Anda di halaman 1dari 30

PERCOBAAN I

ANALISIS KARBOHIDRAT : SUKROSA

I. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar sukrosa (kemurnian) dalam gula pasir secara
Refraktometri

II. Dasar Teori


Karbohidrat merupakan suatu biomolekul yang terdiri dari atom-
atom karbon (C), hydrogen (H) dan Oksigen (O) dengan rumus Cn(H2On).
Karbohidrat adalah senyawa karbon yanh mengandnung gugus hidroksil
dalam jumlah banyak. Karbohidrat paling sederhana mengandung gugus
aldehid (polihidroksil aldehida) atau keton (polihidroksil eton).
Karbohidrat tersebar luas dialam, baik dalam jaringan tumbuh – tumbuhan
maupun jaringan hewan (Poedjiadi, 1994).
Menurut Poedjiadi (1994), fungsi utama dari Karbohidrat antara
lain :
a. Sumber energy utama atau bahan bakar bagi makhluk hidup.
b. Untuk keseimbangan asam basa
c. Sebagai bahan penyedia pembentuk protein dan lemak atau penyusus
struktur sel.
Menurut Winarno (2004), menurut strukturnya Karbohidrat
digolongkan menjadi :
a. Monosakarida
Monosakarida atau gula sederhana merupakan golongan
Karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk yang lebih
sederhana lagi.
b. Oligosakarida
Merupakan golongan karbohidrat yang mengandung paling
sedikit sampai 8 (delapan) satuan monosakarida yang saling
berhubungan.

1
c. Polisakrida
Karbohidrat yang menghasilkan lebih dari delapan molekul
monosakarida pada hidrolisis.
Gula merupakan istilah umum yang diartikan sebagai karbohidrat
ysng digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industry pangan biasanya
diartikan sebagai sukrosa, yaitu guka yang diperoleh dari tebu atau bit.
Gula pasir atau gula sukrosa merupakan jenis gula yang sering digunakan
dalam industry minuman, karena memiliki tingkat kemanisan yang cukup
tinggi (Buckle et al, 1987).
Sukrosa dengan rumus empiris C12H22O11 merupakan salah satu
karbohidrat dengan golongan sakarida yang merupakan polimer dari
monosakrida. Sukrosa terdiri dari dua molekul monosakarida yaitu glukosa
dan fruktosa. Ikatan yang mengikat dua molekul monosakarida disebut
ikatan glikosidik. Ikatan ini terjadi antara atom C nomor 1 dengan atom C
nomor 4 atau dengan melepaskan 1 molekul air (Girindra, 1991).
Menurut Wiratakusumah (1981), gula dalah suatu karbohidrat
sederhana karena dapat larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk
diubah menjadi energi. Secara umum, gula dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Monosakarida
Sesuai dengan namanya yaitu mono yang berarti satu, golongan
ini terbentuk dari satu molekul gula. Yang termasuk monosakrida
adalah glukosa, fruktosa dan galaktosa.
b. Disakarida
Disakarida terbentuk dari dua molekul gula. Yang termasuk
disakarida adalah sukrosa (gabungan glukosa dan fruktosa), laktosa
(gabungan dari glukosa dan galaktosa) dan maltosa (gabungan dari dua
glukosa).
Penentuan sukrosa dalam gula pasir dapat dilakukan dengan
mengukur indeks bias dari gula pasir. Pengukuran indeks bias suatu zat
dapat dilakukan dengan menggunkan alat yang dinamakan Refraktometer.

2
Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar atau
konsentrasi bahan terlarut, musalnya gula, garam, protein dan
sebagainya.Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernest Abbe serorang
ilmuwan dari Jerman pada permulaan abad 20 (Anonim, 2012).
Pengukuran refraktometri didasarkan atas prinsip bahwa cahaya
yang masuk melalui prisma. Cahaya hanya bisa melewati bidang batas
antara cairan dan prisma kerja dengan suatu sudut yang terletak dalam
batas-batas tertentu yang ditentukan oleh sudut batas antara cairan dan alas
(Tim Laboratorium Kimia Fisika, 2013).

III. Alat dan Bahan


A. Alat
Adapun alat – alat yang digunakan dalam praktikum ini antara
lain :
1. Hand refraktometer
2. Gelas beaker
3. Pipet tetes
4. Batang pengaduk
B. Bahan
Adapun bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini
antara lain :
1. Akuadest
2. Sampel (beberapa gula pasir pasaran)

IV. Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini antara lain :
1. Sampel gula pasir ditimbang sebanyak 2 gram kemudian larutkan
dalam 20 mL akuadest.
2. Selanjutnya indeks refraktifnya diukur dengan menggunakan Hand
Refraktometer.

3
V. Hasil Percobaan
Adapun hasil yang didapatkan dari percobaan kali ini adalah
sebagai berikut :
No. Jenis Sampel Indeks Refraktif
0
1 Sampel A Indeks bias : 1055 brix : 75
0
2 Sampel B Indeks bias : 1057 brix : 76

VI. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum diatas, maka diperoleh pembahasan
sebagai berikut :
Pada praktikum kali ini tentang analisis karbohidrat yaitu umtuk
menentukan kadar sukrosa (kemurnian) dalam gula pasir secara
refraktometri, alat – alat yang digunakan adalah Hand refraktometer, gelas
beaker, pipet tetes dan batang pengaduk. Sedangkan bahan – bahan yang
digunakan antara lain, akuadest dan beberapa sampel gula pasir pasaran.
Analisis karbohidrat secara refraktometri merupakan salah satu
metode analisis karbohidrat secara kuantitatif. Prinsip analisis secara
refraktometri yaitu berdasarkan indeks bias dari suatu zat. Indeks bias
suatu zat adalah perbandingan cepat rambat cahaya dalam zqt tersebut (v),
atau perbandingan sinus sudut dating terhadap sinus sudut bias. Harga
indeks bias suatu zat dapat berubah – ubah tergantung pada panjang
gelombang cahaya atau suhu (Achmad, 2001).
Menurut Achmad (2001), pengukuran indeks bias suatu zat,
misalnya seperti gula dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang
dinamakan Hand refraktometer. Langka – langka kerja dalam praktikum
kali ini yaitu awalnya sampel gula pasir ditimbang sebanyak 2 gram
kemudian dilarutkan dalam 20 mL akuadest.
Menurut Harjadi (1990), reaksi kimia yang terjadi antara akuadest
dengan sampel gula pasir ialah :
H2O + C12H22O11 Larutan Gula

4
Gula pasir biasa disebut juga sukrosa karena keduanya memiliki
rumus molekul yang sama, yaitu gabungan antara rumus glukosa dan
fruktosa. Keduanya juga memiliki rumus struktur yang sama, yaitu seperti
gambar dibawah ini :

CH2OH
O H CH2OH
H
O H
OH H
O H HO
CH2OH
H OH
OH H
Gambar 1 Rumus Struktur Gula atau Sukrosa (Harjadi, 1990).

Langka selanjutnya yaitu larutan gula yang telah dibuat, diukur


indeks refraktifnya dengan menggunakan alat Hand refraktometer. Cara
kerjanya adalah sebagai berikut :
1. Hand refraktometer dibersihkan terlebih dahulu dengan tissue ke arah
bawah.
2. Refraktometer ditetesi dengan akuadest atau laritan NaCl 5% pada
bagian prisma dan day light plate.
3. Refraktometer di lap dari sisa akuadest atau larutan NaCl yang telah
diteteskan.
4. Sampel larutan gula diteteskan pada prisma sebanyak 1-2 tetes
5. Selanjutnya skala dilihat di tempat yang bercahaya dan dibaca
skalanya.
Pada praktikum analisis kadar sukrosa dalam beberapa gula pasir
secara refraktometri, percobaan dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan
hasil indeks refraktif sampel larutan gula percobaan pertama adalah,
indeks bias 1055 dan 0brix 75. Sedangkan percobaan kedua adalah indeks
bias sampel adalah 1057 dan 0brix 76.

5
Berdasarkan kedua hasil percobaan di atas menunjukkan bahwa
kandungan atau kadar sukrosa yang terkandung dalam sampel gula pasir
tidak berbeda jauh. Dengan demikian hasil ini sesuai dengan literatur atau
teori yang ada.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diperoleh maka
dapat disimpulkan bahwa : Penentuan kadar sukrosa yang terkandung
dalam sampel gula pasar yaitu secara refraktometer yaitu dilakukan
berdasarkan indeks bias dari larutan gula pasir. Pengukuran indeks bias ini
dilakukan dengan menggunkan alat yang dinamakan Hand Refraktometer
dan diperoleh hasil indesk refraktif sampel gula pada percobaan pertama
adalah indeks bias 1055 dan 0brix 75 sedangkan percobaan kedua adalah
indeks bias 1057 dan 0brix 76.

VIII. Catatan Khusus


Dari percobaan yang telah dilakukan, praktikan memberikan
catatan khusus praktikum kali ini yaitu :
1. Praktikan mengharapkan praktikum yang lebih rapih dan tertip agar
praktikan lebih fokus dalam melakukan praktikum.
2. Praktikan mengharapkan pentingnya pengawasan dari dosen
pembimbing praktikum, agar tidak terjadi kecelakaan pada saat
praktikum.

6
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H. 2001. Elektrokimia dan Kinatik Kimia. Citra Aditya Bakti : Bandung.

Anonym. 2010 Refraktometri (Online). http://www.Scribd.com, diakses tanggal 16


April 2017.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wootton. 1987. Food Science
dalam Ilmu. Universitas Indonesia : Jakarta.

Harjadi, W. 2990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia : Jakarta.

Winarno, F.O. 2004 Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Wiratakusumah, M.A. 1981. Teknologi Lepas Panen. PT. Sastra Hudaya : Jakarta.

Tim Laboratorium Kimia Fisika. 2013. Penuntun Praktikum Kimia Fisika II.
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana.

7
PERCOBAAN II
ANALISIS KADAR VITAMIN C

I. Tujuan percobaan
Menentukan kadar vitamin C sampel dengan metode Jacobs.

II. Dasar teori


Vitamin adalah molekul-molekul organic kecil dalam makanan
yang tidak dapat disintesis oleh manusia atau disintesis pada laju yang
kurang daripada yang diperlukan. vitamin adalah senyawa-senyawa
organic tertentu yang diperlukan dalam jumlah kecil dalam diet seseorang
tetapi esensial untuk reaksi metabolisme dalam sel dan penting untuk
melangsungkan pertumbuhan normal serta memelihara kesehatan
(Hardjasasmita, 2006).
Menurut Poedjiadi (1994), vitamin dapat digolongkan menjadi 2
bagian, yaitu :
1. Vitamin yang larut dalam lemak (alosterin) dan dapat disimpan dalam
tubuh. Contohnya vitamin A, D, E, dan K.
2. Vitamin yang tidak larut dalam air; bersifat larut dalam air, tidak di
simpan dalam tubuh, meliputi : Vitamin C dan Vitamin B kompleks.
Vitamin C adalah vitamin yang tergolong vitamin yang larut dalam
air. Sumber vitamin C sebagian besar tergolong dari sayur-sayuran dan
buah–buahan terutama buah-buahan segar. Asupan rata-rata sehari sekitar
30-100 mg vitamin C yang dianjurkan untuk orang dewasa. Namun
terdapat variasi kebutuhan individu yang berbeda (Sastrahamidjojo, 2005).
Asam askorbat (Vitamin C) adalah turunan heksosa dan
diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan
monosakarida. Vitamin C dapat disintesis daro D-glukosa dan D-
galaktosa, tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar hewan. Vitamin C
terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-asam dehidro askorbat (bentuk
tereduksi) dan L-asam askorbat (bentuk teroksidasi). Oksidasi bolak-balik

8
L-asam askorbat menjadi asam dehidro askorbat terjadi apabila
bersentuhan dengan tembaga, panas, atau alkali (Akhilender, 2003).
Vitamin C dalam bentuk murni merupakan Kristal putih tidak
berwarna, tidak berbau dan mencapai pada suhu 190-192oc. Senyawa ini
bersifat reduktor dan mempunyai rasa asam. Asam askorbat atau vitamin C
memainkan peranan yang sangat penting sebagai koenzim dan pendonor
electron dalam reaksi organik enzimatik dioksigenase seperti hidroksilasi
pada karnitina, EGF, atau mono dan di-oksigenase pada berbagai
neutransmiler dan sintesis hormon, peptide, noradrenalin, kolesterol dan
asamamino demetilasi histon dan asam nukleat ; dealkilasi oksidatif DNA.
Vitamin C meningkatkan kualitas asam suksinat, asam mualat dan gliserol
3-fosfat didalam mitokondria ; homeostasis gaya gerak proton,
deglikanasi senyawa proteoglikan, menangkap ros berlebihan sehingga
menurukan stress oksidatif (Sudarma, 2011).
Vitamin C atau asam askorbat dibutuhkan untuk tubuh manusia,
walaupun dalam jumlah yang sedikit. Asam askorbat dapat dipenuhi
manusia melalui makanan karena tubuh manusia tidak dapat
mensintesisnya. Vitamin C banyak terdapat dalam buah-buahan maupun
sayur-sayuran. Buah jeruk, tomat, kiwi, mangga, melon, straubery,
mengandung vitamin C dengan kadar yang berbeda-beda. Salah satu buah
yang mengandung banyak vitamin C adalah buah “aserola” yang memiliki
3.800 mg vitamin C dalam setiap 8 ons cairan buah itu (Almaster, 2001).
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh. Pertama
fungsi vitamin C adalah sebagai sintesis kolagen. karena vitamin C
mempunyai kaitan yang sangat erat dalam pembentukan kolagen. Karena
vitamin C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisin menjadi
hidroksiprolin yang merupakan bahan peting dalam pembentukan kolagen.
Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integrasi
struktur sel dari semua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks,
tulang, membrane kapiler, kulit dan tendon. Dengan demikian maka fungsi
vitamin C dalam kehidupan sehari-hari berperan dalam penyembuhan

9
luka, patah tulang, perdarahan di bawah kulit dan perdarahan gusi. Asam
askorbat penting untuk mengaktifkan enzim proli hidroksilase, yang
menunjang tahap hidroksilasi dalam pembentukan hidroksipolin, suatu
unsure integral kolagen. Tanpa asam askorbat maka serabut kolagen yang
terbentuk disemua jaringan tubuh menjadi cacat dan lemah. Oleh sebab
itu, vitamin ini penting untuk pertumbuhan dan kekurangan serabut di
jaringan subkutan, kartilago,tulang dan gigi (Gayton, 2007).
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin C pada
suatu bahan pangan yaitu metode titrasi dan spektrofotometri. Namun pada
praktikum kali ini digunakan metode titrasi iodine. Metode titrasi iodine
adalah metode yang paling banyak digunakan karena murah, sederhana,
dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. Titrasi ini
menggunakan iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan
memakai amilum sebagai indikatornya (Khomsan, 2010).

III. Alat dan bahan


1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara
lain :
a. Burret
b. Statif
c. Erlemeyer
d. Beaker glass
e. Kertas saring
f. Batang pengaduk
g. Gelas ukur
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain:
a. Indikator amilum 1%
b. Larutan Iodin 0,01N

10
c. Minuman kemasan yang mengandung vitamin C (You C 1000,
Floridina, Nutrisari, Buavita jambu, Sirup ABC jambu)

IV. Prosedur kerja


Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini antra lain :
1. Disiapkan sampel minuman kemasan sari buah. Apabila sampel keruh
atau beberapa suspense disaring dengan menggunakan kertas saring.
Filtrat yang bening disiapkan.
2. Filtrat sebanyak 10 ml diambil dan dimasukkan ke dalam erlemeyer
125 ml, ditambahkan 2 ml indikator amilum dan aquadest 20 ml.
3. Sampel dititrasi dengan larutan standard iodium 0,01 N sampai
terbentuk warna biru. Titrasi dilakukan secara duplo.
4. Titrasi yang sama dilakukan untuk filtrate yang dipanaskan.

V. Hasil pengamatan
Dari uji praktikum didapatkan hasil sebagai berikut :
NO. SAMPEL Volume I2 yang digunakan dalam
titrasi
1. You C 1.000 50 ml (Tidak terbentuk warna biru)
2. Floridina 50 ml (Tidak terbentuk warna biru)
3. Nutrisari 50 ml (Tidak terbentuk warna biru)
4. Buavita Jambu 50 ml (Tidak terbentuk warna biru)
5. Sirup ABC jeruk 50 ml (Tidak terbentuk warna biru)

VI. Pembahasan
Vitamin C adalah nutrient dan vitamin yang larut dalam air dan
penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin C juga
dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat.
Vitamin C termasuk dalam golongan antioksidan karena sangat mudah
teroksidasi oleh panas, cahaya dan logam. Vitamin C dapat ditemukan
pada sayuran dan buah-buahan. Kelebihan vitamin C akan dikeluarkan
melalui urin sedangkan kekurangan vitamin C akan menyebabkan

11
penyakit sariawan atau askorbut dengan gejala perdarahan disekitar gusi,
gigi, usus, menurunnya jumlah sel darah merah dan keruakan sumsum.
Pada percobaan praktikum ini dilakukan penentuan kadar vitamin
C dengan metode Jacobs terhadap beberapa sampel minuman kemasan
yang di perdagangkan di Supermarket. Dari uji praktikum didapatkan hasil
volume titrasi I2 pada penentuan kadar vitamin C dalam minuman
kemasan adalah You C 1.000 (50 ml), Floridina (50 ml), Nutrisari (50 ml),
Buavita jambu (50 ml) dan sirup ABC jeruk (50 ml).
Penentuan kadar vitamin C dalam minuman kemasan dalam
praktikum ini dilakukan dengan titrasi. Jenis titrasi yang digunakan dalam
praktikum ini adalah metode Jacobs (Iodometri). Titrasi iodometri adalah
titrasi langsung dimana oksidatir yang dianalisis kemudian direaksikan
denganion idida berlebihan dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya
iodium dibebaskan secara kuantitatif dan titrasi dengan larutan standar
atau asam. Titrasi iodometri termasuk golongan titrasi redoks yang
mengacu pada trnafer elektron. Titrasi iodometri dapat dibedakan menjadi
titrasi langsung dan titrasi tidak langsung. Titrasi langsung merupakan
titrasi yang menggunakan alat sebagai titrat atau titran. Sementara itu pada
titrasi tidak langsung, alat tidak langsung terlibat dalam tahapan titrasi
(Nursetia, 2012).
Proses pengujian untuk sampel minuman kemasan jeruk atau
jambu dilakukan dengan cara menyaring sampel kemudian dipipet
sebanyak 10 ml bagian filtratnya kemudian ditambahkan 2 ml indikator
amilum 1% dan aquadest sebanyak 20 ml. Sampel kemudian dititrasi
dengan larutan iodium 0,01 N sampai terbentuk warna biru.
Reaksi yang terjadi saat pengujian adalah sebagai berikut :
Sampel minuman kemasan + Aquadest + Indikator amilum 1%
menghasilakan warna larutan tetap kuning (Belum terjadi reaksi).
dilanjutkan dengan titrasi larutan Iodiumm 0,01 N = sampel tetap
berwarna kuning (tidak terjadi reaksi dan perubahan warna).

12
Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa hasil yang
dapatkan tidak sesuai dan tidak terlepas aleh adanya berbagai kesalahan
yang mungkin terjadi. Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi antara
lain kurang akurat yang dipengaruhi oleh adanya kesalahan oksigen.
Adanya oksigen diudara dapat menyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi
karena mengoksidasi ion iodide menjadi iodine. Selain itu pH yang tinggi
dapat menyebabkan bereaksi iodine dengan air sehingga menyebabkan
penggunaan larutan tiosulfat menjadi menurun. Kesalahan yang dapat
terjadi saat praktikum adalah kurang teliti dalam pembacaan burett
sehingga mempengaruhi volume terpakai untuk mentitrasi tersebut.
Beberapa sumber kesalahan dalam titrasi iodometri atau iodimetri
lainnya antara lain :
a. Iodium mudah menguap
b. Dalam suasana asam, iodide akan dioksidasi oleh oksigen dari udara
4I- + O2 + 4H+ 2I2 + 2H2O
Larutan iodium dalam air yang mengandung iodide yang berwarna
kuning sampai jingga. Indikator kanji dengan iodium yang mengandung
akan senyawa akan senyawa kompleks yang berwarna biru. Adapun
beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan indicator kanji,
yaitu :
a. Kanji tidak larut dalam air
b. Suspensi kanji tidak stabil (mudah rusak)
c. Senyawa kompleks iodium dengan kanji keadaannya stabil (tidak
reversinbel) jika konsentrasi I2 nya tinggi (pekat).
Proses ekstraksi dan titrasi dalam pengajuan vitamin C harus
dilakukan dengan cepat karena untuk mencegah oksidasi vitamin C.
Vitamin C mempunyai karakteristik mudah rusak tau mudah teroksidasi
karena panas, cahaya, suhu, logam, atau enzim askorbat oksidasi
menyebabkan proses ekstraksi dan titrasi harus dilakukan dengan cepat
dengan proses cepat maka dapat meminimalisir kerusakan vitamin C dan

13
mencegah oksidasi vitamin C karena dapat meminimalisir kontak dengan
oksigen sehingga tidak mempengaruhi hasil yang didapatkan.

VII. Kesimpulan
Dari hasil uji praktikum penentuan kadar vitamin C pada sampel
minuman kemasan dengan metode Jacobs dapat disimpulkan volume
titrasi sangat besar yaitu sebanyak 50 ml larutan iodium dan pada
praktikum ini tidak terjadi reaksi perubahan warna dari kuning menjadi
warna biru tua setelah titrasi selesai dilakukan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Akhilender. 2003. Dasar-dasar Biokimia I. Erlangga : Jakarta.


Almaster.S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia: Jakarta.
Guyton, A.C. 2007. Biokimia Untuk Pertanian. USU Press : Medan.
Khomsan, Ali. 2010. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. PT Rajagrafindo Persada
: Jakarta.

Nursetia, Desi. 2012. Penentuan Vitamin C Metode Iodometri. (Online).


http://dechicesia.blogspot.co.id/2015/05/penentuan-vitamin-C-metode-
iodometri.html,diakses tanggal 24 April 2017.

Sastrohamidjojo. Hardjono. 2005. Kimia Dasar. UGM Press : Yogyakarta.


Zahro, NUrus. 2013. Analisa Mutu Pangan dan Pertanian. (Online).
http://nuruzahro.blogspot.co.id/2013/10/laporan-analisis-vitamin-C.html,
diakses tanggal 24 April 2017.

15
PERCOBAAN III
IDENTIFIKASI BORAKS

I. Tujuan Percobaan
Melakukan identifikasi Boraks dalam sampel Bakso.
II. Dasar Teori
Beberapa bahan tambahan makanan mempunyai pengaruh yang
kurang baik terhadap manusia, karena itu pemerintah (departemen
Kesehatan) telah mengatur atau menetapkan jenis jenis bahan tambahan.
Salah satu bahan tambahan. Makanan yang dilarang digunakan makanan
adlah asam boraks ndan garamnya natrium tetra boraks (boraks). Boraks
merupakan bahan beracun dan bahan berbahaya bagi manusia karena bisa
menimbulkan efek racun, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan
formalin (Cayadi, 2006).
Boraks merupakan senyawa kimia berbahaya untuk pangan dengan
nama kimia natrium tetrabonat (NaB4O7.10H2O). dapat dijumpai dalam
bentuk padat dan jika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan
asam borat (H3B3). Boraks atau asam borat biasanya digunakan sebagai
bahan pembuat deterjen, bersifat antiseptik dan mengurangi kesadahan air.
Bahan berbahaya ini berbahaya jika digunakan untuk makanan (Winarno,
1994).
Asam boraks merupakan asam asam lemak dengan garam alkalinya
bersifat basa, berbentuk serbuk halus kristal transparan tidak berwarna dan
tak berbau serta agak manis. Boraks bercun terhadap semua sel, bila
tertelan boraks dapat mengakibatkan efek pada sususan saraf, ginjal, dan
hati (Hamdani, 2012).
Boraks memiliki kemampuan yang sangat baik dalam
mengawetkan makanan, meskipun daya awetnya sangat luar biasa,
senyawa ini dilarang digunakan pada makanan karena berbahaya untuk
kesehatan manusia. Bahaya yang ditimbulkan

16
Akibatnya dari penggunaan adalah mual, muntah bahkan dapat
menyebabkan kanker. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang bersifat
karsiogenik bagi tubuh manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan uji
boraks pada berbagai produk pangan seperti bakso (Hamdani, 2012).
Menurut SNI 01-3818-1995 (1995), bakso sebagai salah satu
produk industri pangan, memiliki standart mutu bakso menurut standart
Nasional Indonesia dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
No K Satuan Persyarata
riteria n
Uji
1. Bau - Normal
Daging
2. R - Gurih
asa
3. W - Normal
arna
4. T - Kenyal
ekstur
5. B % b/b Tidak Ada
oraks
6. F % b/b Tidak Ada
ormalin

Menurut vogel (1983), untuk menguji ada atau tidaknya asam


boraks pada makanan dapat menggunakan uji nyala api. Dengan uji ini
makanan yang mengandung asam boraks akan menghasilkan nyala api
yang berwarna hijau. Asam boraks akan bereaksi dengan metnol (CH3OH)
dengan adanya asam sulfat (H2SO4) sebagai katalisator, menghasilkan
trimetil boraks {(CH3O)3B}. reaksinya adalah sebagai berikut :
3CH3OH + H3BO4 H2SO4 (CH3O)3B + 3H2O
Meskipun boraks bukan merupakan bahan pengawet makanan,
boraks juga sering digunakan sebagai pengawet makanan. Selain sebagai
pengawet, bahan ini berfungsi pula mengenyalkan makanan. Makanan
yang sering ditambahkan boraks diantaranya adalah bakso, lontong,
kerupuk, dan berbagai makanan tradisional seperti lempeng dan alen alen
(Zulharmita, 1995).

17
Berdasarkan dasar teori diatas maka praktikan akan melakukan
identifikasi boraks pada sampel makanan yaitu bakso.
III. Alat Dan Bahan
A. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini, antara
lain :
1. Cawan porselen
2. Mortir
3. Tang krus
4. Sendok
5. Batang pengaduk
6. Neraca analitik
7. Gelar ukur
8. Hot Plate
B. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini,
antara lain :
1. Sampel bakso
2. Larutan H2SO4
3. Metanol p.a

IV. Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini sebagai berikut :
1. Sampel ditimbang sebanyak 5 gr, kemudian sampel diarangkan dengan
menggunakan hot plate.
2. Selanjutnya, sampel yang telah diarangkan digerus hingga halus.
3. Setelah halus, serbuk arang diteteskan dengan larutan H2SO4 pekat
sebanyak 10 tetes dan di tambahkan larutan Etanol sebanyak 2 mL.
4. Kemudian sampel dibakar dan dilihat nyala api, hasil positif ditandai
dengan nyala api berwarna hijau.

18
V. Hasil
Adapun hasil dalam praktikum kali ini sebagai berikut :
a. Uji nyala
No Sampel Hasil Pengamatan
1. Sampel (A&B) Negatif (-) bakso tidak mengandung boraks
2. Sampel (C) Negatif (-) bakso tidak mengandung boraks

b. Uji menggunakan kunyit


No Sampel Hasil Pengamatan
1. Sampel (A&B) Negatif (-) bakso tidak mengandung
boraks
2. Sampel (C) Negatif (-) bakso tidak mengandung
boraks

VI. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, maka dapat diproleh
pembahasan sebagai berikut :
Boraks merupakan senyawa kimia berbahaya untuk pangan dengan
nama kimia natrium tetrabonat (NaB4O7.10H2O). dapat dijumpai dalam
bentuk padat dan jika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan
asam borat (H3BO3) (Syah, 2005). Menurut Anderwood (1996), rumus
struktur boraks atau natrium tetraboraks adalah sebagai berikut.
O O O O O

B B B B

O- O-
Na+ Na+

Efek boraks pada makanan dapat memperbaiki struktur dan


tekstrur makanan. Contohnya seperti boraks diberikan pada bakso akan
membuat bakso tersebut sangat kenyal dan tahan lama, tetapi makanan
yang telah diberi boraks dengan yang masih alami, sulit untuk dibedakan

19
jika hanya dengan panca indra, namun harus dilakukan uji khusus boraks
di laboratorium (Depkes, 1973).
Pada praktikum identifikasi boraks pada bakso, sampel bakso yang
digunakan adalah sebanyak 2 sampel. Sampel A dan B merupakan bakso
dari perumnas 3, sedangkan pada sampel C di dapatkan dari merauke.
Pada praktikum kali ini identifikasi pertama menggunakan uji nyala dan
uji kedua menngunakan kunyit. Pada uji nyala, awalnya sampel di
arangkan kemudian dihaluskan, lalu diteteskan 10 tetes H2SO4 pekat dan
larutan metanol sebanyak 2 mL dan kemudian di bakar. Hasil positif
menunjukan warna nyala api berwarna hijau.
Menurut vogel (1985), untuk menguji adanya asam borat pada
makanan dapat menggunakan uji nyala api. Makanan yang mengandung
asam boraks akan menghasilkan nyala api berwarna hijau. Hal ini terjadi
karena asam borat akan bereaksi dengan metanol dengan adanya asam
sulfat sebagai katalisator, menghasilkan trimetil boraks {(CH3O)3B}.
reaksinya adalah sebagai berikut :
3CH3OH + H3BO3 H2SO4 (CH3O)3B + 3H2O
Namun pada uji nyala ini diperoleh nyala api berwarna orange
kemerahan atau warna api pada umumnya ini menunjukan bahwa sampel
bakso tidak mengandung boraks. Pada uji menggunakan kunyit, yaitu
awalnya tusuk gigi ditancapkan pada kunyit dan dibiarkan selama 1 menit,
kemudian tusuk gigi tersebut di cabut dan ditancapkan pada sampel bakso
selama 1 menit. Asil yang diperoleh yaitu negatif (-) / bakso tidak
mengandung boraks. Menurut vogel (1985), pada uji boraks menggunakan
kunyit, hasil positif akan ditunjukan dengan warna benda (dalam hal ini
tusuk gigi) akan berubah warna dari coklat menjadi warna merah.
Menurut peraturan Mentri Kesehatan RI No. 722/Menkes/IX
(1998), asam boraks dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis
tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan,
karena asam boraks dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang
mempunyai sifat karsiogenik (Balai Besar POM, 2007).

20
Karakteristik boraks antara lain : warna putih bersih, berkilat seprti
kaca, kristal transparan tertembus cahaya, sistem labiur adalah monoklin,
perpecahan sempurna di satu arah, warna lapis putih dan karakteristik yang
lain adalah suatu rasa manis yang bersifat alkali (Cahyadi, 2006).
Penggunaan boraks pada bahan makanan sudah sangat sering dilakukan di
Indonesia oleh karena itu pemerintah melalui instansi-instansi terkait
seperti dinas kesehatan, BPPOM dan kepolisian telah melakukan tindakan
tindakan stategis untuk melundungi masyarakat dari dampak penggunaan
bahan pengawet berbahaya ini.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diperoleh maka
dapat disimpulkan bahwa : Pada praktikum identifikasi boraks dalam
sampel bakso, ui yang digunakan adalah uji nyala dan uji menggunakan
kunyit. Sampel yang digunakan sebanyak 2 sampel (sampel A dan B
(bakso perumnas 3) dan sampel C (bakso merauke) dan diperoleh hasil
bakso tidak mengandung boraks untuk kedua test uji tersebut.

VIII. Catatan Khusus Dari Praktikum


Adapun catatan khusus dari praktikan yaitu : Praktikan
mengharapkan pada penelitian boraks pada sampel makanan, hendaknya
sampel yang diteliti diperbanyak dalam hal jumlah sampelnya sehingga
praktikan maupun semua pihak yang melakukan penelitian/pemeriksaan
boraks pada sampel makanan dapat mengatahui sejauh mana penggunaan
zat berbahaya boraks pada makanan di daerah jayapura ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar POM. 2007. Intruksi Kerja : Identifikasi Boraks Dalam Makanan :
Medan.

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.


Penerbit Bumi aksara : Jakarta.

Depkes 41/MA/93. 1993. Identifikasi Boraks Dalam Makanan Dalam : metode


Analisis. Pusat Pemeriksaan Obat Dan Makanan. Depkes RI : Jakarta.

Hamdani. 2012. Boraks. Erlangga : Jakarta.

SNI 01-3818-1995. 1995. Persyaratan Mutu Bangsa Badan Standarisasi Nasional


Indonesia : Jakarta.

Syah. 2005. Uji kandungan Boraks dan Formalin. (online) http//:www.sribd.com,


diakses tanggal 28 April 2017.

Underwood. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi kelima. Erlangga : Jakarta.

Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif makro dan Semimikro. PT
kalanan Media Pustaka : Jakarta.

Winarno, F.G dan Rahayu TS. 1984. Bahan Tambahan untuk Makanan Dan
Kontamian. Pustaka Sinar Harapan : Jakarta.

Zulharmita, A. 1995. Kandungan Boraks Pada Makanan jenis Mie Yang Beredar
dikotamadya. Cermin Dunia Kedokteran Padang Universitas Mudalas :
Padang.

22
PERCOBAAN IV
IDENTIFIKASI FORMALIN

I. Tujuan Praktikum
Melakukan identifaksi formalin dalam sampel mie basah.

II. Dasar Teori


Penggunaan BTP (Bahan Tambahan Pangan) dapat
mempertahankan kualitas daya simpan, sehingga penggunaan bahan
tambahan pangan masih tinggi. Salah satunya adalah penggunaan bahan
tambahan masih tinggi. Salah satunya adalah penggunaan bahan tambahan
pangan yang dilarang, yakni penggunaan formalin. Formalin merupakan
bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Penggunaan
formalin pada makanan tidak diperbolehkan karena akan berdampak pada
kesehatan masyarakat. Formalin adalag bahan kimia yang kegunaannya
sebagai pengawet mayat dan organ-organ molekul hidup, pembunuh hama,
bahan desinfektan dalam industry plastic dan busa, serta untuk sterilisasi
ruangan (Poma, 2013).
Formalin adalah bahan kimia pucat dari 37-50 % larutan terlarut
formaldehida (CH2O) dalam air. Zat ini mudah terbakar, sangat relative
dengan banyak zat dan mudah mengalami polimerisasi, gas tidak berwarna
pada suhu dan tekanan normal. Diudara formalin mudah rusak oleh sina
matahari, dengan waktu paruh sekitar 30-50 menit (WHO,1999). Tapi
dalam bentuk cair, itu stabil dari waktu ke waktu, paparan melalui
pernafasan menyebabkan formalin cepat berdifusi kedalam banyak
jaringan, termasuk otak, testis dan hati. Formaldehida cepat diserap dari
saluran pencernaan dan dari saluran pernafasan yang membuatnya menjadi
bahan kimia berbahaya untuk digunakan sebagai pengawet (Mamun,
2004).
Pemakaian formalin pada bahan makanan dapat menyebabkan
keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbul Antara lain sukar
menelan, sakit perut akut disertai munth-muntah, mencret berdarah, timbul

23
depresi susnan saraf dan gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin
pada dosis tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang),
haematuri (kencing darah), dan haemotomesis (muntah darah) yang
berakhir dengan kematian dalam waktu 3 jam (Winarno dan Rahayu,
1994).
Penggunaan formalin sebagai pengawet bahan pangan telah
dilarang oleh pemerintah Indonesia, namun masih ada pihak-pihak tertentu
yang melanggarnya demi kepentingan pribadi. Oleh karena itu perlu
dilakukan analisis rutin terhadap bahan-bahan pangan yang rentan diberi
formalin untuk menjaga kualitas bahan pangan yang beredar di masyarakat
(Suryahadi, 2010).
Bahan pangan yang biasa ditambah formalin adalah mie basah.
Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahp
pemotongan dan sebelum dipanaskan. Kadar air mencapai 52% sehingga
daya tahan simpannya relative singkat yaitu 40 jam dalam suhu kamar
(Astwan, 1999).
Mie basah yang baik adalah mie yang secara kimiawi mempunyai
nilai kimia yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh
Departemen Perindustrian melalui S11 2046.90 (Astwan, 1999).
Zat Gizi Mie Basah Zat Gizi Mie Basah
Energi (kal) 86 Besi 0,8
Protein (g) 0,6 Vitamin A -
Lemak (g) 3,3 Vitamin B (mg) -
Karbohidrat(g) 14 Vitamin C (mg) -
Kalsium (mg) 13 Air (mg) 80
(Komposisi gizi mie basah per 100 gram bahan).
Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid
bereaksi dengan protwin sehingga membentuk rangkaian-rangkaian Antara
protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut protein mengeras dan
tidak dapat larut (Herdiantini, 2003).

24
III. Alat dan Bahan
A. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum, antara lain:
1) Tabung reaksi
2) Pipet tetes
3) Kertas saring
4) Corong
5) Batang pengaduk
6) Sendok
7) Gelas ukur
8) Rak tabung reaksi
9) Neraca analitik
10) Cawan porselin
B. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum, antara
lain :
1) Sampel mie basah
2) Larutan KMnO4 0.1 N
3) Aquadest

IV. Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini, sebagai berikut :
1) Tabung reaksi A diisi dengan aquadest sebanyak 2ml
2) Ditambahkan 10 tetes KMnO4 0.1 N kemudian dihomogenkan dengan
batang pengaduk
3) Tabung reaksi B diisi dengan aquadest sebanyak 10 ml, kemudaian
sampel dimasukan sebanyak 2,5 gram lalu dihomogenkan dengan
pengaduk
4) Disaring dengan kertas saring untuk diambil filtratnya, Filtrat A
dimasukkan kedalam tabung A

25
5) Tunguu sampao 20 menit, jika warna merah jambu pudar, maka
menunjukan sampel tersenut mengandung formalin

V. Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan dalam praktikum kali ini, sebagai
berikut:
SAMPEL HASIL PENGAMATAN
Sampel A (Kel.1) NEGATIF (-)
Sampel B (Kel.2) NEGATIF (-)
Sampel C (Kel.4,5,3) POSITIF (+)
 Keterangan :
Sampel Mie :
A : Pasar Yotefa
B : Pasar Pasi Klufkamp
C : Pasar Sentani
 Interpretasi Hasil :
Positif (+) : Warna Merah Jambu Pudar

VI. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian formalin yang
bertujuan untuk mengidentifikasi formalin pada sampel. Pada pengujian
analisa formalin pada makanan digunakan sampel mie basah yang diambil
pada beberapa lokasi yang berbeda yaitu pada pasar yotefa, pasar pagi
klofkamp dan pasar sentani. Sampel diuji dengan menggunakan larutan
KMnO4.
Pada pengujian kali ini sampel pertama-tama dicampur dengan
menggunakan aquadest kemudian dihancurkan dan disaring. Semua
sampel diperlakukan sama. Sampel yang telah siap kemudian dimasukkan
kedalam tabung untuk kemudian direaksikan dan ditambahkan dengan
KMnO4 0,1 N dan diamati reaksi yang terjadi. Apabila menunjukan warna
merah jambu pudar, hasil menunjukkan positif mengandung formalin.

26
Pada pengujian sampel A dengan KMnO4 0,1N warna larutan
menjadi warna ungu, hasil tersebut menunjukkan negative mengandung
formalin. Pada sampel B dengan KMnO4 0,1 N warna larutan menjadi
warna ungu, hasl tersebut menunjukkan negative mengandung formalin
dan pada sampel C dengan KMnO4 0,1 N warna larutan setelah dikocok
menjadi warna merah jambu pekat. Jadi dapat disimpulkan dari ke-3
sampel uji yang diambil pada lokasi-lokasi yang berbeda 2 diantaranya
negative mengandung formalin (pasar Yotefa dan pasar Pagi klofkam) dan
1 sampel positif mengandung formalin (lokasi : pasar sentani).
Penggunaan formalin sebagai bahan tambahan pangan biasanya
dipengaruhi oleh diantarnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat
mengenai bahan pengawet dan zat adiktif pada makanan yang sangat
rendah sehingga mereka tidak memperhatikan makanan yang dikonsumsi
dan dibuatnya serta bahaya apa yang dapat ditimbulkannya. Terkadang
nilai gizi yang terkandung dalam makanan pun kurang diperdulikan.
Masyarakat kurang menyadari pentingnya menjaga kesehatan yang salah
satu caranya adalah dengan memperhatikan dan menghindari konsumsi
terhadap makanan-makanan yang mengandung zat-zat adiktif yang
beracun & berlebihan.
Hasil survey dan laboratorium menunjukkan, sejumlah produk
pangan menggunakan formalin sebagai pengawet. Penggunaan formalin
dimaksudkan untuk memperpanjang umur penyimpanan, karena formalin
adalah senyawa antimikroba serbaguna yang dapat membunuh bakteri,
jamur bahkan virus. Selain itu interaksi Antara formaldehid dengan protein
dalam pangan menghasilkan tekstur yang tidak rapuh dalam waktu yang
lama dan untuk beberapa produk tahu, mie basah,ikan segar memang
dikehendaki oleh konsumen. Formalin dpaat masuk lewat mulut karena
mengkonsumsi makanan yang diberi pengawet formalin. Jika akumulasi
formalin dalam tubuh tinggi, maka bereaksi dengan hampir semua zat di
dalam sel. Ini akibat sifat oksidator formalin terhadap sel hidup.

27
Di dalam tubuh jika terakumulasi dalam jumlah besar, formalin
merupakan bahan beracun dan berbahay bagi kesehatan manusia.
Akumulasi formalin yang tinggi di dalam tubuh akan menyebabkan
berbagai keluhan misalnya lambung dan kulit, muntah, diare serta alergi.
Lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat (EPA) dan ;embaga
internasional untuk penelitian kanker (IARC) menggolongkan formalin
sebagai senyawa yang bersifat karsiogenik. Formalin akan menguraikan
susunan protein atau RNA sebagai pembentuk DNA di dalam tubuh
manusia. Jika susunan DNA kacau maka akan memicu terjadinya sel-sel
kanker pada manusia. Tentunya prosesnya memakan waktu lama, tetapi
cepat atau lambat jika tiap hari tubuh kita mengkonsumsi makanan yang
mengandung formalin maka kemungkinan terjadinya kanker juga sangat
besar.
Untuk meminimalisir terpaparnya formalin kita perlu tau mengenai
makanan serta fisik yng mengandung formalin. Berikut ini beberapa ciri
penggunaan formalin, walaupun tidak terlampau khas untuk mengenali
pangan berformalin, namun dapat membantu membedakan dari pangan
tanpa formalin.
Ciri-ciri mie basah yang mengandung formlalin yaitu :
1. Tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar (25ºc) dan bertahan > 15
hari pada suhu lemari es (10ºc)
2. Bau agak menyengat, bau formalin
3. Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal

VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum identifikasi formalin dapat diambil
kesimpulan bahwa adanya senyawa toksik formalin pada sampel C dan
pada sampel A dan B negative. Positif mengandung formalin pada uji
praktikum bila direaksikan antara sampel dan KMnO4 0,1 N akan timbul
merah jambu pudar. Pada sampel C menunjukkan warna merah jambu
pekat dan sampel A dan B menunjukkan warna tetap ungu.

28
IX. Catatan Khusus Dari Praktikum
Adapun catatan khusus dari praktikan yaitu : Praktikan
mengharapkan pada penelitian formalin pada sampel makanan, hendaknya
sampel yang diteliti diperbanyak dalam hal jumlah sampelnya sehingga
praktikan maupun semua pihak yang melakukan penelitian/pemeriksaan
formalin pada sampel makanan dapat mengatahui sejauh mana
penggunaan zat berbahaya formalin pada makanan di daerah jayapura ini.

29
DAFTAR PUSTAKA

Astwan, M. 1999. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya : Jakarta


Herdiantini, E. 2003. Analis Bahan Tambahan Kimia (Bahan Pengawet dan
Pewarna) yang Dilarang Dalam Makanan. Fakultas Teknik Universitas
WW : Bandung.

Mamun, M. A. A, dkk. 2014. Toxicological Effect of Formalin as Food


Preservstive on Kidney and Liver Tissue in Mice Model. University of
Rajshatil : Rajshatil.

Nahri. 2016. Laporan Praktikum Uji Analisis Formalin Pada Makanan Secara
Modern dan Konvensional. (online).
http:www.academia.edu/26331279/Laporan_Praktikum_Uji_Analisis_For
malin_Pada_Makanan_Secara_Modern_dan_Konvensional. diakses
paada tanggal 02 mei 2016.

Poma, Risna DJ. 2013. Uji Kandungan Formalin Pada Mie Basah Yang Dijual
Dilingkungan Kampus Uneversitas Negri Gorontalo. Universitas Negri
Gorontalo : Gorontalo.

30

Anda mungkin juga menyukai