Anda di halaman 1dari 12

KARYA TULIS ILMIAH ANALISIS SENYAWA

FORMALDEHID PADA DAGING AYAM YANG DI


JUAL DI PASAR TRADISIONAL KARANG TINGGI
BENGKULU TENGAH

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :
Alditya Sentosa
17101007

YAYASAN AL-FATAH
AKADEMI FARMASI
BENGKULU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan
manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, dengan pangan inilah
manusia dapat tumbuh dan berkembang baik secara fisik, mental maupun otak.
Masyarakat telah mengenal luas berbagai jenis pangan yang berasal dari tanaman
dan hewan, yang biasa disebut dengan pangan nabati dan hewani (Alsuhendra dan
Ridawati, 2013).
Salah satu pangan hewani yang banyak digemari masyarakat yaitu daging
Ayam. Ayam merupakan salah satu pangan yang mempunyai kandungan protein
tinggi, mudah didapatkanuntuk memenuhi kebutuhan protein hewani pada tubuh
terutama untuk pertumbuhan anak-anak (Kestaria, 2016).
Kriteria ayam yang baik memiliki kulit berwarna putih segar, jika dipegang
bagian bawah sayap tidak terasa lengket, tekstur dagingnya berwarna putih
kemerahan dan berbau amis. Ayam tidak dapat disimpan lama lebih dari 1 hari
pada suhu kamar karena adanya aktivitas bakteri yang dapat menyebabkan ayam
lebih cepat membusuk, maka untuk mencegah hal itu dapat dilakukan dengan
penambahan bahan pengawet (Tih, 2014).
Pemakaian bahan pengawet kimia menjadi salah satu kemungkinan pengawet
yang digunakan pedagang ayam untuk mempertahankan ayam yang dijual tetap
terlihat segar. Selain itu alasan lainnya adalah adanya persaingan antar sesama
pedagang ayam tersebut.Pengawet kimia yang biasanya disalahgunakan adalah
formalin. 4 Formalin adalah larutan kimia yang terdiri dari molekul HCHO, Yang
digunakan sebagai pengawet dan desinfektan (Wardani, 2016).
Formalin memiliki aktivitas antimikroba karena dapat membunuh bakteri, oleh
sebab itu formalin sering disalahgunakan pedagang karena mudah didapat,
harganya murah dan mudah untuk digunakan (Mahdi, 2012).
Formalin tidak diperbolehkan sama sekali ada dalam makanan. Mengkonsumsi
bahan makanan yang mengandung formalin beberapa kali saja efeknya tidak dapat
dirasakan langsung, tetapi efek tersebut akan dirasakan setelah beberapa tahun
atau puluhan tahun yang akan datang (Alsuhendra dan Ridawati, 2013).
Hal inilah yang membuat dan mendorong penulis untuk mengidentifikasi
formalin pada ayam pedaging yang dijual di pasar tradisional karang tinggi
Bengkulu tengah

1
1.2. Batasan Masalah
a. Bahan yang digunakan daging ayam, kit formaldehid test, aquadest.
b. Identifikasi formaldehid daging ayam yang di jual di pasar tradisional
karang tinggi Bengkulu tengah.

1.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut, yaitu apakah daging ayam yang di jual di pasar
tradisional karang tinggi Bengkulu tengah mengandung formalin ?

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Bagi Masyarakat
Memberikan sumbangan penegtahuan dan informasi kepada masyarakat
tentang bahaya yang di tambahkan pada makanan.

1.4.2. Manfaat Akademik


Dapat memberikan sumbangan penegtahuan, informasi dan sebagai
refrensi yang bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswi Akfar Al – Fatah
Bengkulu.

1.4.3. Manfaat Bagi Peneliti Lanjutan


Dapat digunakan sebagai panduan/acuan serta refrensi untuk melakukan
penelitian ketahap yan lebih lanjut

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. bahan tambahan pangan
Food Additive atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau
campuran bahan yang secara alami BUKAN merupakan bagian dari bahan baku
pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau
bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal,
pemucat, dan pengental. Didalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya
tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan tambahan khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau
pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Dalam kehidupan
sehari-hari BTP sudah digunakan secara oleh masyarakat, termasuk dalam
pembuatan makanan jajanan. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan
yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan
yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Hal ini disebabkan
karena ketidaktahuan produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan
maupun mengenai peraturan tentang BTP. Karena pengaruh terhadap kesehatan
umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen seringkali
tidak menyadari penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan (Anonim,
2001).
Pengawet makanan termasuk dalam kelompok zat tambahan makanan
yang bersifat inert secara farmakologik (efektif dalam jumlah kecil dan tidak
toksis). Pengawet penggunaannya sangat luas, hampir seluruh industry
mempergunakannya termasuk industri farmasi, kosmetik, dan makanan.
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai
berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat patogen maupun tidak patogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan.
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan
yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

3
Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimiawi lainnya, selain
persyaratan yang dituntut utnuk semua bahan pangan, antara lain:
1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan (secara ekonomis
menguntungkan).
2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi
atau tidak tersedia.
3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan.
4. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang
diawetkan.
5. Mudah dilarutkan.
6. Menunjukkan sifat-sifat anti mikroba pada jenjang pH bahan pangan yang
diawetkan.
7. Aman dalam jumlah yang diperlukan.
8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia.
9. Tidak mneghambat enzim-enzim pencernaan.
10. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu
senyawa kompleks yang bersifat lebih toksik.
11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan.
12. Mempunyai spektra antimikroba yang luas yang meliputi macam-macam
pembusukan oleh mikroba yang berhubungan dengan bahan pangan yang
diawetkan.

2.1.2. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan


Penggolongan BTP yang diizinkan digunakan pada pangan menurut
peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/88 adalah sebagai berikut :
a. Pewarna
Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna
pada makanan. Contoh pewarna sintetik adalah amaranth, indigotine, dan
nafthol yellow.
b. Pemanis buatan,
Pemanis buatan yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis
pada makanan yang tidak atau hamper tidak memiliki nilai gizi.
Contohnya adalah Sakarin, Siklamat dan Aspartam.
c. Pengawet
Pengawet yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat
terjadinya fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan
yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Contohnya: asam asetat,
asam propionat dan asam benzoat.
d. Antioksidan
Antioksidan yaitu BTP yang dapat memghambat atau mencegah
proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
Contohnya adalah TBHQ (tertiary butylhydroquinon).
e. Antikempal,

4
Antikempal yaitu BTP yang dapat mencegah menggumpalnya
makanan serbuk, tepung atau bubuk.contohnya adalah: kalium silikat.
f. Penguat rasa dan aroma
penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan, menembah atau
mempertegas rasa dan aroma. Contohnya Monosodium Glutamate (MSG).
g. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar)
Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar) yaitu BTP
yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat asam
makanan. Contohnya agar, alginate, lesitin dan gum.
h. Pemutih dan pematang tepung
Pemutih dan pematang tepung yaitu BTP yang dapat mempercepat
proses pemutihan atau pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu
pemanggangan. Contohnya adalah asam askorbat dan kalium bromat.
i. Pengemulsi, pemantap dan pengental,
Pengemulsi, pemantap dan pengental yaitu BTP yang dapat
membantu terbentuknya dan memantapkan system disperse yang homogen
pada makanan.
j. Pengeras
Pengeras yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah
lunaknya makanan. Contohnya adalah kalsium sulfat, kalsium klorida dan
kalsium glukonat.
k. Sekuestan,
Sekuestan yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang terdapat
dalam makanan, sehingga memantapkan aroma, warna dan tekstur.
Contohnya asam fosfat dan EDTA (kalsium dinatrium edetat).

2.1.3 Bahan Pengawet


Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat
proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba.
Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif
awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki
tekstur.
Pengawet yang banyak digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan
pangan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat
atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut.
Pengertian bahan pengawet sangat bervariasi tergantung dari negara yang
membuat batasan pengertian tentang bahan pengawet. Meskipun demikian,
penggunaan bahan pengawet memiliki tujuan yang sama, yaitu mempertahankan
kualitas dan memeperpanjang umur simpan bahan pangan. Bahan pengawet
adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghenrtikan proses fermentasi,
pengasaman, atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan
perlindungan bahan pangan dari pembusukan (Margono, 2000).

5
Jenis pengawet ada dua jenis pengawet anorganik dan organik.Zat
pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida,
nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit,
bisulfit, dam metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit
yang tidak terdisosiasi dan terutama terbentuk pH di bawah 3. Melekul sulfit lebih
mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan asetaldehid membentuk
senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan
disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang
dapat menghambat mekanisme pernapasan
Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging
untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti
Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang
mematikan. Akhirnya, nitrit dan nitrat banyak digunakan sebagai bahan pengawet
tidak saja pada produk-produk daging, tetapi pada ikan dan keju (Cahyadi, 2008).
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik,
karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk
asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai
bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat,
dan epoksida (Winarno, 1984).

2.1.4. Formaldehid (formalin)


Formldehid adalah gas dengan titik didih 210 C sehinggah tidak dapat
disimpan dalam keadaan cair ataupun gas (cahyadi, 2006)
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya
ditambahkan methanol hingga 15% sebagai pengawet (Handayani, 2006).
Formalin memiliki sejumlah nama kimia diantaranya formol, methylene
aldehyde, paraforin, morbicid, oxomethane, polyoxymethylene glycols, methanol,
formoform, superlysoform, formic aldehyde, formalith, tetraoxymethylene,
methyl oxide, karsan, trioxane, oxymethylene dan methylene glycol (Nurheti,
2007).
Formalin yang biasa ditambahkan pada makanan adalah larutan 30- 50%
gas formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan formalin biasa nya mengandung
methanol 10-15%. Formalin mempunyai bau menyengat dan dapat menimbulkan
pedih pada mata. Senyawa ini termasuk golongan aldehid paling sederhana karena
hanya mempunyai satu atom karbon (Murtini dan Widyaningsih, 2006).
Formaldehid adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang.
Dipasaran zat ini dikenal dengan nama formalin. Senyawa ini dipasaran dikenal
dengan nama formalin dengan rumus CH2O.
Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi
dengan protein, karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin

6
akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus
meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia
dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal . Selain itu protein yang
telah mati tidak akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa
asam, Itulah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi lebih awet.

2.1.5. Ayam Broiler


Daging ayam ras atau ayam potong merupakan sumber protein hewani
yang baik, karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dan dalam
perbandingan jumlah yang baik. Untuk itulah kenapa ayam potong masih menjadi
favorit menu masakan. Selain itu serat-serat daging ayam potong pendek dan
lunak sehingga mudah untuk
Disamping protein, daging ayam mengandung gizi seperti lemak,
karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Kadar masing-masing komponen tersebut
berbeda-beda besarnya tergantung kepada spesies, umur, dan jenis kelamin ayam
yang bersangkutan. Kandungan air pada ayam yang lebih mudah misalnya
biasanya lebih tinggi daripada yang lebih tua. Tapi umumnya, kadar protein
daging ayam adalah 18% dan kadar airnya berkisar antara 60-70%4.

Kandungan lemak dalam daging ayam sangat bervariasi. Biasanya,


semakin bertambah umur, kadar lemaknya semakin tinggi. Selain itu, kadar lemak
ayam betina juga lebih tinggi dibandingkan dengan ayam jantan. Kandungan
lemak daging ayam adalah sekitar 25%. Lemak ini terutama terdapat pada kulit
daging. Oleh karena itu, orang-orang yang sedang berdiet sebaiknya membuang
kulit daging ayam sebelum mengolah dagingnya. Perlu diketahui, kulit daging
ayam ini juga mengandung kolesterol cukup tinggi, yaitu 120 mg/10 0 g.
Sedangkan daging ayam yang telah dibuang kulitnya mengandung kolesterol
sebanyak 78 mg/100 g4.

Jenis- jenis pengawetan pada daging ayam

a. Pengawetan daging dengan suhu rendah


Cara pengawetan daging dengan suhu rendah ada 2 macam yaitu
pendinginan (cooling) dan pembekuan (freezing). Pendiginan adalah penyimpanan
daging di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Sedangkan
pembekuan adalah penyimpanan daging dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12
sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24
sampai -40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama
beberapa hari atau minggu sedangkan pembekuan bisa sampai berbulan-bulan.
Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya
terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam daging. Penggunaan suhu rendah
dalam pengawetan daging tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika daging

7
beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali
(thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali.
Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap
rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya
b. Penggunaan formalin pada ayam
Daging ayam yang memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga daging
ayam cepat membusuk ,untuk mempertahankan daging ayam dalam masa
penjualan di pasar, kebanyakan produsen atau pedagang diIndoesia
menambahkan bahan tambahn pangan yaitu pengawet formalin. Daging
ayam yang mengandung formalin di tandai dengan ciri – ciri :
1. Jika dicium dagingnya akan berbau obat.

2. Warna kulitnya lebih pucat dibanding daging ayam segar.

3. tidak rusak selama dua hari pada suhu kamar 25 derajat celsius,

4. Pada bagian paha sampai kaki terlihat kaku.

5. tidak dikerumuni lalat.

6. teksturnya sangat kencang


(widiyaningsih dan Erni, 2006)

2.1.6. Dampak Formalin Bagi Kesehatan


Formalin umumnya digunakan sebagai bahan pengawet mayat dan
berbagai jenis bahan industri non makanan.Penggunaan formalin sebagai bahan
pengawet makanan sangat membahayakan konsumen.Tetapi banyak praktek yang
tidak bertanggung jawab dilakukan oleh pedagang atau pengolah pangan yang
menambahkan formalin sebagai pengawet makanan (Yuliarti, 2007).
Akibat yang ditimbulkan oleh formalin tergantung pada kadar formalin
yang terakumulasi di dalam tubuh. Semakin tinggi kadar formalin yang
terakumulasi, semakin parah pula akibat yang ditimbulkan. ACGIH (American
Conference of Governmental and Industrial Hygienists) menetapkan ambang
batas aman formalin dalam tubuh adalah 0,4 ppm (Alsuhendra dan
Ridawati,2013).
Sedangkan menurut IPCS ( International Programme on Chemical Safety
), lembaga khusus dari tiga organisasi PBB yaitu ILO, UNEP dan WHO yang
peduli pada keselamatan penggunaan bahan-bahan kimia, bahwa secara umum
ambang batas aman formalin dalam makanan yang masih bisa ditolerir dalam
tubuh orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari sedangkan formalin
dalam bentuk air minum yang masih bisa ditolerir dalam tubuh yaitu 0,1 ppm
(Singgih, 2013).

8
2.1.7. Analisa Kualitatif
Analisa kualitatif dapat dilakukan untuk menyatakan ada atau tidaknya
formalin pada suatu bahan yang diuji. Namun, uji kualitatif ini tidak dapat
menunjukkan berapa kadar formalin yang terkandung dalam bahan tersebut.
Analisa kualitatif dapat di lakukan dengan cara menambahkan reagen tertentuh
pada bahan yang diduga mengandung formalin sehinggah menghasilkan warna
yang khas.

2.2 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian yang berjudul analisis senyawa formaldehid
(formalin) pada daging ayam yang di jual di pasar tradisional Karang Tinggi
Bengkulu Tengah adalah sebagai berikut :

Identifikasi formalin daging ayam


broiler

Ada Tidak Ada

9
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium kimia akademi farmasi Al-fatah
Bengkulu pada bulan Oktober sampai Desember 2019
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu : beker gelas, tabung reaksi,
pipet ukur, gunting, pinset, vortex, cuvet, indikator pH.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : daging ayam, kit
formaldehid test, aquades.
3.3. Prosedur Kerja Penelitian
3.3.1. pengambilan sampel
Sampel di ambil pada 3 (tiga) tempat berbeda di pasar tradisional Karang Tinggi
Bengkulu Tengah.
3.3.2. pengolahan sampel
Daging ayam di masukan ke dalam blender lalu di haluskan,kemudian sampel
dimasukkan kedalam beker gelas kemudian di beri aquadest di pipet 5ml lalu di
masukkan kedalam tabung reaksi.selanjutnya ditambahkan 5 tetes Fo.1 dan 10
tetes Fo.2, kemudian divortex kemudian di diamkan selama 5 menit.
3.3.3. Identifikasi Formalin
Dilakukan pengamatan perubahan warna yang di hasilkan. Jika bewarna
ungu dikategorikan positif ( mengandung formalin ) dan jika bewarna bening atau
jernih maka indikator negatif ( tidak mengandung formalin ).
3.4 Analisa Data
Identifikasi formalin pada sampel ditentuhkan secara kualitatif dengan melihat
perubahan warna. Analisa data yang di gunakan adalah univariat,karena dalam
penelitian ini hanya terdapat satu variabel.

10
Daftar Pustaka
Alsuhendra dan Ridawati. 2013. Bahan Toksik Dalam Makanan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Anonim. 2001. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1361/Menkes/SK/XII/.
Margono, T., D. Suryati, dan S. Hartinah (2000). Pengawetan dan Bahan Kimia.
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan
danTeknologi. Jakarta.
Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta.: Bumi Aksara
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Cahyadi,W. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Handayani. 2006. Bahaya Kandungan Formalin Pada Makanan.klinik PT. Astra
internasional, Tbk-head Office, Jakarta.
Yuliarti, Nurheti. 2007. Awas Bahaya diBalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta:
ANDI Yogyakarta
Widyaningsih, Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan.
Trubus Agrisarana. Surabaya.
Alsuhendra dan Ridawati. 2013. Bahan Toksik Dalam Makanan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

11

Anda mungkin juga menyukai