Anda di halaman 1dari 95

PENUNTUN PRAKTIKUM

LABORATORIUM LINGKUNGAN

Program Studi Teknik Lingkungan


Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2018
DAFTAR ISI

A. METODE SAMPLING AIR.......................................................................................... 1

B. TEMPERATUR ............................................................................................................. 15

C. pH .................................................................................................................................... 17

D. KONDUKTIVITAS (Daya Hantar Listrik) ............................................................. 21

E. TDS (Total Disolve Solid) ........................................................................................... 25

F. TANAH .......................................................................................................................... 27

G. KEBISINGAN ............................................................................................................... 29

H. KECEPATAN ANGIN ................................................................................................. 32

I. ASIDI-ALKALINITAS ................................................................................................ 33

J. NETRALISASI .............................................................................................................. 41

K. ZAT ORGANIK (Angka Permanganat) ................................................................... 43

L. ANALISA LUMPUR DAN SVI ................................................................................. 48

M. NITROGEN ................................................................................................................... 51

N. FOSFAT .......................................................................................................................... 61

O. ZAT AKTIF PERMUKAAN (Surfactants) ............................................................... 66

P. OKSIGEN TERLARUT (Dissolved Oxygen) ........................................................... 70

Q. BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD) ....................................................... 75

R. ANALISA PASIR ......................................................................................................... 85

S. ANALISA SAMPAH ................................................................................................... 88


A. METODE SAMPLING AIR

1. Pendahuluan
Pengambilan contoh air (water sampling) merupakan salah satu bagian yang tak
terpisahkan dari sistem pengukuran kualitas air, yaitu untuk mendapatkan data
kualitas air yang akurat dan valid untuk mendapatkan data hasil pengukuran yang
valid (representatif), diperlukan:
a. Contoh air yang representatif;
b. Metode analisis dengan tingkat akurasi dan presisi yang dapat diterima;
c. Peralatan dan instrumentasi yang terkalibrasi; dan
d. Sumber daya manusia yang dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan
yang memadai.

Pengertian contoh air yang representatif adalah contoh air yang komposisinya sama
dengan komposisi badan air (sungai, waduk, laut, sumur, dsb) yang akan diteliti
kualitasnya jika contoh air yang akan dianalisis adalah contoh air yang
karakteristiknya telah berubah dari karakteristik asalnya (badan airnya), maka ketika
dianalisis di laboratorium, data yang diperoleh adalah data yang tidak sama dengan
kualitas badan air tersebut, sehingga data yang diperoleh tidak representatif,
sehingga akan menimbulkan kesalahan dalam membuat kesimpulan tentang kualitas
badan air tersebut, yang selanjutnya akan menimbulkan kesalahan yang lebih jauh
yaitu kesalahan dalam mengambil kebijakan yang akan diterapkan dalam rangka
pengelolaan kualitas air tersebut.

Maksud dan tujuan pengambilan contoh air adalah mengumpulkan volume air dari
badan air yang akan diteliti kualitasnya dengan volume sekecil mungkin tetapi
karakteristik dan komposisinya masih sama dengan karakteristik badan air tersebut.

1
Untuk mendapatkan contoh air yang representatif diperlukan beberapa persyaratan
diantaranya:
a. Pemilihan lokasi yang tepat
b. Teknik pengambilan contoh
c. Metode pengawetan contoh

2. Penentuan titik lokasi pengambilan contoh air


Penentuan titik lokasi pengambilan contoh air merupakan salah satu langkah penting
dalam prosedur pengambilan contoh air, lokasi pengambilan contoh dipilih agar
contoh air yang diambil benar-benar mewakili badan air tersebut dan diperoleh hasil
pengukuran yang representatif. Dalam pemilihan lokasi harus mempertimbangkan
tujuan dari pengukuran /pemantauan dan pengetahuan tentang kondisi dan geografi
dari badan air yang akan diteliti. Lokasi pengambilan contoh air sudah dapat
ditentukan dalam perencanaan dan dapat diplotkan di atas peta, tetapi keputusan
akhir sangat tergantung kepada kondisi dilapangan setelah dilakukan survey
pendahuluan. Dalam tulisan ini hanya akan diberikan pedoman-pedoman umum
dalam pemilihan lokasi pengambilan contoh air.

2.1. Penentuan titik lokasi pengambilan contoh air sungai


Penentuan titik lokasi pengambilan contoh air sungai sangat dipengaruhi oleh
lebar, kedalaman dan kecepatan aliran air sungai. Umumnya dalam penentuan
titik lokasi adalah “pilih lokasi yang dianggap bercampur sempurna”.
a. Contoh air harus diambil dari lokasi yang dianggap bercampur sempurna,
hindari pengambilan contoh di tempat air yang diam (stagnan).
b. Jika sungai terdiri dari beberapa aliran air yang terpisah, dipilih laju alir yang
paling besar.
c. Jika terdapat anak sungai atau efluent dari air limbah yang masuk ke dalam
sungai utama, maka pengambilan contoh dilakukan pada sungai utama
sebelum dan sesudah pencampuran dari anak sungai dan di lokasi anak
sungai. Lokasi pencampurannya dapat terjadi beberapa kilometer di bagian
hilir, dan jarak lokasi pencampuran sangat dipengaruhi oleh lebar dan

2
kedalaman sungai tersebut. Pada Tabel 1. dicantumkan perkiraan jarak yang
diperlukan untuk pencampuran.

d. Menurut SNI 06-2421-1991, lokasi pengambilan contoh air di sungai sangat


dipengaruhi oleh kecepatan air.
 Untuk debit < 5 m3/detik, contoh diambil pada 1 (satu) titik di tengah
sungai pada 0,5 x kedalaman dari permukaan;
 Untuk debit 5-150 m3/detik, contoh diambil pada 2 (dua) titik, masing-
masing pada jarak 1/3 dan 2/3 dari lebar sungai pada 0,5 x kedalaman
sungai;
 Untuk debit > 150 m3/detik, contoh diambil minimum 6 (enam) titik,
masing-masing pada jarak 1/4, 1/2, 3/4 dari lebar sungai pada 0,2 dan 0,8 x
kedalaman sungai.

Untuk pengambilan contoh di sungai diperlukan alat bantu yaitu perahu atau
jembatan. Jembatan merupakan tempat pengambilan contoh air yang paling ideal,
karena mudah dicapai dan sangat membantu dalam pengambilan contoh air.

2.2. Penentuan titik lokasi pengambilan contoh air danau /waduk


Kualitas air danau atau waduk sangat dipengaruhi oleh kondisi air yang masuk,
lebar dan kedalaman air danau, dan untuk setiap tempat mempunyai kualitas
air yang berbeda-beda. Jika tujuan pengambilan contoh untuk mengetahui
kualitas air yang keluar dari danau, maka titik pengambilan contoh dipilih
keluaran dari danau atau waduk tersebut. Tetapi jika ingin mengetahui kualitas
air di badan air tersebut dapat dilakukan transect sampling, yaitu pengambilan
contoh pada berbagai tempat dan kedalam dari danau tersebut.

Menurut SNI, pengambilan contoh air danau adalah sebagai berikut:


a. Untuk danau dengan kedalaman < 10 meter, contoh diambil di 2 (dua) titik,
yaitu dipermukaan dan di dasar danau.

3
b. Untuk kedalaman 10-30 meter, contoh di ambil di 3 (tiga) titik, yaitu di
permukaan, dilapisan tengah dan di dasar danau.
c. Untuk kedalaman 30-100 meter, contoh di ambil di 4 (empat) titik
pengambilan, yaitu di permukaan (epilimnion), ditengah (termoklin, pada
lapisan ini terjadi perubahan suhu secara vertikal relatif besar), ditengah
(hipolimnion, pada lapisan ini mempunyai suhu yang stagnan) dan di dasar
danau.

Tabel 1. Perkiraan Jarak Pencampuran Sempurna di Sungai

Lebar Sungai Kedalaman Sungai Perkiraan Jarak Pencampuran


(meter) (meter) (Km)
5 1 0.08 - 0.7
2 0.05 - 0.3
3 0.03 - 0.2
10 1 0.3 - 2.7
2 0.2 - 1.4
3 0.1 - 0.9
4 0.08 - 0.7
5 0.07 - 0.5
20 1 1.3 – 11.0
3 0.4 – 4.0
5 0.3 - 2.0
7 0.2 - 1.5

2.3. Pengambilan contoh air sumur / air tanah


Secara umum kualitas air sumur atau air tanah relatif stabil, pengambilan contoh
air dapat dilakukan pada kedalaman 20 cm di atas permukaan air dan untuk
proses pengambilannya dapat digunakan fasilitas yang ada seperti ember
dengan katrol (timba) atau pompa air. Sedangkan untuk air sumur bor,
pengambilan contoh air dapat dilakukan di tempat keluaran dari pompa atau
kran, setelah air dibuang beberapa saat untuk mengeluarkan air yang
terperangkap dalam pipa.

4
2.4. Pengambilan contoh di instalasi pengolahan air
Pemilihan lokasi pengambilan contoh air di dalam instalasi pengolahan air
ditujukan untuk mengetahui efisiensi setiap proses yang ada di dalam instalasi,
yaitu dari mulai air baku sampai dengan air hasil olahan, dengan demikian
jumlah titik sampling tergantung kepada banyaknya proses yang digunakan di
dalamnya. Contohnya lokasi sampling untuk instalasi pengolahan air minum.
a. Air baku
b. Air setelah bak sedimetasi
c. Air setelah filtrasi, setelah penambahan kapur dan kaporit
d. Air di reservoar (bak penampung)
e. Air di konsumen

Pemilihan lokasi di konsumen (pelanggan), ditujukan untuk mengetahui


seberapa jauh perubahan kualitas air akibat dari perjalanan air dari reservoir di
instalasi sampai di konsumen, hal ini mungkin terjadi misalnya karena terjadi
korosi pada pipa transmisi, sehingga akan terjadi perubahan kualitas air di
konsumen. Banyaknya contoh air yang diambil contohnya sangat dipengaruhi
oleh banyaknya pelanggang. Ada beberapa ketentuan yang dikeluarkan oleh
WHO, untuk jumlah contoh air yang harus diambil. Misalnya untuk pelanggan
dari 20.001 sampai 50.000 pelanggan dibutuhkan 1 (satu) contoh air. Untuk
penambahan setiap 5000 pelanggang dibutuhkan 1 contoh air dengan frekuensi
pengambilan contoh setiap 2 minggu sekali.

3. Teknik Pengambilan Contoh Air


Dalam pengambilan contoh air dikenal dengan istilah grab sample (contoh air sesaat)
dan composite sample (contoh air campuran).

a. Contoh Air Sesaat (Grab Sample)


Istilah contoh air sesaat adalah contoh air yang diambil pada satu kali
pengambilan dari satu lokasi. Dengan demikian data hasil pengukuran hanya
mewakili kualitas air pada saat dilakukan pengambilan dan pada titik

5
pengambilan. Oleh sebab itu, pengambilan contoh air sesaat (grab sample)
ditujukan untuk badan air yang kualitasnya relatif stabil terhadap perubahan
musim dan perubahan kedalam badan air. Contohnya air sumur dalam, kualitas
airnya relatif stabil sehingga dengan pengambilan contoh sesaat, dapat mewakili
kualitas badan air tersebut. Pengambilan contoh sesaat juga digunakan untuk
studi pendahuluan, yaitu untuk mengetahui kualitas badan air secara umum.

b. Contoh Air Komposit (Composite Sample)


Contoh air komposit adalah contoh air campuran yang diambil dari satu lokasi,
dengan beberapa kali periode pengambilan dalam rentang waktu tertentu.
Kemudian contoh–contoh air tersebut digabungkan dicampurkan menjadi satu
contoh. Periode pengambilan contoh pada umumnya dilakukan selama 24 jam
(siang malam) dengan frekuensi pengambilan contoh setiap 1, 2 atau 3 jam sekali
atau pengambilan secara kontinyu selama 24 jam menggunakan pompa dengan
debit yang konstan.

Dengan demikian data hasil pengukuran contoh air komposit merupakan data
kualitas air rata-rata selama selang waktu tertentu. Pengambilan contoh air secara
komposit ditujukan untuk badan air yang kualitasnya berubah terhadap waktu,
Misalnya sungai yang diduga dicemari oleh buangan domestik (buangan rumah
tangga), maka dapat dipastikan bahwa kualitas air tersebut akan berubah setiap
waktu, tergantung kepada adanya air buangan domestik yang masuk, maka untuk
mengetahui kualitas air sungai tersebut tidak cukup hanya dengan satu kali
pengambilan contoh air (grab sampel), tetapi harus dilakukan pengambilan
contoh selama waktu tertentu (umumnya 24 jam atau 1 minggu) dengan rentang
waktu pengambilan tertentu, kemudian contoh air tersebut digabungkan. Data
hasil pengukuran contoh air komposit tersebut merupakan data kualitas rata-rata
badan air tersebut selama rentang waktu tertentu (umumnya 24 jam atau 1
minggu).

6
Pengambilan contoh air secara komposit dapat dilakukan untuk badan air yang
kualitas airnya berubah terhadap perubahan tempat. Maka pengambilan contoh
air harus dilakukan pada beberapa lokasi, kemudian digabungkan. Jika untuk
mengetahui kualitas air sungai dengan lebar sungai yang cukup lebar, maka
pengambilan contoh air pada satu lokasi tidak cukup menggambarkan kualitas air
rata-rata dari sungai tersebut. Maka harus dilakukan pengambilan contoh pada
beberapa lokasi, sepanjang lebar sungai tersebut, kemudian contoh-contoh air
tersebut digabungkan menjadi satu contoh.

4. Persiapan Pengambilan Contoh Air


4.1. Alat Pengambil Contoh Air (Water Sampler)
Alat pengambilan contoh air yang digunakan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi kualitas air (terbuat dari gelas,
plastik atau stanless steel);
b. Mudah dicuci untuk menghilangkan kontaminan dari contoh air sebelumnya;
c. Contoh air mudah dipindahkan kedalam botol contoh; dan
d. Mudah dibawa dan kapasitasnya 1-5 liter.

Beberapa jenis alat pengambil contoh air yang umum digunakan dalam
pengambilan contoh air:
a. Alat pengambil contoh air sederhana, seperti ember plastik atau botol biasa;
b. Alat pengambil contoh air secara mendatar (horizontal), adalah alat yang
dirancang sedemikian rupa untuk mengambil air pada kedalaman tertentu
untuk air sungai atau tempat yang airnya mengalir lihat Gambar 1;
c. Alat pengambil contoh air secara vertikal adalah alat yang dirancang
sedemikian rupa untuk mengambil air pada kedalaman tertentu untuk air
yang relatif tidak mengalir (seperti di danau atau waduk) lihat Gambar 2; dan
d. Alat pengambil contoh air komposit (composite sampler), adalah alat
pengambil contoh air secara automatik, yang terdiri dari:
 Pompa pengambil contoh air dengan daya hisap (debit) yang dapat diatur,

7
 Timer, untuk mengatur lamanya pengambilan contoh air yang akan
dilakukan,
 Botol penampung contoh air.
Sebagai sumber listrik, umumnya digunakan baterai (Sumber DC) yang dapat
discharge (Gambar 3.)

Gambar 1. Horizontal Water Sampler

Gambar 2. Vertical Water Sampler

8
Gambar 3. Water Composite Sampler

4.2. Botol / wadah contoh air


Botol atau wadah yang akan digunakan untuk menyimpan contoh air harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Terbuat dari bahan gelas atau plastik;
b. Dapat ditutup dengan rapat dan kuat;
c. Bersih, mudah dicuci dan tidak mengandung kontaminan (pengotor);
d. Tidak mudah pecah;
e. Tidak menyerap (adsorpsi) senyawa kimia dari contoh air;
f. Terbuat dari bahan yang tidak mengotori contoh air; dan
g. Tidak menimbulkan reaksi antara senyawa kimia contoh air dengan bahan
botol.

4.3. Persiapan tempat /box untuk pengangkutan sampel air


Untuk mengangkut sampel air dari tempat /lokasi pengambilan contoh ke
laboratorium diperlukan suatu boks atau kotak pendingin (Gambar 4), Selama
pengangkutan, sampel air harus didinginkan dengan memasukkan potongan-
potongan es.

9
4.4. Pereaksi dan peralatan untuk pengukuran parameter lapangan dan pereaksi
untuk pengawetan contoh air
Ada beberapa parameter air yang tidak mungkin diawetkan, tetapi harus sesegera
mungkin dilakukan pengukuran, yaitu dilakukan pengukuran di lapangan
(dilokasi pengambilan contoh air). Parameter yang umumnya dilakukan
pengukuran di lokasi pengambilan contoh air adalah temperatur, pH, oksigen
terlarut, asiditas dan alkalinitas, sisa klor. Dengan demikian perlu disiapkan
peralatan dan pereaksi untuk pengukuran parameter di lapangan

Tabel 2. Peralatan /Pereaksi untuk Pengukuran Lapangan

No. Parameter Lapangan Peralatan / Pereaksi

1 Temperatur Thermometer
2 pH pH meter
3 Konduktivitas Condutivity meter
4. Oksigen terlarut DO meter
5. Klor aktif DPD- Comparator
6. Asiditas –Alkalinitas Titrasi asidi-alkalinitas

Selain pereaksi untuk pengukuran di lapangan juga harus disiapkan pereaksi untuk
pengawetan contoh air. Pereaksi yang umum digunakan untuk pengawetan adalah:
a. Asam sulfat pekat;
b. Asam nitrat pekat;
c. Larutan NaOH;
d. dan lain-lain.

10
Gambar 4. Foto jergen dan books pendingin untuk penyimpanan contoh air

4.5. Label untuk contoh air


Setiap contoh air yang diambil harus diberi kartu identitas (label) yang berisi
informasi mengenai:
Nama contoh air
Lokasi
Waktu pengambilan contoh (jam dan tanggal pengambilan)
Nama petugas pengambil contoh air
Metode pengawetan yang dilakukan
Kondisi badan air dan kondisi meteorologi (banjir, hujan, dll)

5. Cara Pengambilan Contoh Air


5.1. Pengambilan contoh air untuk pemeriksaan fisik dan kimia
Botol sampel yang terbuat dari gelas atau plastik, dengan volume tertentu (250-
1000 mL) harus dalam keadaan bersih. Setelah tutupnya dibuka, kemudian
dibenamkan ke dalam air (sungai atau danau) dengan mulut menghadap aliran
air, dengan kedalamaan 20 cm. Jika botol dalam keadaan bersih dan kering tidak
perlu dibilas dengan contoh air. Tetapi jika botol tersebut bersih tetapi tidak
kering, maka harus dilakukan pembilasan dengan contoh air.

11
Jika menggunakan alat pengambill contoh air (sampler), maka sampler yang akan
digunakan harus bersih, jika perlu alat dibilas terlebih dahulu dengan air yang
akan diambil contohnya. Kemudian dilakukan pengambilan contoh dengan alat
tersebut, kemudian air yang terdapat pada alat pengambil contoh dipindahkan ke
dalam botol sampel, dan selama pemindahan di jaga agar tidak terjadi perubahan
kualitas air. Setelah botol terisi dengan contoh air, ditambah pengawet, ditutup
dan kemudian diberi label. Selanjutnya contoh air di simpan dalam boks
pendingin yang berisi es. Kemudian dilakukan pengulangan pengambilan contoh
untuk pengukuran parameter dilapangan seperti pengukuran pH, Oksigen
terlarut dll.

Selama pengambilan contoh berlangsung, diamati juga kondisi lapangan dan juga
cuaca (misalnya; hujan atau dalam keadaan terang, kondisi sungai dalam keadaan
banjir, dll). Selama perjalanan dari lapangan ke laboratorium, boks pendingin
tetap dijaga agar suhu tetap dingin (4 0C). Selama penyimpanan di laboratorium
harus dalam keadaan dingin (4 0C) dan perlu diingatkan bahwa lamanya
penyimpanan terbatas dan setiap parameter air mempunyai waktu penyimpanan
/pengawetan yang tertentu. Analisis contoh air harus sudah dilakukan sebelum
batas waktu penyimpanan habis.

5.2. Volume contoh air.


Volume contoh air yang harus diambil sangat tergantung kepada banyak
parameter-parameter kualitas air yang akan diukur, dan metode pengukuran
yang digunakan. Semakin banyak parameter yang akan diukur semakin banyak
volume air yang harus diambil, dan untuk setiap parameter yang akan diuji
memerlukan volume sampel yang berbeda-beda. Contohnya untuk pengukuran
kekeruhan volume contoh air yang diperlukan cukup 100 mL, tetapi untuk
pengukuran parameter pestisida memerlukan volume air antara 1000 s/d 2000
mL. Secara umum volume contoh air yang harus di ambil harus lebih banyak dari
pada volume yang diperlukan untuk pengukuran, dengan demikian tersedia sisa
volume air yang dibutuhkan untuk pengulangan pengukuran jika diperlukan,

12
kira-kira 5 liter contoh air diperlukan untuk pengukuran dengan parameter
kualitas air yang cukup lengkap.

6. Pengawetan Contoh Air


Pengawetan contoh air adalah perlakuan–perlakuan yang diterapkan terhadap
contoh air dengan tujuan agar kualitas air tidak berubah selama perjalanan dari lokasi
sampling ke laboratorium dan selama penyimpan di laboratorium selama menunggu
untuk dianalisis. Metode pengawetan untuk setiap parameter berbeda-beda,
tergantung kepada karakteristik parameter yang ada di dalam air, dan setiap
pengawetan yang dilakukan mempunyai batas waktu pengawetan, karena proses
pengawetan contoh air adalah proses yang dilakukan dengan tujuan agar senyawa
kimia yang akan diuji tidak berubah selama penyimpanan.

Untuk mengetahui teknik pengawetan sampel air maka diperlukan pengetahuan


karakteristik setiap senyawa-senyawa kimia yang ada di dalam air. Sebagaimana
diketahui bahwa air di alam selalu mengandung bahan–bahan atau senyawa kimia
yang tersuspensi atau tidak larut seperti kekeruhan, senyawa-senyawa kimia yang
terlarut seperti mineral, NaCl dan gas yang terdispersi dalam air, seperti gas oksigen
atau CO2 terlarut. Senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam air mempunyai sifat
yang berlainan satu sama lain, senyawa-senyawa tersebut dapat berubah karena
terjadi perubahan fisik air (temperatur dan tekanan), atau senyawa-senyawa tersebut
bereaksi satu sama lain membentuk senyawa baru. Dengan demikian senyawa yang
ada dalam air dibagi dalam 3 kategori.
1. Senyawa kimia/ molekul kimia yang terdapat dalam air dan relatif stabil, tidak
mudah berubah untuk jangka waktu tertentu, misalnya untuk parameter Natrium,
Kalium, Kalsium dan Magnesium Kloride atau Sulfat. Sehingga tidak perlu
diawetkan, jika contoh air tersebut akan segera di analisis.
2. Senyawa/ molekul kimia yang konsentrasinya berubah dengan cepat akibat
terjadinya perubahan fisik air. Contohnya adalah gas yang terlarut dalam air (O 2
terlarut, gas Cl2 sebagai disinfektan) akan berubah terhadap perubahan
temperatur dan tekanan air. Untuk menjaga agar di peroleh hasil pengukuran
yang akurat, maka untuk pengukuran parameter tersebut harus dilakukan
13
pengukuran sesegera mungkin, yaitu pengukuran di lapangan, tidak mungkin
(tidak praktis) dilakukan pengawetan contoh air. Pada umumnya parameter
lapangan (parameter yang diukur di lapangan) adalah temperatur, oksigen
terlarut, pH, daya hantar listrik (konduktifitas), asidi-alkalinitas dan sisa klor
untuk air bersih (PDAM), seperti tercantum dalam.
3. Senyawa kimia/ molekul kimia yang mudah berubah tetapi masih bisa diawetkan
dengan cara-cara tertentu dengan waktu penyimpanan yang terbatas. Untuk
setiap parameter pengukuran mempunyai cara pengawetan sampel air yang
berbeda, demikian pula waktu penyimpanannya. Contoh untuk parameter
ammonia, diawetkan dengan cara diasamkan dengan H2SO4 pekat sampai pH 2,
dengan waktu penyimpanan paling lama 28 hari, harus sudah dilakukan
pengukuran. Pengawetan contoh air dikelompokkan dalam:
a. Pengawetan dengan cara pendinginan 40C (contohnya untuk parameter BOD,
asidi-alkalinitas, warna, konduktifitas dll);
b. Pengawetan dengan penambahan H2SO4 pekat sampai pH < 2 dan
pendinginan 40C. (untuk 1 liter contoh air ditambah ±1 ml H2SO4 pekat), untuk
parameter COD, TOC, Fosfat, ammonia dll;
c. Pengawetan dengan penambahan HNO3 pekat sampai pH < 2 dan
pendinginan 40C. (untuk 1 liter contoh air ditambah ±1 ml HNO3 pekat) untuk
parameter logam berat, kesadahan dll; dan
d. Pengawet dengan penambahan NaOH sampai pH 12 untuk parameter H2S dan
CN.

Daftar Pustaka
1. AWWA, Introduction to Water Quality Analyses, 1975
2. AWWA, Standard Methods For The Examination of Water and WasteWater, 18
th Edition, 1992
3. UNEP, Water Quality Monitoring, E & FN Spon an Imprint of Chapman & Hall,
UK, 1996

14
B. TEMPERATUR

1.1. Umum
Parameter temperatur air perlu diperiksa, karena parameter temperatur merupakan
parameter fisik air yang penting dalam menunjang kehidupan biota air. Jika terjadi
peningkatan temperatur yang tinggi, yang mungkin disebabkan oleh pembuangan
limbah bahang (misalnya air pendingin dari PLTU) atau dari sumber lain, akan
menyebabkan terjadi perubahan reaksi biokimia di dalam kehidupan biota air, dan
pada kondisi ekstrim dapat menimbulkan kematian pada biota air.

Temperatur air harus di ukur di lapangan atau di tempat pengambilan contoh air,
karena temperatur air akan berubah menyesuaikan dengan temperatur udara
disekitarnya. Pengukuran temperatur menggunakan termometer gelas yang diisi oleh
alkohol atau merkuri dengan ketelitian 0,1 oC. Bisa juga digunakan termometer
elektronik yang biasa dipasang bersamaan dengan alat DO meter dan Condutivity
meter. Cara pengukurannya sangat tergantung kepada termometer yang digunakan.
Jika digunakan termometer gelas, maka termometer tersebut dicelupkan ke dalam air,
dan dibiarkan sampai cairan dalam kolom termometer berhenti bergerak. Untuk
termometer elektronik dengan probe yang panjang dapat digunakan untuk
mengukur temperatur air pada berbagai kedalaman.

1.2. Prosedur Pengukuran


a. Jika termometer gelas digunakan untuk pengukuran, termometer dicelupkan ke
dalam air (contoh air) dan biarkan beberapa saat (kira-kira 1 menit), sampai cairan
dalam termometer tidak bergerak lagi (stabil). Untuk pengukuran temperatur dari
sumur pompa atau kran, masukkan termometer ke dalam wadah yang diisi
dengan contoh air yang terus mengalir dari pompa atau kran ke dalam wadah
tersebut, dibiarkan (kira-kira 1 menit) sampai cairan dalam termometer tidak
bergerak lagi. Baca dan catat temperatur yang diperoleh dengan ketelitian 0,1 oC.

15
b. Jika pengukuran temperatur untuk contoh air yang sedikit, termometer dicuci/
dibilas dengan contoh air, kemudian termometer dicelupkan ke dalam wadah
yang berisi contoh air tersebut, biarkan kira-kira 1 menit, sampai cairan dalam
termometer stabil. Baca dan catat temperatur yang diperoleh dengan ketelitian 0,1
oC.

c. Jika digunakan termometer elektronik yang mempunyai probe (kabel


penghubung) yang panjang dapat digunakan untuk pengukuran pada kedalaman
tertentu. Turunkan kabel probe sampai kedalaman tertentu, kemudian dibiarkan
beberapa saat. Baca dan dicatat temperatur yang ditampilkan pada layar display
alat tersebut.

16
C. pH

1.1. Umum
pH merupakan parameter untuk menyatakan suatu keasaman air, untuk menyatakan
banyaknya ion H+ di dalam air, semakin banyak ion H+ di dalam air semakin rendah
pH air, karena:

pH = -log [ H+]

Dengan demikian pH air yang tinggi menunjukkan bahwa konsentrasi H+ rendah,


yang berarti air bersifat alkalis (basa). Sebaliknya jika konsentrasi H+ tinggi, maka pH
air menjadi rendah dan air bersifat asam (acid). Penyebab asam atau basa dalam air
disebabkan oleh asam mineral, asam organic, basa atau garam–garam yang bersifat
alkalis. Data pH sangat diperlukan untuk mengetahui apakah air tersebut memenuhi
persyaratan tertentu, misalnya untuk air minum disyaratkan pH antara pH 6,5 -8,5.
Juga parameter pH berguna untuk air yang akan digunakan untuk keperluan industri
atau pertanian dan lainnya.

Data pH air juga diperlukan untuk proses pengolahan air, karena efisiensi proses
pengolahan air sangat dipengaruhi oleh pH air, misalnya pengolahan air limbah
secara biologis, proses koagualsi dll.

1.2. Metode pengukuran

Terdapat tiga metode pengukuran pH yang dapat digunakan, yaitu:


a. Kertas indikator pH
b. Menggunakan larutan indikator
c. pH meter

Pengukuraan pH dengan kertas pH indicator atau pH universal sangat mudah,


murah tetapi metode ini sangat tidak akurat dan memerlukan kejelian dalam
membandingkan warna dari contoh air dengan warna standar pH. Standar warna pH
yang tersedia dalam kertas pH indikator (universal) adalah pH 1-14 dengan skala 1,
sehingga ketelitiannya sangat rendah. Larutan indicator dapat digunakan untuk

17
pengukuran pH air, dengan cara mencampurkan larutan indicator dengan contoh air,
maka akan dihasilkan larutan berwarna, yang selanjutnya dibandingkan dengan
warna standar pH yang terbuat dari liquid atau gelas (Comparator disk).
Ketelitiannya dapat mencapai skala pH ± 0,2 Kelemahan dari metode ini adalah sifat
fisik dan kimia dari air akan mempengaruhi pembentukan warna, sehingga akan
menimbulkan kesalahan pengukuran (misalnya air keruh atau berwarna).

Pada Tabel 3. Berbagai Jenis Larutan Indikator pH

No. Indikator Kisaran pH


1. Universal 1 - 14
2. Bromcresol green 3.6 - 5.2
3. Methyl red 4.4 - 6.0
4. Bromcresol purple 5.2 - 6.8
5. Brom Thymol Blue 6.0 - 7.6
6. Phenol red 6.8 - 8.4
7. Thymol Blue 8.0 - 9.6
8. Phenolphthalein 8.6 - 10.2

Pengukuran pH air dengan menggunakan pH meter lebih akurat, relatif bebas dari
gangguan, dapat memberikan ketelitian mencapai skala pH ± 0,01. Untuk pH meter
dengan bentuk pocket, atau portable meter dapat memberikan ketelitian ± 0,05.
Peralatan pH meter harus dirawat, dan elektrode harus diganti secara periodik
(periode tahunan). Sebelum digunakan, pH meter harus dikalibrasi dengan larutan
buffer pH 4,0, pH 7,0 dan pH 9,0. Untuk elektrode yang baru, sebaiknya electrode
tersebut direndam terlebih dahulu dengan aquadest beberapa jam, sebelum
digunakan. Jika electrode tidak digunakan, maka ujung electrode harus selalu basah
dengan cara merendam dalam aquadest. Dan ujung electrode harus dijaga dari
tumbukan dengan benda keras agar jangan pecah atau rusak.

18
1.3. Prosedur Pengukuran

1.3.1. Menggunakan komparator pH.

a. Dua buah tabung komparator dengan volume 10 ml, diisi dengan contoh air,
kemudian kedua tabung tersebut disimpan dalam tempatnya pada komparator
pH.

b. Untuk tabung di sebelah kanan ditambah 1 ml larutan indicator (20 tetes),


kemudian dikocok, dan warna yang terbentuk dicocokan dengan warna standar
yang terdapat pada komparator pH, dengan cara memutar disk standar pH.
Sehingga diperoleh nilai pH air.

c. Catat nilai pH yang ditunjukkan oleh alat komparator pH.

1.3.2. Kalibrasi pH meter

a. pH meter yang ada di pasaran banyak sekali modelnya, dan setiap jenis pH meter
dilengkapi dengan buku petunjuk perawatan dan pengoperasiannya. Secara
umum pH meter terdiri dari display untuk pembacaan, electrode gelas,
thermometer, tombol pengatur temperatur, tombol pengatur kalibrasi.

b. Setiap pH meter yang akan digunakan untuk mengukur pH air harus dikalibrasi
terlebih dahulu dengan larutan buffer pH 4, 7 dan 9.

c. Cuci elektroda dengan aquadest, dan keringkan dengan kertas penghisap,


kemudian celupkan ke dalam larutan buffer pH 4. Nyalakan pH meter dan atur
pengatur suhu sesuai dengan larutan buffer. Putar pengatur pH sehingga
pembacaan menunjukkan nilai pH yang sesuai dengan larutan buffer. Kalibrasi
dilanjutkan dengan larutan buffer pH 7, jika hasil pembacaan tidak menunjukkan
angka pH 7,0, maka atur tombol slope sampai mencapai angkat tersebut.
Kalibrasi dapat juga dilakukan dengan larutan buffer pH 7,0 dan pH 9,0.

19
1.3.3. Pengukuran pH contoh air

a. Elektrode dibilas dengan aquadest, kemudian dibilas dengan contoh air,


kemudian elektrode dicelupkan kedalam beaker glass yang mengandung contoh
air. Minimum 2 cm kedalam elektrode harus terendam contoh air.

b. pH meter di hidupkan dengan memutar tombol ON/OFF, Ukur temperatur


contoh air dengan thermometer yang biasanya digabungkan dengan elektrode,
kemudian putar pengatur (tombol) temperatur sesuai dengan temperatur contoh
air, kemudian dibiarkan beberapa saat, maka display pH meter akan
menunjukkan nilai pH air. Selama pengukuran, contoh air dikocok dengan
menggunakan magnetic stirrer.

1.4. Catatan
Untuk pengukuran pH, sebaiknya dilakukan di tempat pengambilan contoh air
(pengukuran lapangan), atau paling lama 2 jam setelah pengambilan contoh air
harus sudah diperiksa.

1.5. Daftar Pustaka


1. Sawyer Clair N, Mc Carty Perry L. and Parkin Gene F, Chemistry for Environmental
Engineering and Science, Fifth Edition, Mc Graw Hill, Boston, 2003.

2. AWWA, Standard Methods For The Examination of Water and WasteWater, 20 th


Edition, 1998. 3. UNEP, Water Quality Monitoring, E & FN Spon an Imprint of
Chapman &Hall, UK, 1996

20
D. KONDUKTIVITAS (Daya Hantar Listrik)

1.1. Umum
Daya hantar listrik, atau electric conductivity (EC), adalah kemampuan air untuk
menghantar arus listrik, hal ini disebabkan karena adanya mineral yang terlarut
dalam air yang terionisasi. Adanya ion-ion tersebut di dalam air berkemampuan
untuk menghantarkan arus listrik. Semakin tinggi kemampuan menghantarkan arus
listrik, berarti semakin banyak ion yang ada di dalam air. Sehingga tujuan dari
pengukuran konduktivitas adalah untuk mengetahui banyak ion-ion yang terlarut
dalam air atau banyak mineral yang terlarut. Prinsip dasar pengukuran konduktivitas
dengan cara mencelupkan elektrode yang dialiri arus listrik ke dalam air, dan hasil
pengukuran konduktivitas sangat dipengaruhi oleh temperatur, oleh sebab itu
standar pengukuran pada temperatur 25oC. Banyak jenis alat conductivity meter
dijual dipasaran, peralatan tersebut terdiri dari sel kondutivitas yang mengandung 2
lempeng logam dengan jarak tertentu yang dipasang pada electrode. Elektrode
tersebut di sambungkan dengan kabel pada badan meter dari alat tersebut.
Conductivitimeter terdiri dari sumber listrik (dapat berupa sebuah batterai untuk
model portable), sebuah jembatan Whetstone (suatu alat untuk mengukur tahanan
(resistensi) dan sebuah indikator galvanometer (display) Bentuk desain elektrode,
seperti bentuk, ukuran dan jarak antar dua lempengan akan menentukan nilai
konstanta sel elektrode (Kc) , dan pada umumnya konstanta sel elektrode berkisar
antara 0,1 -2,0. Sel elektrode dengan konstanta 2,0 yang cocok untuk pengukuran
konduktivitas antara 200 – 10000 μS/cm (20 – 1000 mS/m). Konstanta sel elektrode
(Kc) dapat ditentukan dengan cara dikalibrasi dengan larutan KCl 0,01 N (larutan KCl
0,01 N = 1413 μS/cm pada 25oC)

Kc = Ct/Cm

Dimana:
Kc = Konstanta sel eletrode
Ct = Nilai konduktifitas teoritis untuk larutan KCl
Cm = Nilai konduktifitas yang ditunjukkan oleh alat

21
Pada waktu pengukuran, jangan lupa diukur temperatur contoh air, karena nilai
konduktivitas sangat tergantung kepada temperatur. Oleh sebab itu hasil pengukuran
konduktivitas dinyatakan dalam temperatur 25oC, Jika pengukuran tidak dilakukan
pada temperatur tersebut, maka dilakukan konvensasi dengan cara memutar tombol
temperatur pada alat sesuai dengan temperature contoh air.

Satuan yang digunakan untuk menyatakan konductivity adalah μS/cm.


(1 mS/m = milli Siemen/m = 10 μS/cm = 10 μ mhos/cm)

Data konduktivitas dalam air berguna untuk memperkirakan atau mengevaluasi


kualitas air atau jenis air (air permukaan, air tanah, air payau atau air laut). Data
konduktivitas sering dihubungkan dengan kadar zat terlarut (TDS= Total dissolved
Solid) di dalam air.

TDS (mg/l) = (0,5 -0,75) x konduktivitas (μS/cm)

1.2. Prosedur pengukuran


1.2.1. Pereaksi
a) Larutan standar KCl 0,0100 M. 0,7456 gram KCl anhidrus ditimbang dengan teliti,
kemudian dilarutkan dalam aquadest dan dipindahkan ke dalam labu ukur 1
liter secara kuantitatif. Encerkan dengan aquadest sampai tanda batas. Larutan
standar ini pada temperatur 250C akan memberikan daya hantar listrik sebesar
1413 mikromhos/cm. Pada Tabel 4., diperlihatkan nilai kondaktivitas untuk
berbagai konsentrasi larutan KCl.

22
Tabel 4. Nilai Konduktivitas Larutan KCl

No. Kons. KCl ( M ) Konduktivitas (μS/cm ( 250C)


1 0,1 12900
2 0,05 6668
3 0,02 2767
4 0,01 1413
5 0,005 717,8
6 0,001 147,0

1.2.2. Kalibrasi alat Conductivity Meter


a) Siapkan alat Conductivity Meter sesuai dengan buku petunjuk alat tersebut.
b) Larutan standar KCl 0,0100M disimpan dalam pemanas air sehingga temperatur
larutan standar tersebut mencapai 250C.
c) Celupkan elektroda ke dalam larutan standar KCl 0,0100 M.
d) Putar pengatur temperatur sehingga menunjukkan temperatur 25 0C.
e) Nilai konduktivitas yang ditunjukkan oleh alat harus sama dengan
konduktivitas teoritis (KCl 0,01 M = 1413 μS/cm). Jika hasil pembacaan tidak
sesaui dengan yang sebenarnya, maka putar pengatur kalibrasi sehingga alat
tersebut memberikan pembacaan 1413 mikromhos/cm.
f) Cuci elektroda dengan aquadest dan keringkan dengan kertas tissue.
g) Kalibrasi dapat dilakukan terhadap larutan standar KCl pada berbagai
konsentrasi dan akan memberikan pembacaan sesuai tabel di atas.

1.2.3. Pengukuran Konduktivitas air


a) Elektrode yang telah bersih dibilas dengan contoh air, kemudian dicelupkan ke
dalam contoh air.
b) Ukur temperatur contoh air dengan thermometer yang digabungkan dengan
electrode atau dapat digunakan thermometer biasa.
c) Putar pengatur temperatur sesuai dengan temperatur contoh air.
d) Nilai konduktivitas contoh air akan ditampilkan pada display alat.
e) Setelah selesai, alat dimatikan dan elektrode dibilas dengan aquadest.

23
Daftar Pustaka
1. Sawyer Clair N, Mc Carty Perry L. and Parkin Gene F, Chemistry for Environmental
Engineering and Science, Fifth Edition, Mc Graw Hill, Boston, 2003
2. AWWA, Standard Methods For The Examination of Water and WasteWater, 20 th
Edition, 1998
3. UNEP, Water Quality Monitoring, E & FN Spon an Imprint of Chapman &Hall, UK,
1996

24
E. TDS (Total Disolve Solid)

1.1. Umum

TDS adalah singkatan dari Total Dissolve Solid yaitu Total Padatan Terlarut. TDS
mewakili jumlah kandungan zat yang terlarut dalam air. Satuan yang digunakan
adalah miligram per liter (mg/l). Zat terlarut berasal dari limbah khusus di
daerah perkotaan. Selain itu berasal dari larutan mineral yang berasal dari
bebatuan yang dilewati oleh aliran air. TDS tidak berpengaruh terhadap
kesehatan selama air masih terasa tawar. Oleh karena itu, WHO tidak
mengeluarkan batas maksimal kadar TDS dalam air, sebab TDS dianggap sebagai
standar sekunder atau kurang penting bagi kualitas air minum dan hanya
dianggap sebagai faktor estetis (rasa) saja. Di Indonesia nilai maksimum TDS
untuk air minum yaitu 500 mg/l. Batas TDS untuk air bersih adalah 1000 mg/l/

Tingkat TDS (miligram per liter) Penilaian

Kurang dari 300 Bagus sekali


300 – 600 Baik Baik
600 – 900 Bisa diminum
900 – 1.200 Kurang enak
900 – 1.200 Tidak dapat diterima

Sumber: http://www.who.int/water_sanitation_health/dwq/chemicals/tds.pdf

1.2 Prosedur Pengambilan Sampel


a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah TDS meter.
b. Cara kerja
- Tekan tombol ON/OFF pada alat TDS meter;
- Celupkan alat tersebut ke dalam sampel air;
- Setiap titik dilakukan pembacaan saat angka di alat tersebut stabil.
Pembacaan dilakukan sebanyak 2 kali; dan

25
- Tulis hasil pengukuran dan hitung rata-rata TDS dan suhu airnya,
sehingga didapatkan hasil pengukuran dari alat tersebut.

26
F. TANAH

1.1. Umum

Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri dari komponen –
komponen padat, cairan dan gas, memiliki sifat serta perilaku yang dinamik.
Tanah merupakan suatu sistem yang kompleks, berperan sebagai sumber
kehidupan tanaman, yang mengandung semua unsur yang berbeda baik dalam
maupun jumlahnya. Unsur hara mikro seperti besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn)
dan tembaga (Cu) merupakan unsur hara penting bagi tanaman yang terdapat
dalam tanah. Suhu tanah berpengaruh terhadap proses – proses metabolisme
dalam tanah seperti mineralisasi, respirasi mikroorganisme dan akar serta
penyerapan air dan hara oleh tanaman.

Kelembaban tanah adalah jumlah air yang ditahan di dalam tanah setelah
kelebihan air dialirkan, apabila tanah memiliki kadar air yang tinggi maka
kelebihan air tanah dikurangi melalui evaporasi, transpirasi dan transpor air
bawah tanah. pH tanah adalah tingkat keasaman atau kebasaan suatu benda yang
diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. pH tanah atau
tepatnya pH larutan tanah sangat oenting karena larutan tanah mengandung
unsur hara seperti Nitrogen (N), Potassium/kalium (K) dan Pospor (P) dimana
tanaman membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang dan
bertahan terhadap penyakit.

1.2 Prosedur Pengambilan Sampel


a. Alat dan bahan
Bor tanah, sekop dan soil tester, ember plastik/kantong plastik tebal untuk
memuat 1 kg tanah dan spidol.
b. Cara kerja
- Pengambilan dengan cara grab sampling menggunakan bor tanah;
- Tanah yang diambil harus bersih dari rumput, sampah batu-batuan
disekitar. Jika perlu dicangkul;

27
- Lakukan bor pada tanah, dengan kedalaman hingga 0-20 cm untuk
kepentingan pengukuran kimiawi;
- Setelah itu sampel tanah dimasukkan ke dalam wadah sampel yang
disediakan;
- Untuk mengukur kelembaban, suhu dan pH dilakukan dengan soil
tester;
- Tekan tombol ON/OFF
- Masukkan soil tester hingga kedalaman 10-20 cm pada tanah;
- Setiap titik dilakukan pembacaan hingga angka pada alat ukur stabil.
Dilakukan pembacaan hingga 2 kali;
- Tulis hasil pengukuran dan hitung rata-rata pH, Suhu dan
kelembaban/keadaan air yang dihasilkan pada alat tersebut;

28
G. KEBISINGAN

1.1. Umum
Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang bersifat
menggangu pendengaran dan dapat menurunkan daya dengar seseorang yang
terpapar (WHS, 1993). Dari segi kualitas, bunyi dibedakan menjadi dua yaitu
frekuensi yang dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (Hertz) yaitu jumlah
getaran dalam satu detik yang sampai ke telinga dan intensitas atau arus energi
yang dinyatakan dalam desibel (dB) yaitu perbandingan antara kekuatan dasar
bunyi dengan frekuensi yang dapat diterima oleh telinga normal (Suma’mur,
1995).
a. Klasifikasi kebisingan
Kebisingan diklasfikasi menjadi dua jenis golongan yaitu kebisingan tetap
(steady noise) dan kebisingan tidak tetap (unsteady noise). Kebisingan tetap
terdiri dari kebisingan dengan frekuensi terputus dan kebisingan tetap.
Kebisingan tidak tetap terdiri dari kebisingan fluktuatif, intermitent noise dan
kebisingan impulsif.
b. Tingkat dan sumber bunyi pada skala kebisingan

Tingkat Bising Sumber Bunyi Skala Intensitas


dB(A)
0-20 Gemerisik daun Sangat tenang
20-40 Perpustakaan, percakapan Tenang
40-60 Radio pelan, percakapan Sedang
keras rumah, gaduh
kantor
60-80 Perusahaan, radio Keras
80-100 Peluit polisi, jalan raya, Sangat keras
pekerjaan mekanis
100-120 Mesin turbin uap, mesin Sangat amat keras
diesel, kereta bawah tanah
>120 Ledakan bom, mesin jet, Menulikan
roket
Sumber: Suharsono, 1991

29
c. Pengukuran intensitas kebisingan
Pengukuran kebisingan biasanya dinyatakan dengan satuan decibel (dB).
Decibel adalah suatu unit pengukuran kuantitas resultan yang
merepresentasikan sejumlah bunyi dan dinyatakan secara logaritmik. Alat
yang dipergunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah sound
level meter (SLM). Sound level meter ini mengukur perbedaan tekanan yang
hasil keluaran dari alatnya menggunakan persamaan:

SPL = 10log (P/Pref)


Keterangan:
SPL : tingkat tekanan kebisingan (dB)
P : tekanan suara (N/m2)
Pref : tekanan bunyi reference (2x10-5N/m2)

d. Dampak kebisingan
Dampak kebisingan berdampak buruk pada kesehatan diantaranya:
- Gangguan fisiologis: sistem internal tubuh, ambang pendengaran,
gangguan pola tidur.
- Gangguan psikologis: khawatir, takut
- Gangguan patologis organis: ketulian
- Komunikasi: mengganggu pembicaraan dan pendengaran

1.2 Prosedur Pengambilan Sampel


a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan adalah Sound Level Meter
(SLM).
b. Cara Kerja
- Pertama-tama aktifkan alat ukur sound level meter yang akan digunakan
untuk mengukur;

30
- Pilih selektor pada posisi max untuk jenis kebisingan continue atau
berkelanjutan atau selektor pada posisi min untuk jenis kebisingan
impulsive atau yang terputus-putus;
- Pilih selektor range intensitas kebisingan;
- Kemudian tentukan area yang akan diukur;
- Setiap area pengukuran dilakukan pengamatan selama 1 jam, minimal 60
kali pembacaaan. (1 menit);
- Hasil pengukuran berupa angka yang ditunjukkan pada monitor; dan
- Tulis hasil pengukuran dan hitung rata-rata kebisingannya, maka akan
diketahui hasil pengukuran dari kebisingan tersebut.

31
H. KECEPATAN ANGIN

1.1. Umum
Kecepatan angin merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diketahui
oleh masyarakat seperti untuk pemantauan cuaca dan arah angin selain itu untuk
mengukur tinggi gelombang laut dan tekanan udara. Satuan yang digunakan
adalah Km/Jam.

1.2. Prosedur Pengambilan Sampel


a. Alat dan bahan
Alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan angin adalah dengan
Anemometer.
b. Cara kerja
- Tekan tombol ON/OFF;
- Akan tampil semua item pengukuran pada layar;
- Klik mode tekan selama 3 detik untuk memilih satuan yang akan dipakai.
Lalu klik set;
- Setelah itu alat diarahkan ke titik sampel;
- Setiap area pengukuran dilakukan pengamatan selama 1jam minimal
kurang lebih 30 kali pembacaan. (2 menit);
- Hasil pengukuran berupa angka yang ditunjukkan pada monitor; dan
- Tulis hasil pengukuran dan hitung rata-rata kecepatan angin dan suhu
maka akan diketahui hasil pengukuran dari alat tersebut.

32
I. ASIDI-ALKALINITAS

1.1. Umum
Pengertian asiditas adalah kemampuan air untuk menetralkan larutan basa,
sedangkan alkalinitas adalah kemampuan air untuk menetralkan larutan asam. Asidi-
alkalinitas dalam air berkaitan erat dengan pH, dan penyebabnya adalah:
a. H+ (asam mineral, asam organik)
b. CO2 (dari atmosfer, dari hasil penguraian zat organik oleh mikroorganisme)
c. HCO-3 (bikarbonat, Ca(HCO3)2)
d. CO3-2 (karbonat, Na2CO3)
e. OH- (hidroksida, NaOH, Ca(OH)2)

Asam mineral, (HCl, H2SO4, H2S dll) atau asam organik (asam asetat, asam format
dll), banyak terdapat di dalam air limbah industri, seperti air limbah dari proses
metalurgi atau electroplating. Air alamiah juga mengandung asam mineral yang
berasal dari melarutnya mineral yang berasal dari asam kuat, contohnya:

FeCl3 + 3H2O  Fe (OH)3 + 3HCl

Atau teroksidasinya senyawa sulfur oleh oksigen dan akan terbentuk asam sulfat.
Dalam dunia pertambangan proses pembentukan asam sulfat tersebut dikenal
dengan air asam tambang.

2S + 3O2 + 2H2O  4 H+ + 2SO4=

Jika suatu air mengandung asam mineral atau asam organik, maka pH air tersebut
pH ≤ 4,3.

Gas CO2 yang berasal dari atmosfer atau yang berasal dari penguraian zat organik
oleh mikrooragnisme akan menyebabkan asiditas dalam air, karena gas CO 2 dalam
air dapat terdiffusi dan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat yang bersifat
asam.

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-


Jika suatu contoh air mengandung gas CO2 maka pH air tersebut berkisar antara pH
4,3 - 8,3.

33
Kemungkinan komposisi penyebab asiditas dalam air adalah:
a. Hanya disebabkan oleh asam (asam mineral asam organik) pH air ≤ 4,3, disebut
dengan asidital metal orange (Methyl orange acidity)
b. Disebabkan oleh asam dan gas CO2 (H+ dan CO2)
c. Disebabkan oleh gas CO2, pH air berkisar antara pH 4,3 -8,3.

Pengertian asiditas metil orange (methyl orange acidity) adalah banyaknya basa yang
harus ditambahkan untuk menetralkan asam dalam air (H+) sampai pH air mencapai
pH ± 4,3. Pengertian asiditas total atau asiditas fenolftalin (phenol phthalin acidiy)
adalah banyaknya basa untuk menetralkan asiditas dalam air sampai pH = 8,3.
(phenol phthalin berwarna ros). Kemungkinan komposisi penyebab alkalinitas dalam
air adalah
a. Gas CO2 dan HCO3- (pH air ≤ 8,3)
b. HCO3- (pH air ≤ 8,3)
c. HCO3- dan CO3-2 (pH air ≥ 8,3)
d. CO3-2 (pH air ≥ 8,3)
e. CO3-2 dan OH- (pH air ≥ 10)
f. Hanya OH- (pH air ≥ 10)

Jika suatu contoh air ditambah indikator fenolftalin berwarna merah maka pH air
≥8,3, berarti kemungkinan penyebab alkalinitas dalam air adalah karbonat dan
hidroksida dan disebut dengan alkalinitas fenolftalin (phenolphthalein alkalinity), yaitu
banyaknya asam yang harus di tambahkan ke dalam air sampai pH 8,3. Sedangkan
pengertian total alkalinitas (total alkalinity) adalah akalinitas yang disebabkan oleh
bikarbonat , karbonat dan hidroksida, yaitu banyaknya asam yang dibutuhkan untuk
menetralkan air sampai pH nya mencapai pH 4,3. Data asidi-alkalinitas dalam air
sangat berguna untuk :
a) Data CO2 banyak digunakan untuk mengetahui sifat korosifitas air, terutama
korosifitas dalam pipa distribusi air minum.
b) Berguna untuk mengetahui efektifitas proses aerasi.
c) Proses koagulasi dalam pengolahan air.

34
d) Perhitungan kebutuhan kapur dan soda dalam proses kapur soda untuk
penurunan kesadahan.
e) Untuk mengetahui kualitas air dalam rangka memenuhi baku mutu air.

1.2. Metode pengukuran


Metode pengukuran yang umum digunakan adalah titrasi asam basa menggunakan
larutan asam (HCl, H2SO4) dan larutan basa NaOH, dengan menggunakan indikator
fenolftalin, metil orange atau metil jingga. Jika contoh air yang akan diperiksa
berwarna, sehingga tidak mungkin titrasi dilakukan menggunakan larutan indikator,
maka dapat digunakan titrasi potensiometri atau titrasi asam basa menggunakan pH
meter sebagai indikatornya. Satuan yang digunakan untuk menyatakan asiditas atau
alkalinitas adalah:
a. Asiditas metil orange (mg/l CaCO3)
b. Asiditas fenolftalin (mg/l CaCO3)
c. Alkalinitas fenolftalin (mg/l CaCO3)
d. Total alkalinitas (mg/l CaCO3)
Selain itu, pengukuran asiditas dan alkalinitas dinyatakan sebagai mg/l masing-
masing ion penyebab asidi-alkainitas tersebut.

1.3. Prosedur pengukuran


1.3.1. Prinsip pengukuran
Asiditas atau alkalinitas dalam air dinetralkan dengan basa NaOH atau asam
HCl/H2SO4 menggunakan indikator fenolftalein dan metil orange.

1.3.2. Reaksi
1. Asiditas : H+ + OH-  H2O
CO2 + OH-  HCO3-
HCO3- + H  H2O + CO2
2. Alkalinitas : OH- + H+  H2O
CO3=+ H+  HCO3-
HCO3- + H  H2O + CO2

35
1.3.3. Pereaksi
a) Larutan NaOH 0,1 N
4 gr kristal NaOH dilarutkan dalam 1 L aquadest yang telah dipanaskan,
kemudian dinginkan. Tentukan normalitasnya dengan larutan standar asam
oxalat 0,1 N.
b) Larutan Asam Oxalat (H2C2O4. 2H2O) 0,1 N
6,3 gr asam oxalat p.a yang telah ditimbang dengan teliti, dimasukkan ke dalam
labu ukur 1 L. Larutkan dan encerkan dengan aquadest hingga volumenya tepat
1 L.
c) Larutan HCl 0,1 N
Encerkan 8,3 ml HCl pekat (37 % BJ 1,18) dalam aquadest hingga volumenya 1L.
d) Larutan Natrium Tetra Borat 0,1 N
Timbang dengan teliti 19,071 gr Natrium Tetra Borat (Na2B4O7.10H2O) p.a.,
kemudian larutkan dengan aquadest dalam labu ukur 1 L, encerkan dengan
aquadest sampai tanda batas.
e) Larutan indikator fenolftalein 0,035 %
Larutkan 0,035 gr indikator fenolftalein dalam etanol 70 %, kemudian encerkan
dengan etanol hingga volumenya 100 ml. Netralkan dengan larutan NaOH 0,1
N sampai merah muda.
f) Larutan indikator metil orange 0,1 %
Larutkan dan encerkan 0,1 gr metil orange dalam aquadest hingga volumenya
100 ml.
g) Standarisasi larutan NaOH 0,1N
25 ml larutan standar asam oxalat 0,1N dipipet dengan menggunakan volumetri
pipet, dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Tambahkan 20 tetes larutan
indikator fenoftalein 0,035 %, dan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai
cairan berwarna merah muda. Catat ml NaOH 0,1N yang digunakan.

Normalitas NaOH =

36
h) Standarisasi larutan HCl 0,1 N 25 ml larutan standar Natrium Borat 0,1N dipipet
dengan menggunakan volumetri pipet, dan dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer. Tambahkan 3 - 5 tetes indikator metil orange 0,1 %, dan titrasi
dengan larutan HCl 0,1N sampai cairan berubah warna dari kuning menjadi
jingga (orange). Catat ml HCl 0,1N yang digunakan.

Normalitas HCl =

1.3.4. Pengukuran asiditas alkalinitas berdasarkan SNI 06-2422- 1991


a) Asiditas methyl orange (pH air < 4,3)
100 ml contoh air ditambah 3 tetes indicator methyl orange, kemudian dititrasi
dengan larutan NaOH sampai berwarna orange (sampai pH = 4,3). Catat
banyaknya volume NaOH yang digunakan untuk titrasi.

Asiditas methyl orange (mg/l CaCO3) = (1000/100) x ml NaOH x N. NaOH x (100/2)

b) Asiditas total (pH air < 8,3)

100 ml contoh air ditambah 20 tetes indicator phenol phthalin, kemudian dititrasi
dengan larutan NaOH), 1 N sampai cairan berwarna merah muda. Catat banyak
volume NaOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi tersebut.

Asiditas total (mg/l CaCO3) = (1000/100) x ml NaOH x N. NaOH x (100/2)

c) Alkalinitas phenol phthalin

100 ml contoh air ditambah 20 tetes indicator phenol phthalin (air berwana
merah), kemudian dititrasi dengan larutan HCl atau H2SO4 0,1N sampai warna
merah tepat hilang. Catat banyak volume HCl atau H2SO4 0,1 N yang digunakan
untuk titrasi tersebut.

Alkalinitas phenol phthalin (mg/l CaCO3) = (1000/100) x ml HCl x N. HCl x (100/2)

37
d) Alkalinitas total.

100 ml contoh air ditambah 3 tetes larutan indicator methyl orange, kemudian
dititasi dengan larutan HCl atau H2SO4 0,1 N sampai cairan berwarna orange
(pH =4,3). Catat volume HCl atau H2SO4 0,1 N yang digunakan untuk titarsi.
mlNaOH x 1000 ,025 mlHCl x 1000 ,025

Alkalinitas total (mg/l CaCO3) = (1000/100) x ml HCl x N. HCl x (100/2)

1.3.5. Pengukuran asidi-alkalinitas

a. Masukkan 100 ml contoh air ke dalam labu Erlenmeyer, tambahkan 20 tetes indikator
fenolftalein 0,035 %.

b. Amati perubahan warna yang terjadi. Jika warna air tetap tidak berwarna, lakukan
cara kerja untuk asiditas. Jika terjadi perubahan warna air menjadi merah (merah
muda), lakukan cara kerja untuk alkalinitas.

c. Asiditas

- Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai cairan berwarna merah muda. Catat
banyaknya larutan NaOH 0,1 N yang digunakan (misalkan p ml).
- Tambahkan 3 - 5 tetes indikator metil orange 0,1 %.
- Titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai cairan berubah warna dari kuning
menjadi jingga (orange). Catat banyaknya larutan HCl yang digunakan
(misalkan m ml).

d. Alkalinitas:
- Titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai cairan berubah warna dari merah atau
merah muda menjadi tidak berwarna. Catat banyaknya larutan HCl 0,1 N yang
digunakan (misalkan p ml).
- Tambahkan 3 - 5 tetes indikator metil orange 0,1 %.
- Titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai cairan berubah warna dari kuning
menjadi jingga (orange). Catat banyaknya larutan HCl yang digunakan
(misalkan m ml)

38
e. Perhitungan
1. Asiditas:
Jika p = m, maka air tersebut mengandung CO2
CO2 = (1000/100) x 2p x N. NaOH x (44/2) = ___mg/l

Jika p < m, maka air tersebut mengandung CO2 dan HCO3-


CO2 = (1000/100) x 2p x N. NaOH x (44/2) = mg/l
HCO3- = (1000/100) x {(m x N. HCl) – (p x N NaOH)} x (61) = ___mg/l

Jika p > m, maka air tersebut mengandung H+ dan CO2.


H+ = (1000/100) x {(p x N. NaOH) – (m x N HCl)} x (1) = ___mg/l
CO2 = (1000/100) x (2m x N. HCl) x (44/2) = ___mg/l

2. Alkalinitas:
Jika p = m, maka air tersebut mengandung CO3=
CO3= = (1000/100) x 2p x N. HCl x (60/2) = ___mg/l

Jika p < m, maka air tersebut mengandung CO3= dan HCO3-


CO3= = (1000/100) x 2p x N. HCl x (60/2) = ___mg/l
HCO3- = (1000/100) x (m-p) x N. HCl x (61) = ___mg/l

Jika p > m, maka air tersebut mengandung OH- dan CO3=.


OH- = (1000/100) x (p-m) x N. HCl x (17) = ___mg/l
CO3= = (1000/100) x 2m x N. HCl x (60/2) = ___mg/l

1.4. Catatan
Pengukuran asidi-alkalinitas harus dilakukan sesegera mungkin dan biasanya
dilakukan di tempat pengambilan contoh (analisa setempat). Teknik pengawetan yang
digunakan adalah pendingin 4oC, dan batas waktu penyimpan yang masih
direkomendasikan adalah 14 hari, kecuali untuk gas CO2, harus dilakukan pada saat
sampling, karena gas CO2 mudah berubah.

39
Daftar Pustaka
1. Sawyer Clair N, Mc Carty Perry L. and Parkin Gene F, Chemistry for Environmental
Engineering and Science, Fifth Edition, Mc Graw Hill, Boston, 2003
2. AWWA, Standard Methods For The Examination of Water and WasteWater, 20 th
Edition, 1998
3. UNEP, Water Quality Monitoring, E & FN Spon an Imprint of Chapman &Hall, UK,
1996

40
J. NETRALISASI

1.1. Umum
Pengertian percobaan netralisasi adalah percobaan penentuan dosis asam atau basa
yang diperlukan untuk menaikkan pH air sampai memenuhi persyaratan.
Peningkatan pH atau penurunan pH dalam air diperlukan, karena air hasil
pengolahan tidak selalu mempunyai pH yang diharapkan sesuai baku mutu.
Contohnya untuk pengolahan air dengan menggunakan tawas sebagai koagulan dan
kaporit sebagai disinfektan, maka akan diperoleh pH air yang lebih rendah, maka
harus dinaikkan pHnya dengan penambahan basa sampai pH memenuhi syarat.

Air hasil pengolahan dengan proses kapur soda, akan diperoleh pH air yang tinggi
(basa) berkisar antara pH 9-10. Untuk itu, perlu diturunkan dengan penambahan
asam.

Bahan kimia yang umum digunakan untuk menaikkan pH adalah kapur (CaO) atau
soda NaOH atau Na2CO3, sedangkan untuk menurunkan pH dapat digunakan asam,
seperti asam sulfat atau asam klorida.

1.2. Percobaan Netralisasi


1.2.1. Pereaksi
a. Larutan HCl 0,1 N atau H2SO4 0,1 N
b. Larutan kapur atau Na2CO3 (1 cc = 1 mg)
c. Larutan soda (Na2CO3) (1 ml = 10 mg)
10 gr natrium karbonat p.a. dilarutkan dalam 1000 ml air suling.
d. Larutan kapur (1 ml = 10 ml)
10 gr CaO dilarutkan dalam 1000 ml air suling.

1.2.2. Cara Kerja


Penurunan pH air sampai pH 8,3,
Masukkan 100 ml contoh air ke dalam labu erlenmeyer. Tambahkan 3 tetes larutan
fenolftalein 0,1 %. Titrasi contoh air tersebut dengan menggunakan buret atau pipet 1
ml sampai warna merah hilang dengan larutan HCl 0,1 N.

41
Catat ml HCl yang digunakan, misalnya a ml.

Kebutuhan HCl untuk netralisasi = 1000 x a x 0 ,1 = a mek / l


100

Menaikkan pH air sampai pH 8,3


Masukkan 100 ml contoh air ke dalam labu erlenmeyer. Tambahkan 3 tetes larutan
fenolftalein 0,1 %. Titrasi contoh air tersebut dengan menggunakan buret atau pipet 1
ml oleh larutan kapur atau soda sambil dikocok, sampai terbentuk warna merah
jambu. Catat ml kapur atau soda yang digunakan (misalnya a ml).

Kebutuhan kapur atau soda untuk netralisasi = 1000 x a x 0 ,1 = a mg / l


100

42
K. ZAT ORGANIK (Angka Permanganat)

1.1 Umum
Senyawa organik adalah senyawa yang terdiri dari atom C, H, O, N, S, P dan X,
dengan atom karbon sebagai tulang punggungnya, dan atom lain akan berikatan
dengan atom karbon melalui ikatan kovalen.

Jenis senyawa organik di dalam air banyak sekali jenisnya dari mulai senyawa
organik dengan rantai karbon yang pendek (seperti trihalometan, metanol) sampai
rantai panjang (karbohidrat, asam humat dsb), Jenis dan banyak senyawa organik
sangat tergantung dari sumber pencemarnya, apakah berasal dari kegiatan alamiah
seperti penguraian dedaunan, atau dari kegiatan industri seperti zat organik dari zat
warna tekstil.

Untuk mengetahui komposisi zat organik di dalam air atau mengidentifikasi senyawa
organik tersebut tidaklah mudah, diperlukan prosedur analisis yang tidak sederhana,
juga peralatan yang canggih, biaya yang cukup mahal dan waktu pengerjaaannya
yang relatif lebih lama. Oleh sebab itu, pengukuran zat organik di dalam air lebih
banyak digunakan pengukuran secara agregrat

(kelompok atau umum), sedangkan untuk pengukuran jenis senyawa organik


individual, hanya ditujukan untuk pengukuran zat organik yang bersifat toksik,
seperti pengukuran pestisida, triklormetan, polisiklik aromatik, PCB dsb.

Pengukuran zat organik secara agregat ditujukan untuk mengetahui konsentrasi zat
organik di dalam air secara umum, tanpa mengetahui jenis senyawanya. Dasar
pengukuran secara agregrat adalah berdasarkan sifat atau karateristik senyawa
organik secara umum. Contohnya:
a. Senyawa organik, selalu mengandung atom karbon (C) sebagai tulang
punggungnya, dimana atom yang lain akan berikatan dengan atom karbon
secara kovalen. Berdasarkan sifat tersebut, maka dilakukan pengukuran atom

43
karbon dari senyawa organik di dalam air, tanpa memperhatikan jenis
senyawa organiknya, dan dikenal dengan parameter TOC (Total Organic
Carbon).

b. Secara umum, hampir semua senyawa organik dapat dioksidasi oleh oksidator
kuat (KMnO4, K2Cr2O7 dll). Maka berdasarkan sifat tersebut, dikenal parameter
COD dan angka Permanganat, yaitu banyaknya oksidator yang diperlukan untuk
mengoksidasi senyawa organik di dalam air. Dengan demikikan parameter COD
digunakan untuk menunjukkan banyaknya zat organik di dalam air (tanpa
diketahui jenisnya) yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7 dengan kondisi tertentu.

c. Sebagian dari zat organik dapat digunakan sebagai sumber energi oleh sel
mikroorganisme, seperti karbohidrat, lemak protein dsb. Dengan demikian
sebagian zat organik di dalam air dapat diuraikan oleh mikroorganisme sebagai
sumber energi. Berdasarkan sifat tersebut, maka dikembangkan prinsip
pengukuran senyawa organik di dalam air yang hanya ditujukan untuk
pengukuran zat organik yang dapat terurai (biodegradable) oleh mikrorganisme
pada kondisi tertentu, dikenal dengan parameter BOD (Biochemical Oxygen
Demand).

1.2. Pengukuran Angka Permanganat


Pengukuran angka permanganat adalah pengukuran zat organik dalam air, dimana
zat organik di dalam air dioksidasi oleh oksidator kuat KMnO4 pada temperatur
mendidih (±100oC) selama 10 menit. Semakin banyak zat organik di dalam air maka
akan semakin banyak oksidator KMnO4 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
senyawa organik.

Satuan yang digunakan untuk menyatakan banyaknya zat organik adalah mg/L
KMnO4, artinya yang dihitung adalah banyaknya mg KMnO 4 yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi senyawa organik dalam 1 liter air, hal ini disebabkan karena
tidak diketahui jenis senyawa organik dalam air tersebut, sehingga sulit menentukan
berat molekul dari zat organik tersebut, digunakan satuan mg/L KMnO 4 agar lebih
praktis.

44
Kelemahan metode ini adalah untuk jenis senyawa organik yang mudah menguap,
tidak akan terukur karena akan menguap pada pemanasan di dalam labu erlenmeyer
yang terbuka.

Adanya senyawa anorganik yang dapat teroksidasi oleh KMnO 4, akan terukur
sebagai senyawa organik, seperti klorida, nitrit, sulfida dll.

Teknik pengawetan contoh air untuk pengukuran zat organik adalah dengan cara
ditambah H2SO4 sampai pH<2 dan didinginkan 4oC. Dapat digunakan wadah yang
terbuat dari gelas atau plastik.

1.3. Prosedur Pengukuran


1.3.1 Metode: Titrasi Permanganometri
1.3.2 Prinsip pengukuran
Zat organik di dalam air dioksidasi oleh KMnO4 berlebihan dalam suasana asam dan
panas. Kelebihan KMnO4 direduksi oleh asam oxalat berlebihan. Kelebihan asam
oxalat dititrasi kembali oleh larutan KMnO4.

1.3.3. Reaksi
Zat organik + KMnO4 berlebih CO2 + H2O
2KMnO4 + 5H2C2O4 + 3H2SO4 2MnSO4 + 10CO2 +K2SO4

1.3.4. Pereaksi
a. Larutan KMnO4 0,1 N
3,16 gr KMnO4 dilarutkan dalam aquadest, lalu encerkan hingga volumenya tepat
1 L. Didihkan selama 10 menit. Tambah aquadest untuk menggantikan air yang
hilang sampai volumenya 1 L. Biarkan di tempat gelap selama 3 hari. Saring
dengan saringan gelas wool. Simpan dalam botol coklat.

b. Larutan KMnO4 0,01 N

100 ml larutan KMnO4 0,1 N dipipet, kemudian diencerkan dengan aquadest


hingga volumenya tepat 1 L.

45
c. Larutan Asam Oxalat (H2C2O4.2H2O) 0,1 N

6,3 gr asam oxalat ditimbang dengan teliti, kemudian dilarutkan dalam aquadest.
Masukkan ke dalam labu ukur 1 L, lalu tambahkan 50 ml H2SO4 pekat, dan
encerkan dengan aquadest sampai tanda batas.

d. Larutan Asam Oxalat (H2C2O4.2H2O) 0,01 N

100 ml larutan asam oxalat 0,1 N dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 1 L.
Tambahkan 10 ml larutan H2SO4 4 N, dan encerkan dengan aquadest sampai tanda
batas.

e. Larutan H2SO4 4 N bebas zat organik

111 ml H2SO4 pekat diencerkan dengan aquadest hingga volumenya 1 L


. Tambah tetes demi tetes larutan KMnO4 0,01 N sampai cairan berwarna merah
muda. Didihkan selama 10 - 15 menit, jika warna merah hilang selama pendidihan,
penambahan KMnO4 0,01 N diteruskan sampai warna merah muda tidak hilang.

1.3.5. Cara Kerja


a. Pembebasan labu erlenmenyer dari zat organik
100 ml air kran dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Tambahkan beberapa batu
didih. Tambahkan 5 ml H2SO4 dan tetes demi tetes larutan KMnO4 0,01 N sampai
cairan berwarna merah muda. Panaskan di atas api atau hot plate dan biarkan
mendidih selama 10 menit. Jika selama pendidihan warna merah muda hilang,
tambah lagi larutan KMnO4 0,01 N sampai warna merah muda tidak hilang. Buang
cairan dalam erlenmeyer.

b. Pemeriksaan zat organik


100 ml contoh air dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer bebas zat organik.
Tambahkan 5 ml H2SO4 4 N dan tetes demi tetes larutan KMnO4 0,01 N sampai
cairan berwarna merah muda. Panaskan di atas hot plate sampai hampir
mendidih. Tambah 10 ml larutan KMnO4 0,01 N, pemanasan diteruskan selama 10
menit tepat. Jika selama pemanasan warna KMnO4 hilang, tambahkan KMnO4
terus sehingga tetap berwarna ungu. Setelah pemanasan selesai tambahkan 10 ml
larutan asam oxalat 0,01 N (warna KMnO4 akan hilang). Titrasi dengan larutan
46
KMnO4 0,01 N sampai berwarna merah muda. Catat ml larutan KMnO4 yang
digunakan.

c. Penentuan faktor ketelitian KMnO4 zat organik


Terhadap labu erlenmeyer tersebut ditambahkan larutan asam oxalat 0,01 N.
Titrasi dengan larutan KMnO4 0,01 N sampai cairan berwarna merah muda. Catat
ml larutan KMnO4 yang digunakan.

Faktor ketelitian = 10
mL KMnO4

1.3.6. Perhitungan
1000
Kandungan zat organik = 𝑥 10𝑎 𝑥 𝐹 10 𝑥 0,01 𝑥 31,6 = 𝑚𝑔/𝑙 𝐾𝑀𝑛𝑂4
100

a : ml KMnO4 pada waktu titrasi


F : faktor ketelitian KMnO4
31,6 : berat ekivalen KMnO4

Daftar Pustaka
1. Sawyer Clair N, Mc Carty Perry L. and Parkin Gene F, Chemistry for Environmental
Engineering and Science, Fifth Edition, Mc Graw Hill, Boston, 2003
2. AWWA, Standard Methods For The Examination of Water and WasteWater, 20 th
Edition, 1998

47
L. ANALISA LUMPUR DAN SVI

1.1 Umum
Pengertian lumpur kasar settleable solid adalah padatan/ lumpur/ material
tersuspensi yang dapat mengendap secara gravitasi. Penentuan kadar lumpur kasar
merupakan hal pening dalam analisa air buangan. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan tabung berbentuk kerucut yang bernama Imhoff cone (lihat Gambar 5.)
yang berskala dan bervolume 1 liter. Sampel air buangan dimasukkan ke dalam
tabung, didiamkan sampai volume lumpur konstan, umumnya selama 1 jam.
Temperatur sampel adalah sekitar temperatur ruang, dan hindari sampel dari cahaya
lanngsung matahari. Pengendapan lumpur diamati dengan periode waktu
pengamatan tertentu, misalnya setiap 15 menit, dan dicatat jumlahnya (dalam ml).
Dari hasil yang diperoleh kemudian dibuat grafik antara waktu pengendapan dan
volume lumpur terbentuk. Dari grafik dapat ditentukan waktu pengendapan
optimum yang memberikan jumlah lumpur terbesar.

Data hasil pengukuran solid berguna terutama untuk:


a. Mengetahui kualitas air yang sedang diteliti apakah memenuhi
baku mutu tertentu.
b. Perencanan dan desain pengolahan air terutama dalam
merencanakan ruang lumpur pada bak sedimentasi pertama.

Gambar 5. Imhoff cone

48
Sludge Volume Index (SVI) menunjukkan volume lumpur yang ditempati oleh 1 gram
sampel air setelah proses pengendapan selama 30 menit. Umumnya pengendapan
dilakukan dalam gelas ukur bervolume 1 liter. Angka SVI digunakan dalam
pemantauan karakteristik pengendapan lumpur yang dihasilkan dari proses lumpur
aktif atau proses biologi lainnya. SVI sangat berguna dalam proses kontrol secara
rutin. Angka SVI yang tinggi menunjukkan bahwa dalam proses terbentuk lumpur
yang sangat ringan dan mengapung/ melayang dalam air, misalnya karena
banyaknya bakteri filament. Keberadaan lumpur yang mengapung ini akan
mengganggu dalam pengendapan di clarifier.
Nilai SVI antara 50 – 150 menunjukkan bahwa lumpur dapat mengendap dengan
baik, sedangkan MLSS dalam tangki aerasi bernilai 2000 – 4000 mg per liter,
tergantung dari proses dalam tangki aerasi.

1.2 Metoda Pengukuran


a. Volume lumpur kasar (settleable solids) dalam sample air diukur selama periode
waktu tertentu di dalam kerucut Imhoff sampai volume lumpur konstan.
Lumpur kasar dinyatakan dalam ml/l.
b. Sludge volume Index (SVI) atau indeks volume lumpur diukur dengan
mengamati volume lumpur yang terbentuk (dalam gelas ukur) selama 30
menit. SVI dinyatakan dalam ml/gr TSS.

1.3. Peralatan
a. Kerucut Imhoff (Imhoff Cone) volume 1 liter
b. Gelas ukur volume 1 liter
c. 2 (dua) buah cawan penguap (mulut lebar)
d. Neraca Analitik
e. Oven

49
1.4. Cara Kerja
a. Pengukuran Lumpur kasar.
Siapkan kerucut Imhoff volume 1 liter dan letakkan dalam posisi tegak lurus, yang
dapat dibantu dengan statif. Contoh air yang homogen dimasukkan ke dalam
kerucut Imhoff sampai tanda batas (volume 1 liter), kemudian pada menit ke 5,
10, 15, 20, 30, 45.......dst diukur volume lumpur yang mengendap. Pengukuran
dihentikan jika volume lumpur telah konstan. Lumpur kasar dinyatakan dalam
ml per liter. Buat grafik hubungan antara waktu pengamatan dengan volume
lumpur.
b. Pengukuran Sludge Volume Index (SVI).
Siapkan gelas ukur bervolume 1 liter, masukkan sampel air yang telah dikocok
sampai volume tepat pada tanda batas 1 liter. Biarkan selama 30 menit, dan catat
volume lumpur yang terbentuk. SVI dinyatakan dalam ml/ gram MLSS

1.5. Perhitungan

𝐕 𝐱 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝐒𝐕𝐈 =
𝐓𝐒𝐒

SVI = sludge volume index, ml per gram


V = volume lumpur setelah pengendapan selama 30 menit, ml per liter
MLSS = mixed liquor SS, mg per liter
1000 = miligram per gram

50
M. NITROGEN

1.1. Umum

Kimia nitrogen di alam lebih komplek, karena tingkat oksidasi (valensi) yang
berbeda-beda dari mulai senyawa NH3 (valensi -3) sampai gas N2O5 (valensi +5).
Sedangkan jenis senyawa nitrogen yang ada di dalam air adalah dari mulai NH 3
sampai NO3- (valensi +5).
Sebagai sumber nitrogen di alam adalah atmosfer, dengan bantuan petir akan
teroksidasi membentuk N2O5 dan kemudian bereaksi dengan air membentuk HNO3
dan terbawa oleh air hujan menuju permukaan bumi. Nitrogen di atmosfer bisa juga
ditangkap oleh bakteri (nitrogen-fixing bacteria) membentuk protein.
Kehadiran senyawa nitrogen di dalam air dapat berasal dari aktifitas pertanian, yaitu
pemberian pupuk urea, atau dari air limbah domestik dan dari limbah industri, atau
berasal dari tanah.
Berbagai jenis senyawa nitrogen berada dalam air:
a. Nitrogen organik (protein, asam amino dll)
b. Ammonia (NH3)
c. Ammonium (NH4+)
d. Nitrit (NO2-)
e. Nitrat (NO3-)

Senyawa N-organik di dalam air dapat berasal dari air limbah domestik atau air
limbah kotoran binatang, akan terurai oleh mikroorganisme membentuk senyawa
ammonia.
Senyawa ammonia di dalam air, dalam suasana asam (pH rendah) akan berubah
menjadi ammonium (NH4+).

NH3 + H+ NH4+

Ammonia dengan adanya bakteri Nitrozomonas akan teroksidasi membentuk senyawa


nitrit. Selanjutnya senyawa nitrit akan teroksidasi dengan adanya bakteri Nitrobacter
membentuk senyawa nitrat.

51
2NH3 + 3 O2 2NO2- + 2 H+ + 2H2O
2NO2- + 2O2 2NO3-

Dalam kondisi anaerobik nitrat dan nitrit dapat tereduksi dalam proses denitrifikasi
membentuk Gas N2

1.2. Metode Pengukuran.


a. Pengukuran NH3
Metode yang digunakan untuk pengukuran NH3 dalam air yaitu metode destilasi,
yang dilanjutkan dengan titrasi asam basa atau metode spektrofotometri.
Contoh air dibasakan dengan NaOH, kemudian didestilasi, maka NH 3 akan menguap
dan ditangkap dengan pelarut kimia asam (HCl atau H 3BO3). Selanjutnya NH3 yang
tertangkap dititrasi asam asam menggunakan indikator asam basa.
Metode lain adalah metode Nessler, NH3 yang tertangkap ditambah pereaksi Nessler
membentuk senyawa kompleks yang berwarna, selanjutnya warna tersebut diukur
dengan spektrofotometer.

b. Pengukuran N-organik
Metode yang umum digunakan untuk pengukuran N-organik adalah metode
Kjeldhal. Senyawa N-organik didektruksi dengan asam sulfat pekat dalam suasana
panas, sehingga membentuk senyawa (NH4)2SO4. Selanjutnya didestilasi dalam
suasana basa NaoH sehingga terbentuk gas NH3 yang menguap dan ditangkap
dengan pelarut kimia tertentu (HCl atau H 3BO3. Selanjutnya NH3 yang ditangkap
ditentukan seperti prosedur di atas.
Hasil yang diperoleh adalah Nitrogen Total Kjeldhal (NTK)

N-organik = NTK – NH3

c. Pengukuran Ammonium
Salah satu metode yang umum digunakan untuk pengukuran ammonium dalam air
adalah metode Nessler, yaitu contoh air ditambah pereaksi Nessler membentuk
senyawa berwarna. Selanjutnya warna yang terjadi di ukur dengan spektrofotometer.

52
d. Pengukuran nitrit
Metode yang digunakan adalah metode spektrofotmetri dengan penambahan
pereaksi tertentu membentuk senyawa yang berwarna. Selanjutnya warna tersebut di
ukur dengan alat spektrofotometer.

e. Pengukuran nitrat.
Pengukuran nitrat dalam air lebih sulit, beberapa metode yang umum dipakai adalah:
- Metode UV spectrofotmetri
- Metode Ion Chromatografi
- Metode Elektrode spesifik untuk nitrat
- Metode reduksi membentuk nitrit atau ammonium

Satuan yang umum digunakan untuk menyatakan senyawa Nitrogen adalah satuan
mg N/L, dan sering ditulis sebagai berikut:
Mg NH3 –N/L, mg NO2-N/L dan mg NO3- - N/L

Teknik pengawetan yang harus dilakukan terhadap contoh air yang akan diperiksa
golongan Nitrogen adalah dengan penambahan asam sulfat pekat sampai pH <2 (1
ml asam sulfat pekat untuk 1 liter contoh air), kemudian didinginkan dan dapat tahan
selam 7 hari untuk N-organik.

1.3. Penggunaan data Nitrogen dalam air


Beberapa kegunaan data Nitrogen dalam air.
a. Dalam bidang air minum, data Nitrogen digunakan untuk proses disinfeksi, yaitu
menghitung banyaknya klor yang harus ditambahkan
b. Adanya senyawa nitrit dalam air minum dapat mengganggu kesehatan
c. Data Nitrogen di dalam perairan dapat digunakan untuk program pengendalian
pencemaran dalam suatu perairan, karena adanya Nitrogen di dalam air akan
menyuburkan algae, karena nitrogen adalah nutrien bagi algae.
d. Digunakan untuk evaluasi pengolahan air limbah secara biologis.

53
1.4. Prosedur pengukuran
1.4.1. Pengukuran ammonium
1.4.1.1 Metode Nessler - Spectrofotometri
1.4.1.2 Prinsip
NH4+ dalam suasana basa dengan pereaksi Nessler membentuk senyawa kompleks
yang berwarna kuning sampai coklat. Intensitas warna yang terjadi diukur
absorbannya pada panjang gelombang 420 nm.

1.4.1.3. Pereaksi
a. Pereaksi Nessler
100 gr Merkuri Iodida (HgI2) dan 70 gr Kalium Iodida (KI) dilarutkan dalam
aquadest bebas ammonium. 160 gr larutan NaOH ditambahkan secara hati-hati
(setiap 150 ml). Kemudian encerkan dengan aquadest sampai volumenya 1 L.
Biarkan dalam tabung kerucut selama 1 malam, kemudian supernatannya
dimasukkan dalam botol coklat.

b. Pereaksi Garam Seignette


50 gr Kalium Natrium Tartrat tetrahidrat (KNa C4H4O6.4H2O) dilarutkan dalam
100 ml aquadest bebas NH4+.

c. Larutan stock standar NH4+ (1000 ppm)


ditimbang dengan teliti 0,2472 gr NH4Cl yang telah dipanaskan pada suhu
1050C selama 1 jam, kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquadest bebas NH4
(dalam labu ukur).

d. Larutan standar NH4+ (100 ppm)


10 ml larutan stock standar NH4 diencerkan dengan aquadest bebas ammonium
sampai volumenya tepat 100 ml.

1.4.1.4. Cara Kerja


a. 25 ml contoh air yang jernih (bila keruh harus disaring)
ditambahkan 1 - 2 tetes pereaksi garam Seignette. Kemudian tambahkan 0,5 ml
pereaksi Nessler, lalu kocok dan biarkan selama 10 menit.

54
b. Warna kuning yang terjadi diukur intensitasnya dengan spectrofotometer pada
panjang gelombang 420 nm.
c. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dibuat larutan standar NH4 0,00, 1,0, 2,0, 3,0, 4,0 dan 5,0 ppm, dengan cara
mengencerkan larutan standar NH4 100 ppm.
Lakukan prosedur yang sama seperti terhadap contoh air pada 25 ml tiap
larutan standar.
Buat kurva kalibrasi antara absorban vs konsentrasi (ppm). Tentukan slope
(ppm/unit absorban).

d. Perhitungan
Konsentrasi NH4 = A x S = ppm

A : absorban sampel
S : kemiringan kurva kalibrasi (ppm NH4 / unit absorban)

1.4.2. Pengukuran Nitrit


1.4.2.1. Metode: Reaksi Diazotasi - Spectrofotometri
1.4.2.2. Prinsip
Nitrit dengan asam sulfanilat dan N -(1-Naphtyl ethylen diamin) dihidrochloride
dalam suasana asam (pH 2 s.d 2,5) membentuk senyawa kompleks yang berwarna
ungu.
Warna ungu yang terjadi diukur intensitasnya dengan spectrofotmeter pada panjang
gelombang 520 nm.

1.4.2.3. Pereaksi
a. Larutan Asam Sulfanilat
0,6 gr asam sulfanilat dilarutkan dalam sedikit air, kemudian ditambahkan 20 ml
HCl pekat. Lalu encerkan dengan aquadest sampai volumenya 100 ml.

b. Larutan N - (1-Naphtyl ethylen diamin) dihidrochloride


0,5 gr N - (1-Naphtyl ethylen diamin) dihidrochloride C 4H4O6.4H2O) dilarutkan
dalam 50 ml aquadest.

55
c. Larutan stock standar Nitrit (1000 ppm)
0,15 gr NaNO2 ditimbang dengan teliti, lalu encerkan dengan aquadest sampai
dengan volumenya 1 L (dalam labu ukur). Larutan stock standar ini harus
distandarisasi secara iodometri untuk mengetahui konsentrasi yang tepat.
d. Larutan standar Nitrit (10 ppm)
10 ml larutan stock standar nitrit 1000 ppm diencerkan dengan aquadest sampai
dengan volumenya 1000 ml dalam labu ukur.

1.4.2.4. Cara Kerja


a. 25 ml contoh air yang jernih (bila keruh harus disaring) ditambahkan 1 ml asam
sulfanilat dan 1 ml larutan N - (1-Naphtyl ethylene diamin) dihidrochloride. Lalu
kocok dan biarkan selama 15 menit.

b. Warna ungu yang terjadi diukur intensitasnya dengan spectrofotometer pada


panjang gelombang 520 nm.

c. Pembuatan Kurva Kalibrasi


Dibuat larutan standar nitrit 0,00, 0,1, 0,2, 0,3, 0,5, 0,7 dan 1,0 ppm, dengan cara
mengencerkan larutan standar nitrit 10 ppm.
Lakukan prosedur yang sama seperti terhadap contoh air pada 25 ml tiap larutan
standar.
Buat kurva kalibrasi antara absorban vs konsentrasi (ppm). Tentukan slope
(ppm/unit absorban).

d. Perhitungan
Konsentrasi Nitrit = A x S = ppm NO2

A : absorban sampel
S : kemiringan kurva kalibrasi (ppm / unit absorban)

1.4.2.5. Catatan
Senyawa yang dapat mengganggu pengukuran nitrit dengan metode ini adalah klor
bebas dan Nitrogen triklorida (NCl3), juga logam berat seperti Besi (III), Timbal (II),
Merkuri (II), dan Perak (I).

56
Contoh air untuk analisa nitrit harus secepat mungkin dianalisa, dapat diawetkan
dengan cara pendinginan dengan batas waktu 28 jam.

1.4.3. Pengukuran nitrat


1.4.3.1. Metode: Brucin - Spectrofotometri
1.4.3.2. Prinsip
Nitrat dalam air dalam suasana asam dengan brusin sulfat dan asam sulfanilat
membentuk senyawa kompleks yang berwarna kuning. Intensitas warna yang terjadi
diukur absorbannya pada panjang gelombang 420 nm.

1.4.3.3. Pereaksi
a. Larutan Brusin - Sulfanilat
1 gr Brusin Sulfat dan 0,1 gr asam sulfanilat dilarutkan dalam 70 ml air panas.
Kemudian ditambahkan 3 ml HCl pekat. Setelah dingin, encerkan dengan
aquadest sampai volumenya 100 ml.

b. Larutan H2SO4
500 ml H2SO4 pekat dilarutkan dalam 125 ml aquadest.

c. Larutan NaCl
300 gr NaCl dilarutkan dalam 1 L aquadest.

d. Larutan stock standar NO3 (1000 ppm)


1,629 gr KNO3 ditimbang dengan teliti, kemudian dilarutkan dengan aquadest
sampai dengan volumenya 1 L dalam labu ukur.

e. Larutan standar NO3 (100 ppm)


10 ml larutan stock standar KNO3 diencerkan dengan aquadest sampai
volumenya 100 ml dalam labu ukur.

1.4.3.4. Cara Kerja


a. 10 ml contoh air yang jernih (bila keruh harus disaring) ditambahkan 2 ml larutan
NaCl, 10 ml larutan H2SO4 dan 0,5 ml larutan Brusin-Sulfanilat. Setiap
penambahan pereaksi harus dikocok.

57
b. Kemudian dipanaskan di atas pemanas air (950C) selama 20 menit. Tambahkan
aquadest hingga volumenya 25 ml
c. Setelah dingin ukur intensitasnya dengan spectrofotometer pada panjang
gelombang 420 nm.

d. Pembuatan Kurva Kalibrasi


Dibuat larutan standar Nitrat 0,00, 0,1, 3,0, 6,0 ,10,0, 15,0 dan 20,0 ppm, dengan
cara mengencerkan larutan standar nitrat 100 ppm.
Lakukan prosedur yang sama seperti terhadap contoh air pada 10 ml tiap larutan
standar.
Buat kurva kalibrasi antara absorban vs konsentrasi (ppm). Tentukan slope
(ppm/unit absorban).

e. Perhitungan
Konsentrasi Nitrat = A x S = ppm

A : absorban sampel
S : kemiringan kurva kalibrasi (ppm / unit absorban)

1.4.4 . Pengukuran NTK (Nitrogen Total Kjeldhal)


1.4.4.1. Metode: Desktruksi- Destilasi- Titrasi
1.4.4.2. Prinsip
Contoh air didekstruksi dengan asam sulfat dalam suasana panas dan dikatalisis
dengan CuSO4, sehingga N-organik dalam air berubah menjadi Ion ammonium NH4+.
Selanjutnya dengan penambahan basa NaOH, maka ion ammonium menjadi NH 3,
yang kemudian disestilasi, maka gas ammoniak akan menguap dan ditangkap
dengan asam borat. Sealanjutnya ammoniak tersebut di tentukan dengan metode
kolorimetri atau metode titrasi.

1.4.4.3. Pereaksi
a. Garam Kjeldhal
Dicampurkan secara merata serbuk K2SO4 dengan serbuk CuSO4 dengan
perbandingan 3:1

58
b. Larutan NaOH 50%
Dilarutkan 50 gram NaOH dalam 100 ml aquadest
c. H2SO4 pekat
d. Larutan Asam Borat
Dialrutkan 20 gram H3BO3 dalam 1 liter aquadest
e. Larutan indikator Tasiro
Dibuat larutan metil biru dengan cara melarutkan 0,05 gram metilen blue dalam
50 ml aquadest
Dibuat larutan metil merah dengan cara melarutkan 0,075 metil merah dalam 50
ml quadest.
Indikator Tosiro dibuat dengan mencapurkan metilen blue dengan metil merah
dengan perbandingan 1:5
f. Larutan HCl 0,1 N
Diencerkan 8,3 ml HCl pekat dengan aquadest samapi dengan volume 1 liter tepat,
dan distandarkan terhadap larutan natrium tetra borat.
g. Larutan Natrium Tetra Borat
Dilarutkan 1,9071 gram Na2B4O7 dengan aquadest dalam labu ukur 100 ml,
kemudian diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas.

1.4.4.4. Cara kerja


a. Sejumlah volume contoh air, tergantung kadar N dalam air (250 ml)
dimasukkan ke dalam labu dekstruksi, kemudian ditambah 10 ml H2SO4 dan 5
gram Kjeldhal, kemudian larutan dipanaskan sampai cairan menjadi jernih dan
terbentuk asap putih.
b. Setelah dingin, larutan diencerkan dengan 150 ml aquadest dan ditambah 35 ml
larutan NaOH 50%, kemudian didestilasi
c. Destilasi dilakukan sampai semua ammoniak terdestilasi (destilat ditest dengan
kertas lakmus merah, kertas lakmus tetap berwarna merah, berarti ammoniak
telah habis)
d. Destilat ditampung dalam 25 ml larutan borat, dan ditambah indikator Tosiro (1
tetes metil merah + 5 tetes metil blue).

59
e. Kemudian larutan asam borat tersebut dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N. Titik
akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna jihau menjadi ungu.

1. 4.4.5. Perhitungan
Konsentrasi NTK sebagai mg NH3 -N/liter
1000 x ml HCl x N HCl x 14
ml contoh air

1.4.5. Catatan
Dalam buku "Standard Methods" Edisi 17, Metode Brusin ini dihilangkan, metode
yang ada adalah ultra violet spectrofotometri, ion chromatografi, elektroda selektif,
dan metode reduksi.

Pengawetan contoh dilakukan dengan menambahkan asam sampai pH < 2 dan


didinginkan, dengan batas waktu 28 hari.

60
N. FOSFAT

1.1. Umum
Senyawa fosfat dalam air dapat berasal dari air limbah domestik (air sabun,
detergent, tinja), dari limbah pertanian (pupuk NPK), dan dari industri, seperti
industri pupuk atau air limbah industri yang menggunakan senyawa fosfat untuk
menghilangkan kerak di dalam boiler.

Data hasil pengukuran fosfat sangat diperlukan, karena senyawa posfat merupakan
nutrien bagi mikroorganisme. Untuk badan air (danau atau sungai) yang banyak
mengandung senyawa fosfat akan menyebabkan tumbuh suburnya plankton,
phytoplakton, algae dan cyanobacteria didalam badan air tersebut. Dampak lebih
lanjut dari tumbuh sumburnya plankton dll, akan menyebabkan berkurangnya
kadar oksigen terlarut dalam perairan tersebut.

Jenis senyawa fosfat di dalam air dibedakan atas:


a. Orto fosfat
- Trisodium fosfat (Na3PO4)
- Disodium fosfat (Na2HPO4)
- Monosodium fosfat (NaH2PO40
- Diammonium fosfat ((NH4)2HPO4)

b. Polifosfat
- Sodium hexametafosfat (Na3 (PO3)6)
- Sodium tripolyfosfat (Na5P2O10)
- Tetrasodium pyrofosfat (Na4P2O7)

c. Senyawa Fosfat organik


- ATP (Adenosine Tri Phosphate)
- ADP (Adenosine Di Phosphate)

61
Senyawa-senyawa polifosfat di dalam air akan terhidrolisa menjadi ortofofat,
demikian pula senyawa organik fosfat dengan bantuan mikroorganisme akan terurai
dan hasil akhirnya adalah senyawa ortofosfat

Na4P2O7 + H2O 2 Na2HPO4

Fosfat anorganik dan fosfat organik di dalam air tidak hanya dalam bentuk terlarut
tetapi juga dapat berada dalam bentuk tersuspensi atau

terdapat dalam kekeruhan, yang kemudian akan mengendap. Sehingga fosfat juga
terdeteksi di dalam sedimen atau lumpur.

Satuan yang digunakan untuk menyatakan fosfat adalah mg P perliter air atau
sering ditulis mg PO 4-3 – P/l

1.2. Metode Pengukuran


Metode analitik yang umum digunakan untuk pengukuran fosfat adalah metode
ammonium molybdate–spektrofotometri. Kemudian direduksi dengan berbagai jenis
reduktor seperti vanadium, SnCl2 dan asam askorbat.
Metode ini hanya untuk pengukuran senyawa fosfat yang reaktif yaitu senyawa
ortofosfat, sedangkan untuk jenis senyawa fosfat lainnya harus dilakukan perlakuan
khusus untuk merubah /menghidrolisis senyawa tersebut menjadi senyawa orto
fosfat.

1.2.1 Senyawa Ortofosfat


Contoh air yang jernih ditambah ammonium molibdate dan pereduksi SnCl2
maka akan terbentuk senyawa kompleks yang berwarna biru.
Warna biru yang terjadi, diukur intensitasnya dengan spektofotometeri pada
panjang gelombang 650 nm.
Hasil yang diperoleh adalah senyawa ortofosfat.

62
a. Senyawa Polyfosfat.
Senyawa polyfosfat diubah terlebih dahulu menjadi senyawa ortofosfat dengan
cara contoh air diasamkan dengan asam sulfat dan dipanaskan selama 90 menit.
Selanjutnya contoh air dinetralkan dengan basa, dan ditambha aquadest sampai
volume semula. Selanjutnya dikerjakan seperti pengukuran ortofosfat. Hasil yang
diperoleh adalah total fosfat anorganik.

Polyfosfat = Total fosfat anorganik - Ortofosfat

b. Senyawa fosfat organik.


Senyawa fosfat organik di dalam air didestruksi dengan larutan oksidator seperti
asam perklorat, asam nitrat- asam sulfat atau persulfat.
Destruksi harus dilakukan dengan hati-hati di dalam lemari asam, Selanjutnya
hasil dekstruksi dinetralkan dan diperiksa seperti pengukuran senyawa orto
fosfat. Hasil yang diperoleh adalah senyawa total fosfat.

Fosfat organik = Total fosfat – Total fosfat anorganik.

Untuk mencegah agar senyawa fosfat tidak terurai selama perjalanan dan
penyimpanan, maka contoh air harus diawetkan dengan pendinginan dan segera
dianalisis (48 jam).

Jika dilakukan penyaringan terhadap contoh air menggunakan filter ukuran


porositas 0,45 µm, maka hasil pengukuran menunjukkan adalah fosfat yang
terlarut.

63
1.3. Prosedur pengukuran ortofosfat
1.3.1. Metode: Stannous Chlorida – Spectrofotometri

1.3.2. Prinsip:
Ortho fosfat dengan Ammonium Molibdat membentuk senyawa kompleks bewarna
kuning. Dengan penambahan reduktor SnCl2 akan tereduksi membentuk senyawa
kompleks berwarna biru. Intensitas warna biru yang terjadi diukur dengan alat
spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm.

1.3.3. Pereaksi
a. Larutan Ammonium Molibdat
25 gr ammonium molibdat ((NH4)2Mo7O4.4H2O dilarutkan dalam 175 ml
aquadest. Tambahkan larutan H2SO4 (280 ml dalam 400 ml aquadest). Setelah
dingin, encerkan dengan aquadest hingga tepat 1 L.

b. Larutan SnCl2
2,5 gr SnCl2 dilarutkan dalam 100 ml glycerol.

c. Larutan Standar Fosfat 100 mg/l (1 ml = 50 mg PO4-3 - P)


0, 2195 gr KH2PO4 anhidrous yang telah ditimbang dengan teliti, dilarutkan
dalam aquadest hingga tepat 1 L.

1.3.4. Cara Kerja


a. Kedalam contoh air yang jernih, ditambahkan 1 ml larutan ammonium molibdat
dan 0,125 ml SnCl2.
b. Kocok, dan biarkan selama 10 menit.

c. Ukur intensitas warna biru yang terjadi pada panjang gelombang 660 nm.

d. Untuk pembuatan kurva kalibrasi, dibuat sederetan larutan standar fosfat dengan
konsentarsi 0,1 – 1 mg P /L. Kemudian dikerjakan sama dengan contoh air.
Buat kurva kalibrasi antara konsentrasi dengan absorbansinya, kemudian
ditentukan slopenya S = (mg P/L) /(Absorbansi)

64
1.3.5. Perhitungan
Konsentrasi orthofosfat (mg PO4-3 – P/L) = A x S

Dimana:
A : Absorban contoh
S : Slope kurva kalibrasi

65
O. ZAT AKTIF PERMUKAAN (Surfactants)

1.1 Umum
Istilah Detergen digunakan untuk menyatakan adalah bahan campuran/ yang
digunakan untuk mencuci atau membersihkan bahan-bahan / material dari kotoran,
seperti tanah dan noda tinta, cat dan jenis kotoran lainnya. Bahan aktif yang terdapat
dalam detergent adalah suatu zat organic yang mempunyai kemampuan untuk
menurunkan tegangan permukaan, sehingga kotoran yang menempel pada
permukaab material (kain dll) dapat dengan mudah untuk memisahkan diri). Zat
organic yang mempunyai kemampuantersebut dikelompokan sebagai zat aktif
permukaan atau surfactsants.
Semua jenis senyawa zat aktif permukaan adalah senyawa organik yang terdiri dari
gugus polar yang larut dalam air dan gugus non polar yang larut dalam minyak.
Gugus polar yang larut dalam air adalah gugus gugus karboksil, hidroksil, sulfonat
yang berikatan dengan kation natrium atau kalium membentuk garamnya.
Sedangkan gugus non polar adalah rantai senyawa organik, dimana gugus polar
terikat pada rantai organic tersebut.

Deterjen atau sintetik deterjen dibedakan atas:


a. Anionic Detergents adalah semua garam Natrium yang terionisasimenghasilkan
Na+ dan anionic sulfat atau sulfonat, contohnya adalah Natrium laurel sulfat atau
sulfonat alkyl benzene.
b. Nonionic Detergents, deterjen yang tidak terionisasi, contohnya adalah senyawa
polimer dari etilen oksida.
c. Cationic Detergents, adalah garam dari senyawa ammonium hidroksida
quartener.

1.2. Metode Pengukuran


Jenis deterjen yang paling banyak digunakan adalah deterjen jenis anionic
dibandingkan dengan deterjen jenis nonionic dan kationik.
Salah satu metode pengukuran deterjen jenis anionic adalah dengan sifat deterjen

66
tersebut yang mampu bereaksi dengan senyawa metilen biru, sehingga hasil
pengukuran tersebut dinyatakan dengan MBAS (Methylene Blue Active Subtances),
yaitu senyawa aktif yang dapat berikatan dengan metilen blue.

1.3. Prosedur Pengukuran


1.3.1 Pereaksi
a. larutan Stock LAS (Linier AlkylbenzeneSulphonate)
Sebanyak 1 gram senyaw LAS yang 100% senaywa aktifnya, dilarutkan dalam 1
liter air, sehingga 1 ml larutan = 1 mg LAS, disimpan dalam refrigerator

b. Larutan standar LAS


10 ml larutan stock LAS diencerkan dengan 1 liter aquadest,
1 ml larutan ini = 10, 0 ug LAS

c. Larutan indikator fenol ftalin dalam alkohol

d. Larutan NaOH 1 N

e. Larutan H2SO4 1 N dan 6 N

f. Chloroform

g. Pereaksi Metilen blue,


100 mg metilen blue dilarutkan dalm 100 ml. Dipindahkan sebanyak 30
ml larutran tersebut ke dalam labu 1 liter, kemudianb ditambah 500 ml aquadest,
41 ml H2SO4 6 N dan 50 gram natrium fosfat monobasik NaH2 PO4.H2O, kocok
sampai semua terlarut dan diencerkan dengan aquadest sampai volumenya 1 liter.
h. Larutan Pencuci
Sebanyak 41 ml H2SO4 6 N ditambahkan ke dalam 500 l aquadest
dalam labu ukur 1 liter, kemudian di tambah 50 gram natrium fosfat monobasik
NaH2 PO4.H2O, kocok sampai semua terlarut dan diencerkan dengan aquadest
sampai volumenya 1 liter.

67
1.3.2. Cara Kerja
a. Sebanyak 25 atau 50 ml contoh air di masukkan ke dalam Corong pisah A,
kemudian di tambah 1 tetes indikator fenol ftalin dan tetes demi tetes NaOH 1 N
sampai cairan berwarna merah mudah (bersifat alkalis), kemudian ditambah tetes
demi tetes H2SO4 I N, sampai waran merah tepat hilang;
b. Kemudian 10 ml CHCl3 dan 25 ml pereaksi larutan metilen blue, kemudian
dikocok dengan kuat. Kemudian dibiarkan beberapa saat samapi terjadi
pemisahan antara fasa air dengan fasa organik (CHCl3);

c. Fasa organik dikeluarkan dari corong pisah A dan dimasukan ke dalam corong
pisah B;

d. Ulangi ekstraksi terhadap corong pisah A dengan 10 ml CHCl3 dan 25 ml pereaksi


larutan metilen sebanyak 2 x;

e. Kemudian fasa oragnik dari tiap ekstrasi digabungkan dalam corong pisah B;

f. Terhadap corong pisah B yang mengandung fasa organik, ditambah 50 ml larutan


pencuci, kemudian dikocok dan dibiarkan terjadi pemisahan;

g. Fasa organik CHCl3 dari corong pisah B, dikeluarkan dan dimasukkan ke corong
yang berisi gelas wool sebagai saringan, Filtrat hasil penyaringan dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 ml, cairan organik harus jernih;

h. Ekstrasi terhadap cairan pencuci pada corong pisah B diulangi sebanyak 2 x


dengan masing 10 ml CHCl3;

i. Corong saring dan gelas wool dicuci dengan CHCl3 dan dimasukkan ke dalam
labu ukur diatas, kemudian di tambah ChCl3 sampai tanda batas;

j. Kemudian intensitas warna biru dalam labu ukur diukur dengan


spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm; dan

k. Dilakukan pembuatan kurva kalibrasi menggunakan larutan standar LAS dan


dikerjalkan sama seperti pengerjaan sampel air.

68
1.3.3. Perhitungan
Konsentrasi surfactan (mg MBAS/L) = A x S
A = absorban sampel
mg/L MBAS
S = slope kurva kalibrasi ( )
Absorbasi

69
P. OKSIGEN TERLARUT (Dissolved Oxygen)

1.1. Umum
Konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air tergantung kepada sifat fisik, kimia
dan aktifitas biokimia di dalam air.
Kelarutan gas oksigen didalam air sangat dipengaruhi oleh tekanan gas O 2 di
atmosfer yang yang berkontak dengan permukaan badan air
(Kelarutan gas di dalam air mengikuti hukum Henry). Semakin tinggi konsentrasi
oksigen di udara semakin tinggi tekanan partial gas tersebut, maka semakin tinggi
kelarutannya di dalam air.

Senyawa–senyawa yang terdapat di dalam air akan mempengaruhi kelarutan gas


(oksigen), kelarutan oksigen berbanding terbalik dengan konsentrasi mineral dalam
air. Demikian juga temperatur air mempengaruhi kelarutan gas dalam air. Semakin
tinggi temperatur semakin rendah kelarutan oksigen.
Adanya biota air, seperti ikan, ganggang, bakteri akan mempengaruhi konsentrasi
oksigen terlarut. Semakin banyak senyawa organik di dalam air, maka semakin
berkembang biak mikroorganisme yang menguraikan zat organik tersebut dalam
suasana aerobik, sehingga konsentrasi oksigen semakin kecil, bahkan sampai pada
tingkat anaerobik.

Data oksigen terlarut berguna untuk untuk menentukan tingkat pencemaran di badan
air, dan kemampuan badan air (air sungai) untuk proses self purification. Dalam
pengolahan air secara biologis, data oksigen terlarut berguna untuk mengevaluasi
efisiensi pengolahan.

1.2. Metode pengukuran


Metode pengukuran yang umum digunakan adalah metode:

a. Titrasi Iodometri secara Winkler


b. Electrometri menggunakan elektrode membran (DO meter)

Prinsip pengukuran Oksigen terlarut secara Iodometri (titrasi Winkler) adalah


berdasarkan reaksi oksidasi reduksi. Oksigen dalam air ditangkap ion Mn +2 dalam

70
suasana basa, membentuk endapan coklat MnO2.

Selanjutnya endapan tersebut direaksikan dengan KI dalam suasana asam sulfat


membentuk I2. Selanjutnya I2 yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Thiosulfat
menggunakan indikator amilum.
Prinsip pengukuran Oksigen terlarut menggunakan electrode membrane adalah
berdasarkan kemampuan membrane melewatkan molekul oksigen, atau berdasarkan
laju diffuse gas oksigen melalui membrane yang terdapat di dalam electrode.
Pengukuran oksigen terlarut dengan DO meter, lebih praktis, banyak digunakan
untuk pengukuran lapangan dan dapat digunakan untuk berbagai jenis air seperti air
dengan kekeruhan dan warna yang tinggi.

1.3. Prosedur pengukuran


1.3.1. Metode titrasi Winkler
1.3.1.1. Prinsip pengukuran
Oksigen akan mengoksidasi Mn2+ dalam suasana basa membentuk endapan MnO2.
Dengan penambahan alkali iodida dalam suasana asam akan membebaskan iodium.
Banyaknya iodium yang dibebaskan ekivalen dengan banyaknya oksigen terlarut.
Iodium yang dibebaskan dianalisa dengan metode titrasi Iodometris dengan larutan
standar Thiosulfat dan indikator larutan amilum.

1.3.1.2 Reaksi pengukuran


Mn2+ + 2OH- + 1/2 O2 MnO2 + H2O
MnO2 + 2I- + 4H+ Mn2+ + I2 + H2O
I2 + S2O3= S4O6= + 2I

1.3.1.3. Pereaksi
a. Larutan stock Sodium thiosulfat 0,1 N
2,428 gr Na2S2O3.5H2O dilarutkan dengan 50 ml air panas dalam gelas kimia.
Tuangkan ke dalam labu takar 100 ml dan encerkan dengan aquadest sampai
tanda batas.

71
b. Larutan standar Thiosulfat 0,025 N
25 ml larutan stock di atas dipipet dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml.
Lalu encerkan dengan aquadest sampai tanda batas.

c. Larutan Alkali Iodida (pereaksi oksigen)


50 gr NaOH dan 13,5 gr NaI dilarutkan dalam 100 ml aquadest.

d. Larutan asam sulfat pekat

e. Larutan MnSO4
35,4 gr MnSO4 dilarutkan dalam 100 ml aquadest.

f. Indikator kanji

g. Larutan KH(IO3)2 0,1 N

h. Standarisasi larutan Thiosulfat Na2S2O3

20 ml larutan KH(IO3)2 dan 10 ml asam sulfat dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer


dan encerkan dengan aquadest sampai volumenya 200 ml.

Titrasi dengan larutan Thiosulfat, bila titik akhir titrasi hampir tercapai (warna
larutan kuning muda) tambahkan larutan kanji dan teruskan titrasi sampai tepat
warna biru yang baru muncul hilang kembali.
Vol IO3 x N IO3
Normalitas Na2S2O3 =
Vol Na2 S2 O3

1.3.1.4. Pengukuran oksigen terlarut


a. Disiapkan Botol BOD dengan volume 250 ml, dalam keadaan bersih dan kering.
b. Botol BOD diisi dengan contoh air, usahakan jangan sampai ada gelembung udara
yang masuk dalam botol, lalu tutup.
c. Masukkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml larutan alkali iodida (pereaksi oksigen).
Pemasukan reagen menggunakan pipet 1 ml yang ujungnya mencapai dasar botol.
Tutup kembali, kemudian aduk dengan cara membolak-balikan botol sampai
larutan homogen.

72
d. Diamkan selama 10 menit sampai kelihatan ada endapan coklat pada dasar botol
(jika endapan putih berarti tidak ada O2).
e. Tuangkan sebagian isi botol ke dalam labu erlenmeyer, tambahkan 1 ml asam
sulfat pekat. Aduk dan titrasi secepatnya dengan larutan Thiosulfat 1/80 N,
tambahkan larutan kanji dan titrasi kembali sampai warna biru hilang. Catat
volume titran.
f. Ditambahkan 1 ml asam sulfat pekat ke dalam larutan yang tersisa di dalam
botol BOD. Tutup dan aduk sampai endapan larut kembali. Larutan akan
berwarna kuning coklat. Titrasi dengan larutan Thiosulfat 1/80 N, dengan
menggunakan indikator amilum seperti di atas.
g. Hitung kadar oksigen terlarut (mg/l O2) dengan menggunakan rumus:
𝑉𝑜𝑙𝑇ℎ𝑖𝑜 𝑥 𝑁𝑇ℎ𝑖𝑜 𝑥 1000 𝑥 8
DO mg/l =
𝑉𝐵𝑜𝑡𝑜𝑙−2

Dimana:
V.thio = Volume titrasi thiosulfat (ml)
N.thio = Normalitas thiosulfta yang digunakan (N)
8 = Berat Ekivalen O2
V.botol = Volume contoh air (ml)

1.3.2. Metode Elektrode Membran (DO meter)


a. Alat DO meter disiapkan sesuai dengan petunjuk buku manual.
b. Alat DO meter dikalibrasi dengan udara atau dengan larutan yang kadar
oksigennya ditentukan dengan titrasi Winkler. Kalibrasi yang dilakukan harus
sesuai dengan petunjuk buku manual alat tersebut.
c. DO meter yang telah dikalibrasi di bawa ke lokais pengambilan contoh air,
kemudian electrode di celupkan ke dalam contoh air.
d. Banyak temperature air, kemudian atur putar pengatur temperature sama
denga temperature air.
e. Kemudian dibiarkan beberapa lama sampai diperoleh nilai oksigen terlarut
dalam air yang ditampilkan dalam display alat

73
1.4. Catatan
Pengukuran oksigen terlarut harus dianalisa secepat mungkin, karena kelarutan
oksigen dalam air sangat dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan udara
disekitarnya. Sebaiknya dilakukan di lokasi pengambilan contoh air.
Dengan metode titrasi Winkler, Setelah penambahan MnSO 4 dan Pereaksi Oksigen
dapat disimpan paling lama 8 jam sebelum dititrasi dengan natrium thiosulfat.

Senyawa reduktor atau oksidator (nitrit) dalam air dapat mengganggu pengukuran
oksigen dengan metode Winkler. Untuk mencegah gangguan tersebut ditambahkan
senyawa Natrium Azide (NaN3) ke dalam pereaksi oksigen.
Setiap alat DO meter selalu dilengkapi dengan buku manual yang memuat prosedur
kalibrasi dan pengukuran oksiegn terlarut. Juga dilengkapi dengan manual
perawatan electrode, termasuk pergantian membran electrode.

Daftar Pustaka
1. Sawyer Clair N, Mc Carty Perry L. and Parkin Gene F, Chemistry for Environmental
Engineering and Science, Fifth Edition, Mc Graw Hill, Boston, 2003
2. AWWA, Standard Methods For The Examination of Water and WasteWater, 20 th
Edition, 1998
3. UNEP, Water Quality Monitoring, E & FN Spon an Imprint of Chapman &Hall, UK,
1996

74
Q. BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD)

1.1 Umum
BOD didefinisikan dengan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme (terutama bakteri), selama mikroorganisme tersebut menguraikan
senyawa organik. Penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme dapat diartikan
bahwa zat organik sebagai bahan makanan untuk mikroorganisme dan diuraikan
melalui rangkaian reaksi biokimia yang panjang dan rumit di dalam sel. Hasil akhir
dari penguraian zat organik tersebut adalah energi untuk kebutuhan hidup
mikroorganisme sendiri, H2O, gas CO2 dan senyawa lainnya.

Hasil pengukuran parameter BOD diperlukan:


a. Untuk menentukan tingkat pencemaran dalam air yang disebabkan oleh zat
organik, baik dalam air limbah domestik maupun dalam air limbah industri.
b. Untuk studi dan evaluasi kemampuan badan air dalam proses self purification.
c. Untuk evaluasi suatu sistem pengolahan air dalam menurunkan /mengolahn
senyawa organik dalam air limbah.

Pengukuran BOD adalah berdasarkan prosedur bioassay (uji hayati), yang


menyangkut pengukuran oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme (terutama
bakteri) dalam menguraikan zat organik. Karena kelarutan oksigen di dalam air
terbatas kira-kira 9 mg/l pada suhu 20oC, maka air yang mengandung zat organik
tinggi harus diencerkan agar pada akhir percobaan masih tersisa oksigen yang dapat
diukur.

Percobaan BOD harus bebas dari zat-zat yang bersifat toksik terhadap
mikroorganisme, seperti klor, pestisida. tetapi harus mengandung elemen esensial
(Fe, Mg, dsb) yang diperlukan oleh bakteri, sehingga pertumbuhan mikroorganisme
tidak terganggu.Penguraian zat organik secara biologis terjadi di alam oleh berbagai
jenis mikroorganisme. Oleh sebab itu dalam percobaan BOD harus mengandung
bakteri yang cukup untuk terjadi reaksi penguraian zat organik secara sempurna.
Oleh sebab itu, untuk air yang miskin dengan mikroorganisme ditambahkan
mikroorganisme dari luar (seeding).

75
Reaksi penguraian zat organik dalam percobaan dapat dituliskan sebagai berikut:
CnHaObNc + (n + a/4 - b/2 – ¾ c) O2 nCO2 + (a/2 – 3/2c) H2O + c NH3

Reaksi yang terjadi pada percobaan BOD adalah hasil aktifitas mikroorganisme,
kecepatan reaksi penguraian sangat dipengaruhi oleh konsentrasi zat organik.
Sebenarnya reaksi penguraian zat organik oleh mikroorganisme tidak sesederhana
yang tertulis di atas, karena penguraian zat organik membentuk CO 2 dan H2O
memerlukan banyak sekali reaksi kimia yang terjadi di dalam sel mikrorganisme
yang dikatalasis oleh berbagai enzim. Reaksi di atas hanya menuliskan produk akhir
dari serangkaian reaksi kimia yang terjadi di dalam sel mikrooragnisme (bakteri).
Temperatur percobaan BOD sangat mempengaruhi kecepatan penguraian zat
organik. Untuk percobaan BOD ditentukan temperatur inkubasi adalah 20 oC,
merupakan temperatur rata-rata badan air

Secara teoritis, waktu yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa organik secara
sempurna dalam percobaan BOD adalah kira-kira 20 hari (BOD ultimate). Tetapi
karena waktu tersebut terlalu lama, maka dipilih waktu yang diperkirakan sebagian
besar zat organik telah terurai. Berdasarkan hasil percobaan ternyata dalam waktu 5
hari percobaan BOD kira-kira 70 – 80 % zat organik telah terurai (7–89% dari BOD
ultimate). Besarnya prosen penguaraian tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis zat
organik dan jenis mikroorganisme yang terdapat pada percobaan BOD. Selain itu,
alasan dipilih waktu 5 hari untuk mengurangi gangguan dari oksidasi senyawa
nitrogen oleh mikrorganisme (reaksi nitrifikasi)

Oksidasi senyawa organik nitrogen oleh mikroorganisme (proses nitrifikasi) dapat


mengganggu penentuan BOD carbon. Jika di dalam seed mengandung
mikroorganisme yang dapat mengoksidasi senyawa nitrogen organik (protein atau
asam amino) membentuk senyawa ammoniak, yang selanjutnya senyawa ammonium
tersebut dioksidasi membentuk senyawa nitrit dan nitrat. maka akan mengganggu
hasil pengukuran BOD 5 hari. Untuk itu dalam percobaan BOD yang banyak
mengandung nitrogen organik ditambahkan zat inhibitor nitrifikasi, yaitu senyawa 2
chloro-6 (trichloro methyl) pyridine (TCMP).

76
1.2. Metode Pengukuran BOD
Pengukuran BOD berdasarkan percobaan uji hayati (bioassay), yaitu penentuan
oksigen terlarut pada hari ke nol dan hari ke lima, setelah diinkubasikan pada
temperatur 200C. Akibatnya, ketelitian hasil pengukuran BOD sangat dipengaruhi
oleh ketelitian pengukuran oksigen tersebut.

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengukuran BOD,


diantaranya:
a. Bebas dari bahan-bahan beracun
b. Kondisi pH dan tekanan osmosa yan optimum
c. Mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme
d. Mengandung populasi mikroorganisme yang cukup.
Metode pengukuran BOD dapat dilakukan dengan metode langsung dan metode
pengenceran.

1.2.1. Metode langsung


Jika contoh air diperkirakan mengandung BOD tidak boleh lebih besar dari 7 mg/l,
mengandung populasi mikroorganisme yang cukup, dan memenuhi persyaratan
lainnya, maka pengukurannnya dapat dikerjakan tanpa melalui pengenceran.
(Metode langsung). Hal ini dapat dilakukan untuk air sungai yang belum tercemar.

Cara kerja. Contoh air diaerasi untuk menambah oksigen mencapai konsentrasi jenuh,
kemudian dimasukkan dalam 2 botol BOD. Botol pertama di tentukan oksigen
terlarut (DO 0 hari) sedangkan botol BOD yang kedua diinkubasikan pada temperatur
20 oC selama 5 hari, kemudia ditentukan kadar oksigen terlarutnya (DO 5 hari).
Sehingga angka BOD diperoleh dari pengurangan DO 0 hari – DO 5 hari.

1.2.2. Metode pengenceran


Metode pengenceran merupakan metode yang paling banyak digunakan, terutama
untuk air limbah industri dan rumah tangga (domestik). Hal ini disebabkan karena
mengandung zat organik yang tinggi, sedangkan kelarutan oksigen di dalam air
terbatas. Selain itu, tidak selalu air limbah industri mengandung populasi

77
mikroorganisme yang cukup dan mengandung nutrien yang diperlukan untuk
pertumbuhan mikroorganisme.

1.2.3. Air Pengencer


Berbagai jenis air dapat digunakan untuk air pengencer. Air alam lebih ideal sebagai
air pengncer, tetapi kelemahannya adalah kandungan zat organik, populasi
mikroorganisme dan mineral yang bervariasi.
Air kran juga dapat digunakan sebagai air pengencer, tetapi seringkali mengandung
klor yang bersifat toksik terhadap mikroorganisme.

Berdasarkan hasil percobaan, telah dikembangkan suatu air pengencer sintetis yang
dibuat dari aquadest atau aqudem yang ditambah dengan berbagai nutrien dan
populasi mikrorganisme.
Kualitas air pengencer tidak boleh mengandung senyawa toksik seperti klor,
kloramin dan tembaga yang sering ditemukan dalam aquadest. pH air pengencer
harus berkisar antara 6,5 –8,5. Untuk menjaga agar pH air pengencer stabil
ditambahakan buffer fosfat.

Untuk menjaga agar tekanan osmostik cairan sama dengan tekanan osmotik
mikroorganisme ditambahkan garam kalium, natrium, kalsium dan magnesium.
Selain itu, ditambahkan FeCl3, MgSO4 dan NH4Cl sebagai unsur Fe, S dan N yang
diperlukan untuk pertumbuhan mikrorganisme.

Mikroorganisme ditambahkan ke dalam air pengencer sebanyak 2 ml air limbah


domestik untuk setiap 1 liter air pengencer. Untuk seed bisa digunakan air sungai
tetapi harus diingat adanya algae dan bakteri nitrifikasi. Air pengencer harus selalui
ditambah seed untuk menjamin adanya populasi mikroorganisme yang cukup dalam
percobaan BOD.
Air pengencer harus diaerasi untuk menjamin persedian oksigen yang cukup selama
percobaan BOD.

1.2.4. Percobaan Blanko dan standar BOD


Dalam percobaan BOD yang menggunakan metode pengencer harus melakukan

78
percobaan blanko. Percobaan blanko untuk koreksi terhadap air pengencer.
Sebagaimana diketahui air pengencer ditambahkan seed yang mengandung zat
organik Percobaan blanko dilakukan minimal 3 botol sehingga diperoleh hasil rata-
rata.

Untuk kalibrasi pengukuran BOD digunakan larutan standar asam glutamat-glukosa.


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 300 mg/l campuran glukosa dan
asam glutamat akan memberikan nilai BOD 5hari sebesar 198 mg/l dengan standar
deviasi 30,5 mg/l.

1.2.5. Pengenceran Contoh Air


Pengenceran contoh air limbah dengan air pengencer harus dilakukan dalam 3 set
pengenceran dengan angka pengenceran yang berbeda, untuk menjaga agar jika
terjadi kegagalan satu set pengenceran, masih ada cadangan 2 set pengenceran.

Untuk menentukan besarnya pengenceran contoh air, harus mengetahui perkiraan


angka BOD contoh air tersebut. Jika pengenceran terlalu kecil (air hasil pengenceran
masih terlalu pekat), maka pada waktu pengukuran DO 5 hari dikhawatirkan oksigen
terlarutnya menjadi 0,0 mg/l. Sehingga percobaan BOD menjadi gagal.

Jika pengenceran contoh air terlalu tinggi (air hasil pengenceran terlalu encer) maka
dikhawatirnya penurunan DO selama percobaan terlalu kecil, sehingga diperoleh
hasil pengukuran BOD yang kurang valid.
Dalam pengenceran contoh air diharapakan DO 5 hari lebih besar dari 0,5 mg/l dan
penurunan DO nya lebih besar dari 2 mg/l, atau 30-70%.

Untuk memprediksi BOD dari suatu contoh air dapat dilakukan berdasarkan
literatur atau berdasarkan hasil penentuan angka permanganat. Pada tabel di bawah
ini diberikan perkiraan prosen pengenceran untuk setiap perkiraan angka BOD.

79
Tabel 5. Perkiraan Angka Pengenceran BOD

Perkiraan BOD % Vol. Contoh Vol.Air Angka


(mg/l) Campuran Air (ml) Pengencer (ml) Pengenceran

20.000-70.000 0,01 0,07 699,93 10.000 x


10.000-35.000 0,02 0,14 699,86 5.000 x
4.000-14.000 0,05 0,35 699,65 2000 x
2.000-7.000 0,10 0,70 699,30 1000 x
1.000-3.500 0,20 1,40 698,60 500 x
400-1.400 0,50 3,50 696,50 200 x
200-700 1,0 7,00 693.00 100 x
100-350 2,0 14,00 686.00 50 x
40-140 5,0 35.00 665.00 20 x
20-70 10 70.00 630.00 10 x
10-35 20 140.00 560.00 5x
4-14 50 350.00 350.00 2x

Sebagai contoh, jika suatu contoh air diperkirakan mengandung BOD 1000 mg/l,
maka diperkirakan % campuran contoh air adalah 0,5 %. Artinya 0,5 ml
dicampurkan dengan 99,5 ml air pengencer (angka pengenceran, 100/0,5 = 200 x).
Untuk mencegah agar tidak terjadi kegagalan dalam pengukuran, maka
pengenceran ditambahkan yaitu dengan 0, 2% dan 1,0%, sehingga range pengukuran
BOD berkisar antara 200 – 3.500.

Pengenceran berdasarkan data angka permanganate.


Hasil pengukuran angka permanganat (AP) dari contoh air tersebut dapat
digunakan untuk memperkirakan besarnya pengenceran BOD yaitu
dengan pengenceran P1 = AP/3, P2= AP/5 dan P3 = AP/7.
Jika berdasarkan hasil pengukuran Angka Permanganat adalah 1000 mg/l KMnO 4,
maka angka pengencerannya adalah P1 = 1000/3, P2 = 1000/5 dan P3 1000/7

80
1.2.6. Botol inkubasi (botol BOD)
Botol yang digunakan untuk analisis BOD harus dilengkapi dengan tutup gelas dan
pelindung air (water seal) untuk mencegah masuknya udara (oksigen) dari luar
selama inkubasi berlangsung.

Hal yang perlu mendapat perhatian adalah botol tersebut harus bebas zat organik
Pencucian terbaik adalah dengan menggunakan larutan asam kromat atau detergent
dengan kualitas yang baik. Jika digunakan detergent sebagai pencuci, pada akhirnya
harus dibilas dengan air panas untuk membunuh bakteri nitrifikasi yang cenderung
berkebambang dalam dinding botol. Untuk menjamin botol bebas zat organik dan
pengganggu lainnya, sebaiknya botol BOD dilbilas 4 x, mulai dengan air kran dan
akhirnya dengan aquadest atau aquadem.

1.3. Prosedur Pengukuran


1.3.1. Prinsip
Pengukuran BOD terdiri dari pengenceran sampel, inkubasi selama 5 hari pada suhu
200C dan pengukuran oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi.
Penurunan oksigen terlarut selama inkubasi menunjukkan banyaknya oksigen yang
dibutuhkan oleh sampel air.
Oksigen terlarut dianalisa dengan menggunakan metode titrasi Winkler.

1.3.2. Pereaksi
a. Larutan Buffer Fosfat
8,5 gr KH7PO4, 21,75 gr K2PO4, 33,4 gr Na2HPO4.7H2O dan MgSO4 serta 1,7 gr
NH4Cl dilarutkan dalam 500 ml aquadest dan diencerkan hingga volumenya 1
liter dan pH larutan harus 7,2.

b. Larutan Magnesium Sulfat


22,5 gr MgSO4.7H2O dilarutkan dan diencerkan dengan aquadest hingga
volumenya 1 L.

81
c. Larutan Kalsium Klorida
22,5 gr CaCl2 dilarutkan dan diencerkan dengan hingga volumenya 1 L.

d. Larutan Ferri Klorida


27,5 gr FeCl3 dilarutkan dan diencerkan dengan aquadest hingga volumenya 1 L.

e. Bibit air kotor (seed)


Air limbah domestik yang banyak menggunakan mikrorganisme dan telah
diaklimitasi.

f. Pembuatan air pengenceran (AP)


1 ml bibit air kotor (seed), 1 ml larutan buffer fosfat, 1 ml larutan FaCl3, 1 ml larutan
CaCl2 dan 1 ml larutan MgSO4 ditambahkan ke dalam 1 liter aquadest atau
aqudem. Lalu aerasi selama 30 menit agar air pengencer jenuh dengan oksigen.

1.3.3. Cara Kerja


Tahapan dalam pemeriksaan BOD terdiri dari:
a. Membuat larutan pengencer yang jenuh oksigen seperti dijelaskan pada
pembuatan pereaksi di atas.
b. Menentukan angka pengenceran sampel:
Menentukan angka pengenceran dengan berdasarkan literatur atau berdasarkan
hasil pengukuran angka permanganat

Contoh menentukan angka pengenceran berdasarkan hasil pengukuran angka


permanganate dari contoh air: Jika contoh air menunjukkan angka permanganat 150
mg/l maka air pengencernya adalah sebagai berikut:

P1 = 150/3 = 50 x, (10 ml sampel air + 635 ml AP)


P2 = 150/5 = 30 x, (22 ml sampel air + 638 ml AP)
P3 = 150/7 = 20 x, (33 ml sampel air + 627 ml AP)
P4 = 150/10 = 15 x, (45 ml sampel air + 630 ml AP)

82
c. Melakukan pengenceran
Setelah diketahui angka pengenceran dari sampel air tersebut maka dilakukan
pengenceran contoh air tersebut dengan air pengencer yang telah disediakan.
Banyaknya air pengencer yang ditambahkan tergantukng pada angka
pengenceran tersebut (lihat contoh perhitungan di atas).

Setelah diencerkan, masukkan ke dalam 2 buah botol BOD yang telah dikalibrasi
volumenya. Salah satu botol BOD tersebut disimpan dalam inkubator 200C selama
5 hari, sedangkan botol BOD yang lainnya diperiksa kandungan oksigen
terlarutnya dengan metode titrasi Winkler.

Untuk percobaan blanko disiapkan 6 botol BOD. Masing-masing botol diisi


dengan air pengencer. Tiga botol pertama diinkubasikan selama 5 hari pada
temperatur 200C. Sedangkan tiga botol lainnya ditentukan kandungan oksigennya
(DO).

d. Pemeriksaan oksigen terlarut


Pemeriksaan oksigen terlarut dapat dilakukan dengan menggunakan alat DO
meter atau dengan metode titrasi Winkler, seperti dijerlaskan dalam bab
sebelumnya (Bab 6.)

1.3.4. Perhitungan
BOD 5hari, 200C (mg/l) = {(D1 – D2) – (B1 – B2)} x f x P
Keterangan:
D1 : DO 0 hari contoh air (mg/l) 𝑽𝒐𝒍. 𝑺𝒆𝒆𝒅𝒊𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍
𝒇=
𝑽𝒐𝒍. 𝑺𝒆𝒆𝒅𝒊𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒃𝒍𝒂𝒏𝒌𝒐
D2 : DO 5 hari contoh air (mg/l)
B1 : DO 0 hari blanko (mg/l)
B2 : DO 5 hari blanko (mg/l)
P : Angka pengenceran
f : Koreksi untuk seeding

83
1.3.5. Catatan
Karena dilakukan 3 variasi pengenceran, maka akan diperoleh hasil pengukuran BOD
sebanyak 3 angka BOD yang berbeda-beda.
Jika hasil pengukuran antara pengenceran yang satu dengan yang lainnya berbeda
jauh, maka diambil hasil pengukuran dengan criteria sebagai berikut:
a. DO 5 hari dari contoh air harus lebih besar dari 0,5 mg/l
b. Penurunan DO antara DO0 hari dan DO5 hari sebesar 30% - 70%

Pengawetan sampel dilakukan dengan cara pendinginan, dan waktu penyimpanan


maksimum adalah 48 jam (2 hari).

84
R. ANALISA PASIR

1.1. Umum
Salah satu proses dalam pengolahan air adalah proses filtrasi menggunakan media
berbutir atau media filter. Beberapa media filter yang umum digunakan dalam
pengolahan air adalah pasir, anthracite, activated carbon, resin dll.
Salah satu media filter yang paling banyak digunakan adalah pasir, dalam
penggunaannya sebagai media filter harus memenuhi persyaratan persyaratan fisik
dan kimia.

Persyaratan Fisik dan kimia dari pasir adalah


- Effective size (ES)
- Uniformitas coefficient (UC)
- Densitas
- Zat organik
- Kelarutan dalam air
- Kelarutan dalam asam
- Kadar silika (% SiO2)

Salah satu persyaratan fisik yang perlu diperhatikan adalah ukuran butiran pasir,
yang dinyatakan dengan parameter ES dan UC yang akan berpengaruh terhadap
kecepatan filtrasi. Semakin besar ukuran pasir, semakin besar kecepatan filtrasi,
kemungkinan zat tersuspensi yang akan disaring dapat lolos. Semakin kecil ukuran
butiran pasir, semakin baik kualitas air disaring, tetapi akan menyebabkan filter cepat
tersumbat, sehingga filter harus sering dicuci dengan demikian semakin banyak air
yang digunakan untuk backwash.

Komposisi zat kimia yang terkandung dalam pasir harus memenuhi syarat, seperti
kandungan silikat (SiO2). Semakin tinggi kandungan silikatnya semakin baik, karena
pasir tersebut tidak mudah larut. Demikian juga kandungan besi dan mangan.

85
Persyaratan media pasir yang akan digunakan untuk media filter cepat dalam
pengolahan air adalah:
- Ukuran butiran 0,6 – 1,18 mm
- ES = 0.6 mm
- UC = 1.5
- Daya larut dalam HCL 10% selama 24 jam = < 2%
- Zat menguap pada 350 C selama 1 jam < 2%
- Spesifik gravity ≥ 2.4
- Daya larut dalam air selama 100 jam ≤ 1%
- Kadar Silika ≥ 95%
Untuk menentukan ukuran butiran pasir sebagai media filter dilakukan analisa
butiran menggunakan ayakan dengan diameter lubang ayakan dari 250 mikron
sampai 1500 mikron.

1.2. Prinsip Pengukuran


Contoh pasir dengan berat tertentu dilewatkan ke dalam unit ayakan yang terdiri dari
berbagai ukuran lubang, dimulai dari ukuran yang besar hingga ukuran kecil. Pasir
yang tertahan dalam masing-masing ayakan ditimbang dan dibuat kurva antara %
butiran yang lolos dengan diameter butiran pasir. Kemudian dicari ukuran efektif dan
koefisien uniformitas.

1.3. Cara Kerja


- Disiapkan unit ayakan yang tersusun dari ayakan dengan ukuran lubang
1500, 1000, ……., 250 mikron;
- 200 gr pasir yang kering (jika pasir masih basah, harus dikeringkan terlebih
dahulu), lalu masukkan ke dalam unit ayakan;
- Goyangkan unit ayakan selama 30 menit;
- Pasir yang tertahan dalam masing-masing ayakan dipindahkan ke dalam
kertas yang bersih, kemudian ditimbang; dan
- Tentukan % berat butiran pasir yang lolos dari masing-masing lubang
ayakan.

86
Tertahan Lolos
Lubang Ayakan (mm)
(gram) gram % berat
1,50 a1 200-a1 = b1 (b1/200) x 100% = c1
1,00 a2 b1-a2 = b2 (b2/200) x 100% = c2
0,75 a3 b2-a3 = b3 (b3/200) x 100% = c3
0,60 a4
0,50 a5
0,40 a6
0,30 a7
0,25
< 0,025

Jumlah Σ±200

Dibuat kurva antara % berat yang lolos (sumbu x) dengan dengan diameter lubang
ayakan dalam kertas semilogaritma.
Tentukan d10 dan d60, dengan cara menarik garis yang sejajar sumbu y pada 10% dan
60% kelolosan.

Tentukan ES, dan UC dengan rumus


ES = d10
UC= d60/d60

87
S. ANALISA SAMPAH

1.1 Umum
Pengukuran komposisi sampah diperlukan terutama dalam hubungannya dengan
pemilihan pengolahan sampah yang sesuai, yang didasarkan pada komposisi dan
karakteristik fisik, kimia dan biologi sampah. Setiap jenis sampah dari sumber yang
berbeda akan mempunyai karakteristik yang berbeda pula.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan sampel sampah:


 Untuk menyiapkan crude sample, sebaiknya diambil sample sampah dalam
jumlah yang cukup besar, relatif tercampur dengan baik (disebut initial sample).
 Di lapangan, jumlah sample yang diambil sebaiknya tidak kurang dari 500 pounds
(200 kg)
 Persiapan sample harus dilakukan segera setelah sampling untuk menghindarkan
perubahan kadar air.
 Sample disarankan untuk digiling dengan grinder kecil atau dipotong sampai
diameternya (1 ½ “ (≈ 4 cm)
Sample tersebut kemudian dibagi 4. Kemudian dengan sekop diambil masing-masing
sebagian dari ke 4 bagian tersebut dan diaduk lagi. Cara ini disebut “quadrant method”.
Bila perlu, campuran yang ada dibagi 4 lagi, diambil lagi sebagian dari setiap
perempat bagian dan diaduk. Demikian selanjutnya sampai diperoleh sampel yang
dianggap representatif mewakili sampal yang akan dianalisa.

1.2. Metode Pengukuran


1.2.1. Komposisi sampah
Sampel sampah yang ada ditaruh di atas plastik untuk memudahkan pengukuran.
Sampah kemudian dipilah-pilah berdasarkan komponen-komponennya, seperti: sisa
makanan (sampah organik), kertas, plastik, kulit, karet, kain, kaca, logam, materi inert
lainnya. Umumnya komposisi dinyatakan dalam persen berat atau persen volume.

88
Alat dan Bahan
a. sampel sampah
b. timbangan
c. kantong plastik

1.2.1.1 Prosedur pengukuran


- timbang berat awal sampah yang akan diukur komposisinya.
- sampel sampah dipilah-pilah berdasarkan komponennya (misalnya plastik,
organik, logam, dsb)
- setiap komponen hasil pemilahan ditimbang beratnya dan dihitung persentase
berat tersebut terhadap berat total.

1.2.1.2. Perhitungan
Contoh: komponen plastik

Berat komponen plastik ( kg )


% Plastik = x100 %
Berat sampel( kg )

% Berat dinyatakan dalam berat basah (% BB) atau % Berat total

1.2.2. Densitas Sampah


Analisa densitas sampah diperlukan terutama untuk merencanakan kapasitas
pegangkutan (gerobak atau truk pengangkut sampah) atau penampungan sampah
yang akan dibakar dalam insinerator.

Alat dan Bahan


a. sampel sampah basah
b. wadah yang sudah diketahui volumenya
c. timbangan
d. sekop
e. sarung tangan / masker

89
1.2.2.1 Prosedur pengukuran
a. ambil sampel sampah sebanyak dari suatu lokasi yang sudah ditentukan. Catat
kondisi lingkungan dan cuaca.
b. ukur volume wadah yang ada, timbang beratnya
c. aduk sampel tersebut, masukkan dalam wadah yang ada sampai
d. penuh (tanpa pemadatan)
e. ketukkan wadah tersebut 3 kali dengan mengangkat kotak berisi
f. sampah 3 kali ke lantai/ tanah dari ketinggian 20 cm
g. hitung volume sampel setelah diketuk (dalam satuan liter)
h. timbang berat sampel dalam wadah (dalam satuan kg)

1.2.2.2. Perhitungan
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑘𝑔)
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝐿)

Bila sampah ditempatkan dalam kontainer dengan


W1 = berat total sampah basah + kontainer, kg
W2 = berat kontainer, kg
V = volume kontainer, (l)

𝑊1 − 𝑊2 (𝑘𝑔)
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ =
𝑉 (𝐿)

1.2.3. Kadar Air Sampah


Kadar air dalam sampah lebih dikenal dengan istilah humiditas. Keberadaan air
dalam sampah sangat menentukan jenis pengolahan sampah, terutama bila sampah
diolah secara biologi atau secara termal.

Prinsip pengukuran:
Sampah dikeringkan pada temperatur 105oC, agar semua air yang terkandung di
dalamnya menguap. Tetapi bila setelah sampah kering akan dilanjutkan dengan
analisa kimia, maka sebaiknya sampah dikeringkan pada temperatur 75 oC sampai
beratnya konstan.

90
Alat dan Bahan
a. sampel sampah
b. timbangan
c. cawan petri
d. oven 1050C
e. penjepit cawan penguat

1.2.3.1. Prosedur Pengukuran


a. sampel sampah dari penetapan komposisi, dicampur kembali;
b. sampel tersebut dibagi dalam 4 bagian, dari tiap bagian tersebut;
c. pisahkanmasing-masing satu sekop. Campurkan kembali bagian terpisah
tersebut, bagi 4, pisahkan dari tiap bagian sejumlah sampel sampai kira-kira berat
campurannya 100 gr;
d. timbang cawan petri kosong (sudah dipanaskan dalam oven 1050C selama 2 jam).
Catat berat cawan;
e. masukkan sampel sampah 100 gr dalam cawan petri tersebut. Timbang dan catat
(a gram);
f. panaskan cawan tersebut dalam oven 1050C selama 2 jam;
g. setelah 2 jam keluarkan cawan. Biarkan agak dingin. Masukkan dalam eksikator.
Timbang;
h. masukkan kembali dalam oven 1050C selama 1 jam. Keluarkan cawan, biarkan
agak dingin dan timbang kembali;
i. jika berat cawan belum konstan, masukkan kembali dalam oven 105 0C selama 1
jam. Lakukan seterusnya sampai berat cawan konstan (b gr).

1.2.3.2. Perhitungan
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖 (𝑎) 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖 (𝑏)
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖 (𝑎) 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔

% Kadar kering = (100% - % kadar air)

91
Keterangan
a. selama pengerjaan, jangan sampai cawan dipegang langsung dengan tangan
b. semua penimbangan harus dilakukan pada timbangan yang sama

1.2.4. Kadar Volatil Sampah


Materi volatil merupakan materi yang akan menguap bila dipanaskan pada
temperatur 600oC, dan dikonversi menjadi CO2. materi volatil adlah materi yang
mudah didekomposisi oleh bakteri

Materi volatil pada sampah diukur denagn membakar sampel sampah kering pada
600oC dimana bagian volatil sampah akan terpijarkan dan menguap.

Alat dan Bahan


a. sampel sampah kering yang sudah halus
b. timbangan elektrik
c. cawan krus porselin
d. oven 600oC
e. penjepit cawan

1.2.4.1 Prosedur Pengukuran


- sampel sampah kering hasil penetapan kadar air, digerus sampai halus
- timbang cawan krus kosong yang sudah dipanaskan 1 jam dalam oven 600 0C.
Catat beratnya.
- timbang sampel kering dan halus + 4 gr dalam cawan krus. Catat beratnya (a gr).
- masukkan cawan krus dalam oven 6000 C selama 2 jam. Lebihkan 1/4 jam untuk
pencapaian temperatur 6000 C.
- matikan oven, biarkan temperatur oven turun, keluarkan cawan, biarkan dingin,
masukkan dalam eksikator. Timbang cawan (b gr).

92
1.2.4.2. Perhitungan
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑖𝑠𝑖 (𝑎) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑖𝑠𝑖 (𝑏)
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑖𝑠𝑖 (𝑎) 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔

% Kadar abu = (100% - % kadar volatil)


Semua satuan dinyatakan dalam % berat kering (% BK)

93

Anda mungkin juga menyukai