Laporan Akhir
2018
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
DAFTAR ISI
i
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
ii
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Mineral Sulfida Pembentuk Asam (Plumlee, 1999 dalam GARD Guide, 2010) ......... 6
Tabel 2.2 Persyaratan Kimia dan Fisika Abu Batubara ...................................................... 15
Tabel 2.3 Komposisi Oksida Abu Batubara Berdasarkan Jenis Batubara ............................. 15
Tabel 2.4 Referensi Karakteristik Kandungan Oksida Fly Ash dan Bottom Ash .................... 16
Tabel 2.5 Karakteristik Geokimia Statik dari Abu Batubara (Kusuma et al., 2013) ............... 17
Tabel 2.6 Hasil Uji Pelindian pada Cycle Pertama dan Cycle Keenam ................................. 18
Tabel 2.7 Komposisi Pengujian Sampel dengan Metode Free Draining Column Leach.......... 18
Tabel 2.8 Kualitas Air Lindian Tiap Variasi Kolom19Tabel 2.9 Hasil Tes Asam Basa untuk Abu
Batubara ........................................................................................................ 21
Tabel 4.1 Koordinat titik bor lokasi pemanfaatan di PT. GTC............................................. 41
Tabel 4.2 Nilai Permeabilitas Berbagai Litologi pada Lokasi Pemanfaatan di PT. GTC .......... 52
Tabel 5.1 Kualitas Air Asam Tambang di Lokasi Pertambangan PT. GTC ............................ 61
Tabel 5.2 Perubahan Litologi Sampel.............................................................................. 62
Tabel 5.3 Hasil Analisis XRF dari Enam Sampel yang Diambil di PT. GTC ........................... 64
Tabel 5.4 Hasil Uji Statik Sampel PT. GTC dan FABA PLTU ............................................... 66
Tabel 5.5 Interpretasi Klasifikasi Potensi Pembentukan Air Asam ...................................... 68
Tabel 5.6 Hasil Uji Total Kandungan Logam Sampel FA, BA, dan Campuran FABA .............. 69
Tabel 5.7 Hasil Uji TCLP Sampel FA, BA, dan Campuran FABA .......................................... 71
Tabel 5.8 Hasil Uji Oksida Logam Sampel FA, BA dan Campuran FABA .............................. 72
Tabel 5.9 Hasil Uji Radionuklida Sampel Abu Batubara ..................................................... 73
Tabel 5.10 Kriteria Tingkat Toksisitas LD50...................................................................... 74
Tabel 5.11 Hasil Pengukuran Sampel Air Lindi Percobaan I .............................................. 75
Tabel 5.12 Hasil Pengukuran Sampel Air Lindi Percobaan II ............................................. 76
Tabel 5.13 Hasil Pengukuran Sampel Air Lindi Percobaan III ............................................ 78
Tabel 5.14 Hasil Pengukuran Sampel Air Lindi Percobaan IV ............................................ 80
Tabel 5.15 Hasil Pengukuran Sampel Air Lindi Percobaan V ............................................. 82
Tabel 6.1 Rencana Penimbunan FABA di PT. GTC dalam Kurun Waktu 5 Tahun ................. 91
iii
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Gambar Aerial Eksisting Lokasi Penambangan PT. Guguk Tinggi Coal ... 1
Gambar 1.2 Kolam Air Asam Tambang -Kolam yang Terbentuk............................... 2
Gambar 2.1 Model Konsep Umum Proses Pembentukan AAT (GARD Guide, 2010) ... 7
Gambar 2.2 Model Oksidasi Mineral Pirit (Stumm dan Morgan, 1981 dalam GARD Guide,
2010) .................................................................................................. 9
Gambar 2.3 Contoh Penimbunan Batuan PAF dan NAF ......................................... 12
Gambar 2.4 Contoh Strategi Enkapsulasi Waste Rock ........................................... 12
Gambar 2.5 Contoh Metode Enkapsulasi: Loose Cover ......................................... 13
Gambar 2.6 Contoh Metode Enkapsulasi: Compacted Cover ................................. 13
Gambar 2.7 Hasil pengujian pH Pasta dan NAP dari Tailing Musselwhite dan Fly Ash
Atikokan ............................................................................................ 20
Gambar 3.1 Rig Direct Rotary Drilling .................................................................. 25
Gambar 3.2 Metode Falling Head ........................................................................ 27
Gambar 3.3 Susunan Percobaan Uji FDCL ........................................................... 33
Gambar 4.1 Peta Lokasi IUP PT. Guguk Tinggi Coal ............................................. 36
Gambar 4.2 Peta Topografi Lokasi IUP PT. GTC ................................................... 37
Gambar 4.3 Gambar Aerial Lokasi Penambangan PT. GTC .................................... 37
Gambar 4.4 Lubang Galian di PT. GTC ................................................................ 38
Gambar 4.5 Penampang 3D Sebagian Lokasi IUP PT. GTC (satuan dalam mdpl) .... 38
Gambar 4.6 Peta Geologi Regional Area Lokasi PT. GTC ....................................... 40
Gambar 4.7 Peta Geologi Area Pemanfaatan di PT. GTC ....................................... 41
Gambar 4.8 Lokasi Pemboran di Sawahlunto ....................................................... 42
Gambar 4.9 Log Litologi BH-1 ............................................................................. 45
Gambar 4.10 Log Litologi BH-2 ........................................................................... 46
Gambar 4.11 Log Litologi BH-3 ........................................................................... 47
Gambar 4.12 Penampang Geologi B-A ................................................................ 48
Gambar 4.13 Penampang Geologi C-B ................................................................ 49
iv
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
v
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
vi
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu isu penting dalam pengelolaan lingkungan yang sering dihadapi oleh
industri pertambangan adalah masalah air asam tambang (AAT) atau acid mine
drainage (AMD) atau acid rock drainage (ARD). Hal ini dikarenakan dampak
lingkungan yang ditimbulkannya dapat menjadi permasalahan jangka panjang.
Dampak AAT dapat menyebabkan masalah bagi biota perairan, baik secara langsung
karena tingkat keasaman yang tinggi maupun karena peningkatan kandungan logam
di dalam air. Meskipun isu tentang AAT bukan merupakan hal baru dalam
pertambangan, pada kenyataannya hingga saat ini penerapan pencegahan dan
pengelolaannya seringkali sulit dilaksanakan.
PT. Guguk Tinggi Coal (PT. GTC) merupakan perusahaan pertambangan batubara
lokal yang telah melakukan kegiatan ekploitasi sejak tahun 2006. Akibatnya,
terbentuklah kawasan bekas tambang terbuka dan kolam-kolam dengan ukuran besar
yang berisi Air Asam Tambang (AAT). Kondisi bekas tambang terbuka PT. GTC dapat
dilihat melalui foto aerial pada Gambar 1.1. Sedangkan kolam-kolam yang terbentuk
dan berisi AAT dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.1 Gambar Aerial Eksisting Lokasi Penambangan PT. Guguk Tinggi Coal
1
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Terlihat dari Gambar 1.1 bahwa lokasi pertambangan di PT. GTC telah mengalami
perubahaan topografi yang signifikan, akibatnya terjadi perbedaan elevasi yang cukup
besar. Selain itu juga terbentuk lubang-lubang yang sangat besar yang terbentuk
akibat eksplorasi. Pada lubang-lubang tambang tersebut terisi air asam tambang yang
berwarna coklat, kemerahan, dan kebiruan. Lubang-lubang tersebut berukuran sangat
besar dan berisi air yang sangat asam, sehingga membahayakan keselamatan dan
kesehatan para pekerja dan berdampak pada lingkungan.
Pencegahan AAT dapat dilakukan dengan melakukan upaya covering material yang
berpotensi membentuk AAT (Potentially Acid Forming/PAF) dengan menggunakan
material yang tidak berpotensi menghasilkan asam (Non Acid Forming/NAF) sehingga
dapat menghentikan atau mengurangi kontak antara mineral besi sulfida dengan
udara dan/atau air. Namun, keberadaan NAF seringkali tidak ditemukan dalam jumlah
yang banyak sehingga diperlukan suatu material lain yang dapat digunakan.
Area Izin Usaha Pertambangan (IUP) tahap eksploitasi PT. GTC berada pada lahan
seluas 72,59 Ha di Daerah Guguk Tinggi, Desa Salak, Kecamatan Talawi, Kota
2
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Di provinsi Sumatera Barat terdapat dua PLTU yang dikelola oleh PT. PLN (Persero),
yaitu PLTU Ombilin dan PLTU Teluk Sirih. Dengan kapasitas terpasang sebesar 200
megawatt, PLTU Ombilin menghasilkan produk samping berupa FABA sebanyak
220.000 ton/tahun, sedangkan PLTU Teluk Sirih yang memiliki kapasitas terpasang
224 megawatt dapat menghasilkan limbah FABA sebanyak ± 245.000 ton/tahun.
Pengelolaan limbah FABA, umumnya terbatas pada penimbunan sementara pada TPS
atau bekerja sama dengan pihak ketiga sebagai bahan baku semen atau paving block
dan batako yang hanya menggunakan sekitar 15% dari total timbulan FABA ton/tahun.
Sehingga terdapat potensi yang besar (± 85% dari timbulan FABA ton/tahun) dalam
memanfaatkan FABA sebagai material NAF untuk kegiatan pertambangan, khususnya
di PT. GTC.
Tujuan dari kegiatan studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal
melalui Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) diuraikan sebagai berikut:
3
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
4
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Jenis-jenis mineral sulfida yang umum dapat dilihat pada Tabel 2.1, dengan
pembagian mineral sulfida berdasarkan oksigen dan besi ferri sebagai oksidannya.
Mineral sulfida memiliki sifat kereaktifan yang berbeda-beda. Dari semua mineral
sulfida, pirit (FeS2) merupakan mineral sulfida yang paling reaktif dalam pembentukan
AAT. Keterdapatan pirit juga paling melimpah dibandingkan dengan mineral-mineral
sulfida yang lain, sehingga pirit umumnya dianggap sebagai faktor paling berpengaruh
dalam penentuan karakteristik AAT yang terbentuk. Tipe dan distribusi dari mineral
sulfida ini bervariasi juga, tergantung pada tipe dan jenis endapan bijih serta proses
pembentukan bijih itu sendiri.
Tabel 2.1 Mineral Sulfida Pembentuk Asam (Plumlee, 1999 dalam GARD Guide,
2010)
6
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Gambar 2.1 Model Konsep Umum Proses Pembentukan AAT (GARD Guide, 2010)
Proses pembentukan AAT dimulai ketika mineral sulfida yang terdedah ke udara
bereaksi dengan oksigen kemudian hasil oksidasi mineral sulfida ini akan terlindikan
oleh air. Reaksi kimia yang umum digunakan untuk menjelaskan proses oksidasi ini
adalah sebagai berikut:
a) Reaksi [1]: Reaksi pelapukan dari pirit disertai oleh reaksi oksidasi. Pirit juga dapat
terlarut terlebih dahulu kemudian baru teroksidasi, seperti ditunjukkan oleh reaksi
[1a] pada Gambar 2.2. Oksigen pada umumnya mengoksidasi secara langsung
7
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
namun oksigen yang terlarut dalam air juga dapat mengoksidasi pirit walaupun hal
ini lebih sedikit terjadi tergantung tingkat kelarutannya.
b) Reaksi [2]: Reaksi oksidasi pirit oleh besi ferri (Fe3+). Besi ferri juga dapat
mengoksidasi pirit dan menghasilkan besi ferro (Fe2+). Reaksi ini menghasilkan
keasaman yang lebih besar dibandingkan dengan oksidasi oleh oksigen, yaitu
hingga 16 mol ion keasaman (H+) untuk setiap mol pirit yang teroksidasi. Reaksi ini
berlangsung sangat cepat dan berlaku pada kondisi asam (pH < 4,5).
c) Reaksi [3]: Reaksi pembentukan besi ferri sebagai hasil dari oksidasi besi ferro oleh
oksigen.
d) Reaksi [4]: Reaksi oksidasi dan hidrolisis besi membentuk ferri hidroksida [Fe(OH)3].
Reaksi ini terjadi pada kondisi larutan yang relatif basa.
Proses ini dapat dijelaskan dengan model oksidasi pirit seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 2.2 di bawah ini.
8
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Gambar 2.2 Model Oksidasi Mineral Pirit (Stumm dan Morgan, 1981 dalam GARD
Guide, 2010)
Air asam tambang adalah air bersifat asam dan mengandung zat besi dan sulfat, yang
terbentuk pada kondisi alami pada saat strata geologi yang mengandung pyrite
terpapar ke atmosfir atau lingkungan yang bersifat oksidasi. Air asam tambang dapat
terbentuk dari tambang batubara, baik pada pertambangan permukaan maupun
pertambangan bawah tanah.
Air tambang alkali (alkaline mine drainage) adalah air tambang yang mempunyai
tingkat keasaman (pH) 6 atau lebih, mengandung alkalinitas tetapi masih
mengandung logam terlarut yang dapat menghasilkan asam seperti pada persamaan
reaksi [3] dan [4]. Kualitas air tambang, asam atau alkali, bergantung pada ada atau
tidaknya kandungan mineral asam (sulfida) dan material alkali (material karbonat) di
dalam strata geologi. Umumnya material yang banyak mengandung sulfida dan
9
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Menurut Skousen dan Ziemkiewicz (1996) air tambang dapat dikelompokkan ke dalam
5 tipe yaitu:
Air Tambang Tipe 1 adalah air tambang yang tidak atau sedikit mengandung
alkalinitas (pH < 4,5) dan mengandung Fe, Al, Mn, dan logam lainnya, asam (H+)
dan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi. Air tambang tipe ini disebut air asam
tambang (acid mine drainage, AMD). Air asam tambang (AMD) mungkin juga
merujuk pada air yang mempunyai pH < 6 dan mengandung keasaman bersih ( net
acidity), yaitu keasamannya lebih besar daripada alkalinitasnya.
Air Tambang Tipe 2 adalah air tambang yang mempunyai kandungan zat padat
terlarut yang tinggi, yakni mengandung besi ferro dan Mn yang tinggi, sedikit atau
tanpa megandung oksigen, dan pH > 6. Pada kondisi teroksidasi, pH air tipe ini dapat
turun secara tajam sehingga berubah menjadi air tipe 1.
Air Tambang Tipe 3 adalah air tambang yang mengandung zat padat terlarut
dengan konsentrasi sedang sampai tinggi, mengandung besi ferro dan Mn dengan
konsentarsi rendah sampai sedang, tanpa atau sedikit mengandung oksigen, pH >
6, dan alkalinitas lebih besar dari keasaman (acidity). Umumnya disebut juga dengan
air tambang alkali (alkaline mine drainage). Pada kondisi teroksidasi, asam yang
terbentuk dari hidrolisa logam dan reaksi pengendapan akan dinetralkan oleh
senyawa alkali yang sudah terdapat di dalam air.
Air Tambang Tipe 4 adalah air asam tambang tipe 1 yang dinetralkan hingga pH-
nya > 6 dan mengandung partikel tersuspensi dengan konsentrasi yang tinggi.
Pengendapan hidroksida logam di dalam air belum terjadi. Dengan waktu tinggal
yang cukup di dalam kolam, maka partikel tersuspensi akan mengendap.
10
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Air Tambang Tipe 5 adalah air asam tambang yang telah dinetralkan sehingga
pH-nya > 6 dan mengandung zat padat terlarut dengan konsentrasi yang tinggi.
Setelah hampir seluruh hidroksida logam diendapkan di dalam kolam pengendap,
kation utama yang masih tertinggal di dalam air dengan konsentrasi yang tinggi
umumnya adalah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) terlarut. Anion terlarut seperti
bikarbonat dan sulfat masih tertinggal di dalam air. Jika pada proses netralisasi
mengalami kekurangan alkalinitas, air tambang tipe 5 ini tidak akan terbentuk.
Tipe lain dari air tambang terjadi dari tambang yang mengandung sedikit sulfida dan
karbonat dengan konsentrasi rendah sampai sedang. Air tipe ini biasanya mendekati
pH netral, spesifik konduktan rendah (< 100 μS/mm) dan alkalinitas mendekati
setimbang. Air tipe ini dikelompokkan sebagai air netral atau inert.
Di antara tipe-tipe air tambang di atas terdapat kemungkinan adanya tipe transisi
sehingga pengambilan data yang sesuai dan analisa konsentrasi logam, pH air, serta
status oksigen perlu dilakukan untuk menentukan tipe atau karakteristik air tambang.
Pencegahan air asam tambang dapat dilakukan dengan melakukan upaya covering
material yang berpotensi membentuk air asam tambang (Potentially Acid
11
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
12
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Metoda lain yang dapat dilakukan untuk mencegah terbentuknya air asam tambang
adalah dengan sistem pelapisan. Sistem pelapisan bergantung pada jumlah material
PAF dan NAF. Apabila NAF tersedia dalam jumlah yang cukup maka sistem pelapisan
loose NAF cover cenderung lebih disukai dikarenakan lebih cost-effective, minim resiko
erosi, dan lebih stabil secara geoteknikal. Sistem pelapisan loose cover dapat dilihat
pada Gambar 2.5. Namun, apabila jumlah NAF yang tersedia cenderung sedikit,
maka lapisan pembatas antara PAF dan NAF dengan menggunakan tanah lebih
direkomendasikan (Nugraha et al., 2007). Skenario pelapisan ini disebut dengan
compacted cover, yang dapat dilihat pada Gambar 2.6.
13
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Menurut ASTM C.618, fly ash didefinisikan sebagai butiran halus hasil residu
pembakaran batubara atau bubuk batubara. Fly ash hasil pembakaran merupakan
hasil penguraian mineral silikat, sulfat, sulfida, karbonat, dan oksida yang terdapat
dalam batubara. Berdasarkan ASTM C.618-86 terdapat dua jenis fly ash, yaitu kelas F
dan kelas C. Fly ash kelas F dihasilkan dari pembakaran batubara jenis antrasit dan
bituminous, sedangkan fly ash kelas C dihasilkan dari pembakaran batubara jenis
lignite dan sub bituminous. Perbedaan antara kedua kelas fly ash tersebut didasarkan
pada kandungan kalsium, silika, alumina, dan besi dalam abu. Fly ash kelas C
mengandung kapur lebih tinggi jika dibandingkan dengan fly ash kelas F (Nugraha,
dkk., 2007).
Abu dasar atau lebih dikenal dengan bottom ash adalah sisa proses pembakaran
batubara pada pembangkit tenaga listrik yang memunyai ukuran partikel lebih besar
dan lebih berat dari pada fly ash, sehingga bottom ash akan jatuh pada dasar tungku
pembakaran (boiler). Bottom ash dikategorikan menjadi dry bottom ash dan wet
bottom ash/boiler slag berdasarkan jenis tungkunya. Dry bottom boiler yang
menghasilkan dry bottom ash dan slag-tap boiler serta cyclone boiler yang
menghasilkan wet bottom ash (boiler slag). Sifat dari bottom ash sangat bervariasi
14
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Berdasarkan ASTM C 618, persyaratan kimia dan fisika abu batubara dapat dilihat
pada Tabel 2.2, sedangkan komposisi oksida dari beberapa jenis batubara dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
15
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Karakteristik kandungan oksida sampel fly ash dan bottom ash dari salah satu PLTU
di Indonesia berdasarkan Shinji et al (2016) dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Referensi Karakteristik Kandungan Oksida Fly Ash dan Bottom Ash
% Massa
Komposisi Kimia
Fly Ash Bottom Ash
SiO2 30,93 44,56
Al2O3 13,30 16,48
FeO 5,93 7,60
CaO (%) 1,82 2,34
MgO (%) 2,24 2,73
SO3 (%) 1,21 7,22
Na2O (%) 0,16 0,46
K2O (%) 1,54 1,69
H2O (%) 41,02 22,32
Sumber: Shinji et al (2016)
Fly ash umumnya bersifat alkalin di alam, namun pH fly ash dapat bervariasi dari 4,5
– 12. Nilai pH fly ash sebagian besar ditentukan oleh kandungan sulfur dalam bahan
induk batubara, tipe batubara yang digunakan selama pembakaran, dan kandungan
sulfur dalam fly ash. Karakteristik geokimia statik dari abu batubara dapat dilihat pada
Tabel 2.5.
16
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Tabel 2.5 Karakteristik Geokimia Statik dari Abu Batubara (Kusuma et al., 2013)
Kategori Nilai
Paste pH 8,67
Paste EC 1,23
MPA (Maximum Potential Acidity) dalam kg H2SO4/ton 12,17
ANC (Acid Neutralizing Capacity) dalam kg H2SO4/ton 24,99
NAPP (Net Acid Producing Potential) dalam kg H2SO4/ton -12,82
NPR (Neutralizing Potential Ratio of ANC/MPA) 2,05
NAG pH 6,90
NAG (Net Acid Generation) dalam kg H2SO4/ton
pH = 4,5 0,00
pH = 7,0 0,98
Penelitian lain dilakukan oleh Kusuma et al (2013) terhadap abu batubara dan batuan
tambang dari PT. Kaltim Prima Coal di Sangatta, Kalimantan Timur. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan abu batubara dan mudstone overburden. Hasil
analisis geokimia statik menunjukkan bahwa sampel abu batubara dikategorikan
sebagai material NAF, sedangkan sampel mudstone overburden (MS1 dan MS2)
termasuk dalam kategori PAF. Penambahan abu batubara pada lapisan penutup kering
(dry cover layer) secara geokimia meningkatkan sistem kapasitas buffering yang
menghasilkan nilai pH yang lebih tinggi. Konsentrasi oksigen yang terukur di bawah
lapisan penutup NAF dengan tambahan abu batubara lebih rendah daripada
kandungan oksigen pada lapisan penutup hanya NAF, kemudian koefisien difusi yang
dihitung dari beberapa lapisan yang terdiri dari lapisan abu batubara memberikan nilai
yang lebih rendah daripada overburden NAF menunjukkan bahwa lapisan abu
batubara berpotensi sebagai lapisan penghalang oksigen secara fisik.
17
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Tabel 2.6 Hasil Uji Pelindian pada Cycle Pertama dan Cycle Keenam
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lestari, dkk (2016) dengan menggunakan
sampel abu batubara dari sisa pembakaran batubara di PLTU Lati, dilakukan dengan
beberapa variasi campuran (blending) fly ash dan bottom ash serta pelapisan
(layering) material fly ash terhadap material PAF. Komposisi sampel dalam pengujian
ini dapat dilihat pada Tabel 2.7 berikut.
Tabel 2.7 Komposisi Pengujian Sampel dengan Metode Free Draining Column Leach
18
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Hasil pengujian leachate pada kolom pencampuran (blending) bottom ash diperoleh
nilai pH yang berfluktuasi dengan rentang 4-7. Pada kolom pencampuran (blending)
fly ash, nilai pH cenderung stabil pada rentang 8-9. Pada kolom pelapisan (layering)
juga menunjukkan peningkatan pH akibat penambahan fly ash. Penggunaan fly ash
yang lebih banyak menyebabkan nilai pH akan meningkat.
Nilai daya hantar listrik (DHL) dan TDS juga memiliki tren penurunan. Nilai DHLdan
TDS kecil pada air lindian yang memiliki pH yang tinggi, hal ini disebabkan logam-
logam yang bersifat konduktor seperti Fe, Cu, ataupun Mn hanya sedikit terlarut pada
air lindian. Fe, Cu, dan Mn terlarut dalam jumlah yang besar pada air yang memiliki
pH kecil atau bersifat asam. Nilai DHL dan TDS pada kolom BA 30% mempunyai nilai
rata-rata yang lebih tinggi dibanding BA 20%, karena material ash yang digunakan
lebih banyak jumlahnya dan mineral-mineralnya pun lebih banyak.
Terlihat pada Tabel 2.8 bahwa parameter yang menunjukkan adanya sifat alkalinitas
dalam lindian seperti Kalium, Kalsium, Magnesium, menunjukkan nulai yang relatif
lebih besar apabila dibandingkan dengan kolom tanpa penambahan material abu,
sedangkan logam yang mempunyai sifat asiditas, seperti Fe, Mn menunjukkan nilai
yang relatif lebih rendah bila dibandingkan kolom tanpa penambahan abu.
Dalam penelitian Yeheyis et al. (2009), dilakukan evaluasi skala laboratorium terkait
efektivitas fly ash dalam mengontrol pembentukkan air asam tambang. Berdasarkan
19
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
hasil pengujian Acid-Base Accounting (ABA), fly ash Atikokan mengandung potensi
alkalinitas (netralisasi) (NP) yang kuat dan dapat digunakan dalam manajemen tailing
tambang reaktif, sehingga dapat digunakan untuk mencegah pembentukan air asam
tambang pada jangka panjang dan terlindikannya logam berat ke lingkungan.
Gambar 2.7 menunjukkan penambahan fly ash ke tailing Musselwhite meningkatkan
potensial netralisasi pada campuran dan menghasilkan potensial netralisasi net (Net
Neutralization Potential/NNP) yang lebih tinggi, sehingga dapat mencegah timbulnya
asam pada jangka panjang. Perbandingan massa fly ash dan tailing sama dengan atau
lebih dari 15% dapat secara efektif mengontrol pembentukan air asam tambang pada
fasilitas penimbunan tailing tambang Musselwhite (Ontario, Kanada).
Gambar 2.7 Hasil pengujian pH Pasta dan NAP dari Tailing Musselwhite dan Fly Ash
Atikokan
Kusuma et al. (2013) memaparkan kandungan maksimal logam pada abu batubara.
Batubara yang digunakan adalah hasil penggunaan pada pembangkit listrik di
Kalimantan Timur, dengan jenis batubara sub-bituminous. Persentase fly ash dari hasil
pembakaran batubara tersebut diketahui sebesar 89% dan bottom ash sebesar 11%.
Penelitian tersebut bertujuan untuk menguji penggunaan NAF sebagai cover layer
PAF.
20
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Penelitian terkait penilaian geokimia untuk overburden, potential coal reject dan abu
batubara dari Central West Coal Project dan Coolimba Power Project pada tahun 2008
dirangkum pada Tabel 2.9 berikut.
Berdasarkan Tabel 2.9, dapat disimpulkan bahwa penelitian terkait geokimia abu
batubara dari Central West Coal Project dan Coolimba Power Project, Australia
menunjukkan hasil abu batubara sebagai Non-Acid Forming (NAF). Sehingga abu
batubara tersebut berpotensi dijadikan sebagai material material NAF dan dapat
digunakan untuk menghentikan air asam tambang.
21
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
BAB III
METODOLOGI
Desk Study
Tujuan dilakukannya desk study adalah untuk mendapatkan gambaran awal mengenai
lokasi studi dari aspek geologi, hidrogeologi, dan hidrologi. Pada tahap ini akan
dilakukan pengumpulan data sekunder yang mencakup:
Data klimatologi, meliputi data harian curah hujan, suhu, penyinaran matahari,
dan kelembaban dalam kurun waktu minimum 10 tahun terakhir dari stasiun cuaca
terdekat
Data geologi, mencakup peta geologi regional, data pemboran, data struktur
geologi, data geologi teknik, dll
Data hidrogeologi, mencakup peta hidrogeologi regional, data muka airtanah, data
kualitas airtanah, dll
Publikasi ilmiah, dan
Laporan laporan terdahulu
Data dan laporan yang terkumpul kemudian akan dianalisis awal untuk dijadikan
bahan acuan pada tahap selanjutnya.
Pekerjaan Lapangan
Pekerjaan lapangan ditujukan untuk mendapatkan data primer di daerah studi.
Pekerjaan lapangan yang dilakukan terdiri dari 2 pekerjaan yaitu survei geologi dan
hidrogeologi serta pemboran. Uraian dari kedua pekerjaan ini adalah sebagai berikut.
22
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
B. Pemboran
Pemboran dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi geologi dan
hidrogeologi di bawah permukaan, terutama distribusi dari akifer. Pemboran dilakukan
sebanyak 3 titik dengan menggunakan 1 mesin. Pada masing-masing titik pemboran
dilakukan:
Pemboran full coring dengan kedalaman 30 meter pada BH-1 dan 25 meter pada
dua titik (BH-2 dan BH-3).
Uji permeabilitas dengan interval 5 meter atau setiap ada perubahan litologi.
Pengukuran muka airtanah di setiap titik pemboran.
Metode Pemboran
Pemboran dilakukan dengan menggunakan metode direct rotary drilling. Skema rig
direct rotary drilling dapat dilihat pada Gambar 3.1. Penjelasan dari setiap bagian
perangkat pemboran adalah sebagai berikut:
a. Sheave : katrol untuk menahan tali kawat
b. Mast : tiang penyangga
c. Drilling line : tali kawat untuk menarik dan menurunkan pipa bor
melalui katrol
d. Swivel : pipa kecil untuk menahan pipa bor
e. Drill rod : untuk menghubungkan mesin bor dengan pipa bor
f. Hoisting drum : untuk menggulung drilling line
23
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Sampel tanah/batuan diperoleh dengan menggunakan core barrel yang dipasang pada
bagian ujung bawah stang bor. Panjang core barrel adalah 0,5 meter, 1 meter, dan
1,5 meter, sehingga panjang sampel yang diperoleh bisa beragam sesuai dengan
panjang core barrel yang digunakan. Pada bagian ujung bawah core barrel dipasang
mata bor yang fungsinya untuk memotong inti bor dari tubuh batuan.
24
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Uji Permeabilitas
Uji permeabilitas dilakukan sedikitnya 5 kali pada setiap lokasi pemboran. Metode yang
digunakan pada uji permeabilitas adalah metode falling head.
25
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
tinggi muka air dari H1 (upper level) ke H2 (lower level) dicatat setiap menit selama
20 menit.
26
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
GWL
Pekerjaan Studio
Pada tahap pekerjaan studio ini akan dilakukan pengolahan data lapangan dan studi
literatur. Pengolahan data yang akan dilakukan antara lain:
a. Pengolahan data hasil survei geologi dan hidrogeologi
b. Pengolahan data pemboran (litologi)
c. Perhitungan data uji permeabilitas
d. Pengolahan data muka airtanah
e. Pengolahan data curah hujan
Analisis Komprehensif
Analisis dilakukan terhadap data dan hasil pengolahan data di tahap pekerjaan studio.
Analisis yang dilakukan adalah:
27
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Semua analisis tersebut dibuat dalam suatu laporan yang komprehensif yang
menjelaskan mengenai kondisi geologi, hidrogeologi, dan hidrologi pada lokasi PT.
GTC. Laporan tersebut dapat digunakan untuk keperluan selanjutnya seperti desain
dan perizinan lokasi.
X-Ray Diffraction (XRD) merupakan teknik paling umum yang digunakan untuk
mengkarakterisasi dan mengidentifikasi material kristalin dan serta menjelaskan
mineralogi butir sedimen. Uji ini memanfaatkan sifat dari kristal yang memberikan
difraksi ketika ditembakkan dengan sinar-X. Pada umumnya, difraksi ini memberikan
pola yang berbeda-beda untuk kristal yang berbeda pula. Pola-pola difraksi ini yang
kemudian akan digunakan untuk mengetahui mineralogi dari suatu sampel.
28
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Target dari pengujian mineralogi dan unsur tanah ini adalah mencari mineral sulfida
ataupun unsur sulfur yang menjadi sumber pembentukan leachate, yang mengandung
larutan sulfat (air asam). Pengujian ini dilakukan sebagai indikasi awal sebelum
pengujian standar untuk batuan yang berpotensi membentuk asam atau tidak dengan
uji statik atau modeling uji coba aplikasi FABA sebagai lapisan penutup PAF.
Uji Statik
Uji statik adalah uji yang dilakukan untuk menentukan kemampuan suatu
percontoh/sampel dalam memproduksi dan menetralkan asam secara kuantitatif. Uji
ini merupakan uji tahap awal untuk mengetahui karakteristik geokimia batuan. Uji ini
memiliki beberapa keterbatasan yaitu tidak memberikan informasi mengenai kapan
pembentukan air asam tambang akan terjadi, laju pembentukan asam dan laju
penetralannya, maupun kualitas air asam tambang yang akan terbentuk. Uji statik ini
meliputi beberapa uji, antara lain sebagai berikut:
a) Total Sulfur
Digunakan untuk melihat kandungan sulfur total yang terdapat pada sampel.
Kandungan sulfur pada sampel sangat berkaitan dengan prediksi pembentukan
dan kemampuan suatu batuan untuk menghasilkan asam. Pengujian dilakukan
29
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
b) pH Pasta
Uji ini dilakukan untuk memberikan gambaran tingkat keasaman sampel yang
dibuat melalui pencampuran sampel batuan dengan air destilat kemudian
didiamkan selama 12 s/d 16 jam sebelum diperiksa pH-nya. Adapun perbandingan
jumlah antara batuan dan air destilat adalah 1:2.
30
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
kemudian dititrasi balik dengan larutan NaOH. Jumlah asam setara dengan
NaOH yang dikonsumsi selama titrat tersebut merupakan ANC dari contoh
batuan. Pengujian nilai ANC dilakukan berdasarkan standar pengujian SNI 13-
7170-2006 (penentuan kapasitas penetralan asam (KPA) untuk material
tambang) dan dinyatakan dalam satuan jumlah kg H2SO4 per ton batuan
menggunakan persamaan berikut:
Sampel yang berpotensi asam ditandai dengan nilai NAPP yang positif (NAPP >
0), sedangkan sampel yang tidak berpotensi menghasilkan keasaman
ditunjukkan dengan nilai NAPP yang negatif (NAPP < 0).
31
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Pada studi ini, NAG test yang digunakan adalah single addition NAG Test. Pada
metode ini, hidrogen peroksida akan ditambahkan pada sampel, kemudian
dilakukan pengukuran keasaman (pH) terhadap larutannya setelah didiamkan
selama 24 jam. Sampel dengan pH NAG akhir yang lebih besar atau sama dengan
4,5 dikategorikan sebagai material yang tidak berpotensi menimbulkan keasaman
(Non-Acid Forming – NAF), sedangkan pH NAG yang di bawah nilai kritis tersebut
dianggap berpotensi menimbulkan asam (Potentially Acid Forming – PAF).
Modeling Uji Coba Aplikasi Fly Ash (FA) dan Bottom Ash (BA) sebagai
Lapisan Penutup PAF
Modeling uji coba aplikasi FABA sebagai lapisan penutup PAF dilakukan sebagai
komplemen untuk uji-uji statik yang telah dilakukan. Uji ini dilakukan untuk
memvalidasi hasil dari uji statik, memperkirakan laju pelapukan jangka panjang, serta
memperkirakan potensi material geologi untuk menghasilkan material yang dapat
berdampak terhadap lingkungan. Pengujian geokimia kinetik dilakukan dengan
mensimulasikan proses yang terjadi di lapangan terkait pembentukan air asam
tambang. Terdapat beberapa modeling uji coba aplikasi FABA sebagai lapisan penutup
PAF yang dapat dilakukan dalam modeling uji coba aplikasi FABA sebagai lapisan
penutup PAF. Dalam studi ini dipilih metode Free Draining Column Leach (FDCL) Test.
Uji FDCL dilakukan untuk mendapatkan informasi kereaktifan mineral sulfida, kinetika
oksigen dan perilaku lindian material pada kondisi oksidasi yang optimal. Uji ini
meggunakan panel kolom sebagai tempat pengujian sampel. Prinsip dasar uji FDCL
adalah menciptakan siklus basah melalui penyiraman air destilat dan siklus kering
melalui pemanasan menggunakan lampu pada material yang duji dengan selang
waktu tertentu secara bergantian. Uji ini dirancang sebagai simulasi pelapukan batuan
32
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
yang berlangsung di lapangan. Siklus ini dapat dilakukan pada rentang harian,
mingguan hingga bulanan. Air yang ditambahkan akan melindikan sampel dan air hasil
lindian (leachate) ini kemudian akan diuji kualitasnya, seperti parameter fisik pH,
konduktivitas listik (Electric Conductivity – EC), total padatan terlartut (Total Dissolved
Solid – TDS), potensi oksidasi – reduksi (Oxidation Reduction Potential – ORP), dan
parameter kimia kandungan logam terlarut.
Pada studi pemanfaatan fly ash dan bottom ash sebagai material penetral air asam
tambang ini, uji FDCL dilakukan dalam 5 percobaan dengan komposisi sebagai berikut.
Percobaaan I: air + batuan asam tambang (BAT), dengan perbandingan air : BAT
2:1
Percobaan II: air + fly ash + BAT
Percobaan III: air + bottom ash + BAT
Percobaan IV: air + BAT + fly ash dan bottom ash
Percobaan V: air + fly ash dan bottom ash + BAT
33
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Uji FDCL ini dilakukan selama kurang lebih 1 bulan. Prinsip dari metode FDCL adalah
memperlakukan sampel batuan dengan menciptakan siklus kering dan siklus basah
secara bergantian selama periode tertentu. Sehingga pada masing-masing kolom
dilakukan pemanasan menggunakan lampu pijar untuk menciptakan kondisi siklus
kering dan penyiraman sampel dengan air destilat untuk memperoleh kondisi siklus
basah. Setiap hari dari masing-masing keran pada tiap kolom diambil sampel air lindi
yang terbentuk untuk kemudian dilakukan pengukuran parameter fisik dengan
menggunakan alat multimeter. Adapun parameter yang diukur adalah sebagai berikut:
a) pH
Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimia yang menunjukkan
konsentrasi ion hidrogen pada perairan. Konsentrasi ion hidrogen tersebut dapat
mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi di lingkungan perairan. Skala pH
terentang dari 0 (asam kuat) sampai 14 (basa kuat) dengan 7 adalah harga tengah
mewakili air murni (netral).
Secara kualitatif pH dapat diperkirakan dengan kertas Lakmus (Litmus) atau suatu
indikator (kertas indikator pH) atau pH meter. Secara kuantitatif pengukuran pH
dapat digunakan elektroda potensiometrik. Elektroda ini memonitor perubahan
voltase yang disebabkan oleh perubahan aktivitas ion hidrogen (H+) dalam larutan.
34
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Asam, basa dan garam merupakan penghantar listrik yang baik sedangkan bahan
organik merupakan penghantar listrik yang buruk. Arus listrik dialirkan oleh ionion
dalam larutan, oleh karena itu konduktivitas meningkat apabila konsentrasi ion
meningkat. Konduktivitas dapat dipakai sebagai indikator tingkat pencemaran
parameter inorganik (terutama mineral terlarut). Konduktivitas juga merupakan
parameter yang menunjukkan tingkat salinitas dari suatu badan air yang
berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, pemanfaatan air baku, dan
korosifitas.
35
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
BAB IV
INVESTIGASI LOKASI PT. GUGUK TINGGI COAL
36
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Pada lokasi IUP PT. GTC direncanakan akan difokuskan untuk pengelolaan AAT berada
di tenggara lokasi IUP. Berdasarkan hasil survei topografi, area yang telah dilakukan
survei topografi seluas 13,5 Ha ini memiliki kedalaman yang bervariasi. Elevasi
tertinggi yaitu 303 m dan elevasi terendah yaitu 222 m yang merupakan lubang bekas
galian. Peta topografi lokasi IUP PT. GTC dapat dilihat pada Gambar 4.2, sedangkan
gambar aerial lokasi pertambangan PT. GTC dapat dilihat pada Gambar 4.3.
37
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa terdapat 3 lokasi berwarna biru di dalam wilayah
IUP yang menunjukkan lokasi lubang bekas galian. Lubang-lubang bekas galian
tersebut cukup dalam dan kondisi topografi di sekitarnya tidak merata. Lubang galian
tersebut terbentuk kolam yang berisi Air Asam Tambang (AAT). Kondisi lubang galian
di PT. GTC dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Dengan mengacu pada elevasi tertinggi, untuk meratakan lokasi tersebut, maka
diperlukan volume material pengisi sebesar 3,3 juta m3. Rencana penimbunan galian
tersebut akan disinergikan dengan rencana pengelolaan Air Asam Tambang dengan
menggunakan fly ash dan bottom ash. Ilustrasi lubang galian yang akan ditimbun
dengan fly ash dan bottom ash dapat dilihat dari penampang 3D lubang bekas galian
pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Penampang 3D Sebagian Lokasi IUP PT. GTC (satuan dalam mdpl)
38
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Geologi
Geologi Regional
Berdasarkan Peta geologi regional lembar Solok berskala 1:250.000 (Silitonga dan
Kastowo, 1995), lokasi PT. GTC dialasi oleh Anggota Bawah Formasi Ombilin (Tmol).
Anggota Bawah Formasi Ombilin tersusun atas batupasir kuarsa mengandung mika
sisipan arkose, serpih lempungan, konglomerat kuarsa dan batubara. Umur formasi
ini adalah Miosen Awal. Anggota Bawah Formasi Ombilin ditandai dengan area
berwarna kuning di Peta Geologi Regional, seperti terlihat pada Gambar 4.6.
Terdapat struktur geologi berupa sesar/patahan yang berada di sebelah barat dan
timur laut lokasi pemanfaatan di PT. GTC.
39
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Secara umum, litologi batuan yang tersebar pada area pemanfaatan terdiri dari
batupasir, batulanau, batulempung, batubara, dan konglomerat.
40
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Koordinat (mdpl)
No Titik Bor UTM
X Y Z
1 BH – 1 696627 9932519 249,5 Zona 47S
2 BH – 2 696579 9932395 224 Zona 47S
3 BH – 3 696450 9932313 248 Zona 47S
41
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
BH-1
Log litologi berisi deskripsi, kedalaman muka airtanah, nilai permeabilitas, dan
kecepatan penetrasi (ROP) ditunjukkan pada Gambar 4.9. Lokasi koordinat BH-1
dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pemboran di BH-1 dilakukan hingga kedalaman 30
meter bmt disertai dengan enam kali pengujian permeabilitas. Foto bor inti BH-1 dapat
dilihat pada Lampiran E.
Litologi pada titik bor BH-1 terdiri dari tanah overburden, batulanau, dan batupasir.
Dari permukaan hingga kedalaman 19,3 meter dijumpai lapisan tanah overburden.
Pada interval 19,3 meter – 21,3 meter litologinya berupa batulanau. Dari kedalaman
21,3 meter – 30 meter ditemukan perselingan batupasir dengan batulanau. Selama
pemboran berlangsung, tidak ditemukan muka airtanah pada BH-1.
42
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Nilai permeabilitas tanah overburden berkisar antara 8,4 x 10-7 cm/detik hingga 2,79
x 10-5 cm/detik, sedangkan nilai permeabilitas batulanau adalah 1,3 x 10 -6 cm/detik
dan permeabilitas perselingan batupasir dengan batulanau adalah 1,2 x 10-6 cm/detik.
BH-2
Log litologi berisi deskripsi, kedalaman muka airtanah, nilai permeabilitas, dan
kecepatan penetrasi (ROP) ditunjukkan pada Gambar 4.10. Lokasi koordinat BH-1
dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pemboran di BH-2 dilakukan hingga kedalaman 25
meter bmt disertai dengan lima kali pengujian permeabilitas. Foto bor inti BH-2 dapat
dilihat pada Lampiran E.
Litologi pada titik bor BH-2 terdiri dari tanah overburden, batulanau, batupasir,
batulempung, dan batubara. Dari permukaan hingga kedalaman 3 meter dijumpai
lapisan tanah overburden. Pada interval 3 meter – 3,2 meter terdapat lapisan batubara.
Dari kedalaman 3,2 meter – 7,5 meter terdapat lapisan batulempung. Pada kedalaman
7,5 meter – 13 meter terdapat lapisan batupasir dengan sisipan batulempung. Pada
kedalaman 13 meter – 15 meter ditemukan lapisan batulempung. Pada kedalaman 15
meter – 20, 5 meter terdapat lapisan batulanau dengan sisipan batulempung.
Kemudian di kedalaman 20,5 meter – 25 meter terdapat perselingan batupasir dengan
batulanau. Muka airtanah (MAT) ditemukan pada kedalaman 3,82 meter setelah
pemboran mencapai kedalaman 10 meter dan menembus lapisan batupasir. Posisi
MAT ini berada lebih tinggi daripada batas atas lapisan batupasir sehingga batupasir
pada BH-2 ini diinterpretasikan sebagai akifer tertekan.
Nilai permeabilitas tanah overburden adalah 1,5 x 10-4 cm/detik, sedangkan nilai
permeabilitas batulempung adalah 7,8 x 10-7 cm/detik dan batulanau adalah 7,9x10-7
cm/detik. Nilai permeabilitas batupasir adalah 5 x 10-4 cm/detik, sedangkan nilai
permeabilitas perselingan batupasir dan batulanau adalah berkisar antara 3,3 x 10-5
cm/detik.
43
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
BH-3
Log litologi berisi deskripsi, kedalaman muka airtanah, nilai permeabilitas, dan
kecepatan penetrasi (ROP) ditunjukkan pada Gambar 4.11. Lokasi koordinat BH-1
dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pemboran di BH-3 dilakukan hingga kedalaman 25
meter bmt disertai dengan lima kali pengujian permeabilitas. Foto bor inti BH-3 dapat
dilihat pada Lampiran E.
Litologi pada titik bor BH-3 terdiri dari tanah timbunan (overburden), serpih, batulanau,
batulempung, dan batubara. Dari permukaan hingga kedalaman 20 meter dijumpai
lapisan tanah overburden. Pada interval 20 meter – 20,5 meter litologinya berupa
serpih dilanjutkan batubara pada kedalmana 20,5 meter – 21 meter. Dari kedalaman
21 meter – 25 meter ditemukan batulempung dengan sisipan batulanau. Selama
pemboran berlangsung, tidak ditemukan muka airtanah pada BH-3.
Nilai permeabilitas tanah overburden berkisar antara 4,6 x 10-6 cm/detik hingga 8,9 x
10-4 cm/detik, sedangkan nilai permeabilitas batulanau dan batulempung adalah 2,1
x 10-7 cm/detik.
44
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
45
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
46
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
47
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
b) Penampang Geologi
Rekonstruksi penampang geologi dilakukan berdasarkan data hasil pemboran (jenis
litologi, ROP, keberadaan muka airtanah) dan data hasil survei geologi pada area studi.
48
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
seluruh permukaan area studi seperti pada penampang geologi B-A. Berdasarkan hasil
rekonstruksi, area studi dialasi oleh lapisan batulanau, batulempung, dan batupasir
dengan kemiringan lapisan ke arah barat daya. Hasil survei geologi menunjukkan
bahwa terdapat sesar normal yang berarah timur laut – barat daya yang melewati
area studi dan terlihat pada hasil rekonstruksi penampang geologi C-B. Bagian atas
dan bawah lapisan batupasir yang pertama dibatasi oleh lapisan batulempung. Lapisan
batupasir ini diinterpretasikan sebagai lapisan akifer tertekan.
49
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
normal yang berarah timur laut – barat daya yang melewati area studi dan terlihat
pada hasil rekonstruksi penampang geologi A-C.
Gambaran tiga dimensi kondisi geologi di bawah permukaan pada lokasi pemanfaatan
di PT. GTC dapat dilihat pada diagram pagar geologi A-B-C (Gambar 4.15) yang
menghubungkan setiap penampang geologi.
50
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Hidrogeologi
Hidrogeologi Regional
Berdasarkan Peta hidrogeologi regional lembar Solok (Purwanto dan Sallahudin, 1983)
yang ditunjukkan pada Gambar 4.16, dapat dilihat bahwa lokasi pemanfaatan di PT.
GTC berada pada daerah airtanah langka. Di sebelah barat lokasi pemanfaatan
terdapat zona akifer setempat dengan produktivitas sedang. Akifer ini terutama terdiri
atas pasir lempungan, tidak menerus, dan tipis dengan kemenerusan yang rendah.
Pada zona ini, kedalaman muka airtanah bebas umumnya dekat dengan permukaan,
yaitu kurang dari 10 meter dari permukaan tanah setempat.
Gambar 4.16 Peta Hidrogeologi Regional Lembar Solok (Purwanto dan Sallahudin,
1983)
51
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Tabel 4.2 Nilai Permeabilitas Berbagai Litologi pada Lokasi Pemanfaatan di PT. GTC
Kedalaman Permeabilitas
No. Titik Bor Litologi Referensi
(meter) (cm/detik)
52
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Kedalaman Permeabilitas
No. Titik Bor Litologi Referensi
(meter) (cm/detik)
3 – 3,2 Batubara -
20 – 20,5 Serpih -
3 BH-3
20,5 – 21 Batubara -
Batulempung dengan sisipan
21 – 25 2,1x10-7 Akitar
batulanau
53
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
54
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
B. Sistem Akifer
Menurut Fetter (2001), akifer adalah unit geologi yang dapat menyimpan dan
mengalirkan air dengan cepat sehingga dapat menyuplai air dalam jumlah yang
banyak ke dalam sumur. Akitar adalah lapisan yang memiliki permeabilitas yang
rendah dan dapat menyimpan serta mengalirkan air dengan lambat dari satu akifer ke
akifer lainnya.
Berdasarkan hasil pemboran dan rekonstruksi penampang geologi, pada area studi
terdapat dua jenis sistem akifer, yaitu akifer tidak tertekan (akifer bebas) dan akifer
tertekan. Menurut Fetter (2001), akifer bebas adalah akifer yang berada dekat dengan
permukaan tanah dan memiliki lapisan permeabel yang menyebar dari permukaan
tanah hingga ke dasar dari lapisan akifer, sedangkan akifer tertekan adalah akifer
yang dibatasi oleh lapisan penekan yang tidak permeabel. Diketahui bahwa litologi di
bawah lokasi pemanfaatan PT. GTC secara umum tersusun atas tanah overburden,
batulempung, batulanau, batupasir, batubara, dan serpih. Litologi batupasir
diinterpretasikan sebagai akifer tertekan, sedangkan tanah overburden yang menyebar
di hampir seluruh permukaan lokasi pemanfaatan diinterpretasikan sebagai akifer
bebas. Adapun litologi batulanau, batulempung, serpih, dan batubara
diinterpretasikan sebagai akitar pada lokasi pemanfaatan. Akifer bebas dan akifer
tertekan pada lokasi pemanfaatan di PT. GTC dapat dilihat pada salah satu penampang
hidrogeologi pada Gambar 4.21.
55
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Lokasi pemanfaatan di PT. GTC merupakan bekas lahan tambang rakyat sehingga sulit
ditemukan tanah asli yang dapat berperan sebagai akifer bebas. Selain itu, litologi
batupasir yang seharusnya menjadi alas lokasi pemanfaatan telah terkupas akibat
aktivitas penambangan sehingga yang lebih dominan ditemukan pada lokasi tersebut
adalah batulanau dan batulempung yang berperan sebagai lapisan akitar. Berdasarkan
hasil survei hidrogelogi dan pemboran, tidak ditemukan adanya mata air di sekitar
lokasi pemanfaatan. Selain itu, dari tiga titik pemboran, airtanah hanya ditemukan
pada titik bor BH-2 yang memiliki elevasi lebih rendah (224 mdpl) dibandingkan dua
titik bor lainnya. Airtanah yang ditemukan pada titik bor BH-2 diperkirakan merupakan
airtanah tertekan yang berasal dari lapisan batupasir yang mulai ditemukan pada
56
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
kedalaman 7,5 meter dari permukaan tanah. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa lokasi pemanfaatan di PT. GTC tidak dikategorikan sebagai daerah resapan
airtanah.
Hidrologi
Jarak dari Sungai Permanen dan Garis Pantai
Terdapat dua sungai permanen yang berada di sekitar area studi, yaitu sungai yang
terletak di bagian barat laut dan barat daya dari lokasi pemanfaatan di PT. GTC
(Gambar 4.22). Jarak antara lokasi pemanfaatan di PT. GTC dengan sungai yang
terdekat, yakni sungai di bagian barat laut, adalah sekitar 327 meter. Pada Gambar
4.22 dapat dilihat bahwa lokasi pemanfaatan bukan merupakan badan air. Sedangkan
jarak dari lokasi studi dengan garis pantai terdekat adalah 56 km. Gambar 4.23
menunjukkan jarak antara lokasi pemanfaatan di PT. GTC dengan garis pantai
terdekat.
Area Pemanfaatan
Gambar 4.22 Jarak Lokasi Pemanfaatan (Kotak Merah) dengan Sungai Terdekat
(Badan Informasi Geospasial, 2017)
57
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Area Pemanfaatan
Gambar 4.23 Jarak Lokasi Pemanfaatan (Titik Merah) dengan Garis Pantai (Badan
Informasi Geospasial, 2017)
58
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
59
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Pengambilan sampel air asam tambang dilakukan di area merah dan biru. Lokasi
pengambilan sampel air asam tambang dapat dilihat pada Gambar 5.2. Karakterisasi
air asam tambang penting dilakukan untuk mengetahui kualitas air asam tambang
yang berpotensi terbentuk di lokasi PT. GTC.
Selain itu dilakukan juga pengambilan sampel tanah di lokasi penambangan PT. GTC.
Secara geologi regional, area sampling termasuk pada satuan tuf batuapung (Qpt),
anggota bawah formasi ombilin (Tmol) yang terdiri dari batupasir kuarsa mengandung
mika sisipan arkose, serpih lempungan, konglomerat kuarsa dan batubara, dan
formasi sangkarewang yang terdiri dari serpih napalan, batupasir akrose dan breksi
andesit, sesuai dengan peta geologi regional yang ditunjukkan pada Gambar 5.3.
60
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Tabel 5.1 Kualitas Air Asam Tambang di Lokasi Pertambangan PT. GTC
Baku Mutu
Sampel 1 Sampel 2
No Parameter Satuan (KepMenLH No.
(Area Merah) (Area Biru)
113/2003)
1 TSS mg/L 13,5 14,2 400
2 pH - 2,71 3,54 6-9
3 Besi mg/L 1,09 0,83 7
4 Mangan mg/L 15,22 9,17 4
5 Sulfat mg/L 1340,12 647,69 -
Berdasarkan Tabel 5.1, diketahui bahwa kedua sampel air asam tambang yang
diambil dari dua lokasi berbeda di PT. GTC memiliki nilai pH dan mangan di bawah
baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003
tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Batubara.
Kedua sampel air air tanah memiliki nilai pH sangat masam, yaitu 2,71 dan 3,54.
Keasaman (nilai pH) yang sangat rendah mengindikasikan bahwa air asam tambang
tersebut mengandung mineral pirit. Kadar sulfat yang sangat tinggi, yaitu 1340,12
mg/L dan 647,69 mg/L, menunjukkan bahwa oksidasi pirit terjadi dalam jumlah yang
besar sehingga menghasilkan sulfat dalam jumlah yang juga tinggi.
Pada saat pengambilan sampel, hampir seluruh area sudah tertutup oleh material
overburden. Hal tersebut menyebabkan perubahan terhadap litologi di lokasi tersebut.
Terdapat 9 sampel yang akan dianalisis, terdiri dari 6 sampel tanah dari lokasi
penambangan PT. GTC dan 3 sampel merupakan sampel fly ash, bottom ash dan
campuran fly ash bottom ash yang berasal dari PLTU di sekitar lokasi PT penambangan
PT. GTC. Perubahan litologi dari setiap sampel yang diambil dapat dilihat pada Tabel
5.2.
61
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
62
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Gambar 5.4 Hasil Analisis XRD dari Enam Sampel yang Diambil di PT. GTC
Hasil uji XRD menunjukkan mineral atau senyawa utama adalah silika (SiO2), disusul
oleh lempung (kaolinit) dan muskovit sebagai mineral lain. Tidak ditemukan mineral
sulfida seperti pirit dalam keenam sampel tersebut. Kemungkinan sulfida berada
dalam jumlah yang kurang dari 1% dari keseluruhan sampel, sehingga tidak terdeteksi.
Kemungkinan lain adalah sulfur (S) tidak membentuk mineral pirit dalam sampel,
dimana, jika terdapat sulfur maka ada kemungkinan ditemukan dalam senyawa
amorphous (non kristalin). Untuk menjawab kemungkinan tersebut, maka dilakukan
uji unsur dengan menggunakan XRF, untuk memastikan kandungan unsur sulfur.
63
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Hasil analisis XRF untuk 6 sampel yang diambil dari lokasi PT. GTC dapat dilihat pada
Tabel 5.3. Secara singkat, umumnya unsur tanah disusun oleh silika (Si), Alumina
(Al), dan alkali Potasium (K). Unsur ini umumnya merupakan unsur utama penyusun
material lempung (alumina silikat) hasil dari rombakan batuan yang tersedimentasi
kembali. Tampak pada Tabel 5.3 bahwa kadar unsur Sulfur (Belerang) untuk sampel
padatan berkisar antara 1,05% hingga 1,60%, dengan rata-rata kandungan unsur
dalam sampel adalah 1,34%.
Bersama dengan uji XRD, hasil uji XRF dapat digunakan untuk mengetahui sumber
mineral maupun unsur dan senyawa yang berkaitan dengan sumber utama pembawa
asam dan logam-logam kontaminan. Hasil kedua uji ini digunakan untuk memperkuat
data hasil uji statik dan modeling uji coba aplikasi FABA sebagai lapisan penutup PAF
yang telah dilakukan.
Tabel 5.3 Hasil Analisis XRF dari Enam Sampel yang Diambil di PT. GTC
Konsentrasi dalam Kode Sampel
Konsentrasi
S1 S2 S3 S4 S5 S6
Unsur
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Na - 0,0688 - - - 0,0608
Mg 0,2210 0,4180 0,3430 0,3410 0,3870 0,3170
Al 15,1000 13,9000 19,3000 17,0000 18,7000 16,0000
Si 69,1000 64,8000 57,1000 57,3000 56,3000 58,0000
P - - - 0,1170 0,0678 -
S 1,2720 1,5550 1,6020 1,1600 1,0500 1,4170
Konsentrasi (%)
Cl 0,0196 - - 0,0326 - -
K 6,5800 6,3400 7,4100 6,2400 7,6000 5,6600
Ca 0,3750 0,6290 0,3460 1,4600 0,8700 0,5750
Ti 2,0900 1,9300 2,2400 1,8000 1,6900 1,6100
Mn - 0,1220 0,2160 0,3590 0,2170 0,4610
Fe 5,5500 11,0000 12,2000 13,6000 12,7000 16,3000
Zn 0,0660 0,0788 - 0,0775 0,0621 0,0581
Rb 0,0839 0,0659 0,0983 0,0776 0,0903 0,0656
Sr 0,0429 - 0,0621 0,0637 0,0483 -
Zr 0,1870 0,1570 0,1280 0,1480 0,1380 0,1680
W 0,2590 - - 0,2830 - 0,2320
64
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Namun untuk bentuk dari sumber sulfida itu masih belum dapat dipastikan. Dengan
ditemukannya kadar Fe dan S pada hasil XRF untuk semua sampel, ada 2
kemungkinan yang dapat terjadi, antara lain:
1. Kadar pirit (FeS2, dalam bentuk senyawa) di bawah ambang deteksi XRD (yaitu
sekitar 5%), sehingga tidak muncul sebagai senyawa mineral dominan (peak-nya
tidak terbaca).
2. Sumber sulfida adalah senyawa sekunder (rombakan) berbentuk amorfus (tidak
memiliki bidang kristal), antara lain amorphous ferrous sulfide.
65
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Perhitungan nilai MPA dan NAPP pada uji statik didasarkan pada persamaan berikut:
Hasil uji statik untuk sampel yang diambil di lokasi penambangan PT. GTC dan sampel
fly ash dan bottom ash dari PLTU di sekitar PT. GTC dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Single addition NAG test dapat digunakan untuk menilai validitas prediksi NAPP dan
menekankan masalah dan isu potensial terkait estimasi ANC dan MPA yang
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Penggunaan NAG test yang berhubungan
dengan metode ABA untuk mengklasifikasikan sampel memberikan definisi potensi
pembentukan asam yang lebih baik dan mengurangi risiko kesalahan klasifikasi
material NAF sebagai PAF (error tipe 1) dan material PAF sebagai NAF (error tipe 2).
Tabel 5.4 Hasil Uji Statik Sampel PT. GTC dan FABA PLTU
NAG
Kode Elevasi Total pH NAG
No. MPA1 ANC2 ANC/MPA NAPP2 pH
Sampel (mdpl) Sulfur Pasta pH pH 7
4,5
1 S-1 GTC 242,7 1,272 38,95 1,98 0,051 36,97 6,35 3,27 3,92 13,90
2 S-2 GTC 244,6 1,555 47,61 4,60 0,097 43,01 5,49 2,94 3,87 11,72
3 S-3 GTC 262,8 1,602 49,05 1,76 0,036 47,29 5,12 2,69 4,11 16,28
4 S-4 GTC 255,3 1,160 35,50 4,29 0,121 31,21 5,26 3,18 4,75 12,34
5 S-5 GTC 256,8 1,070 32,76 8,84 0,269 23,92 5,67 3,75 4,52 12,71
6 S-6 GTC 275,5 1,407 43,08 3,15 0,073 39,93 5,53 2,77 5,30 15,16
S-7
7 Bottom - 0,170 5,21 7,81 1,499 -2,6 10,71 8,11 0 0
Ash
S-8 Fly
8 - 0,301 9,22 12,57 1,363 -3,35 10,12 6,98 0 0
Ash
S9
9 Campuran - 0,219 6,71 9,94 1,481 -3,23 10,66 8,02 0 0
FABA
1 satuan dalam kg H2SO4/ton
2 satuan dalam kg H2SO4/ton batuan
66
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
pH pasta mengindikasikan jumlah oksidasi alami yang telah terjadi pada sampel
batuan. Uji dilakukan dengan mencampurkan sampel yang telah dihaluskan (lolos
ayakan #200 mesh) dengan air destilat, kemudian diukur nilai pH menggunakan pH
meter. Hasil pengukuran pH pasta pada sampel-sampel PT. GTC dan PLTU
berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok sampel dengan
tingkat keasaman yang berbeda, dimana sampel-sampel yang diambil di PT. GTC (S-
1 GTC, S-2 GTC, S-3 GTC, S-4 GTC, S-5 GTC dan S-6 GTC) memiliki nilai pH yang
berkisar pada 5,12 hingga 6,35. Sedangkan sampel fly ash, bottom ash, dan campuran
FABA dari PLTU memiliki nilai pH cenderung basa, yaitu berkisar pada 10,12 sampai
dengan 10,71.
Hasil uji statik pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sampel-sampel PT. GTC yang
memiliki nilai pH pasta asam mendekati netral, memiliki nilai ANC berkisar rendah
hingga cukup tinggi (1,76 – 8,84 kg H2SO4/ton). Sebaliknya sampel-sampel fly ash
dan bottom ash cenderung memiliki nilai ANC yang cukup tinggi (7,81 – 12,57 kg
H2SO4/ton). Hal ini menunjukkan bahwa sampel-sampel dari PT. GTC memiliki
kapasitas penetralan asam yang kecil, sedangkan sampel dari PLTU memiliki kapasitas
penetralan asam yang cukup tinggi.
Nilai total sulfur dari sampel yang diambil di PT. GTC berkisar pada 1,070 – 1,602%
dan sampel-sampel PLTU memiliki nilai total sulfur antara 0,170 – 0,301%. Besar
kecilnya nilai total sulfur kemudian akan digunakan untuk menghitung nilai MPA yang
diasumsikan berasal dari kandungan mineral pirit pada sampel batuan. Sehingga dari
data pada Tabel 5.4 tersebut, dapat disimpulkan bahwa kandungan pirit terbesar
terdapat pada sampel S-3 GTC, dan sampel fly ash, bottom ash serta campuran FABA
memiliki kandungan pirit dalam jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan
sampel-sampel PT. GTC.
NAG test dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan oksidator kuat (dalam hal ini
hidrogen peroksida) untuk mereaksikan mineral sulfida pada sampel secara cepat.
Hasil NAG test pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa pH NAG untuk sampel-sampel
67
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
PT. GTC berada pada rentang 2,77 – 3,77, sedangkan sampel-sampel PLTU memiliki
nilai pH NAG berkisar antara 6,98 – 8,11. Adanya perbedaan pH yang cukup besar
antara pH pasta dan pH NAG mungkin diakibatkan karena sampel-sampel tersebut
mengandung mineral sulfida yang tidak reaktif sehingga asam yang mungkin
terbentuk tidak terukur pada pengujian pH pasta, dimana pengujian tersebut
dilakukan dalam waktu yang relatif lebih cepat dari pengujian pH NAG.
Interpretasi klasifikasi potensi pembentukan air asam tambang dari hasil uji statik
didasarkan kriteria teoritis berdasarkan Ian et. al (2007) adalah sebagai berikut:
Potentially Acid Forming (PAF) = NAPP > 0 dan NAG pH < 4,4
Non Acid Forming (NAF) = NAPP ≤ 0 dan NAG pH ≥ 4,4
Uncertain (UC) = (NAPP ≤ 0 dan NAG pH < 4,5) atau (NAPP > 0 dan NAG pH ≥
4,5)
Hasil intepretasi uji statik sampel PT. GTC dan PLTU berdasarkan kriteria teoritis di
atas dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Interpretasi Klasifikasi Potensi Pembentukan Air Asam
Elevasi Karakteristik
No. Kode Sampel
(mdpl) Geokimia
1 S-1 GTC 243,7 PAF
2 S-2 GTC 244,6 PAF
3 S-3 GTC 262,8 PAF
4 S-4 GTC 255,3 PAF
5 S-5 GTC 256,8 PAF
6 S-6 GTC 275,5 PAF
7 S-7 Bottom Ash n.a. NAF
8 S-8 Fly Ash n.a. NAF
9 S-9 Campuran FABA n.a. NAF
Sesuai dengan klasifikasi yang telah disebutkan di atas, pada Tabel 5.4 diketahui
bahwa seluruh sampel yang diambil di lokasi penambangan PT. GTC memiliki nilai
NAPP positif (NAPP > 0) dan NAG pH < 4,4, sehingga seluruh sampel tersebut
termasuk dalam kategori PAF. Sedangkan sampel fly ash, bottom ash dan campuran
68
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
FABA dari PLTU memiliki nilai NAPP negatif dan NAG pH > 4,4, sehingga sampel-
sampel tersebut tergolong NAF.
Uji Karakteristik Fly Ash dan Bottom Ash dari PLTU di Sekitar PT. GTC
Uji karakteristik fly ash (FA) dan bottom ash (BA) yang dihasilkan dari PLTU di sekitar
lokasi PT. GTC dilakukan untuk mengetahui karakteristik limbah FA, BA maupun
campuran FABA, keseluruhan pengujian karakteristik dari FA, BA dan FABA ini
dilakukan di Laboratorium Limbah Padat dan Buangan B3 ITB. Uji karakteristik yang
dilakukan berupa uji total kandungan logam, uji TCLP, uji oksida logam, uji
radionuklida dan uji toksikologi LD50.(sumber FABA untuk penelitian)
Pengujian total kandungan logam pada sampel FA, BA, dan campuran FABA dari PLTU
di sekitar PT. GTC dilakukan untuk mengetahui konsentrasi total dari logam berat
terkontaminasi yang terkandung dalam sampel. Hasil dari uji total kandungan logam
dilakukan di Laboratorium Buangan Padat dan B3 ITB pada tanggal 05 Februari 2018
dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Hasil Uji Total Kandungan Logam Sampel FA, BA, dan Campuran FABA
Kadar Maksimum
Hasil Analisa (mg/L)
No Parameter Lampiran V PP 101/2014
FA BA FABA Kolom A Kolom B Kolom C
1 Antimoni, Sb 0,10 0,11 0,08 300 75 3
2 Arsen, As 0,59 0,10 0,08 2000 500 20
3 Barium, Ba <0,005 <0,005 <0,005 25000 6250 160
4 Berilium, Be <0,005 <0,005 0,67 4000 100 1,1
5 Boron, B 57,11 69,78 79,44 60000 15000 36
6 Cadmium, Cd 0,89 0,71 0,08 400 100 3
7 Chromium, Cr 2,33 0,78 1,33 2000 500 1
8 Copper, Cu 25,56 18,89 5,44 3000 750 30
9 Lead, Pb 848,89 80,00 20,00 6000 1500 300
69
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Kadar Maksimum
Hasil Analisa (mg/L)
No Parameter Lampiran V PP 101/2014
FA BA FABA Kolom A Kolom B Kolom C
10 Mercury, Hg 0,10 0,06 0,07 300 75 0,3
11 Molibdat, Mo 96,67 108,89 96,67 4000 1000 40
12 Nickel, Ni 0,84 0,90 1,38 12000 3000 60
13 Selenium, Se 0,26 0,14 0,15 200 50 10
14 Silver, Ag <0,001 <0,001 <0,001 720 180 10
15 Zinc, Zn 57,78 138,89 71,11 15000 3750 120
Berdasarkan Tabel 5.6 diketahui bahwa kandungan logam berat tertinggi pada ketiga
sampel ditemukan pada sampel FA berupa logam Timbal (Pb) dengan nilai 848,89
mg/L. Namun nilai tersebut masih di bawah kadar maksimum Kolom A maupun Kolom
B berdasarkan Lampiran V PP 101 Tahun 2014. Selain logam Timbal (Pb), kandungan
logam Boron (B), Molibdenum (Mo) dan Seng (Zn) juga cukup dominan dalam sampel
FA, BA, dan campuran FABA.
Hasil uji TCLP terhadap sampel FA, BA, dan campuran FABA dari PLTU serta baku
mutu TCLP di Laboratorium Buangan Padat dan B3 ITB pada tanggal 05 Februari 2018
yang mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 ditunjukkan pada
Tabel 5.7, dan dapat disimpulkan bahwa semua parameter pengujian memiliki nilai
yang tidak melebihi baku mutu TCLP.
70
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Tabel 5.7 Hasil Uji TCLP Sampel FA, BA, dan Campuran FABA
PP No. 101
Hasil Analisa (mg/L)
No Parameter Tahun 2014
FA BA FABA TCLP A TCLP B
1 Antimoni, Sb 0,021 0,032 0,054 6 1
2 Arsen, As 0,060 0,09 0,064 3 0,5
3 Barium, Ba 0,749 0,392 0,811 210 35
4 Berilium, Be <0,001 <0,001 <0,001 4 0,5
5 Boron, B <0,030 <0,026 <0,030 150 25
6 Cadmium, Cd 0,007 0,007 0,010 0,9 0,15
7 Chromium, Cr <0,001 <0,001 <0,001 15 2,5
8 Copper, Cu <0,001 <0,001 <0,001 60 10
9 Lead, Pb <0,001 <0,001 <0,001 3 0,5
10 Mercury, Hg <0,00001 <0,00001 <0,00001 0,3 0,05
11 Molibdenum, Mo 0,015 0,029 0,013 21 3,5
12 Nikel, Ni 0,024 0,023 0,014 21 3,5
13 Selenium, Se 0,131 0,081 0,171 3 0,5
14 Silver, Ag <0,001 <0,001 <0,001 40 5
15 Zinc, Zn <0,001 <0,001 <0,001 300 50
Kandungan oksida dalam fly ash dan bottom ash batubara sebagian besar terdiri dari
unsur-unsur berupa silikat dioksida (SiO2), alumunium (Al2O3), besi (Fe2O3), dan
kalsium (CaO), serta sedikit magnesium, potassium, sodium, titanium, dan sulfur.
Keberadaan unsur-unsur ini dalam abu batubara dipengaruhi oleh komposisi kimia
batubara, proses pembakaran batubara, serta bahan tambahan yang digunakan. Oleh
karena itu, dibutuhkan pengujian oksida logam untuk mengetahui karakteristik dari
limbah fly ash dan bottom ash dari PLTU. Hasil pengujian oksida logam di
Laboratorium Buangan Padat dan B3 ITB pada tanggal 05 Februari 2018 dapat dilihat
pada Tabel 5.8.
Hasil pengujian pH menunjukkan bahwa sampel FA, BA, dan campuran FABA memiliki
nilai pH berkisar antara 6,62 – 9,99. Sehingga disimpulkan bahwa limbah FA, BA
71
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
maupun campuran FABA yang dihasilkan dari PLTU di sekitar PT. GTC bersifat netral
hingga basa.
Salah satu unsur yang penting dalam pemanfaatan abu batubara dalam menetralisir
Air Asam Tambang (AAT) adalah CaO. Kandungan CaO pada suatu sampel dapat
berfungsi layaknya kapur tohor. Sehingga semakin tinggi kandungan CaO, maka dapat
mengurangi kebutuhan kapur tohor dalam menetralisir AAT. Kandungan CaO pada
sampel FA, BA, dan campuran FABA yang berasal dari PLTU di sekitar PT. GTC berkisar
antara 0,13-0,32% BK. Sehingga, sampel-sampel tersebut berpotensi untuk dapat
menetralisir AAT.
Tabel 5.8 Hasil Uji Oksida Logam Sampel FA, BA dan Campuran FABA
Hasil Analisa (% BK)
No Parameter
FA BA FABA
1 pH 9,99 6,62 8,60
2 SiO2 55,21 53,12 55,35
3 Al2O3 27,91 12,69 28,48
4 Fe2O3 4,92 6,95 5,38
5 CaO 0,13 0,21 0,32
6 MgO 0,16 0,18 0,23
7 K2O 1,06 0,88 2,00
8 Na2O 0,35 0,43 0,36
9 TiO2 0,33 0,47 0,36
10 LOI 9,17 24,25 6,69
Uji Radionuklida
Uji radionuklida yang dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional Jakarta yang
dilakukan pada tanggal 25 Januari 2018 dengan No sertifikat: 0387/KMR 2.1/III/2018
dilakukan untuk mengetahui tingkat kontaminasi senyawa radioaktif Uranium-238 (U-
238); Plumbum-210 (Pb-210); Radium-226 (Ra-226); Radium-228 (Ra-228); Thorium-
228 (Th-228); Thorium (Th-230); Thorium-234 (Th-234); dan Polonium-210 (Po-210)
72
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
yang terkandung pada sampel abu batubara dari PLTU di sekitar PT. GTC. Hasil dari
uji radionuklida dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Hasil uji radionuklida sampel abu batubara pada Tabel 5.9 menunjukkan bahwa
seluruh senyawa radionuklida memiliki konsentrasi di bawah baku mutu PP No. 101
Tahun 2014, sehingga limbah abu batubara PLTU aman dari sifat radioaktif dan dapat
dilakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3.
Karakteristik beracun pada limbah dilakukan melalui uji toksikologi LD50 di PT Syslab
tanggal 19 Oktober 2016 dilakukan untuk menentukan limbah yang diuji memiliki nilai
uji toksikologi LD50 lebih besar dari 50 mg/kg berat badan hewan uji dan lebih kecil
dari atau sama dengan 5.000 mg/kg berat badan hewan uji. Uji Lethal Dose (LD)
merupakan salah satu cara untuk mengukur potensi racun suatu bahan dalam waktu
pendek, biasanya dinyatakan dalam kisaran 0 - 100, namun yang umum dipakai
adalah 50. Dengan demikian, LD50 menyatakan konsentrasi kimia yang dapat
menyebabkan kematian 50% dari kelompok hewan uji dalam jangka waktu tertentu.
Hasil uji LD50 dan dosisnya akan ditransformasi (dikonversi) pada manusia. Kriteria
tingkat toksisitas LD50 dapat dilihat pada Tabel 5.10.
73
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Hasil uji toksisitas untuk sampel FA adalah 18.796 mg/kg. Sedangkan hasil uji
toksisitas untuk limbah BA adalah 17.676 mg/kg. Sehingga jika dibandingkan dengan
tabel tingkat toksisitas LD50 seperti terlihat pada Tabel 5.8, maka limbah FA dan BA
praktis tidak beracun.
Hasil Modeling uji coba aplikasi FABA sebagai lapisan penutup PAF
Modeling uji coba aplikasi FABA sebagai lapisan penutup PAF dilakukan untuk
memvalidasi hasil uji statik, memperkirakan laju pelapukan jangka panjang, melihat
perilaku oksidasi pada sampel batuan pada jangka panjang serta memperkirakan
potensi sampel untuk menghasilkan material yang dapat berdampak terhadap
lingkungan. Modeling uji coba aplikasi FABA sebagai lapisan penutup PAF pada studi
ini dilakukan dengan metode Free Draining Column Leach (FDCL) dalam jangka waktu
kurang lebih satu bulan. Prinsip dari metode FDCL adalah memperlakukan sampel
batuan dengan menciptakan siklus kering dan siklus basah secara bergantian dalam
periode tertentu. Siklus kering dilakukan untuk mensimulasikan pelapukan pada
sampel, dengan pemanasan menggunakan lampu pijar sesuai durasi pemanasan oleh
matahari di lokasi asal sampel (PT. GTC). Sedangkan siklus basah sebagai simulasi
hujan yang terjadi di PT. GTC diterapkan dengan melakukan penyiraman sampel
dengan air destilat. Air destilat harus disemprotkan untuk menghindari kondisi
permukaan material sampel yang jenuh jika air destilat hanya dituang. Air hasil
74
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Terdapat 5 percobaan yang dilakukan pada modeling uji coba aplikasi FABA sebagai
lapisan penutup PAF pada studi ini. Hasil dari masing-masing kolom percobaan
dijabarkan sebagai berikut.
a. Percobaan I (Air + Batuan Asam Tambang)
Pada percobaan I, kolom diisi dengan air dan Batuan Asam Tambang (BAT) yang
berasal dari lokasi penambangan PT. GTC dengan perbandingan 2:1. Air berfungsi
untuk menciptakan siklus basah sehingga dapat membentuk air lindi yang merupakan
hasil perlindian logam-logam yang terkandung pada BAT. Percobaan I ini berfungsi
sebagai kontrol terhadap air lindi yang terbentuk dari BAT tanpa ada penambahan
variabel apapun. Pada bagian bawah lapisan BAT diberi keran untuk tempat
pengambilan sampel air lindi untuk selanjutnya dilakukan pengukuran nilai pH,
konduktivitas (EC) dan DO. Hasil pengukuran terhadap sampel air lindi percobaan I
dapat dilihat pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11 Hasil Pengukuran Sampel Air Lindi Percobaan I
Percobaan I kolom Batuan Asam
Hari ke- Tambang (BAT)
pH Konduktivitas D.O.
1 6,82 3,45 7,21
3 6,52 3,9 7,19
5 5,57 4,07 7,59
7 5,53 4,07 7,45
9 5,51 4,33 6,57
11 5,54 4,28 6,38
13 5,64 4,5 5,39
15 5,63 4,44 4,4
17 5,61 4,45 4,15
19 5,11 4,49 4,19
21 4,64 4,34 4,21
23 4,28 5,45 2,83
25 4,21 5,5 2,99
Hasil pengukuran sampel air lindi percobaan I tersebut dituangkan dalam bentuk
grafik seperti terlihat pada Gambar 5.5 berikut.
75
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
76
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Berdasarkan grafik sampel SFA(1) diketahui bahwa air lindi yang dihasilkan dari
lapisan FA cenderung bersifat basa yang berkisar pada pH 11, walaupun pada 3 hari
pertama pengukuran menunjukkan pH awal netral. Nilai konduktivitas sampel SFA(1)
sedikit demi sedikit mengalami penurunan menunjukkan semakin sedikit kandungan
logam yang terlarut. Dan nilai DO mengalami penurunan dari 7,15 mg/L menjadi 4,18
mg/L.
Sedangkan pada sampel SFA(2) yang merupakan air lindi yang dihasilkan dari BAT
yang telah dilapisi dengan FA memberikan hasil pH yang cenderung netral yang
berkisar pada pH 7 dan nilai konduktivitas yang cenderung stabil berkisar pada 3,03
– 3,94 mS/det. Dapat disimpulkan bahwa penambahan FA dapat meningkatkan nilai
77
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
pH air lindi BAT. Selain itu nilai DO dari sampel SFA(2) yang mengalami penurunan
dari 7,05 mg/L menjadi 3,73 mg/L pada hari terakhir pengukuran. Penurunan nilai DO
tersebut lebih kecil dibandingkan dengan penurunan nilai DO pada sampel BAT di
percobaan I.
78
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Pada grafik sampel SBA(1) terlihat bahwa nilai pH dari air lindi yang dihasilkan dari
lapisan BA bersifat netral cenderung basa dengan nilai pH meningkat dari 6,45 menjadi
9,49. Sama seperti sampel SFA(1), nilai konduktivitas sampel SBA(1) sedikit demi
sedikit menurun dan nilai DOnya mengalami penurunan cukup besar. Namun
penurunan nilai konduktivitas dan DO pada sampel SBA(1) tersebut tidak sebesar
penurunan pada sampel SFA(1).
Pada sampel SBA(2), nilai pH yang dihasilkan dari air lindi yang telah ditambahkan
lapisan BA bersifat netral dengan nilai pH berada di rentang 6,44 – 7,04. Nilai
konduktivitasnya cenderung stabil berkisar pada 3,25 mS/det – 4,07 mS/det.
Sedangkan nilai DO tetap menurun dari 7,04 mg/L menjadi 4,54 mg/L. Peningkatan
nilai pH air lindi BAT cenderung lebih kecil, yaitu hanya mencapai nilai pH 6. Sesuai
dengan kondisi sebelum kontak dengan BAT, penurunan nilai DO pada sampel SBA(2)
cenderung lebih kecil dibandingkan sampel SFA(2) bahkan ketika sudah melewati
lapisan BAT.
79
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
80
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Secara umum, kualitas air lindi yang dihasilkan dari lapisan BAT pada sampel SFABA(1)
cukup mirip dengan sampel BAT pada percobaan I. Kecenderungan terjadinya
penurunan nilai pH dan DO serta meningkatnya nilai konduktivitas (EC) yang terukur
pada sampel BAT pada percobaan I juga ditemukan pada hasil pengukuran sampel
SFABA(2). Hal ini menunjukkan bahwa sampel BAT yang berasal dari PT. GTC memiliki
kualitas yang cukup seragam.
Penambahan lapisan campuran FABA pada bagian bawah lapisan BAT menghasilkan
air lindi dengan nilai pH netral berkisar pada 7,64 – 8,36 dan nilai konduktivitas (EC)
yang perlahan cenderung stabil pada 3 mS/det. Namun nilai DO tetap turun dari yang
semula 7,11 mg/L menjadi 3,25 mg/L. Sehingga dapat disimpulkan penambahan
lapisan campuran FABA sebagai dasar lapisan BAT juga dapat meningkatkan pH dan
menstabilkan air lindi yang dihasilkan.
81
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Kualitas air lindi yang diperoleh dari sampel SFABA(3) memiliki kecenderungan mirip
dengan kualitas air lindi yang dihasilkan oleh sampel SFA(1) dan SBA(1), yaitu nilai
pH cenderung meningkat, sedangkan nilai konduktivitas (EC) dan DO cenderung turun.
Setelah dilakukan penambahan lapisan BAT pada bagian bawah lapisan FABA, nilai pH
yang diambil sebagai sampel SFABA(4) stabil di nilai 6 dan nilai konduktivitas yang
juga stabil pada 3 mS/det. Namun terjadi penurunan nilai DO dari 7,01 mg/L menjadi
4,54 mg/L. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun BAT tetap menghasilkan asam,
penambahan lapisan campuran FABA sebagai penutup lapisan BAT juga dapat
berfungsi untuk menjaga pH agar tetap netral dan menstabilkan air lindi yang
dihasilkan.
82
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Dari kelima percobaan modeling uji coba aplikasi FABA sebagai lapisan penutup PAF
dengan metode FDCL di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan lapisan
FA, BA atau campuran FABA di atas lapisan BAT, maupun penambahan lapisan
campuran FABA di bawah lapisan BAT dapat meningkatkan dan menjaga nilai pH tetap
netral. Hal tersebut dapat terjadi karena pada dasarnya FA dan BA, khususnya FA,
bersifat alkalis dengan pH berkisar 11 sehingga berpotensi menetralkan air lindi dari
BAT.
Pada sampel BAT terjadi peningkatan nilai konduktivitas karena pada kondisi asam
(pH rendah) lebih mudah untuk melarutkan logam-logam yang terdapat pada batuan,
sehingga nilai konduktivitas dari air lindi yang dihasilkan juga akan meningkat. Selain
itu oksidasi pirit juga menghasilkan daya hantar listrik yang cukup besar (Evangelou,
1995, Carucio dan Geidel, 1978 dalam B.R. Steward, 2001).
Pada dasarnya FA, BA, dan campuran FABA juga dapat menghasilkan daya hantar
listrik, karena FA atau BA mengandung garam-garam yang dapat larut secara bebas
(Page et al, 1979, dalam B.R. Stewart et al, 2001). Terlihat dari percobaan II, III, dan
IV yang memperlihatkan adanya fluktuasi nilai konduktivitas walaupun nilainya sangat
kecil. Nilai daya hantar listrik (konduktivitas) kecil pada air lindian yang memiliki pH
yang tinggi, disebabkan karena logam-logam yang bersifat konduktor seperti Fe, Cu,
ataupun Mn hanya sedikit yang dapat terlarut pada air lindi. Sebaliknya kandungan
Fe, Cu, dan Mn terlarut berada pada jumlah yang besar pada air yang memiliki pH
kecil atau bersifat asam (Lestari, et al., 2011).
Proses oksidasi mineral sulfida pada sampel BAT membutuhkan oksigen dan semakin
banyak kandungan mineral sulfida pada sampel atau batuan, maka oksigen yang
dibutuhkan semakin banyak. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan nilai DO pada
sampel BAT yang cukup besar. Percobaan dengan penambahan FA, BA dan campuran
FABA sebagai lapisan atas BAT berfungsi mencegah atau mengurangi kontak oksigen
dengan BAT, agar dapat menghalangi influks oksigen atmosfer ke BAT, menurunkan
proses oksidasi yang terjadi di BAT melalui pengurangan infiltrasi (Shang dan Wang,
83
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
2005). Hal ini ditunjukkan dengan penurunan nilai DO yang lebih kecil pada lapisan
BAT yang terlebih dahulu dilapisi FA atau BA dibandingkan dengan lapisan BAT tanpa
lapisan FA, BA atau campuran FABA. Demikian pula dengan penambahan lapisan
campuran FABA yang diletakkan di bawah lapisan BAT yang juga dapat berfungsi
mengurangi kandungan oksigen terlarut, sehingga penurunan nilai DO menjadi lebih
kecil daripada penurunan nilai DO di lapisan BAT.
Berdasarkan hasil uji statik dan interpretasi klasifikasi sampel berdasarkan potensi
pembentukan air asam tambang, diperoleh kesimpulan bahwa seluruh sampel yang
diambil dari lokasi penambangan PT. GTC merupakan material PAF, sedangkan sampel
FA, BA dan campuran FABA merupakan material NAF. Hasil tersebut divalidasi dengan
modeling uji coba aplikasi FABA sebagai lapisan penutup PAF dan diperoleh hasil yang
sama, yaitu air lindi yang dihasilkan dari lapisan BAT bersifat asam, sesuai dengan
kualitas sampel air asam tambang yang diambil di lokasi penambangan PT. GTC. Serta
sampel-sampel FA, BA, dan campuran FABA dari PLTU yang menunjukkan hasil
pengukuran pH yang bersifat basa, bahkan dapat meningkatkan nilai pH dari air lindi
yang terbentuk pada lapisan BAT yang telah dilapisi FA, BA, atau campuran FABA.
84
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Berdasarkan hasil uji statik, diketahui bahwa nilai MPA dari sampel-sampel yang
diambil di lokasi penambangan PT. GTC berkisar antara 32,76 – 49,05 kg H2SO4/ton,
dengan rata-rata 41,16 H2SO4/ton. Sampel S-6 GTC merupakan sampel yang memiliki
nilai MPA mendekati nilai rata-rata tersebut, sehingga sampel ini akan dijadikan acuan
dalam perhitungan potensi keasaman di lokasi penambangan PT. GTC. Sampel S-6
GTC berada pada litologi sandy clay/soil dengan massa jenis 1.470 kg/m3. Dengan
demikian massa overburden batuan yang berpotensi menimbulkan air asam tambang
di area penambangan PT. GTC adalah sebesar 4.116.000 ton. Sehingga potensi
keasaman yang dapat timbul di area penambangan PT. GTC adalah sebesar 100.000
ton H2SO4.
Di provinsi Sumatera Barat terdapat dua PLTU yang dikelola oleh PT. PLN (Persero),
yaitu PLTU Ombilin dan PLTU Teluk Sirih. Dari kedua PLTU tersebut, FA dan BA yang
dihasilkan adalah sekitar 465.000 ton/tahun. Dengan dikurangi jumlah FA dan BA yang
85
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
telah dilakukan pemanfaatan melalui pihak ketiga, terdapat potensi sebesar ± 85%
dari timbulan FABA ton/tahun atau sekitar 400.000 ton/tahun limbah FABA yang dapat
dimanfaatkan sebagai material NAF untuk kegiatan pertambangan, khususnya di PT.
GTC. Dengan demikian, kebutuhan penetralan AAT di PT. GTC dapat terpenuhi dalam
waktu sekitar 5 tahun apabila digunakan FABA dari kedua PLTU tersebut.
86
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
a. Geologi
Litologi dari area pemanfaatan di PT. GTC terdiri dari tanah timbunan
(overburden), batulempung, batulanau, serpih, batubara, dan batupasir
Terdapat sesar normal yang melalui area pemanfaatan
b. Hidrogeologi
Permeabilitas tanah timbunan (overburden): 8,4x10-7 – 8,9x10-4 cm/detik,
yang berarti bahwa beberapa overburden merupakan lapisan akifer dan dapat
negalirkan air.
Permeabilitas batupasir: 5x10-4 cm/detik, sehingga lapisan batu pasir ini
bertindak sebagai akifer.
Permeabilitas batulempung dan batulanau: 2,1x10-7 – 1,3x10-6 cm/detik, yang
bertindak sebagai akitar
Litologi yang berperan sebagai akifer adalah tanah timbunan (overburden)
dan batupasir
Litologi yang berperan sebagai akitar adalah batulempung, batulanau, serpih,
dan batubara
Sistem akifer yang terdapat pada area pemanfaatan yaitu akifer bebas dan
akifer tertekan
Area pemanfaatan bukan merupakan daerah resapan
c. Hasil uji XRD menunjukkan mineral utama dari sampel-sampel yang diambil di
lokasi penambangan PT. GTC adalah silika (SiO2), disusul oleh lempung (kaolinit)
dan muskovit sebagai mineral lain. Tidak ditemukan mineral sulfida seperti pirit
pada sampel-sampel tersebut. Sedangkan berdasarkan hasil analisis XRF diketahui
bahwa unsur-unsur pembentuk sampel PT. GTC adalah silika (Si), Alumina (Al),
87
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
dan alkali Potasium (K). Rata-rata kandungan unsur sulfur dalam sampel PT. GTC
adalah 1,34%.
d. Hasil karakterisasi awal fly ash (FA) dan bottom ash (BA) dari PLTU di sekitar PT.
GTC menunjukkan bahwa sampel-sampel tersebut memenuhi baku mutu TCLP
berdasarkan PP 101 tahun 2014. Selain itu, berdasarkan uji toksisitas LD50 limbah
FA dan BA praktis tidak beracun, serta memenuhi baku mutu radionuklida
berdasarkan PP 101 tahun 2014.
e. Berdasarkan hasil uji statik dan interpretasi klasifikasi sampel berdasarkan potensi
pembentukan air asam tambang, maka seluruh sampel yang diambil di lokasi
penambangan PT. GTC merupakan material Potentially Acid Forming (PAF),
sedangkan sampel FA, BA, dan campuran FABA dari PLTU di sekitar PT. GTC
merupakan material Non Acid Forming (NAF). Validasi melalui modeling uji coba
aplikasi FABA sebagai lapisan penutup PAF juga menunjukkan hasil bahwa pH air
lindi dari sampel FA, BA, dan campuran FABA bersifat basa, bahkan dapat
meningkatkan nilai pH dari air lindi yang terbentuk pada lapisan Batuan Asam
Tambang yang telah ditambahkan lapisan FA, BA atau campuran FABA.
f. Lubang galian tambang di PT. GTC yang direncanakan akan ditimbun memiliki
potensi menimbulkan keasaman sebesar 100.000 ton H2SO4. Untuk menetralisir
potensi keasaman tersebut dibutuhkan 56.000 ton CaO atau 3.758.389 ton (1,75
m3) FABA dari PLTU di sekitar PT. GTC.
Rekomendasi Desain
Berdasarkan perbandingan jumlah Batuan Asam Tambang dan kebutuhan FABA di PT.
GTC, maka rekomendasi desain pelapisan FABA agar dapat menetralisir BAT dan
meminimalisir potensi timbulnya air asam tambang di PT. GTC adalah dengan lapisan
Batuan Asam Tambang setebal 100 cm dan lapisan FABA setebal 65 cm. Kedua lapisan
tersebut disusun berulang hingga kedalaman ± 20 meter.
88
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Ilustrasi kondisi sebelum dan setelah lubang galian di area pertambangan PT. GTC
ditimbun dengan lapisan FABA dapat dilihat pada Gambar 6.1. Layout rencana
potongan penimbunan FABA di PT. GTC dapat dilihat pada Gambar 6.2, sedangkan
potongan penimbunan terdapat pada Gambar 6.3. sampai dengan Gambar 6.13.
Gambar rencana penimbunan FABA di PT. GTC selengkapnya terdapat pada
Lampiran A.
Gambar 6.1 Kondisi Lubang Galian di PT. GTC Sebelum dan Sesudah Ditimbun
89
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
90
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Tabel 6.1 Rencana Penimbunan FABA di PT. GTC dalam Kurun Waktu 5 Tahun
Dalam rencana penimbunan FABA di area pertambangan PT. GTC yang akan dilakukan
pada 5 tahun tersebut, pada tahun pertama difokuskan pada penutupan ketiga lubang
besar di area PT. GTC serta area bagian barat daya, karena area tersebut memiliki
elevasi terendah dibandingkan keseluruhan area PT. GTC. Setelah itu pada tahun-
tahun berikutnya, penutupan dilakukan searah menuju bagian timur laut area
penambangan yang merupakan bagian tertinggi di area tersebut.
Jumlah FABA yang digunakan pada tahun pertama mencapai 410.000 m3 dikarenakan
kebutuhan dan fokus tahun pertama ditujukan pada penutupan lubang-lubang besar
di PT. GTC, sehingga membutuhkan FABA dalam jumlah yang cukup banyak. Pada
tahun-tahun selanjutnya, jumlah FABA yang digunakan berkurang dan jumlahnya
disesuaikan dengan luas dan elevasi untuk penimbunan daerah tersebut. Total FABA
yang diperlukan dalam 5 tahun rencana penimbunan FABA di PT. GTC adalah sebesar
1.750.000 m3
91
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
92
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
93
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
94
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
95
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
96
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
97
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
98
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
99
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
100
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
101
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
102
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
103
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
DAFTAR PUSTAKA
Akai, A., & Koldas, S. (2009). Acid Mine Drainage (AMD): causes, treatment and case
studies. Elsevier, 14 (2006), 1139-1145. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jclepro.2004.09.006
American Society For Testing And Materials (ASTM). 2005. Annual Book of ASTM
Standards. Section 4: Construction. Vol.01.01: Cement, Lime, Gypsum.
Badan Informasi Geospasial (BIG), 2017, Peta Rupa Bumi Indonesia. Data diperoleh
pada Februari 2017
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), 2017, Data Curah Hujan Rata-
rata Maksimum Provinsi Sumatra Barat. Data diperoleh pada Januari 2017.
Banks, D., Younger, P. L., Arnesen, R. T., Iversen, E. R., & Banks, S. B. (1997). Mine-
water chemistry: the good, the bad and the ugly. Springer-Verlag, 32 (2), 157 -
174.
Freeze, R.A., dan Cherry, J.A., 1979, Groundwater, Prentice-Hall, Inc., Englewood
Cliffs, New Jersey.
Gautama, Rudy Sayoga. 2012. Pengelolaan Air Asam Tambang. Seminar Bimbingan
Teknis Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan Pertambangan Mineral &
Batubara. Yogyakarta, 20 Juni 2012.
vii
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Hamanaka, Akihito, Naoya Inoue, Hideki Shimada, Takashi Sasaoka, Kikuo Matsui.
2014. An Evaluation on Mixture Materials Using Overburden and Flyash as Cover
Layer for Acid Mine Drainage Prevention and Underlying Materials of Seedbed in
Indonesian Coal Mine. Research Journal of Environmental and Earth Sciences
6(10), hal 486-492.
Kusuma, G.J., Shimada, H., Nugraha, C., Hamanaka, A., Sasaoka, T., Matsui, K.,
Gautama, R. S.and Sulistianto, B. 2013. Study on Co-placement of coal
combustion ash-coal waste rock for minimizing acid mine drainage generation: a
preliminary result of field column test experiment. Procedia Earth and Planetary
Science, 6, 251-261.
Lestari, Iin dan Abfertiawan, Muhammad. 2011. Studi Pemanfaatan Fly Ash dan
Bottom Ash dalam Pengelolaan Batuan Penutup untuk Pencegahan Air Asam
Tambang. Makalah Seminar Air Asam Tambang ke-5 dan Pascatambang di
Indonesia
M. Abdul Hakim, et al. 2009. Penelitian Penanggulangan Air Asam Tambang pada
Tambang Batubara Terbuka di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
Bandung: Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
Purwanto S. dan Arief Sallahudin, 1983, Peta Hidrogeologi Lembar Solok, Skala
1:250.000, Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan PertambaganPusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
viii
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
Shang, Julie Q., Hongliu Wang. 2005. Coal Fly Ash as Contaminant Barrier for Reactive
Mine Tailings. 2005 World of Coal Ash (WOCA).
Shinji Matsumoto, Shunta Ogata, Hideki Shimada, Takashi Sasaoka, Ginting J. Kusuma,
dan Rudy S. Gautama. 2016. Application of Coal Ash to Postmine Land for
Prevention of Soil Erosion in Coal Mine in Indonesia: Utilization of Fly Ash and
Bottom Ash. Advances in Materials Science and Engineering, vol. 2016, Article
ID 8386598, 8 hal, DOI:10.1155/2016/8386598
Silitonga P.H. dan Kastowo, 1995, Peta Geologi Lembar Solok, Skala 1:250.000, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
Skousen, J. (2011). Acid Drainage Technology Initiative. Retrieved November 27, 2013
Steward, Warwick A., Stuart D. Miller dan Roger Smart. 2006. Advances in Acid Rock
Drainage (ARD) Characterisation of Mine Wastes. 7th International Conference
on Acid Rock Drainage (ICARD), March 26-30, 2006, St. Louis MO. R.I Barnhisel
(ed.). Lexington: the American Society of Mining and Reclamation (ASMR)
ix
Studi Pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Guguk Tinggi Coal melalui Pemanfaatan Abu Batubara
(Fly Ash dan Bottom Ash)
The International Network for Acid Prevention. 2017. Global Acid Rock Drainage
(GARD) Guide: Prevention and Mitigation.
(http://www.gardguide.com/index.php?title=Chapter_6, diakses tanggal 4
Oktober 2017)
Trihatmojo, Bagas Irawandy. 2015. Prediksi Kualitas Air Limpasan pada Lubang Bekas
Tambang Emas terkait Potensi Pembentukan Air Asam Tambang
Nguyen LT. 2008. Mobilization of Metals from Mining Waste and the Resuspension of
Contaminated Sediment. LTAB. Linkoping, Sweden
Watzlaf GR, Schroeder KT, Kleinmann RLP, Kairies CL dan Nairn RW. 2004. The Passive
Treatment of Coal Mine Drainage. US Department of Energy. Pittsburg, USA.
Yeheyis, Muluken B., Julie Q. Shang, Ernest K. Yanful. 2009. Long-Term Evaluation of
Coal Fly Ash and Mine Tailings Co-Placement: A Site-Specific Study. Journal of
Environmental Management 91 (2009) hal 237-244.