Anda di halaman 1dari 82

KARYA TULIS ILMIAH

POTENSI DAYA TOLAK DAUN KERSEN (Mutingia calabura)


TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

Oleh :
NUR MAYA RIA
20160662018

PROGRAM STUDI D3 TEKNOLOGI LABORATORIUM


MEDIK FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019
KARYA TULIS ILMIAH

POTENSI DAYA TOLAK DAUN KERSEN (Mutingia calabura)


TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan Pada Program Studi
D3 Teknologi Laboratorium Medik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surabaya

Oleh :
NUR MAYA RIA
20160662018

PROGRAM STUDI D3 TEKNOLOGI LABORATORIUM


MEDIK FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019
PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : NUR MAYA RIA

NIM : 20160662018

Program Studi : D3 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

Fakultas : ILMU KESEHATAN

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar – benar tulisan

karya saya sendiri bukan plagiasi, baik sebagian maupun keseluruhan. Bila

kemudian hari terbukti plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi akademik

sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Surabaya, 31 Juli 2019

Yang membuat pernyataan

NUR MAYA RIA

NIM. 20160662018

ii
PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetuji isi serta

susunannya, sehingga dapat diajukan dalam sidang Karya Tulis Ilmiah pada

Program Studi D3 Teknologi Laboratorium Medik Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surabaya

Surabaya, 31 Juli 2019

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Diah Ariana, ST., M.Kes. Siti Mardiyah, S.Si., M.Kes.

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Fitrotin Azizah, S.ST., M.Si.

PENGESAHAN

iii
Karya Tulis Ilmiah ini telah dipertahankan didepan tim penguji Ujian
Sidang Karya Tulis Ilmiah pada Program Studi D3 Teknologi Laboratorium
Medik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya

Pada tanggal, 01 Agustus 2019

Tim Penguji Tanda Tangan

Penguji 1 : Diah Ariana, ST., M.Kes. (…………………)

Penguji 2 : Siti Mardiyah, S.Si., M.Kes. (…………………)

Penguji 3 : Anindita Riesti R.A., S.Si., M.Si. (…………………)

Mengetahui,

Dekan FIK UMSurabaya

Dr. Mundakir, S.Kep., Ns., M.Kep.

KATA PENGANTAR

iv
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, karunia, serta hidayahnya sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

dapat terselesaikan dengan baik. Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Potensi Daya

Tolak Daun Kersen (Mutingia calabura) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti.”

ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Ahli

Madya Analis Kesehatan pada Program Studi D3 Teknologi Laboratorium Medik

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya tahun 2019.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh

dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari pembaca sebagai perbaikan dimasa yang akan datang.

Surabaya, 31 Juli 2019

Penulis

UCAPAN TERIMAKASIH

v
Alhamdulillah segala puji kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayahnya. Sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dapat

terselesaikan tepat waktu; Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Potensi Daya

Tolak Daun Kersen (Mutingia Calabura) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti”,

sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi D3

Teknologi Laboratorium Medik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Surabaya.

Dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti mendapatkan

banyak pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu dalam

kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada

yang terhormat;

1. Bapak Dr.dr.H.Sukadiono,MM. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Surabaya
2. Bapak Dr.Mundakir, S,Kep,.Ns.,M,Kep. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surabaya.


3. Ibu Fitrotin Azizah, S.ST.M.Si. selaku ketua Program Studi D3 Teknologi

Laboratorium yang telah membimbing selama menjadi mahasiswa di Program

Teknologi Laboratorium Medik Universitas Muhammadiyah Surabaya


4. Ibu Diah Ariana, ST., M.Kes. selaku pembimbing I yang telah memberikan

motivasi, arahan serta bimbingan sepenuh hati dan menjadi penyemangat,

sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini


5. Ibu Siti Mardiyah, S.Si., M.Kes. selaku pembimbing II yang telah memberikan

motivasi, arahan serta bimbingan sepenuh hati dan menjadi penyemangat,

sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

vi
6. Ibu Anindita Riesti R.A., S.Si., M.Si. selaku pembimbing III yang telah

memberikan motivasi, arahan serta bimbingan sepenuh hati dan menjadi

penyemangat, sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini


7. Ibu Alm Drh. Ocky Dwi Suprobowati, M.Kes. yang telah memberikan motivasi,

semangat dan arahannya hingga akhir hayatnya sehingga saya dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini


8. Ibu Ir. Nastiti Kartikorini, M.Kes. selaku Dosen Wali yang banyak memberikan

motivasi, perhatian dan nasehat.


9. Bapak ibu Dosen Program D3 Teknologi Laboratorium Medik Universitas

Muhammadiyah Surabaya yang telah memberikan banyak ilmu yang akan

menjadi bekal kedepannya dengan penuh kesabaran dan ketulusannya.


10. Untuk orang tua saya Abi (Saffiudin), Ibuk (Sufiatun), Mama (Yatimah), Bapak

(Rahem), Aba (Matturi Hafi), kakak saya (Ayu ummi lestari), Adik saya (Wildan

firdausi H.) serta (Sobrun jamil) dan semua keluarga besar yang telah berperan

penting dalam memberikan doa, motivasi, semangat hingga keluarnya keringat

mereka agar saya bisa menyelesaikan pendidikan di Program D3 Teknologi

Laboratorium Medik Universitas Muhammadiyah Surabaya.


11. Untuk kelurga ketiga saya selama disini, Ibu kos tercinta dan bapak kos ( Nur

farida dan Bapak edy), saudara-saudara saya (Nia, Wati, kak umni, kak Afni, Lia,

Umma, Fera, kak Muna). Terimakasih sudah menemani saya dalam suka duka,

memberikan semangat serta doa, berbagi tawa setiap hari dan menjaga saya

selama menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Surabaya.


12. Untuk sahabat-sahabat saya “Coccobasil”. (Wati, Mira, Mimom,Sium,Evy dan

Miftah) Terimakasih sudah memberikan warna dalam perjalanan saya, terimakasih

telah berbagi pundak untuk mendengarkan keluh kesah selama ini, terimakasih

juga telah berbagi cerita, suka, duka dan tawa, dengan adanya kalian semua terasa

mudah, semoga persabatan kita bisa terjalin seterusnya.

vii
13. Untuk sahabat-sahabat saya “Mie kober” (Try, Tea dan Rosita) Terimakasih

sudah berbagi cerita, suka duka, canda tawa serta dukungannya selama ini.
14. Teman-teman seangkatan 2016 D3 Teknologi Laboratorium Medik Universitas

Muhammadiyah Surabaya. Terimakasih telah mau berjuang bersama serta

memberikan cerita, suka duka, canda tawa dan dukungan selama ini.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan banyak terimakasih atas segala

bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak sehingga penulisan Karya Tulis

Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam

penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih tidak sempurna, oleh karena itu segala

kritik, komentar maupun tanggapan yang bersifat membangun bisa menjadikan

perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 31 Juli 2019

Penulis

MOTTO

TIDAK ADA YANG MEMBANTU DIRIMU SELAIN ALLAH SWT DAN TIDAK ADA
YANG MENYELAMATKANMU SELAIN DIRIMU SENDIRI

SEBERAT APAPUN MASALAHMU ALLAH SWT SUDAH MENGETAHUI JIKA


DIRIMU MAMPU MELEWATINYA LANTAS APA YANG MASIH KAMU RAGUKAN
WAKE UP AND DOING TO TRY

viii
PERSEMBAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini dipersembahkan untuk ALLAH SWT dan NABI
MUHAMMAD SAW. Yang senantiasa mendengarkan keluh kesah saya serta
mengabulkan doa saya dan teruntuk kelima orang tua saya tercinta
(Abi,Ibuk,Mama,Bapak dan Aba), semua keluarga besar, yang telah mendo’akan,
memberikan dukungan, motivasi, memberikan arahan dan kerja kerasnya
sehingga saya sampai di tahap ini

ix
Teruntuk teman-teman tersayang yang telah mendukung dan membantu
saya Tidak ada kata yang ingin saya ucapkan selain rasa syukur, terimakasih dan
saya sangat mencintai kalian.

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM...................................................................


HALAMAN PERYATAAN............................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ iv
KATA PENGANTAR...................................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH........................................................................... viii
MOTTO........................................................................................................... ix
PERSEMBAHAN........................................................................................... x

x
DAFTAR ISI.................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xvi
RINGKASAN.................................................................................................. xvii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Teoritis.................................................................. 5
1.4.2 Manfaat Praktis................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


1.2 Tinjauan Tentang Nyamuk Aedes aegypti....................................... 6
2.1.1 Toksonomi Nyamuk Aedes aegypti.................................... 7
2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti..................................... 8
2.1.2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti..................... 9
2.1.2.2 Telur Nyamuk Aedes aegypti................................. 9
2.1.2.3 Larva Aedes Aegypti............................................... 10
2.1.2.4 Pupa Nyamuk Aedes aegypti.................................. 12
2.1.2.5 Nyamuk Dewasa Aedes aegypti............................. 13
2.1.3 Suhu Untuk Kehidupan Nyamuk Aedes aegypti................ 15
2.1.4 Kelembapan Untuk Kehidupan Nyamuk Aedes aegypti.... 16
2.1.5 Patogenesis Nyamuk Aedes aegypti .................................. 16
2.1.6 Penyebaran dan Penularannya............................................ 21
2.1.7 Pemberantasan dan Pengobatan Nyamuk Aedes aegypti... 22
2.1.8 Tinjauan Tentang Insektisida.............................................. 26
2.1.9 Tinjauan Umum Repellent.................................................. 30
2.2 Tinjauan Tentang Daun Kersen (Mutingia Calabura).................... 33
2.2.1 Klarifikasi Daun Kersen (Mutingia Calabura).................. 33
2.2.2 Nama Daerah Daun Kersen (Mutingia Calabura)............. 33
2.2.3 Penyebaran dan Habitat Daun Kersen (Mutingia Calabura) 33
2.2.4 Morfologi Daun Kersen (Mutingia Calabura)................... 34
2.2.5 Deskripsi Daun Kersen (Mutingia Calabura).................... 35
2.2.6 Kandungan Daun Kersen (Mutingia Calabura)................... 36
2.2.7 Khasiat Daun Kersen (Mutingia Calabura)......................... 39
2.2.8 Mekanisme Kandungan Kimia Daun Kersen (Mutingia
Calabura) Menolak Aktivitas Nyamuk Aedes aegypti......... 39
2.3 Hipotesis ......................................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 42
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................... 43
3.2.1 Populasi Penelitian............................................................... 43

xi
3.2.2 Sampel Penelitian................................................................. 43
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................... 44
3.3.1 Lokasi Penelitian.................................................................. 44
3.3.2 Waktu Penelitian................................................................... 44
..............................................................................................
..............................................................................................
.............................................................................................. 44
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.................................. 44
3.4.1 Variabel Penelitian................................................................ 44
3.4.2 Definisi Operasional Variabel.............................................. 44
3.5 Metode Pengumpulan Data.............................................................. 45
3.5.1 Prinsip Pemeriksaan............................................................. 45
3.5.2 Alat Pemeriksaan.................................................................. 45
3.5.3 Bahan Pemeriksaan.............................................................. 45
3.5.4.1 Persiapan Pembuatan Perasan Daun Kersen (Mutingia
Calabura)............................................................................. 46
3.5.4.2 Prosedur Pembuatan Konsentrasi Daun Kersen
(Mutingia Calabura)............................................................ 46
3.5.4.3 Prosedur Persiapan Perlakuan Terhadap Nyamuk Aedes
aegypti.................................................................................. 47
3.5.4.4 Prosedur Persiapan Pengamatan Nyamuk
Aedes aegypti........................................................................ 47
3.6 Tabulasi Data.................................................................................. 48
3.7 Cara Analisa Data........................................................................... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1 Deskripsi Hasil Penelitian .............................................................. 49
4.1.1 Deskripsi Hasil .................................................................. 49
4.2 Analisa Data ................................................................................... 51

BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan .................................................................................... 53

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN


6.1 Simpulan ........................................................................................ 57
6.2 Saran .............................................................................................. 57
6.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya.................................................... 57
6.2.2 Bagi Masyarakat.................................................................. 57
6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan.................................................... 58

xii
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 59

LAMPIRAN.................................................................................................... 64

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Contoh tabulasi data hasil pemeriksaan daun kersen (Mutingia
calabura) sebagai potensi daya tolak daun kersen (Mutingia
calabura) terhadap nyamuk Aedes aegypti………………………..48

xiii
Tabel 4.1 Data hasil pemeriksaan daun kersen (Mutingia calabura) sebagai
potensi daya tolak daun kersen (Mutingia calabura) terhadap
nyamuk Aedes aegypti………………..............................................49
Tabel 4.2 Hasil uji Tukey HSD………………………………......……….…..51

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti………………………………………………7


Gambar 2.2 Metamorfosis Nyamuk Aedes aegypti……………………………....9
Gambar 2.3 Telur Nyamuk Aedes aegypti……………………………………....10

xiv
Gambar 2.4 Stadium Larva Aedes aegypti............................................................12
Gambar 2.5 Pupa Nyamuk Aedes aegypti…………………………………….....13
Gambar 2.6 Nyamuk Dewasa Aedes aegypti…………………………………....15
Gambar 2.7 Daun Kersen (Mutingia calabura)………………………………....33
Gambar 2.8 Morfologi Daun Kersen (Mutingia calabura)……………………...34
Gambar 2.9 Pohon Daun Kersen (Mutingia calabura)………………………….35
Gambar 2.10 Struktur Senyawa Flavonoid……………………………………...37
Gambar 2.11 Struktur Senyawa Alkaloid……………………………………… 38
Gambar 2.12 Struktur Senyawa Saponin………………………………………. 38
Gambar 2.13 Struktur Senyawa Tanin…………………………………………. 39

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil Oneway ANOVA


Lampiran 2 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 3 : Surat Peminjaman Alat
Lampiran 4 : Surat Permohonan Responden

xv
Lampiran 5 : Hasil Penelitian
Lampiran 6 : Foto Penelitian
Lampiran 7 : Surat Endorsement Letter
Lampiran : Lembar Hasil Revisi
Lampiran 8 : Foto Kartu Bimbingan

RINGKASAN

Potensi Daya Tolak Daun Kersen (Mutingia calabura) Terhadap Nyamuk


Aedes aegypti.

xvi
Oleh: Nur Maya Ria
20160662018

Daerah kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Timur semakin


menyebar luas. Kehadiran nyamuk sering dirasakan sebagai pengganggu
kehidupan manusia dari gigitannya yang menyebabkan gatal hingga peranannya
sebagai (vektor). Insektisida kimia sintetik sering digunakan untuk menghindari
gigitan nyamuk, tetapi insektisida kimia sintetik dapat menyebabkan vektor
menjadi resisten dan berdampak negatif terhadap lingkungan. Sehingga
diperlukan pengganti insektisida nabati yang ramah lingkungan. Salah satunya
dengan menggunakan daun alpukat (Pearsea americana Mill) karena memiliki
kandungan senyawa yang dapat membunuh hama. Didalam kandungan daun
alpukat (Pearsea americana Mill) terdapat senyawa flavonoid, alkaloida, saponin
dan tanin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatahui pengaruh pemberian
perasan daun kersen (Mutingia calabura) terhadap aktivitas nyamuk Aedes
aegypti. Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Terdapat 5 kelompok dan
replikasi sebanyak 5 kali. Populasi yang digunakan adalah nyamuk Aedes aegypti.
Konsentrasi daun kersen (Mutingia calabura) dibedakan menjadi beberapa
konsentrasi yaitu 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%. Uji statistik yang digunakan
adalah Oneway ANOVA, hasil menunjukkan bahwa nilai p<α 0,000 <0,05.
Sehingga disimpulkan jika Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada
pengaruh signifikan pemberian perasan daun kersen (Mutingia calabura) terhadap
daya tolak nyamuk Aedes aegypti. Kemudian dilanjutkan ke uji Tukey HSD.
Dengan hasil konsentrasi yang efektif adalah konsentrasi 100% dengan rata-rata
jumlah nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap sebesar 23.80.

Kata kunci: Nyamuk Aedes aegypti; Daun kersen (Mutingia calabura);


Insektisida nabati

ABSTRACT

The Potential For The Resistance Of Kersen Leaf (Mutingia calabura) On


Aedes aegypti Mosquito.

xvii
By: Nur Maya Ria
20160662018

The incidence area of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in East Java is


increasingly widespread, the presence of mosquitoes is often felt as a nuisance to
human life from its bite which causes itching to its role as vector. Synthetic
chemical insecticides are often used to avoid mosquito bites, but synthetic
chemical insecticides can cause vectors to become resistant and have a negative
impact on the environment. So it is necessary to replace environmentally friendly
insecticides. One of them by using avocado leaf (Pearsea Americana Mill)
because it contains compounds that can kill pests, namely flavonoids, alkaloids,
saponins and compounds. The formulation of the problem of this research is
whether the administration of kersen leaf (Mutingia calabura) has potential as a
resistance to Aedes aegypti mosquitoes. The purpose of this study was to know the
effect of giving kersen leaf extract (Mutingia calabura) on the resistance of
Aedes aegypti mosquitoes. The research type was experimental. There were 5
groups and 5 times replication. The population taken was Aedes aegypti mosquito.
The concentration of kersen leaf (Mutingia calabura) was categorized into several
concentrations namely 0%, 25%, 50%, 75% and 100%. The statistical test used
Oneway ANOVA, the results showed that the value of p <α 0,000 <0.05. So it can
be concluded that Ho is rejected and Ha is accepted. It meant that there was a
significant effect of giving kersen leaf extract (Mutingia calabura) to the
resistance of Aedes aegypti mosquito. Then proceed to the Tukey HSD test. By the
results of effective concentrations of 100% with an average number of Aedes
aegypti mosquitoes death at 23.80.

Keywords: Aedes aegypti mosquito; Kersen Leaf (Mutingia calabura); Vegetable


insecticides

xviii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama ini kehadiran beberapa jenis serangga dapat mendatangkan

manfaat dan kerugian bagi kehidupan manusia, misalnya serangga perusak

tanaman dan nyamuk, kehadiran nyamuk sering dirasakan sebagai pengganggu

kehidupan manusia dari gigitannya yang menyebabkan gatal hingga peranannya

sebagai penular (vektor) penyakit-penyakit berbahaya bagi manusia misalnya :

penyakit kaki gajah, malaria dan Demam Berdarah Dengue (DBD) (Susanti, dkk,

2012). Gejala yang akan muncul ditandai dengan demam mendadak, sakit kepala,

nyeri belakang bola mata, mual, pendarahan seperti mimisan atau gusi berdarah

serta adanya kemerahan di bagian permukaan tubuh penderita (Depkes, 2017).

Daerah kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Timur semakin

menyebar luas. Menurut (Harsono), Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Jatim.

Meluasnya Daerah (KLB) mengakibatkan bertambahnya jumlah korban akibat

Demam Berdarah, 3 (tiga) hari yang lalu korban mencapai 32 korban jiwa,

sekarang menjadi 49 korban jiwa. Jumlah penderita Demam Berdarah hingga hari

ini mencapai 2.557 penderita, jumlah meningkat 155,3 % dibanding bulan yang

sama di tahun 2014, saat itu jumlah penderita hanya 980 (Kompas, 2015).

Di Indonesia jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) pada

bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2016 sebanyak 8.487 penderita

dengan jumlah kematian 108 orang, golongan terbanyak yang mengalami (DBD)

di Indonesia pada usia 5 sampai 14 tahun mencapai 43,44% dan usia 15 sampai 44

1
2

tahun mencapai 33,25%. Penyakit (DBD) cenderung meningkat pada pertengahan

musim penghujan sekitar Januari dan cenderung menurun pada tahun Februari

hingga ke penghujung tahun. Angka kematian (DBD) dalam kurun waktu tertentu

menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya

dalam kurun waktu yang sama (Kemenkes, 2016). Sampai saat Demam Bedarah

Dengue (DBD) ini masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dan

menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi (Depkes, 2017).

Pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah dengan

menjaga kebersihan lingkungan agar tidak dijadikan media perindukan nyamuk

Aedes aegypti, yaitu melalui pemberantasan sarang nyamuk (PNS), abatisasi,

fogging dan pelaksanaan menguras, menutup, dan mengubur (3M) (Monintja,

2015).

Upaya pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak akan

maksimal tanpa perilaku pencegahan (DBD) oleh masyarakat, penularan penyakit

Demam Berdarah dimasyarakat akan lebih cepat bila banyak terdapat nyamuk di

rumah-rumah penduduk. Perilaku menurut Lawrence green dipengaruhi 3 faktor

yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat (Maulida, dkk,

2016).

Masyarakat perkotaan dan pendesaan telah melakukan perlindungan diri

melalui cara seperti penggunaan insektisida anti nyamuk bakar, aerosol dan

rempellent. Produk (Repellent) yang digunakan selama ini untuk mencegah

gigitan nyamuk di pasaran adalah bentuk lotion, minyak dan krim (Boesri, dkk,

2015). Biasanya (Repellent) dioleskan dipermukaan kulit dan juga dapat

digunakan dengan cara disemprotkan (Anindhita, dkk, 2015).


3

Insektisida termasuk kelompok dari pestisida terbesar dan terdiri atas jenis-

jenis bahan kimia antara lain : kabamat, organoklorin, organofosfat, piretroid dan

DEET (Diethyltoluamide). Insektisida meracuni tubuh melalui beberapa cara

antar lain : tertelan, terhirup, terkena kulit dan mata (Kusumastuti, 2014).

Saat ini ada dua cara pengendalian serangga penganggu tersebut dengan

menggunakan insektisida, baik insektisida sintetik maupun insektisida nabati.

Alasan masyarakat menggunakan insektisida sintetik karena mudah didapatkan

dan praktis aplikasinya, tidak perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam

jumlah banyak dan tidak perlu membudidayakan sendiri tanaman penghasil

insektisida (Gunandini, dkk, 2008). Insektisida kimia sintetik sering digunakan

untuk menghindari gigitan nyamuk, tetapi penggunaan insektisida kimia sintetik

dapat menyebabkan vektor menjadi resisten dan berdampak negatif terhadap

lingkungan (Prastyo, 2011). Terjadinya resistensi dan pencemaran lingkungan

sehingga diperlukan pengganti insektisida nabati yang ramah lingkungan, mudah

diperoleh dan efektif membunuh jentik dan nyamuk penular penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD) (Susanti, dkk, 2012).

Insektisida nabati mudah didapatkan karena berasal dari tumbuhan-

tumbuhan dan ada disekitar masyarakat. Insektisida nabati bisa didapatkan dari

daun, biji, bunga, akar dan masih banyak lainnya, dalam penggunaan insektisida

nabati tidak bertahan lama seperti insektisida kimia tetapi aman bagi manusia dan

lingkungan. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati

adalah daun alpukat (Pearsea americanaMill) karena memiliki kandungan

senyawa yang dapat membunuh hama. Didalam kandungan daun alpukat


4

(Pearsea americana Mill) terdapat senyawa flavonoid, alkaloida, saponin dan

tanin (Anindhita, dkk, 2015).

Dari latar belakang di atas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang daun

kersen (Mutingia calabura) sebagai bahan insektisida nabati. Karena sampai saat

ini, belum diteliti potensi daya tolak daun kersen (Mutingia calabura) terhadap

nyamuk Aedes aegypti. Oleh sebab itu peneliti meneliti tentang daun kersen

(Mutingia calabura) terhadap aktivitas nyamuk Aedes aegypti.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah

sebangai berikut : “Apakah pemberian perasan daun kersen (Mutingia

calabura) berpengaruh terhadap aktivitas nyamuk Aedes aegypti?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengatahui pengaruh pemberian perasan daun kersen (Mutingia

calabura) terhadap aktivitas nyamuk Aedes aegypti.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menganalisa aktivitas nyamuk Aedes aegypti pada pemberian

perasan daun kersen (Mutingia calabura) dengan konsentrasi 0%, 25%,

50%, 75%, 100%

2. Untuk menganalisa konsentrasi perasan daun kersen (Mutingia calabura)

yang efektif terhadap aktivitas nyamuk Aedes aegypti


5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat memberikan wawasan atau ilmu pengetahuan tentang manfaat daun

kersen (Mutingia calabura) dan insektisida nabati sebagai sediaan daya tolak

nyamuk yang ramah lingkungan dan mudah terurai kepada peneliti.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat manfaat daun kersen

(Mutingia calabura) sebagai (repellent) anti nyamuk insektisida nabati

yang ramah lingkungan dan mudah didapatkan.

2. Dapat membantu dalam pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti,

sehingga penyakit Demam Berdarah (DBD) dapat berkurang dikalangan

masyarakat.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Nyamuk Aedes aegypti

Vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus betina. Nyamuk tersebut, pada umumnya

menyerang pada musim panas dan musim hujan. Mempunyai bintik-bintik

ditubuh dan kakinya sehingga nyamuk Aedes aegypti mudah dikenali, nyamuk ini

berkembang biak di air jernih dan hanya mampu terbang 100-200 meter. Nyamuk

betina sangat sensitif terhadap gangguan sehingga mempunyai kebiasaan

berulang-ulang dan sangat memungkinkan penyebaran virus Demam Berdarah

Dengue (DBD) ke beberapa orang sekaligus. Nyamuk biasanya menggigit pada

pukul 8 (delapan) pagi sampai 1 (satu) siang dan pukul 3 (tiga) sampai 5 (lima)

sore dan pada malam hari nyamuk ini bersembunyi disela-sela pakaian yang

tergantung, korden dan ruangan yang gelap serta lembab (Prameswari, dkk, 2014).

Aedes aegypti merupakan penyakit vektor paling utama namun sepesies

Aedes albopictus juga dapat menjadi vektor penular. Biasanya virus Dengue

menginfeksi nyamuk Aedes betina ketika nyamuk Aedes menghisap darah

sesorang yang sedang dalam fase demam akut (viramea) yaitu 2 (dua) hari

sebelum panas mencapai 5 (lima) hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi

efektif 8-12 hari masa (periode inkubasi ekstrinsik). Setelah melalui periode

ekstrinsik kelenjar ludah nyamuk bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan

ditularkan ketika nyamuk tersebut mengigit dan akan mengeluarkan cairan

6
7

ludahnya ke dalam luka gigitan orang lain. Setelah masa inkubasi didalam tubuh

manusia selama 34 hari ( rata-rata 3-14 hari) (Depkes, 2015).

2.1.1 Toksonomi Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Dewi (2014) toksonomi Aedes aegypti adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Infrakingdom : Protostomia
Superfilum : Ecdysozoa
Filum : Arthopoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insekta
Subkelas : Pterygota
Infrakelas : Neoptera
Superorda : Holametabola
Ordo : Diptera
Subordo : Nematocera
Infraordo : Culicomorpha
Famili : Culicidae
Subfamili : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti

Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti (Anonim, 2018).


8

2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan

ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), telur Aedes aegypti mempunyai

dinding bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa.

memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan, tubuh dan

tungkainya ditutupi sisik dan garis-garis putih keperakan, dibagian punggung

tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal dibagian kiri dan kanan yng

menjadi ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti dewasa dari spesies ini, sisik pada tubuh

nyamuk pada umumnya mudah rontok dan terlepas sehingga menyulitkan

identifikasi pada nyamuk tua, ukuran dan warna nyamuk sering kali berbeda antar

populasi tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh dari

nyamuk selama perkembangannya, nyamuk jantan pada umumnya lebih kecil dari

nyamuk dari nyamuk betina, terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk

jantan (Widarto, 2009).

Mempunyai mulut yang panjang disesuaikan untuk menusuk dan untuk

menghisap darah, untuk menghasilkan rata-rata 85.5 butir telur seekor nyamuk

Aedes aegypti betina memerlukan sejumlah 3.5 mg darah. Telur tidak dapat

dihasilkan bila jumlah yang dihisap kurang dari 0.5 mg, mulut nyamuk jantan

lebih pendek karena tidak menghisap darah melainkan menghisap madu dan sari-

sari tumbuhan, bagian mulut nyamuk Aedes aegypti betina terdiri atas labium

pada bagian bawah yang mempunyai saluran, pada bagian atas terdapat labrum

epifarings, hipofarings, sepasang mandi bula seperti pisau dan maksila yang

bergerigi, antena pada nyamuk dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin

Aedes aegypti dan antena nyamuk betina memiliki sedikit bulu sehingga disebut
9

antena (Pilose), antena nyamuk jantan memiliki banyak bulu yang disebut antena

(Plumose) (Purba, 2013).

2.1.2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti mengalami Siklus hidup metamorfosis sempurna

(Holometabola) yaitu : telur, larva (jentik), pupa dan dewasa, larva dan pupa

memerlukan air untuk kehidupannya, sedangkan telurnya dapat bertahan hidup

dalam waktu yang lama tanpa air meskipun harus tetap dalam lingkungan yang

lembab (Purba, 2013).

Gambar 2.2 Metamorfosis nyamuk Aedes aegypti (Anonim, 2016).

2.1.2.2 Telur Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti betina mampu meletakkan 80-100 butir telur setiap kali

bertelur pada waktu dikeluarkan, telur Aedes aegypti berwarna putih dan berubah

menjadi hitam dalam waktu 30 (Tiga puluh) menit, Terlurnya berbentuk lonjong

berukuran kecil dengan panjang sekitar 6,6 mm dan mempunyai berat 0,0113 mg,

mempunyai torpedo dan ujung telurnya meruncing, dibawah mikroskop, pada

dinding luar (Exochorion) tampak adanya garis-garis membetuk gambaran seperti

sarang lebah telur nyamuk Aedes aegypti, nyamuk Aedes aegypti meletakkan
10

telurnya satu persatu dengan menempelkannya pada wadah perindukan yaitu

wadah yang tergenang air bersih seperti tempat penampungan air, ruas bambu, ban

bekas, lubang pohon dan vas bunga, telur diletakkan satu persatu dipermukaan air,

sedikit dibawah permukaan air dalam jarak lebih kurang 2,5 cm dari tempat

perindukan (Sari, 2017).

Telur nyamuk Aedes aegypti didalam air dengan suhu 20°C sampai 40°C

dan akan menetas menjadi larva dalam waktu 1 sampai 2 hari, kecepatan

pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

temperatur, tempat, keadaan dan kandungan zat makanan yang ada dalam tempat

perindukan, pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu

2 sampai 3 hari dan membutuhkan waktu kurang lebih 7 sampai 14 hari untuk

pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa (Wati, 2010).

Gambar 2.3 Telur nyamuk Aedes aegypti (Fitrianingsih, 2012).

2.1.2.3 Larva Aedes aegypti

Menurut (Arsin, 2013). Larva adalah bentuk muda (juvenile) dibagi

menjadi 4 tingkat (instar) hewan yang perkembangannya melalui metamorfosis

yaitu :

a) Instar I : Larva dengan ukuran paling kecil 1-2 mm.


b) Instar II : Larva dengan ukuran 2,1-3,8 mm.
c) Instar III : Larva deangan ukuran 3,9-4,9 mm.
d) Instar IV : Larva dengan ukuran 5-6 mm.
11

Larva nyamuk Aedes aegypti bentuk tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan

bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris, larva dalam pertumbuhan

dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis) dan larva yang

berbentuk berturut-turut di sebut larva instar I, instar II, instar III, instar IV. Larva

instar I tubuhnya sangat kecil, warna stransparan, panjang 1-2 mm, duri-duri

(spinae) pada dada (torax) belum jelas dan corong pernapasan (siphon) belum

menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,1-3,8 mm duri dada belum

jelas, dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar III dengan

ukuran 3,9-49 m, duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna coklat

kehitaman. Larva instar IV berukuran 5-6 mm, telah lengkap struktur anatominya

dan jelas tubuhnya dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax) dan

perut (abdomen). Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang

antena tanpa duri dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing), perut tersusun

atas 8 (delapan) ruas, memiliki tubuh yang lansing dan bergerak sangat lincah,

bersifat (fototaksis) negatif dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak

lurus dengan bidang permukaan air.

Larva dan pupa hidup pada air yang jernih pada wadah atau tempat air buatan

seperti pada potongan bambu, dilubang-lubang pohon, pelapah daun, kaleng

kosong, pot bunga, botol pecah, talang atap, tempolong, tangki air, kolam air

mancur, ban bekas, tempat minum kuda, serta barang-barang yang tidak

berhubungan lansung dengan tanah, larva ini sering berada didasar kontainer,

posisi istirahat pada permukaan air membentuk sudut 45 derajat sedangkan posisi

kepala berada di bawah.


12

Gambar 2.4 Stadium larva Aedes aegypti (Negara, 2016).

2.1.2.4 Pupa nyamuk Aedes aegypti

Menurut (Regita, 2017). Pupa atau kepompong adalah stadium terakhir

dari nyamuk yang berada didalam air, stadium pupa atau kepompong tidak

memerlukan makanan, kepompong adalah stadium dalam keadaan inaktif, pada

stadium ini terjadi pembentukan sayap sehingga setelah waktunya cukup nyamuk

yang keluar dari kepompong dapat terbang, meskipun kepompong dalam keadaan

inaktif bukan berarti tidak ada proses kehidupan, kepompong tetap memerlukan

O2 (Oksigen). Oksigen masuk ketubuh kepompong melalui coromh nafas,

stadium kepompong memerlukan waktu kira-kira 12 (dua belas) hari.

Ciri-ciri morfologi yang khas pupa Aedes aegypti yaitu mempunyai tabung

atau trompet pernafasan (Respiratory trumpets) berbentuk segitiga (Tri-angular),

jika diganggu oleh gerakan karena tersentuh akan bergerak cepat untuk menyelam

ke dalam air selama beberapa detik kemudian muncul kembali dengan cara

menggantungkan badannya menggunakan tabung pernafasan pada permukaan air

wadah atau tempat perindukan, pupa kemudian tumbuh menjadi nyamuk dewasa

jantan atau betina setelah umur 1 sampai 2 hari, biasanya nyamuk jantan keluar
13

terlebih dahulu meskipun pada akhirnya perbandingan jantan-betina (Sex ratio)

yang keluar dari kelompok telur yang sama 1:1.

Gambar 2.5 Pupa nyamuk Aedes aegypti (Negara, 2016).

2.1.2.5 Nyamuk Dewasa Aedes aegypti

Aedes aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar hitam, terdapat

bercak-bercak putih pada bagian dada, perut dan kaki yang dapat dilihat dengan

mata telanjang, terdapat probocis pada bagian kepala yang pada nyamuk betina

berfungsi untuk menghisap darah, pada nyamuk jantan berfungsi untuk menghisap

bunga, terdapat pula palpus maksilaris yang terdiri dari 4 (empat) ruas yang

berujung hitam dengan sisik berwarna putih keperakan, pada palpus maksilaris

Aedes aegypti tidak tampak tanda-tanda pembesaran, ukuran palpus maksilaris

pendek dibandingkan dengan proboscis, sepanjang antena terdapat sepasang dua

bola mata yang pada nyamuk jantan berbulu lebat (Plumose) pada nyamuk betina

berbulu jarang (Pilose).

Dada nyamuk Aedes aegypti agak membongkok dan terdapat (Scutelum)

yang bentuk 3 (tiga) lobus, pada bagian dada kaku, ditutupi oleh (Scetum) pada

punggung (dorsal), berwarna gelap ke abu-abuan yang ditandai dengan bentukan

menyerupai huruf Y yang ditengahnya terdapat sepasang garis membujur


14

berwarna putih keperakan, pada bagian dada terdapat 2 (dua) macam sayap,

sepasang sayap pengimbang (Halter) pada metatorak, pada sayap terdapat saluran

trachea, longiutudinal yang terdiri dari chitin yang disebut venasi, venasi pada

Aedes aegypti terdiri dari vena (Costa), vena (Subcosta) dan vena (Longitudinal).

Terdapat 3 (tiga) pasang kaki yang masing-masing terdiri dari (Coxae),

(Trochanter), (Femur), (Tibia) dan lima tarsus yang berakhir sebagai cakar, pada

pembatas antara (Photorax), (Mesothorax) dan antara (Mesothorax) dengan

(Metathorax) terdapat stigma yang merupakan alat pernafasan.

Bagian nyamuk Aedes aegypti berbentuk panjang raping, tetapi pada

nyamuk garvid (kenyang) perut mengembang, perut terdiri dari sepuluh ruas

dengan ruas terakhir menjadi alat kelamin, pada nyamuk betina alat kelamin

disebut (cerci) sedangkan pada nyamuk jantan alat kelamin disebut

(Hypopigidium), bagian dorsal perut Aedes aegypti berwarna hitam bergaris-garis

putih, sedangkan pada bagian vetral serta lateral berwarna hitam dengan bintik-

bintik putih keperakan (Azizah, 2016).

Dengan perbandingan jenis kelamin antara yang jantan dan betina 1:1

setelah keluar dari kepompong dimana nyamuk betina keluar terlebih dahulu dari

yang jantan, sebelum nyamuk betina mencari darah, nyamuk jantan dahulu yang

mengawininya. Setelah kawin nyamuk betina beristirahat sementara waktu selama

1-2 hari kemudian baru mencari darah, nyamuk akan beristirahat untuk menunggu

proses pemasakan dan pertumbuhan telurnya setelah memperoleh darah, nyamuk

betina selama hidup hanya satu kali kawin, untuk pembentukan telur selanjutnya

hanya diperlukan darah, jumlah telur yang dihasilkan perhari 10 sampai 100 butir,

dalam waktu 4 sampai 5 hari bahkan melebihi waktu rata-rata 6 minggu jumlah
15

telurnya akan mencapai 300 sampai 750 butir, dalam stadium ini nyamuk akan

bertahan atau berumur 60 sampai 80 hari selama hidupnya kemudian mati

(Deswara, 2012).

Gambar 2.6 Nyamuk dewasa Aedes aegypti (Fajrin,2016).

2.1.3 Suhu untuk kehidupan nyamuk Aedes aegypti

Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi

kehidupan nyamuk Aedes aegypti, pada temperatur udara sekitar 20°C sampai

30°C nyamuk Aedes akan meletakan telurnya, telur yang diletakkan dalam air

akan menetas pada 1 (satu) sampai 3 (tiga) hari pada 30°C, tetapi pada suhu udara

16°C membutuhkan waktu selama 7 (tujuh) hari, nyamuk dapat hidup pada suhu

turun sampai suhu kritis, pada suhu lebih tinggi 30°C juga mengalami perubahan,

dalam artian lebih lambatnya proses-proses fisiologi, rata-rata suhu optimum

untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25-27°C, pada suhu 10°C atau lebih dari 40°C

pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali, kecepatan berkembangnya

nyamuk tergantung dari kecepatan proses metabolismenya yang sebagian diatur

oleh suhu, karena kejadian biologis tertentu seperti lamanya pradewasa, kecepatan

pencernaan darah yang dihisap dan pematangan indung telur dan frekuensi
16

mengambil makanan atau mengigit, berbeda-beda menuru suhu, demikian pula

lamanya perjalanan virus di dalam tubuh nyamuk (Dewi, 2014).

2.1.4 Kelembaban untuk hidupan nyamuk Aedes aegypti

Selain suhu udara salah satu kondisi lingkungan yang dapat

mempengaruhui perkembangan nyamuk Aedes aegypti merupakan kelembaban

udara, kelembaban udara sangat mendukung dalam kelansungan hidup nyamuk

mulai dari telur, larva, pupa hingga dewasa. Sistem pernapasan nyamuk yaitu

dengan mengguankan pipa-pipa udara yang disebut trakea, dengan lubang pada

dinding tubuh nyamuk yang disebut spirikel, adanya spirikel yang terbuak lebar

tanpa adanya mekanisme pengaturnya, pada kelembaban rendah akan

menyebabkan penguapan air dari dalam tubuh nyamuk dan salah satu musuh

nyamuk dewasa adalah penguapan, pada kelembaban kurang dari 60% umur

nyamuk akan menjadi pendek, tidak dapat menjadi vektor karena tidak cukup

waktu untuk perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah (Dewi, 2014).

2.1.5 Patogenitas nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti yang sudah terinfeksi virus Dengue akan tetap

infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan

pada saat mengigit dan menghisap darah, setelah masuk ke tubuh manusia virus

Dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh

darah, nodus limpaticus, sumsum tulang dan paru-paru, beberapa penelitian

menunjukkan sel makrofag dan monosit mempunyai peranan penting dalam

infeksi ini, dimulai dari menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel

dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen

struktur virus, setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel,
17

infeksi menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut

tetapi tidak ada (Cross protective) terhadap serotipe virus lainnya, secara invitro.

Antibodi terhadap virus Dengue mempunyai 4 (empat) fungsi biologis yaitu

netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody Dependent cell-mediated

cytotoxity (ADCC) dan (ADE), berdasarkan perannya, terdiri dari antibodi

netralisasi atau Neutralizing antibody yang memiliki sero tipe spesifik yang

daapat mencegah infeksi virus dan Antibody non netralising serotype yang

mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkat infeksi yang berperan dalam

pathogenesis (DBD) dan (DSS), terdapat 2 (dua) teori atau hipotesis

imunopatogenesis (DBD) dan (DSS) yang masih kontroversial yaitu infeksi

sekunder (Secondary heterologus infection) dan (Antibody dependent

enhancement) (ADE), dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila

seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus Dengue, akan

terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus Dengue tersebut untuk

jangka waktu yang lama, tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder

oleh serotipe virus Dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat, ini

terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus Dengue serotipe baru yang berbeda

yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang

infeksius dan juga bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan

memproduksi IL-1, IL-6, Tumor necrosis faktor-alpha (TNF-A) mudah terinfeksi,

teraktifisi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 Dan TNF alpha juga PAF (Candra, 2010).

Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi didalam sel

tersebut, dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan


18

bantuan organel-organel sel infeksi virus Dengue dimulai. Genom virus

membentuk komponen-komponennya, baik komponen antara maupun komponen

struktural virus, setelah komponen struktural dirakit, virus dilepas dari dalam sel,

proses perkembangan virus DEN terjadi di sitoplasma sel, infeksi oleh satu

serotipe virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe virus

tersebut tetapi tidak ada (Cross protective) terhadap serotipe virus yang lain.

1. Manifestasi Klinis Demam berdarah dengue (DBD)

Infeksi oleh virus Dengue menimbulkan variasi gejala mulai dari sindrom

virus nonspesifik sampai perdarahan yang dapat berakibat fatal sehingga

mengakibatkan terjadinya kegagalan sirkulasi. Bintik-bintik merah pada kulit,

suhu badan lebih dari 38°C, badan terasa lemah, lesu, gelisah, ujung tangan dan

kaki dingin keringat, nyeri ulu hati dan muntah, dapat pula disertai pendarahan

seperti mimisan dan buang air besar tercampur darah serta turunnya jumlah

trombosit hingga 100.00 /mm3 adalah gejala yang disebabkan oleh Demam

Berdarah Dengue (DBD)

Gejala DHF dikelompokkan menjadi 4 (empat) tingkatan :

a) Derajat 1 (satu) : demam diikuti gejala tidak spesifik satu-satunya

manifestasi perdarahan adalah dengan melakukan tes torniquet positif


b) Derajat 2 (dua) : gejala yang ada pada tingkat 1 desertai dengan

pendarahan spontan, pendarahan dapat terjadi di kulit maupun pendarahan

lain.
c) Derajat 3 (tiga) : kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat

dan lemah, hipotensi, hipotermi dan pasien biasanya menjadi gelisah


d) Derajat 4 (empat) : syok berat yang ditandai dengan nadi yang tidak

teraba, tekanan darah tidak dapat diperiksa, fase kritis dapat penyakit

terjadi pada akhir demam.


19

2. Diagnosa Demam Berdarah Dengue (DBD)

Rentang variasi klinis infeksi, virus Dengue sedemikian luas, maka WHO

2005, membuat kriteria diagnosa Demam Berdarh Dengue (DBD) yang dapat

ditegakkan bila semua hal di bawah ini terpenuhi yaitu :

a) Demam : awalnya akut, cukup tinggi dan kontinu yang berlansung selama

2-7 hari
b) Terdapat manefestasi perdarahan pada uji tourniquet positif, petekie,

purpura, ekimosis, epitaksis, gusi berdarah dan hematemasis atau melena


c) Pembesaran hati (hepatomegali) tampak pada beberapa tahap penyakit
d) Syok diandai dengan denyut yang cepat dan lemah disertai tekanan

denyut yang menurun atau hipotensi, kulit lembab dan juga gelisah.
e) Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
f) Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau

lebih.

Dua kriteria klinis pertama, ditambah dengan trombositopenia dan

hemokonsentrasi cukup atau menetapkan diagnosis klinis Demam Berdarah

Dengue (DBD), efusi pleura yang tampak melalui rontgen dad dan

hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang adanya kebocoran plasma, bukti ini

dapat berguna tertama pada pasien yang anemia dan mengalami perdarahan berat,

pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi dan trombositopenia memperkuat

terjadinya Demam Berdarah Dengue (DBD) (WHO, dalam Azzahra, 2015).

Secara klinis ditemukan demam, pada fase awal demam terdapat ruam

yang tampak dimuka leher dan dada pada suhu tubuh umumnya antar 39°C

sampai 40°C menetap antara 5 sampai 7 hari, pada fase penyembuhan suhu turun

dan timbul petekia yang menyeluruh pada tangan dan kaki, pendarahan dan kulit,

pada (DBD) terbanyak dilakukan uji tourniquet positif (Depkes RI, dalam

Azzahra, 2015).
20

3. Penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti antara lain :

1. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang

disebabkan virus yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti. Demam

Berdarah Dengue disebut juga dengan Dengue Haemorrahagic Fever (DHF).

Penyakit (DBD) ini disebabkan oleh virus Dengue dengan manefestasi klinik

demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada (DBD) terjadi pembesaran plasma

yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan

cairan di rongga tubuh, sindrom rejatan Dengue (Dengue shovk syndrome) adalah

Demam Berdarah Dengue yang ditandai dengan rejatan atau syok.

2. Penyakit Chikungunya

Istilah chikungunya berasal dari bahasa Shawill yang menunjukkan gejala

postur tubuh yang melengkung karena mengalami nyeri sendi hebat. Penyakit

menular yang disebabkan oleh Alphavirus famili Togaviridae adalah chikungunya.

Gejala yang timbul yaitu demam mendadak, nyeri pada persendian terutama

bagian lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai

ruam (bintik-bintik merah pada kulit). Penyakit ini ditularkan pada manusia

melalui gigitan nyamuk Aedes dari orang satu ke orang yang lain (Ningsih, 2016).

2.1.6 Penyebaran dan penularannya

Terdapat 3 (tiga) peranan penting dalam penularan infeksi virus Dengue

yaitu manusia, virus dan vektor perantara, virus Dengue ditularkan kepada

manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes mengandung

virus Dengue pada saat mengigit manusia yang sedang mengalami viremia
21

kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak selama waktu 8

sampai 10 hari (Extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali

pada gigitan berikutnya. Jika penderita (DBD) digigit nyamuk penular, maka virus

dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk dan virus akan

berkembangbiak, menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan kelenjar saliva,

kira-kira 1 (satu) minggu setelah menghisap darah penderita (Extrinsic incubation

period), nyamuk siap menularkan kepada orang lain, virus ini akan tetap berada

didalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya dan dapat menjadi penular (infektif)

sepanjang hidupnya, virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada

telurnya (Transovanan transmision) tetapi perannya dalam penularan tidak begitu

penting sekali virus dapat masuk dan berkembang biak didalam tubuh nyamuk

maka nyamuk dapat menularkan selama hidupnya (Infektif).

Seseorang yang didalam darahnya memiliki virus Dengue. Demam

Berdarah Dengue (DBD) virus Dengue berada dalam darah selama 4 sampai 7

hari, mulai 1 sampai 2 hari sebelum demam (instrinsik incubation period). Virus

memerlukan waktu masa tunas selama 4 sampai 6 hari sebelum menimbulkan

penyakit, penularan dari manusia kepada nyamuk hanya terjadi ketika nyamuk

mengigit manusia yang sedang (Virenia) yaitu 2 hari sebelum masa panas sampai

5 hari setelah timbul demam. Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak menular

melalui kontak manusia, virus dengue sebagai penyebab Demam Berdarah dapat

ditularkan melalui nyamuk oleh sebab itu penyakit ini masuk dalam kelompok

(Arthropod borne diseases) yang sekarang dikenal sebagai genus (Flavivirus,

famili flaviviridae) dan mempunyai 4 (empat) macam serotipe yaitu : DEN-1,

DEN-2, DEN-3, DEN-4, infeksi salah satu serotipe menimbulkan antibodi


22

terhadap serotipe yang bersangkutan, seseorang yang tinggal di daerah endemis

dapat terinfeksi oleh 3 (tiga) atau 4 (empat) serotipe selama hidupnya, virus

dengue berukuran 35 sampai 45 nm virus dapat tumbuh dan berkembang dalam

tubuh manusia dan nyamuk. Penularan terjadi karena setiap kali nyamuk mengigit

(menusuk) sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran

alat tusuknya (Roboscis) agar darah sukar untuk membeku bersama air liur inilah

virus Dengue ditularkan dari nyamuk ke manusia, hanya nyamuk betina yang

dapat menularkan virus Dengue (Arsin, 2013).

2.1.7 Pemberantasan dan Pengobatan nyamuk Aedes aegypti

Menurut (kementerian kesehatan RI, 2015). Sampai saat ini belum

ditemukan obat maupun vaksin untuk Demam Berdarah Dengue (DBD)

sedangkan untuk pencegahan penyakit (DBD) sangat tergantung pada

pengendalian vektornya.

Pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD) seperti penyakit menular lainnya didasarkan pada usaha pemutusan rantai

penularannya, pada penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang merupakan

komponen penting epedemiologi adalah terdiri dari virus Dengue dan manusia,

belum ada vaksin untuk pencegahan penyakit (DBD) dan juga belum ada obat-

obatan khusus untuk penyembuhannya maka pengendalian (DBD) tergantung

pada pemberantasan nyamuk Aedes aegypti, penderita penyakit (DBD)

diusahakan sembuh guna menurunkan angka kematian, sedangkan yang sehat

tertama pada kelompok yang paling tinggi resiko terkena diusahakan agar jangan

mendapatkan infesi virus dengaan cara membrantas vektornya.


23

Strategi pemberantasan vektor ini prinsipnya sama dengan strategi umum

yang telah dianjurkan oleh (WHO) dengan mengadakan penyesuian tentang

ekologi vektor penyakit di Indonesia, strategi tersebut terdiri atas perlindungan

perseseorang, pemberantasan vektor dalam wabah, pemberarantasan vektor untuk

pencegahan wabah dan pencegahan penyebaran penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD).

1. Pengelolaan lingkungan dengan pemberantasan sarang nyamuk

Pengelolaan lingkungan meliputi berbagai kegiatan untuk mengkondisikan

lingkungan menyakut upaya pencegahan dengan mengurangi perkembang biakan

vektor sehingga mengurangi kontak antar vektor dengan manusia. Upaya

pemberantasan sarang nyamuk dilakukan dengan cara :

a) Menguras dengan cara mengosok-gosok tempat penampungan air kurang

lebih satu minggu sekali yang bertujuan untuk merusak telur nyamuk,

sehingga jentik-jentik tidak bisa menjadi nyamuk atau dengan cara

menutup rapat-rapat agar nyamuk tidak dapat bertelur dipenampungan air.


b) Menganti air vas bunga, perangkap semut, air tempat minum burung satu

minggu sekali dengan tujuan untuk merusak telur dan jentik nyamuk
c) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas dan sampah-sampah

yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi tempat

berkembang biaknnya nyamuk.


d) Mencegah barang-barang atau pakaian yang bergelantungan di kamar

ruang yang remang-remang dan gelap.

2. Perlindungan diri

Upaya perlindungan diri dapat dilakukan untuk melindungi diri dari gigitan

nyamuk antara lain dengan mengunakan pakaian perlindungan, menggunakan anti


24

nyamuk bakar dan anti nyamuk lotion (Repellent), menggunakan kelambu baik

yang dicelup larutan insektisida maupun tidak.

1. Pegendalian dengan bahan kimia

Sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu,bahan kimia telah banyak digunakan

untuk mengendalikan nyamuk metode yang digunakan dalam pemakaian

insektisida adalah dengan larvasida untuk membasmi nyamuk dewasa

menggunakan (Fogging), pemberantasan jentik dengan bahan kimia biasanya

menggunakan (temephos), formulasi temephos abate 1% yang digunakan adalah

granules (sand granules), dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram temephos

(kurang lebih satu sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air, abatasi dengan

temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan, khususnya didalam gentong tanah

liat dengan pemakaian air normal, hal ini merupakan metode utama yang

digunakan untuk pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) Selama 25

tahun diberbagai negara, tetapi metode ini dikenali tidak efektif karena menurut

penelitian hanya berpengaruh kecil terhadap populasi nyamuk dan penularan

dengue.

2. Pengendalian Biologis

Penerapan pengendalian biologis ditunjukan lansung terhadap jentik Aedes

dengan menggunakan predator contohnya dengan memelihara ikan pemakan

jentik, predator lain yang digunakan adalah bakteri dan Cycloids (sejenis ketam

laut), ada 2 (dua) spesies endotoksin yaitu (Basillus thuringiensis) H-14 (Bt.H-14)

dan (Bacillus sphaericus) yang dikenali efektif untuk mengendalikan nyamuk dan

bakteri tidak mempengaruhi spesies lain.

3. Pendekatan Pemberantasan Terpadu


25

Menurut kalra dan bang merupakan suatu strategi pemberantasan vektor

penyakit yang dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu dengan

pengendalian biologi, kimiawi, perlindungan diri, pengelolaan lingkungan dan

penyuluhan kesehatan secara terpadu, pemberantasan sarang nyamuk adalah

upaya pemberantasan vektor dengan metode pendekatan terpadu karena

menggunakan cara antara lain secara kimia dengan menggunakan larvasida,

seacara biologi menggunakan predator, dan secara fisik dikenal dengan kegiatan

3M (Menguras, Menutup dan Mengubur), apabila PSN-DBD dilakukan oleh

seluruh masyarakat maka diharapkan nyamuk Aedes aegypti dapat dibasmi, untuk

itu perlu upaya penyuluhan dan juga motivasi kepada masyarakat secara terus-

menerus dalam jangka waktu yang lama karena keberadaan nyamuk Aedes

aegypti sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat (Sitio, 2008).

2.1.8 Tinjauan tentang Insektisida

Zat kimia dan bahan-bahan lainnya, jasad renik maupun virus yang

digunakan untuk memberantas/mencegah serangga yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia sedangkan insektisida anti nyamuk tergolong dalam

insektisida masyarakat yang digunakan untuk mengendalikan vektor penyakit dan

hama pemukiman adalah pengetian dari insektisida. Berdasarkan proses kerjanya

terdapat 3 tipe anti nyamuk yang telah digunakan yaitu insektisida yang dapat

meracuni atau membunuh, insektisida penolak atau pengusir nyamuk dan

insektisida penganggu proses perkembangan atau pertumbuhan nyamuk (insect

growth regulator) (Hendri, 2016).


26

Insektisida adalah kelompok pestisida yang terbesar dan terdiri dari bahan

kimia yang berbeda, yaitu : organokloid, organofosfat, kabamat, piretroid dan

DEET. Organofosfad adalah racun pengendali serangga yang paling toksik

terhadap binatang bertulang belakang akibatnya terjadi penumpukan asetilkolin

gejalanya yaitu : sakit kepala hingga kejang-kejang otot dan kelumpuhan.

Karbamat merupakan senyawa karbamat yang dapat menyebabkan kerusakan

syaraf dan diduga kuat sebagai zat karsinogenik pengaruhnya tidak berlansung

lama tetapi tetap berbahaya jika terjadi akumulasi. Piretroid yang termasuk jenis

transfultrin, d-alletrin, permetrin dan sipermetrin.Piretroid mempunyai toksisitas

rendah pada manusia karena tidak terabsorpsi dengan baik oleh kulit, insektisida

ini menimbulkan alergi pada orang yang peka. DEET yang digunakan sebagai

insektisida oles, DEET disarankan tidak digunakan pada pemakaian berulang

setelah 8 (delapan) jam, DEET dapat berpenetrasi melalui kulit sehinnga

menimbulkan keracunan, (The America Academy of Pediatrics)

merekomendasikan agar DEET tidak gunakan pada bayi berumur kurang dari 2

(dua) bulan.

Tubuh dapat teracuni oleh insektisida melalui beberapa cara antar lain :

tertelan, terhirup, terkena kulit dan mata, produk insektisida yang beredar

dipasaran adalah bakar, aerosol, oles, mat dan cair elektrik (Kusumastuti, 2014).

Paparan insektisida berdampak pada kesehatan manusia, insektisida dapat

menyebabkan keracunan maupun alergi secara akut. Paparan insektisida terus-

menerus dapat menyebabkan kelainan pada tubuh manusia. Hasil tinjauan meta

analisis menyimpulkan bahwa paparan insektisida memiliki resiko sangat tinggi

terhadap kejadian kanker hematopoetik dan juga diduga berhubungan dengan


27

penyakit parkison. Dampak yang tak kalah penting dari penggunaan insektisida

adalah munculnya populasi nyamuk yang resisten terhadap insektisida (Hendri,

2016).

Menurut (Widarto, 2009). Insektisida berdasarkan susunanya kimianya

dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu :

A.Insektisida anorganik

Merupakan insektisida yang berasal dari unsur ilmiah dan tidak

mengandung karbon misalnya asam borat, arsenat timbal, sulfat tenaga dan kapur

belerang, pada umumnya insektisida anorganik sangat beracun sebagai racun

perut, residunya persisten di alam, telah banyak menimbulkan resistensi terhadap

serangga dan kurang efektif dibandingkan racun organik sintetik

B.Insektisida organik

Berasal dari bahan hidup seperti tumbuhan dan mikroba, insektisida organik

alam berasal dari tanaman yang sering disebut insektisida botanis, insektisida

botani memiliki daya racun yang kuat bagi serangga dan kurang berbahaya bagi

manusia.

Insektisida menurut masuknya ke dalam tubuh serangga dibagi menjadi 3 (tiga)

yaitu:

1.Racun lambung (racun perut)

Insektisida yang membunuh serangga sasarannya dengan cara masuk ke

pencernaran serangga melalui makanan yang dimakan, insektisida akan masuk ke

organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian

ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai jenis bahan aktif

insektisida, misalkan menuju ke pusat syaraf serangga, menuju organ-organ


28

respirasi, meracuni sel-sel lambung, sebab itu serangga harus memakan tanaman

yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu dengan jumlah yang

cukup.

2.Racun kontak

Insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui kulit, celah atau

lubang alami pada tubuh (tracea) atau mengenai lansung mulut serangga, serangga

akan mati jika bersinggungan lansung dengan insektisida, racun juga berfungsi

untuk racun perut.

3.Racun pernafasan

Insektisida yang masuk melalui trakea serangga dalam bentuk partikel

mikro yang melayang diudara, serangga akan mati jika menghirup partikel mikro

insektisida dalam jumlah cukup, racun pernafasan berupa gas, asap dan uap dari

insektisida cair.

Secara umum insektisida nabati atau botani diartikan sebgai insekisida yang

bahan dasarnya berasal dari tumbuhan, insektisida nabati relatif mudah dibuat

dengan dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas, jenis insektisda ini mudah

terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif

aman bagi manusia dan ternak peliharan karena residunya mudah hilang.

Insektisida nabati bersifat (pukul dan lari) (hit and run) apabila diaplikasikan akan

membunuh serangga pada watu itu dan setelah tenanganya terbunuh maka

residunya akan cepat hilang di alam. Penggunaan insektisida dimaksudkan bukan

untuk meninggalkan dan menganggap tabu penggunaan insektisida insektisida

sintesis, hanya merupakan suatu cara alternatif agar penggunaan insektisida


29

sintesis dapat diminimalkan sehingga kerusakan lingkungan yang diakibatkannya

pun dapat di kurangi.

Pembuatan insektisida nabati dapat dilakukan dengan cara sederhana atau

secara laboratorium, cara sederhana (jangka pendek) dapat dilakukan dengan

penggunaan ektraks sesegera mungkin setelah pembuatan ektraks dilakukan. Cara

laboratorium jangka panjang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli yang sudah

terlatih. Hal tersebut membuat insektisida nabati menjadi mahal hasil kemasannya

memungkinkan untuk disimpan relatif lama. Untuk menghasilkan bahan

insektisida nabati dapat melakukan teknik sebagai berikut :

A.Penggerusan, penumbukan, atau pengepresan untuk menghasilkan produk

berupa tepung, abu atau pasta


B.Rendaman untuk produk ektraks
C.Ektraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakuan khusus

oleh tenaga yang terampil dan dengan pelaratan yang khusus.

Keunggulan insektisida nabati atau insektisida botani antara lain :

A.Insekttisida nabati tidak hanya sedikit meninggalkan residu pada komponen

lingkungan dan bahan makanan. Sehingga dianggap lebih aman dari pada

insektisida kimia atau sintesis


B.Zat pestisidik dalam insektisida nabati lebih cepat terurai di alam sehingga tidak

menimbulkan resistensi pada serangga sasaran.


C.Pembuatannya dapat dilakukan sendiri dengan cara sederhana
D.Bahan pembuatan insektisida nabati dapat disediakan disekitar rumah
E.Secara ekonomi tentunya akan mengurangi biaya pembelian insektisida

Kelemahan insektisida nabati atau insektisida botani antara lain :

1.Frekuensi penggunaan insektisida nabati lebih tinggi dibandingkan dengan

insektisida sintesis, tingginya frekuensi penggunaan insektisida nabati adalah


30

karena sifatnya yang mudah terurai di lingkungan sehingga harus lebih sering

diaplikasikan
2.Insektisida nabati memiliki bahan aktif yang kompleks (multiple aktive

ingredient) dan terkadang tidak Semua bahan aktif dapat dideteksi.


3.Tanaman insektisida nabati yang sama tetapi tumbuh ditempat yang berbeda,

iklim berbeda, jenis tanah berbeda, umur tanaman berbeda dan waktu panen yang

berbeda mengakibatkan bahan aktifnya menjadi sangar bervariasi (Dewi, 2014).


2.1.9 Tinjauan Umum Repellent

Repellent adalah substansi yang digunakan untuk melindungi manusia dari

gangguan nyamuk dan serangga penggigit lainnya, secara umum repellent dibagi

menjadi 2 yaitu repellent kimia dan repellent alami, repellent kimia misalnya

DEET (N, N Diethyl-m-toluamide). Repellent alami dapat digunakan peptisida

nabati. Peptisida nabati menimbulkan residu relative rendah pada bahan makanan

dan lingkungan serta dianggap lebih aman dari pada bahan makanan dan

lingkungan serta dianggap lebih aman dari pada pestisida sintesis. Pestisida nabati

dapat diperoleh melalui tumbuhan penghasil insektisida nabati. Insektisida nabati

adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama

insekta. Repellent digunakan dengan cara menggosokkan pada tubuh atau

meyemprotkan pada pakaian. Repellent mempunyai syarat sebagai berikut :

a). Sifat fisio kimia seperti stabilitas, kompatibel (dengan bahan lain dalam

formulasi)

b). Efektif dan berefek lama sebagai repellent

c). Bersifat spektrum luas (efek terhadap macam jenis serangga)

d). Toksisitas rendah, tidak berbahaya, tidak menyebabkan iritasi

e). Nyaman digunakan

f). Tidak merusak pakaian dan tahan air


31

g). Sumber bahan banyak, teknologi industri sederhana, biaya rendah dan harga

terjangkau

Efektifitas penggunaan repellent dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain komponen kimia bahan aktif, titik didih, kecepatan penguapan, jenis serangga

target, pemakai (lingkungan, kelembapan udara, temperature atmosfer, dan

sirkulasi udara) pengendalian nyamuk repellent mempunyai keuntungan misalnya

digunakan secara perorangan dengan mudah, mencegah populasi lingkungan dan

toksisitas rendah (Malinza, 2014).

Banyak bahan-bahan yang bisa digunakan sebagai penolak serangga

terutama sebagai perlindungan diri dari gigitan nyamuk misalnya, telah digunakan

sebagai penolak serangga pada suatu era sejak zaman purbakala, hingga tahun

1940 bahan-bahan nabati seperti phyretrum, minyak sitronella dan minyak-

minyak esensial lainnya merupakan bahan dasar penolak serangga karena

menahan daya tarik alami serangga terhadap makanannya atau tempat tinggalnya,

kebanyakan zat penolak serangga bersifat toksik bagi serangga dan baunya tidak

disenangi oleh serangga.

Bagi manusia dan hewan, repellent digunakan untuk mencegah serangan

nyamuk yang dapat menyebabkan agen penyakit, pada tempat-tempat dimana

tidak memungkinkan untuk digunakan. Insektisida sangat menguntungkan dengan

adanya zat penolak serangga. Mekanisme kerja repellent sampai saat ini belum

diketahui secara pasti atau belum diungkapkan secara keseluruan, tetapi ada teori

lama yang menyatakan bahwa repellent akan menetralisir bau badan manusia atau

binatang sehingga serangga menjadi tidak tertarik (Yuniarsih, 2010).


32

Mekanisme kerja repellent yaitu nyamuk memiliki kemampuan untuk

mencari mangsa dengan mencium bau karbondioksida, asam laktat dan bau

lainnya yang berasal dari kulit yang hangat dan lembab, penilaian bau ditangkap

oleh kemoreseptor pada antena nyamuk betina. Repellent memblokir reseptor

asam laktat sehingga dapat merusak kemampuan terbang sebagai hasilnya nyamuk

kehilangan kontak dengan host (Ningrum, 2018).

2.2 Tinjauan tentang daun kersen (Mutingia calabura)

2.2.1 Klarifikasi daun kersen (Mutingia calabura)

Menurut (Tamu, 2014). Klarifikasi daun kersen antara lain :

Kingdom : Plantae
Super divisi : Angiospermae
Kelas : Dialypetalae
Ordo : Malvales
Suku : Tiliaceae
Genus : Mutingia
Spesies : Mutingia calabura L.
33

Gambar 2.7 Daun Kersen (Mutingia calabura) (Trieha, 2015).

2.2.2 Nama Daerah Daun Kersen (Mutingia calabura)

Tanaman daun kersen (Mutingia calabura) memiliki beragam nama Daerah

yaitu : Jakarta (ceri), Filipina (datiles), Vietnam (matsam), Laos (khoom somz),

Lumajan (baleci), Thailand (takhop farang), Malaysia (kerupuk siam), Spanyol

(nigua), Inggris (cherry), Jawa (talok), Kalimantan (ceri), Bugis (karseng) (Tamu,

2017).

2.2.3 Penyebaran dan Habitat Daun Kersen (Mutingia calabura)

Tanaman ini berasal dari Amerika tropis (Meksiko selatan, Karabia sampai

ke Paru dan Bolvia) kersen dibawa masuk ke Filipina akhir abad 19, hingga

tersebar diseluruh kawasan tropika yaitu Asia. Jenis ini terdapat diseparuh bagian

barat semenanjung Malaysia, Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Kersen tumbuh

meliar ditempat terbuka dan perbukitan terbuka, ditepi-tepi jalan dan sungai juga

daratan rendah yang drainasenya baik dan tanah liat berpasir, pada umumnya

tumbuh pada tanah pH 5,5 sampai 6,5. Di kota dan desa kersen banyak dijumpai

dan ditanam sebagai pohon buah dan ditanam sebagai pelindung (Kosasih, dkk,

2013).
34

2.2.4 Morfologi Daun Kersen (Mutingia calabura)

Tumbuhan kersen mempunyai tinggi 12 m dan termasuk tumbuhan tahunan,

batang tumbuhan, batang tumbuhan ini tegak, bulat, memiliki percabangan

simpodial dan berkayu, ciri-ciri cabangnya mendatar, mengantung ke arah ujung,

daun tunggal berbentuk seperti bulat telur sampai lanset, tepi daunnya bergerigi

dengan bagian bawahnya bergerigi dan setiap lembaran daunnya memiliki

pangkal yang nyata, tidak simetris dan memiliki ukuran 14 cm x 4 cm (Zahara,

dkk, 2018).

Gambar 2.8 Morfologi Daun Kersen (Mutingia calabura) (Anonim, 2019).

2.2.5 Deskripsi Daun Kersen (Mutingia calabura)

Kersen termasuk famili Tiliaceae yang berupa pohon kecil, percabangannya

banyak dengan tinggi tanaman mencapai 10 m, ranting-ranting tanaman ini

berambut halus yang rapat dan berambut kelenja, daunnya tunggal dan duduk

daun berseling, daun berbentuk bulat telur, lanset, ujung dan pangkal daun

runcing. Helaian daun tanaman ini tidak sama sisi, permukaan daun bagian atas

berambut rapat seperti wol, panjang daunnya 4,5 sampai 14 cm dengan lebarnya
35

1,5 sampai 4 cm dan bertangkai pendek, bunga 1 sampai 3 menjadi satu diketiak

daun. Bunga tanaman ini berwarna putih dan memiliki bentuk bulat seperti chery

merah buahnya dengan diameter 15 mm, daging buahnya mengandung ribuan biji

kecil, buah ini dapat dikonsumsi dalam keadaan segar dan bisa digunakan sebagai

selai, kayunya bisa digunakan sebagai tali dan bunganya dapat dimanfaatkan

sebagai obat tradisional. Tanaman kersen tumbuh pada iklim tropis pada

ketinggian mencapai 1000 m di atas permukaan laut dan dapat bertahan hidup

sekalipun ditanah asam (Hidayati, 2009).

Gambar 2.9 Pohon Daun Kersen (Mutingia calabura) (Rozack, 2017).

2.2.6 Kandungan Daun Kersen (Mutingia calabura)

Menurut (Legifani, 2018) daun dan kulit batang tanaman kersen (Mutingia

calabura) mengandung senyawa kimia antara lain, alkaloid, tanin, saponin,

flavoida, polifenol, flavonol (kaemferol dan kuersetin) dan proantosianidin serta

sianidin, beberapa mioinositol, serta setiap 100 g tanaman ini memiliki kandungan

: 76,3 g air, 2,1 g protein, 2,3 g lemak, 17,9 g karbohidrat, 4,6 g serat, 1,4 g abu,

125 mg kalsium, 94 mg fosfor, 0,015 mg vitamin A, 90 mg vitamin C, nilai


36

energinya 380 kj/100 g dan kersen adalah salah satu dari marga Mutingia yang

tumbuh selalu hijau sepanjang tahun. Tumbuhan ini kaya akan senyawa flavonoid

dengan jenis flavon, flavonon, flavan, biflavon, sebagai kandungan yang penting.

Flavonoid merupakan derivat dari senyawa fenol, secara umum, flavonoid

merupakan senyawa dengan 15 atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6-

C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga karbon yang dapat

atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Gugus hidroksil (-OH) hampir selalu

terdapat dalam flavonoid, khususnya pada cincin B di posisi 3 dan 4, cincin A

pada posisi 5 dan 7 atau cincin C pada posisi 3. Gugus hidroksil merupakan

tempat menempelnya berbagai gula yang dapat meningkatkan kelarutan flavonoid

dalam air. Sebagian besar flavonoid di simpan didalam vakuola tengah walaupun

disintesis diluar vakuola (Pampudi, dkk, 2014).

Flavonoid bersifat polar karena dari senyawa ini mengandung gugus hidroksil

sehingga mempunyai kemampuan larut dalam pelarut polar seperti (etanol,

metanol, butanol, etil asetat, aseton dimetil sulfoksida dan air) senyawa flovonoid

cenderung lebih larut dalam pelarut semi polar seperti eter dan kloroform bagi

gugus yang kurang polar. Flavonoid bisa didapatkan pada bagian-bagian tanaman

mulai dari (akar, biji, bunga,batang dan kulit kayu). Flavonoid berfungsi secara

umum adalah pemberi zat warna bunga dan proses menyerbukan bagi tanaman

dan berfungsi berperan sebagai perlindungan diri dari sinar UV-B dan dari

serangan jamur. Flavonoid memiliki struktur berupa cincin aromatis memberikan

gambaran jika senyawa flavonoid berbentuk dari jalur biosintesis poliketida

(Utami, 2016).
37

Gambar 2.10 Struktur Senyawa Flavonoid (Kusuma, 2012).

Alkaloid merupakan golongan organik yang banyak ditemukan di alam.

Alkaloid tersebar luas diberbagai tumbuhan dan hampir seluruh senyawa alkaloid

berasal dari tumbuhan (Latifah, 2015). Alkaloid merupakan senyawa yang tidak

berwarna dan kebanyakan bersifat basa, karena bersifat basa membuatnya mudah

terdekomposisi oleh sinar dan panas dengan adanya oksigen. Alkaloid berbentuk

padatan kristal yang tidak larut tetapi ada juga yang berbentuk amorf seperti

halnya nikotin dan konini setelah diisolasi. Alkaloid kebanyakan bersifat optis

aktif. Senyawa ini merupakan senyawa turunan dari asam amino. Alkaloid juga

berfungsi dalam bidang farmakologi diantaranya penghilang ras a sakit (analgetik)

mengatur kerja jantung, berperan dalam peredaran darah, sistem pernafasan dan

antimalaria (Utami, 2016). Alkaloid digolongkan berdasarkan sistem cincinya

antara lain piperidina, indol, tropona, isokuinolina dan piridina (Latifah, 2015).

N
H
Gambar 2.11 Struktur Senyawa Alkaloid (Masfufah, 2016).

Saponin adalah senyawa kompleks dengan mempunyai berat molekul tinggi

yang dihasilkan oleh tanaman, beberapa bakteri dan hawan laut tingkat rendah.
38

Senyawa saponin tidak dapat larut dalam eter tetapi larut dalam air. Saponin

mempunyai rasa yang pahit, berbusa dalam air dan beracun bagi binatang

berdarah dingin. Saponin jika ditambahkan aquades panas akan berbentuk busa

dan buih selama 15 menit. Adanya busa menunjukkan adanya glikosida yang

mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisi menjadi

glukosa dan senyawa lainnya (Latifah, 2015).

Gambar 2.12 Struktur Saponin (Noer, dkk, 2018).

Tanin adalah zat organik yang sangat komplek yang terdiri dari senyawa

fenolik. Senyawa ini terdiri dari sekolompok zat-zat komples yang didapatkan

secara meluas dalam dunia tumbuhan, yang terdapat dibagian batang, kulit kayu,

buah-buahan dan daun. Senyawa ini apabila direaksiakan dengan FeCl3 akan

berwarna hijau karena terbentuknya senyawa komples antara logam Fe dan tanin,

terjadinya senyawa komples karena adanya ikatan kovalen koordinasi antara ion

atau atom logam dengan atom nonlogam (Laifah, 2015).


39

Gambar 2.13 Struktur Tanin (Sibuea, 2015)

2.2.7 Khasiat Daun Kersen (Mutingia calabura)

Tanaman ini pada umumnya dimanfaatkan buahnya, selain daging buahnya

manis juga mengandung protein. Buah kersen sangat digemari anak-anak, rasanya

enak dan sering dijual di pasar-pasar, bahkan dari Sumatera selatan sering

diekspor keluar Singapura, kayunya termasuk kelas kayu awet dapat digunakan

untuk tonggak dan tiang , pagar, bantalan jalan kereta api dan jembatan. Di Jawa

Barat digunakan sebagai gagang palu dan kapak (Kosasih, dkk, 2013).

Daun kersen juga mempunyai banyak khasiat diantaranya sebagai

antiseptik, anti inflamasi, anti tumor dan anti asam urat. Macam-macam olahan

buah antara lain, pudding, sirup buah kersen, selai dan dodol sedangkan bunga

kersen sebagai teh herbal dan olahan daun kersen sebagai kripik daun, pepes serta

bahan sayur (Laswati, dkk, 2017).

2.2.8 Mekanisme Kandungan Kimia Daun Kersen (Mutingia calabura)

Menolak Aktivitas Nyamuk Aedes aegypti

Buah kersen mengandung zat antioksidan dan memiliki aktivitas anti

radang, selain buahnya bagian lain yang bisa dimanfaatkan adalah bagian daun

kersen, daun kersen mengandung kelompok senyawa flavonoid, tannin, saponin

dan polifenol, daun kersen diyakini memiliki aktivitas bakteri, antinosiseptik dan
40

kardioprotektif bahkan secara laboratoris diduga dapat menghambat pertumbuhan

sel kanker.

Komponen saponin yang terkandung dalam daun kersen (Mutingia

calabura) dapat digunakan sebagai pengendali serangga dan berpotensi

menggantikan penggunaan insektisidasintetik karena merupakan golongan

senyawa (Triterpennoid) yang bersifat toksik bagi larva Aedes aegypti sedangkan

kandungan flavonoid lainnya mampu menghambat pencernaan serangga

(Aprilianti, dkk, 2017).

Flavonoid dapat berpengaruh pada serangga karena dapat merusak

permeabilitas dinding sel dan menghambat kerja enzim sel sehingga dapat

mempengaruhi proses metabolisme pada serangga (Aseptianova, dkk, 2017).

Proses senyawa flavonoid dalam menyebabkan kelayuan saraf yaitu menghambat

kerja enzim asetilkolinesterase yang dibentuk oleh sistem saraf pusat memilki

fungsi menghantarkan impuls dari sel saraf menuju ke sel otot. Setelah

penghantaran impuls, proses dihentikan oleh enzim asetilkolinesterase yang

memecah asetilkolin menjadi asetil ko-A dan kolin adanya flavonoid akan

menyebabkan penumpukan asetilkolin sehingga terjadi gangguan penghantaran

impuls menuju otot yang mengakibatkan kekejangan pada otot, terjadinya

paralisis dan berakhir pada kematian (Annafi’, 2016).

Alkaloid bersifat racun mampu menghambat kerja pada sistem saraf dan

dapat merusak membran sel, golongan ini umumnya akan menghambat enzim

asetilkolinesterase sehingga asetilkolin akan tertimbun pada sinapsis, efek yang

ditimbulkan adalah proses inhibitor sintesis kitin dan kerja hormon yang

membunuh nyamuk dalam waktu 10 menit.


41

Saponin dapat merusak mukosa kulit jika terabsorbsi dan akan

mengakibatkan hemolisis sel darah sehingga pernafasan menjadi terhambat dan

dapat menyebabkan kematian, pengaruh lain yang ditimbulkan oleh saponin

terhadap serangga yaitu berupa gangguan fisik bagian luar (kutila), lapisan lilin

yang melindungi serangga dan akan hilang akibat saponin dan menyebabkan

kematian karena kehilangan banyak cairan tubuh, saponin juga menyebabkan

aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan menurun sehingga menganggu proses

metabolisme tubuh.

Tanin memiliki sasaran terhadap polipeptida dinding sel yang menyebabkan

kerusakan dinding sel dan mampu pula mengumpulkan protein, tanin juga

memiliki rasa pahit sehingga menghambat serangga untuk memakannya, ini

terjadi karena tanin bereaksi dengan protein membentuk kopolimer yang tidak

larut dalam air sehingga protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan

hewan, tanin dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan (protease dan

amilase) dan mengganggu aktivitas protein usus, sehingga akan mengalami

gangguan nutrisi (Aseptianova, dkk, 2017).

2.3 Hipotesis

Ada pengaruh pemberian perasan daun kersen (Mutingia calabura) terhadap

aktivitas nyamuk Aedes aegypti.


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah ekperimental, yaitu untuk

mengetahui Potensi daya tolak Daun kersen (Mutingia calabura) terhadap

nyamuk Aedes aegypti.

Desain penelitian eksperimental sebagai berikut :

R X0 O1

R X1 O2

R X2 03

R X3 04

R X4 05
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Posttest Only Control Grup Design

Keterangan :

R :Random
(-) :Perlakuan tanpa perasan daun kersen (Mutingia calabura ) Dengan
konsentrasi 0% (kontrol negatif)
X1 :Perlakuan dengan konsentrasi perasan daun kersen (Mutingia
calabura) 25%
X2 :Perlakuan dengan konsentrasi perasan daun kersen (Mutingia
calabura) 50%
X3 :Perlakuan dengan konsentrasi perasan daun kersen (Mutingia
calabura) 75%
X4 :Perlakuan dengan konsentrasi perasan daun kersen (Mutingia
calabura) 100%
O(1) :Observasi daya tolak nyamuk Aedes aegypti setelah pemberian perasan
daun kersen (Mutingia calabura) konsentrasi 0%
O(2) :Observasi daya tolak nyamuk Aedes aegypti setelah pemberian perasan
daun kersen (Mutingia calabura) konsentrasi 25%
O(3) :Observasi daya tolak nyamuk Aedes aegypti setelah pemberian perasan
daun kersen (Mutingia calabura) konsentrasi 50%

42
43

O(4) :Observasi daya tolak nyamuk Aedes aegypti setelah pemberian perasan
daun kersen (Mutingia calabura) konsentrasi 75%
O(5) :Observasi daya tolak nyamuk Aedes aegypti setelah pemberian perasan
daun kersen (Mutingia calabura) konsentrasi 100%

3.2 Populasi dan sampel Penelitian

3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah nyamuk Aedes aegypti yang

diperoleh dari Politeknik Kesehatan Surabaya (Kesehatan Lingkungan).

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel yang diperiksa adalah nyamuk Aedes aegypti dalam penelitian

ini terdapat 5 (lima) perlakuan yaitu dengan pemberian perasan daun kersen

(Mutingia calabura) sebagai (Repellent) dengan konsentrasi 0%, 25%, 50%,

75%, 100% dengan 5 kali pengulangan yang dilakukan pada setiap perlakuan di

hitung menggunakan rumus :

(r-1) (t-1) ≥15


(r-1) (5-1) ≥15
(4r-4) ≥ 15
4r ≥ 15+4
4r ≥ 19
r≥5
(Notoatmodjo, 2012).

Keterangan:

r : replikasi atau pengulangan

t : perlakuan

Dari penelitian tersebut dibutuhkan sejumlah 625 nyamuk Aedes aegypti

diacak menjadi 5 kelompok setiap perlakuan (replikasi), dari masing-masing

perlakuan diulang 5 kali setiap pengulangan dibutuhkan 25 ekor nyamuk pada

setiap kandang yang didapatkan dari hasil perhitungan : 5 perlakuan × 5

replikasi × 25 nyamuk = 625 ekor nyamuk (Ajeng, 2018).


44

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Prodi D3 Ahli

Teknologi Laboratorium Medik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Surabaya Jalan Sutorejo No.59 Surabaya.

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2018 sampai dengan

bulan Juli 2019 sedangkan waktu pemeriksaan ini dilaksanakan pada bulan Mei

2019.

3.4 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional


3.4.1 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas :Pemberian perasan daun kersen (Mutingia

calabura)

2. Variabel terikat :Aktivitas nyamuk Aedes aegypti

3. Variabel kontrol :Semua variabel yang diduga berpengaruh

misalnya: kelembapan, kandang uji dan daun

kersen (Mutingia calabura) yang berwarna hijau

tua.

3.4.2 Definisi Operasional variabel

1. Variabel Bebas :

Pemberian konsentrasi perasan daun kersen (Mutingia calabura) dalam

penelitian ini dikategorikan menjadi skala ordinal yaitu pemberian perasan daun

kersen (Mutingia calabura) dengan konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75%, 100%

sebagai repellent.

2. Variabel Terikat :
45

Aktivitas nyamuk Aedes aegypti dalam penelitian ini adalah angka yang

menunjukkan jumlah nyamuk yang tidak hinggap dari kulit tangan dalam setiap

kandang dan dinyatakan dalam skala rasio.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data aktivitas nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap diperoleh dengan

cara observasi dan pengamatan aktivitas nyamuk Aedes aegypti melalui

pengujian Laboratorium.

3.5.1 Prinsip Pemeriksaan

Perasan daun kersen (Mutingia calabura) murni diencerkan menjadi

beberapa konsentrasi kemudian dilarutkan dengan aquadest pada masing-masing

konsentrasi, oleskan pada tangan dan masukan pada kandang uji yang sudah

berisi nyamuk, perlakuan tersebut akan didiamkan sesuai waktu yang sudah

ditentukan dan diamati ada tidaknya potensi daya tolak daun kersen (Mutingia

calabura) terhadap nyamuk Aedes aegypti.

3.5.2 Alat Pemeriksaan

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : Blander, kain kasa,

gelas ukur, pipet volume, gunting, label, pipet ukur, pengaduk, beaker glass,

corong, saringan, spray, kandang uji dan labu ukur.

3.5.3 Bahan Pemeriksaan

Bahan yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain : daun kersen

(Mutingia calabura) yang berwarna hijau, nyamuk Aedes aegypti dan aquadest.

3.5.4 Prosedur Pemeriksaan


46

3.5.4.1 Persiapan Pembuatan Perasan Daun Kersen (Mutingia calabura)

1. Mengambil daun kersen (Mutingia calabura) yang berwarna hijau

2. Mencuci bersih daun kersen (Mutingia calabura) dan mengkeringkanya

3. Menimbang daun kersen seberat 500 gram

3.Memotong daun kersen menjadi potongan kecil kemudian memblander daun

kersen sampai halus

4. Memasukkan daun kersen pada kasa berlapis kemudian memeras dan hasil

perasan daun kersen (Mutingia calabura) disaring kembali

5. Membuat perasan induk dari daun kersen (Mutingia calabura) yang telah

ditimbang seberat 500 gram

6. Memasukkan perasan daun kersen (Mutingia calabura) yang sudah siap

digunakan pada spray dan sudah diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang

telah ditentukan kemudian beri label pada spray.

3.5.4.2 Prosedur Pembuatan Konsentrasi Daun Kersen (Mutingia Calabura)

1. Konsentrasi 0% :Tanpa pemberian perasan daun kersen (Mutingia

calabura) (hanya aquades)

2. Konsentrasi 25% :diperoleh dari perasan daun kersen (Mutingia calabura)

100%, mengambil 25 ml perasan daun kersen (Mutingia

calabura) kemudian diaddkan dengan aquadest 75 ml.

3. Konsentrasi 50% : diperoleh dari perasan daun kersen (Mutingia calabura)

100%, mengambil 50 ml perasan daun kersen (Mutingia

calabura) kemudian diaddkan dengan aquadest 50 ml.


47

4. Konsentrasi 75% : diperoleh dari perasan daun kersen (Mutingia calabura)

100%, mengambil 75 ml perasan daun kersen (Mutingia

calabura) kemudian diaddkan dengan aquadest 25 ml.

5. Konsentrasi 100% : diperoleh dari perasan daun kersen (Mutingia calabura)

murni 100%.

3.5.4.3 Prosedur persiapan perlakuan terhadap nyamuk Aedes aegypti

1. Mensiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Memasukkan 25 ekor nyamuk pada kandang uji menggunakan aspirator yang

dipilih secara acak

3. Kemudian menyemprotkan 5 kali perasan daun kersen (Mutingia calabura)

pada telapak tangan dan dioleskan pada seluruh tangan

4. Tangan yang sudah dioleskan perasan daun kersen (Mutingia calabura)

memasukkan pada kandang uji selama ± 10 menit

5. Mengamati nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap dari kulit tangan.

3.5.4.4 Prosedur persiapan pengamatan nyamuk Aedes aegypti

1. Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati aktivitas nyamuk yang berada

didalam kandang uji, apakah nyamuk tersebut menunjukkan tanda-tanda atau

respon tidak hinggap pada tangan responden disetiap perlakuan selama

pengamatan

2. Dilakukan 5 (lima) kali pengulangan dalam setiap larutan konsentrasi

3. Dilakukan pencatatan pada setiap kurung nyamuk yang menunjukkan respon

yang dialami.
48

3.6 Tabulasi Data

Data yang diperoleh dari pengamatan tersebut dimasukkan ke dalam tabel

seperti di bawah ini :

Tabel 3.1 Contoh tabulasi data hasil pemeriksaan daun kersen (Mutingia
calabura) sebagai potensi daya tolak daun kersen (Mutingia calabura)
terhadap nyamuk Aedes aegypti
Jumlah nyamuk Aedes aegypti yang tidak
NO REPLIKASI hinggap setelah pemberian perasan daun kersen
(Mutingia calabura) sebagai
(Repellent)

0% 25% 50% 75% 100%


kontrol
1 I
2 II
3 III
4 IV
Jumlah
Rata-rata

SD

3.7 Cara Analisa Data

Data aktivitas nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap dianalisis dengan

ANOVA (Analysis of varian) untuk membandingkan aktivitas Aedes aegypti

dengan perasan daun kersen (Mutingia calabura). Untuk mengetahui apakah ada

potensi daya tolak daun kersen (Mutingia calabura) terhadap nyamuk Aedes

aegypti pada setiap konsentrasi yang diberikan 0, 25, 50, 75, 100% dengan taraf

signifikan 0.05 (5%).


BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian


4.1.1 Deskripsi Hasil
Berdasarkan hasil penelitian potensi daya tolak daun kersen (Mutingia

calabura) terhadap nyamuk Aedes aegypti, yang dilakukan di Laboratorium

Mikrobiologi Prodi D3 ATLM (Ahli Teknologi Laboratorium Medik)

Universitas Muhammadiyah Surabaya maka didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1 Data hasil pemeriksaan daun kersen (Mutingia calabura)


sebagai potensi daya tolak daun kersen (Mutingia calabura) terhadap
nyamuk Aedes aegypti.
Jumlah nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap
NO REPLIKASI setelah pemberian perasan daun kersen (Mutingia
calabura) sebagai
(Repellent)
0% 25% 50% 75% 100%

1 I 1 9 15 18 24
2 II 3 8 15 19 23
3 III 2 11 16 19 25
4 IV 2 10 17 20 23
5 V 1 10 16 20 24
Jumlah 8 48 79 96 119
Rata-rata 1.75 9.60 15.80 19.20 23.80

SD 0.84 1.14 0.84 0.84 0.84

Sumber : (Laboratorium Mikrobiologi Prodi D3 ATLM (Ahli Teknologi


Laboratorium Medik) Universitas Muhammadiyah Surabaya, 2019).

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi

konsentrasi dari perasan daun kersen (Mutingia calabura) semakin tinggi jumlah

nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap dibandingkan dengan kontrol. Pada

konsentrasi 0% rata-rata jumlah nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap

sebesar 1.75. Pada konsentrasi 25% rata-rata jumlah nyamuk Aedes aegypti

49
50

yang tidak hinggap sebesar 9.60. Pada konsentrasi 50% rata-rata jumlah nyamuk

Aedes aegypti yang tidak hinggap sebesar 15.80.Pada konsentrasi 75% rata-rata

jumlah nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap sebesar 19.20. Pada

konsentrasi 100% rata-rata jumlah nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap

sebesar 23.80.

Untuk mempermudah membandingkan rata-rata jumlah nyamuk Aedes

aegypti yang tidak hinggap, tiap konsentrasi daun kersen (Mutingia calabura)

dapat disajikan dalam bentuk diagram sebagai berikut :

Gambar 4.2 Grafik Diagram Batang Jumlah Rata-rata Nyamuk Aedes


aegypti yang tidak hinggap

Untuk menentukan adanya potensi daya tolak daun kersen (Mutingia

calabura) terhadap nyamuk Aedes aegypti maka melalui tahap sebagai berikut :

4.2. Analisa Data


51

Data jumlah nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap terlebih dahulu

dilakukan uji normalitas, hasil uji normalitas menunjukkan data berdistribusi

normal dengan hasil p>0,05 (terlampir), kemudian uji homogenitas data bersifat

homogen dengan hasil p>0,05 (terlampir). Kemudian data dianalisis

menggunakan Oneway ANOVA dengan tingkat kesalahan (α=0,05).

Setelah data dianalisis menggunakan Oneway ANOVA, diperoleh hasil

nilai p(Sig) 0.000 (terlampir). Data menunjukkan bahwa nilai p<α 0,000 <0,05.

Sehingga disimpulkan jika Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada

pengaruh signifikan pemberian perasan daun kersen (Mutingia calabura)

terhadap daya tolak nyamuk Aedes aegypti.

Untuk menentukan perbedaan yang nyata dari masing-masing perlakuan,

maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey HSD dengan α=0,05

(terlampir). Hasil Tukey sebagai berikut :

Tabel 4.2 Hasil Uji Tukey HSD

NO KONSENTRASI PERASAN HASIL


1 0% 25% Ada perbedaan
50% Ada perbedaan
75% Ada perbedaan
100% Ada perbedaan
2 25% 0% Ada perbedaan
50% Ada perbedaan
75% Ada perbedaan
100% Ada perbedaan
3 50% 0% Ada perbedaan
25% Ada perbedaan
75% Ada perbedaan
100% Ada perbedaan
4 75% 0% Ada perbedaan
25% Ada perbedaan
50% Ada perbedaan
100% Ada perbedaan
5 100% 0% Ada perbedaan
25% Ada perbedaan
52

50% Ada perbedaan


75% Ada perbedaan

Setelah data dilanjutkan munggunakan uji Tukey HSD menunjukkan jika

pada masing-masing konsentrasi mulai dari 0% tanpa perlakuan sampai 100%

setelah perlakuan memiliki perbedaan secara signifikan. Berdasarkan hasil uji

Tukey HSD menunjukkan jika semakin tinggi dari konsentrasi perasan daun

kersen (Mutingia calabura) semakin tinggi jumlah nyamuk Aedes aegypti yang

tidak hinggap. Konsentrasi yang paling efektif sebagai daya tolak nyamuk Aedes

aegypti adalah konsentrasi perasan daun kersen (Mutingia calabura) 25%

dengan rata-rata jumlah kematian nyamuk Aedes aegypti sebesar 9.60.


BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian potensi daya tolak daun kersen (Mutingia

calabura) terhadap aktivitas nyamuk Aedes aegypti, yang dilakukan pada bulan

Desember 2018 sampai dengan bulan Agustus 2019. Analisa data yang diperoleh

melalui uji secara statistik analisis dengan menggunakan uji anova yang

menunjukkan bahwa dari konsentrasi 25% hingga 100% perasan daun kersen

(Mutingia calabura) menunjukkan hasil yang signifikan artinya ada potensi yang

nyata sebagai daya tolak nyamuk Aedes aegypti.

Berdasarkan uji distribusi normal diperoleh nilai p>α (α= 0,05), maka data

penelitian tersebut didapatkan data berdistribusi normal. Sedangkan melalui uji

statistik anova menunjukkan ada potensi daya tolak signifikan daun kersen

(Mutingia calabura) terhadap aktivitas nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap.

Hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai signifikansi p-value 0,000<0,05. Perasan

daun kersen (Mutingia calabura) berpotensi sebagai daya tolak terhadap nyamuk

Aedes aegypti.

Dari hasil pengamatan pada pemberian perasan daun kersen (Mutingia

calabura) dari konsentrasi 25% hingga 100% memiliki pontesi yang berbeda

dikarenakan semakin tinggi konsentrasi perasan daun kersen semakin tinggi

jumlah nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap. Pada konsentrasi 25% rata-rata

jumlah yang tidak hinggap sebesar 1.75, dikarenakan kandungan zat kimia dari

daun kersen (Mutingia calabura) rendah. Sedangkan pada konsentrasi 100% lebih

53
54

banyak mengandung zat kimia dari perasan daun kersen (Mutingia calabura)

tanpa pemberian aquadest sehingga rata-rata jumlah nyamuk yang tidak hinggap

sebesar 23.80.

Perbedaan aktivitas jumlah nyamuk yang tidak hinggap pada masing-

masing konsentrasi menunjukkan ada pengaruh daya tolak daun kersen, karena

semakin tinggi konsentrasi perasan daun kersen semakin tinggi aktivitas nyamuk

yang tidak hinggap. Perasan daun kersen (Mutingia calabura) mulai efektif pada

konsentrasi 25% dan daya tolak maksimum terjadi pada konsentrasi 100%.

Oleh karena itu berdasarkan penelitian ini pemberian perasan daun kersen

(Mutingia calabura) mempunyai pontesi efektif sebagai insektisida nabati

sehingga dapat digunakan sebagai daya tolak terhadap nyamuk Aedes aegypti.

Serta dapat memberantas nyamuk Aedes aegypti, mengurangi insektisida kimia

dan menggantikan dengan insektisida nabati yang ramah lingkungan dan mudah

didapatkan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pada konsentrasi 0% tanpa

pemberian perasan, masih terdapat nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap

salah satunya yaitu responden yang menggunakan pengharum yang tidak disukai

nyamuk ketika melakukan perlakuan seperti (sabun mandi, minyak wangi, dan

body lotion) sehingga didapatkan rata-rata jumlah nyamuk Aedes aegypti yang

tidak hinggap sebesar 1.75

Faktor yang mempengaruhi daya tolak terhadap aktivitas nyamuk Aedes

aegypti tertinggi terdapat pada kandungan daun kersen (Mutingia calabura) yang

mengandung zat-zat kimia diantaranya :


55

Flavonoid dapat berpengaruh pada serangga karena dapat merusak

permeabilitas dinding sel dan menghambat kerja enzim sel sehingga dapat

mempengaruhi proses metabolisme pada serangga.

Tanin memiliki sasaran terhadap polipeptida dinding sel yang menyebabkan

kerusakan dinding sel dan mampu pula mengumpulkan protein, tanin juga

memiliki rasa pahit sehingga menghambat serangga untuk memakannya, ini

terjadi karena tanin bereaksi dengan protein membentuk kopolimer yang tidak

larut dalam air sehingga protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan

hewan, tanin dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan (protease dan

amilase) dan mengganggu aktivitas protein usus, sehingga akan mengalami

gangguan nutrisi (Aseptianova, dkk, 2017).

Pada penelitian ini digunakan sampel nyamuk Aedes aegypti sejumlah 25

ekor setiap kandang uji hal ini berdasarkan WHOPES, 2000, menyatakan bahwa

untuk penelitian uji repelan sesuai pedoman standart, pada setiap kandang uji diisi

25 ekor nyamuk (Ajeng, 2018).

Berdasarkan hasil uji Tukey HSD dapat diketahui bahwa pada konsentrasi

0%, 25%, 50%, 75% dan 100% memiliki rata-rata jumlah perbandingan yang

berbeda. Dikarenakan semakin tinggi konsentrasi perasan daun kersen (Mutingia

calabura) semakin tinggi kandungan fitokimianya dari perasan daun kersen yaitu

flavonoid, alkaloid, saponin dan tanin, sehingga semakin tinggi jumlah nyamuk

yang tidak hinggap. Konsentrasi perasan daun kersen (Mutingia calabura) yang

paling efektif terhadap nyamuk Aedes aegypti adalah konsentrasi 100%. Melalui

uji Tukey HSD menunjukkan bahwa konsentrasi 100% mempunyai potensi daya

tolak terhadap nyamuk Aedes aegypti secara signifikan karena kandungan


56

fitokimianya tinggi. Jadi semakin banyak kandungan fitokimianya semakin tinggi

pula potensi daya tolak daun kersen (Mutingia calabura) terhadap nyamuk Aedes

aegypti.

Dalam hal ini kita dapat memanfaatkan tanaman yang ada disekitar

lingkungan untuk dijadikan alternatif pengganti insektisida kimia.Salah satunya

adalah tanaman daun kersen (Mutingia calabura) karena kandungan didalam daun

kersen (Mutingia calabura) mempunyai potensi sebagai daya tolak terhadap

Aedes aegypti.Untuk menghambat vektor pembawa penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD) sehingga daun kersen (Mutingia calabura) dapat dijadikan

sebagai insektisida alami yang aman digunakan, mudah terurai dan tidak

mencemari lingkungan.
BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Potensi daya tolak Daun kersen

(Mutingia calabura) terhadap nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan di

Laboratorium Mikrobiologi Prodi D3 ATLM (Ahli Teknologi Laboratorium

Medik) Universitas Muhammadiyah Surabaya dapat diperoleh kesimpulan

sebagai berikut :

Ada pengaruh perasan daun kersen (Mutingia calabura) terhadap

aktivitas nyamuk Aedes aegypti. Dan konsentrasi efektif yaitu 100% sebagai

potensi daya tolak daun kersen (Mutingia calabura) terhadap nyamuk Aedes

aegypti.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat melakukan penelitian selanjutnya tentang pemanfaatan

Daun kersen (Mutingia calabura) sebagai insektisida alami dengan metode yang

lain seperti diekstraksi atau dijadikan obat nyamuk elektrik.

6.2.2 Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat memanfaatkan Daun kersen (Mutingia calabura) yang

mudah didapatkan dilingkungan sekitar serta ramah lingkungan dan digunakan

sebagai insektisida alami untuk mengurangi pemakaian insektisida kimia.

57
58

6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan penelitian ini dijadikan acusan referensi sebagai salah satu

alternatif pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) serta menjadikan acuan

cara mengurangi pemakaian insektisida kimia di institusi dan dapat membantu

memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya menggunakan

insektisida kimia bagi kesehatan serta memberikan penyuluhan atau informasi

tentang begitu banyaknya tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk membasmi

Demam Berdarah Dengue (DBD) yang aman digunakan oleh masyarakat


DAFTAR PUSTAKA

Annafi’, F. N. 2016. Efikasi Air Perasan Rimpang Lengkuas Putih (Alpinia


galanga L. Willd) Sebagai Larvasida Nabati Nyamuk Aedes aegypti.
Skripsi. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Anindhita, D. R. Budiyono. Retno, H. 2015. Daya Tolak Repellent Bentuk Lotion


Dengan Ekstrak Daun Alpukat (Persea americanamill) Terhadap
Nyamuk Aedes aegypti Linn. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 3.
Nomer 3 : ISSN 2356-3346. Fakultas Kesehatan Universitas Diponegoro
Semarang.

Anonim. 2018. 5 Ciri Nyamuk Demam Berdarah Yang Perlu Anda Ketahui.
https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/demam-berdarah-denguedbd/ciri
nyamukdemam-berdarah. (Diakses 29 Januari 2019).

Anonim. 2018. Metamorfosis : Urutan Proses, Tahapan dan Gambarnya.


http://www.ebiologi.net/2016/10/metamorfosis-nyamukurutanproses.html.
(Diakses 27 Januari 2019).

Arsin, A. A. 2013. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Indonesia.


Makassar: Masagena Press.

Aseptianova. Tutik F. W. Nita. N. 2017. Efektifitas Pemanfaatan TanamanSebagai


Insektisida Elektrik Untuk Mengendalikan Nyamuk Penular Penyakit
DBD. Jurnal Penelitian Biologi. Bioskperimen. Vol 3 No 2 : ISSN
24601365. Universitas Muhammadiyah Palembang.

Azizah, A. N. 2016. Uji Mikrobiologi Kandungan Makanan Jentik Nyamuk Aedes


aegypti. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.

Azzahra, S. A. Bujawati, E. Mallapiang, F. 2015. Gambaran Pengetahuan Sikap


dan Tindakan Masyarakat Dikelurahan Antang Kec. Manggala RW VI
Tentang Penyalik Demam Berdarah Dengue (DBD) Kota Makassar. Jurnal
Kesehatan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Auladdin
Makassar.

Candra, A. 2010. Demam Berdarah Dengue : Epidemiologi, Patogenesis, dan


Faktor Resiko Penularan. Aspirator. Vol No. 2 : 110-119.

Departemen Kesehatan RI. 2017. Demam Berdarah Dengue (DBD).


http://www.depkes.go.id/development/site/depkes/index.php?
cid=117042500004&id=demam-berdarah-dengue-dbd-.html.(Diakses 04
Januari 2019).

59
Deswara, P. 2016. Hubungan Kepadatan Nyamuk Aedes Aegypti Di Dalam Rumah
Dengan Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada
Masyarakat Di Kota Metro Provinsi Lampung Tahun 2012. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Sarjana Kesehatan
Masyarakat Depok.

Dewi, D. P. 2014. Toksisitas Granula Ekstrak Biji Alpukat (Persea americana


Mill) Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.

Faizal, A. 2015. Kasus Demam Berdarah di Jatim Makin Banyak, 49 Orang


Meninggal.Surabaya.https://regional.kompas.com/read/2015/01/30/18222
61/Kasus.Demam.Berdaah.di.Jatim.Makin.Banyak.49.Orang.Meninggal.
(Diakses 13 Januari 2019).

Fajrin, M. R. 2016. Daur Hidup Hewan Nyamuk.


https://www.rifanfajrin.com/2016/04/daurhidup-hewan-nyamuk.html.
(Diakses 13 Januari 2019).

Fitrianingsih, R. 2012. Nyamuk Aedes aegypti.


http://rinifitrianingsih.blogspot.com/2012/12/nyamuk-aedes-aegypti.html.
(Diakses 21 Januari 2019).

H, D. I. Dwi, J. G. Agus, K. 2008. Pengaruh Ekstrak Kemangi (Ocimum


basilicumforma citratum) Terhadap Perkembangan Lalat Rumah
(Muscadomestica) (L). Jurnal Entomologi Indonesia. Vol 5 No 1 : 3644.

Hendri, J. Asep J. K. Endang P. A. 2016. Identifikasi Jenis Bahan Aktif dan


Penggunaan Insektisida Anti nyamuk Serta Kerentanan Vektor DBD
Terhadap Organofosfat Pada Tiga Kota Endemis DBD Diprovinsi Banten.
Aspirator.8 (2) : pp 7786.

Hidayati, S. R. 2009. Analisis Karakteristik Stomato, Kadar Klorofil dan


Kandungan Logam Berat Pada Daun Pohon Pelindung Jalan Kawasan
Lumpur Porong Sidoarjo. Skripsi. Fakultas Sindtek dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Malang.

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Demam Berdarah Mulai Meningkat di Januari.


http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demamberdarahbiasan
ya-mulai meningkat-di-januari.html (Diakses 20 Januari 2019).

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Wilayah Klb Dbd Ada Di 11 Provinsi.


http://www.depkes.go.id/article/print/16030700001/wilayah-klb-
dbd-ada-di-11provinsi.html (Diakses 18 Januari 2019).

60
Kusumastuti, N. H. 2014. Pengunaan Insektisida Rumah Tangga Anti Nyamuk
Didesa Pangandaran, Kabupaten Pangandaran. Widyariset. Vol 1 nomor 3 :
417-424.

Kusuma, P. 2012. Penetapan Kadar Flovonoid dan Daya Antioksidan Dari Ekstrak
Etanol Buah Pare (Momordica charantia L.). Skripsi. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Laswati, D. T. Natalia, R. I. S. dan Oktavia, A. 2017. Pemanfaatan Kersen


(Mutingia Calabura L.) Sebagai Alternatif Produk Olahan Pangan : Sifat
Kimia Dan Sensoris. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Widya Mataram Yogyakarta.

Latifah. 2015. Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid Dan Uji Aktivitas


Antioksidan Pada Ekstrak Rimpang Kencur Kaempferia Galanga L.
Dengan Metode DPPH (1,1-DEFINIL-2-PIKRILHIDRAZIL). Skripsi.
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.

Legifani, M. E. 2018. Karakteristik dan Uji Stabilitas Sediaan Krim Ekstrak


Etanol Daun Kersen (Mutingia Calabura L.). Diploma Tesis. Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kupang.

Malinza, Y. 2014. Pemanfaatan Halusan Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix DC.)
Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes aegypti L. Dan Pengajarannya
Di Sma Negeri 13 Palembang. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palembang.

Masfufah, N. L. 2016. Isolasi dan Uji Aktivitas Senyawa Alkaloid Dari Tanaman
Anting-Anting (Acalypha indica L.) Pada Sel Kanker Payudara T47D.
Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang.

Maulida, I. Prastiwi, R. S. Hapsari, L. H. 2016. Analisis Hubungan Karakter


Kepala Keluarga Dengan Prilaku Pencegahan Demam Berdarah Darah
Dipakijangan Brebes. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika
Kesehatan. Infokes.Vol 6 No1.ISSN 2086 2628.

Negara, K. P. 2016. Metamorfosis Nyamuk, Urutan Proses, Tahapan Dan


Gambarnya.http://www.ebiologi.net/2016/10/metamorfosisnyamukurutan
-proses.html. (Diakses 23 Januari 2019).

Ningrum, A. F. 2018. Uji Daya Proteksi Ekstrak Metanol Buah Pare (Momordica
charantia L.) Sebagai Repelan Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

61
Ningsih, P. R. 2016. Pengaruh Dua Atraktan Pada Ovitrap Nyamuk Di Tiga
Lokasi Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung.

Noer, S. Pratiwi, R. D. Gresinta, E. 2018. Penetapan Kadar Senyawa Fitokimia


(Tanin, Saponin dan Flavonoid Sebagai Kuersetin) Pada Ekstrak Daun
Inggu (Ruta angustifolia Linn) Terhadap Tingkat Kematian Nyamuk Aedes
aegypti. Jurnal Ilmu-Ilmu MIPA. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surabaya.

Purba, P. H. 2013. Kemampuan Reproduksi Nyamuk Aedes aegypti Berdasarkan


Keberadaan Nyamuk Jantan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.

Prameswari, R. K. Emilda, A. Siti, R. 2014. Potensi Larutan Kayu Manis


(Cinnamomum sp.) Sebagai Larva Terhadap Jentik Aedes aegypti. Jurnal
Sains.Vol 4 No 8.

Prasetyo, A. B. 2011.Formulasi Anti Nyamuk Spray Menggunakan Bahan Aktif


Minyak Nilam. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor.

Putri, D. A. 2016. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kersen (Mutingia calabura)


Terhadap Lalat Buah Bactocera Calambroae. Journal of biology. P-ISSN :
1978-3736, E-ISSN : 2502-6720. Universitas Ahmad Dahlan.

Sari, M. 2017. Perkembangan dan Ketahanan Hidup La rva Aedes aegypti Pada
Beberapa Media AirYang Berbeda. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Sibuea, F. S. Y. 2015. Ekstraksi Tanin Dari Kluwak (Pangium endule R.)


Menggunakan Pelarut Etanol dan Aquades dan Aplikasinya Sebagai
Pewarna Makanan. Tugas Akhir. Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang.

Sitio. A. 2008. Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk


DanKebiasaanKeluarga Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
DiKacamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2008. Tesis. Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Susanti, L. Hasan, B. 2012. Toksosisitas Biolarvasida Ekstrak


TembakauDiBandingkan Dengan Ekstrak Zodia Terhadap Jentik Vektor
Demam Berdarah Dengue (Aedes aegypti). Bul. Penelitian kesehatan. Vol
40. No 2 : 75-84.

62
Tamu, F. 2014. Formulasi Dan Uji Efektifitas Aktioksidan Krim Ekstrak Etanol
Daun Kersen (Mutingia Calabura L.) Dengan Metode DPPH. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.

Utami, R. N. 2016. Uji Efektivitas Ekstrak Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca
var. Raja) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Mencit Jantan (Mus
musculuss). Skripsi. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Utami, I. Widya, H. C. 2017. Potensi Ekstrak Daun Kamboja Sebagai Insektida


Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Journal Of Public Health Research And
Development. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Wati, F. A. 2010. Pengaruh Air Perasan Kulit Jeruk Manis (Citrus aurantium
subspesiessinensis) Terhadap Tingkat Kematian Larva Aedes aegypti
Instar III In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Widarto, H. 2009. Uji Aktivitas Minyak Atsiri Kulit Durian (Durio


zibethinusMurr) Sebagai Obat Nyamuk Elektrik Terhadap Nyamuk Aedes
aegypti. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Yuniarsih, E. 2010. Uji Efektivitas Losion Repelan Minyak Mimba


(Azadirachtaindica A. Juss) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi.
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Yustika, E. 2015. Pemanfaatan Daun Kersen (Mutingia Calabura L) dan Daun


Sirsak Dalam Pembuatan Teh Dengan Penambahan Pemanis Daun Stevia.
Naskah Publikasi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Zahara, M. Suryadi. 2018. Kajian Morfologi dan Review Fitokimia Tumbuhan


Kersen (Mutingia calabura L). Jurnal Ilmiah Pendidikan dan
Pembelajaran. Vol 5 No 2. Fakultas Tarbiyah Universitas Muhammadiyah
Aceh.

63

Anda mungkin juga menyukai