Oleh :
Alditya Sentosa
17101007
YAYASAN AL-FATAH
AKADEMI FARMASI
BENGKULU
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Batasan Masalah
a. Bahan yang digunakan daging ayam, kit formaldehid test, aquadest.
b. Identifikasi formaldehid daging ayam yang di jual di pasar tradisional
karang tinggi Bengkulu tengah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. bahan tambahan pangan
Food Additive atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau
campuran bahan yang secara alami BUKAN merupakan bagian dari bahan baku
pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau
bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal,
pemucat, dan pengental. Didalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya
tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan tambahan khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau
pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Dalam kehidupan
sehari-hari BTP sudah digunakan secara oleh masyarakat, termasuk dalam
pembuatan makanan jajanan. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan
yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan
yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Hal ini disebabkan
karena ketidaktahuan produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan
maupun mengenai peraturan tentang BTP. Karena pengaruh terhadap kesehatan
umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen seringkali
tidak menyadari penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan (Anonim,
2001).
Pengawet makanan termasuk dalam kelompok zat tambahan makanan
yang bersifat inert secara farmakologik (efektif dalam jumlah kecil dan tidak
toksis). Pengawet penggunaannya sangat luas, hampir seluruh industry
mempergunakannya termasuk industri farmasi, kosmetik, dan makanan.
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai
berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat patogen maupun tidak patogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan.
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan
yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
3
Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimiawi lainnya, selain
persyaratan yang dituntut utnuk semua bahan pangan, antara lain:
1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan (secara ekonomis
menguntungkan).
2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi
atau tidak tersedia.
3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan.
4. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang
diawetkan.
5. Mudah dilarutkan.
6. Menunjukkan sifat-sifat anti mikroba pada jenjang pH bahan pangan yang
diawetkan.
7. Aman dalam jumlah yang diperlukan.
8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia.
9. Tidak mneghambat enzim-enzim pencernaan.
10. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu
senyawa kompleks yang bersifat lebih toksik.
11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan.
12. Mempunyai spektra antimikroba yang luas yang meliputi macam-macam
pembusukan oleh mikroba yang berhubungan dengan bahan pangan yang
diawetkan.
4
Antikempal yaitu BTP yang dapat mencegah menggumpalnya
makanan serbuk, tepung atau bubuk.contohnya adalah: kalium silikat.
f. Penguat rasa dan aroma
penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan, menembah atau
mempertegas rasa dan aroma. Contohnya Monosodium Glutamate (MSG).
g. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar)
Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar) yaitu BTP
yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat asam
makanan. Contohnya agar, alginate, lesitin dan gum.
h. Pemutih dan pematang tepung
Pemutih dan pematang tepung yaitu BTP yang dapat mempercepat
proses pemutihan atau pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu
pemanggangan. Contohnya adalah asam askorbat dan kalium bromat.
i. Pengemulsi, pemantap dan pengental,
Pengemulsi, pemantap dan pengental yaitu BTP yang dapat
membantu terbentuknya dan memantapkan system disperse yang homogen
pada makanan.
j. Pengeras
Pengeras yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah
lunaknya makanan. Contohnya adalah kalsium sulfat, kalsium klorida dan
kalsium glukonat.
k. Sekuestan,
Sekuestan yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang terdapat
dalam makanan, sehingga memantapkan aroma, warna dan tekstur.
Contohnya asam fosfat dan EDTA (kalsium dinatrium edetat).
5
Jenis pengawet ada dua jenis pengawet anorganik dan organik.Zat
pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida,
nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit,
bisulfit, dam metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit
yang tidak terdisosiasi dan terutama terbentuk pH di bawah 3. Melekul sulfit lebih
mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan asetaldehid membentuk
senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan
disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang
dapat menghambat mekanisme pernapasan
Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging
untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti
Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang
mematikan. Akhirnya, nitrit dan nitrat banyak digunakan sebagai bahan pengawet
tidak saja pada produk-produk daging, tetapi pada ikan dan keju (Cahyadi, 2008).
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik,
karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk
asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai
bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat,
dan epoksida (Winarno, 1984).
6
akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus
meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia
dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal . Selain itu protein yang
telah mati tidak akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa
asam, Itulah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi lebih awet.
7
beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali
(thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali.
Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap
rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya
b. Penggunaan formalin pada ayam
Daging ayam yang memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga daging
ayam cepat membusuk ,untuk mempertahankan daging ayam dalam masa
penjualan di pasar, kebanyakan produsen atau pedagang diIndoesia
menambahkan bahan tambahn pangan yaitu pengawet formalin. Daging
ayam yang mengandung formalin di tandai dengan ciri – ciri :
1. Jika dicium dagingnya akan berbau obat.
3. tidak rusak selama dua hari pada suhu kamar 25 derajat celsius,
8
2.1.7. Analisa Kualitatif
Analisa kualitatif dapat dilakukan untuk menyatakan ada atau tidaknya
formalin pada suatu bahan yang diuji. Namun, uji kualitatif ini tidak dapat
menunjukkan berapa kadar formalin yang terkandung dalam bahan tersebut.
Analisa kualitatif dapat di lakukan dengan cara menambahkan reagen tertentuh
pada bahan yang diduga mengandung formalin sehinggah menghasilkan warna
yang khas.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium kimia akademi farmasi Al-fatah
Bengkulu pada bulan Oktober sampai Desember 2019
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu : beker gelas, tabung reaksi,
pipet ukur, gunting, pinset, vortex, cuvet, indikator pH.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : daging ayam, kit
formaldehid test, aquades.
3.3. Prosedur Kerja Penelitian
3.3.1. pengambilan sampel
Sampel di ambil pada 3 (tiga) tempat berbeda di pasar tradisional Karang Tinggi
Bengkulu Tengah.
3.3.2. pengolahan sampel
Daging ayam di masukan ke dalam blender lalu di haluskan,kemudian sampel
dimasukkan kedalam beker gelas kemudian di beri aquadest di pipet 5ml lalu di
masukkan kedalam tabung reaksi.selanjutnya ditambahkan 5 tetes Fo.1 dan 10
tetes Fo.2, kemudian divortex kemudian di diamkan selama 5 menit.
3.3.3. Identifikasi Formalin
Dilakukan pengamatan perubahan warna yang di hasilkan. Jika bewarna
ungu dikategorikan positif ( mengandung formalin ) dan jika bewarna bening atau
jernih maka indikator negatif ( tidak mengandung formalin ).
3.4 Analisa Data
Identifikasi formalin pada sampel ditentuhkan secara kualitatif dengan melihat
perubahan warna. Analisa data yang di gunakan adalah univariat,karena dalam
penelitian ini hanya terdapat satu variabel.
10
Daftar Pustaka
Alsuhendra dan Ridawati. 2013. Bahan Toksik Dalam Makanan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Anonim. 2001. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1361/Menkes/SK/XII/.
Margono, T., D. Suryati, dan S. Hartinah (2000). Pengawetan dan Bahan Kimia.
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan
danTeknologi. Jakarta.
Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta.: Bumi Aksara
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Cahyadi,W. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Handayani. 2006. Bahaya Kandungan Formalin Pada Makanan.klinik PT. Astra
internasional, Tbk-head Office, Jakarta.
Yuliarti, Nurheti. 2007. Awas Bahaya diBalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta:
ANDI Yogyakarta
Widyaningsih, Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan.
Trubus Agrisarana. Surabaya.
Alsuhendra dan Ridawati. 2013. Bahan Toksik Dalam Makanan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
11