliknya HgCl tidak larut dan kurang toksik, (3)
merkuri organik adalah senyawa merkuri yang terikat dengan atom karbon yaitu:
senyawa alkil merkuri = CH3HgCl, senyawa aril merkuri = C6H5HgCl, senyawa
alkoksiaril merkuri= CH3OCH2HgCl, ikatan merkuri karbon stabil karena aktivitas
merkuri yang stabil terhadap oksigen.
12

Menurut WHO (2000) secara umum merkuri memiliki 3 bentuk kimia yang
berpengaruh pada pengendapannya, yaitu: (1) Merkuri metal atau unsur merkuri
(Hg0) merupakan logam berwarna putih, berkilau dan pada suhu kamar berada dalam
bentuk cairan. (2) Senyawa merkuri anorganik terjadi ketika merkuri dikombinasikan
dengan elemen lain seperti klorin (Cl), sulfur atau oksigen. Senyawa-senyawa ini
biasa disebut garam-garam merkuri. Senyawa merkuri anorganik berbentuk bubuk
putih atau kristal, kecuali merkuri sulfida (HgS) yang biasa disebut Sinabar adalah
berwarna merah dan akan menjadi hitam setelah terkena sinar matahari. (3) Senyawa
merkuri organik terjadi ketika merkuri bertemu dengan karbon atau organomerkuri.
Banyak jenis organomerkuri, tetapi yang paling populer adalah metilmerkuri (dikenal
dengan monometilmercuri) CH3-Hg-COOH. Pada waktu yang lampau, senyawa
organomerkuri yang dikenal adalah fenilmerkuri yang digunakan dalam beberapa
produk komersial. Organomerkuri lainnya adalah dimetilmerkuri (CH3-Hg-CH3) yang
juga digunakan sebagai standar referensi tes kimia.
Merkuri termasuk logam yang sangat toksik pada organisme maka pemerintah
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air menetapkan kriteria mutu untuk setiap kelas
air dan dimana kadar merkuri maksimum yang diziinkan untuk berada dalam badan
air yaitu pada kualitas air golongan I adalah air yang dapat digunakan sebagai air
minum secara langsung tanpa pengolahan (dimasak sampai 100oC) terlebih dahulu
sebesar 0.001 mg/l (ppm), pada kualitas air golongan II adalah air yang dapat
digunakan sebagai air baku air minum sebesar 0.001 mg/l, pada kualitas air golongan
III adalah air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan
sebesar 0.002 mg/l, dan pada kualitas air golongan IV adalah air yang dapat
digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan,
industri, pembangkit listrik tenaga air sebesar 0.005 mg/l. Diagnosa toksisitas
merkuri tidak dapat dilakukan dengan tes biokimia, tapi dengan diagnosis analisis
kadar Hg dalam darah, urin, dan rambut. Konsentrasi maksimum Hg dalam darah 10-
20 μg/l, dalam urin sebesar 50 μg/l, dan dalam rambut sebesar 1-2 mg/kg (CETEM,
2004).
13

Dampak positif merkuri adalah: (1) Merkuri metal atau unsur merkuri (Hg0)
dapat digunakan untuk bahan pembuat themometer, barometer. Merkuri metal banyak
digunakan untuk produksi gas khlorin dan kaustik soda serta pemurnian emas. Juga
digunakan untuk pembuatan baterai, dan saklar listrik. Untuk bahan penambal gigi
biasanya mengandung merkuri metal 50%. Estimasi yang dilakukan oleh WHO
menyatakan bahwa sekitar 3% dari total konsumsi merkuri digunakan untuk dental
amalgam. (2) Senyawa merkuri anorganik digunakan sebagai fungisida. Garam-
garam merkuri anorganik termasuk amoniak merkurik klorida dan merkuri iodide
digunakan untuk cream pemutih kulit. Merkuri chlorida (HgCl 2) adalah sebagai
antiseptik atau disinfektan. Merkuri klorida digunakan sebagai katalis, industri baterai
kering, dan fungisida dalam pengawetan kayu. Merkuri asetat digunakan untuk
sintesa senyawa organomerkuri, sebagai katalis dalam reaksi-reaksi polimerisasi
organik dan sebagai reagen dalam kimia analisa. Senyawa-senyawanya banyak
digunakan sebagai disinfektan, pestisida, bahan cat, antiseptik, baterai kering,
photografi, di pabrik kayu dan pabrik tekstil. (3) Senyawa merkuri organik, metil
merkuri dan fenil merkuri ada dalam bentuk garam-garamnya seperti metal merkuri
klorida dan fenil merkuri asetat. Sampai tahun 1970-an metil merkuri dan etil merkuri
digunakan untuk mengawetkan biji-bijian dan infeksi fungi. Ketika diketahui adanya
efek negatif terhadap kesehatan dari bahan berbahaya metil merkuri dan etil merkuri,
maka penggunaan selanjutnya sebagai fungisida biji-bijian dilarang. Sabun dan krem
yang mengandung merkuri telah digunakan dalam waktu yang lama oleh masyarakat
kulit hitam di beberapa wilayah untuk pemutih kulit (WHO, 2000).
Dampak negatif pada lingkungan yang terkontaminasi merkuri sangat
membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Jalur utama
pajanan metilmerkuri pada manusia adalah melalui konsumsi ikan (Barkay, 2005).
Merkuri terakumulasi dalam mikroorganisme yang hidup di air sungai, danau, dan
laut melalui proses metabolisme. Bahan-bahan mengandung merkuri yang terbuang
ke dalam sungai atau laut dimakan oleh mikroorganisme tersebut dan secara kimiawi
terubah menjadi senyawa metilmerkuri. Mikroorganisme dimakan ikan sehingga
metilmerkuri terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menjadi rantai
14

makanan ikan besar dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Berdasarkan penelitian,
konsentrasi merkuri yang terakumulasi dalam tubuh ikan diperkirakan 40-50 ribu kali
lipat dibandingkan konsentrasi merkuri dalam air yang terkontaminasi (Stwertka,
1998).
Pengaruh toksisitas merkuri terhadap ikan dan biota perairan dapat bersifat
lethal dan sublethal. Pengaruh lethal menyebabkan gangguan pada saraf pusat
sehingga ikan tidak bergerak atau bernapas akibatnya cepat mati. Pengaruh sub lethal
terjadi pada organ-organ tubuh, menyebabkan kerusakan pada hati, mengurangi
potensi untuk berkembangbiak, pertumbuhan dan sebagainya. Selain itu pencemaran
perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang
disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutannya yang rendah dalam
air dan kemudahannya diserap serta terakumulasi dalam jaringan tubuh organisme air
(Alfian, 2006).
Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan
kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak
dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan) yang disebabkan oleh
kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam
berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan
lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003). Oleh karena itu
usaha pengolahan emas dengan menggunakan merkuri tidak boleh membuang
limbahnya ke dalam aliran sungai sehingga tidak terjadi kontaminasi pada lingkungan
disekitarnya, dan limbah yang mengandung merkuri harus ditempatkan secara khusus
serta ditangani secara hati-hati (Darmono, 2006).

2.3. Bioremediasi Menggunakan Bakteri


Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan
dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran.
Bioremediasi bukanlah konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena mikrob telah
banyak digunakan selama bertahun-tahun dalam mereduksi senyawa organik dan
15

bahan beracun. Pada lingkungan tercemar merkuri banyak ditemukan komunitas


bakteri pereduksi merkuri.
Bakteri dapat digunakan untuk mereduksi logam merkuri dengan cara
mentransformasikan logam berat tersebut melalui proses oksidasi, reduksi, metilasi,
dan dimetilasi. Sifat kontinyu dari bakteri yang tahan Hg2+ yaitu yang dapat
mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan merkuri reduktase serta menguapkan Hg0 dari
limbah yang terkontaminasi (Gadd, 1992; Misra, 1992).
Nakamura et al. (1990) menemukan bakteri aerob dan aerob fakultatif yang
dapat mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi antara lain:
Bacillus sp., Pseudomonas sp., Corynebacterium sp., Micrococcus sp. dan Vibrio sp.
dari pantai Minamata, Jepang. Beberapa bakteri aerobik dan fakultatif dapat
mengkatalisasi proses reduksi Hg2+ menjadi Hg0 seperti Bacillus, Pseudomonas,
Corynebacterium, Micrococcus dan Vibrio (Blake et al., 1993). Sadhukhan et al.
(1997) menemukan bakteri resisten merkuri dari genus Bacillus, Escherichia,
Klebsiella, Micrococcus, Pseudomonas, Salmonella, Streptococcus, Staphylococcus,
Shigella, and Sarcina yang diisolasi dari tambak ikan di Calcutta, India. Handayani
(2001) menemukan bakteri pereduksi merkuri Pseudomonas sp. dan Flavobacterium
sp. asal Pongkor dan Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah. Petrova et al. (2002)
menemukan bakteri Gram positif (Micrococcos, Exiguobacterium, Arthrobacter dan
Bacillus) dan bakteri Gram negatif (Pseudomonas, Acinotobacter, Myxobacteriales,
dan Plesiomonas) yang diisolasi dari sedimen permafrost di Kolyma dan Canada.
Sulastri (2002) menemukan bakteri pereduksi merkuri yaitu Escherichia coli,
Aeromonas cavidae, Hafnia alvei, Citrobacter frundii, Pseudomonas psedomallei,
dan Enterobacter agglomerans dari Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah yang
mampu tumbuh pada konsentrasi 320 ppm HgCl2 dan bakteri Pseudomonas
pseudomallei ICBB 1512 memiliki aktivitas cukup tinggi dalam mereduksi merkuri
dibandingkan isolat Flavobacterium sp. Zulkifli (2002) memperoleh bakteri
pereduksi merkuri yang mampu tumbuh pada media LB dengan konsentrasi sampai
1000 ppm HgCl2 yaitu ICBB 2813, ICBB 2820, ICBB 1508, dan ICBB 1512. Nofiani
(2004) menemukan bakteri Gram negatif yang resisten terhadap merkuri yaitu
16

Enterobacter cloacae dan E. hafniae dari daerah bekas penambangan emas tanpa
izin (PETI) yang berumur 6 tahun di daerah Mandor, Kalimantan Barat. Media
seleksi yang digunakan isolasi bakteri resisten merkuri adalah media seleksi padat
Canstein yang mengandung HgCl2 10 g/ml. Menurut Green-Ruiz (2005) dengan
menggunakan isolat Bacillus sp. dan pemberian pH optimal antara 4.5 – 7.0 pada 25
°C, kebanyakan adsorpsi merkuri terjadi pada 20 menit pertama. Madigan (2006)
menemukan bakteri yang tahan terhadap merkuri dan menurunkan pencemaran
merkuri, seperti Pseudomonas, Bacillus, Serratia, dan Enterobacter karena
mempunyai operan gen mer yang menyandi enzim merkuri reduktase yang terkait
dengan NADPH. Enzim ini mereduksi ion merkuri yang bersifat racun Hg2+ menjadi
ion Hg0 yang tidak berbahaya. Jaysankar (2008) menemukan beberapa bakteri
resistan merkuri dari laut yang mampu tumbuh sampai 25 ppm (mg/l) yaitu:
Alcaligenes faecalis (tujuh isolat), Bacillus pumilus (tiga isolat), Bacillus sp. (satu
isolat), Pseudomonas aeruginosa (satu isolat), and Brevibacterium iodinium (satu
isolat). Suheryanto et al., (2008) menemukan 6 isolat yang mampu tumbuh pada
media LB dengan konsentrasi antara 1.0 ppm sampai 2.5 ppm MeHg (metil merkuri)
dari Sungai Sangon, Yogyakarta. Santi (2009) menemukan bahwa Pseudomonas
fluorescens strain KTSS yang diisolasi dari tambang batu bara wilayah penambangan
PT Tambang Batu Bara Bukit Asam, Sumatera Selatan memiliki potensi mereduksi
logam merkuri dalam tanah. Shovitri et al., (2010) menemukan 17 isolat bakteri tahan
merkuri dari Kali Mas Surabaya dan berdasarkan karakter biokimia ke-17 isolat
tersebut masuk ke dalam tujuh genus yang berbeda, yaitu ada kecenderungan masuk
ke genus Providencia, Neisseria, Shigella, Lampropedia, Serratia, Enterobacter dan
Bacillus. Ketujuh belas isolat tersebut secara individu mampu hidup pada 10 ppm
HgCl2 dan mereduksi 43%-75% ion Hg2+ menjadi ion Hg0.

Mekanisme Transformasi Merkuri


Mekanisme resistensi merkuri pada bakteri merupakan reduksi enzimatik
Hg2+ oleh enzim merkuri reduktase di dalam sitoplasma menjadi logam Hg0 yang
bersifat kurang toksik dibanding Hg2+, volatil dan cepat hilang dari lingkungan.
17

Selain menghasilkan enzim merkuri reduktase, bakteri resisten merkuri juga


menghasilkan enzim organomerkuri liase yaitu: enzim yang memotong ikatan karbon
merkuri dalam senyawa seperti metal merkuri dan fenil merkuri, sehingga Hg 2+ yang
dilepas dan secara bertahap direduksi oleh merkuri reduktase (Misra, 1992).
Proses detoksifikasi merkuri secara umum terdiri dari dua tahap. Tahap
pertama, senyawa organomerkuri didegradasi melalui pemecahan secara katalis
ikatan C-Hg oleh organomerkuri liase, yang merupakan produk dari gen mer B. Pada
tahap kedua, ion merkuri hasil tahap pertama direduksi secara enzimatik dengan
menggunakan enzim merkuri reduktase (hasil dari mer A) dan mengkonsumsi
NADPH, selanjutnya menghasilkan produk akhir logam merkuri (Hg0) yang
dilepaskan keluar sel (Misra, 1992). Menurut Wagner-Dobler (2003) bakteri memiliki
mekanisme untuk mendetoksifikasi merkuri [operon resisten merkuri (mer)]
berdasarkan pada mekanisme reduksi intraselular Hg2+ menjadi bentuk non-toksik
Hg0 oleh enzim merkuri reduktase. Aktivitas merkuri reduktase dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain: konsentrasi Hg2+, pH, dan redoks potensial (Barkay et
al., 1991). Aktivitas maksimal merkuri reduktase adalah 1.2 nmol mg-1 terjadi pada
konsentrasi awal Hg2+ 50 mol dm-3 dan pH optimum 7.0 (Chang et al., 1999).
Barkay (2000) menjelaskan bahwa ada empat jenis mekanisme enzimatis
terkait dengan mekanisme transformasi merkuri yang dilakukan oleh bakteri yaitu:
(1) reduksi Hg2+ menjadi Hg0, (2) pemecahan senyawa organomerkuri (termasuk
MeHg+), yang menghasilkan bentuk Hg0, (3) metilasi Hg2+, dan oksidasi Hg0 menjadi
Hg2+. Reaksi reduksi dan pemecahan senyawa organomerkuri dilakukan oleh enzim
dan protein (mer) operon dari bakteri yang resisten terhadap merkuri dengan produk
akhir Hg0. Operon mer memiliki situs pelekatan spesifik untuk protein (merT, merP,
dan merC) yang mentransport Hg2+ ke dalam sitoplasma dan mencegah penghancuran
sel. Di dalam sel, Hg2+ direduksi oleh NADPH menjadi Hg0 oleh enzim merkuri
reduktase (merA). Beberapa operon mer bakteri mengandung gen merB yang
mengkodekan enzim merkuri liase. Enzim ini dapat mendetoksifikasi senyawa
organomerkuri termasuk MeHg2+ dan Me2Hg.
18

Detoksifikasi merkuri oleh bakteri resisten merkuri terjadi karena bakteri


resisten merkuri memiliki gen resisten merkuri, mer operon. Struktur mer operon
berbeda untuk tiap jenis bakteri. Umumnya struktur mer operon terdiri dari gen
metaloregulator (merR), gen transpor merkuri (merT, merP, merC), gen merkuri
reduktase (merA) dan organomerkuri liase (merB) (Silver, 1998; Nascimento, 2003).
Yamaguchi et al., (2007) mengidentifikasi 3 tipe transport dalam bakteri yaitu gen
mer C, gen mer F and gen mer T untuk mereduksi ion (Hg2+) dan metil merkuri
menjadi elemen merkuri (Hg0) yang volatil dan tidak toksik.
Menurut Tedja (2009) bahwa suhu dan pH merupakan faktor lingkungan yang
sangat menentukan kehidupan bakteri. Suhu yang rendah dapat menyebabkan
aktivitas enzim menurun dan jika suhu terlalu tinggi dapat mendenaturasi protein
enzim. Pada suhu optimum pertumbuhan bakteri berlangsung dengan cepat. Diluar
kisaran suhu optimum pertumbuhan bakteri menjadi lambat atau tidak ada
pertumbuhan. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu : (1) psikrofil (0-200C), (2) mesofil (20-500C), dan (3) termofil (50-
1000C), sedangkan pH mempengaruhi metabolisme bakteri. Pada umumnya bakteri
tumbuh dengan baik pada pH netral (7.0). Berdasarkan nilai pH yang dibutuhkan
untuk kehidupannya dikenal 3 kelompok: (1) Acidofilik/ acidotoleran (asam), (2)
Mesofilik/ mesotoleran (netral), dan (3) Basofilik/ basotoleran (basa).
Pertumbuhan sel dicirikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk
menggandakan massa atau jumlah sel. Umumnya pertumbuhan sel dinyatakan
melalui massa sel, karena lebih mudah, cepat dan sederhana. Massa sel dalam
penelitian dapat dianalisa melalui kerapatan optik/kekeruhan cairan media kultivasi
dan bobot biomassa kering. Kurva kerapatan optik (OD) memiliki 3 fase yaitu: fase
adaptasi, fase eksponensial, dan fase stasioner (Laily, 2004).
Metode pewarnaan Gram bakteri ditemukan oleh Christian Gram tahun 1883.
Pewarnaan gram merupakan pewarnaan diferensial dalam pencirian dan identifikasi
bakteri. Bakteri gram positif berwarna ungu sedangkan bakteri gram negatif berwarna
merah, perbedaan hasil dalam pewarnaan gram disebabkan perbedaan struktur
dinding sel bakteri. Dalam pewarnaan Gram digunakan biakan segar yang berumur
19

24-48 jam untuk mendapatkan hasil yang baik terutama pada bakteri Gram positif,
jika digunakan biakan tua maka banyak sel mengalami kerusakan pada dindingnya
sehingga zat warna dapat keluar sewaktu dicuci dengan larutan pemucat. Ini berarti
bahwa bakteri Gram positif dengan dinding yang rusak tidak lagi dapat
mempertahankan kompleks warna kristal violet-yodium sehingga terlihat sebagai
bakteri gram negatif (Bibiana, 1994).
Perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif terletak pada dinding
selnya. Pada bakteri Gram positif dinding sel tersusun atas peptidoglikan dan
komponen khusus berupa asam-asam teikhoat dan teikhuronat serta polisakarida;
sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif tersusun atas peptidoglikan dengan
komponen-komponen khusus berupa lipoprotein, selaput luar dan lipopolisakarida
(Tedja, 2009). Kemampuan bakteri menghasilkan polisakarida ekstraselular dapat
melindungi sel dari pengaruh toksik logam berat (Ahmad et al., 2005).

2.4. Bioremediasi Menggunakan Bioreaktor


Bioremediasi adalah upaya penanganan masalah limbah dan pencemaran
lingkungan dengan menggunakan bakteri untuk membersihkan senyawa pencemar
dari lingkungan. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi
senyawa toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Bioremediasi
dengan bakteri merupakan salah satu dari beberapa teknologi penyehatan lingkungan
yang ekonomis dimana 1/400 lebih murah dibanding teknologi resin. Bioremediasi
dapat membersihkan polutan yang ada dalam tanah dan air (Crawford, 2005). Bakteri
resistan merkuri mampu membersihkan limbah industri mengandung merkuri secara
sederhana, ramah lingkungan, dan merupakan salah satu teknologi alternatif yang
efektif (Wagner, 2003).
Menurut Sunarko (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
suatu proses bioremediasi dalam pengolahan pencemar lingkungan yaitu (1)
tersedianya mikroorganisme yang dapat mentransformasikan, mendegradasi dan
mendetoksifikasi kontaminan sasaran, (2) ketersediaan nutrien dan kontaminan bagi
20

pertumbuhan bakteri, (3) kondisi lingkungan yang kondusif untuk hidup dan tumbuh,
serta menunjang aktivitas transformatif bakteri dengan laju yang optimal.
Bioreaktor atau reaktor biologis adalah tempat berlangsungnya perubahan
suatu zat akibat adanya reaksi kimia dalam proses tangki fermentasi yang
dikendalikan (Hartoto dan Sailah, 1992). Menurut Machfud et al. (1989), fermentasi
memiliki pengertian sebagai suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu
substrat organik melalui aktifitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri. Menurut
Tjokrokusumo (1998) pada dasarnya reaktor pengolahan secara biologis dapat
dibedakan atas 2 jenis yaitu: reaktor pertumbuhan tersuspensi dan reaktor ertumbuhan
melekat. Pada reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikrob tumbuh dan berkembang
dalam keadaan tersuspensi; sedangkan pada reaktor pertumbuhan melekat, bakteri
tumbuh pada media pendukung dengan membentuk lapisan film atau biofilm untuk
melekatkan dirinya. Pertumbuhan bakteri akan melekat bila tumbuh pada medium
padat sebagai pendukung dan aliran limbah kontak dengan organisme.
Media pendukung dapat berupa batuan vulkanik, batu-batu besar karang,
lembaran plastik bergelombang atau cakram yang berputar. Batuan vulkanik yang
berperan sebagai media pendukung dimana bakteri pereduksi merkuri tumbuh diatas
media tersebut membentuk lapisan biofilm untuk melekatkan diri pada permukaan
batu (Tjokrokusumo, 1998). Menurut Barus (2007), dari hasil foto scanning electron
micrograph (SEM) memperlihatkan morfologi batu vulkanik yang tidak teratur dan
memiliki banyak rongga-rongga didalamnya. Rongga-rongga tersebut berfungsi
sebagai tempat melekat bagi bakteri, membentuk koloni (pertumbuhan biofilm), dan
memberikan perlindungan terhadap abrasi aliran limbah cair dalam bioreaktor
(Elfrida, 1999).
Biofilm merupakan suatu fenomena alamiah dimana sebagian besar bakteri di
alam berasosiasi dengan permukaan padatan. Biofilm terdiri dari sel-sel bakteri yang
melekat erat ke suatu permukaan sehingga berada dalam keadaan diam (sesil), tidak
mudah lepas atau berpindah tempat (irreversible). Pelekatan ini seperti pada bakteri
disertai oleh penumpukan bahan-bahan organik yang diselubungi oleh matrik polimer
ekstraseluller yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Matrik ini berupa struktur
21

benang-benang bersilang satu sama lain yang dapat berupa perekat bagi biofilm.
Biofilm terbentuk karena adanya interaksi antara bakteri dan permukaan yang
ditempeli. Interaksi ini terjadi dengan adanya faktor-faktor yang meliputi kelembaban
permukaan, makanan yang tersedia, pembentukan matrik ekstraseluller (exopolimer)
yang terdiri dari polisakarida, faktor-faktor fisikokimia seperti interaksi muatan
permukaan dan bakteri, ikatan ion, ikatan Van Der Waals, pH dan tegangan
permukaan serta pengkondisian permukaan. Dengan kata lain terbentuknya biofilm
adalah karena adanya daya tarik antara kedua permukaan (psikokimia) dan adanya
alat yang menjembatani pelekatan (matrik eksopolisakarida). Odergaard et al. (1994)
menyatakan bahwa keuntungan reaktor biofilm dalam menangani limbah industri
yaitu: (1) perlakuan yang diterapkan dapat dibuat lebih kompak karena membutuhkan
tempat yang relatif sedikit, (2) hasil perlakuan tidak terikat oleh pemisahan slugde
pada akhir proses, dan (3) biomassa yang terjerat dapat digunakan dengan cara lain
yang lebih khusus karena tidak tercampur dengan sludge.
Menurut Barus (2007) pengolahan limbah cair dengan menggunakan sistem
bioreaktor mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mereduksi merkuri dalam
waktu yang relatif singkat. Pembentukan biofilm 6 hari merupakan kondisi paling
optimum untuk mereduksi merkuri. Pada perlakuan tersebut menggunakan bakteri
Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512 yang mampu hidup pada 6 ppm HgCl2 dan
dapat menurunkan merkuri sebesar 98.54 % (dari 6.53 menjadi 0.10 ppm).
Pengoperasian bioreaktor menggunakan kultur tunggal bakteri pereduksi merkuri
lebih efisien daripada penggunaan kultur campuran karena memiliki aktivitas yang
tinggi sehingga dapat digunakan dalam pengolahan limbah tercemar merkuri
(Zulkifli, 2002).
Karbon aktif merupakan karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat
besar sehingga dapat digunakan untuk berbagai aplikasi seperti menyerap bau, warna,
pengotor, bahkan logam berat seperti merkuri. Karbon aktif dalam bentuk serbuk
kecepatan adsorpsinya lebih cepat daripada dalam bentuk butiran (granula). Sumber
bahan baku karbon aktif terdiri dari kayu, ampas tebu, kulit buah, batok kelapa, dan
batubara muda. Karbon aktif memiliki 2 bentuk yang biasa digunakan dalam
22

pengolahan air minum yaitu: bentuk bubuk dan bentuk butiran (granular). Karbon
aktif selain dapat menghilangkan zat-zat organik, juga digunakan untuk menjerap
bahan-bahan anorganik seperti Fe, Pb, Ag, Cd, Hg dan sebagainya dalam jumlah
tertentu. Menurut Gluszcz et al. (2008) penggunaan karbon aktif dengan a fixed-bed
bioreaktor dapat digunakan dalam proses bioreduksi ion merkuri karena dapat
menurunkan konsentrasi merkuri sekitar 50%.
Suhu berperan penting dalam mengatur jalannya reaksi metabolisme bagi
semua makhluk hidup. Khususnya bagi bakteri, suhu lingkungan yang berada lebih
tinggi dari suhu yang dapat ditoleransi akan menyebabkan denaturasi protein dan
komponen sel esensial lainnya sehingga sel akan mati. Demikian pula bila suhu
lingkungannya berada di bawah batas toleransi, membran sitoplasma tidak akan
berwujud cair sehingga transportasi nutrisi akan terhambat dan proses kehidupan sel
akan terhenti.
Power of Hidrogen yang lazimnya disingkat pH (derajat keasaman) untuk
menyatakan tingkat keasaman dan atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.
Yang dimaksudkan “keasaman” adalah konsentrasi ion hydrogen (H+) dalam pelarut
air, sedangkan “kebasaan” adalah konsentrasi ion OH- dalam pelarut air. Suatu
larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7, nilai pH>7 menunjukkan
larutan memiliki sifat basa, dan nilai pH<7 menunjukan keasaman (Bibiana, 1994).
Pertumbuhan dan kemampuan hidup bakteri sangat dipengaruhi sangat dipengaruhi
oleh pH lingkungan dan tiap bakteri menunjukkan kebutuhan yang berbeda. Tiap
mikrob memiliki kemampuan tumbuh dalam kisaran pH yang spesifik yang mungkin
lebar atau sempit dengan laju pertumbuhan yang cepat dalam kisaran optimum yang
sempit.

2.5. Bioremediasi Menggunakan Tanaman


Bioremediasi tidak hanya terbatas pada pemanfaatan aktifitas mikrob, tetapi
juga menggunakan tanaman yang disebut fitoremediasi. Istilah fitoremediasi berasal
dari kata Inggris „phytoremediation‟; kata ini sendiri tersusun atas dua kata, yaitu
phyto yang berasal dari kata Yunani phyton "tumbuhan" dan remediation yang
23

berasal dari kata Latin remedium "menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga
"menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki kesalahan atau kekurangan".
Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan: penggunaan tumbuhan untuk
menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar
baik itu senyawa organik maupun anorganik. Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada
limbah organik maupun anorganik dalam bentuk padat, cair, dan gas (Salt et al.,
1998).
Fitoremediasi adalah salah satu teknologi yang bersahabat dengan lingkungan
yang tidak mahal dan efektif. Tanaman-tanaman hiperakumulator logam dapat
digunakan untuk mengubah logam baik yang berasal dari daratan maupun lautan
(Shah, 2007). Menurut Suthersan (2001) bahwa proses dalam fitoremediasi
berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan
tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya, yaitu:
1. Phytoacumulation adalah proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari
media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga
Hyperacumulation.
2. Rhizofiltration adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh
akar untuk menempel pada akar.
3. Phytostabilization adalah penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar
yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut
menempel erat (stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air
dalam media.
4. Rhyzodegradation adalah penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas
mikrob yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan
bakteri.
5. Phytodegradation adalah proses yang dilakukan tumbuhan menguraikan zat
kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan
yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhana
yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat
berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan bantuan
24

enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan


mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses
degradasi.
6. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh
tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan
yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan ke atmosfir. Beberapa
tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk
setiap batang.
Laporan pertama mengenai adanya tumbuhan hiperakumulator muncul pada
tahun 1948 oleh Minguzzi dan Vergnano, yang menemukan kadar nikel sebesar 1.2%
dalam daun Alyssum bertolonii. Tumbuhan hiperakumulator logam adalah tumbuhan
yang mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasikan logam di dalam
biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi. Kriteria tanaman hipertoleran
(Chaney et al., 1995) adalah sebagai berikut: (1) Tumbuhan harus bersifat
hipertoleran agar dapat mengakumulasi sejumlah besar logam berat di dalam batang
serta daun, (2) tumbuhan harus mampu menyerap logam berat dari dalam larutan
tanah dengan laju penyerapan yang tinggi, dan (3) tumbuhan harus mempunyai
kemampuan untuk mentranslokasi logam berat yang diserap akar ke bagian batang
serta daun.
Hasil penelitian Syafrani (2007) bahwa tumbuhan wlingen (Scirpus grossus),
melati air (Echinodorus paleafolius), genjer (Limnocharis flava), kiapu atau apu-apu
(Pistia stratiotes) dapat digunakan untuk pengendalian limbah cair dari sub-DAS
Tapung Kiri, Propinsi Riau. Menurut Guntur (2008) bahwa kualitas limbah rumah
tangga yang telah melalui proses bioremediasi dengan simulasi tanaman air yaitu:
Mendong (Iris sibirica), Teratai (Nymphaea firecrest), Kiambang (Spirodella
polyrrhiza) dan Hidrilla (Hydrilla verticillata) pada umumnya telah memenuhi syarat
untuk dilepas ke lingkungan, baik ditinjau dari kualitas fisik dan kimia, maupun
kualitas mikrobiologis. Menurut Supradata (2005) bahwa tanaman hias jenis Cyperus
alternifolius memiliki kinerja yang cukup baik dalam pengolahan air limbah rumah
tangga dengan system lahan basah buatan aliran bawah permukaan (SSF-Wetlands).
25

Menurut Khiatuddin (2003) jenis-jenis tanaman yang dapat digunakan pada


lahan basah buatan yaitu: 1) tanaman yang mencuat di permukaan air seperti:
Andropogon virginianus, Polygonum spp., Alternanthera spp; Phalaris arundinacea,
Thypa domingensis, Thypa latifolia, Thypa orientalis, Canna flaccid; 2) tanaman
yang mengambang dalam air seperti: Potamogeton spp., Egeria densa,
Ceratophyllum demersum, Elodea nuttallii, Myriophyllum aquaticum, Algae; dan 3)
tanaman yang mengapung di permukaan air seperti: Lagorosiphon major, Salvinia
rotundifolia, Spirodela polyrhiza, Pistia stratoites, Lemna minor, Eichornia
crassipes, Lemna gibba.

Gambar 3. Jenis-jenis Tanaman Lahan Basah (Khiatuddin, 2003)


Proses pengolahan limbah cair dalam kolam yang menggunakan tanaman air
terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman air, proses
pertukaran dan penyerapan ion, dan tanaman air juga berperan dalam menstabilkan
pengaruh iklim, angin, cahaya matahari dan suhu (Reed, 2005).
Tanaman Typha sp. termasuk Kingdom: Plantae, (unranked): Angiosperms,
(unranked): Monocots, (unranked): Commelinales, Ordo: Poales, Family: Typhaceae,
Genus: Typha L. Tanaman Typha sp. sering digunakan sebagai bahan kerajinan atau
tali. Menurut Hidayah (2010) tanaman Cattail (Typha Angustifolia) dalam sistem
lahan basah buatan pengolahan air limbah domestik dapat menurunkan kandungan
pencemar dalam air limbah dengan waktu tinggal 3 sampai dengan 15 hari, efisiensi
penyisihan COD 77.6% - 91.8%, BOD 47.4% – 91.6% dan TSS 33.3% – 83.3%.
26

Keunggulan pengolahan air limbah dengan sistem ini selain kualitas hasil air
pengolahan yang sesuai baku mutu air limbah domestik juga dapat meningkatkan
kualitas tanah. Hibrid dari tanaman Typha angustifolia and Typha latifolia dapat
digunakan sebagai tanaman lahan basah buatan (Selbo, 2004).
Sedangkan tanaman Eceng gondok termasuk Kingdom: Plantae, Divisi:
Magnoliophyta, Kelas: Liliopsida, Ordo: Commelinales, Famili: Pontederiaceae,
Genus: Eichhornia Kunth, dan Spesies: E. crassipes. Eceng gondok atau enceng
gondok adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Eceng gondok pertama kali
ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp
von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika
sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok hidup
mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0.4 –
0.8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung
dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan
daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk
bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam.
Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut.
Eichhornia crassipes merupakan tumbuhan air yang dapat menyerap hara dan logam
berat dalam jumlah yang cukup signifikan. Zat hara yang terserap oleh akar tanaman
akan ditranslokasikan di dalam tubuh tanaman. Hasil penelitian yang telah dilakukan
di bak percobaan menunjukkan bahwa penggunaan eceng gondok dengan penutupan
50% dari luas area percobaan pengolahan limbah cair tahu dapat menurunkan residu

a b
Gambar 4. Tanaman Eceng gondok (a) dan tanaman Typha (b)
27

2.6. Lahan Basah Buatan


Istilah “Lahan Basah”, sebagai terjemahan “wetland” baru dikenal di
Indonesia sekitar tahun 1990. Sebelumnya masyarakat Indonesia menyebut kawasan
lahan basah berdasarkan bentuk/nama fisik masing-masing tipe seperti: rawa, danau,
sawah, tambak, dan sebagainya. Pengertian fisik lahan basah yang digunakan untuk
menyamakan persepsi semua pihak mulai dikenal secara baku sejak diratifikasinya
Konvensi Ramsar tahun 1991 yaitu: “Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut,
dan perairan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir;
tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak
lebih dari enam meter pada waktu surut.” Salah satu upaya minimalisasi limbah
secara efektif dan efisien adalah menggunakan sistem lahan basah buatan.
Lahan basah buatan adalah semua lahan basah yang secara sengaja diciptakan
untuk menggantikan habitat alam sebagai suatu keharusan dalam rangka menurunkan
tekanan limbah yang begitu besar dilepaskan ke perairan alam. Lahan basah buatan
harus direncanakan, didisain, dikontruksi dan di monitor secara hati-hati. Komponen
yang harus diperhatikan dalam lahan basah buatan adalah air, tanah, dan tanaman
(Sabaruddin, 2006).
Menurut Wang et al. (2010) Sistem Lahan Basah Buatan diklasifikasikan ke
dalam 2 tipe yaitu sistem aliran horizontal (HFS) dan system aliran vertikal (VFS).
Dalam sistem aliran horizontal dikenal 2 tipe yaitu: sistem aliran permukaan (surface
flow = SF) dan sistem aliran bawah permukaan (subsurface flow = SSF). Klasifikasi
Lahan Basah Buatan berdasarkan jenis tanaman yaitu : 1) sistem yang menggunakan
tanaman makrophyta mengambang (floating), 2) sistem yang menggunakan tanaman
makrophyta dalam air (submerged) dan umumnya digunakan pada sistem Lahan
Basah Buatan tipe Aliran Permukaan (Surface Flow Wetlands), dan 3) sistem yang
menggunakan tanaman makrophyta yang akarnya tenggelam (amphibiuos) dan
biasanya digunakan untuk Lahan Basah Buatan tipe Aliran Bawah Permukaan
(Subsurface Flow Wetlands) SSF-Wetlands.
Sistem lahan basah bisa menggunakan aliran air dalam (submerged flow)
ataupun aliran air permukaan (surface flow). Direkomendasikan ketinggian air sekitar
28

30 cm karena sel yang dangkal dipercaya memiliki aerasi limbah yang lebih baik
daripada sel yang dalam. Selain itu, akar akan lebih banyak berada di bagian atas
substrat dimana oksigen tersedia lebih banyak.
Substrat yang umum digunakan adalah kerikil bersih dengan ukuran tertentu.
Batuan sungai berbentuk bulat lebih disukai karena menghindari substrat mengeras.
Pasir atau campuran kerikil/pasir merupakan alternatif yang baik. Batuan kapur tidak
direkomendasikan karena mudah mengeras. Diameter kerikil yang digunakan
berkisar antara 0.5-1.3 cm, bahkan ada yang menggunakan ukuran 5.0 cm, tetapi
ukuran kerikil yang kecil diyakini lebih mendukung pertumbuhan tanaman. Sel
terakhir dari sistem pengolah limbah lahan basah buatan biasanya berisi filter pasir.
Selain kerikil dan pasir, dapat juga digunakan substrat yang mengandung tanah
lempung dan lumpur. Substrat yang digunakan sebaiknya dicuci lebih dahulu untuk
menghindari partikel halus yang dapat menyumbat ruang pori substrat sehingga
terjadi aliran permukaan.
29

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi pengambilan sampel tanah adalah pertambangan emas skala kecil
(PESK) Talawaan-Tatelu terletak di Kabupaten Minahasa Utara, arah utara dari
pulau Sulawesi (001° 31' 51,2" LU - 124° 58' 53,2"BT). Tahapan penelitian yang
dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Pengambilan sampel tanah di lokasi PESK
Talawaan-Tatelu, (2) Isolasi, seleksi, identifikasi, dan uji aktivitas bakteri pereduksi
merkuri (BPM), (3) Pengolahan limbah mengandung merkuri dalam bioreaktor
biofilm BPM, dan reaktor lahan basah buatan. Tahap (2) dan (3) dilaksanakan di
Laboratorium Bioteknologi Lingkungan, Indonesian Center for Biodiversity and
Biotechnology (ICBB), Bogor mulai April 2009 sampai dengan Oktober 2010.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian


Sampel berasal dari tanah sekitar lokasi di PESK Talawaan-Tatelu, Kabupaten
Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Tanaman Typha dan Eceng gondok
diambil dari Laboratorium ICBB, Bogor. Bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi,
seleksi, identifikasi, dan uji aktivitas bakteri yaitu : tryptone, yeast ekstrak, sukrosa,
nutrient agar NA, NaCl, HgCl2, NaOH 0,1N dan HCl 0,1N (Bibiana, 1994). Bahan
media pendukung yang digunakan yaitu: batu vulkanik berdiameter 0.5 – 1.0 cm
sebanyak 1 kg dan arang aktif berbentuk granula dengan diameter 0.1 – 0.2 cm
sebanyak 1 kg.
Peralatan yang digunakan dalam bioreaktor dan reaktor lahan basah buatan
adalah : (1) reaktor yang terbuat dari kaca dengan ukuran ketebalan 5 mm dengan
ukuran 20 cm x 20 cm x 15 cm (volume 6 liter) sebanyak 9 buah; (2) kran air; (3)
slang silikon; (4) lem kaca (5) lem plastik. Peralatan yang digunakan untuk analisis
pertumbuhan bakteri adalah neraca analitik, oven, pH meter, autoklaf, cawan petri,
pipet mohr, labu erlenmeyer, batang penebar, jarum ose, vortex, shaker, thermometer,
inkubator, ruang aseptic (laminar air flow cabinet), jam dan botol sampel. Peralatan
yang digunakan untuk menghitung jumlah kerapatan mikrob atau Density Optical
30

(OD) dengan menggunakan spektrophotometer Bio Rad Smart Spec. TM. 300.
Peralatan yang digunakan untuk analisis merkuri adalah tabung erlenmeyer dengan
berbagai ukuran, pipet, buret, gelas ukur dan Cold Vapour Atomic Absorption
Spektrofotometer (CV-AAS).

3.3. Pelaksanaan Penelitian


3.3. 1. Identifikasi Bakteri Pereduksi Merkuri
Tahapan penelitian yang dilakukan di Laboratorium Bioteknologi
Lingkungan ICBB Bogor terdiri atas: (1) isolasi, (2) seleksi, (3) identifikasi bakteri
pereduksi merkuri. Analisis merkuri menggunakan AAS. Identifikasi dan
karakteristik yang dilaksanakan meliputi morfologi dan fisiologi berpedoman pada
Analisis Mikroba di Laboratorium (Bibiana, 1994) dan Eksperimen Mikrobiologi
dalam Laboratorium (Tedja, 2007). Uji morfologi meliputi: bentuk sel, pewarnaan
gram dan spora, serta koloni (bentuk, diameter, warna, elevasi, tepian, permukaan,
dan motilitas). Uji fisiologis meliputi fermentasi karbohidrat (uji gula: glukosa,
fruktosa, mannitol, xylose, sukrosa, laktosa, inositol, sorbitol, arabinosa, galaktosa,
maltosa, dan dulsitol), respirasi karbohidrat (uji oksidase, uji katalase, reduksi nitrat),
uji sitrat, uji lisin, uji urease, uji indol, uji metil red, uji voges proskauer, dan uji
hidrogen sulfida. Identifikasi dikerjakan hingga tingkat genus dengan berpedoman
pada buku Bergey’s Mannual of Determinative Bacteriology (Holt et al., 1994).
3.3.1.1. Isolasi
Isolasi bakteri pereduksi merkuri dilakukan dengan metode sebar. Sampel
tanah diencerkan dengan larutan fisiologis (8.5 gr NaCl/ liter) sampai dengan
pengenceran 10-4. Cara pembuatan pengenceran 10-1 yaitu memasukkan 0.5 g tanah
ke dalam tabung reaksi yang berisi 4.5 ml larutan garam fisiologis, kemudian dikocok
dan dibiarkan beberapa saat supaya bagian yang kasar mengendap. Untuk
memperoleh pengenceran 10-2, maka suspensi tanah tersebut sebanyak 0.5 ml dipipet
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 4.5 ml larutan garam fisiologis,
kemudian dikocok. Hal yang sama dilakukan untuk pengenceran 10 -3 dan 10-4. Dari
pengenceran 10-4 diambil sebanyak 0,1 ml dan disebarkan ke atas cawan petri yang
31

berisi media agar Luria Bertani (LB) dengan komposisi 10 g tryptone, 5 g yeast
ekstrak, 5 g NaCl, 15 g agar per liter, dan mengandung 10 ppm dan 25 ppm HgCl2.
Kemudian diinkubasi pada suhu 27oC selama 3 hari.
Bakteri yang telah diperoleh kemudian dimurnikan sehingga diperoleh koloni
bakteri yang murni. Pemurnian isolat bakteri dilakukan dengan mengambil koloni
yang terpisah dan tampak jelas berbeda dengan jarum ose dan digoreskan pada cawan
petri berisi media agar LB, kemudian diinkubasi pada suhu 27oC selama 3 hari.
3.3.1.2. Seleksi Bakteri Pereduksi Merkuri
Seleksi bakteri didasarkan pada kemampuan isolat tumbuh dalam media
dengan berbagai konsentrasi HgCl2. Isolat bakteri ditumbuhkan dengan metode gores
pada media agar LB yang ditambahkan dengan 25 ppm HgCl2. Jika isolat tumbuh,
maka isolat bakteri tersebut ditumbuhkan dengan metode gores pada media agar LB
yang telah ditambahkan HgCl2 dengan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 50 ppm,
100 ppm, 250 ppm, 400 ppm, 500 ppm sehingga diperoleh isolat unggul yang mampu
hidup pada konsentrasi HgCl2 yang tertinggi. Isolat hasil pemurnian disimpan dalam
gliserol 20% dan kompos pada suhu -20oC serta agar miring berisi media Luria
Bertani (per liter medium): 1.0 g tripton, 0.5 g ekstrak khamir, 0.5 g NaCl, 1.5 g
bacto agar, pH 7.2 pada suhu 8-10oC.
3.3.1.3. Karakteristik Bakteri Pereduksi Merkuri
Isolat yang dipilih untuk uji morfologis dan fisiologis adalah isolat yang
tumbuh pada medium LB yang disuplementasi dengan HgCl2 500 ppm. Identifikasi
morfologi meliputi pewarnaan gram, pewarnaan spora, morfologis koloni dan sel.
Pengamatan koloni dilakukan secara visual terhadap bentuk koloni, diameter koloni,
warna koloni, elevasi koloni, tepian koloni, permukaan koloni, dan motilitas
sedangkan pengamatan morfologi sel dilakukan dengan menggunakan mikroskop
meliputi bentuk sel dan bentuk spora. Identifikasi fisiologis yang diuji yaitu
Fermentasi Karbohidrat (uji gula: Glukosa, Fruktosa, Mannitol, Xylose, Sukrosa,
Laktosa, Inositol, Sorbitol, Arabinosa, Galaktosa, Maltosa, Dulsitol), Respirasi
Karbohidrat (uji Oksidase, uji Katalase, Reduksi Nitrat), uji Sitrat, uji Lisin, uji
Urease, uji Indol, uji Metil Red, uji Voges Proskauer, dan uji Hidrogen sulfida. Ke-
32

14 uji morfologi dan uji fisiologi yang dilakukan mengikuti petunjuk buku Analisis
Mikroba di Laboratorium (Bibiana, 1994) dan Eksperimen Mikrobiologi dalam
Laboratorium (Tedja, 2007).

1. Uji Pewarnaan Gram

Isolat ditumbuhkan pada media agar LB. Setelah berumur 18-20 jam dibuat
olesan isolat di atas kaca obyek dengan cara satu ose isolat diletakkan pada kaca
objek yang telah ditetesi aquades, kemudian difiksasi di atas bunsen 2 -3 kali
dengan cepat supaya isolat melekat pada kaca obyek. Pewarnan Gram dilakukan
terhadap hasil olesan isolat bakteri dengan cara olesan digenangi dengan ungu kristal
selama satu menit, kemudian dicuci dengan air dan dibiarkan kering udara.
Selanjutnya olesan digenangi dengan iodium selama dua menit, dicuci dengan air,
dan setelah kering udara kemudian ditetesi dengan alkohol 95% selama 30
detik. Terakhir olesan digenangi dengan pewarna tandingan safranin selama 30
detik, dicuci dengan air dan dikeringkan dengan kertas penghisap. Bila isolat
berwarna ungu termasuk Gram positif namun bila berwarna merah termasuk
Gram negatif.

2. Uji Pewarnaan Spora

Prosedur pewarnaan spora dengan metode Schaeffer-Fulton digunakan untuk


uji lanjut bakteri bentuk batang dan Gram positif. Dibuat preparat ulas dari ke-2 isolat
lalu ditutup dengan kertas saring. Selanjutnya ulasan pada gelas objek ditetesi dengan
malachite green di atas kertas saring. Meletakkan gelas objek di atas air yang sedang
mendidih, membiarkan selama 5 menit dan menjaga jangan sampai mengering. Jika
bagian pinggir mulai mengering ditambahkan lagi malachite green. Preparat
didinginkan selama 1 menit sebelum meneruskan pewarnaan. Buang kertas saring,
kemudian dicuci dengan aquades. Tetesi dengan safranin (zat warna basa) dan
didiamkan selama 60 detik, safranin tidak akan masuk dalam spora. Sel vegetatif
terlihat berwarna merah sedangkan spora berwarna hijau.
33

3. Uji Motilitas

Isolat ditanam pada media NA tegak dengan cara tusuk sedalam + 5 mm.
Selanjutnya di inkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam. Hasil positif (motil) jika
bakteri tumbuh pada seluruh permukaan media, hasil negatif menunjukan bakteri
hanya tumbuh pada daerah tusukan saja. Bakteri motil akan bermigrasi ke seluruh
permukaan agar dan bekas tusukan.

4. Uji Fermentasi Karbohidrat

Untuk mempelajari kemampuan bakteri dalam mendegradasi dan


memfermentasikan karbohidrat yang disertai produksi asam atau asam dan gas.
Terdiri dari Uji Glukosa, Uji Fruktosa, Uji Mannitol, Uji Xylose, Uji Sukrosa, Uji
Laktosa, Uji Inositol, Uji Sorbitol, Uji Arabinosa, Uji Galaktosa, Uji Maltosa, dan Uji
Dulsitol. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung karbohidrat. Uji positif
ditandai dengan warna kuning. Khusus pada uji glukosa ditambahkan tabung Durham
untuk pengamatan pembentukan gas.

5. Uji Aerob dan Anaerob Fakultatif

Isolat ditumbuhkan dalam media padat atau media cair Luria Bertani
yang ditambah dengan agar bakto (Oxoid) pada tabung reaksi. Bila isolat tumbuh
pada permukaan media berarti aerob dan bila pertumbuhannya menyebar berarti
anaerob fakultatif.

6. Uji Katalase

Untuk menguji kemampuan bakteri penghasil enzim katalase dalam


mendegradasi hydrogen peroksida. Isolat ditumbuhkan pada media LB. Hidrogen
peroksida 3% diteteskan pada kaca obyek kemudian ditambahkan satu ose isolat dari
media NA tersebut. Uji positif ditandai oleh terbentuknya gelembung oksigen.

7. Uji Oksidase

Untuk menguji aktivitas sitokrom oksidase bakteri. Uji oksidase dilakukan


dengan cara mengenangi koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media LB dengan
larutan dimetil p-fenildiamina hidroklorida 1%. Uji positif ditandai dengan
34

berubahnya warna koloni menjadi merah muda, lalu merah tua, merah gelap dan
akhirnya hitam.

8. Uji Reduksi Nitrat

Untuk menguji kemampuan bakteri mereduksi nitrat (NO3) menjadi nitrit


(NO2)Isolat ditumbuhkan dalam media mengandung KNO3 diinkubasi pada suhu
37oC selama 24-48 jam selanjutnya ditambahkan larutan A (asam sulfanilat) dan
larutan B ( alfa-naftilamin). Uji positif ditandai perubahan warna merah atau merah
muda dimana nitrit dalam media akan bereaksi dengan larutan A dan B.

9. Uji Sitrat

Untuk membedakan bakteri enterik yang mampu memfermentasi sitrat


sebagai sumber karbon satu-satunya. Isolat ditumbuhkan pada media padat Sitrat-
Simmon yang merupakan media sintetik dengan Na-sitrat sebagai sumber karbon,
NH4 sebagai sumber nitrogen, dan brom thymol blue sebagai indikator pH. Uji positif
ditandai dengan warna media berubah dari hijau menjadi hitam dimana
mikroorganisme mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon.

10. Uji Urease

Untuk menguji kemampuan bakteri yang dapat mendegradasi urea dengan


enzim urease. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung urea. Beberapa
mikroorganisme mampu menghasilkan enzim urease yang dapat menguraikan urea
menjadi amonium dan CO2. Uji positif ditandai perubahan warna dari merah jingga
menjadi merah ungu merupakan petunjuk terjadinya hidrolisis urea.

11. Uji Indol

Untuk menentukan kemampuan bakteri mendegradasi asam amino triptofan.


Isolat ditumbuhkan pada media yang kaya dengan triptofan. Digunakan reagen yang
mengandung para-dimetil-aminobenzaldehida. Uji positif ditandai dengan
terbentuknya cincin warna merah pada permukaan media.
35

12. Uji Metil Red

Untuk menentukan kemampuan bakteri dalam mengoksidasi glukosa dengan


menghasilkan asam sebagai produk akhir dan berkonsentrasi tinggi. Isolat
ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa, diinkubasi dan setelah itu
ditambahkan reagen metil red. Uji positif ditandai warna merah karena terjadi
fermentasi asam campuran.

13. Uji Voges Proskauer

Untuk membedakan bakteri enterik antara Eschericia coli, E. aerogenes, dan


E. pneumonieae. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa dan
diinkubasi. Selanjutnya ditambahkan reagen KOH 40% serta 15 tetes larutan alpha
naphtol. Uji positif ditandai perubahan menjadi warna merah.

14. Uji Hidrogen sulfida

Untuk menguji kemampuan bakteri dalam menghasilkan H2S. Produksi H2S


dapat terlihat dengan menggunakan media mengandung polipeptida dan kaya akan
asam amino yang mengandung sulfur dan ion Fe 2+ . Isolat ditumbuhkan pada media
TSIA (Triple Sugar Iron Agar), uji positif ditandai dengan reaksi Fe menjadi FeS
yang berwarna hitam.

14. Uji Metil Red

Untuk menentukan kemampuan bakteri dalam mengoksidasi glukosa dengan


menghasilkan asam sebagai produk akhir dan berkonsentrasi tinggi. Isolat
ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa, diinkubasi dan setelah itu
ditambahkan reagen metil red. Uji positif ditandai warna merah karena terjadi
fermentasi asam campuran.

3.3.2. Pengujian Aktifitas Bakteri Pereduksi Merkuri


Pengujian aktifitas bakteri pereduksi merkuri dilakukan untuk melihat
kemampuan isolat-isolat unggul dalam mereduksi Hg. Pada tahap pengujian ini isolat
bakteri ditumbuhkan dalam media cair LB selama 24 jam pada erlenmeyer 250 ml,
kemudian diambil 0.5 ml dan ditumbuhkan pada media cair LB sebanyak 30 ml pada
36

erlenmeyer 250 ml yang mengandung konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 400
ppm, dan 500 ppm HgCl2. Kemudian diinkubasi selama 48 jam dan digoyang.
Konsentrasi Hg yang tersisa dalam media cair LB diukur dengan Cold Vapour Atomic
Absorption Spektrofotometer (CV-AAS). Prinsip kerja CV-AAS menurut adalah
mengubah senyawa merkuri raksa dioksida menjadi ion raksa, selanjutnya ion raksa
direduksi menjadi logam raksa dan dianalisa serapan atom uap dingin pada panjang
gelombang 253.7 nm. Reagen yang digunakan Reduktor SnCl2, larutan asam H2SO4
+ HCl.

3.3.3. Pertumbuhan BPM pada Berbagai Kondisi Lingkungan


Kegiatan ini dilakukan untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan bakteri pereduksi merkuri, seperti suhu, pH, dan Hg total sampel tanah.
3.3.3.1. Pengaruh Suhu pada Pertumbuhan Bakteri Pereduksi Merkuri
Untuk mengetahui suhu pertumbuhan optimum, maka isolat bakteri
ditumbuhkan pada media cair LB dengan berbagai suhu yaitu: 4oC, 27°C (suhu
ruang), 45oC. Biakan diinkubasi pada suhu tersebut selama 24 jam dengan
goyangan lemah. Selanjutnya pertumbuhan isolat diukur derajat kekeruhannya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Setiap perlakuan
diulang 3 kali.
3.3.3.2. Pengaruh pH pada Pertumbuhan Bakteri Pereduksi Merkuri
Untuk mengetahui pH optimum maka isolat bakteri ditumbuhkan pada media
cair LB dengan pH 5, 7, dan 9. Biakan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam
dengan goyangan lemah. Pertumbuhan isolat diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 620 nm dan setiap perlakuan diulang 3 kali.

3.3.4. Pengolahan Limbah Merkuri dengan Bioreaktor Biofilm BPM


Rancangan ini menggunakan 5 buah bioreaktor dengan ukuran panjang 20
cm, lebar 20 cm dan tinggi 15 cm. Perlakuan 6 hari waktu pembentukan biofilm.
Bakteri yang digunakan adalah ke-4 isolat yaitu: Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella
37

morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB 9120, dan Bacillus sp. ICBB 9121
yang diisolasi dari lokasi PESK Talawaan-Tatelu.
Nutrien yang digunakan mengandung komposisi ekstrak ragi 2 g dan sukrosa
4 g per liter media, sedangkan limbah cair merkuri yang digunakan adalah limbah
cair sintesis dengan menggunakan 10 ppm HgCl2. Pembuatan inokulum bakteri
pereduksi merkuri diambil dari ke-4 isolat hasil uji aktivitas sebanyak 1 ml isolat
yang sudah disimpan dan ditumbuhkan pada media LB cair sebanyak 500 ml untuk
dimasukkan ke dalam bioreaktor yang berisi batuan vulkanik. Tanaman typha dan
eceng gondok yang digunakan telah disiapkan tujuh hari sebelum pengoperasian
bioreaktor, dengan memberikan perlakuan yang sama. Arang aktif dan batuan
vulkanik di masukkan ke autoklaf untuk mensterilkan, demikian juga dengan media
tanam yang terdiri atas kerikil, pasir, dan tanah gembur. Autoklaf adalah alat untuk
mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam laboratorium
menggunakan uap air panas bertekanan sekitar 2 atm dan dengan suhu 121oC.
Pengoperasian bioreaktor dilakukan dengan tahapan: (1) Wadah A yang berisi
campuran nutrisi dan limbah sintesis 10 ppm HgCl2 sebanyak 5 liter dialirkan ke
bioreaktor B dengan aliran berlanjut, pergantian nutrisi dilakukan pada setiap 2 hari
selama 6 hari pembentukan biofilm; (2) Bioreaktor B berisi batu vulkanik dan bakteri
yang sudah ditumbuhkan di erlenmeyer sebanyak 500 ml. Bakteri hanya diberikan
satu kali selama satu perlakuan; (3) Wadah C, D, dan E masing-masing berisi: arang
aktif, tanaman typha, tanaman eceng gondok; (4) Setiap perlakuan diambil sampel
limbah cair yaitu hari pertama pada reaktor A sebelum pengolahan, pada outlet
bioreaktor B dilakukan pengambilan sampel pada hari ketujuh, dan pada reaktor C,
D, dan E dilakukan pengambilan sampel pada hari kesepuluh, masing-masing
sebanyak 10 ml. Pengambilan sampel dengan 3 ulangan.
Variabel yang diteliti adalah: (1) kadar merkuri dalam wadah A yang berisi
limbah cair dan nutrisi sebelum diberi perlakuan; (2) kadar merkuri dalam bioreaktor
B yang berisi bakteri dan batuan vulkanik; (3) kadar merkuri dalam wadah C yang
berisi arang aktif; (4) kadar merkuri dalam wadah D yang berisi tanaman typha; (5)
kadar merkuri dalam wadah E yang berisi tanaman eceng gondok; (6) jumlah
38

kerapatan biomassa mikrob (OD) yang dimasukkan ke dalam bioreaktor B; (7)


efisiensi penurunan kadar merkuri dalam masing-masing bioreactor B, wadah C,
wadah D, dan wadah E dalam prosentase.

A
Nutrisi
Limbah Merkuri
B

BPM
B. Vulkanik

C
Arang Aktif

Tanaman D
Typha sp.

Eceng E
gondok

Gambar 5. Rancangan pengolahan limbah merkuri dengan bioreaktor biofilm bpm

3.3.5. Pengolahan Limbah Merkuri dengan Reaktor Lahan Basah Buatan


Rancangan ini menggunakan 4 buah wadah dengan ukuran panjang 20 cm,
lebar 20 cm dan tinggi 15 cm. Limbah cair merkuri yang digunakan adalah limbah
cair yang dibuat sintesis dengan menggunakan 10 ppm HgCl2. Tanaman typha dan
eceng gondok yang digunakan telah disiapkan tujuh hari sebelum pengoperasian
bioreaktor, dengan memberikan perlakuan yang sama. Media tanam pada reaktor
yang terdiri atas batuan kerikil, pasir, dan tanah gembur disterilkan dalam autoklaf,
termasuk arang aktif untuk mencegah kontaminasi.
Pengoperasian lahan basah buatan dilakukan dengan tahapan: (1) reaktor A
yang berisi limbah sintesis 10 ppm HgCl2 dialirkan ke reaktor B yang berisi arang
aktif, reaktor C yang berisi tanaman Typha, dan reaktor D yang berisi tanaman
Eceng gondok; (2) pengambilan sampel pada reaktor A dilakukan pada hari pertama
39

sebelum perlakuan; sedangkan pada outlet B, C, dan D dilakukan pengambilan


sampel pada hari ketiga, masing-masing sebanyak 10 ml dengan 3 ulangan.
Variabel yang diteliti adalah: (1) kadar merkuri dalam wadah A; (2) kadar
merkuri dalam wadah B yang berisi arang aktif; (3) kadar merkuri dalam wadah C
yang berisi tanaman typha; (4) kadar merkuri dalam wadah D yang berisi tanaman
eceng gondok; dan (5) efisiensi penurunan kadar merkuri dalam masing-masing unit
A, B, C, dan D dalam prosentase seperti rancangan sistem bioreaktor (lihat sub-sub
bab 3.3.4).

A
Limbah Merkuri

B
Arang aktif

Tanaman C
Typha sp.

Eceng D
gondok

Gambar 6. Rancangan pengolahan limbah merkuri dengan reaktor


lahan basah buatan

3.4. Metode Analisa


Data yang diperoleh direkapitulasi dan ditabulasi serta disajikan dalam bentuk
tabel. Untuk melihat adanya perbedaan perlakuan dilakukan dengan analisa sidik
ragam. Analisa statistik yang digunakan adalah rancangan acak lengkap, dan
perbedaan kemaknaan dilakukan dengan uji beda nyata. Perhitungan efisiensi hasil
pengolahan ditentukan dengan mengukur parameter tersebut sebelum dan sesudah
proses. Untuk mengetahui efisiensi penurunan kadar merkuri digunakan rumus:
Eff = C1-C2 X 100 %
C1
Dimana: C1 = Konsentrasi awal (mg/L)
C2 = Konsentrasi akhir (mg/L)
Eff = Effisiensi
40

Analisa data menggunakan metode deskriptif dengan tabel dan narasi yang
menggambarkan kondisi seluruh perlakuan selama penelitian.

3.5. Penyimpanan Biakan Bakteri Pereduksi Merkuri


Penyimpanan biakan dimaksudkan untuk preservasi jangka panjang koleksi
isolat murni bakteri pereduksi merkuri. Untuk tujuan tersebut, maka isolat murni
bakteri pereduksi merkuri disimpan dengan menggunakan dua cara, yaitu (1)
penyimpanan dalam tanah/kompos steril, (2) penyimpanan dalam gliserol, dan (3)
penyimpanan dalam agar miring. Ketiga cara tersebut disimpan pada suhu 8oC-10oC.
Cara penyimpanan dalam tanah/kompos steril adalah: (1) tanah/kompos
kering dimasukkan ke dalam botol hingga penuh, kemudian diautoklaf pada suhu
121oC selama 1 jam, (2) Selanjutnya botol dioven kering pada suhu 105oC selama 1
jam, (3) suspensi kultur bakteri diambil dengan pipet steril sebanyak 1 ml dan
dimasukkan ke dalam botol. Sedangkan pada cara penyimpanan dalam biakan
gliserol adalah: (1) 1 ml gliserol steril dimasukkan ke dalam ampul dan ditambahkan
1 ml suspensi kultur bakteri, kemudian dikocok sampai merata dengan vortex. Dan
segera disimpan dalam suhu 8oC-10oC.
41

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Isolasi Bakteri Pereduksi Merkuri


Hasil isolasi bakteri pereduksi merkuri (bpm) dari pertambangan emas
skala kecil (PESK) Talawaan-Tatelu memperlihatkan bahwa bpm dapat ditemukan
pada keenam lokasi pengambilan sampel. Ke-31 bpm yang ditemukan termasuk
kelompok bakteri yang mampu tumbuh cepat yakni antara 3-6 hari inkubasi. Isolat
bpm mampu tumbuh pada media Luria Bertani yang mengandung HgCl2 25 ppm,
50 ppm, 100 ppm, dan 250 ppm yaitu sebanyak 31 isolat; yang mampu tumbuh
pada HgCl2 400 ppm yaitu 12 isolat; dan yang mampu tumbuh pada HgCl 2 500
ppm yaitu sebanyak 10 isolat. Hasil pengujian kadar merkuri ke-31 sampel tanah
yang diambil di lokasi PESK Talawaan-Tatelu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji 31 isolat dengan media Luria Bertani dari berbagai lokasi sampling

No Isolat Asal Lokasi Kadar HgCl2 pada media LB (ppm) pH tanah Hgtotal Tanah
25 50 100 250 400 500 (ppm)
01 A1 Tromol Bp. Alex + + + + - - 7.23 2975.10
02 A2 Tromol Bp. Alex + + + + - - 6.90 2100.45
03 A3 Tromol Bp. Alex + + + + - - 7.35 2867.50
04 A4 Tromol Bp. Alex + + + + + + 7.53 3804.48
05 A5 Tromol Bp. Alex + + + + + 6.85 1862.29
06 S1 Tromol Bp. Sonny + + + + - - 6.92 643.10
07 S2 Tromol Bp. Sonny + + + + - - 7.11 856.29
08 S3 Tromol Bp. Sonny + + + + - - 7.21 737.21
09 S4 Tromol Bp. Sonny + + + + - - 7.01 878.03
10 S5 Tromol Bp. Sonny + + + + - - 6.89 890.22
11 P1 Tromol Bp. Paul + + + + - - 7.43 908.47
12 P2 Tromol Bp. Paul + + + + - - 7.28 1256.27
13 P3 Tromol Bp. Paul + + + + - - 7.12 1089.47
14 P4 Tromol Bp. Paul + + + + + + 7.22 1177.41
15 P5 Tromol Bp. Paul + + + + + - 7.49 717.76
16 K1 Tromol Bp. Karel + + + + - - 7.29 749.11
17 K2 Tromol Bp. Karel + + + + - - 6.97 776.14
18 K3 Tromol Bp. Karel + + + + - - 7.14 568.79
19 K4 Tromol Bp. Karel + + + + - - 7.34 831.98
20 K5 Tromol Bp. Karel + + + + - - 6.98 687.31
21 D1 Tromol Bp. Decky + + + + - - 7.02 1987.05
22 D2 Tromol Bp. Decky + + + + + + 6.99 2178.32
23 D3 Tromol Bp. Decky + + + + + + 7.00 1831.11
24 D4 Tromol Bp. Decky + + + + + + 7.43 1882.22
25 D5 Tromol Bp. Decky + + + + + + 7.14 2549.45
26 T1 Tromol Ibu Telly + + + + + + 7.12 2387.32
27 T2 Tromol Ibu Telly + + + + + + 7.23 2198.02
28 T3 Tromol Ibu Telly + + + + + + 7.42 2471.37
29 T4 Tromol Ibu Telly + + + + + + 7.48 2566.83
30 T5 Tromol Ibu Telly + + + + - - 7.33 2899.25
31 T6 Tromol Ibu Telly + + + + - - 7.03 2101.72
+ : tumbuh
- : tidak tumbuh
42

Kondisi lokasi yang tercemar merkuri melewati ambang batas terlihat dari
hasil pengujian Hg total sampel tanah antara 568.79 sampai dengan 3804.48 ppm.
Apabila bakteri pereduksi merkuri dapat beradaptasi pada lingkungan dengan
tingkat kontaminasi logam berat merkuri yang tinggi, maka diasumsikan bahwa
penggunaan bpm tersebut sangat efektif dalam mereduksi merkuri. Isolat bakteri
mampu tumbuh pada media LB dengan berbagai konsentrasi HgCl2 karena bakteri
tersebut menggunakan merkuri sebagai substrat. Kadar Hg total sampel tanah yang
tinggi memungkinkan kesepuluh bakteri pereduksi merkuri mampu tumbuh
sampai 500 ppm HgCl2. Walaupun demikian kelompok bakteri tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda berdasarkan kemampuan tumbuh dan mereduksi
merkuri pada media mengandung HgCl2.

4.2. Seleksi Bakteri Pereduksi Merkuri


Hasil penelitian menunjukkan terdapat 10 isolat bpm yang mampu tumbuh
sampai dengan 500 ppm HgCl2 karena berasal dari tanah yang mengandung Hg
tinggi; sedangkan 21 isolat tidak mampu tumbuh. Hal ini membuktikan bahwa
HgCl2 pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri
bahkan bersifat toksik bagi sebagian bakteri. Kesepuluh isolat yang mampu
bertahan hidup diduga memiliki kemampuan adaptasi genetis maupun fisiologis.
Ke-10 isolat yang mampu tumbuh sampai 500 ppm HgCl 2 dianggap isolat unggul
(Tabel 2).
Tabel 2. Kemampuan tumbuh isolat dari PESK Talawaan-Tatelu
Kadar HgCl2 pada media LB (ppm)
Isolat
K 25 50 100 250 400 500
ICBB 9116 + + + + + + +
ICBB 9118 + + + + + + +
ICBB 9123 + + + + + + +
ICBB 9124 + + + + + + +
ICBB 9115 + + + + + + +
ICBB 9119 + + + + + + +
ICBB 9120 + + + + + + +
ICBB 9117 + + + + + + +
ICBB 9121 + + + + + + +
ICBB 9122 + + + + + + +
43

K : kontrol (tanpa HgCl2); + : tumbuh, - : tidak tumbuh


Hasil penelitian menunjukkan terdapat 10 isolat bpm yang dapat tumbuh
mulai 25 ppm sampai dengan 500 ppm HgCl2, tergantung pada jenis-jenis bakteri
dan lingkungan tempat bakteri tumbuh. Data ini mendukung penelitian lain seperti
Handayani (2001) menemukan tujuh isolat yang mampu tumbuh pada konsentrasi
320 ppm HgCl2; Sulastri (2002) menemukan bakteri pereduksi merkuri yaitu
Escherichia coli, Aeromonas cavidae, Hafnia alvei, Citrobacter frundii,
Pseudomonas psedomallei, dan Enterobacter agglomerans dari Ekosistem Air
Hitam Kalimantan Tengah yang mampu tumbuh pada konsentrasi 320 ppm HgCl2;
Zulkifli (2002) menemukan isolat mampu tumbuh 1000 ppm HgCl2; Suheryanto et
al. (2008) menemukan enam isolat yang mampu tumbuh pada konsentrasi antara 1
ppm sampai dengan 2,5 ppm MeHg; Jaysankar (2008) menemukan beberapa
bakteri resistan merkuri dari laut yang mampu tumbuh sampai 25 ppm (mg/l)
yaitu: Alcaligenes faecalis (tujuh isolat), Bacillus pumilus (tiga isolat), Bacillus sp.
(satu isolat), Pseudomonas aeruginosa (satu isolat), and Brevibacterium iodinium
(satu isolat); Shovitri et al. (2010) menemukan 17 isolat bakteri tahan merkuri dari
Kali Mas Surabaya. Berdasarkan karakter biokimianya ke-17 isolat tersebut masuk
ke dalam tujuh genus yang berbeda, yaitu ada kecenderungan masuk ke genus
Providencia, Neisseria, Shigella, Lampropedia, Serratia, Enterobacter dan
Bacillus. Ketujuh belas isolat tersebut secara individu mampu hidup pada 10 ppm
HgCl2.

4.3. Identifikasi Bakteri Pereduksi Merkuri


Hasil uji morfologis dan fisiologis dari ke-10 isolat bakteri pereduksi
merkuri diidentifikasi berdasarkan pada buku Bergey’s Mannual of Determinative
Bacteriology (Holt et al., 1994) yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115, Bacillus sp.
ICBB 9116, Eschericia coli ICBB 9117, Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella
morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB 9120, Bacillus sp. ICBB 9121,
Bacillus sp. ICBB 9122, Brevibacillus sp. ICBB 9123, dan Brevibacillus sp. ICBB
9124 (Tabel 3). Bentuk koloni dan sel bakteri dapat dilihat pada gambar 7 dan 8.
44

Perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif terletak pada
susunan kimia dinding selnya. Pada bakteri Gram positif dinding sel tersusun atas
peptidoglikan dan komponen khusus berupa asam-asam teikhoat dan teikhuronat
serta polisakarida; sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif juga tersusun atas
peptidoglikan sedang komponen-komponen khusus berupa lipoprotein, selaput
luar dan lipopolisakarida (Tedja, 2009). Perbedaan komponen dinding sel bakteri
Gram positif dan Gram negatif menyebabkan interaksi yang berbeda terhadap
logam berat (Giller et al., 1998). Bakteri Gram negatif menunjukkan toleransi
yang lebih besar terhadap logam daripada Gram positif karena memiliki struktur
dinding sel yang lebih kompleks yang mampu mengikat dan mengimobilisasi ion
logam termasuk Hg2+. Hasil penelitian menemukan 7 isolat bakteri Gram positif
dan 3 isolat bakteri Gram negatif. Penelitian ini membuktikan bahwa kelompok
bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dapat mereduksi merkuri tergantung
enzim yang dimiliki bakteri tersebut (Gadd, 1992).
Hasil uji pewarnaan spora pada bakteri Gram positif menunjukkan 4 isolat
yang memiliki spora yaitu: Bacillus spp. ICBB 9116, Bacillus spp. ICBB 9118,
Bacillus spp. ICBB 9121 memiliki spora di bagian tengah, dan Bacillus spp. ICBB
9122 memiliki spora di bagian tepi. Pewarnaan spora bertujuan membedakan sel
vegetatif dengan spora. Spora bakteri merupakan struktur yang tahan panas dan
dibentuk bakteri untuk mengatasi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti
langkanya sumber karbon, energi, atau fosfat, bahan yang bersifat toksik, suhu
yang tidak sesuai, lingkungan yang kering (hipotonik). Spora terbentuk dalam sel
bakteri serta seringkali disebut sebagai endospora, dalam sel bakteri hanya
terdapat 1 spora dan tidak berfungsi untuk reproduksi. Spora merupakan bentuk
dorman dari sel vegetatif (Bibiana, 1994).
Berdasarkan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, hasil
identifikasi 10 isolat unggul bpm, diperoleh bahwa 4 isolat tersebut termasuk
dalam kelompok Bacillus sp. yaitu ICBB 9116, ICBB 9118, ICBB 9121, dan
ICBB 9122. Termasuk salah satu kelompok bakteri yang banyak diteliti karena
dapat mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi (Nakamura et
45

al., 1990; Blake et al., 1993; Sadhukhan et al., 1997; Petrova et al., 2002; Green-
Ruiz, 2005; Madigan, 2006; Jaysankar, 2008; Shovitri et al., 2010).
Hasil penelitian menemukan 2 isolat bpm yang termasuk dalam kelompok
Brevibacillus sp. yaitu ICBB 9123 dan ICBB 9124. Termasuk kelompok bakteri
yang mampu mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi
(Jaysankar, 2008).
Micrococcos luteus ICBB 9120 adalah satu-satunya bakteri pereduksi
merkuri dari kelompok gram positif bentuk sel bulat yang ditemukan dalam
penelitian ini. Ciri khusus Micrococcos luteus adalah uji katalase positif, uji
manitol negatif, uji glukosa negatif dan warna koloni kuning. Termasuk kelompok
bakteri mampu mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi
(Nakamura et al., 1990; Blake et al., 1993; Sadhukhan et al., 1997; Petrova et al.,
2002).
Bakteri pereduksi merkuri yang ditemukan dari kelompok gram negatif
dan bentuk sel batang yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115, Eschericia coli ICBB
9117, dan Morganella morganii ICBB 9119. Ciri khusus Pseudomonas sp adalah
uji oksidase positif dan uji glukosa negatif. Termasuk kelompok bakteri yang
mampu mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi (Nakamura
et al., 1990; Blake et al., 1993; Sadhukhan et al., 1997; Handayani, 2001; Petrova
et al., 2002; Sulastri, 2002; Madigan, 2006; Jaysankar, 2008; Santi, 2009).
Eschericia coli ICBB 9117 adalah bakteri pereduksi merkuri gram negatif
dengan bentuk sel batang. Ciri khusus Eschericia coli adalah uji laktosa positif, uji
indol positif, dan uji sitrat negatif. Termasuk kelompok bakteri yang mampu
mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi (Sadhukhan et al.,
1997).
Morganella morganii ICBB 9119 adalah bakteri pereduksi merkuri gram
negatif dengan bentuk sel batang. Morganella morganii memiliki ciri khusus yaitu
uji laktosa negatif, uji indol positif, uji H2S negatif dan termasuk kelompok bakteri
yang mampu mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi.
Morganella sp. merupakan salah satu bakteri penghasil histamin yang banyak
46

ditemukan pada ikan tuna/ tongkol (Mangunwardoyo et al., 2007).


47

a b c d e

f g h i j
Gambar 7. Koloni ke-10 bakteri pereduksi merkuri isolat Bacillus sp. ICBB 9115 (a), Bacillus sp. ICBB 9118 (b), Bacillus sp. ICBB 9123 (c), Bacillus sp.
ICBB 9124 (d), Brevibacillus sp. ICBB 9123 (e), Brevibacillus sp. ICBB 9124 (f), Micrococcos luteus ICBB 9120 (g), Eschericia coli ICBB
9117 (h), (i) Morganella morganii ICBB 9119 (i), Pseudomonas sp. ICBB 9115 (j).
48

10µm 10µm 10µm 10µm 10µm

a b c d e

10µm 10µm 10µm 10µm 10µm

f g h i j

Gambar 8. Bentuk sel bakteri pereduksi merkuri isolat Bacillus sp. ICBB 9116 (a), Bacillus sp. ICBB 9118 (b), Bacillus sp.
ICBB 9121 (c), Bacillus sp. ICBB 9122 (d), Micrococcos luteus ICBB 9120 (e), Brevibacillus sp. ICBB 9123 (f),
Brevibacillus sp. ICBB 9124 (g), Eschericia coli ICBB 9117 (h), Pseudomonas sp. ICBB 9115 (i), dan Morganella
morganii ICBB 9119 (j)..
49

Tabel 3. Uji morfologi dan fisiologi sepuluh isolat unggul bakteri pereduksi merkuri
ICBB 9116 ICBB 9118 ICBB 9121 ICBB 9122 ICBB 9120 ICBB 9123 ICBB 9124 ICBB 9115 ICBB 9117 ICBB 9119

Bentuk sel Batang Batang Batang Batang Bulat Batang Batang Batang Batang Batang

Pewarnaan Gram + + + + + + + – – –

E n d os p or a Tengah Tengah Tengah Tepi Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

A e r ob + + + + + + + + + +

B e n t u k K ol on i Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Iregular Iregular Bulat

D i a m e t e r k ol on i <1mm <1mm <1mm <1mm <1mm >1mm <1mm >1mm <1mm >1mm

W a r na k ol on i Krem Krem Krem Krem Kuning Krem Kuning Krem Salem Orange

E l e va s i k ol on i R a ta Cembung Cembung Cembung Cembung Cembung Cembung Cembung R a ta R a ta

T e p i a n k ol on i Berlekuk Rata Rata Rata Rata Rata Rata G e l om b a n g G e l om b a n g Rata

P e r m . K ol on i Kering C a ha ya Lendir C a ha ya C a ha ya C a ha ya C a ha ya C a ha ya Kering Kering

M ot i l i t a s – – + – – + + – – +

Uji Katalas e – + – – + + + – + +

U j i O k s id a s e – + + + + + – + – –

U j i N it r a t – + + + – – – – + –

U j i L ys i n – – – – – + – – – –

Uji H2S – – – – – – – – – –
50

U j i M a nn i t ol + – + – – + – – + –

U j i I n d ol e + + + + + – – + + +

Uji Urease – – – – – + + – – –

Uji VP – – – – – + – + – –

Uji MR – – – + – – – – – –

U j i S i t ra t – – – – – + + – – –

U j i G l u k os a + – + + – + + – + –

U j i F r u k t os a + + + – + + + – + +

U j i X yl os e + – + – – + + – + –

U j i S u k r os a + – + – – + – – + –

U j i La k t os a + – + – – – – – + –

U j i I n os i t ol – – – – – – – – + –

U j i S or b i t ol – – + – – + – – + –

Uji + – + – + – + – + –
A r a b i n os a

Uji + + + – + + + – – –
G a l a k t os a

U j i M a l t os a – – + – – – – – + –

U j i D u l s it ol – – – – – – – – – –

Bacillus Brevibacillus Brevibacillus Pseudomonas Eschericia Morganella


Bacillus sp. Bacillus sp. Bacillus sp. Micrococcos
sp. sp. sp. sp. coli morganii
luteus
51

4.4. Pertumbuhan BPM pada Berbagai Kondisi Lingkungan

4.4.1. Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan Bakteri Pereduksi Merkuri


Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat Pseudomonas sp. ICBB 9115,
Eschericia coli ICBB 9117, Morganella morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus
ICBB 9120, Brevibacillus sp. ICBB 9123, dan Brevibacillus sp. ICBB 9124
menunjukkan suhu pertumbuhan optimum pada suhu ruang (27oC). Sedangkan isolat
Bacillus sp. ICBB 9116, Bacillus sp. ICBB 9118, Bacillus sp. ICBB 9121, dan
Bacillus sp. ICBB 9122 menunjukkan suhu pertumbuhan optimum pada suhu 45oC.
Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan kehidupan bakteri,
pengaruh suhu berhubungan dengan aktivitas enzim. Suhu yang rendah dapat
menyebabkan aktivitas enzim menurun dan jika suhu terlalu tinggi dapat
mendenaturasi protein enzim (Bibiana, 1994 dan Tedja, 2009) (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan sepuluh isolat BPM


Suhu 4oC Suhu ruang (27oC) Suhu 45oC
Isolat
OD [sel] OD [sel] OD [sel]
ICBB 9116 0.007 0.38 0.52 1.12 1.39 7.05
ICBB 9118 0.006 0.31 0.69 1.07 1.49 7.85
ICBB 9121 0.005 0.23 0.89 1.09 1.58 8.36
ICBB 9122 0.012 0.35 0.95 1.01 1.56 8.30
ICBB 9123 0.024 0.47 1.04 5.64 0.02 0.45
ICBB 9124 0.004 0.37 1.47 7.81 0.32 2.01
ICBB 9120 0.011 0.57 1.53 8.74 0.46 3.35
ICBB 9115 0.008 0.51 1.35 6.89 0.44 2.98
ICBB 9117 0.011 0.75 1.42 7.28 0.53 3.07
ICBB 9119 0.014 0.88 1.57 8.96 0.61 3.77
Keterangan : [sel] : konsentrasi sel (x 108)

Untuk menghitung jumlah bakteri dapat digunakan dua cara yaitu: (1) jumlah
bakteri secara keseluruhan bakteri yang hidup dan yang mati (total cell count)), dan
(2) jumlah bakteri yang hidup (viable count). Penghitungan bakteri secara
keseluruhan terbagi atas dua cara yaitu: menghitung langsung secara mikroskopik dan
menghitung dengan cara kekeruhan ( Bibiana, 1994). Dalam penelitian ini digunakan
cara menghitung keseluruhan bakteri berdasarkan kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer. Jumlah bakteri dalam suspensi ditentukan dengan menentukan
52

kerapatan optik (OD = optical density). Kurva standar bakteri menyuguhkan data
perbandingan antara nilai OD (absorbans) dengan konsentrasi sel bakteri yang
ditumbuhkan. Gambar 9 dan 10 menunjukkan kurva standar isolat bakteri
Brevibacillus sp. ICBB 9123 dan Brevibacillus sp. ICBB 9124 yang ditumbuhkan
pada media Luria Bertani dengan konsentrasi 500 ppm HgCl2 pada suhu ruang.

Gambar 9. Kurva standar isolat Brevibacillus sp. ICBB 9123


1,2
1
OD ( 620 nm)

0,8
0,6
y = 0,2074x + 0,0002
0,4 R² = 0,9971
0,2
0
0,6 1,2 2,4 4,8 9,6
Konsentrasi sel (108)

1
y = 0,1982x - 0,0698
0,8 R² = 0,9972
OD (620nm)

0,6

0,4

0,2

0
0,54 1,09 2,18 4,35 8,70
konsentrasi sel (108)

Gambar 10. Kurva standar isolat Brevibacillus sp. ICBB 9124

Pertumbuhan sel dicirikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk


menggandakan massa atau jumlah sel. Umumnya pertumbuhan sel dinyatakan
melalui massa sel, karena lebih mudah, cepat dan sederhana. Massa sel dalam
penelitian ini dianalisa melalui kerapatan optik/ kekeruhan cairan media kultivasi.
Secara kualitatif pertumbuhan biomassa bakteri ditunjukkan dengan kerapatan optik.
Metode ini merupakan cara yang baik untuk melihat pertumbuhan bakteri tanpa harus
53

mengganggu kultur bakteri (Black, 2005). Pola pertumbuhan biomassa setiap bakteri
berbeda satu dengan lainnya, terdiri atas: 1) fase adaptasi yaitu sel-sel bakteri
menyesuaikan dengan lingkungannya, pada fase awal terjadi sintesis enzim oleh sel
yang diperlukan untuk metabolisme metabolit; 2) fase eksponensial yaitu sel-sel
bakteri sedang aktif memproduksi enzim-enzim yang dibutuhkan untuk
metabolismenya, dimana terlihat peningkatan kekeruhan cairan kultivasi yang tinggi;
dan 3) fase kematian disebabkan karena ketahanan hidup sel menurun akibat
akumulasi berbagai produk metabolit dan inhibitor, sehingga terjadi lisis sel dan
massa sel berkurang (Laily, 2004 dan Tedja, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ke-8 isolat bpm yaitu Pseudomonas sp.
ICBB 9115, Bacillus sp. ICBB 9116, Eschericia coli ICBB 9117, Bacillus sp. ICBB
9118, Bacillus sp. ICBB 9121, Bacillus sp. ICBB 9122, Brevibacillus sp. ICBB 9123,
dan Brevibacillus sp. ICBB 9124 memiliki bentuk pola pertumbuhan yang sama.
Memiliki fase adaptasi pada 6 jam s/d jam 12, fase eksponensial pada >12 jam s/d 24
jam, dan fase kematian pada > 24 jam dapat dilihat pada Gambar 10.

2,5
Bacillus spp. ICBB 9116
Populasi Bakteri

2
OD (620 nm)

Bacillus spp. ICBB 9118


1,5 Brevibacillus spp. ICBB
9123
1 Pseudomonas sp. ICBB
9115
0,5 Eschericia coli ICBB
9117
0 Bacillus spp. ICBB 9121
6 12 24 48 72
Waktu (jam)

Gambar 11. Kurva pertumbuhan delapan isolat BPM

Ke-2 isolat lainnya yaitu: Micrococcos luteus ICBB 9120 dan Morganella
morganii ICBB 9119 memiliki fase eksponensial yang lebih panjang. Isolat
Micrococcos luteus ICBB 9120 memiliki fase eksponensial pada >12 jam s/d 72 jam
dan isolat Morganella morganii ICBB 9119 memiliki fase eksponensial pada >12 jam
54

s/d 96 jam. Perbedaan ini berdasarkan kepada kemampuan masing-masing bakteri


dalam menghasilkan enzim-enzim untuk metabolismenya (Tedja, 2009) dapat dilihat
pada Gambar 12.

3,5
3
Populasi Bakteri
OD (620 nm)

2,5
2
1,5 Morganella morganii
1 ICBB 9119
Micrococcos luteus
0,5
ICBB 9120
0
6 12 24 48 72 96 120 144
Waktu (jam)

Gambar 12. Kurva pertumbuhan isolat Morganella sp. dan Micrococcos sp.

4.4.2. Pengaruh pH terhadap Pertumbuhan Bakteri Pereduksi Merkuri

Pertumbuhan dan aktivitas bakteri pereduksi merkuri (bpm) sangat


dipengaruhi oleh pH lingkungan. Pengaruh pH terhadap pertumbuhan bakteri dapat
melalui dua cara, yakni melalui (1) fungsi sistem enzimatis dalam sel bakteri dan (2)
pembentukan energi dalam sel. Perubahan pH secara langsung mempengaruhi
struktur enzim dan protein lain dalam sel, karena aktivitas fisiologis intraselular
selalu berada dalam kondisi mendekati netral. Oleh karena itu, sel bakteri perlu
melakukan penyesuaian apabila kondisi lingkungan di luar sel terlalu masam atau
terlalu basa (Yusron, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima isolat bpm menunjukkan
pertumbuhan optimum pada pH 7 yaitu: ICBB 9116, ICBB 9118, ICBB 9121, ICBB
9122, dan ICBB 9124; sedangkan kelima isolat lainya yaitu: ICBB 9120, ICBB 9123,
ICBB 9115, ICBB 9117, dan ICBB 9119 menunjukkan pertumbuhan optimum pada
pH 9. Keempat isolat bpm kelompok Gram positif bentuk batang berspora yaitu:
Bacillus sp. ICBB 9116, Bacillus sp. ICBB 9118, Bacillus sp. ICBB 9121, dan
Bacillus sp. ICBB 9122 menunjukkan pertumbuhan pada pH 5 setelah inkubasi 24
jam dan pertumbuhan optimum pada pH 7. Hasil penelitian ini mendukung Green-
55

Ruiz (2005) yang mengatakan bahwa pemberian pH antara 4.5 – 7.0 pada 25°C
menggunakan isolat Bacillus sp. dapat mempercepat adsorpsi merkuri terjadi pada 20
menit pertama. Kedua bpm Gram positif bentuk batang tidak berspora menunjukan
perbedaan pertumbuhan terhadap pengaruh pH. Isolat Brevibacillus sp. ICBB 9123
menunjukkan pertumbuhan optimum pada pH 9 dan Brevibacillus sp. ICBB 9124
pada pH 7. Isolat bpm bentuk bulat tidak berspora yaitu Micrococcos luteus ICBB
9120 menunjukkan pertumbuhan pada pH 7 dan pertumbuhan optimum pada pH 9.
Ketiga bpm Gram negatif bentuk batang yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115,
Eschericia coli ICBB 9117, dan Morganella morganii ICBB 9119 menunjukkan
pertumbuhan pada pH 5 dan pH 7, serta pertumbuhan optimum terlihat pada pH 9
(Tabel 5).
Tabel 5. Pertumbuhan sepuluh isolat BPM pada berbagai nilai pH (OD = 620 nm)
Isolat pH 5 pH 7 pH 9
Bacillus sp. ICBB 9116 1.27 1.44 0.95
Bacillus sp. ICBB 9118 1.34 1.75 1.58
Bacillus sp. ICBB 9121 1.49 1.85 1.72
Bacillus sp. ICBB 9122 1.47 1.66 0.94
Brevibacillus sp. ICBB 9123 0.60 1.39 1.42
Brevibacillus sp. ICBB 9124 0.41 1.31 0.70
Micrococcos luteus ICBB 9120 1.66 1.92 2.07
Pseudomonas sp. ICBB 9115 1.36 1.79 1.82
Eschericia coli ICBB 9117 1.58 1.74 1.79
Morganella morganii ICBB 1.58 1.92 1.93
9119

4.5. Uji Aktivitas Bakteri Pereduksi Merkuri


Hasil penelitian menemukan 10 isolat bpm dari PESK Talawaan-
Tatelu yang mampu hidup pada media LB yang ditambahkan HgCl 2 sampai
konsentrasi 500 ppm (mg/l) yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115, Bacillus sp.
ICBB 9116, Eschericia coli ICBB 9117, Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella
morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB 9120, Bacillus sp. ICBB 9121,
Bacillus sp. ICBB 9122, Brevibacillus sp. ICBB 9123, dan Brevibacillus sp. ICBB
9124. Ke-10 isolat bpm diduga mampu beradaptasi dengan lingkungan asalnya dan
56

telah mampu merubah pola metabolismenya untuk mendegradasi merkuri dengan


cara mensintesis protein reduksi merkuri (Misra, 2002). Bakteri yang resisten
terhadap merkuri menghasilkan enzim organomerkuri lyase (produk gen mer B) yang
dapat memutuskan ikatan C-Hg dan enzim merkuri reduktase (produk gen mer
A) yang mereduksi Hg 2+ menjadi Hg 0 yang terjadi di dalam sitoplasma. Hasil
reduksi (Hg0) akan dilepaskan keluar sel (Gadd, 1990; Gupta, et al., 1999; Brown et
al., 2002). Hasil reduksi merkuri ke-10 bpm dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil reduksi merkuri kesepuluh isolat BPM dalam tabung reaksi

Kadar merkuri (ppm)


ISOLAT
34.75 69.76 178.04 284.88 350.33
Bacillus sp. ICBB 9116 1.39 5.68 32.75 62.25 77.80
Bacillus sp. ICBB 9118 0.48 2.31 12.35 48.95 67.95
Brevibacillus sp. ICBB 9123 1.77 1.63 91.38 101.23 127.00
Brevibacillus sp. ICBB 9124 1.25 3.35 23.88 87.54 103.25
Pseudomonas sp. ICBB 9115 1.32 7.59 43.20 71.20 141.20
Morganella morganii ICBB 9119 0.52 3.19 16.20 62.30 69.70
Micrococcos luteus ICBB 9120 0.47 3.78 49.05 96.50 108.10
Eschericia coli ICBB 9117 1.67 9.89 35.45 64.25 162.30
Bacillus sp. ICBB 9121 0.63 4.01 23.09 58.04 73.03
Bacillus sp. ICBB 9122 1.23 14.31 51.97 89.77 165.89

Pada kondisi lapang, merkuri berada dalam tiga tingkat valensi yang berbeda.
Hal ini sangat tergantung pada kondisi redoks yang memungkinkan sebagai Hg0 dan
Hg2+ yang sering dijumpai di dalam tanah. Redoks potensial, pH dan konsentrasi
Hg 2+ merupakan peubah kunci dalam menetapkan spesifikasi bentuk merkuri di
dalam larutan tanah. Percepatan laju reduksi Hg 2+ oleh bakteri memungkinkan untuk
digunakan dalam teknik bioremediasi in situ di tanah atau air yang tercemar (Barkay
et al., 1991).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada media kontrol (tanpa isolat) terjadi
reduksi Hg. Pada pemberian Hg dalam HgCl2 50 ppm terjadi penurunan Hg sebanyak
2.19 ppm (dari 36.94 ppm menjadi 34.75). Pada pemberian Hg dalam HgCl2 100 ppm
terjadi penurunan Hg sebanyak 4.12 ppm (dari 73.88 ppm menjadi 69.76 ppm). Pada
57

pemberian Hg dalam HgCl2 250 ppm terjadi penurunan Hg sebanyak 6.67 ppm (dari
184.71 ppm menjadi 178.04 ppm). Pada pemberian Hg dalam HgCl2 400 ppm terjadi
penurunan Hg sebanyak 10.65 ppm (dari 295.53 ppm menjadi 284.88 ppm). Pada
pemberian Hg dalam HgCl2 500 ppm terjadi penurunan 19.09 ppm (dari 369.42 ppm
menjadi 350.33 ppm) (Gambar 13).

25,00
Reduksi Merkuri

20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
50 ppm 100 ppm 250 ppm 400 ppm 500 ppm
Perlakuan

50 ppm 100 ppm 250 ppm 400 ppm 500 ppm

Gambar 13. Hasil reduksi pada berbagai konsentrasi merkuri (kontrol)


Kemampuan isolat dalam mengakumulasi Hg ditunjukkan oleh adanya
penurunan konsentrasi Hg pada medium LB setelah ditumbuhkan selama 48 jam.
Konsentrasi Hg dalam medium dianalisis dengan menggunakan alat AAS. Hasil
analisis konsentrasi Hg yang tersisa menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
antara konsentrasi Hg pada media LB yang diberi isolat dibandingkan dengan kontrol
(tanpa isolat). Hal ini menunjukkan telah terjadi reduksi merkuri secara
enzimatik oleh isolat-isolat tersebut. Hal ini diduga penambahan HgCl 2 tersebut
telah melebihi nilai hasil kali kelarutan (Ksp) HgCl2 . Nilai Ksp adalah 2 x 10 -18
sehingga konsentrasi Hg 2+ maksimal untuk larut sebesar 0.794 x 10-6 M.
Penambahan HgCl2 dengan konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 400 ppm, dan
500 ppm ternyata melebihi nilai konsentrasi Hg2+ maksimal akibatnya HgCl2 tidak
dapat larut semua dan terbentuk endapan sehingga Hg yang terukur menjadi
lebih sedikit.
Jumlah ion Hg yang direduksi oleh bpm yaitu selisih antara kandungan Hg
dalam media kontrol (tanpa isolat) dengan kandungan Hg dalam media yang diberi
isolat bpm. Jumlah ion Hg yang direduksi pada media mengandung HgCl2 50 ppm
58

yaitu 32.98 ppm (94.19%) sampai dengan 34.28 ppm (98.65%), media yang
mengandung HgCl2 100 ppm yaitu 55.45 ppm (79.49%) sampai dengan 67.45 ppm
(96.69%), media yang mengandung HgCl 2 250 ppm yaitu 126.07 ppm
(70.81%) sampai dengan 165.69 ppm (93.06%), media yang mengandung HgCl2
400 ppm yaitu 183.65 ppm (64.47%) sampai dengan 235.95 ppm (82.82%), media
yang mengandung HgCl2 500 ppm yaitu 184,44 ppm (52.65%) sampai dengan
282.95 ppm (80.60 %). Isolat bakteri pereduksi merkuri yang paling tinggi
mereduksi ion Hg dalam 50 HgCl 2 ppm adalah Micrococcos luteus ICBB 9120
sebanyak 98.65%; isolat yang paling tinggi mereduksi ion Hg dalam HgCl 2
100 ppm adalah Bacillus sp. ICBB 9118 sebanyak 96.69%; isolat yang paling
tinggi mereduksi ion Hg dalam HgCl 2 250 ppm adalah Bacillus sp. ICBB 9118
sebanyak 93.06%; isolat yang paling tinggi mereduksi ion Hg dalam HgCl 2
400 ppm adalah Bacillus sp. ICBB 9118 sebanyak 82.82%; isolat yang paling
tinggi mereduksi ion Hg dalam HgCl 2 500 ppm adalah Bacillus sp. ICBB 9118
sebanyak 80.60% (Tabel 7).

Tabel 7. Prosentase reduksi merkuri kesepuluh isolat BPM dalam tabung reaksi
Kadar merkuri (%)
ISOLAT
34.75 69.76 178.04 284.88 350.33
Bacillus sp. ICBB 9116 96.00 91.86 81.61 78.15 77.79
Bacillus sp. ICBB 9118 98.62 96.69 93.06 82.82 80.60
Brevibacillus sp. ICBB 9123 94.91 94.59 76.76 64.47 63.75
Brevibacillus sp. ICBB 9124 96.40 95.20 86.59 69.27 70.59
Pseudomonas sp. ICBB 9115 96.20 89.12 75.73 75.01 59.69
Morganella morganii ICBB 9119 98.50 95.43 90.90 81.64 80.10
Micrococcos luteus ICBB 9120 98.65 94.58 89.30 80.17 79.42
Eschericia coli ICBB 9117 95.19 85.82 80.09 73.94 53.76
Bacillus sp. ICBB 9121 98.18 94.25 87.03 79.63 79.15
Bacillus sp. ICBB 9122 96.46 79.49 70.81 68.49 52.65

Hasil penelitian menunjukkan reduksi merkuri kelompok bakteri Gram


positif bentuk batang berspora adalah Bacillus sp. ICBB 9116 sebesar 77.79% -
96.00%; Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 80.60% - 98.62%; Bacillus sp. ICBB
9121 sebesar 79.15% - 98.18%; dan Bacillus sp. ICBB 9122 sebesar 52.65% -
59

96.46%. Berdasarkan uji statistik menunjukkan ke -4 isolat bakteri pereduksi


merkuri berbeda nyata satu dengan lainnya pada p<0,05. Dapat disimpulkan
bahwa masing-masing isolat bakteri kelompok Gram positif bentuk batang
dan berspora yaitu ICBB 2016, ICBB 2018, ICBB 2021, dan ICBB 2022
dapat digunakan sebagai bakteri yang mampu mereduksi merkuri (Gambar
14).

100
Kandungan Merkuri (%)

99
98
97
96
95
94
93
ICBB 9116 ICBB 9118 ICBB 9121 ICBB 9122
Isolat bakteri Gram positif bentuk batang berspora

Gambar 14. Prosentase reduksi merkuri isolat Bacillus sp. ICBB 9116, Bacillus
sp. ICBB 9118, Bacillus sp. ICBB 9121, dan Bacillus sp. ICBB 9122

Hasil reduksi merkuri dari kelompok bakteri Gram positif berbentuk


batang dan bulat serta tidak berspora berturut-turut yaitu: Brevibacillus sp.
ICBB 9123 sebesar 63.75% - 94.91%; Brevibacillus sp. ICBB 9124 sebesar
69.27% - 96.40%; dan Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 79.42% -
98.65%. Uji statistik menunjukkan ke-3 isolat bakteri pereduksi merkuri
berbeda nyata satu dengan lainnya pada p<0,05. Dapat disimpulkan bahwa
masing-masing isolat bakteri kelompok Gram positif bentuk batang dan bulat
serta tidak berspora yaitu ICBB 9123, ICBB 9124, dan ICBB 9120 memiliki
kemampuan sebagai bakteri pereduksi merkuri (Gambar 15).
60

102

Kandungan Merkuri (%)


100
98
96
94
92
90
ICBB 9123 ICBB 9124 ICBB 9120
Isolat bakteri Gram positif bentuk batang dan bulat
tidak berspora

Gambar 15. Prosentase reduksi merkuri isolat Brevibacillus sp. ICBB 9123
Brevibacillus sp. ICBB 9124, dan Micrococcos luteus ICBB 9120

Hasil reduksi merkuri kelompok bakteri Gram negatif berbentuk


batang yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115 sebesar 59.69% - 96.20%;
Morganella morganii ICBB 9119 sebesar 80.10% - 98.50%; dan isolat
Eschericia coli ICBB 9117 sebesar 53.76% - 95.19%. Berdasarkan hasil uji
statistik menunjukkan ke-3 isolat bakteri pereduksi merkuri berbeda nyata
satu dengan lainnya pada p<0,05. Dapat disimpulkan bahwa masing-masing
isolat bakteri kelompok Gram negatif berbentuk batang yaitu ICBB 9115,
ICBB 9119, dan ICBB 9117 memiliki kemampuan mereduksi merkuri
(Gambar 16).

100
Kandungan Merkuri (%)

98
96
94
92
90
ICBB 9115 ICBB 9119 ICBB 9117
Isolat bakteri Gram negatif bentuk batang

Gambar 16. Prosentase reduksi merkuri isolat Pseudomonas sp. ICBB 9115,
Morganella morganii ICBB 9119, isolat Eschericia coli ICBB 9117
61

4.6. Pengolahan Limbah Menggunakan Bioreaktor dan Lahan Basah Buatan


Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 isolat bakteri pereduksi
merkuri yang memiliki kemampuan tinggi dalam mereduksi merkuri, masing-masing:
1) Bacillus sp. ICBB 9118 yang memiliki kemampuan mereduksi HgCl 2 dalam
larutan sebanyak 80.60 % sampai dengan 98.62%; 2) Morganella morganii ICBB
9119 yang memiliki kemampuan mereduksi HgCl 2 dalam larutan sebanyak 80.10%
sampai dengan 98.50%; 3) Micrococcos luteus ICBB 9120 yang memiiki
kemampuan mereduksi HgCl2 dalam larutan sebanyak 79.42 % sampai dengan
98.65%; dan 4) Bacillus sp. ICBB 9121 yang memiliki kemampuan mereduksi Hg
dalam HgCl2 sebanyak 79.15% sampai dengan 98.18%. Keempat isolat bpm
tersebut diduga memiliki operon gen mer yang dapat menyandi enzim
merkuri reduktase. Enzim ini dapat mengkatalisis reduksi ion merkuri Hg2+ yang
bersifat racun menjadi ion merkuri Hg0 yang bersifat kurang/tidak beracun (Brown et
al., 2002).
1,2
Populasi Bakteri

1
OD (620 nm)

0,8
0,6
0,4
0,2
0
ICBB 9118 ICBB 9119 ICBB 9120 ICBB 9121
Isolat terpilih BPM

6 jam 12 jam 18 jam 24 jam 30 jam 36 jam

Gambar 17. Pertumbuhan isolat bpm terpilih pada uji bioreaktor

Gambar 17 menunjukkan kerapatan biomassa (OD) dari isolat Bacillus sp.


ICBB 9118, Morganella morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB 9120,
Bacillus sp. ICBB 9121 yang diuji lanjut dalam bioreaktor pada 6 jam, 12 jam, 18
jam, 24 jam, 30 jam, 36 jam. Terlihat pertumbuhan yang baik pada media cair LB
mengandung 10 ppm HgCl2 atau 7.39 ppm Hg. Hal ini dapat terjadi karena kondisi
62

lingkungan tempat pertumbuhan isolat diatur pada temperatur suhu ruang 27 oC dan
pH optimum dari masing-masing isolat. Terjadi peningkatan pertumbuhan bakteri
dari 6 jam sampai dengan 36 jam, peningkatan nilai OD tersebut menunjukkan bahwa
biomassa bakteri dapat tumbuh dengan baik. Inokulan dimasukkan ke dalam
bioreaktor pada nilai OD 0.6 – 0.7 karena pada nilai tersebut populasi sel bakteri
tumbuh dengan baik dan menghasilkan sel-sel baru. Hasil penelitian menunjukkan
nilai OD 0.6 – 0.7 terletak pada 18 jam sampai dengan 24 jam.

4.6.1. Kemampuan mereduksi Hg dalam bioreaktor


Pengolahan limbah mengandung merkuri sintesis dalam bioreaktor
menggunakan bakteri kultur tunggal. Menurut Zulkifli (2002) bahwa aktivitas reduksi
merkuri pada bakteri kultur tunggal lebih baik dibandingkan kultur campuran karena
pada kultur campuran memerlukan pengkondisian yang lebih lama, terjadi kompetisi
antar spesies, dan terjadi interaksi yang tidak seimbang.
Sistem bioreaktor pertumbuhan melekat digunakan dalam penelitian ini
karena memiliki keuntungan yaitu adanya biofilm dan polimer-polimer ekstraselular
yang dapat tumbuh dan melekat pada media pendukung seperti batuan vulkanik
(Tjokrokusumo, 1998; Odergaard et al., 1994). Dalam penelitian ini dipilih waktu
pembentukan biofilm 6 hari untuk uji bioreaktor dalam mereduksi merkuri karena
waktu pembentukan biofilm yang lebih lama menyebabkan reduksi merkuri lebih
tinggi dibandingkan waktu pembentukan 3 hari, semakin banyak jumlah biomassa
maka proses reduksi merkuri semakin cepat (Barus, 2007; Little et al., 1990; Canstein
et al., 1999). Hasil penelitian menemukan bahwa biofilm sudah terbentuk dengan
baik pada satu minggu dan reduksi merkuri dapat mencapai 92% sampai dengan
99%, mirip dengan yang ditemukan Canstein et al. (1999) dan Barus (2007).
Arang aktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk serbuk
karena memiliki kecepatan adsorpsinya lebih cepat dibandingkan dalam bentuk
butiran (granula). Arang aktif merupakan karbon yang telah diaktifkan dan memiliki
luas permukaan yang sangat besar sehingga dapat digunakan untuk berbagai aplikasi
seperti menyerap bau, warna, pengotor, bahkan logam berat termasuk merkuri. Hasil
63

penelitian menunjukkan reduksi merkuri dari arang aktif dalam sistem bioreaktor
menggunakan isolat bakteri sebesar 97.04% sampai dengan 98.94% lebih tinggi dari
hasil penemuan Gluszcs et al. (2008) yang hanya dapat menurunkan konsentrasi
merkuri sekitar 50%.
Batuan vulkanik digunakan sebagai media pendukung yang ikut berperan
dalam proses pengolahan limbah cair yang mengandung merkuri dan diharapkan
sebagai tempat pertumbuhan sel-sel yang terikat ke matrik. Morfologi batu vulkanik
memiliki bentuk tidak teratur dan banyak terdapat rongga-rongga didalamnya yang
dapat memperbesar area yang digunakan sebagai tempat pertumbuhan biofilm juga
bakteri pereduksi merkuri untuk melekat dan membentuk koloni. Struktur batuan
vulkanik juga dapat berfungsi memberikan perlindungan bagi mikrob terhadap abrasi
akibat aliran limbah cair dalam bioreaktor sehingga biofilm yang terbentuk tidak
mudah rusak (Elfrida, 1999).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman typha dalam bioreaktor mampu
mereduksi merkuri sebesar 98.03% sampai dengan 99.08% selanjutnya tanaman
eceng gondok sebesar 95.57% sampai dengan 97.76%. Tanaman typha (Thypha
latifolia) dan tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) termasuk tanaman yang
memiliki kemampuan tinggi untuk mengangkut bahan pencemar yang terdapat di
alam. Ke-2 tanaman ini memiliki kemampuan yang disebut dengan hiperakumulator,
yaitu relatif tahan terhadap berbagai macam bahan pencemar seperti logam–logam
berat Hg, Pb, Cr, Mn, Mg dan mampu mengakumulasikannya dalam jaringan dengan
jumlah yang cukup besar. Logam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke
dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang
melapisi permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel
sedimen (Reddy, 1990; Crawford dan Crawford, 2005).
Hasil penelitian menunjukkan prosentase reduksi merkuri dalam bioreaktor
berisi batuan vulkanik selama 6 hari pembentukan biofilm menggunakan Bacillus sp.
ICBB 9118 sebesar 98.89% (dari 6.85 menjadi 0.076 ppm), Morganella morganii
ICBB 9119 sebesar 98.73% (dari 6.72 menjadi 0.085 ppm), Micrococcos luteus
ICBB 9120 sebesar 99.12% (6.92 menjadi 0.061 ppm), dan Bacillus sp. ICBB 9121
64

sebesar 99.33% (6.61 menjadi 0.04 ppm). Hasil penelitian ini mendukung hasil
penelitian Barus (2007) bahwa bakteri memiliki kemampuan mereduksi merkuri
sampai 99%. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan ke -4 isolat berbeda
nyata satu dengan lainnya pada p<0,05. Dapat disimpulkan bahwa masing-
masing isolat bpm yaitu ICBB 9118, ICBB 9119, ICBB 9120, dan ICBB 9121
dapat digunakan sebagai bakteri pereduksi merkuri dalam bioreaktor yang
berisi batuan vulkanik (Gambar 18).
99,6
Reduksi Merkuri %

99,4
99,2
99
98,8
98,6
98,4
98,2
98
1 2 3
Ulangan

ICBB 9118 ICBB 9119 ICBB 9120 ICBB 9121

Gambar 18. Prosentase reduksi merkuri isolat bpm dalam bioreaktor berisi batuan
vulkanik

Hasil penelitian menunjukkan prosentase reduksi merkuri dalam bioreaktor


menggunakan isolat Morganella morganii ICBB 9119 memiliki kemampuan rata-rata
sebesar 98.47%, diikuti Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 98.16%, Bacillus sp. ICBB
9121 sebesar 97.42%, dan Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 96.88%. Uji
statistik menunjukkan bahwa Morganella morganii ICBB 9119 tidak berbeda nyata
pada p>0.05 dengan Bacillus sp. ICBB 9118, tapi berbeda nyata pada p<0,05 dengan
Bacillus sp. ICBB 9121 dan Micrococcos luteus ICBB 9120. Dan dapat disimpulkan
bahwa Morganella morganii ICBB 9119 dan Bacillus sp. ICBB 9118 terbaik
digunakan pada bioreaktor dalam mereduksi limbah mengandung merkuri.
Hasil uji statistik pada prosentase reduksi merkuri (%) oleh tanaman typha,
arang aktif, dan tanaman eceng gondok dalam bioreaktor menggunakan isolat
Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB
65

9120, dan Bacillus sp. ICBB 9121 menunjukkan bahwa tanaman typha tidak berbeda
nyata pada p>0.05 dengan arang aktif, tapi berbeda nyata pada p<0,05 dengan
tanaman eceng gondok. Tanaman typha menunjukkan kemampuan tertinggi
mereduksi limbah mengandung merkuri dalam bioreaktor rata-rata sebesar 98.50%
diikuti arang aktif sebesar 97.96% dan tanaman eceng gondok sebesar 96.73%. Hasil
penelitian ini mendukung bahwa tanaman typha dan eceng gondok termasuk tanaman
yang memiliki kemampuan untuk menetralisir polutan dilingkungannya (Stowel,
2000; Palapa, 2005; Supradata, 2005; Reed, 2005; Syafrani, 2007) (Gambar 19).

100
Reduksi Merkuri %

98

96

94

92
Tan. Typha Eceng gondok Arang Aktif
Perlakuan

ICBB 9118 ICBB 9119 ICBB 9120 ICBB 9121

Gambar 19. Prosentase reduksi merkuri tanaman typha, eceng gondok,


dan arang aktif menggunakan bioreaktor berisi bpm

4.6.2. Kemampuan mereduksi Hg dalam Lahan Basah Buatan


Dalam penelitian ini digunakan limbah sintesis yang mengandung 10 ppm
HgCl2 atau setara dengan 7.39 ppm Hg serta tidak menggunakan bakteri pereduksi
merkuri. Rancangan dalam percobaan ini menggunakan 4 buah reaktor dengan
ukuran panjang 20 cm, lebar 20 cm dan tinggi 15 cm. Tanaman typha dan tanaman
eceng gondok ditanam pada reaktor yang berisi batuan, pasir, dan tanah gembur
dengan perbandingan masing-masing 30% selama 7 hari. Kedua tanaman dipelihara
sehingga mencapai kondisi segar dan siap untuk diberi perlakuan. Pengambilan
sampel sebanyak 10 ml pada reaktor A yang berisi limbah sintetik HgCl2 dilakukan
pada hari ke-1 dengan 3 ulangan. Selanjutnya limbah sintesis merkuri dialirkan ke
66

reaktor B, C, dan D yang masing-masing berisi tanaman typha, arang aktif, dan
tanaman eceng gondok. Pengambilan sampel sebanyak 10 ml pada reaktor B, C, dan
D dilakukan pada hari ke-4 dengan 3 ulangan.
Kemampuan mereduksi merkuri (%) dalam reaktor lahan basah buatan selama
3 hari dari tanaman typha sebesar 82.18% (dari 6.96 menjadi 1.24 ppm), tanaman
eceng gondok sebesar 44.25% (dari 6.96 menjadi 3.88 ppm), dan arang aktif sebesar
85.34% (dari 6.96 menjadi 1.02 ppm). Tanaman typha memiliki kemampuan
mereduksi merkuri lebih tinggi dibandingkan tanaman eceng gondok, karena
berdasarkan kemampuan hiperakumulator. Tanaman typha termasuk jenis tanaman
mencuat di permukaan air (emergent) dan akarnya tenggelam (amphibious) sehingga
memiliki kemampuan lebih tinggi dalam mengakumulasi logam berat termasuk
merkuri; sedangkan tanaman eceng gondok termasuk jenis tanaman mengambang
(floating) (Khiatuddin, 2003). Hasil uji statistik menunjukkan berbeda nyata satu
dengan lainnya pada p<0,05. Dan dapat disimpulkan bahwa masing-masing
perlakuan yaitu tanaman typha dan tanaman eceng gondok serta arang aktif
dapat digunakan pada sistem lahan basah buatan dalam mereduksi merkuri
(Gambar 20).
90
80
Reduksi Merkuri %

70
60
50
40
30
20
10
0
1 2 3
Ulangan

Tan. Typha Eceng gondok Arang Aktif

Gambar 20. Prosentase hasil reduksi merkuri dalam reaktor lahan basah buatan
67

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. SIMPULAN
Penelitian ini menemukan sepuluh isolat bakteri pereduksi merkuri yang
mampu tumbuh pada media Luria Bertani dengan kandungan 500 ppm HgCl2 yaitu:
Pseudomonas sp. ICBB 9115, Bacillus sp. ICBB 9116, Eschericia coli ICBB 9117,
Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB
9120, Bacillus sp. ICBB 9121, Bacillus sp. ICBB 9122, Brevibacillus sp. ICBB 9123,
dan Brevibacillus sp. ICBB 9124.
Reduksi merkuri kelompok bakteri gram positif berbentuk batang
berspora dalam tabung reaksi adalah Bacillus sp. ICBB 9116 sebesar 77.79%
sampai dengan 96.00%, Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 80.60% sampai dengan
98.62%, Bacillus sp. ICBB 9121 sebesar 79.15% sampai dengan 98.18%, dan
Bacillus sp. ICBB 9122 sebesar 52.65% sampai dengan 96.46%. Hasil reduksi
merkuri dari kelompok bakteri Gram positif bentuk batang dan bentuk bulat
berturut-turut yaitu: Brevibacillus sp. ICBB 9123 sebesar 63.75% sampai
dengan 94.91%; Brevibacillus sp. ICBB 9124 sebesar 69.27% sampai dengan
96.40%, dan Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 79.42% sampai dengan
98.65%. Hasil reduksi merkuri kelompok bakteri Gram negatif berbentuk
batang yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115 sebesar 59,69% sampai dengan
96.20%, Morganella morganii ICBB 9119 sebesar 80.10% sampai dengan
98.50%, dan isolat Eschericia coli ICBB 9117 sebesar 53.76% sampai dengan
95.19%.
Reduksi merkuri dalam sistem bioreaktor selama 6 hari pembentukan biofilm
menggunakan Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 98.89% (dari 6.85 menjadi 0.076
ppm), Morganella morganii ICBB 9119 sebesar 98.73% (dari 6.72 menjadi 0.085
ppm), Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 99.12% (6.92 menjadi 0.061 ppm),
dan Bacillus sp. ICBB 9121 sebesar 99.33% (6.61 menjadi 0.04 ppm).
Kemampuan mereduksi merkuri reaktor lahan basah buatan selama 3 hari
dengan tanaman Typha sp. sebesar 82.18% (dari 6.96 menjadi 1.24 ppm), Eceng
68

gondok sebesar 44.25% (dari 6.96 menjadi 3.88 ppm), dan arang aktif sebesar
85.34% (dari 6.96 menjadi 1.02 ppm).

5.2. SARAN
Dari hasil penelitian telah ditemukan sepuluh isolat bpm yang tahan sampai
500 ppm HgCl2. Hasil ini perlu dikaji lebih lanjut terutama untuk mengetahui taxa
spesies dari ketujuh bakteri yang diidentifikasi. Kami menyarankan untuk melakukan
analisis 16S-rRNA untuk mengetahuinya.
Perlu diaplikasikan lebih lanjut pada skala lapang yang lebih besar volumenya
(scale-up). Untuk uji lanjut skala lapang disarankan menggunakan tanaman Typha sp.
daripada tanaman Eceng gondok.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari nutrisi yang lebih murah
dalam mengidentikasi bakteri pereduksi merkuri.
69

6. DAFTAR PUSTAKA

Ahmad IS, Hayat A, Ahmad A, Inam, Samiullah. 2005. Effect of heavy metal on
survival of certain groups of indigenous soil microbial population. J Appl Sci
Environ Man 9(1):115-121.
Alfian Z. 2006. Merkuri: Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya bagi Kesehatan
Manusia dan Lingkungan. FMIPA USU. Medan.
Barkay T, Turner RR, Brook VA, Liebert C. 1991. The relationship of Hg(II)
volatilization from a freshwater pond to the abundance of mer genes in the gene
pool of the indigenous microbial community. Microb Ecol 21:151-161.
Barkay T. 2000. Mercury cycle. Encyclopedia of Microbiology 3:171-181.
Barkay T, Wagner-Dobler I. 2005. Microbial transformations of mercury: potentials,
challenges, and achievements in controlling mercury toxicity in the
environment. Adv Appl Microbiol 57:1–52.
Barus L. 2007. Kajian Bioreaktor Untuk Detoksifikasi Limbah Yang Mengandung
Merkuri. [Tesis] Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan
Lingkungan. IPB. Bogor.
Bibiana WL. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Black JG. 2005. Microbiology. Principles and Explorations. Sixth Edition. John Wiley
and Sons, Inc. p.150.
Blake RC, Choate DM, Bardhan S, Revis N, Barton LL, Zocco TG. 1993. Chemical
transformation of toxic metals by Pseudomonas strain from a toxic waste site.
Environ Toxic Chem 12:1365-1376.
Brooks RR, Robinson BH. 1998. The Potensial Use of Hyperaccumulators and Other
Plants for Phytomining. Department of Soil Science. Massey University.
Palmerston North. New Zealand. XV:321-354.
Brown N, Shih Y, Leang C, Glendinning K, Hobman J, and Wilson J. 2002. Mercury Transport
rd
and Resistance Biometals. 3 International Biometals Symposium. King's College
London, 11-13 April 2002. London. p HgCl2. 715-718.
70

Canstein HL, Timmis W, Wagner-Dobler I. 1999. Removal of mercury from


chloralkali elektrolysis wastewater by a mercury resistant Pseudomonas putida
strain. App Environ Microb 75:5279-5284.
Chaney RL. et al. 1995 Potential Use of Metal Hyperaccumulators. Mining
Environmental Man 3(3):9-11.
Chang JS, Hwang YP, Fong YM, Wagner ID. 1999. Detoxification Of Mercury By
Immobilized Mercury Reductase. Chem Tech Biotech 74:965-973.
[CETEM] Centro de Tecnologia Mineral. 2004. Environmental And Health
Assessment In Two Small-Scale Gold Mining Areas – Indonesia Final Report
Sulawesi And Kalimantan.
Crawford RL, Crawford DL. 2005. Bioremediation: Principles and Applications.
Cambridge University Press. USA.
Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Dhahiyat Y. 1991. Kandungan Limbah Cair Pabrik Tahu dan Pengolahannya dengan
Eceng gondok (Eichhornia crassipes). Jurnal Lingkungan & Pembangunan
11(1):5-9.
Elfrida N. 1999. Biodegradasi Epiklorohidrin oleh Bakteri Halohidrin dengan
menggunakan Reaktor Biofilm. [Tesis] Program Studi Bioteknologi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Gadd GM. 1992. Metals and Microorganisms: A Problem of Definition. FEMS
Microbiol Lett 100:197-204.
Giller KE, Witter E, McGrath SP. 1998. Toxicity of heavy metals to microorganisms
and microbial processes in agricultural soils: a review. Soil Biol Biochem
30:1389-1414.
Glendinning KJ, Macaskie LE, Brown NL. 2005. Mercury Tolerance of
Thermophilic Bacillus sp. and Ureibacillus sp. Biotechnol Lett 27(21):1657-
1662.
71

Gluszcz P, Zakrzewska K, Wagner ID, Ledakowicz S. 2008. Bioreduction of ionic


mercury from wastewater in a fixed-bed bioreactor with activated carbon.
Chemical Papers 62(3):232-238.
Green-Ruiz C. 2006. Mercury(II) removal from aqueous solutions by nonviable
Bacillus sp. from a tropical estuary. Biores Technol 97(15):1907-1911.
Guntur Y. 2008. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga dengan Sistem Simulasi
Tanaman Air. Jurnal Bumi Lestari 8(2):136-144.
Gupta ML, Phung T, Chakravarty LT, Silver S. 1999. Mercury resistance in Bacillus
cereus RC 607: transcriptional organization and two new open reading frames.
J Bacteriol 181(22):7080-7086.
Handayani EP. 2001. Karakterisasi dan Uji aktivitas Pseudomonas sp. dan
Flafobacterium sp. Pereduksi Merkuri asal Pongkor dan Kalimantan Tengah
[Tesis] Program Studi Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hartoto L, Sailah I. 1992. Sistem Bioreaktor. Pusat Antar Universitas Bioteknologi
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hidayah EN, Aditya W. 2010. Potensi dan Pengaruh Tanaman pada Pengolahan Air
Limbah Domestik dengan Sistem Constructed Wetland. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan 2(2):11-18.
Holt, J.G., N.R. Krieg, P.H.A. Sneath, J.T. Staley and S.T. Williams. 1994. Bergey‟s
manual of Determinative Bacteriology. Williams and Wilkins. Baltimore, USA.
Jaysankar D, Ramaiah N, Vardanyan L. 2008. Detoxification of Toxic Heavy Metals
by Marine Bacteria Highly Resistant to Mercury. Marine Biotecnol 10(4):471-
477.
Khiatuddin M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa
Buatan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Laily N, Atariansyah, Nurani D, Istini S, Susanti I, Hartoto L. 2004. Kinetika
Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasteuriallum pada
Kultur Kocok. Jurnal Al Azhar Indonesia 3:7-13.
72

Liebert CA, Hall RM, Summers AO. 1999. Transposon Tn21, flagship of the floating
genome. Microbiol Mol Biol Rev 63:507-522.
Little BJ, Wagner PA, Characklis WG, Lee W. 1990. Microbial Corrosion in Biofilm.
New York. 635-670.
Lovely DR. 2001. Anaerobes of the Rescue. Science 293:1444-1446.
Machfud, Gumbira E, Krisnani. 1989. Fermentor. Pusat Antar Universitas. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganisms. 11th Ed.
Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ.
Mangunwardoyo W, Romauli AS, Endang SH. 2007. Seleksi dan Pengujian Aktivitas
Enzim L-Histidin Decarboxylase dari Bakteri Pembentuk Histamin. Makara,
Sains 11(2):104-109.
Misra TK. 1992. Bacterial resistances to inorganic mercury salts and
organomercurials. Plasmid 25: 4-16.
Misra TK. 2000. Heavy metals. Bacterial Resistance. Encyclopedia of Microbiology.
2 nd Ed. Academic Press 2:618-626.
Munir E. 2006. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi
Alternatif Untuk Pelestarian Lingkungan. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Nakamura KM, Sakamoto F, Uchiyama, Yagi O. 1990. Organomercurial Volating
Bacteria in the Mercury-Polluted Sediment of Minamata Bay, Japan. Appl
Environ Microbiol 56:304-311.
Nakamura K, Aoki J, Morishita K, Yamamoto M. 2000. Mercury volatilization by the
most mercury-resistant bacteria from the seawater of Minamata Bay in various
physiological conditions. Clean Technol Environ Policy 2(3): 174-178.
Nascimento AMA, Souza EC. 2003. Operon mer: Bacterial resistance to mercury and
potential for bioremediation of contaminated environments. Genet Mol Res
2(1):92-101.
73

Nofiani R, Gusrizal. 2004. Bakteri Resisten Merkuri Spektrum Sempit dari Daerah
Bekas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Mandor, Kalimantan Barat.
Jurnal Natur 6(2): 67-74.
Odergaard H, Rusten B, Westrum T. 1994. A New Moving Bed Biofilm Reactor
Application and Result. Wat Sci Tech 29:157-165.
Palapa TM. 2009. Bioremedasi Merkuri (Hg) Dengan Tumbuhan Air Pada Limbah
Tambang Emas Rakyat Dimembe Kabupaten Minahasa Propinsi SulawesiUtara.
Agritek 17(5):918-931.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Republik Indonesia. 2001. Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.
Petrova MA, Mindlin SZ, Gorlenko ZM, Kalyaeva ES. 2002. Mercury Resistant
Bacteria from Permafrost Sediments and Prospects for their Use in Comparative
Studies of Mercury Resistance Determinants. Russian Journal of Genetics
38(11):1330-1334.
Reed SC, Midlebrooks EJ, Crites RW. 2005. Natural System of Waste Management
and Treatment McGraw Hill Book Company, New York.
Sabaruddin WT. 2006. Upaya Mitigasi Pencemaran Laut dengan Artificial Wetlands.
Jurnal Teknologi Lingkungan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Jakarta.
Sadhukhan PC, Ghosh S, Chaundhari J, Ghosh DK, Mandal A. 1997. Mercury and
Organomercurial Resistance in Bacteria Isolated from Freshwaater Fish of
Fisheries around Calcutta. Environ Poll 97(1):71-78.
Salt DE, Smith RD, Raskin I. 1998. Annual Review Plant Physiology and Plant
Molecular Biology : Phytoremediation. Annual Reviews. USA. 501–662.
Santi LP, Goenadi DH. 2009. Potensi Pseudomonas fluorescens strain KTSS untuk
bioremediasi merkuri di dalam tanah. Menara Perkebunan 77(2):110-124.
Selbo SM, Snow AA. 2004. The potential for hybridization between Typha
angustifolia and Typha latifolia in a constructed wetland. Aquatic Biology
78:361-369.
74

Shah K, Nongkynrih JM. 2007. Metal hyperaccumulation and bioremediation.


Biologia Plantarum 51(40):618-634.
Shovitri M, Zulaika E, Koentjoro MP. 2010. Bakteri Tahan Merkuri dari Kali Mas
Surabaya Berpotensi sebagai Agen Bioremediasi Merkuri. Jurnal Berkala
Penelitian Hayati Ed. Khusus 4F:1-6.
Silver S, Phung LT. 1996. Bacterial heavy metal resistance: new suprises. Annu Rev
Microbiol 50:753-789.
Stowel RR, Ludwig JC, Thobanoglous G. 2000. Towad the Rational Design of
Aquatic Treatments of Wastewater. Departement of Civil Engineering and
Land, Air and Wastewater Resources. University of California. California.
Stwertka A. 1998. Guide To The Elements. Oxford University Press. New York. 240
hlm.
Suheryanto ES, Soetarto E, Sugiharto, Djohan TS. 2008. Bakteri Resisten
MetilMerkuri dari Sedimen Sungai Sangon Kulonprogo, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Berkala Ilmiah Biologi 7(2):43-51.
Sulastri. 2002. Uji Aktivitas Merkuri Reduktase Bakteri dari Ekosistem Air Hitam
Kalimantan Tengah [Tesis] Program Studi Ilmu Tanah. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Supradata. 2005. Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias
Cyperus alternifolius, L. dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah
Permukaan (SSF-Wetlands). [Tesis] Program Studi Ilmu Lingkungan.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Susilo YEB. 2003. Menuju Keselarasan Lingkungan. Averroes Press. Malang. 156
hlm.
Suthersan SS. 2001. Natural and Enhanced Remediation Systems. Arcadis Geraghty
& Miller Science and Engineering. Lewis Publishers. New York.
Syafrani. 2007. Kajian Pemanfaatan Media Penyaring dan Tumbuhan Air Setempat
untuk Pengendalian Limbah Cair pada Sub-DAS Tapung Kiri Provinsi Riau.
[Disertasi] IPB. Bogor.
75

Tedja IS. 2007. Eksperiment Mikrobiologi dalam Laboratorium. Penerbit Ardy


Agency. Jakarta.
Tedja IS. 2009. Mikrobiologi Esensial. Penerbit Ardy Agency. Jakarta.
Tjokrokusumo. 1984. Pengantar Enginering Lingkungan. Sekolah Tinggi Teknik
Lingkungan. Yogyakarta.
Tulalessy AH. 2005. Studi Pencemaran Merkuri pada Kawasan Penambangan Emas
Rakyat Tatelu Sulawesi Utara [Disertasi]. Program Studi pengelolaan Sumber
daya alam dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wagner-Dobler I. 2003. Pilot Plant for Bioremediation of Mercury-Containing
Industrial Wastewater. Mini-Review. Appl Microbiol Biotecnol 62:124-132.
Wang LK, Tay JH, Tay STL, Hung YT. 2010. Environmental Bioengenering.
Handbook of Environmental Engineering. 1st Ed. Volume 11. Chapter 28. 867
hlm. Humana Press. USA.
Warhdana WA. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta.
WHO. 2000. Air Quality Guidelines. 2nd Ed. WHO Regional Office for Europe.
Copenhagen. Denmark.
Yamaguchi A, Tamang GD, Saier MH. 2007. Mercury Transport in Bacteria. Water
Air Soil Pollut 182:219-234.
Yusron M. 2009. Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan Biofilm Bakteri
Pereduksi Sulfat. [Disertasi] Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Zulkifli. 2002. Uji Aktivitas Bakteri Pereduksi Merkuri dalam Bioreaktor. [Tesis]
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. IPB. Bogor.
76

LAMPIRAN
77

Lampiran 1 Peta Lokasi PESK Talawaan-Tatelu


78

Lampiran 2 Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram positif bentuk


batang berspora

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: reduksi


Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value

Pr > F
Model 3 14.82143333 4.94047778 183.72
<.0001
Error 8 0.21513333 0.02689167
Total 11 15.03656667

R-Square Coeff Var Root MSE reduksi Mean


0.985693 0.168506 0.163987 97.31833

t Tests (LSD) for reduksi

Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 8
Error Mean Square 0.026892
Critical Value of t 2.30600
Least Significant Difference 0.3088

Means with the same letter are not significantly different.

t Grouping Mean N isolat


A 98.6267 3 ICBB9118
B 98.1867 3 ICBB9121
C 96.4600 3 ICBB9122
D 96.0000 3 ICBB9116
79

Lampiran 3 Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram positif bentuk


batang dan bulat tidak berspora

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: reduksi

Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value
Pr > F
Model 2 21.27020000 10.63510000 704.31
<.0001
Error 6 0.09060000 0.01510000
Total 8 21.36080000

R-Square Coeff Var Root MSE reduksi Mean


0.995759 0.127137 0.122882 96.65333

t Tests (LSD) for reduksi

Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 6
Error Mean Square 0.0151
Critical Value of t 2.44691
Least Significant Difference 0.2455

Means with the same letter are not significantly different.

t Grouping Mean N isolat


A 98.6500 3 ICBB 9120
B 96.4000 3 ICBB 9124
C 94.9100 3 ICBB 9123
80

Lampiran 4 Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram negatif bentuk


batang

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: reduksi

Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value
Pr > F
Model 2 17.23742222 8.61871111 1310.28
<.0001
Error 6 0.03946667 0.00657778
Total 8 17.27688889

R-Square Coeff Var Root MSE reduksi Mean


0.997716 0.083931 0.081104 96.63111

t Tests (LSD) for reduksi

Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 6
Error Mean Square 0.006578
Critical Value of t 2.44691
Least Significant Difference 0.162

Means with the same letter are not significantly different.

t Grouping Mean N isolat


A 98.50000 3 ICBB 9119
B 96.20000 3 ICBB 9115
C 95.19333 3 ICBB 9117
81

Lampiran 5 Prosentase reduksi merkuri isolat bpm dalam bioreaktor berisi batuan
vulkanik dengan waktu pembentukan biofilm 6 hari

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: reduksi

Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value
Pr > F
Model 3 0.62806667 0.20935556 45.59
<.0001
Error 8 0.03673333 0.00459167
Total 11 0.66480000

R-Square Coeff Var Root MSE reduksi Mean


0.944745 0.068432 0.067762 99.02000

t Tests (LSD) for reduksi

Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 8
Error Mean Square 0.004592
Critical Value of t 2.30600
Least Significant Difference 0.1276

Means with the same letter are not significantly different.

t Grouping Mean N isolat


A 99.33667 3 ICBB 9121
B 99.12000 3 ICBB 9120
C 98.89000 3 ICBB 9118
D 98.73333 3 ICBB 9119
82

Lampiran 6 Hasil reduksi merkuri menggunakan mikrob dalam bioreaktor

The ANOVA Procedure


Dependent Variable: reduksi

Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value
Pr > F
Model 5 11.22567500 2.24513500 17.76
0.0015
Error 6 0.75835000 0.12639167
Total 11 11.98402500

R-Square Coeff Var Root MSE reduksi Mean


0.936720 0.363764 0.355516 97.73250

Source DF Anova SS Mean Square F Value


Pr > F
isolat 3 4.65322500 1.55107500 12.27
kel 2 6.57245000 3.28622500 26.00

t Tests (LSD) for reduksi

Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 6
Error Mean Square 0.126392
Critical Value of t 2.44691
Least Significant Difference 0.7103

Means with the same letter are not significantly different.

t Grouping Mean N isolat


A 98.4700 3 ICBB 9119
A 98.1600 3 ICBB 9118
B 97.4200 3 ICBB 9121
B 96.8800 3 ICBB 9120

t Tests (LSD) for reduk

Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 6
Error Mean Square 0.126392
Critical Value of t 2.44691
Least Significant Difference 0.6151
83

Means with the same letter are not significantly different.

t Grouping Mean N kel

A 98.5000 4 Tanaman Typha


A 97.9650 4 Arang Aktif
B 96.7325 4 Eceng Gondok
84

Lampiran 7 Hasil reduksi merkuri dalam reaktor Lahan Basah Buatan

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: reduksi

Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value
Pr > F
Model 2 3137.058600 1568.529300 230666
<.0001
Error 6 0.040800 0.006800
Total 8 3137.099400

R-Square Coeff Var Root MSE reduksi Mean


0.999987 0.116818 0.082462 70.59000

t Tests (LSD) for reduksi

Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 6
Error Mean Square 0.0068
Critical Value of t 2.44691
Least Significant Difference 0.1648

Means with the same letter are not significantly different.

t Grouping Mean N isolat


A 85.34000 3 Arang Aktif
B 82.18000 3 Tanaman Typha
C 44.25000 3 Eceng Gondok
85

Lampiran 8 Pengolahan Limbah Merkuri menggunakan Bioreaktor


86

Lampiran 9 Pengolahan Limbah Merkuri menggunakan Reaktor Lahan Basah Buatan

Anda mungkin juga menyukai