LAPORAN AKHIR
Disusun Oleh
Juni 2021
DAFTAR ISI
Logam skandium terdistribusi di kerak bumi dengan konsentrasi rata-rata sebesar 22 g/t
(Kaya and Topkaya 2016) dan jarang ditemukan dalam bentuk native-nya. Karena
rendahnya afinitas logam skandium terhadap mineral lain, logam skandium biasanya
ditemukan dalam bentuk trace element dalam banyak mineral sebagai komponen terlarut
dalam larutan padat dalam mineral-mineral tersebut. Dengan radius atom yang mirip, ion
Sc3+ umumnya mensubstitusi Fe3+ dan Al3+ dalam mineral-mineral yang mengandung Al
dan Fe seperti goethite (FeOOH) dan gibbsite (AlOOH). Dalam bijih nikel laterit tipe
limonit, skandium dilaporkan berasosiasi dengan mineral goethite, clay dan mineral
mangan oksi-hidroksida (asbolane). Kadar skandium di dalam bijih limonit dapat
mencapai 60 g/t hingga 106 g/t (Haslam and Arnald 1999) (Kaya and Topkaya 2016).
Skandium telah diproduksi sebagai by-product dari pabrik-pabrik pengolahan uranium,
timah, tantalum, titanium, tungsten dan logam tanah jarang di China, Kazakhstan, Russia
dan Ukraina (Gambogi, 2014).
Pada Tahun 2019, Divisi Technology Development (TD), PT. Antam, Tbk. telah
melakukan analisis kandungan logam tanah jarang dalam sampel bijih limonit yang
diambil dari Konawe Utara. Telah dilakukan serangkaian analisis di Laboratorium
GeoAssay, PT. Geoservices, Cikarang Bekasi. Dari hasil analisis sampel bijih limonit dari
Konawe Utara yang telah dilakukan, diketahui bahwa sampel bijih limonit Antam dari
daerah IUP di Konawe Utara mengandung skandium (Sc) dengan kadar 82 ppm dengan
logam tanah jarang lainnya yang terdeteksi signifikan kadarnya yaitu neodymium (Nd) dan
1.4 Metodologi
Pekerjaan ini dimulai dengan pengiriman sampel-sampel bijih limonit dari Pulau
Halmahera ke Laboratorium Hidrometalurgi, Kelompok Keahlian (KK) Teknik Metalurgi,
Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM), ITB. Telah diterima sampel
bijih dengan berat basah kurang lebih 200 kg. Setelah sampel-sampel bijih limonit
diterima di ITB, kemudian dilakukan preparasi dan karakterisasi sampel bijih yang meliputi
analisis distribusi ukuran bijih, komposisi kimia dengan XRF dan ICP dan analisis mineral
yang dominan dengan XRD.
Rute proses ekstraksi Sc akan dilakukan berdasarkan hasil studi literatur yang telah
dilakukan sebelumya. Percobaan pelindian sampel bijih limonit dilakukan dengan Metode
HPAL (High Pressure Acid Leaching) dengan variasi konsentrasi H2SO4, suhu, waktu dan
rasio solid-liquid. Data-data yang akan diperoleh dari percobaan pelindian meliputi:
• Recovery Ni, Co dan Sc (%)
• Kinetika pelindian
• Selektivitas pelindian terhadap Fe dan Al
• Konsumsi reagen pelindi
• Kondisi proses yang memberikan recovery Ni dan Sc terbaik
Larutan hasil pelindian dipisahkan dari residu pelindian yang tidak larut dengan proses
filtrasi. Selanjutnya dilakukan serangkaian percobaan presipitasi besi dalam 2 tahap.
Presipitasi besi tahap pertama dilakukan pada pH sekitar 2,75 dimana pada level pH ini
diharapkan sebagian besar besi dapat dipresipitasi dan dipisahkan dari larutan yang kaya
Ni, Co dan Sc. Setelah dilakukan pemisahan presipitat yang kaya besi dari presipitasi
tahap pertama dengan filtrasi, dilakukan presipitasi besi tahap kedua pada pH sekitar 5.
Proses netralisasi larutan hasil pelindian pada presipitasi besi tahap pertama dan tahap
kedua akan dilakukan dengan menambahkan slurry lime (CaO) secara bertahap. Sc
diharapkan akan terbawa dalam presipitat yang dihasilkan dari presipitasi tahap kedua.
Setelah pemisahan solid-liquid, presipitat dari presipitasi besi tahap kedua akan dilarutkan
kembali dalam larutan asam sulfat pada tekanan atmosfer (re-leach) pada suhu dan
konsentrasi asam tertentu. Selanjutnya dilakukan serangkaian percobaan ekstraksi
pelarut (solvent extraction, SX) untuk memisahkan Sc dalam larutan hasil re-leach
dengan reagen organik D2EHPA yang diencerkan dalam kerosene dan tributyl
phosphate (TBP). Proses ekstraksi pelarut dilakukan dengan variasi konsentrasi
ekstraktan, rasio volume larutan organik terhadap volume larutan aqueous (O/A), pH dan
suhu. Data yang diperoleh dari percobaan ekstraksi pelarut meliputi:
Sebelum proses stripping skandium dari loaded organic, akan dilakukan scrubbing larutan
loaded organic yang diperoleh dengan menggunakan larutan asam asam klorida (HCl)
pada rasio volume larutan aqueous terhadap volume larutan organik (rasio A:O) sebesar
1:2 pada suhu 40oC. Proses scrubbing ini bertujuan untuk mengeliminasi sebagian besar
besi dan aluminium yang ikut terlarut ke dalam fasa organik selama proses ekstraksi
pelarut.
Proses stripping loaded organic yang sudah dilakukan scrubbing, selanjutnya dilakukan
dengan menggunakan larutan NaOH yang divariasikan konsentrasi dan rasio-nya
terhadap volume larutan aqueous. Proses stripping ini bertujuan untuk mentransfer
kembali unsur skandium kedalam fasa aqueous dalam bentuk anion kompleks Sc(OH)3-.
Data yang diperoleh dari percobaan stripping adalah recovery Sc sebagai fungsi
konsentrasi NaOH dan rasio volume larutan aqueous terhadap volume larutan organik
(A/O). Setelah diperoleh kondisi terbaik untuk pelindian dan ekstraksi pelarut, dilakukan
percobaan dengan jumlah umpan yang lebih banyak sehingga dapat diperoleh larutan
kaya Sc untuk percobaan presipitasi Sc. Presipitasi Sc dilakukan dari larutan hasil
stripping loaded organic dengan menambahkan serbuk asam oksalat untuk
mempresipitasi Sc terlarut menjadi Sc2(C2O4)3 padat. Skandium(III) oksalat padat yang
diperoleh dipisahkan dengan proses filtrasi dan selanjutnya dilakukan kalsinasi pada pada
suhu 900oC untuk menghasilkan skandium oksida (Sc2O3) dengan melepaskan gas CO2.
Diagram alir percobaan secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1.1.
Metode-metode untuk mengekstraksi logam tanah jarang dari bijih nikel laterit sudah
banyak diteliti oleh banyak peneliti di dunia. Pada bab ini akan disajikan hasil review
proses ekstraksi logam tanah jarang dari bijih nikel laterit, khususnya bijih tipe limonit.
2.1 Proses Ekstraksi Logam Tanah Jarang dari Bijih Nikel Laterit
Proses ekstraksi logam skandium dari bijih nikel laterit umumnya dilakukan dengan jalur
hidrometalurgi. Beberapa proyek terkini pengembangan pabrik ekstraksi skandium dari
bijih nikel laterit diantaranya yaitu Nyngan Scandium Project di NSW Australia yang
mempunyai target produksi sekitar 38.000 kg skandium oksida (Sc2O3) per tahun, Sconi
Project yang ditargetkan untuk memproduksi nikel sulfat dan kobalt sulfat masing-masing
8,500 dan 53,300 ton per tahun serta kurang lebih 89 ton skandium oksida di Greenvale
Australia (berdasarkan BFS 2018), dan NORNICO Project di Queensland Australia yang
mempunyai target produksi 10,000-40,000 kg skandium oksida per tahunnya (Wang and
Cheng 2011). Pada prinsipnya, rute proses ekstraksi skandium in-line dan menjadi bagian
dari rute proses produksi nikel dan kobalt dimana Sc akan dilarutkan bersama-sama
dengan Ni dan Co dan akan di-recovery sebagai produk terpisah dengan metode
presipitasi kimia, adsorpsi selektif menggunakan resin penukar ion (ion exchange resin)
atau ekstraksi pelarut setelah tahap-tahap presipitasi besi 2 tahap, pelarutan kembali
presipitat tahap ke-2 yang mengandung skandium, pengkayaan skandium dengan
ekstraksi pelarut, presipitasi dan kalsinasi. Penelitian yang dilakukan untuk mengekstraksi
skandium dari bijih nikel laterit pada umumnya melalui rute acid leaching (Kaya and
Topkaya 2016). Kaya et.al melakukan proses selective precipitation (Kaya, et al. 2017)
skandium dari larutan hasil pelindian yang sudah dipisahkan besinya.
Tabel 2.1 Komposisi bijih nikel laterit yang digunakan Kaya dan Topkaya pada penelitian
ekstraksi skandium (Kaya and Topkaya 2016)
Skandium dilarutkan bersama-sama dengan nikel dan kobalt dalam larutan asam sulfat
Percobaan baseline tersebut dilakukan sebanyak 4 kali untuk melihat konsistensi hasil
persen ekstraksi yang diperoleh dan memastikan reliabilitas hasil percobaan. Hasil
percobaan berupa persen ekstraksi Ni, Co dan Sc ditunjukkan pada Tabel 2.2. Dari hasil
percobaan diketahui bahwa nilai persen ekstraksi skandium rata-rata sebesar 80.6%,
sementara nikel dan kobalt masing-masing sebesar 85.7% dan 86.2%.
Tabel 2.2 Hasil percobaan pelindian dalam lautan asam sulfat pada 255oC, penambahan
asam sebanyak 260 kg/ton-bijih-kering (TDO) (Kaya and Topkaya 2016)
Selain 4 percobaan baseline diatas, Kaya dan Topkaya (2016), juga melakukan
serangkaian percobaan untuk mempelajari pengaruh dosis penambahan asam,
temperatur dan rasio solid-liquid terhadap persen ekstraksi Ni, Co dan Sc. Persen
ekstraksi Ni, Co dan Sc sebagai fungsi penambahan asam sulfat (kg/TDO) pada proses
pelindian ditunjukkan pada Gambar 2.1. Didapatkan bahwa penambahan asam sulfat
LAPORAN AKHIR STUDI EKSTRAKSI SKANDIUM DARI BIJIH LIMONIT Halaman 10
melebihi 260 kg/TDO memberikan efek negatif pada ekstraksi skandium. Salah satu
alasannya adalah karena pada penambahan asam lebih besar dari 260 kg/TDO, sebagian
asam sulfat mengendap di dalam autoclave sebagai sulfur-containing precipitates.
Dengan demikian, dosis penambahan asam sebesar 260 ton/TDO dianggap sebagai
dosis penambahan asam terbaik atau optimum.
Gambar 2.1 Persen ekstraksi Ni, Co dan Sc sebagai fungsi penambahan asam sulfat
(kg/TDO) pada proses pelindian (Kaya and Topkaya 2016)
Persen ekstraksi Ni, Co dan Sc sebagai fungsi temperatur proses pelindian ditunjukkan
pada Gambar 2.2. Didapatkan bahwa temperatur pelindian mempunyai efek yang
signifikan pada persen ekstraksi skandium. Persen ekstraksi Sc meningkat pada kenaikan
temperatur pelindian dari 245oC ke 255oC, namun turun secara signifikan pada
peningkatan temperatur lebih lanjut dari 255oC ke 275oC. Peningkatan temperatur dari
245oC ke 275oC meningkatkan persen ekstraksi nikel dan sedikit meningkatkan persen
ekstraksi kobalt. Dari hasil analisis XRD pada sampel residu pelindian, diketahui bahwa
semakin tinggi temperatur pelindian yang digunakan semakin banyak fasa basic ferric
sulfate (FeOHSO4) mengendap selama proses pelindian. Di atas temperatur 255oC,
skandium dalam larutan terendapkan dalam bentuk sulfatnya karena kesamaan ukuran
radius ion Sc3+ dan Fe3+. Berdasarkan hasil percobaan pelindian Sc pada variasi
temperatur ini, persen ekstraksi skandium yang optimal diperoleh pada temperatur 255oC.
Hasil-hasil percobaan dengan variasi ukuran partikel bijih dan durasi pelindian yang
dilakukan oleh Kaya dan Topkaya, 2016, disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Efek ukuran partikel dan durasi pelindian terhadap persen ekstraksi Ni, Co dan
Sc (Kaya and Topkaya 2016)
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan dengan variasi durasi pelindian,
proses pelindian skandium, nikel dan kobalt sudah selesai pada 2 jam pertama.
Memperpanjang waktu pelindian tidak begitu mempengaruhi nilai persen ekstraksi ketiga
logam tersebut. Ketika dilakukan percobaan dengan variasi ukuran partikel bijih, tidak
Berdasarkan hasil-hasil percobaan pelindian yang dilakukan oleh Kaya dan Topkaya,
2016, kondisi optimum yang diperoleh yaitu pada temperatur 255oC, penambahan asam
sebanyak 260 kg /TDO, fraksi ukuran partikel bijih -75 micron dan durasi pelindian selama
60 menit. Pada kondisi optimum ini diperoleh nilai persen ekstraksi, nikel, kobalt dan
skandium masing-masing sebesar 85.7%, 86.2% dan 80.6%. Sisa fraksi yang tidak
terekstraksi diduga masih berada di dalam mineral hematit dan mineral clay yang belum
terlarut seluruhnya selama proses pelindian. Larutan hasil pelindian yang mengandung
skandium terlarut (PLS) yang diperoleh dari percobaan ini selanjutnya dilakukan
serangkaian percobaan presipitasi selektif skandium.
Untuk memisahkan skandium dari larutan hasil pelindian, dapat dilakukan dua tahap
presipitasi dengan cara pengaturan pH. Presipitasi tahap pertama bertujuan untuk
menghilangkan sebagian besar pengotor di dalam larutan hasil pelindian, seperti besi,
alumunium dan kromium dengan seminimal mungkin terjadi kehilangan skandium, nikel
Gambar 2.3 Diagram kestabilan ion sebagai fungsi logaritma konsentrasi kation dan pH
larutan (Kaya, et al. 2017)
Hasil percobaan presipitasi tahap pertama ditunjukkan pada Gambar 2.4. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa pengendapan kobalt dan nikel naik secara signifikan pada pH diatas
4.0, sementara pengendapan skandium mulai naik drastis pada pH di atas pH 2.75. Untuk
mengeliminasi sebagian besar Fe, Al dan juga Cr, proses presipitasi tahap pertama ini
dilakukan pada pH 2.75 agar terjadi presipitasi Sc yang minimal.
Gambar 2.4 Hasil percobaan presipitasi tahap pertama (Kaya, et al. 2017)
Komposisi larutan yang diperoleh setelah proses presipitasi tahap pertama yang
ditunjukkan pada Tabel 2.5 mengindikasikan bahwa hanya sebagian kecil skandium yang
ikut terendapkan dari larutan pada presipitasi tahap pertama (pH ≤2.75). Sebagian besar
Fe, Al dan Cr dapat dihilangkan dari larutan. Larutan hasil presipitasi tahap pertama ini
kemudian digunakan pada proses presipitasi tahap kedua.
Hasil percobaan presipitasi tahap kedua (Gambar 2.5), menunjukkan bahwa presipitasi
nikel dan kobalt mulai meningkat signifikan pada pH di atas 4.75, sedangkan presipitasi
skandium berada pada kondisi optimalnya pada pH 4.25. Pada pH 4.75, sebagian besar
Fe dan Al telah terendapkan bersama-sama dengan Sc. Oleh karena itu, pH 4.75 dinilai
merupakan nilai pH terbaik untuk memisahkan skandium dari larutan yang kaya Ni dan
Co dengan co-presipitasi Ni dan Co yang minimal. Konsentrasi larutan dan padatan
(presipitat) hasil presipitasi tahap kedua ini ditunjukkan pada Tabel 2.6. Sebagian besar
Fe, Al dan Cr dan keseluruhan Sc telah dihilangkan dari larutan dan kandungan skandium
Tabel 2.6 Konsentrasi larutan dan solid setelah proses pengendapan tahap 2
(Kaya, et al. 2017)
Concentration Ni Co Sc Fe Al Cr Mn Cu Zn Ca
Liquid (mg/L) 2819 241 - 2 4 <5 <5 <5 41 498
Solid ppt. (mg/kg) 4010 36 703 2 11.6% 1446 29 504 368 14.6%
Dari hasil penelitian Serif Kaya dkk. ini, dapat disimpulkan bahwa proses selective
precipitation dapat me-recovery skandium dari larutan hasil pelindian menjadi bentuk
presipitatnya dengan konsentrasi yang telah meningkat dan kadar pengotor yang
signifikan lebih rendah daripada konsentrasinya dalam larutan hasil pelindian dan dalam
larutan hasil presipitasi tahap pertama. Proses selective precipitation ini dilakukan pada 2
tahap, dimana pada tahap pertama dilakukan pada pH 2.75, sementara pada tahap 2
dilakukan pada pH 4.75.
Kalsinasi Sc-
Pelindian kembali Pengendapan Sc-
Solvent Extraction oksalat -> Sc-
presipitat kaya-Sc oksalat
oksida
Gambar 2.6 Blok diagram alir proses pemurnian lanjut presipitat yang kaya Sc
Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi semua elemen yang terlarut di dalam
larutan meningkat pada konsentrasi asam sulfat yang lebih tinggi. Persen ekstraksi
skandium tertinggi diperoleh pada konsentrasi asam sulfat 100 g/l, yaitu sebesar 91.9%.
Peningkatan konsentrasi asam sulfat hingga 100 g/l juga meningkatkan persen ekstraksi
unsur-unsur pengotor ikutan utama yaitu Fe, Al, Cr dan Ni. Selanjutnya dilakukan
pemisahan solid-liquid dengan cara filtrasi dan dilakukan ekstraksi pelarut untuk
memisahkan skandium dari unsur-unsur pengotor dalam larutan. Sebanyak 50 cc larutan
dicampurkan dengan larutan organik dengan komposisi 10% D2EHPA-90% kerosene
dengan rasio volume larutan aqueous dan volume larutan organik (rasio O/A) sebesar
1/1. Proses pengadukan dilakukan pada temperatur kamar selama 10 menit. Setelah fasa
organik dan aqueous-nya dipisahkan berdasarkan perbedaan berat jenis menggunakan
sebuah separatory funnel, dilakukan analisis konsentrasi skandium yang masih tersisa
dalam larutan aqueous. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan skandium yang
tersisa dalam larutan aqueous setelah proses ekstraksi pelarut (disebut larutan raffinate)
<1 mg/l, yang mengindikasikan hampir semua Sc yang berada di dalam larutan aqueous
sudah terekstrasi oleh D2EHPA.
Larutan organik yang kaya skandium kemudian dilakukan proses stripping menggunakan
larutan NH4F 3M dengan rasio volume larutan aquoeus terhadap volume larutan organik
1/1 untuk melepaskan kembali skandium dari larutan organik ke dalam larutan aqueous.
Hasil analisis larutan hasil stripping menunjukkan bahwa sebanyak 80% skandium dapat
terambil kembali ke fasa aqueous di dalam matrix ammonium fluorid melalui satu kali
tahap stripping.
Untuk me-recovery skandium dari larutan hasil stripping, dilakukan presipitasi dengan
menambahkan larutan NaOH sehingga diperoleh pH 9. Melalui proses ini, skandium
Gambar 2.7 Flowsheet pengolahan skandium dari bijih nikel laterit (Kaya, et al. 2017)
Pada proses adsorpsi dengan resin penukar ion, dapat digunakan berbagai jenis resin
seperti tipe acidic cation dan basic cation. Beberapa contoh jenis resin yang digunakan
dalam proses IX (ion exchange resin) diantara DOWEX 50W-X8, DOW amberlite IRC
747, Lewatit TP 260, dll. Penelitian pengunaan IX Resini ini untuk mengekstraksi logam
tanah jarang dari PLS proses pelindian nikel laterit salah satunya dilakukan oleh Altinsel
et al. (Altinsel, Topkaya, Kaya, & Şentürk, 2018). Pada penelitian ini, bijih nikel laterit yang
sudah dilakukan HPAL untuk mengekstraksi logam-logam berharga seperti Sc, Ni, dan Co
dilakukan proses ekstraksi pelarut untuk memurnikan skandium yang terlarut. Pada
proses IX yang dilakukan, digunakan 4 jenis resin untuk menentukan jenis resin terbaik
yang menghasilkan nilai recovery tertinggi terhadap skandium. Resin-resin yang diuji
tersebut diantaranya DOW amberlite IRC 747, Lewatit TP 260, DOW amberlite IR 120,
dan DOW Amberlite IRA 402. Proses IX dilakukan menggunakan orbital incubator agar
terjadi mixing yang homogen antara larutan PLS dan resin. Proses dijalankan pada suhu
25oC dengan kecepatan rotasi incubator sebesar 200 RPM. Penambahan resin
divariasikan sebagai berikut: 50/20/10/5/2.5/1/0.5 mL. Pada setiap tes yang dilakukan,
sebanyak 200 ml PLS ditambahkan ke dalam gelas flask 250 ml yang sudah berisi resin,
kemudian proses pengadukan dilakukan selama 12 jam. Pada akhir proses, resin diambil
dari larutan menggunakan metode pemisahan padatan/larutan, dan masing-masing
constitutent dianalisis kadarnya.
Grafik adsorption isotherm dari hasil penelitian yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar
2.8. Dari hasil ini diperoleh bahwa resin terbaik untuk mengekstraksi skandium dari PLS
adalah Lewatit TP 260 dengan nilai loading capacity sebesar 6 g Sc/L. Pada pengujian
dengan penambahan resin ini, kandungan skandium pada larutan PLS akhir <1 ppm,
yang mengindikasikan bahwa hampir semua skandium sudah berpindah ke dalam resin.
2.2 Proyek Pengembangan Pabrik Ekstraksi Skandium dari Bijih Nikel Laterit
Beberapa proyek terkini pengembangan pabrik ekstraksi skandium dari bijih nikel laterit
diantaranya yaitu Nyngan Skandium Project di NSW Australia yang mempunyai target
produksi sekitar 38.000 kg skandium oksida (Sc2O3) per tahun, Sconi Project yang
ditargetkan untuk memproduksi nikel sulfat dan kobalt sulfat masing-masing 8,500 dan
53,300 ton per tahun serta kurang lebih 89 ton skandium oksida di Greenvale Australia
(berdasarkan BFS 2018), dan NORNICO Project di Queensland Australia yang
Gambar 2.8 Grafik adsorption isotherm untuk beberapa resin yang digunakan (Altinsel,
Topkaya, Kaya, & Şentürk, 2018)
Gambar 2.9 Rute proses ekstraksi skandium dari nikel laterit di Nyngan Scandium Project
Nyngan Scandium Project mengekstraksi skandium dari bijih nikel laterit melalui proses
HPAL, pemurnian larutan, presipitasi, dan kalsinasi hingga diperoleh skandium oksida.
Rangkaian kegiatan penelitian diawali dengan preparasi dan karakterisasi sampel bijih
nikel laterit yang diterima dari Pulau Halmahera. Selanjutnya dilakukan serangkaian
percobaan pelindian dengan variasi konsentrasi asam sulfat, waktu pelindian, temperatur,
dan fraksi ukuran bijih. Percobaan dirancang dan dianalisis dengan menggunakan
Metode Taguchi. Digunakan empat buah variabel yang divariasikan pada 3 level yang
berbeda dan dianalisis pengaruh variasi variabel ini terhadap persen ekstraksi logam.
Empat buah variabel tersebut adalah suhu, waktu pelindian, fraksi ukuran bijih dan rasio
massa asam sulfat/bijih. Dari percobaan yang dilakukan ini akan ditentukan kondisi
optimum proses pelindian yang menghasilkan persen ekstraksi logam Sc yang tertinggi
dengan co-ekstraksi Fe yang rendah.
Gambar 3.1 Sampel bijih nikel laterit yang diterima (kiri) dan sampling dengan metode
coning quartering (kanan)
Gambar 3.2 Sampling bijih dengan riffle splitter (kiri) dan penggerusan bijih dengan ball
mill (kanan)
Analisis distribusi ukuran partikel bijih dilakukan dengan analisis ayak. Pengayakan
dilakukan pada sampel bijih yang telah dianalisis kadar airnya. Ukuran bukaan ayakan
yang digunakan untuk analisis ayak, yaitu 20#, 35#, 65#, 80#, 100#, dan 200#. Analisis
mineral dominan dalam sampel bijih dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction
(XRD), sementara analisis komposisi kimia sampel bijih dilakukan dengan menggunakan
X-Ray Fluoroscence (XRF). Karakterisasi dengan XRD dan XRF dilakukan pada sampel
bijih yang diperoleh dari sampling dengan metode riffle splitter sehingga dapat
merepresentasikan keseluruhan sampel bijih yang digunakan pada percobaan.
Variasi
Kode Variabel Percobaan
Level 1 Level 2 Level 3
Konsentrasi Asam Sulfat
A 250 300 350
(kg/ton bijih kering)
B Waktu Pelindian (jam) 1 2 4
C Temperatur (°C) 200 220 240
D Fraksi Ukuran Bijih -65 +100# -100 +150# -150 +200#
Tabel 3.2 Matriks percobaan orthogonal array 4 variabel dan 3 level berdasarkan kaidah
Taguchi
Level Variabel
No. Kode
[H2SO4] (kg/ton- Waktu Temperatur Fraksi Ukuran
Percobaan Sampel
bijih kering) Pelindian (Jam) (°C) Bijih
1 250 1 200 -65+100# IA, IB
2 250 2 220 -100 +150# IIA, IIB
3 250 4 240 -150 +200# IIIA, IIIB
4 300 1 220 -150 +200# IVA, IVB
5 300 2 240 -65 +100# VA, VB
6 300 4 200 -100 +150# VIA, VIB
7 350 1 240 -100 +150# VIIA, VIIB
8 350 2 200 -150 +200# VIIIA, VIIIB
9 350 4 220 -65# +100# IXA, IXB
Diagram alir percobaan secara keseluruhan disajikan pada Gambar 3.3. Foto-foto
aktivitas percobaan pelindian ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Foto percobaan presipitasi besi ditunjukkan pada Gambar 3.5, sementara Gambar 3.6
menunjukkan proses pemisahan filtrat dan presipitat.
Tabel 3.3 Variabel percobaan pelindian presipitat kaya Sc dengan rentang nilai variasi dan variabel
tetap yang digunakan
Percobaan Variabel
Rentang Variasi Variabel Tetap
ke- Percobaan
1. 60 menit Kecepatan pengadukan 400 rpm
Waktu 2. 90 menit Temperatur 75oC
1
Pelindian 3. 120 menit Konsentrasi H2SO4 100 g/L
4. 150 menit Rasio solid-likuid 0,2
1. 35oC Kecepatan pengadukan 400 rpm
2. 55oC Konsentrasi H2SO4 100 g/L
2 Temperatur
3. 75oC Rasio solid-likuid 0,2
4. 95oC Waktu pelindian 90 menit *)
1. 75 g/L Kecepatan pengadukan 400 rpm
Konsentrasi 2. 100 g/L Rasio solid-likuid 0,2
3
H2SO4 3. 125 g/L Waktu pelindian 90 menit *)
4. 150 g/L Temperatur 35oC *)
1. 0,1 Kecepatan pengadukan 400 rpm
Rasio solid- 2. 0,2 Waktu pelindian 90 menit *)
4
likuid 3. 0,3 Temperatur 35oC *)
4. 0,4 Konsentrasi H2SO4 100 g/L *)
Presipitat kaya skandium dan larutan asam sulfat dengan konsentrasi tertentu pertama-
tama ditimbang sesuai dengan rasio padatan-cairan yang digunakan. Selanjutnya, asam
sulfat yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam reaktor gelas yang kemudian
dipanaskan dengan hotplate IKA RCT Basic hingga tercapai target suhu yang ditetapkan.
Tabel 3.4. Variasi percobaan dan rentang nilainya beserta variabel tetap yang digunakan
dalam percobaan ekstraksi
Separatory
funnel Fasa organik
Fasa aqueous
Gambar 3.7 Pemisahan fasa organik (loaded) dan fasa aqueous (raffinate)
Larutan aqueous hasil ekstraksi pelarut kemudian dilakukan analisis menggunakan ICP-
OES di Laboratorium GeoAssay, PT Geoservices, Cikarang, Bekasi. Massa logam terlarut
Larutan uji
Magnetic
stirrer
Hotplate
3.8.1 Hasil Karakterisasi Sampel Bijih Nikel Laterit dari Pulau Halmahera
Hasil karakterisasi sampel bijih meliputi hasil analisis ayak, analisis kadar air, analisis
komposisi kimia dan identifikasi mineral yang dominan dalam bijih. Hasil analisis kadar air
(moisture) ditunjukkan pada Tabel 3.6. Dari data analisis kadar air yang diperoleh, sampel
bijih memiliki rata-rata 41,07% kadar air. Hasil analisis ayak yang dilakukan pada sampel
bijih dengan ayakan berukuran 20#, 35#, 65#, 80#, 100#, dan 200# ditunjukkan pada
Tabel 3.7. Dari data analisis ayak yang diperoleh, fraksi ukuran sampel bijih didominasi
oleh +0,84 mm atau +20#.
Tabel 3.7 Hasil analisis ayak sampel bijih nikel laterit dari Pulau Halmahera
Fraksi Ukuran Massa
Fraksi Ukuran (mm) % tertampung
(mesh) (gram)
+0,841 +20 371,5 32,46
-0,841 +0,42 -20 +35 185,6 16,22
-0,42 +0,21 -35 +65 160,3 14,00
-0,21 +0,177 -65 +80 69,2 6,05
-0,177 +0,149 -80 +100 42 3,67
-0,149 +0,074 -100 +200 148,1 12,94
-0,074 -200 167,9 14,67
Total 1144,6 100
Analisis mineral dominan dan komposisi kimia pada sampel bijih nikel laterit dari Pulau
Halmahera dilakukan menggunakan XRD dan XRF di Laboratorium Pusat Survei Geologi,
Bandung. Hasil identifikasi mineral dominan pada sampel menggunakan XRD ditunjukkan
pada Gambar 3.10. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa mineral dominan yang
terdapat pada sampel bijih nikel laterit Halmahera adalah goethite, gibbsite, dan
cryptohalite.
Hasil analisis komposisi kimia sampel bijih nikel laterit Halmahera menggunakan XRF
ditunjukkan pada Tabel 3.8. Hasil analisis komposisi kimia menggunakan XRF
menunjukkan bahwa unsur dominan yang terdapat dalam sampel bijih adalah besi,
aluminium, kromium, dan nikel. Sampel bijih nikel laterit Halmahera memiliki kadar nikel
1,48%, kobalt 0,132%, besi 44,37%, dan MgO 0,421%. Hasil identifikasi mineral dominan
dan analisis komposisi kimia menunjukkan bahwa sampel yang digunakan pada
penelitian ini merupakan bijih tipe limonit dengan mineral dominan goethite. Hasil analisis
XRF sampel bijih dari Halmahera menunjukkan kadar skandium dalam bijih sebesar
0,0072% atau 72 ppm.
Gambar 3.10 Hasil analisis XRD sampel bijih nikel laterit Halmahera
Tabel 3.11. Volume larutan hasil pelindian dan berat residu pelindian
Kode Sampel Volume Larutan Pelindian (mL) Berat Residu (gram)
IA 385 126
IB 510 133
IIA 435 91
IIB 425 119
IIIA 450 119
IIIB 450 116
IVA 405 114
IVB 435 120
VA 445 103
VB 460 105
VIA 420 128
VIB 470 123
VIIA 470 121
VIIB 475 114
VIIIA 405 125
VIIIB 425 118
IXA 460 116
IXB 460 112
Dilakukan perhitungan persen ekstraksi Sc dan Fe yang didapat dari masing-masing
percobaan berdasarkan perhitungan massa Sc dan Fe terlarut dalam larutan hasil
pelindian dan residu pelindian untuk setiap percobaan. Hasil perhitungan ekstraksi untuk
masing-masing variasi percobaan ditunjukkan pada Tabel 3.12.
Pada percobaan ini diinginkan untuk memperoleh persen ekstraksi skandium pada proses
pelindian yang setinggi mungkin, sehingga dengan menggunakan metode Taguchi dapat
dihitung nilai parameter S/N “larger the better” dengan menggunakan formula sebagai
berikut:
Tabel 3.14 Perhitungan parameter S/N Larger the Better untuk menentukan kondisi
optimum pada proses ekstraksi Sc
Response Calculation
Percobaan S/N larger-the
%Ex Sc 1 %Ex Sc 2 Mean Variance S/N
better
1 54.32 53.77 54.05 0.15 34.655 34.655
2 75.54 72.34 73.94 5.11 37.371 37.371
3 87.84 87.08 87.46 0.29 38.836 38.836
4 82.24 87.49 84.86 13.79 38.562 38.562
5 88.37 91.92 90.15 6.32 39.094 39.094
6 82.25 91.33 86.79 41.20 38.734 38.734
7 90.37 90.73 90.55 0.07 39.138 39.138
8 68.78 70.97 69.87 2.39 36.883 36.883
9 87.62 89.37 88.50 1.54 38.937 38.937
Average S/N 38.023
Tabel 3.15. Hasil perhitungan parameter S/N larger the better rata-rata
Variasi Percobaan S/N LB Persen ekstraksi rata-rata Sc
[H2SO4] 250 kg/ton 36.954 71.81
[H2SO4] 300 kg/ton 38.796 87.27
[H2SO4] 350 kg/ton 38.319 82.97
Waktu 1 jam 37.452 76.49
Waktu 2 jam 37.783 77.99
Waktu 4 jam 38.836 87.581
200 °C 36.757 70.237
220 °C 38.290 82.433
240 °C 39.022 89.385
-65 +100# 37.562 77.564
-100 +150# 38.414 83.760
-150 +200# 38.093 80.731
Dari hasil perhitungan pada Tabel 3.15, dapat dibuat grafik untuk menentukan kondisi
optimum ekstraksi Sc seperti ditunjukkan pada Gambar 3.11. Kondisi optimum percobaan
adalah pada titik tertinggi nilai rata-rata S/N untuk setiap variasi percobaan.
39,500
39,000
Mean of S/N Ratios
38,500
38,000
37,500
37,000
36,500
36,000
35,500
Gambar 3.11 Kondisi Optimum Ekstraksi Sc hasil analisis berdasarkan nilai parameter
rasio S/N
Dari grafik pada Gambar 3.6, dapat dilihat bahwa kondisi optimum untuk pelindian
skandium dari bijih nikel laterit agar diperoleh persen ekstraksi skandium paling tinggi
Tabel 3.20. Persen ekstraksi Sc, Ni, Co, Fe, dan Al pada variasi waktu pelindian
Waktu Pelindian Persen Ekstraksi (%)
(menit) Sc Ni Co Fe Al
60 98,00 99,63 99,63 94,68 99,45
90 98,25 99,69 99,70 94,24 99,60
120 98,12 99,69 99,70 92,50 99,55
150 98,19 99,55 99,66 89,80 99,40
Berdasarkan hasil percobaan yang disajikan pada Tabel 3.6, maka kondisi terbaik dengan
persen ekstraksi skandium paling tinggi dan persen ekstraksi nikel, kobalt, besi, serta
aluminium yang paling rendah, diperoleh pada waktu pelindian 90 menit. Oleh karena itu,
percobaan variasi selanjutnya dilakukan pada waktu pelindian selama 90 menit.
Tabel 3.21. Persen ekstraksi Sc, Ni, Co, Fe, dan Al pada variasi suhu pelindian
Suhu Pelindian Persen Ekstraksi (%)
o
( C) Sc Ni Co Fe Al
35 98,61 83,75 93,93 81,29 91,64
55 98,00 95,02 95,89 86,69 97,14
75 98,25 99,69 99,70 94,24 99,60
95 98,10 99,72 99,75 94,25 99,65
Tabel 3.22. Persen ekstraksi Sc, Ni, Co, Fe, dan Al pada variasi konsentrasi H2SO4
Konsentrasi H2SO4 Persen Ekstraksi (%)
(g/L) Sc Ni Co Fe Al
75 98,30 80,99 95,13 84,81 90,04
100 98,61 83,75 93,93 81,29 91,64
125 98,53 90,14 96,21 92,01 95,00
150 98,51 93,60 97,57 95,87 96,48
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada Tabel 3.8, maka konsentrasi H2SO4 terbaik
dengan persen ekstraksi skandium paling tinggi dan persen ekstraksi nikel, kobalt, besi,
serta aluminium serendah-rendahnya, diperoleh pada konsentrasi asam sulfat 100 g/L.
Oleh karena itu, percobaan variasi selanjutnya dilakukan dengan waktu pelindian 90
menit, suhu 35oC dan konsentrasi asam sulfat 100 g/L.
Tabel 3.23. Persen ekstraksi Sc, Ni, Co, Fe, dan Al pada variasi rasio solid-likuid
Rasio Solid-Likuid Persen Ekstraksi (%)
(g/mL) Sc Ni Co Fe Al
0,1 98,69 85,86 96,08 90,09 92,35
0,2 98,61 83,75 93,93 81,29 91,64
0,3 80,92 55,62 79,90 16,10 64,70
0,4 58,92 42,32 66,21 13,33 44,53
Tabel 3.24. Hasil percobaan ekstraksi pelarut tahap ekstraksi dengan variasi konsentrasi
D2EHPA pada nisbah fasa O/A 1/1, pH 0,6, dan waktu 10 menit
Konsentrasi
%ESc DSc %EFe DFe βSc-Fe %EAl %ENi %ECo
D2EHPA (v/v)
5% 99,68 311,20 35,17 0,54 573,66 9,36 11,71 11,81
7% >99,68 >311,20 41,57 0,71 437,41 10,53 11,73 12,39
9% >99,68 >311,20 43,21 0,76 409,07 11,70 11,23 11,59
11% >99,68 >311,20 50,99 1,08 309,14 10,93 11,40 11,54
Tabel 3.26. Hasil percobaan ekstraksi pelarut tahap ekstraksi dengan variasi pH pada
konsentrasi D2EHPA 5%, nisbah O/A 1/1, dan waktu 10 menit
pH %ESc DSc %EFe DFe βSc-Fe %EAl %ENi %ECo
0,6 99.68 311.20 35.17 0.54 573.66 9.36 11.71 11.81
1 >99.68 >311.20 43.96 0.78 396.71 22.34 37.91 35.70
1,5 >99.68 >311.20 46.58 0.87 357.17 20.97 37.53 35.15
2 >99.68 >311.20 77.88 4.06 91.86 42.67 54.23 52.06
Tabel 3.27. Hasil percobaan ekstraksi pelarut tahap ekstraksi dengan variasi waktu pada
konsentrasi D2EHPA 5%, nisbah O/A 1/1, dan pH 0,6.
Waktu
%ESc DSc %EFe DFe βSc-Fe %EAl %ENi %ECo
(menit)
5 >99.68 >311.20 39.51 0.66 479.49 35.40 42.94 37.82
10 99.68 311.20 35.17 0.54 573.66 9.36 11.71 11.81
15 >99.68 >311.20 46.51 0.87 359.79 33.45 40.87 35.84
20 >99.68 >311.20 47.82 0.92 339.55 32.26 40.27 36.15
Larutan organik yang mengandung Sc dengan konsentrasi optimum diperoleh dari tahap
ekstraksi pada kondisi percobaan menggunakan D2EHPA 5% pada nisbah O/A 1/1, pH
0,6, dan waktu kontak 10 menit. Selanjutnya, dilakukan percobaan stripping dengan
variabel temperatur ruangan (25+1C) dan konsentrasi stripping agent (NaOH) 2M pada
berbagai variasi nisbah fasa. Hasil percobaan ditunjukkan pada Tabel 3.29.
Tabel 3.29. Hasil percobaan ekstraksi pelarut tahap stripping dengan variasi nisbah O/A
pada temperatur ruang dan konsentrasi NaOH 2M
Nisbah
%SSc D’Sc %SFe D’Fe βSc-Fe %SAl %SNi %SCo
O/A (v/v)
1/5 55.96 0.26 67.30 0.41 0.69 15.13 0.53 1.38
3/5 68.23 1.29 92.94 9.31 0.55 13.33 0.08 0.55
1/1 59.67 1.49 99.68 -4.91 0.23 13.54 0.04 0.31
2/1 53.38 2.29 112.38 -19.68 0.10 7.49 0.01 0.10
Hasil percobaan stripping sebelumnya dengan variasi nisbah fasa yang mampu
menghasilkan larutan strip Sc paling optimal adalah pada O/A 3/5, sehingga pada
Tabel 3.30. Hasil percobaan ekstraksi pelarut tahap stripping dengan variasi temperatur
pada nisbah O/A 3/5 dan konsentrasi NaOH 2M
Temperatur
%SSc D’Sc %SFe D’Fe βSc-Fe %SAl %SNi %SCo
(oC)
25 31.64 0.28 48.79 0.57 0.49 6.75 0.09 0.72
40 62.81 1.02 90.46 7.03 0.19 6.40 0.09 0.72
55 51.02 0.63 73.28 1.66 0.38 7.56 0.09 0.72
70 56.45 0.80 90.46 385.28 0.12 7.52 0.09 0.72
Pada Bab IV ini akan dibahas hasil-hasil percobaan yang telah diperoleh mulai dari hasil
karakterisasi sampel bijih, hasil-hasil percobaan pelindian, presipitasi besi 2 tahap, re-
leaching presipitat dari presipitasi tahap 2, ekstraksi pelarut dan sintesis produk Sc2O3.
100%
Kontribusi variabel
80%
60%
44,9%
40% 30,4%
17,3%
20%
4,6% 2,8%
0%
[H2SO4] Waktu Temperatur Fraksi Ukuran Error
(kg/ton) Pelindian (°C) Bijih
(Jam)
Variabel
Gambar 4.1 Kontribusi pengaruh tiap variabel terhadap persen ekstraksi skandium
100%
90%
80%
Kontribusi variabel
70%
60%
50% 38,1%
40%
30% 19,3%
20% 13,7% 15,5% 13,4%
10%
0%
[H2SO4] (kg/ton) Waktu Pelindian Temperatur (°C) Fraksi Ukuran Error
(Jam) Bijih
Variabel
Gambar 4.2 Kontribusi pengaruh tiap variabel terhadap persen ekstraksi besi
Pada variasi rasio massa asam sulfat/bijih, pengaruh peningkatan massa asam/bijih
tertinggi didapatkan pada kenaikan penambahan asam dari 250 kg/ton menjadi 300
kg/ton-bijih kering. Hasil ini berbeda dengan hasil percobaan yang dilaporkan oleh Serif
Kaya dan Top Kaya (2016). Pada percobaan Serif Kaya dan Top Kaya (2016) rasio
massa asam sulfat/bijih optimum yang diperoleh adalah 260 kg/ton. Perbedaan ini tidak
signifikan dan dapat terjadi karena perbedaan komposisi kimia bijih yang digunakan
dimana bijih dari Pulau Halmahera mempunyai kandungan unsur-unsur pengotor yang
relatif lebih tinggi. Sebagaimana dapat diihat pada hasil analisis XRF, kandungan Al2O3
pada sampel bijih nikel laterit dari Pulau Halmahera yang relative tinggi yaitu sebesar
8,91%, sementara sampel bijih nikel laterit yang digunakan pada penelitian Serif Kaya
dan Top Kaya (2016) mengandung Al2O3 3,61%. Kandungan alumina dalam bijih ikut
mengkonsumsi asam dan meningkatkan kebutuhan asam sulfat untuk pelindian.
Berdasarkan grafik S/N lager the better maupun smaller the better, pengaruh waktu
pelindian dan suhu operasi mengalami peningkatan yang signifikan pada peningkatan
waktu pelindian dari 1 jam hingga 4 jam dan pada peningkatan suhu dari 200oC hingga
240oC. Fraksi ukuran bijih juga berpengaruh signifikan terhadap persen ekstraksi
skandium yang diperoleh. Fraksi ukuran bijih yang optimum diperoleh fraksi ukuran -100 +
150#. Peningkatan persen ekstraksi Sc dengan semakin halusnya ukuran bijih karena
semakin luasnya permukaan kontak antara bijih dengan asam sulfat sehingga jumlah
skandium yang larut lebih banyak dengan waktu pelindian yang sama. Namun demikian,
jika fraksi ukuran bijih terlalu halus maka pengotor-pengotor yang terdapat pada bijih juga
akan lebih mudah terlindi sehingga meningkatkan konsumsi asam dan menurunkan
selektivitas ekstraksi skandium. Pada kondisi rasio massa asam/bijih kering yang sama,
persen ekstraksi skandium dapat lebih rendah pada fraksi ukuran yang semakin halus
karena asam lebih banyak dikonsumsi oleh pelarutan mineral-mineral pengotor.
Dilakukan percobaan ulang pada kondisi optimum, dimana persen ekstraksi skandium
dan besi yang diperoleh berturut-turut adalah 91,35% dan 0,09%. Hasil dari percobaan
pada kondisi optimum ini kemudian dibandingkan dengan hasil percobaan dengan pada
Matriks Taguchi dimana persen ekstraksi rata-rata Sc dan Fe yang diperoleh masing-
masing 90,55% dan 0,24%. Nilai persen ekstraksi skandium dan besi dari percobaan
pada kondisi optimum dengan hasil percobaan dari matriks Taguchi ini tidak jauh
%Eks Fe
%Eks Sc
88,0
0,30
87,0
0,25
86,0
0,20
85,0 0,15
84,0 84,71
0,10
0,09
83,0 83,38 0,05
82,0 0,00
1 2 3 4
Waktu Pelindian (jam)
%eks Sc %eks Fe
Gambar 4.3 Pengaruh variasi waktu pelindian terhadap persen ekstraksi skandium dan
besi (suhu 240oC, rasio asam sulfat/bijih 300 kg/ton, fraksi ukuran bijih -100+150#)
100,0 1,60
91,35 91,24
90,0 1,40
80,0
83,81 1,20
70,0
67,09 1,36 1,00
% Eks Sc
%Eks Fe
60,0
50,0 0,80
40,0 0,60
30,0
0,40
20,0 0,29
0,09 0,20
10,0 0,04
0,0 0,00
250 300 350 400
Rasio massa asam/bijih (kg/ton bijih kering)
%eks Sc %eks Fe
Gambar 4.4 Pengaruh variasi rasio massa asam sulfat/bijih terhadap persen ekstraksi
skandium dan besi (suhu 240oC, waktu 4 jam, fraksi ukuran bijih -100+150#)
%Eks Fe
80,0 1,20
%Eks Sc
70,0 0,80
Gambar 4.5 Pengaruh variasi suhu pelindian terhadap persen ekstraksi skandium dan
besi (rasio asam sulfat/bijih 300 kg/ton, waktu 4 jam, fraksi ukuran bijih -100+150#)
Berdasarkan hasil percobaan yang disajikan pada Gambar 4.3, peningkatan waktu
pelindian dalam rentang 1-4 jam cenderung meningkatkan persen ekstraksi skandium
secara linear. Semakin tinggi waktu pelindian yang dilakukan, maka semakin tinggi
skandium yang terlarut di larutan hasil pelindian. Hal ini berbeda dengan perilaku besi,
dimana persen ekstraksi besi cenderung mengalami peningkatan mulai dari jam ke-1
hingga jam ke-3, tetapi kemudian mengalami penurunan secara signifikan ketika telah
mencapai jam ke-4. Hal ini karena berdasarkan studi literatur dan juga analisis XRD
residu pelindian, besi terlarut akan terpresipitasi menjadi hematit pada suhu >200oC.
Berdasarkan hasil percobaan yang disajikan pada Gambar 4.4, persen ekstraksi
skandium mengalami peningkatan dengan naiknya rasio massa asam/bijih kering dari 150
ke 300 kg/ton, namun mengalami penurunan pada peningkatan rasio massa asam/bijih
kering menjadi 350kg/ton dan mengalami peningkatan kembali pada peningkatan rasio
massa asam/bijih kering menjadi 400 kg/ton. Sementara itu, persen ekstraksi besi
meningkat secara linier dengan naiknya rasio massa asam/bijih kering dari 150 ke 400
kg/ton. Kecenderungan persen ekstraksi besi terhadap peningkatan rasio massa
asam/bijih kering ini sejalan dengan hasil percobaan dari matriks Taguchi.
Berdasarkan hasil percobaan yang disajikan pada Gambar 4.5, suhu pelindian
mempunyai pengaruh yang berlawanan terhadap persen ekstraksi skandium dan besi.
Untuk skandium, naiknya suhu pelindian dari 200oC hingga 240oC cenderung
Gambar 4.6 Hasil analisis residu pelindian pada kondisi optimum (suhu 240oC, rasio
massa asam/bijih 300 kg/ton, waktu 4 jam, fraksi ukuran bijih -100+150#)
Proses presipitasi besi untuk memurnikan PLS dilakukan dalam 2 tahap. Pada tahap
pertama, presipitasi dilakukan pada pH 2,75 dan suhu 90oC selama 120 menit.
Pengaturan pH presipitasi dilakukan dengan penambahan slurry Ca(OH)2 (25% b/v).
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengendapkan besi sebanyak mungkin. Besi dapat
diendapkan pada pH yang lebih rendah karena berada dalam bentuk Fe3+ yang terlarut
dari mineral FeOOH (goethite), tanpa ikut mengendapkan skandium, nikel, dan kobalt
terlarut secara signifikan. Diharapkan sebagian aluminium juga diendapkan. Persen
presipitasi masing-masing logam pada presipitasi besi tahap 1 disajikan pada Gambar
4.7.
Pada kondisi prespitasi tersebut, kebutuhan reagen Ca(OH)2 adalah 71,88 mL/L atau
17,97 g/L dan berat presipitat yang dihasilkan sebesar 31,6 g/L. Proses presipitasi besi
tahap I mampu menghasilkan larutan dengan konsentrasi besi yang terlarut hanya sekitar
66 ppm. Konsentrasi besi ini cukup rendah bila dibandingkan dengan penelitian Kaya,
dkk. (2017) yang mencapai 227 ppm. Adapun komposisi larutan hasil presipitasi tahap 1
secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.19 (Bab III). Presipitat yang dihasilkan
mempunyai warna kekuningan yang mengindikasikan adanya kandungan besi yang
dominan. Meningkatnya konsentrasi kalsium disebabkan karena adanya penambahan
reagen Ca(OH)2 sebagai pengatur pH. Gambar 4.8 menunjukkan hasil presipitat dari
proses presipitasi besi tahap 1.
(a) (b)
Presipitat yang diperoleh sebagian besar mengendap dengan cepat, tetapi di dalam
larutan masih terdapat padatan dengan ukuran yang sangat halus yang akhirnya
Gambar 4.9 Persen presipitasi logam dari proses presipitasi besi tahap 2
Dari hasil percobaan yang disajikan pada Gambar 4.9, terlihat bahwa presipitasi besi
tahap 2 memberikan persen presipitasi yang tinggi untuk skandium dan besi yaitu masing-
masing sebesar 99,81% dan 88,32%. Selain itu, tahap ini juga mempresipitasi aluminium
hingga 99,88%. Persen presipitasi Fe, Sc dan Al yang semuanya tinggi mengindikasikan
bahwa ketiga logam ini mempunyai sifat kelarutan yang mirip dan cenderung berada
Secara termodinamika, nikel dan kobalt akan mulai mengendap pada pH 7. Namun, pada
kenyataannya terdapat nikel dan kobalt yang terpresipitasi pada pH kurang dari 7.
Hilangnya nikel dalam presipitat dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu adsorpsi atau
ko-presipitasi, melalui ikatan fisik atau ikatan kimia. Carvalho-E-Silva (2003)
mengembangkan model adsorbsi nikel pada goethite. Teradsorbsinya nikel ke dalam
struktur goethite diawali dengan adanya substitusi ion Fe3+ untuk Ni2+. Adanya substitusi
ini mengakibatkan ketidakseimbangan muatan. Oleh karena itu, untuk mengkompensasi
ketidakseimbangan muatan tersebut, substitusi Ni terjadi dengan disertai hidroksilasi,
yaitu transformasi dari O2- menjadi OH-, yang mengubah oktahedron FeO3(OH)3 menjadi
NiO2(OH)4.
Adapun menurut Zhu (2010), dengan mempertimbangkan pH presipitasi nikel dan kobalt
yang relatif tinggi dibandingkan dengan logam lain seperti besi, aluminium, kromium dan
tembaga, maka diasumsikan bahwa nikel dan kobalt yang mengendap kemungkinan
terjadi melalui ko-presipitasi dalam bentuk hidroksida atau melalui adsorpsi dalam bentuk
sulfatnya. Hal ini karena pH ko-presipitasi jauh lebih rendah daripada pH pengendapan
logam tunggal dalam larutan. Proses ko-presipitasi meningkat dengan meningkatnya pH
larutan dan meningkatnya konsentrasi logam pengotor. Selain itu, semakin lama proses
presipitasi maka semakin bertambah nikel dan kobalt yang terendapkan. Untuk
meminimalkan nikel dan kobalt yang ikut mengendap, pH larutan harus benar-benar
dijaga pada level yang tidak melebihi level tertentu dan mengupayakan pengendapan Sc
dapat dilakukan pada pH yang lebih rendah dari 4,75.
Kadar skandium yang dihasilkan dalam presipitat pada tahap ini mencapai 241 ppm, naik
sekitar 3x lipat dibandingkan kadar awalnya dalam bijih. Komposisi masing-masing logam
di dalam presipitat maupun larutan hasil presipitasi telah disajikan pada Tabel 3.19 di Bab
III. Presipitasi besi tahap 2 pada percobaan ini membutuhkan Ca(OH)2 sebanyak 123,13
mL/L atau 15,39 g/L dan menghasilkan presipitat sebanyak 62,06 g/L. Presipitat besi
tahap 2 yang dihasilkan berwarna coklat (Gambar 4.10). Tidak seperti pada tahap I,
presipitat yang diperoleh pada tahap II lebih cepat mengendap, mudah difiltrasi, dan tidak
terbentuk suspensi.
LAPORAN AKHIR STUDI EKSTRAKSI SKANDIUM DARI BIJIH LIMONIT Halaman 61
(a) (b)
Hasil analisis XRD dari presipitasi besi tahap 2 disajikan pada Gambar 4.11. Berdasarkan
hasil analisis XRD dari presipitat besi tahap 2, terindentifikasi senyawa utama dalam
presipitat adalah gipsum (CaSO4.2H2O). Selain itu, terdapat goethite (α-FeOOH), hematit
(Fe2O3), dan katoite (Ca3Al2(OH)12) meskipun dalam intensitas yang lebih rendah. Gipsum
terbentuk karena adanya reaksi antara Ca(OH)2 sebagai reagen penetralisasi dengan ion
SO42- yang terdapat dalam larutan awal. Besi yang sebagian besar dalam bentuk
Fe3+mengendap sebagai goethite dan hematit dari filtrat karena adanya penambahan
slurry Ca(OH)2. Reaksi yang mungkin terjadi pada proses presipitasi besi mengikuti
Persamaan (4-4) dan (4-5) sebegai berikut:
3Ca(OH)2(s) + Fe2(SO4)3(aq) + 4H2O → 3CaSO4.2H2O(s) + 2FeOOH(s) (4-4)
3Ca(OH)2(s) + Fe2(SO4)3(aq) + 3H2O → 3CaSO4.2H2O(s) + Fe2O3(s) (4-5)
Gambar 4.11 Hasil analisis XRD presipitat dari proses presipitasi besi tahap 2
Gambar 4.12 Persen ekstraksi Sc sebagai fungsi waktu pelindian (suhu 75oC, konsentrasi
H2SO4 100 g/L, dan rasio solid-likuid 0,2 g/mL)
Gambar 4.13 Persen ekstraksi Sc pada variasi suhu pelindian (konsentrasi H2SO4 100 g/L
dan rasio solid-likuid 0,2 g/mL selama 90 menit)
Gambar 4.15 Persen ekstraksi Sc pada variasi rasio solid-likuid suhu 35oC dan
konsentrasi H2SO4 100 g/L selama 90 menit
Hubungan antara waktu pelindian dengan persen ekstraksi logam pengotor dari pelindian
presipitat kaya skandium pada suhu 75oC, konsentrasi H2SO4 100 g/L, dan rasio solid-
likuid 0,2 dapat dilihat pada Gambar 4.16. Terlihat bahwa persen ekstraksi nikel, kobalt,
dan aluminium cenderung tidak berubah signifikan meskipun waktu pelindian semakin
lama. Sementara itu, persen ekstraksi besi menjadi semakin rendah ketika waktu
pelindian semakin lama. Kenaikan persen ekstraksi nikel, kobalt, dan aluminium karena
waktu kontak antara reagen H2SO4 dengan partikel presipitat semakin lama sehingga
logam yang terlarut menjadi lebih banyak. Sementara itu, penurunan persen ekstraksi
besi terjadi karena adanya proses pengendapan kembali ion besi yang telah larut.
Gambar 4.16 Persen ekstraksi Ni, Co, Fe, dan Al pada variasi waktu pelindian (suhu
75oC, konsentrasi H2SO4 100 g/L, dan rasio solid-likuid 0,2)
Profil persen ekstraksi logam pengotor terhadap suhu pelindian presipitat kaya skandium
dengan konsentrasi H2SO4 100 g/L dan rasio solid-likuid 0,2 g/mL selama 90 menit
ditunjukkan pada Gambar 4.17. Dapat dilihat bahwa masing-masing logam pengotor
cenderung mengalami kenaikan persen ekstraksi pada suhu yang semakin tinggi. Pada
Gambar 4.17 Persen ekstraksi Ni, Co, Fe, dan Al pada variasi suhu pelindian (H2SO4 100
g/L dan rasio solid-likuid 0,2 g/mL selama 90 menit)
Profil persen ekstraksi logam pengotor terhadap rasio solid-likuid dari pelindian presipitat
kaya skandium pada suhu 35oC dan konsentrasi H2SO4 100 g/L selama 90 menit
ditampilkan pada Gambar 4.19. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai rasio solid-likuid,
semakin rendah persen ekstraksi nikel, kobalt, besi, maupun aluminium. Pada rasio solid-
likuid yang semakin tinggi, jumlah ion H+ yang bebas semakin sedikit sehingga semakin
sulit untuk melarutkan logam dalam presipitat karena adanya penurunan laju perpindahan
massa pada antarmuka padatan dan cairan.
Gambar 4.19 Persen ekstraksi Ni, Co, Fe, dan Al pada variasi rasio solid-likuid (suhu
35oC dan konsentrasi H2SO4 100 g/L selama 90 menit)
Tabel 4.1 Konsentrasi logam-logam terlarut pada PLS hasil re-leaching presipitat dari
proses presipitasi besi tahap 2
100
90 Sc
80 Fe
70
Ni
% Ekstraksi
60
50 Co
40 Al
30
20
10
0
3% 5% 7% 9% 11% 13%
[D2EHPA] v/v
Gambar 4.20 Profil persen ekstraksi logam sebagai fungsi konsentrasi ekstraktan
(D2EHPA)
Adanya kenaikan persen ekstraksi skandium dan besi dari konsentrasi D2EHPA 5% ke
11% disebabkan oleh jumlah ekstraktan yang bertambah seiring dengan peningkatan
konsentrasinya, sehingga jumlah ion hidrogen yang dapat bertukar posisi dengan ion
skandium, besi, dan pengotor lain juga meningkat. Berdasarkan aspek termodinamika,
diagram fraksi mol ion yang mengandung skandium pada konsentrasi Sc3+ 0,001 M Pada
pH 0,6, Sc(SO4)+ adalah senyawa skandium yang paling dominan terlihat pada sistem ini.
Sementara itu, D2EHPA sebagai ekstraktan asam hadir dalam bentuk H2L2. Oleh karena
itu, mekanisme ekstraksi yang terjadi adalah pertukaran kation dengan persamaan reaksi
yang mungkin terbentuk adalah sebagai berikut:
Pada proses ekstraksi pelarut, tidak saja ekstraksi skandium yang dipentingkan, namun
juga perlu ditinjau faktor pemisahan antara skandium dengan logam pengotornya.
Hubungan antara konsentrasi D2EHPA dengan faktor pemisahan logam-logam dalam
ekstraksi pelarut ditunjukkan oleh Gambar 4.21. Dapat dilihat bahwa seiring dengan
kenaikan konsentrasi ekstraktan, secara garis besar faktor pemisahan skandium dengan
logam pengotor juga menurun. Penurunan ini terutama terjadi pada logam trivalent seperti
Fe3+ dan Al3+ yang cenderung ikut terekstraksi karena valensinya sama dengan Sc (Sc3+).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, kondisi optimum konsentrasi D2EHPA
3.200
Sc-Fe
2.700
Sc-Ni
Faktor Pemisahan
2.200 Sc-Co
Sc-Al
1.700
1.200
700
200
3% 5% 7% 9% 11% 13%
[D2EHPA] v/v
Gambar 4.21 Profil persen ekstraksi logam sebagai fungsi konsentrasi ekstraktan
(D2EHPA)
Secara umum, persen ekstraksi logam umumnya mengalami peningkatan seiring dengan
naiknya nisbah O/A. Hal ini dapat terjadi karena pada volume larutan aqueous yang
sama, sistem dengan nilai O/A lebih tinggi akan memiliki volume larutan organik yang
lebih besar. Pada nisbah O/A 1/1, terlihat bahwa persen ekstraksi Ni, Co, dan Al
mengalami penurunan.
Hubungan antara nisbah O/A dengan faktor pemisahan logam-logam dalam ekstraksi
pelarut ditunjukkan oleh Gambar 4.23. Faktor pemisahan tertinggi baik dari βSc-Al, βSc-Ni,
dan βSc-Co didapatkan pada nisbah O/A 1/1. Untuk βSc-Fe, nilai tertinggi memang
didapatkan pada nisbah O/A 1/10, namun dengan pertimbangan bahwa konsentrasi Fe
yang ikut terekstraksi pada larutan organik di O/A 1/1 dan 1/10 berturut turut adalah 234
ppm dan 116 ppm, sedangkan konsentrasi Ni di larutan organik pada O/A yang sama
berturut turut adalah 489 ppm dan 1284 ppm, maka dipilih kondisi optimum ekstraksi
pelarut pada nisbah O/A 1/1. Konsentrasi logam yang terekstraksi di O/A 1/1 cenderung
lebih kecil, juga konsentrasi besi yang tinggi di larutan organik nanti dapat dikurangi
dengan proses scrubbing setelah ekstraksi pelarut.
3.500
Sc-Fe
3.000
Sc-Ni
Faktor Pemisahan
2.500
Sc-Co
2.000
Sc-Al
1.500
1.000
500
0
0 1/5 2/5 3/5 4/5 1
Nisbah O/A
Gambar 4.23 Profil faktor pemisahan logam Sc dengan Fe, Ni, Co dan Al sebagai fungsi
nisbah O/A (konsentrasi D2EHPA 5%, pH larutan aqueous 0,6, dan waktu kontak 10
menit)
100
Sc
90
Fe
80
Ni
70
% Ekstraksi
Co
60
Al
50
40
30
20
10
0
0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0
pH
Gambar 4.24 Profil persen ekstraksi logam sebagai fungsi pH (konsentrasi D2EHPA 5%,
nisbah O/A 1/1, dan waktu kontak 10 menit)
Hal tersebut dapat dijelaskan dengan meninjau mekanisme ekstraksi dari D2EHPA.
D2EHPA adalah ekstraktan asam yang memiliki mekanisme ekstraksi yang melibatkan
pertukaran kation, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan berikut ini:
Penentuan kondisi optimum untuk variabel pH ditinjau dari nilai pH yang menghasilkan
persen ekstraksi skandium tertinggi dan ko-ekstraksi logam pengotor yang paling rendah.
Apabila ko-ekstraksi logam kecil, maka pemisahan akan semakin mudah dilakukan.
3.500
Sc-Fe
3.000 Sc-Ni
Sc-Co
Faktor Pemisahan
2.500
Sc-Al
2.000
1.500
1.000
500
0
0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0
pH
Gambar 4.25 Profil faktor pemisahan logam sebagai fungsi pH (konsentrasi D2EHPA 5%,
nisbah O/A 1/1, dan waktu kontak 10 menit)
Persen ekstraksi skandium yang konstan pada berbagai waktu kontak menunjukkan
bahwa pada waktu 5 menit, reaksi antara skandium dan ekstraktan telah mencapai
kesetimbangan, sehingga penambahan waktu tidak mempengaruhi persen ekstraksi
secara signifikan. Penentuan kondisi optimum dapat dilihat dari faktor pemisahan antara
skandium dan logam lain. Hubungan antara waktu kontak dengan faktor pemisahan
logam-logam dalam ekstraksi pelarut ditunjukkan oleh Gambar 4.27. Harga βSc-Al, βSc-Ni,
βSc-Co, dan βSc-Fe yang paling tinggi didapatkan pada proses ekstraksi pelarut dengan
waktu kontak 10 menit, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemisahan skandium dan
LAPORAN AKHIR STUDI EKSTRAKSI SKANDIUM DARI BIJIH LIMONIT Halaman 74
logam tersebut akan lebih mudah. Dengan pertimbangan lain bahwa persen ekstraksi
skandium konstan dan persen ekstraksi logam pengotor dibutuhkan sekecil mungkin,
maka kondisi optimum ekstraksi pelarut variabel waktu kontak dipilih pada waktu 10
menit.
100
Sc
90
Fe
80
Ni
70
Co
% Ekstraksi
60
Al
50
40
30
20
10
0
5 10 15 20
Waktu (menit)
Gambar 4.26 Profil persen ekstraksi logam sebagai fungsi waktu (nisbah O/A 1/1, pH
awal larutan aqueous 0,6,)
3.500
Sc-Fe
3.000 Sc-Ni
Sc-Co
Faktor Pemisahan
2.500
Sc-Al
2.000
1.500
1.000
500
0
5 10 15 20
Waktu (menit)
Gambar 4.27 Profil faktor pemisahan logam sebagai fungsi waktu (nisbah O/A 1/1, pH
awal larutan aqueous 0,6,)
Secara umum, persen stripping dalam logam akan meningkat seiring dengan turunnya
nilai O/A. Pada volume aqueous yang sama, sistem dengan nilai O/A yang tinggi akan
memiliki volume loaded organic yang lebih besar. Volume loaded organic yang besar ini
menjadikan jumlah logam dalam larutan organik akan semakin banyak, sehingga jumlah
logam yang ter-stripping juga akan meningkat. Perilaku logam nikel, kobalt, dan
aluminium sesuai dengan teori ini, namun pada logam besi, persen ekstraksinya menurun
dengan menurunnya nilai O/A. Hal ini dapat terjadi karena pada O/A 2/1, besi telah
mengalami kejenuhan sehingga penambahan lebih jauh stripping agent dapat
mengurangi persen stripping. Hal yang sama terjadi pada skandium pada nisbah O/A 1/5.
Kondisi optimum proses stripping dengan variasi nisbah O/A dipilih pada nilai O/A 3/5.
Persen stripping Sc pada O/A ini adalah yang paling besar, walaupun ko-ekstraksi besi
juga cukup tinggi. Selain itu, pertimbangan lain untuk memilih kondisi optimum di nisbah
O/A 3/5 adalah volume stripping agent yang masih dalam batas. Apabila volume stripping
agent terlalu besar, konsentrasi logam dalam mg/L menjadi semakin kecil. Oleh karena
itu, ditetapkan nisbah O/A 3/5 sebagai kondisi optimum stripping variabel nisbah fasa.
100
90 Sc
80
Fe
70
Ni
% Stripping
60
50 Co
40
Al
30
20
10
0
1/5 5/7 1 1/5 1 5/7
O/A
Gambar 4.28 Profil persen stripping terhadap nisbah O/A (konsentrasi NaOH 2M dan
temperatur ruangan (25±1°C)
Gambar 4.29.(a) Produk senyawa oksalat yang diperoleh dari presipitasi larutan hasil
stripping Sc-loaded organic (b) produk senyawa oksida hasil kalsinasi oksalat pada suhu
800oC selama 2 jam
Tabel 4.2 Hasil analisis komposisi kimia produk oksida yang mengandung Sc2O3*
*hasil analisis larutan hasil digesti serbuk oksida dengan ICP OES yang diolah
Dari serangkaian percobaan yang telah dilakukan, hasil-hasil yang diperoleh dan
analisisnya, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelindian pada suhu dan tekanan tinggi dalam larutan asam sulfat memberikan
persen ekstraksi skandium, nikel dan kobalt yang sangat baik masing-masing pada
level 91% dan 95% serta memberikan selektivitas pelindian yang sangat baik
terhadap besi (besi yang ikut larut <1%).
2. Kondisi optimum pelindian yang ditentukan dengan Metode Taguchi untuk ekstraksi
Sc diperoleh pada rasio massa asam sulfat/bijih kering 300 kg/ton, waktu pelindian 4
jam, suhu pelindian 240oC, dan fraksi ukuran bijih -100+150# yang memberikan hasil
persen ekstraksi rata-rata skandium, nikel, kobalt dan besi berturut-turut adalah
91,35%, 95,52%, 95,21% dan 0,09%.
3. Peningkatan suhu cenderung menurunkan besi yang terlarut karena peningkatan laju
reaksi hidrolisis besi menjadi hematit pada suhu yang lebih tinggi.
4. Analisis residu pelindian pada kondisi optimum dengan XRD menunjukkan mineral
yang dominan dalam residu pelindian adalah hematite, alunite dan olivine.
5. Presipitasi besi tahap I memberikan persen presipitasi besi, nikel, kobalt, skandium,
dan aluminium masing-masing sebesar 72,19%, 0,88%, 0,95%, 4,00%, dan 4,03%
6. Presipitasi besi tahap II memberikan persen presipitasi besi, nikel, kobalt, skandium,
dan aluminium masing-masing sebesar 88,32%, 42,88%, 36,66%, 99,81%, dan
99,88%. Kadar skandium dalam presipitat meningkat menjadi 241 ppm.
7. Kondisi terbaik re-leaching skandium dari presipitat tahap II diperoleh pada waktu
pelindian selama 90 menit, suhu 35oC, konsentrasi H2SO4 100 g/l, dan rasio solid-
likuid 0,2 (g/ml) dengan persen ekstraksi skandium mencapai 98,61%.
8. Persen ekstraksi Sc dan logam lainnya dalam ekstraksi pelarut meningkat pada
peningkatan konsentrasi D2EHPA dari 5% ke 7% (v/v), dari 99,68% menjadi 100%.
Peningkatan konsentrasi ekstraktan dari 7% menjadi 11% cenderung tidak merubah
persen ekstraksi Sc dan cenderung mengingkatkan ko-ekstraksi logam-logam
pengotor.
9. Persen ekstraksi skandium tetap berada pada level 99% pada variasi nilai O/A dari
1/10 hingga 1/1. Sementara, persen co-ekstraksi besi mengalami kenaikan seiring
dengan naiknya nisbah O/A, mulai dari 17% pada O/A 1/10 hingga mencapai nilai
35% pada O/A 1/1. Demikian pula, persen co-ekstraksi nikel, kobalt, dan aluminium
cenderung naik pada kenaikan nisbah O/A dari 1/1 hingga 1/3.
Dalvi, A.D., W.G. Bacon, and R.C. Osborne. 2004. "The past and the future of nickel
laterites." PDAC 2004 International Convention, Trade Show & Investors
Exchange. Ontario, Canada.
Haslam, M., and B. Arnald. 1999. "An investigation into the feasibility of extracting
scandium from nickel laterite ores." Proceeding of ALTA 1999 Nickel/Cobalt
Pressure Leaching&Hydrometallurgy Forum. Perth, Australia.
Kaya, S., and Y.A. Topkaya. 2016. "Extraction Behaviour of Scandium From A Refractory
Nickel Laterite Ore During The Pressure Acid Leaching Process." In Rare Earths
Industry, Chapter 11. Elsevier.
Wang, Weiwei, and Chu Yong Cheng. 2011. "Separation and purification of scandium by
solvent extraction and related technologies: a review." J Chem Technol Biotechnol
1237-1246.
Kaya, Serif, Carsten Dittrich, Srecko Stopic, and Bernd Friedrich. 2017. "Concentration
and Separation of Scandium from Ni Laterite Ore Processing Streams." Metals
557.