Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH TOKSIKOLOGI

TANAMAN TOKSIK

DISUSUN OLEH : KELOMPOK IV

ABDURRAHMAN
DENI KAPRIADI
DEVAND AINUR RIZA
DIAN YUSNIA FITRI
HANAPI IRPANSYAH
IIN RIZQI OKTAVIA
IRSAN JAYADI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA TENGGARA BARAT

2019
KATA PENGENTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas izinNya
penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun dengan
maksud meningkatkan pemahaman mahasiswa/i mengenai Tanaman Toksik.

Penulis juga berterima kasih kepada Dosen Pengampu Toksikologi kami ,Bapak
Drh. Candra Dwi A. M.Si dan pihak-pihak yang telah membantu penulis, untuk
menyelesaikan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan sumbangsih
yang berarti dalam pemahaman mahasiswa tentang Tanaman yang mempunyai efek toksik
bagi tubuh.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kritik dari para pembaca sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan dan
perbaikan Makalah ini.

Mataram, 2 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………..i

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….iii

BAB I . PENDAHULUAN

Latar Belakang…………………………………………………………………….1
Tujuan…………………………………………………………………….………..2
Rumusan Masalah………………………………………………………………....2

BAB II. PEMBAHASAN

Tumbuhan Beracun………………………………………………………………..3
Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun…………………………………………..….5
Jenis Tumbuhan Beracun………………………………………………………….7

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan……………………………………………………………….………25
Saran……………………………………………………………………….……..25

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki lebih dari
17.000 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, dan membentang antara garis
95o-145o BT dan 6o LU-11o LS. Indonesia termasuk dalam daftar negara megabiodiversitas.
Pemanfaatan biodiversitas untuk kesejahteraan telah dilakukan secara tradisional, historikal
maupun melalui aplikasi teknologi modern, namun masih banyak potensi hutan yang belum
digali untuk dikembangkan sebagai sumber fitofarmaka (Ohlstein et al, 2000).
Ekosistem alam tropika Indonesia merupakan pabrik alam tercanggih untuk
memproduksi keanekaragaman hutan hasil kayu dan non kayu yang tidak dapat digantikan
fungsi, proses dan kerjanya dengan ekosistem buatan manusia. Sumber daya hutan
mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia, karena hutan dapat menyediakan
berbagai kebutuhan manusia antara lain : kayu sebagai hasil utama (tumbuhan kayu), serta
daun, buah, getah, bahan pewarna, dan bahan baku obat sebagai hasil hutan ikutan (tumbuhan
non-kayu).
Tumbuhan beracun sebagai tumbuhan yang menyebabkan kesehatan normal
terganggu apabila bagian-bagian tertentu darinya digunakan oleh manusia atau hewan yang
dapat menerima dampaknya. Umumnya berbagai bahan kimia yang terkandung pada
tumbuhan mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun walaupun kadarnya sangat rendah.
Keracunan dapat diidentifikasi dari berbagai macam tumbuhan beracun, dan dapat
dikelompokkan menurut senyawa racun. Sejumlah tumbuhan mengandung unsur-unsur yang
unik. Sebagian besar dan berbagai macam kelompok tumbuhan mengandung racun alami
yang belum diketahui atau kerugian yang ditimbulkan. Sebagian tanaman mengandung dua
atau lebih senyawa racun yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Tumbuh-tumbuhan yang ada di alam sangat banyak jenisnya. Dari berbagai jenis
tumbuhan tersebut ada sebagian besarnya dimanfaatkan oleh manusia. Namun ada beberapa
yang jarang bahkan tidak dimanfaatkan oleh manusia karena berbahaya terutama bagi
kesehatan manusia. Keracunan yang ditimbulkan oleh tumbuhan yang mengandung senyawa
kimia beracun, umumnya belum ada penawar. Jadi sebaiknya diusahakan jangan sampai
terpapar racun tumbuhan tumbuhan tersebut.
1.2 Tujuan
2. Memberikan informasi tentang cirri-ciri serta bentuk tanaman yang berbahaya bagi
tubuh karena mengandung racun.
3. Mengetahui gejala yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi tanaman toksik.
4. Mengetahui cara penanggulangan keracunan yang diakibatkan oleh tanaman toksik.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari racun?


2. Apa jenis racun yang terkandung didalam tanaman?
3. Bagaimana gejala yang ditimbulkan akibat keracunan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tumbuhan Beracun
Racun tanaman adalah zat yang dihasilkan sebagai metabolit sekunder yang identik
dengan ekstra seluler racun bakteri dalam sifat mereka. Mereka menunjukkan kedua efek
berguna dan berbahaya pada manusia dan hewan. Mereka tampilkan berbagai efek samping
mulai dari gatal ringan, mual, muntah, untuk efek sampingnya seperti psikosis, kelumpuhan,
teratogenecity, aritmia. Racun dapat masuk ke dalam tubuh baik jika terhirup, tertelan atau
melalui kontak. Tindakan ini didasarkan pada kandungan kimia yang diklasifikasikan ke
dalam alkaloid, glikosida, protein, oksalat, anti vitamin, tanin, stabil eterlapisan dll Mereka
bertindak dengan mengubah mekanisme khusus yang melibatkan enzim, reseptor dan bahkan
genetikmaterial pada sel tertentu dan jaringan. tanaman beracun memiliki biji, akar, daun,
tangkai, buah atau jus manabahkan jumlah yang relatif kecil, diambil baik secara internal
maupun selamanya, dapat menyebabkan cedera pada tubuh manusia. Pada beberapa spesies
konstituen beracun terjadi sepanjang seluruh tanaman. Disisi lain mereka terkonsentrasi di
satu atau lebih dari beberapa bagian (Sekharet al., 2011).
Indonesia tercatat mempunyai lebih dari 50 famili tumbuhan penghasil racun, sedang
sekitar 250 famili lainnya belum diketahui kandungan bahan racunnya. Berdasarkan hasil
penelitian sebagian tumbuhan tersebut, interaksi antara tumbuhan dan serangga yang terjadi
telah menyebabkan sejumlah senyawa kimia metabolit sekunder tumbuhan mempengaruhi
perilaku, perkembangan, dan fisiologis serangga. Dengan strategi penggunaan yang tepat,
metabolit sekunder ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengendali hama
tertentu. Peranan tumbuhan dalam perkembangan pengobatan tradisi telah diakui selain
daripada peranannya seperti sumber makanan, perhiasan, obat dan sebagainya (Hamid dan
Nuryani, 1992).
Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM (2010) menyatakan bahwa banyak
spesies tumbuhan di dunia tidak dapat dimakan karena kandungan racun yang dihasilkannya.
Proses domestikasi atau pembudidayaan secara berangsur-angsur dapat menurunkan kadar
zat racun yang dikandung oleh suatu tanaman sehingga tanaman pangan yang kita konsumsi
mengandung racun dengan kadar yang jauh lebih rendah daripada kerabatnya yang bertipe
liar (wild type). Penurunan kadar senyawa racun pada tanaman yang telah dibudidaya antara
lain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Racun yang dihasilkan oleh
tanaman merupakan salah satu cara untuk melawan predator maka tidak mengherankan bila
tanaman pangan modern jauh lebih rentan terhadap penyakit.
Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM (2010) menyatakan bahwa banyak
spesies tumbuhan di dunia tidak dapat dimakan karena kandungan racun yang dihasilkannya.
Proses domestikasi atau pembudidayaan secara berangsur-angsur dapat menurunkan kadar
zat racun yang dikandung oleh suatu tanaman sehingga tanaman pangan yang kita konsumsi
mengandung racun dengan kadar yang jauh lebih rendah daripada kerabatnya yang bertipe
liar (wild type). Penurunan kadar senyawa racun pada tanaman yang telah dibudidaya antara
lain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Racun yang dihasilkan oleh
tanaman merupakan salah satu cara untuk melawan predator maka tidak mengherankan bila
tanaman pangan modern jauh lebih rentan terhadap penyakit.
Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain
oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh (kelembaban, suhu atau kadar
mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas yang berbeda dari spesies tanaman yang
sama juga mempengaruhi kadar racun dan nutrien yang dikandungnya. Anti nutrisi bisa
terdapat pada tanaman umumnya terjadi karena faktor dalam (faktor intrinsik), yaitu suatu
keadaan pada tanaman yang secara genetik mempunyai atau mampu memproduksi anti
nutrisi dalam jaringan tubuhnya. Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam amino toksik, dan
saponin adalah beberapa contohnya. Faktor lainnya adalah faktor luar (faktor lingkungan),
yaitu suatu keadaan pada tanaman yang secara genetik tidak mengandung unsur anti nutrisi
tetapi diperoleh dari pengaruh luar yang berlebihan atau mendesak (zat yang tidak diinginkan
mungkin masuk dalam jaringan tubuhnya). Contohnya adalah Se yang terdapat secara
berlebihan pada tanaman dan mampu mengakumulasi Se dalam protein, misalnya pada jenis
Astragalus sp., juga unsur radioaktif yang masuk dalam rantai metabolik unsur yang
kemudian terdeposit sebagai unsur-unsur berbahaya

Beberapa ciri tumbuhan beracun sebagai berikut:


1. Memiliki duri yang tajam dihampir semua bagian

2. Memiliki rambut atau bulu yang sangat lebat dibagian daun atau batang

3. Memiliki getah yang berasa pahit

4. Memiliki bunga atau buah yang berwarna kuat atau gelap

5. Beraroma tidak enak atau menyengat dan berasa pahit

6. Daun terlihat utuh tidak ada bekas-bekas serangga-serangga


Sebagian besar racun atau anti nutrisi umumnya diperoleh dari hasil metabolisme
sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua berdasarkan berat molekulnya
yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh pigmen pinol, antosin, alkohol, asam-
asam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida, inositol, asam-asam hidroksi aromatik, glikosida,
fenol, alkaloid, ester, dan eter. Metabolisme sekunder lainnya adalah yang berat molekulnya
tinggi yaitu selulosa, pektin, gum, resin, karet, tannin, dan lignin. Tanaman yang
mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya dengan cara pencucian air
hujan (daun dan kulit), penguapan dari daun (contoh kamfer), ekskresi aksudat pada akar
(contoh alang-alang) dan dekomposisi pada bagian tanaman itu sendiri (Widodo, 2005).

2.2 Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan

Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun, dan kemungkinan dapat disebabkan
oleh senyawa racun yang terkandung di dalam tumbuhan tersebut. Setiap jenis tumbuhan
beracun mengandung zat-zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda, namun ada juga yang
tidak. Sebagian besar dan berbagai macam jenis tumbuhan yang mengandung senyawa racun
bersifat alami belum sepenuhnya diketahui atau belum dimanfaatkan secara mekanis.
Beberapa tumbuhan mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen
kimianya satu dengan yang lainnya. Menurut Hanenson (1980), komponen-komponen kimia
yang dihasilkan tumbuhan terbagi atas alkaloid, polipeptida dan asam amino, glikosida, asam
oksalat, resin, phytotoxin, tanin, saponin, dan mineral lainnya.
1. Alkaloid
Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang ditimbulkan hanya
dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan berbeda-beda sesuai kondisi
lingkungannya, dan alkaloid tersebar di seluruh bagian tumbuhan. Efek terkontaminasi
alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut
kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air.
2. Polipeptida dan asam amino
Hanya sebagian polipeptida dan asam amino yang bersifat racun. Bila terkontaminasi
polipeptida, hypoglycin, akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.
3. Glikosida
Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses hidrolisis, yang
biasa disebut aglikon. Glikosida adalah senyawa yang paling banyak terdapat pada tumbuhan
daripada alkaloid. Gejala yang ditimbulkan apabila terkontaminasi glikosida adalah iritasi
pada mulut dan perut, diare hingga menyebabkan overdosis.
4. Asam Oksalat
Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan iklim, yang
paling banyak adalah saat akhir musim panas dan musim gugur. Karena oksalat dihasilkan
oleh tumbuhan pada akhir produksi, yang terakumulasi dan bertambah selama tumbuhan
hidup. Gejala yang ditimbulkan adalah mulut dan kerongkongan terasa terbakar, lidah
membengkak hingga menyebabkan kehilangan suara selama dua hari, dan hingga
menyebabkan kematian jika terhirup.
5. Resin
Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic dan penol, alkohol
dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis tertentu. Efek keracunan yaitu
iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh. Termasuk juga gejala muntah-muntah.
Apabila terkontaminasi dengan air buahnya menyebabkan bengkak dan kulit melepuh.
6. Phytotoxin
Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh ebagian kecil
tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Akibat terkontaminasi adalah iritasi
hingga menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah terhirup.
7. Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol yang bersifat terhidrolisa dan kental. Senyawa ini telah
dikembangkan oleh tanaman sebagai bentuk pertahanan terhadap serangan eksternal dari
predator yang memiliki rasa sangat pahit ataukelat. Jika terkonsumsi lebih dari 100 mg bisa
menghasilkan masalah pada saluran pencernaan seperti diare, sakit perut, urin bercampur
darah, sakit kepala, kurang nafsu makan dan lain-lain.
8. Saponin
Saponin adalah glikosida tanaman yang ditandai dengan munculnya busa di
permukaan air bila dicampur atau diaduk, yang telah dikenal serta diakui sebagai sabun alami
dan telah menyebabkan beberapa tanaman seperti soapwort (Saponaria officinalis) umum
digunakan sebagai sabun untuk waktu yang lama. Saponinketika dikonsumsi dalam jumlah
yang lebih besar daripada yang diizinkan, senyawa ini menjadi tergolong beracun. Gejala
yang ditimbulkan bagi manusia apabila saponin dikonsumsi secara berlebihanadalahdapat
menyebabkan kerusakan pada mukosa pencernaan sehingga menderita muntah-muntah, sakit
perut, perdarahan, pusing, maag dan begitu terkontaminasi ke sistem peredaran darah,
senyawa ini dapat merusak ginjal dan hati serta mempengaruhi sistem saraf bahkan dapat
menghasilkan serangan jantung.

2.3 JENIS TANAMAN BERACUN


1. Bintaro (C. odollam)
Bintaro (C. odollam) dikenal sebagai salah satu tanaman tahunan yang banyak digunakan
untuk penghijauan, penghias kota. Biji bintaro merupakan bagian paling beracun, berbahaya
bagi manusia dan hewan. Suku Maluku beranggapan bahwa biji dari buah bintaro yang masih
muda dapat menyebabkan sesak nafas. Biji bintaro mengandung lukosida/alkaloid (cerberin,
cerberoside, neriifolin dan thevetin), steroid, triterpenoid, dan saponin. Senyawa golongan
alkaloid bersifat toksik, yang bersifat repellent (penolak serangga) dan antifeedant
(penghambat perilaku makan). Bijinya mengandung cerberin yang dapat menghambat
saluran ion kalsium di dalam otot jantung (Rohimatun dan Suriati 2011). Pemanfaatan buah
bintaro untuk pestisida dengan buahnya yang sudah matang disaring airnya, kemudian airnya
digunakan untuk membasmi hama. Buah bintaro juga dimanfaatkan untuk mengusir tikus
dengan buah bintaro yang matang dan berwarna hitam diletakkan di tempat yang sering
dilewati tikus. Hasil penelitian Widakdo dan Setiadevi (2017) menunjukkan bahwa pestisida
nabati dari larutan ekstrak buah bintaro mampu mengendalikan populasi hama ulat buah
melon. Semakin tingginya konsentrasi pestisida nabati ekstrak buah bintaro menyebabkan
semakin menurunnya populasi hama ulat buah melon.
Gambar 1. Buah Bintaro
(Cerbera odollam Gaertn.)

2. Maja (C. cujete)


Tanaman Maja (C. cujete) termasuk tanaman pohon dengan ukuran sekitar 5- 10 m.
Batang tanaman berenuk/maja berkayu kokoh, bercabang, berkulit kasar dengan warna
coklat. Daun tanaman berenuk tersusun secara majemuk berbentuk lonjong dengan ujung
daun yang meruncing, pertulangan daun menyirip banyak, berwarna hijau panjang 10-15 cm,
lebar 5-7 cm. Bunga tanaman berenuk berbentuk seperti lonceng berwarna putih dengan serat
merah keunguan, mahkota bunga tanaman berenuk berwarna kekuningan, bunganya muncul
pada batang tanamandengan ukuran sekitar 5 cm. Buah tanaman maja berbentuk bulat seperti
bola ketika masih muda berwarna hijau ketika sudah matang akan berwarna coklat. Biji
tanaman berenuk berbentuk pipih berwarna coklat. Cara pengolahan buah maja menjadi
pestisida yaitu buah maja yang sudah tua berwarna coklat kehitaman dikasih air sedikit. Air
yang dituangkan ke dalam buah akan bercampur dengan daging buah yang sudah lunak,
kemudian disaring. Air hasil saringan 100 ml ditambah air 16 liter, kemudian disemprotkan
ke tanaman yang terserang hama. Menurut Rismayani (2013), buah maja mengandung
minyak atsiri, saponin, dan tanin. Molekul yang dimiliki oleh senyawa saponin inilah
menyebabkan buah maja berbusa, mempunyai sifat antieksudatif, dan dapat merusak sel
darah merah.

Gambar 2. Buah Maja (Crestencia cujete


Lour.)
3. Tembakau (N. tabacum)
Tembakau (N. tabacum) dimanfaatkan untuk pestisida dengan cara daun dicacah kecil-
kecil, kemudian direndam dengan air selama 15-30 menit. Setelah itu, disaring dan airnya
disemprotkan ke tanaman. Hasil penelitian Susilowati (2006), menunjukan bahwa ekstrak
daun tembakau memiliki aktivitas sebagai insektisida penggerek batang padi. Zat yang efektif
sebagai pembasmi serangga adalah alkaloid yang terkandung pada tembakau yaitu nikotin.
Menurut Kardinan (2000), nikotin merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai fungisida
alami atau insektisida alami. Nikotin berperan sebagai racun kontak untuk mengendalikan
beberapa jenis ulat perusak daun, serangga, dan jamur.

Gambar 3. Tembakau (Nicotiana tabacum L.)


4. Widuri (C. gigantea)
Getah Widuri (C. gigantea) digunakan untuk obat sakit gigi. Cara menggunakannya yaitu
meneteskan getah widuri pada gigi yang sakit setetes dan sesedikit mungkin, jika terlalu
banyak menimbulkan pusing, mual dan keracunan. Hal ini karena enzim dalam getah widuri
juga berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan predator. Getah widuri mengandung
empat macam enzim protease yaitu calotropin FI, FII, DI dan DII. Dengan adanya aktivitas
proteolitik yang kuat, tanaman tahan terhadap fitopatogen (penyakit tanaman) dan serangga
terutama pada daun dengan getah melimpah. Uji Larvasida Crude Protease Getah Widuri (C.
gigantea) terhadap larva nyamuk Aedes aegypti menghasilkan jumlah rata-rata mortalitas
larva Ae. Aegypti pada setiap konsentrasi uji crude protease menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi maka jumlah rata-rata mortalitas semakin tinggi (Koraag et al. 2017).
Gambar 4. Widuri
(Calotropis gigantea (L.)

5. Mimba (A. indica)


Mimba (A. indica) dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat gatal pada kulit. Cara
memanfaatkannya yaitu daun mimba dirajang kecil-kecil kemudian direbus, dan disiramkan
dibagian tubuh yang gatal. Air rebusan mimba tidak dapat diminum karena dapat keracunan.
Menurut hasil penelitian Soegihardjo (2007), tanaman liar yang berpotensi sebagai pestisida
organik adalah mimba (A. indica). Kandungan senyawa yang berperan besar sebagai pestisida
pembasmi hama adalah senyawa Azadirachtin. Daun mimba (A. indica) mengandung
senyawa antara lain azadirachtin, salanin, nimbin, dan meliantriol. Azadirachtin tidak
langsung mematikan serangga, tetapi melalui mekanisme menolak makanan, mengganggu
pertumbuhan dan reproduksi serangga. Salanin bekerja sebagai penghambat makan. Nimbin
bekerja sebagai anti virus, sedangkan meliantriol sebagai penolak serangga (Subiyakto 2009).
Gambar 5. Mimba (Azadirachta
indica A. Juss)
6. Mahkota dewa (P. macrocarpa)
Mahkota dewa (P. macrocarpa) dimanfaatkan untuk obat oleh masyarakat. Menurut
Harmanto (2001) buah mahkota dewa mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan
polifenol yang bersifat antioksidan, yaitu bahan yang membantu melindungi sel-sel tubuh dari
efek buruk radikal bebas dan ekstrak daunnya dapat memberikan efek antihistamin
(meredakan gejala alergi). Daging buah mahkota dewa mempunyai efek hipoglikemik (dapat
menurunkan kadar gula dalam darah). Berdasarkan hasil penelitian dapat ditunjukkan bahwa
daging buah mahkota dewa menghasilkan efek antihipoglikemik dengan dosis 241.35 mg/kg
berat badan (Primsa 2002). Biji pada buah mahkota dewa beracun sehingga pemanfaatannya
harus hatihati. Cara pengolahannya yaitu mencuci buah mahkota dewa, kemudian daging
buah dipotong tipis-tipis dan membuang bijinya. Daging buah yang sudah dirajang
dikeringkan. Setelah daging buah kering dapat diseduh dan diminum. Biji mahkota dewa
mengandung racun yang membahayakan tubuh.
Gambar 6. Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff)
Boerl.)
7. Kecubung (D. metel)
Kecubung (D. metel) dimanfaatkan oleh masyarakat untuk obat pegal linu. Cara
pemanfaatannya yaitu daun diremas-remas dan dicampur gamping/enjet menjadi parem.
Parem dioleskan pada bagian tubuh yang encok. Daun dibiarkan menempel pada bagian
tubuh yang pegal, setelah rasa pegal hilang maka daun yang dioleskan dilepas dan dibilas
dengan air. Pemanfaatan tumbuhan beracun ini hanya pada daunnya dan tidak boleh
dikonsumsi. Tumbuhan ini mengandung racun. Alkaloid dalam tumbuhan kecubung terdiri
dari antropin dan skopolamin. Antropin bekerja pada sistem saraf perifer, senyawa ini
mempunyai kerja merangsang dan menghambat sistem saraf pusat. Gejala keracunan yang
ditimbulkan pada pemakaian antropin adalah mulut kering, kesulitan buang air, kulit
kemerahan, sakit mata (mata kunang-kunang) dan sensitive pada cahaya (Damayanti dan
Zuhud 2011). Menurut Wijayakusuma (1992), alkaloid antropin merupakan zat yang dapat
menimbulkan efek bius bila masuk ke dalam darah melalui saluran pernafasan. Dalam
ekstrak, antropin tetap dalam bentuk padat. Secara farmakologi kegunaan skopolamin bekerja
menekan sistem saraf pusat. Efek perifer skopolamin dan antropin secara kualitatif memang
sama tetapi dilihat dari segi kuantitatif terdapat perbedaan yang cukup besar, yaitu efek
menghambat sekresi dari skopolamin lebih kuat sedangkan efek menaikkan frekuensi jantung
lebih lemah dari pada antropin.
Gambarr 7. Kecubung (Datura metel L.)
8. Tales/lompong (C. esculenta var. antiquorum)
Tales/lompong (C. esculenta var. antiquorum) dimanfaatkan untuk sayuran. Cara
pengolahannya yaitu kulit batang dikupas seperti mengupas kulit buah pisang arahnya
memutar, cara memotongnya juga memutar searah. Hasil penelitian Azubike et al. (2016)
melalui uji fotokimia telah diketahui kandungan talas yaitu alkaloid, saponin, flavonoid, dan
terpenoid. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang memiliki fungsi sebagai senyawa
antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang
mengganggu integritas membran sel bakteri. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang dapat
bersifat koagulator protein (Dwidjoseputro 2005). Saponin mempunyai tingkat toksisitas
yang tinggi dalam melawan fungi.

Gambar 8. Tales/lompong
(Colocasia esculenta var. Antiquorum L.)

9. Lombok-lombokan (M. jalapa)


Lombok-lombokan (M. jalapa) memiliki batang tebal, tidak berbulu dan bercabang-
cabang berwarna hijau. Daunnya berbentuk hati. Panjang daunnya 3–15 cm dan lebarnya 2–9
cm. Bijinya bulat berkerut, jika sudah masak berukuran 8 mm. Ketika masih muda bijinya
berwarna hijau, kemudian berubah menjadi hijau kehitaman. Biji yang sudah matang
bewarna hitam sepenuhnya dan keras. Tanaman ini ditanam dihalaman. Bunga dari lombok-
lombokan hampir selalu berbunga dan bijinya yang berwarna hitam ketika sudah tua
membuat tumbuhna ini menarik. Menurut Damayanti dan Zuhud (2011) gejala keracunan
Lombok-lombokan (M. jalapa) adalah muntah-muntah, sakit perut dan diare.

Gambar 9. Lombok-lombokan (Mirabilis jalapa L.)

10. Telo genderuwo (M. glaziovii)


Telo genderuwo (M. glaziovii) memiliki toksisitas HCN, yaitu toksis (racun) dari suatu
zat pada dasarnya merupakan kemampuan zat yang dapat menyebabkan kerusakan atau
kerugian pada organisme hidup. Toksitan nabati pada tanaman berfungsi untuk membantu
dan mengatur metabolisme serta melindungi tanaman terhadap serangan hama (Amalia
2011). Telo genderuwo biasanya ditanam dipinggir ladang yang berbatasan dengan jalan,
karena batangnya yang kokoh dapat menahan tanah tepi jalan jika terjadi longsor sekaligus
menghalangi hama (sapi dan kambing) yang akan memakan tanaman.

Gambar 10. Telo genderuwo


(Manihot glaziovii Mull. Arg.)
11. Jarak (J. curcas)
Jarak pagar merupakan tumbuan beracun yang dimanfaatkan sebagai penghalang hama
yang akan memakan tumbuhan. Tanaman jarak biasanya ditanam di pinggir sawah dan
pekarangan. Tanaman jarak sudah dikenal sebagai tubuhan beracun dan telah diuji tabung
dan kromatografi lapis tipis pada penelitian Nurwidayati et al. (2014), senyawa kimia yang
terkandung dalam biji jarak pagar hampir sama dengan senyawa dalam biji jarak kastor yaitu
golongan senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, cardenoline dan bufadienol. Damayanti dan
Zuhud (2011) menerangkan juga bahwa biji jarak apabilia dikonsumsi 3-4 biji oleh anak anak
bisa berakibat kematian, sedangkan pada orang dewasa berakibat keracunan berat.
Gambar 11. Jarak (Jatropha curcas L.)

12. Langge (Homalonemapropinqua Ridl)


Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan ini merupakan sejenis talas-talasan.
Tumbuhan ini dapat tumbuh pada keadaan lembab dan dapat tumbuh dalam keadaan yang
terlindungi atau dinaungi. Tumbuh pada ketinggian 1450- 2000 meter di atas permukaan laut.
Ciri-ciri tumbuhan ini adalah daun berwarna kehijauan, daun berbentuk seperti hati. Memiliki
batang semu berwarna hijau, dan dapat tumbuh tunas pada permukaan tanah. Homalonema
propinqua merupakan tanaman herba, tanaman tahunan, dapat tumbuh pada lahan basah atau
lembab, kadang-kadang bersifat epifit atau memanjat. Daun bersifat soliter atau jarang,
alternate atauberkerumun. Tangkai daun jarang, berbentuk bulat panjang atau obovate.
Perbungaan bersifat spadices, tangkai bunga berbentuk silinder atau bulat telur. Bunga
bersifat biseksual atau berkelamin tunggal, jantan dan betina biasanya pada tanaman yang
sama (Stang, 2012). Kandungan kimia yang terkandung adalah dari golongan Flavanoid,
Terpen, Alkaloid, dan Saponin.

Gambar 12. Homalonemapropinqua Ridl.

13. Sitarak (Macaranga gigantea)


Sitarak merupakan pohon yang berukuran besar dengan tinggi sampai 28 meter dan
diameter sampai 35cm. Batang bulat, halus dan berwarna abu-abu kotor. Suharti (2012)
menyatakan bahwa Sitarak (Macaranga gigantea) terdapat di hutan-hutan sekunder dan di
dataran rendah. Tipologi lahan untuk tumbuhan ini yaitu gambut dan mineral dengan berada
pada ketingian lahan sekitar 100-1000 mdpl. Kandungan kimia flavonoid dan alkaloid pada
daun. Tempat tumbuh biasanya di daerah yang terbuka atau terganggu tetapi yang paling
umum di hutan
sekunder dan vegetasi semak belukar. Biasanya di sepanjang sungai dan di lokasi aluvial,
tetapi juga umum di sepanjang jalan dan tepi hutan, bukit dan pegunungan. Juga ditemukan
pada batu kapur. Tersebar di wilayah Sumatera, Kalimantan (Sarawak, Sabah, bagian barat,
bagian tengah, dan bagian timur Kalimantan) (Silk, 2013).

Gambar 13.Macaranga gigantea

14. Bandetan (Clidemia hirta (L.) D. Don.)


Hasil pengamatan menunjukkan Jenis Clidemia hirta yang lebih dikenal dengan nama
Bandetan sering ditemukan di daerah semak belukar, tepi hutan dan padang rumput. Sesuai
dengan pernyataan Tanasale (2010) yang menyatakan Clidemia hirta sering tumbuh dan
dijumpai di tepi hutan, semak belukar, tepi jurang, daerah terbuka dan terganggu seperti
pinggiran jalan, padang rumput dan perkebunan. Bandetan merupakan tumbuhan perdu yang
tegak dan naik dengan tinggi 0,5-2 meter. Batang bulat, berbulu rapat atau bersisik,
percabangan simpodial dan berwarna cokelat. Daun dari bandetan ini yaitu tunggal,
berbentuk bulat telur, panjang 2-20 cm, lebar 1-8 cm, ujung dan pangkal daun runcing, tepi
rata, berbulu dan berwarna hijau. Kandungan kimia daun Bendetan (Clidemia hirta) yang
terkandung adalah senyawa golongan terpen, alkaloid dan tanin . Tumbuhan Bandetan
(Clidemia hirta) dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar14. Bandetan (Clidemia hirta)

15. Sempuyung (Hibiscus heterophyllus Nakai)


Beradasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa Jenis Hibiscus
heterophyllus yang dikenal dengan Sempuyung di daerah Sumatera Utara memiliki tinggi
sekitar 15-18 meter sedangkan diameter berkisar 30-35 cm. Hal ini sesuai dengan pernyatan
Slik (2013) yang menyatakan bahwa Sempuyung merupakan pohon tidak memiliki banir,
tumbuh lurus dan dengan tajuk yang sempit. Batang besar dan berbulu. Daun bertangakai,
bentuk alternate, bertulang daun menjari, daun berbulu, tebal, dan berbentuk hati. Bunga
berdiri sendiri atau dalam tandan berisi 2-5 kuntum. Akar sempuyung berbetuk tunggang dan
berwarna putih kekuningan. Kandungan kimia pada daun Sempuyung (Hibiscus
heterophyllus) yang terkandung adalah senyawa golongan flavonoid, glikosida, saponin, serta
triterpen/steroid. Sempuyung (Hibiscus heterophyllus) dapat dilihat pada Gambar 15
Gambar 15. Sempuyung (Hibiscus heterophyllus)
16. Tuba (Derris eliptica)
Tuba merupakan tumbuhan yang termasuk dalam Kingdom: Plantae (tumbuhan), Divisi:
Magnoliophyta, Kelas: Magnoliopsida, Ordo: Fabales, Famili: Fabaceae, Genus: Derris dan
merupakan Spesies: Derris eliptica. Tuba merupakan jenis herba. Deskripsi tumbuhan ini
saat dijumpai lokasi penelitian termasuk jenis merayap yang membelit dengan panjang 5-12
meter dengan panjang daun antara 15-30 cm. Sisi bawah daun berwarna hijau keabuabuan
dan daun yang masih muda berwarna ungu. Panjang tangkai dan anak tangkai bunga 12-6 cm.
Buah polong berbentuk oval sampai memanjang dengan ukuran 3,5-7 cm (Starr et al, 2003)
Senyawa kimia yang terkandung pada tumbuhan Tuba ini adalah senyawa terpen yang
terkandung pada daun tumbuhan tersebut. Masyarakat setempat menggunakan tumbuhan ini
sebagai racun ikan alami yang terdapat pada akar Tuba tersebut. Menurut Asrini (2013) pada
penelitiannya menyatakan bahwa kulit batang yang terdapat pada Tuba dapat membasmi
molusca sawah dan dapat dijadikan sebagai bahan peptisida alami.
Gambar 16. Tuba (Derris eliptica)

17. Hawe Bolanda (Colocasia esculenta (L.) Schoot.)


Merupakan family dari Araceae, tumbuh berumpun dan tegak di atas tanah.
Tumbuhan ini ditemukan di pinggir jalan sekitar penduduk dengan tipe tanah kering yang
berkembang biak melalui umbi. Karakteristik tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 17.
Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa golongan terpen, alkaloid dan saponin
pada daun dan batang. Setiap daun di dukung oleh satu tangkai daun. Berwarna hijau cerah,
tinggi mencapai hingga 2 m dengan permukaan yang tidak terlalu kasar. Daun berbentuk
panah dengan panjang daun mencapai 30-90 cm dan lebar daun 20-60 cm. Bunga tidak
ditemukan saat diidentifikasi. Tidak memiliki biji. Tipe perakaran tumbuhan ini adalah tipe
akar serabut.

Gambar 17. Hawe Bolanda (Colocasia esculenta (L.) Schoot.)


18. Gadel (D. trifoliata)
Cara mengolah akar gadel (D. trifoliata) untuk pestisida yaitu akar gadel dicacah atau
dirajang kecil-kecil dan direndam 30 menit. Setelah direndam, dilakukan penyaringan.
Airnya disemprotkan ke tanaman yang diserang hama. Menurut hasil penelitian Kuncoro
(2006), zaman dahulu akar gadel digunakan untuk meracuni ikan. Sekarang justru banyak
digunakan untuk memberantas hama tanaman karena mengandung rotenon (racun bagi
hewan berdarah dingin). Kadar rotenon mencapai 5%, racun ini tersebar di seluruh bagian
tumbuhan tuba seperti pada akar, batang dan daun. Rotenon adalah racun kuat bagi serangga
dan ikan. Namun rotenon tidak ada efeknya terhadap manusia atau hewan berdarah panas
(Adharini 2008).

19. Encok (P. zeylanica)


Encok (P. zeylanica) merupakan tumbuhan herba yang tingginya 1-2.5 m. Batang
berkayu, bulat, licin, berwarna hijau. Daunnya berukuran panjang 10 cm dan lebar 6 cm.
Bentuknya bundar telur, tunggal, berselang-seling, ujung daun meruncing. Bunganya
warnanya putih. Kelopak bunganya berwarna hijau, panjang tabung mahkota 1.7-2.6 cm.
Cara pengolahan daun encok untuk pestisida alami yaitu mencacah atau merajang daun encok
menjadi kecil-kecil berukuran 1-2 cm. Daun yang sudah dirajang direndam dengan air selama
15-30 menit, kemudian disaring. Air daun encok disemprotkan atau disiramkan pada tanaman
yang diserang hama. Berdasarkan hasil penelitian Rohimatun dan Wiratno (2015), kandungan
daun encok merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai bahan baku pestisida
nabati. Ekstrak tanaman ini mengandung berbagai jenis senyawa kimia, salah satunya adalah
plumbagin yang mampu berperan sebagai insektisida, akarisida, leismanisida, nematisida,
fungisida, dan bakterisida.

Encok (Plumbago zeylanica L.)


20. Sambiloto (A. paniculata)
Sambiloto (A. paniculata) Sambiloto merupakan herba yang tingginya mencapai 50-
75 cm. Daun sambiloto adalah daun tunggal dan letaknya saling berhadapan. Bentuk daunnya
lanset, tepi daun merata dan permukaannya halus. Bunga tanaman sambiloto adalah bunga
majemuk yang tumbuh diketiak daun mempunyai benang sari dan putik pendek. Kelopak
bunga terdiri dari 5 helai daun dengan panjang sekitar 3-4 mm. Cara pemanfaatannya yaitu
daun dicacah kecilkecil, kemudian direndam 15-30 menit. Air yang direndam dengan daun
sambiloto disaring dan disemprotkan ke tanaman. Senyawa aktif utama dari sambiloto (A.
paniculata) adalah andrografolid. Senyawa ini dapat larut dalam pelarut organik, paling
banyak terdapat di daun dan paling sedikit pada biji sebesar 2.39% (Sheeja et al. 2012).
Ekstrak sambiloto bersifat moluscosida terhadap hama keong mas (Wiratno et al. 2011).
Penelitian Sawitti et al. (2013) menunjukan bahwa air perasan daun sambiloto secara
signifikan mampu menghambat pertumbuhan bakteri atau bersifat bakterisida terhadap
Escherichia coli.
Sambiloto
(Andrographis paniculata Wall. Ex nees)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sumber,


karakteristik dan kandungan racun, gejala dan tanda yang disebabkan racun, dosis fatal,
periode fatal dan penatalaksanaan kasus keracunan. Keracunan makanan karena
mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan yang mengandung racun bisa menimbulkan efek yang
ringan sampai serius, tapi perlu juga untuk diketahui gejala yang timbul dan tindakan
penagnggulangannya. Keracunan terjadi disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam
tumbuh-tumbuhan, antar lain bermacam-macam alkaloid, senyawa glikosida, resin,
fitotoksin, oksalat dan senyawa sianida.

3.2 Saran

Diharapkan untuk dilakukan eksplorasi lebih lanjut tentang tanaman beracun,


dikarenakan tumbuhan beracun sebenarnya mempunyai manfaat. Bagian tumbuhan beracun
yang dimanfaatkan paling banyak yaitu seluruh bagian dan daun. Tumbuhan beracun yang
dimanfaatkan sudah banyak yang dibudidaya. Pemanfaaatan tumbuhan beracun yaitu sebagai
pestisida, obat, makanan, tumbuhan hias, penghalang hama, pakan ternak, ekonomi (dijual),
kepercayaan, prakarya dan mebel. Pengolahan tumbuhan beracun tergantung pemanfaatannya
yaitu dengan memanfaatkan racunnya, menghilangkan racunnnya atau memanfaatkan bagian
yang tidak atau belum beracun.
DAFTAR PUSTAKA

Adharini G. 2008. Uji keampuhan ekstrak Akar tuba (Derris elliptica Benth) untuk
pengendalian Rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren.) [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Amalia ER. 2011. Penurunan kadar HCN Ubi kayu jenis karet (Manihot glazioviiMuell)
karena pengaruh waktu perebusan dan pengukusan [skripsi]. Semarang (ID):
Universitas Muhammadiyah Semarang.

Asrini.F, D. 2013. Pemanfaatan KulitBatang Tuba (Derris elliptica) dan Daun Mimba
(Azadirachtaindica) Sebagai Pestisida Organik Pembasmi Molusca SAWAH
(Pilaampullacea)

BPOM. 2012. Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, salah satu Tahapan Penting
dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia. Info POM. Vol6(4) : 5

Damayanti EK, Zuhud EAM. 2011. Tumbuhan Obat Berbahaya. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

Hamid, A. Y. Nuryani. 1992. Kumpulan Abstrak Seminar dan Lokal karya Nasional
Etnobotani, Bogor. P.1. Dalam S. Riyadi, A. Kumcoro, dan A.D.P. Utani.
Tumbuhan Beracun. Balittas. Malang.

Harmanto N. 2001. Mahkota Dewa: Obat Pusaka Para Dewa. Jakarta (ID): Agromedia
Pustaka.

Kardinan A. 2000. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Koraag ME, Isnawati R, Kurniawan A, Risti, Hidayah N. 2017. Uji Larvasida Crude
Protease getah Widuri (Calotropis gigantea) terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.
J Vektor Penyakit. 11(2):71–76.

Nurwidayati A, Srikandi Y, Risti. 2014. Skrining fitokimia ekstra Jarak Pagar (jatropha
curcas) dan ekstrak Jarak Kastor (Riccinus communis) Famili Euphorbiaceae.
Jurnal Vektor PenyakitI. 8(1):15-20.

Ohlstein, E.H., et al. 2000. Drug discovery in the next millennium. Annual Review
Pharmacology and Toxicology. 40: 177 –191.

Primsa E. 2002. Efek hipoglikemik influsia simpliasia daging Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpa Scheff Boerl) pada tikus jantan putih [skripsi]. Jogjakarta (ID):
Universitas Gajah Mada.

Rismayani. 2013. Manfaat buah maja sebagai pestisida nabati untuk hama penggerek buah
Kakao (Conopomorpha cramerella). Warta Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Industri. 19(3):24-26.

Rohimatun, Suriati S. 2011. Bintaro (Cerbera manghas) sebagai pestisida nabati. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 17(1):1-4.
Sawitti MY, Mahatmi H, Besung NK. 2013. Daya hambat perasan daun sambiloto terhadap
pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. J Indonesia Medicus Veterinus. 2(2):142–
150.

Sekhar, C, J., et al. 2011. Plant toxins-useful and harmful effects. Department of
Pharmacognosy, Nalanda College of Pharmacy, Cherlapally, Nalgonda, Andhra
Pradesh, India-508001.

Sheeja B, Sindhu D, Ebanasar J & Jeeva S. 2012. Larvicidal activity of Andrographis


paniculata (Burm.f) nees against Culex quinquefasciatus Say (Insecta: Diptera-
Culicidae), A Filarial Vector. Journal of Tropical Disease. 2(2):574-578.

Slik, F. 2013. Plants of Southeast Asia. www.asianplant.net. [Diakses pada bulan November
2019]

Soegihardjo CJ. 2007. Mimba (Azadirachta indica A. Juss, suku Meliaceae), tanaman multi
manfaat yang dapat menanggulangi persoalan rakyat indonesia. Jurnal Sigma.
10(1):83-102.

Stang, D. 2012. Begonia muricata. http://www.zipcodezoo.org/Begonia muricata.

Starr, F. K. Starr, and L. Loope. 2003. Derris elliptica. United states Geological Survey
Biological Resources Division Haleakala Field Station. Maui. Hawai'i.

Subiyakto. 2009. Ekstrak biji mimba sebagai pestisida nabati: potensi, kendala, dan strategi
pengembangannya. Jurnal Perspektif. 8(2):108-116.

Suharti. 2012. Sebaran dan Persyaratan Tumbuh Jenis Alternatif Penghasil Pulp di Wilayah
Riau. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.

Susilowati EY. 2006. Identifikasi nikotin dari daun Tembakau (Nicotiana Tabacum) kering
dan uji efektivitas ekstrak daun tembakau sebagai insektisida penggerek batang Padi
(Scirpophaga Innonata) [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang.

Tanasale, V, 2010. Komunitas Gulma Pada Pertanaman Gandaria Belum Menghasilkan Pada
Ketinggian Tempat Yang Berbeda. UGM Press. Yogyakarta.

Widakdo DSWPJ, Setiadevi S. 2017. Respon hama ulat buah melon terhadap aplikasi
pestisida nabati buah Bintaro (Cerbera manghas L.) pada berbagai konsentrasi.
Agrotechnology Research Journal. 1(2):48-51.

Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun Dalam Kehidupan Ternak. UMM Pres.Malang

Wijayakusuma H. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia Jilid I. Jakarta (ID): Pustaka
Kartini.

Wiratno, Rizal M, Laba IW. 2011. Potensi ekstrak tanaman obat dan aromatic sebagai
pengendali keong mas. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 22(1):54–
64.

Anda mungkin juga menyukai