Anda di halaman 1dari 42

PENENTUAN KADAR TRIKLOSAN DALAM CAIRAN

ANTISEPTIK RESIK-V MANJAKANI DAN PASTA


GIGI FORMULA SECARA KROMATOGARFI
CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR

AYU SHILVYA YONA S


102401067

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

Universitas Sumatera Utara


PENENTUAN KADAR TRIKLOSAN DALAM CAIRAN
ANTISEPTIK RESIK-V MANJAKANI DAN PASTA
GIGI FORMULA SECARA KROMATOGARFI
CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli
Madya pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

AYU SHILVYA YONA S


102401067

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

Universitas Sumatera Utara


PERSETUJUAN

Judul : Penentuan Kadar Triklosan Dalam Cairan


Antiseptik Resik-V Manjakani Dan Pasta Gigi
Formula Secara Kromatogarfi Cair Kinerja Tinggi
Kategori : Tugas Akhir
Nama : Ayu Shilvya Yona S.
Nomor Induk Mahasiswa : 102401067
Program Studi : Diploma 3 Kimia Analis
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
AlamUniversitas Sumatera Utara

Disetujui,
Medan, Juni2013

Diketahui/Disetujui oleh
Program Studi Diploma 3 Kimia Analis
Ketua Pembimbing

Dra. Emma Zaidar Nasution, MS Dra. Frida Simanjuntak


NIP 195512181987012001 NIP 195805091986012001

Departemen Kimia FMIPA USU


Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS


NIP 195408301985032001

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR TRIKLOSAN DALAM CAIRAN ANTISEPTIK


RESIK-V MANJAKANI DAN PASTA GIGI FORMULA SECARA
KROMATOGARFI CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil dari kerja saya sendiri.
Kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan
sumbernya.

Medan, Juni 2013

AYU SHILVYA YONA S


NIM 102401067

Universitas Sumatera Utara


PENGHARGAAN

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
Rahmat dan Berkah-Nya, sehingga penulis masih diberikan kesehatan dan
kesempatan untuk dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Shalawat dan
Salam penulis ucapkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga dan para sahabat, semoga kita mendapatkan safaat beliau di Yaumil
Hisab kelak.
Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil praktek kerja lapangan di Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Medan dengan judul PENENTUAN KADAR
TRIKLOSAN DALAM CAIRAN ANTISEPTIK RESIK-V MANJAKANI DAN
PASTA GIGI FORMULA SECARA KROMATOGARFI CAIR KINERJA
TINGGI. Karya ilmiah ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi syarat
kelulusan dalam meraih gelar Ahli Madya Kimia Analis Departemen Kimia
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian Karya Ilmiah ini penulis mendapatkan banyak bantuan baik
secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Ibu Dra. Frida Simanjuntak selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulisan Karya Ilmiah
ini.
2. Ibu Rumondang Bulan, MS selaku ketua jurusan yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan karya ilmiah ini.
3. Ibu Emma Zaidar, selaku ketua bidang studi Diploma 3 Kimia Analis yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan
karya ilmiah ini.
4. Kepada Lambok Oktavia, SR, M.Kes, Apt, selaku manajer mutu Balai
Besar POM Medan yang telah membantu dan memberikan keterangan
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
5. Kepada seluruh teman-teman Kimia Analis stambuk 2010 yang telah
memberikan motivasi dan doa

Universitas Sumatera Utara


Terima kasih kepada ayah dan ibu serta seluruh keluarga yang selalu memberikan
do'a dan dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari pembaca
untuk kesempurnaan karya ilmiah ini.

Medan, Juni 2013

Penulis

Universitas Sumatera Utara


PENENTUAN KADAR TRIKLOSAN DALAM CAIRAN ANTISEPTIK
RESIK-V MANJAKANI DAN PASTA GIGI FORMULA SECARA
KROMATOGARFI CAIR KINERJA TINGGI

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar triklosan dalam cairan antiseptik Resik-V


Manjakani dan pasta gigi Formula. Untuk menentukan kadar triklosn
menggunakan baku pembanding triklosan secara kromatografi cair kinerja tinggi.
Penentuan berdasarkan pada luas area puncak dan waktu retensi baku triklosan.
Dari penentuan yang telah dilakukan didapat bahwa kadar triklosan pada cairan
antiseptik Resik-V Manjakani adalah 0,0955% dan kadar triklosan dalam pasta
gigi Formula adalah 0,10785%, oleh karena itu kadar triklosan dalam cairan
antiseptik Resik-V dan pasta gigi Formula memenuhi syarat (MS) sesuai MA
PPOMN 2009 yaitu dengan kadar kurang dari. 0,3%.

Universitas Sumatera Utara


DETERMINATIONLEVELS OF TRICLOSANINANTISEPTICS
LIQUIDRESIK-V MANJAKANI
ANDTOOTHPASTEFORMULA BY USING
HIGH PERFORMANCELIQUID
CHROMATOGRAPHY

ABSTRACT

Determination levels of triclosan in Resik-V Manjakani antiseptics liquid and


Formula toothpaste has been done. Determination levels of triclosan use triclosan
liquid as an internal standar by using high performance liquid chromatograph.
Determination was based on the peak area and retention time of triclosan
standard. The result of this determination showed that Resik-V Manjakani
antiseptic liquid contain 0,0955% triclosan and Formula toothpaste contain
0,10785% triclosan, because of that levels of triclosan in Resik-V Manjakani
antiseptic and Formula toothpaste was obtained as according to clauses in MA
PPOMN 2009, with levels less than 0,3%.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Lampiran x

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahn 3
1.3. Tujuan 3
1.4. Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Kosmetik 4
2.1.1. Sejarah Kosmetik 4
2.1.2. Penggolongan Kosmetik 6
2.2. Antiseptik 9
2.3. Triklosan 11
2.3.1. Perlunya Pengawasan Pada Penggunaan Triklosan 13
2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 14

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1. Metode Analisis 20
3.2. Alat dan Bahan 20
3.2.1 Alat 20
3.2.2 Bahan 20
3.3. Prosedur Penetapan 21
3.3.1 Larutan Uji 21
3.3.2 Larutan Baku 21
3.3.3 Penetapan 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Percobaan 23
4.2. Perhitungan 23
4.2.1. Perhitungan kadar triklosan
Dalam Resik-V Manjakani 24
4.2.2. Perhitungan kadar triklosan
Dalam pasta gigi formula 24
4.3. Pembahasan 25

Universitas Sumatera Utara


BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 26

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


4.1. Penetapan kadar triklosan dalam produk kosmetik 23

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


01 LC Solution Chromatogram and Peak Table 29
UKS Baku Triklosan
02 LC Solution Chromatogram and Peak Table
UKS Baku Triklosan pada Cairan Antiseptik
Resik-V Manjakani 30
03 LC Solution Chromatogram and Peak Table
UKS Baku Triklosan pada pasta gigi Formula 31

Universitas Sumatera Utara


PENENTUAN KADAR TRIKLOSAN DALAM CAIRAN ANTISEPTIK
RESIK-V MANJAKANI DAN PASTA GIGI FORMULA SECARA
KROMATOGARFI CAIR KINERJA TINGGI

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar triklosan dalam cairan antiseptik Resik-V


Manjakani dan pasta gigi Formula. Untuk menentukan kadar triklosn
menggunakan baku pembanding triklosan secara kromatografi cair kinerja tinggi.
Penentuan berdasarkan pada luas area puncak dan waktu retensi baku triklosan.
Dari penentuan yang telah dilakukan didapat bahwa kadar triklosan pada cairan
antiseptik Resik-V Manjakani adalah 0,0955% dan kadar triklosan dalam pasta
gigi Formula adalah 0,10785%, oleh karena itu kadar triklosan dalam cairan
antiseptik Resik-V dan pasta gigi Formula memenuhi syarat (MS) sesuai MA
PPOMN 2009 yaitu dengan kadar kurang dari. 0,3%.

Universitas Sumatera Utara


DETERMINATIONLEVELS OF TRICLOSANINANTISEPTICS
LIQUIDRESIK-V MANJAKANI
ANDTOOTHPASTEFORMULA BY USING
HIGH PERFORMANCELIQUID
CHROMATOGRAPHY

ABSTRACT

Determination levels of triclosan in Resik-V Manjakani antiseptics liquid and


Formula toothpaste has been done. Determination levels of triclosan use triclosan
liquid as an internal standar by using high performance liquid chromatograph.
Determination was based on the peak area and retention time of triclosan
standard. The result of this determination showed that Resik-V Manjakani
antiseptic liquid contain 0,0955% triclosan and Formula toothpaste contain
0,10785% triclosan, because of that levels of triclosan in Resik-V Manjakani
antiseptic and Formula toothpaste was obtained as according to clauses in MA
PPOMN 2009, with levels less than 0,3%.

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kosmetik telah digunakan secara luas. Saat ini kosmetik telah menjadi kebutuhan

yang sangat penting. Dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan kosmetik

mulai dari sabun, krim pelembab, alas bedak, parfum, pasta gigi dan lain

sebagainya.

Sejarah kosmetik menunjukkan bahwa sejak semula kosmetik diramu oleh

para tabib atau dukun yang sekaligus juga menjadi pakar pengobatan di suatu

negeri. Ketika kemudian terjadi kemajuan dalam segala bidang kehidupan

termasuk bidang sains dan teknologi, kosmetik berubah menjadi komoditi yang

diproduksi secara luas dan diatur oleh berbagai peraturan dan persyaratan tertentu

untuk memenuhi standar mutu (kualitas) dan keamanan bagi konsumen. Peraturan

dan perundang-undangan yang berlaku untuk pembuatan kosmetik berbeda dari

suatu negara dengan negara lainnya berbagai masalah kosmetik di Indonesia

ditangani oleh Direktorat Kosmetika Ditjen POM Departemen Kesehatan RI.

Wasitaatmadja (1997) mengemukakan bahwa kosmetika yang terdiri atas

berbagai macam lemak dan minyak merupakan bahan yang mudah ditumbuhi

mikroorganisme bakteri, amuba, dan jamur, yang akan merusak bahan sehingga

terjadi perubahan bau (tengik) dan warna. Untuk menanggulangi hal ini,

diperlukan zat pengawet (preservatif) dan antiseptik.

Zat pengawet dan antiseptik dalam kosmetik banyak jenisnya. Zat

pengawet dan antiseptik tentu saja tidak boleh membahayakan pengguna

Universitas Sumatera Utara


kosmetiknya sendiri. Untuk itu dibutuhkan metode yang dapat digunakan untuk

menganalisa dan menentukan kadar zat pengawet dan antiseptik sehingga

memenuhi syarat yang ditentukan dan tidak membahayakan terhadap konsumen,

dimana penelitian ini dibutuhkan untuk menentukan kadar zat tambahan,

khususnya triklosan dalam cairan antiseptik dan pasta gigi.

Teknologi kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) telah berkembang dan

saat ini telah menjadi metode analisis rutin dan bahkan preparatif pada banyak

laboraturium. Alat KCKT terdiri atas sistem pencampuran yang sangat canggih

yang mampu menghasilka campuran landaian yang mengandung sampai empat

linarut yang berbeda , pompa yang mampu menghasilkan tekanan samai 6000 psi

atau 10.000 psi, kolom yang mengandung fase diam, dan sistem pendeteksi

sinambung yang bermacam-macam jenisnya. Yang paling sering ditemukan,

seluruh radas itu dipimpin dan dikendalikan oleh mikroprosesor. Cuplikan dapat

dipisahkan secara preparatif. Seringkali hasil dapat diperoleh dalam waktu

beberapa menit dan ditafsirkan secara kuantitatif dengan ketepatan yang lumayan.

KCKT mempunyai pembatas yang sebanding, yaitu cuplikan harus larut di dalam

zat cair. Akan tetapi, ini bukan pembatas yang berat, dan setidak-tidaknya KCKT

dapat dipakai untuk sebagian besar senyawa takatsiri dan senyawa berbobot

molekul tinggi. Selain itu, KCKT dapat dipakai untuk senyawa anorganik, yang

sebagian besar tidak atsiri. KCKT biasanya dilakukan pada suhu kamar. Jadi

senyawa yang tidak tahan panas dapat ditangani dengan mudah.

Universitas Sumatera Utara


1.2.Permasalahan

Permasalahan dalam pembuatan karya ilmiah ini adalah :

1. Metode apakah yang digunakan untuk menetapkan kadar triklosan dalam

cairan antiseptik Resik-V dan pasta gigi Formula

2. Apakah kadar triklosan dalam cairan antiseptik Resik-V dan pasta gigi

Formula memenuhi syarat (MS) sesuai MA PPOMN 2009

1.3.Tujuan

Tujuan dari pembuatan karya ilmiah ini adalah:

1. Untuk mengetahui metode yang digunakan untuk menetapkan kadar

triklosan dalam cairan antiseptik Resik-V dan pasta gigi Formula

2. Untuk mengetahui apakah kadar triklosan dalam cairan antiseptik Resik-V

dan pasta gigi Formula memenuhi syarat (MS) sesuai MA PPOMN 2009

1.4.Manfaat

1. Memberikan informasi metode yang digunakan untuk menetapkan kadar

triklosan dalam cairan antiseptik Resik-V dan pasta gigi Formula

2. Memberikan informasi apakah kadar triklosan dalam cairan antiseptik Resik-

V dan pasta gigi Formula memenuhi syarat (MS) sesuai MA PPOMN 2009

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kosmetik

2.1.1. Sejarah Kosmetik

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,

pemakain kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga

kesehatan.

Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-

besaran pada abad ke-20. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia usaha.

Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara

kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau yang disebut kosmetik medik

(cosmeceuticals) (Tranggono, 2007).

Menurut PERMENKES N0.220 THN 1976 : KOSMETIKA adalah:

Bahan/campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan

atau di semprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan atau

bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara,

menambah daya tarik atau mengubah rupa tetapi tidak termasuk obat.

Syarat Kosmetik Secara Umum.

1. Tidak kotor dan rusak.

2. Tidak mengandung bahan beracun yang melampaui batas yang ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara


3. Tidak terdapat zat renik berbahaya.

4. Tidak menggangu kesehatan manusia.

5. Wadah, pembungkus dan penandaan harus menurut persyaratan.

Apakah setiap bahan yang dipakai untuk mempercantik diri disebut sebagai

kosmetika? Sejak tahun 1938, di Amerika Serikat dibuat Akta tentang definisi

kosmetika yang kemudian menjadi acuan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

220/Menkes/Per/X/76 tanggal 6 September 1976 yang menyatakan bahwa :

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, diletakkan,

dipercikkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam dipergunakkan pada badan

atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara,

menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat

Definisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan satu obat yang

dipakai untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan penyakit. Obat bekerja

lebih kuat dan dalam, sehingga dapat mempengaruhi struktur tubuh

(Wasitaatmadja, 1997).

Industri kosmetik terus mengalami perkembangan. Demikian pula dengan

industri bahan kimia yang menyediakan bahan baku kosmetik. Selain bahan bahan

kimia, digunakan juga bahan lain seperti bahan-bahan biologi yang kualitas dan

kuantitasnya terus meningkat. Mereka yang terjun dalam profesi kedokteran

semakin meningkat. Mereka yang terjun dalam profesi kedokteran semangkin

menigkatkan perhatian pada ilmu kosmetik kulit (cosmetodermatology) serta

membangun kerjasama yang saling menguntungkan dengan para ilmuwan

kosmetik maupun para ahli kecantikan, misalnya dalam hal pengetesan bahan

Universitas Sumatera Utara


baku dan bahan jadi, dan penyusunan formula berdasarkan konsepsi dermatolgi

atau kesehatan.

Bahan pengawet antikuman (preservatif) biasanya dipakai dalam kosmetika

untuk mencegah dekomposisi bahan oleh bakteri, jamur atau jasad renik lain yang

dapat menimbulkan kerusakan warna dab bau (tengik). Namun dalam kosmetik

medik, penggunaan bahan ini ditujukan untuk membunuh mikroorganisme

penyebab kelainan kulit umpamanya pada bau badan yang disebabkan antara lain

oleh faktor kuman. Antiseptik penghambat pertumbuhan kuman yang lazim

digunakan dalam kosmetika medik adalah heksaklorofen, triklosan, yodium, seng

piriton (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.2. Penggolongan Kosmetika

Dewasa ini terdapat ribuan kosmetika di pasar bebas. Kosmetika tersebut adalah

produk pabrik kosmetika di dalam dan luar negeri yang jumlahnya telah mencapai

angka ribuan. Data terakhir menunjukkan lebih dari 300 pabrik kosmetika

terdaftar secara resmi di Indonesia, dan diperkirakan ada sejumlah dua kali lipat

pabrik kosmetika yang tidak terdaftar secara resmi yang berupa usaha rumahan

atau salon kecantikan. Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha

penyederhanaan kosmetika, baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian.

Usaha tersebut berupa penggolongan kosmetika.

Jellinek (1959) dalam Formulation and Function of Cosmetics membuat

penggolongan kosmetika menjadi :

Universitas Sumatera Utara


1. preparat pembersih

2. preparat deodoran dan antiperspirasi

3. preparat protektif

4. emolien

5. preparat dengan efek dalam

6. preparat dekoratif / superfisial

7. preparat dekoratif / dalam

8. preparat buat kesenangan

Adapun Wells FV dan Lubowe-II (Cosmetic and The Skin, 1964),

mengelompokkan kosmetika menjadi :

1. preparat untuk kulit muka

2. preparat untuk higienis mulut

3. preparat untuk tangan dan kaki

4. kosmetika badan

5. preparat untuk rambut

6. kosmetika untuk pria dan toilet

7. kosmetika lain

Brauer EW dan Principles of Cosmetics for The Dermatologist membuat

klasifikasi sebagai berikut :

1. toiletries: sabun, sampo, pengkilap rambut, kondisioner rambut, penata,

pewarna, pengeriting, pelurus rambut, deodoran, antiperspirasi dan tabir surya

2. skin care: pencukur, pembersih, astringen, toner, pelembab, masker, krem

malam, dan bahan untuk mandi

Universitas Sumatera Utara


3. Make up: foundation, eye make up, lipstick, rouges, blusher, enamel kuku

4. Fragrance: perfumes, colognes, toilet waters, body silk, bath powders, after

shave agent.

Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI yang dikutip dari berbagai

karangan ilmiah tentang kosmetika, membagi kosmetika dalam :

1. preparat untuk bayi

2. preparat untuk mandi

3. preparat untuk mata

4. preparat wangi-wangian

5. preparat untuk rambut

6. preparat untuk rias (make up)

7. preparat untuk pewarna rambut

8. preparat untuk kebersihan mulut

9. preparat untuk kebersihan badan

10. preparat untuk kuku

11. preparat untuk cukur

12. preparat untuk perawatan kulit

13. preparat untuk proteksi sinar matahari

Sub bagian Kosmetika Medik Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, membagi kosmetika atas:

1. Kosmetika pemeliharaan dan perawatan, yang terdiri atas:

a. Kosmetika pembersih (cleansing)

b. Kosmetika pelembab (moisturizing)

Universitas Sumatera Utara


c. Kosmetika pelindung (protecting)

d. Kosmetika penipis (thinning)

2. Kosmetika rias / dekoratif, yang terdiri atas:

a. Kosmetika rias kulit terutama wajah

b. Kosmetika rias rambut

c. Kosmetika rias kuku

d. Kosmetika rias bibir

e. Kosmetika rias mata

3. Kosmetika pewangi / parfum. Termasuk dalam golongan ini:

a. deodoran dan antiperspiran

b. after shave lotion

c. parfum dan eau de toilette

Dengan penggolongan yang sangat sederhana ini, setiap jenis kosmetika akan

dapat dikenal kegunaannya dan akan menjadi bahan acuan bagi konsumen di

dalam bidang kosmetologi. Penggolongan ini juga dapat menampung setiap jenis

sediaan kosmetika (bedak, cairan, krim, pasta, semprotan, dan lainnya) dan setiap

tempat pemakaian kosmetika (kulit, mata, kuku, rambut, seluruh badan, alat

kelamin, dan lainnya) (Wasitaatmadja, 1997).

2.2. Antiseptik

Antiseptik berasal dari bahasa Yunani (sepsis=busuk) adalah zat-zat yang dapat

mematikan atau menghentikan pertumbuhan mikroba setempat/lokal di jaringan-

Universitas Sumatera Utara


jaringan hidup, khususnya di atas kulit atau selaput lendir seperti mulut,

tenggorokan, vagina, hidung, telinga, dan lain-lain.

Bahan atau zat yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan atau aktivitas

mikroorganisme dengan cara menghambat atau mematikan pertumbuhan

mikroorganisme disebut antiseptik.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada efektivitas antiseptik antara lain antara

lain ialah sebagai berikut :

1. Konsentrasi

2. Lamanya paparan antiseptik

3. Tipe populasi mikroba yang akan dibunuh

4. Kondisi lingkungan seperti suhu, pH, dan tipe dari material dimana bakteri

berada

Secara umum antiseptik adalah desinfektan yang nontoksik haruslah memiliki

persyaratan di antaranya :

1. Memiliki spektrum luas yang artinya efektif untuk membunuh bakteri, virus,

jamur, dan sebagainya

2. Tidak merangsang kulit ataupun mukosa

3. Toksisitas atau daya absorpsi melalui kulit dan mukosa rendah

4. Efek kerjanya cepat dan bertahan lama

5. Efektivitasnya tidak berpengaruh oleh adanya darah

Bahan tersebut harus bersifat homogen, tidak mudah dinetralisir atau

diinaktivasi oleh bahan lain, dapat bekerja pada suhu biasa dan mempunyai

Universitas Sumatera Utara


kemampuan penetrasi. Saat ini belum ada antieptik yang ideal, tidak jarang

bersifat toksik bagi jaringan, menghambat penyembuhan luka dan menimbulkan

sensivitas. Khasiatnya sering kali berkurang oleh adanya cairan tubuh seperti

darah. Adapun jenis larutan antiseptik seperti alkohol 60%-90%, savlon,

heksalorofen 3%, triklosan, iodin 1-3% serta iodofor berbagai konsentrasi atau

betadin. Antiseptik juga dapat terkontaminasi dan mikroorganisme yang

mengkontaminasi dapat menyebabkan infeksi berantai jika diguanakan untuk

mencuci tangan. Cara untuk mencegah kontaminasi tersebut seperti menggunakan

air matang untuk mengencerkan jika diperlukan pengenceran, hati-hati pada saat

menuangkan larutan ke wadah yang lebih kecil, mengosongkan dan mencuci

wadah sabun dan air serta membiarkannya kering dengan cara diangin-anginkan

minimal sekali dalam seminggu, tempelkan label bertuliskan tanggal pengisian

ulang, serta menyimpan larutan di tempat yang diinginkan dan gelap

(http://scribd.com/doc/50741093/jack-dewa).

Triclosan adalah antiseptik yang efektif dan populer, bisa ditemui dalam

sabun, obat kumur, deodoran, dan lain-lain. Triclosan mempunyai daya anti

mikroba dengan spektrum luas (dapat melawan berbagai macam bakteri) dan

mempunyai sifat toksisitas minim. Mekanisme kerja triclosan adalah dengan

menghambat biosintesis lipid sehingga membran mikroba kehilangan kekuatan

dan fungsinya (http://www.slideshare.net/07051994/antiseptik).

2.3. Triklosan

Universitas Sumatera Utara


Triklosan adalah suatu difenil eter organik yang bekerja dengan merusak dinding

sel mikroba. Zat ini memiliki spektrum aktivitas yang luas terhadap bakteri gram-

positif dan sebagian besar gram negatif (kecuali mungkin Pseudomonas),

beberapa aktivitas terhadap basil turbekulosis, tetapi kurang virusidal. Triklosan

adalah bahan campuran yang sering terdapat pada sabun pengurang bau badan

serta diserap melalui kulit yang utuh (Gruendemann, 2007).

Agen antibakteri atau antiseptik merupakan senyawa atau agen yang dapat

membunuh atau menekan pertumbuhan bakteri. Berbeda dengan antibiotik, target

aksi antibiotik adalah mikroorganisme yang terdapat dalam tubuh, sedangkan

antiseptik ditujukan untuk membunuh bakteri di luar tubuh. Berbeda pula dengan

disinfektan, di mana disinfektan digunakan untuk benda mati, misalnya ditujukan

untuk sterilisasi ruangan terhadap mikroorganisme tertentu.

Saat ini terdapat banyak pilihan antiseptik yang ada di pasaran. Bentuk dari

sediaan yang ada contohnya antara lain bentuk gel, lotion, sabun cair, atau sabun

batang. Pada beberapa sediaan antiseptik, tidak hanya antiseptik pembersih

tangan, zat aktif yang umumnya digunakan yaitu Triklosan. Triklosan atau irgasan

DP300 merupakan suatu agen kimia antibakteri yang banyak digunakan dalam

berbagai produk sepeti sabun, deodorant, kosmetik, lotion pembersih, pasta gigi.

Struktur kimia Triklosan

Universitas Sumatera Utara


Triklosan yang banyak digunakan dalam beberapa produk tersebut diketahui

banyak mencemari air. Antara tahun 1999 dan 2000, triklosan banyak ditemukan

dalam jumlah konsentrasi paling tinggi dalam pemeriksaan dari air sungai yang

tercemar.

Triklosan dapat diserap kulit, dan hidung dalam waktu beberapa menit saja

setelah pemakaian. Manusia juga dapat tercemari melalui makanan terutama ikan

atau hewan air lainnya. Triklosan akan terakumulatif (Bennet ER,2009)

(http://profetik.farmasi.ugm.ac.id/archives/73 07/05/2013 16:13:49).

Triklosan bersifat tidak larut dalam air kecuali pH alkali. Antiseptik ini larut

dalam hampir semua pelarut organik. Secara kimiawi triklosan bersifat stabil dan

tahan dalam pemanasan hingga 200oC selama 2 jam. Aktivitas triklosan dalam

produk pencuci tangan dipengaruhi oleh pH, adanya surfaktan, dan sifat ionik

suatu formulasi. Triklosan mempunyai spketrum aktivitas yang luas mencakup

hampir semua gram positif lebih besar daripada gram negatif dan antiseptik ini

efektif melawan Methicilinresistant staphylococus aureus (MRSA).

2.3.1. Perlunya Pengawasan Pada Penggunaan Triklosan

Triklosan sebagai bahan tambahan sejumlah kosmetik diduga merupakan senyawa

yang dapat menurunkan fungsi otot. Namun fungsi triklosan sebagai bahan anti

bakteri dalam kosmetik masih belum dapat dihindari sepenunnnya. Jika digunakan

dalam jangka panjang, senyawa triklosan pada sabun memicu kerusakan sel otot

jantung. Triklosan diketahui banyak dipakai dalam produk pembersih dan pemutih

Universitas Sumatera Utara


di antaranya obat kumur, pasta gigi, sabun cuci tangan bahkan mainan. Triklosan

alias bahan antibakteri bisa merusak dua protein di dalam otot. Gangguan ini akan

melemahkan otot saat berkontraksi.

Ilmuwan dari Universitas California, Davis dan Universitas Colorado

melakukan penelitian dengan mengamati sel otot jantung dan serat otot rangka

yang terpapar triklosan dalam tabung uji. Peneliti mengemukakan rangsangan

elektrik yang akan membuat otot-otot berkontraksi

(http://www.ipotnews.com/index.php?jdl=Triklosan_Pada_Sabun_Pencuci_Tanga

n_dan_Pasta_Gigi04/06/2013 14:33).

Namun, senyawa triklosan ternyata merusak dua protein yang terlibat dalam

kontraksi, sehingga otot rangka dan otot jantung tak mampu berfungsi dalam level

sel. Demikian pula tes kepada ikan lau kecil yang terpapar bahan triklosan.

Peneliti menemukan fakta bahwa efek triklosan di lingkungan laut selama tujuh

hari terdapat penurunan kemampuan renang si ikan dibandingkan ikan yang di

kelompok bebas triklosan.

Secara langsung, triklosan yang digunakan dalam beberapa produk sabun dan

pasta gigi bisa memicu gangguan kesehatan saat bereaksi dengan lingkungan

aquatik atau berair. Salah satunya adalah gangguan pada keseimbangan hormon

tiroid. Penggunaan triklosan secara berlebihan juga memicu dampak tidak

langsung bagi kesehatan, yakni dengan memicu resistensi atau kekebalan kuman

terhadap antibiotik. Dampaknya adalah kemunculan kuman-kuman super

(superbug) penyebab penyakit yang tidak mempan dibasmi dengan antibiotik

(http://kosmetikazahra.blogspot.com/04/06/2013 14:33)

Universitas Sumatera Utara


2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Asas. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi memisahkan komponen campuran

senyawa kimia terlarut dengan sistem adsorpsi pada fase diam padat atau sistem

partisi di antara fase diam cair yang terikat pada penyangga padat, dan fase gerak

cair.

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dapat memisahkan makromolekul, ion,

bahan alam yang tidak stabil, polimer, dan berbagai gugus polifungsi dengan berat

molekul tinggi. Berbeda dengan kromatografi gas, pemisahan pada KCKT adalah

hasil antariksa spesifik antara molekul senyawa dengan fase diam dan fase gerak.

Kinerja kolom. Beberapa perangkat kondisi eksperimen dapat digunakan

untuk mendapatkan pemisahan yang diinginkan dari komponen sampel dan ada

perangkat yang lebih praktis daripada yang lainnya, sehingga perlu mencapai

optimasi.

Pertama-tama harus dipilih sistem KCKT yag tepat, karena itu semua

parameter dalam persamaan yang tergantung kepada sistem atau kepada sifat fase

diam dan fase gerak ditentukan dan tidak dapat dirubah.

Parameter tersebut adalah retensi relatif α, koefisien partisi dari senyawa yang

paling lama ditahan k’, dan bilangan pelat. Senyawa yang dianalisis biasanya

memerlukan waktu dua sampai sepuluh kali lebih lama untuk melewati kolom,

dibandingkan dengan senyawa yang tidak diretensi tM. Perlu diperhatikan juga

viskositas fase gerak dan koefisien difusi senyawa dalam fase gerak. Selain itu

tipe dan karakteristik pengisi kolom (terutama porositas, rentang sempit ukuran

partikel, prosedur pengisian kolom yang baik, dan pengisi kolom berkualitas

Universitas Sumatera Utara


tinggi), mempengaruhi panjang kolom dan ukuran partikelnya (Satiadarma dkk,

2004).

Menyiapkan cuplikan untuk KCKT bergantung pada sumber dan sifat

cuplikan. Dalam beberapa kasus, cuplikan dapat diubah secara kimia untuk

menghasilkan senyawa yang lebih mudah dipisahkan atau lebih mudah dideteksi

setelah pemisahan.

Akan tetapi, pada umumnya cuplikan dilarutkan di dalam pelarut sedikit,

disaring, dan disuntikkan ke dalam aliran pelarut. Secara ideal, pelarut yang

dipakai untuk melarutkan cuplikan seharusnya sama dengan fase gerak. Untuk

pekerjaan analitik, biasanya konsentrasi cuplikan dalam jangka 1µg/µl (1mg/ml).

Untuk pekerjaan preparatif, konsentrasi lebih besar. Jika cuplikan tidak melarut

dengan cukup dalam pelarut yang dipakai untuk kromatografi, harus dipilih

pelarut yang kepolarannya lebih rendah daripada pelarut pengelusi. Jika kita

memakai pelarut yang lebih polar, kromatografi dapat sangat terganggu (Gritter

dkk, 1991)

Ada dua jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom

mikrobor. Kolom mikrobor mempunyai tiga keuntungan yang utama

dibandingkan dengan kolom konvensional, yaitu :

1. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil

dibandingkan dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor

kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100 µl/menit)

2. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih

ideal jika dibandingkan dengan spektorfotometer massa

Universitas Sumatera Utara


3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya

jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel

klinis.

Fase gerak pada KCKT

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya

elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih

polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya

polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada

fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap

selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah

selama elusi). Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran

yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas.

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase

terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atau campuran air dengan

asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak dengan yang paling

sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut

yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan

dengan fase normal ini kurang umum dibandingkan dengan fase terbalik.

Universitas Sumatera Utara


Fase diam pada KCKT

Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara

kimiawi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah

polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH).

Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen

seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan

menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain. Hasil reaksi yang

diperoleh disebut dengan silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis karena

terbentuk ikatan-ikatan siloksan (Si-O-O-Si). Silika yang dimodifikasi ini

mempunyai karakteristik kromatografik dan selektifitas yang berbeda jika

dibandingkan dengan silika yang tida dimodifikasi.

Pompa pada KCKT

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai

syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase

gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,

teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan

tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan

alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu

mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit.

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah

untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat,

Universitas Sumatera Utara


reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam KCKT

yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang

kosntan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih

umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.

Penyuntikan sampel pada KCKT

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase

gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat

penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi

dengan keluk sampel internal atau eksternal.

Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan

kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntukkan, katup diputar

sehingga fase mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke

kolom.

Detektor KCKT

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor

universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan

tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektofotometri

massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit

secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan

elektrokimia.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakeristik sebagai berikut:

1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel

Universitas Sumatera Utara


2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada

kadar yang sangat.

3. Stabil dalam pengoprasiannya

4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran

pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 µl atau lebih kecil lagi

5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada

kisaran yang luas (kisaran dinamis linier)

6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Analisis

Metode yang digunakan untuk menentukan kadar triklosan dalam cairan

antiseptik Resik-V Manjakani dan pasta gigi formula adalah kromatografi cair

kinerja tinggi

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

1. Seperangkat alat KCKT

2. Sonikator

3. Penyaring membran

4. Penyaring vakum

5. Erlenmeyer 25 mL bertutup

6. Gelas ukur 10 mL

7. Neraca analitik

8. Labu ukur 10 mL

9. Pipet volume

10. Bola karet

11. Aluminium foil

3.2.2. Bahan

1. Baku triklosan

2. Cairan antiseptik Resik-V Manjakani

3. Pasta gigi Formula

Universitas Sumatera Utara


4. H2SO4 10%

5. Metanol

6. Asam Fosfat 0,085%

3.3. Prosedur Penetapan


3.3.1. Larutan Uji
1. Ditimbang sejumlah 1 gram sampel
2. Dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 25 mL bertutup
3. Ditambahkan 0,50 mL H2SO4 10% dan 10,0 mL metanol
4. Campuran disonikasi selama 10 menit sambil sesekali digoyang.
5. Kemudian disaring menggunakan penyaring membran (larutan A)

3.3.2. Larutan baku


1. Ditimbang saksama baku pembanding triklokarbon lebih kurang 10 mg

2. Dimasukkan ke labu tentukur 10 mL

3. Dilarutkan dan diencerkan dengan metanol sampai tanda (larutan B).

4. Baku pembanding triklosan ditimbang saksama lebih kurang 10 mg

5. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL

6. Dilarutkan dan diencerkan dengan metanol sampai tanda (larutan C).

7. Sejumlah 1,0 mL larutan B dipipet dan dimasukkan ke dalam labu

tentukur 10 mL

8. Diencerkan dengan metanol sampai tanda (larutan D).

9. Sejumlah 4,0 mL larutan C dan 5,0 mL larutan D dipipet dan dimasukkan

ke dalam sebuah labu tentukur 25 mL

10. Ditambahkan 0,50 mL H2SO4 10% dan diencerkan dengan metanol sampai

tanda. Larutan ini disaring menggunakan penyaring membran (E).

Universitas Sumatera Utara


3.2.3. Penetapan

Larutan A dan E masing-masing disuntikkan secara terpisah dan dilakukan


penetapan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan kondisi sebagai
berikut :

Fase gerak : Metanol – Asam Fosfat 0,085% (80:20)

Kolom : Panjang 250 mm, diameter dalam 4,6 mm berisi


oktadesilsilana (RP 18) dengan ukuran partikel 5 µm

Laju alir : 1,0 mL / menit

Suhu kolom : 40oC

Volume penyuntikan : Larutan A dan larutan E masing-masing 20 µL

Detektor : UV pada panjang gelombang 280 nm

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Percobaan

Hasil yang diperoleh dari penetapan kadar triklosan secara kromatografi cair
kinerja tinggi terdapat dalam tabel 4.1

Tabel 4.1. Penetapan kadar triklosan dalam produk kosmetik

Nama contoh Kadar Syarat Kesimpulan Hasil


Memenuhi Syarat
Resik-V Manjakani 0,0955% ≤ 0,3% Terlampir
(MS)
Memenuhi Syarat
Pasta Gigi Formula 0,10785% ≤ 0,3% Terlampir
(MS)

4.2. Perhitungan

�� �� ��
� � �%���� ����������
�� �� ��

Keterangan

Au = luas puncak larutan uji

Ab = luas puncak larutan baku

Bb = bobot baku

Bu = bobot uji

Fu = pengenceran larutan uji

Fb = pengenceran larutan baku

P = kemurnian baku

Universitas Sumatera Utara


4.2.1 Perhitungan kadar triklosan dalam Resik-V Manjakani

Uji 1
�� �� � 2025152 0,00952 10,5
� � �� �99,8% = 1937620 � � 100 �99,8%
�� �� � 1,0824

= 0,0963%

Uji 2
�� �� � 2017180 0.00952 10,5
��
� � �� �99,8% = 1937620 � � 100 �99,8
�� � 1,0958

= 0,09477%
��� 1+��� 2
Rata-rata = 2

(0,0963+0,09477 )%
= 2

= 0,0955%

4.2.2 Perhitungan kadar triklosan dalam pasta gigi Formula

Uji 1
�� �� � 252364 0,00952 10,5
��
� � �� �99,8% = 1937620 � � 100 �99,8%
�� � 1,3303

= 0,0976

Uji 2
�� �� � 2432473 0,00952 10,5
� � �� �99,8% = 1937620 � � 100 �99,8%
�� �� � 1,0597

= 0,1181
��� 1+��� 2
Rata-rata = 2

(0,0976+0,1181 )%
= 2

=0,10785%

Universitas Sumatera Utara


4.3. Pembahasan

Penetapan kadar triklosan dalam cairan antiseptik Resik-V Manjakani dan pasta

gigi Formula dilakukan di Balai Besar POM Medan menggunakan kromatografi

cair kinerja tinggi (KCKT). Penetapan kadar ini didasarkan pada waktu retensi

dan luas area puncak baku triklosan 99,8% dengan laju alir 1 mL/menit.

Dari penetapan kadar triklosan dalam cairan antiseptik Resik-V Manjakani

dan pasta gigi Formula secara kromatografi cair kinerja tinggi di dapat hasil

bahwa cairan antiseptik Resik-V Manjakani mengandung 0,0955% triklosan dan

pasta gigi formula mengandung 0,10785% triklosan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

- Dari penetapan kadar triklosan dalam cairan antiseptik Resik-V dan pasta

gigi Formula secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) diperoleh

kadar triklosan dalam cairan antiseptik Resik-V adalah 0,0955% dan kadar

triklosan dalam pasta gigi Formula adalah 0,10785%, oleh karena itu kadar

triklosan dalam cairan antiseptik Resik-V dan pasta gigi Formula

memenuhi syarat (MS) sesuai MA PPOMN 2009 yaitu ≤ 0,3%.

5.2. Saran

Dalam kesempatan ini penulisa menyarankan agar konsumen yang

menggunakan kosmetik teliti dan berhati-hati. Sebaiknya konsumen menggunakan

produk yang telah memiliki nomor registrasi dari instansi resmi yang ditunjuk

pemerintah untuk mengawasi obat dan makanan seperti halnya Badan Pengawas

Obat dan Makanan. Menggunakan produk yang telah diberi nomor registrasi tentu

banyak mengurangi kekecewaan konsumen akibat produk kosmetik yang tidak

sesuai atau yang tidak aman

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Swharting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi.

Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung

Gruendeman, B.J. 2005. Buku Ajar Keperawatan. Volume ke-1. EGC. Jakarta

Satiadarma, K., Mulja, M., Tjahjono, D.H., dan Kartasasmita, R.E. 2004. Asas

Pengembangan Prosedur Analisis. Airlangga University Press. Bandung

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting : Kasiat, Penggunaan dan

Efek-Efek Sampingnya. Edisi ke-6. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta

Tranggono, R.I. dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan

Kosmetik. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Penerbit Universitas

Indonesia. Jakarta

[anonim]. 2013. Triklosan. http://profetik.farmasi.ugm.ac.id/archives/73

[07/05/2013 16:13:49]

[anonim]. 2013. Triklosan dalam kosmetik.

http://kosmetikazahra.blogspot.com/04/06/2013 14:33

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai