Anda di halaman 1dari 18

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat 10560 Indonesia


Telp. (021) 4244691, 42875584, 4209221, 4263333, 4244755, 4241781, 4244819, Fax: 42875780
E-mail: standarpangan@pom.go.id, infopom@indo.net.id
Website: www.pom.go.id; standarpangan.pom.go.id

KEPUTUSAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.00.07.21.9976 TAHUN 2020
TENTANG
PANDUAN KOMUNIKASI RISIKO KEAMANAN PANGAN DARURAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan Penanggulangan Bencana maka perlu dibentuk


Tim Reaksi Cepat (TRC) Komunikasi Pangan Darurat dalam Penanggulangan
Bencana Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
menetapkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang
Panduan Komunikasi Risiko Keamanan Pangan Darurat;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;


2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana;
3. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 9 Tahun
2008 tentang Prosedur Tetap Tim Reaksi Cepat Badan Nasional Penanggulangan
Bencana;
4. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 Tahun
2008 tentang Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


TENTANG PANDUAN KOMUNIKASI RISIKO PANGAN DARURAT
REPUBLIK INDONESIA

Pertama : Membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) Komunikasi Pangan yang selanjutnya
disebut “TRC KOMUNIKASI PANGAN DARURAT” dengan susunan personalia
yang bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Kedua : TRC Komunikasi Pangan Darurat terdiri dari Intelijen Pangan, Pengawas Pangan
dan Promotor Keamanan Pangan sebagai upaya pengelolaan keamaan pangan
dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT).

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Maret 2020
PANDUAN KOMUNIKASI RISIKO KEAMANAN PANGAN

DI SAAT KRISIS DAN DARURAT

TIM REAKSI CEPAT KOMUNIKASI PANGAN DARURAT

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA

2020
BAB I
DEFINISI

Analisis risiko, seperti yang didefinisikan oleh Codex Alimentarius Commision, terdiri
dari tiga bagian penanganan keamanan pangan yaitu risk assessment, risk management, dan risk
communication. Risk assessment bertujuan untuk mengidentifikasi beragam risiko pada pangan,
baik risiko yang ada di bahan makanan maupun cara pengolahannya. Risk management terdapat
langkah-langkah penanggulangan risiko pada makanan. Hasil dari keduanya dikomunikasikan
kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait melalui strategi risk communication.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI yang bertanggungjawab langsung ke


presiden dalam upaya pengelolaan keamaan pangan membuat prakarsa pengembangan Sistem
Keamanan Pangan Terpadu (SKPT). Sistem ini dikembangkan dengan menggunakan pendekatan
analisis risiko sebagai kerangka kerjanya dan dilakukan dengan menggunakan konsep jejaring
(network). Dalam hal ini, sistem keamanan pangan terpadu terdiri dari tiga jejaring, yaitu jejaring
Intelijen Pangan yang merupakan jejaring kajian risiko, jejaring Pengawas Pangan yang
merupakan jejaring manajemen risiko, dan jejaring Promotor Keamanan Pangan yang merupakan
jejaring komunikasi risiko. Selanjutnya, pihak-pihak terkait sesuai dengan tugas dan bidangnya
masing-masing mengelompokkan diri ke dalam tiga jejaring tersebut dan bersinergi satu sama lain
untuk meningkatkan dan mengoptimalkan kegiatan yang berkaitan dengan analisis risiko yang
selanjutnya disebut TRC Komunikasi Pangan Darurat.

Keadaan pangan dapat menyerang dalam sekejap. Badai, pencemaran bahan kimia, bom,
penyakit pandemi, dan gempa bumi adalah beberapa keadaan darurat yang dapat mengancam
kapan saja. Seringkali, mengkomunikasikan informasi adalah sumber daya pertama dan satu-
satunya yang tersedia bagi responden untuk komunitas yang terkena dampak pada awal keadaan
darurat. Melalui komunikasi yang efektif, pihak yang berwenang dapat memengaruhi respons
komunitas dan pulih dari keadaan darurat yang berpotensi menghancurkan.

Komunikasi Krisis (Crisis Communication)


Istilah “komunikasi krisis” menggambarkan suatu proses memberikan fakta kepada publik
tentang keadaan darurat yang tak terduga, di luar kendali organisasi, yang melibatkan organisasi
dan membutuhkan respon segera. Krisis dapat membahayakan reputasi atau kelangsungan hidup
organisasi. Dihadapkan dengan ketidakpastian situasi semacam ini, komunikator krisis harus
menemukan cara untuk memberi tahu dan mengingatkan masyarakat tentang keadaan darurat. Isi,
bentuk, dan waktu dari komunikasi krisis dapat membantu mengurangi dan menahan bahaya atau
memperburuk situasi. Komunikator krisis dilakukan oleh bagian Tim Reaksi Cepat Komunikasi
Pangan Darurat yang bertugas sebagai jejaring komunikasi risiko.

Insiden/Krisis Terkait Pangan

Insiden keamanan pangan diperlakukan sebagai hal yang mendesak jika dua atau lebih dari
pengidentifikasi berikut dipenuhi:
 Risiko terhadap kesehatan masyarakat tinggi (penyakit parah atau kematian)
 Skala kejadian besar (jumlah, negara, atau orang yang terkena dampak tinggi)
 Insiden terjadi atau diyakini terjadi sebagai akibat dari aksi terorisme
 Mendapatkan perhatian publik dan media aktual tinggi atau berpotensi tinggi
 Kelompok populasi yang rentan, misalnya bayi atau orang tua, kemungkinan atau akan
terpengaruh secara tidak proporsional.

Situasi krisis, menurut European Commission mencakup faktor-fakor kritis berikut ini:
 Situasi ini melibatkan risiko langsung atau tidak langsung yang serius terhadap kesehatan
manusia dan/atau dianggap dipublikasikan seperti itu, dan
 Risikonya menyebar atau bisa menyebar oleh sebagian besar rantai makanan, dan
 Sangat mungkin bahwa risikonya akan menyebar ke beberapa negara lainnya.

Saat suatu insiden krisis terjadi, bahkan jika telah diantisipasi sebelumnya, akan membutuhkan
waktu yang tidak sedikit untuk menyiapkan respon penuh. Insiden keamanan pangan terjadi ketika
suatu insiden makanan dicurigai dan diidentifikasi dan, sampai infomasi dikumpulkan, mungkin
tidak jelas apakah insiden ini merupakan ancaman serius bagi kesehatan konsumen. Suatu insiden
juga dapat dimulai dengan kurangnya pengetahuan tentang sifat risiko. Pemberitahuan pertama
tentang suatu insiden dapat datang dari berbagai sumber. Oleh karena itu mendapatkan
pemberitahuan pertama sesegera mungkin untuk memungkinkan respons yang cepat sangat
penting. Butuh persiapan yang baik untuk insiden yang muncul tiba-tiba, sehingga semua otoritas
keamanan pangan harus sudah memiliki rencana respon yang tanggap.
Setelah insiden diakui, besarnya risiko kepada konsumen harus dievaluasi. Pada tahap ini
tujuan utamanya adalah untuk mengumpulkan semua informasi yang diperlukan secara efektif dan
tepat waktu untuk mengevaluasi situasi. Tindakan manajemen dan komunikasi yang perlu diambil
akan tergantung pada tingkat risiko dan kemungkinan dampak negatifnya terhadap kesehatan,
ekonomi, perdagangan, atau respons media konsumen. Karena alasan ini, pada tahap ini
klasifikasi kejadian akan sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan. Bagian ini
menguraikan langkah-langkah dan alat-alat yang dapat digunakan pada berbagai tahapan insiden
keamanan pangan dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan manajemen dan komunikasi
untuk meminimalkan dampak kesehatan, ekonomi dan media.

Tujuan

Pertama, untuk melindungi kesehatan orang-orang melalui penyediaan informasi yang


memungkinkan orang-orang untuk membuat keputusan risiko keamanan pangan yang
terinformasi. Komunikasi risiko dalam hal keamanan pangan dapat membantu masyarakat untuk
memiliki banyak informasi terkait bahaya dan faktor-faktor risiko dari suatu pangan yang mereka
hadapi sehari-hari.

Kedua, untuk memfasilitasi dialog dan pemahaman antara semua pemangku kepentingan, dan
meningkatkan efektivitas proses analisis risiko secara keseluruhan. Komunikasi risiko pada
keamanan pangan dapat meningkatkan pemahaman di antara berbagai pemangku kebijakan yang
menangani isu keamanan pangan mengenai rasionalisasi di balik setiap keputusan yang diambil
atas hasil identifikasi berbagai hazard dan tata kelola risiko keamanan pangan.

Ketiga, untuk memperbaiki proses analisis risiko yang sedang berjalan melalui keterlibatan
masyarakat. Sebagai contoh, komunikasi risiko dibutuhkan untuk membantu manajer pengelola
risiko dapat mengerti dampak dari keputusan berbeda yang mereka putuskan dan membantu
mereka mengidentifikasi efektivitas dari keputusan yang diambilnya.
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan yang terkait dengan bidang kesehatan
2. Melakukan pengumpulan informasi dan penelitian bidang keamanan pangan
3. Memberikan pendidikan masyarakat tentang pentingnya keamanan pangan
4. Memberikan masukan dan bimbingan pada industri pangan
5. Menyusun legislasi dan peraturan hukum di bidang pangan
6. Mempersiapkan, merespons, dan pulih dari keadaan darurat.
BAB III
TATALAKSANA

A. PRINSIP
Dalam menjalankan tugasnya, TRC Komunikasi Pangan Darurat melalui Sistem
Keamanan Pangan Terpadu dalam menghadapi kemungkinan terjadinya krisis pangan di
masa depan menerapkan Enam Prinsip Komunikasi Krisis dan Darurat (Crisis and
Emergency Risk Communications/CERC) yang efektif, yaitu:
1. Menjadi yang pertama. Insiden krisis sensitif terhadap waktu.
Mengkomunikasikan informasi dengan cepat sangat penting untuk menenangkan
masyarakat dari banyaknya sumber berita lain yang beredar.
2. Benar. Akurasi membangun kredibilitas. Informasi dapat mencakup apa yang
diketahui dan apa yang tidak diketahui.
3. Kredibel. Kejujuran dan kebenaran seharusnya tidak dikompromikan selama
krisis.
4. Mengekspresikan empati. Krisis menimbulkan bahaya, dan penderitaan harus
diakui dengan kata-kata. Mengatasi apa yang masyarakat rasakan, dan tantangan
yang dihadapi, serta membangun kepercayaan dan hubungan dengan masyarakat.
5. Promosikan tindakan. Memberi orang hal-hal yang bermakna untuk
menenangkan kecemasan, membantu memulihkan ketertiban, dan meningkatkan
rasa kontrol.
6. Menunjukkan rasa menghargai. Komunikasi atau hubungan saling menghormati
sangat penting ketika masyarakat merasa rentan. Rasa saling menghargai
mempromosikan kerja sama dan hubungan baik.

B. ALUR KERJA KOMUNIKASI SELAMA INSIDEN


Ada empat elemen kunci untuk komunikasi yang efektif selama insiden yang sering
diulang dalam suatu siklus ketika suatu insiden berkembang, yaitu:
1. Pengumpulan informasi
2. Persiapan sistem dan materi komunikasi
3. Komunikasi
4. Pemantauan dan peninjauan perkembangan

Pengumpulan
informasi

Pemantauan Menyiapkan
dan sistem dan
peninjauan Kolaborasi materi
perkembangan komunikasi

Komunikasi
eksternal

Krisis
selesai

Pemantauan dan Peninjauan Perkembangan  Pengumpulan Informasi

Ketika suatu insiden dicurigai, atau telah terjadi, mulailah pemantauan secara online sesegera
mungkin. Lacak saluran media dan sosial media sehingga petugas tahu apa yang dilaporkan,
dikomentari, dan dibagikan oleh masyarakat, dan bersiaplah untuk memberikan respons.

 Luangkan waktu untuk memeriksa ulang (double-check) bahwa istilah pencarian


pemantauan yang ada akan cukup untuk mengatasi situasi.
 Atur proses pemantauan tambahan jika dibutuhkan.
 Siapkan log pertanyaan jurnalis dan log komentar online.

Pada tahap ini, tim Intelijen Pangan TRC Komunikasi Pangan Darurat dapat melakukan
identifikasi risiko keamanan pangan yang mungkin muncul. Hasil kajian risiko yang terdapat
dalam masing-masing deputi perlu diintegrasikan di satu tempat sehingga dapat diakses oleh lintas
deputi saat dibutuhkan.

Beberapa jalur untuk identifikasi dan monitoring isu keamanan pangan adalah:
 ULPK (Unit Layanan dan Pengaduan Konsumen)
 Hasil pemantauan media massa (Early Warning System)
 Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) untuk mematau produk
ekspor dan impor, serta adanya peringatan dari negara-negara lain.
 International Food Safety Authorities Network (INFOSAN) untuk mendapatkan info kasus
dari negara-negara lain.
 Asosiasi produsen produk pangan
 Media sosial, bank data yang dikelola BPOM.

Menyiapkan Sistem dan Materi Komunikasi


1. Komunikasi ketika fakta masih belum pasti
Berkomunikasi sementara fakta masih belum pasti adalah salah satu tantangan
tersulit pada tahap awal insiden yang muncul. Dalam situasi ini, penting untuk mengatakan
apa yang diketahui, mengakui apa yang tidak diketahui, dan menunjukkan apa yang telah
diusahakan untuk memperoleh informasi itu. Buat pesan ini sederhana dan sejelas
mungkin. Hal ini sangat penting dalam membangun kepercayaan dengan khayalak sasaran
kita.
Menggunakan hanya tiga atau empat pesan utama yang jelas dan konsisten adalah
praktik terbaik yang digunakan selama insiden. Pesan ini harus menunjukkan bahwa Anda
menyadari situasi yang terjadi dan mengambil tindakan untuk mengatasinya.
Memprioritaskan efek insiden pada orang-orang. Pesan yang disampaikan harus
berkaitan dengan kesehatan publik dan menjawab kekhawatiran serta persepsi publik.
Berikan setiap pesan utama dengan contoh dan data yang sesuai atau bukti lain untuk
membuatnya kredibel. Pesan yang akan disampaikan juga harus dipakai dalam semua
materi komunikasi untuk menjaga konsistensi dan memperlihatkan kewanangan.
Praktik terbaik adalah dengan terus meninjau pesan-pesan yang disampaikan selama
peristiwa krisis berlangsung dan memperbaruinya bila diperlukan. Berikut adalah tips
untuk mengembangkan pesan-pesan kunci:
 Batasi hanya 3 atau 4 pesan
 Hindari jargon atau kalimat klise
 Ringkas inti pesan yang akan disampaikan
 Pastikan bahwa pesan-pesan tersebut relevan bagi khalayak spesifik yang dituju
 Jangan takut untuk menyatakan bahwa fakta-fakta masih belum diketahui
 Jangan berspekulasi atau menyalahkan
 Contoh atau bukti digunakan setidaknya satu pada setiap pesan untuk menambah
kredibilitas
 Jaga bahasa tetap sederhana
 Hindari data yang rumit
 Gunakan analogi atau perbandingan sehari-hari untuk membantu masyarakat
memahami istilah yang rumit.
2. Memberikan pernyataan (holding statement)
Dalam dunia yang terhubung secara digital, penting untuk terlihat mengambil
tindakan cepat untuk menilai situasi dengan benar. Mempersiapkan pernyataan adalah
salah satu cara untuk memperlihatkan kepada khalayak eksternal bahwa pihak kita telah
melakukan sesuatu. Kita dapat memberikan pernyataan secara reaktif (saat ditanya media
atau pihak lain) atau secara proaktif melalui media yang dimiliki.
Pernyataan pada publik harus mencakup tiga pertanyaan dasar yang akan
ditanyakan media saat sebuah peristiwa krisis terjadi: (1) apa yang terjadi; (2) bagaimana
hal itu terjadi; (3) apa yang dilakukan untuk menyelesaikannya. Pernyataan pada tahap
awal akan mencakup ketiga hal tersebut, meski tidak semua jawaban diketahui. Gunakan
nada bicara yang otoratif dan efisien, namun tetap sampaikan keprihatinan dan empati
kepada para korban, tanpa mengambil tanggung jawab terhadap apa yang terjadi, bila
penyebabnya masih belum diketahui.
Seringkali penyelesaian sebuah situasi krisis membutuhkan kerjasama dengan
pihak-pihak di luar BPOM. Perlu ada kesepakatan antar instansi/unit/pihak yang
berkepentingan agar memiliki pesan kunci yang serupa. Manfaatkan social messaging
seperti Whatsapp atau Line untuk mempermudah komunikasi internal BPOM maupun
eksternal dengan lembaga atau kementrian lain. Seringkali ekspektasi masyarakat ke
BPOM tinggi, padahal seringkali kasus yang terjadi tidak dalam lingkup BPOM (bahan
pangan olahan). Misalnya kasus beras plastik bukan termasuk wewenang BPOM sehingga
tidak dapat bereaksi secara langsung, namun harus melaporkan hasil pemeriksaan ke
kepolisian dan tidak boleh diumumkan secara langsung. Akibatnya, BPOM terkesan
lambat.

3. Identifikasi dan persiapkan juru bicara media


Identifikasi dan memberi pengarahan kepada juru bicara media yang paling tepat
diperlukan untuk kejadian tertentu sebelum wawancara diselenggarakan. Keputusan ini
perlu dibuat dengan sangat hati-hati. Juru bicara harus sadar bahwa mereka akan menjadi
‘wajah publik organisasi sehubungan dengan insiden ini’. Lebih baik jika juru bicara yang
disiapkan terdiri dari perwakilan politik untuk memperlihatkan komitmen pemerintah dan
ilmuwan untuk meningkatkan rasa percaya dari masyarakat.
Juru-juru bicara sebaiknya berada di posisi manajemen yang cukup tinggi,
misalnya minimal eselon II, ilmuwan senior, atau professional komunikasi senior yang
telah menjalani pelatihan media krisis. Idealnya, harus ada hanya satu juru bicara per
kejadian untuk memastikan konsistensi dan akurasi dalam semua komunikasi. Juru bicara
yang ditunjuk harus disiapkan melalui pelatihan media khusus dan latihan sebelum
melakukan wawancara apapun. Selain itu, sebagai juru bicara juga harus memiliki
pemahaman yang memadai dan sesuai dengan isu atau topik terkait, memiliki kemampuan
berbicara yang baik, serta harus tampak kompeten dan dapat diandalkan untuk
membicarakan isu tersebut.
Bila diperlukan pembagian wewenang dan tanggung jawab antar lembaga, perlihatkan
adanya koordinasi tersebut. Misalnya koordinasi dengan kementrian, kepolisian, industri,
atau lembaga konsumen seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan
Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI).
4. Menangani wawancara dengan media
Saat menyiapkan juru bicara untuk wawancara suatu insiden krisis, tekankan hal-hal
berikut ini:
 Jujurlah dan tunjukkan keprihatinan
 Hindari spekulasi dan berikan hanya fakta
 Tunjukkan sikap positif dan kesediaan
 Berbicara tenang dan tegas untuk menunjukkan wibawa
 Tidak menyebutkan nama atau deskripsi grafis
 Selalu jawab pertanyaan yang diajukan. Saat tidak ada jawaban, juru bicara harus
memberi alasan. Seorang juru bicara perlu menerima pertanyaan dan
menghubungkan jawabannya dengan pesan-pesan kunci yang telah disiapkan.
 Selalu ralat jurnalis yang bertanya berdasarkan asumsi yang salah.
 Jangan ulang kata-kata negatif atau hasutan yang diucapkan oleh jurnalis
 Jangan salahkan organisasi lain atas kesulitan yang terjadi.
Ingatkan juru bicara akan teknik ABC untuk membantu mereka menjawab pertanyaan-
pertanyaan sulit:
Acknowledge – the question : terima pertanyaan yang diberikan.
Bridge – to your agenda : hubungkan dengan agenda yang dijalani.
Continue – with your message: lanjutkan dengan pesan yang akan disampaikan.
5. Kembangakan dokumen tanya jawab serta informasi yang diperlukan
Dokumen ini dirancang untun membantu juru-juru bicara TRC Komunikasi Pangan
Darurat BPOM untuk memberikan jawaban wawancara yang efektif kepada media.
Dokumen tanya jawab ini adalah dokumen internal dan tidak boleh dipublikasikan ke luar.
Melalui brainstorm, libatkan tim komunikasi, tim asesmen risiko dan tim manajemen
risiko.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menyusun dokumen tanya jawab:
 Letakkan pesan kunci di bagian depan dokumen, sebagai panduan bagi jawaban-
jawaban selanjutnya.
 Letakkan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin ditanyakan, seperti apa yang
terjadi; bagaimana hal tersebut dapat terjadi; siapa yang bersalah; apa yang akan
dilakukan BPOM tentang hal tersebut; bagaimana BPOM memastikan hal tersebut
tidak akan terjadi lagi.
 Antisipasi pertanyaan sulit dan persiapkan jawabannya.
 Rinci informasi pendukung dengan sumber-sumbernya bila mungkin.
 Periksa jawaban untuk menghindari makna ganda, jargon, dan ketidakkonsistenan.
Selanjutnya, pertanyaan yang sering muncul (Frequently Asked Questions) dapat
dijadikan satu dokumen dan dipublikasikan melalui sosial media, berisi informasi aktual
yang ditujukan kepada publik, meyakinkan khalayak, dan menyarakan apa yang dapat
dilakukan oleh khalayak. Hapus pertanyaan-pertanyaan ini setelah insiden krisis telah
berlalu dan jadikan dokumentasi internal BPOM.

Komunikasi Eksternal
1. Lacak semua pertanyaan media
Lacak semua pertanyaan media untuk memastikan bahwa mereka ditangani secara
professional dan tepat waktu, serta pantau hasil liputannya. Tugaskan seseorang untuk
bertanggung jawab memperbarui data dengan permintaan-permintaan baru, dan untuk
meninjaunya setiap beberapa jam.
2. Lacak semua unggahan media sosial
Identifikasi wartawan dari media sosialnya dan pantau komentar yang muncul
ketika insiden itu terjadi. Lihat juga apakah mereka menghubungi publik, organisasi, atau
industri tertentu yang menyangkut situasi tersebut, atau justru langsung menghubungi
BPOM melalui media sosial. Bila ada informasi yang keliru, lakukan koreksi. Koreksi
dapat dilakukan dengan langsung menghubungi jurnalis yang bersangkutan atau memberi
respon langsung ke unggahan terkait.
3. Pilih media komunikasi yang akan digunakan
Tergantung dengan masyarakat yang dituju untuk berkomunikasi, harus dengan
media yang dapat menjangkau secara keseluruhan dengan efektif. Terkadang, penggunaan
media sosial tidak efektif, sehingga memerlukan media seperti SMS untuk menjangkau
masyarakat secara keseluruhan.
4. Menggunakan media sosial saat insiden krisis
Media sosial memiliki peran penting dalam strategi komunikasi insiden secara
keseluruhan, dimana media sosial adalah tempat dari berbagai khalayak masyarakat:
jurnalis, konsumen, politisi, pelaku bisnis dan industri. Bahkan, sebuah cerita dapat
berkembang lebih cepat di media sosial daripada melalui saluran radio maupun TV, dan
percakapan ini dapat membantu memperjelas berbagai perspektif stakeholder. Oleh karena
itu, penting untu memantau media sosial karena cepatnya suatu berita insiden berkembang.
Anda harus menggunakan informasi yang ada dari media sosial untuk beradaptasi,
menguji, dan memperbaiki strategi komunikasi yang sedang berjalan.
Pada media sosial, persepsi seringkali dianggap sebagai kenyataan. Apa yang
orang yakini dan bagaimana mereka merspons akan sering didasarkan pada bagaimana
suatu insiden ini terlihat, bukan berasal dari kenyataan yang terjadi. Hal ini dapat
merugikan organisasi jika pemahaman masyarakat berbeda dari peristiwa yang terjadi.
Beberapa manfaat dari penggunaan media sosial selama insiden krisis sebagai alat
komunikasi, yaitu memungkinkan komunikasi yang cepat dan transparan serta sebagai
cara yang efisien dan hemat biaya untuk mengumpulkan informasi, mengidentifikasi
masalah, dan menilai kembali risiko yang muncul. Media sosial yang dikelola dengan baik
memungkinkan dukungan dari beberapa pihak dan dapat membantu memulihkan
kepercayaan setelah sebuah insiden terjadi.
BPOM tetap harus memberikan informasi tentang perkembangan isu kepada
khalayak sasaran. BPOM juga perlu memantau respon dari berbagai pihak terhadap
strategi dan isu ini. Selain itu, perubahan isu yang terjadi juga harus dipantau dan
disesuaikan dengan perkembangan yang ada.
Pembelajaran setelah insiden berlalu
Setelah krisis berlalu, penting untuk menampung semua pembelajaran dari perspektif
komunikasi. TRC Komunikasi Pangan Darurat BPOM dapat merumuskan pembelajaran apa yang
telah didapat dan menjadi catatan dasar perbaikan rencana komunikasi risiko yang sudah ada.
Beberapa pertanyaan yang dapat memancing diskusi untuk membahas pembelajaran yang
didapat setelah krisis terjadi, seperti di bawah ini:
 Hal-hal apa saja yang telah berhasil dicapai? Hal-hal apa saja yang telah berjalan dengan
baik? Mengapa hal-hal tersebut berjalan baik?
 Hal-hal apa yang perlu segera ditangani untuk menghindari terjadinya kesalahan di masa
mendatang?
 Bagaimana dengan kolaborasi di antara para professional komunikasi dari pihak-pihak
yang terkait?
 Seberapa baik media yang tersedia telah dimanfaatkan?
 Seberapa efektif komunikasi yang telah terjalin, baik dengan internal organisasi dengan
publik?
 Apakah komunikasi sudah menjangkau semua khalayak sasaran? Adakah kelompok yang
tidak terjangkau? Mengapa hal ini terjadi?
 Bagaimana perubahan persepsi yang terjadi sebagai hasil dari kegiatan komunikasi?
Apakah perubahan ini dipantau dan diukur? Bagaimana hasilnya?
 Seberapa baik tim krisis menangani insiden ini? Apakah tim krisis menjalankan prosedur
yang telah disepakati?
 Pelatihan apa yang dibutuhkan agar tim dapat mengelola insiden dengan lebih efektif di
masa mendatang?
Berbagai pembelajaran tersebut perlu dibagikan kepada tiap bidang internal dalam BPOM
atau pemangku kepentingan terkait. Pelatihan menghadapi situasi krisis sebaiknya dilakukan
minimal satu tahun sekali. Bersama pemangku kepentingan lain, BPOM dapat merumuskan
kebijakan atau sumber daya menyangkut isu yang terjadi bila belum ada.
Pada tahap ini, pemberitaan media sudah jauh berkurang atau bahkan tidak muncul lagi.
Namun, periode ini sebaiknya dimanfaatkan untuk memberikan penyuluhan kepada khalayak
sasaran tentang apa yang harus dilakukan bila muncul isu serupa. Periode ini juga waktu yang
tepat untuk mempromosikan peran TRC Komunikasi Pangan Darurat BPOM dalam
penanganan krisis.
BAB IV

DOKUMENTASI

Setiap langkah kegiatan dalam pelaksanaan komunikasi krisis pangan darurat yang berada
di bawah pengawasan langsung Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dicatat bersama
Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan disimpan dalam file internal Sistem Keamanan
Pangan Terpadu (SKPT) TRC Komunikasi Pangan Darurat.
REFERENSI

1. European Food Safety Authority (EFSA). Best practice for crisis communicators: how to
communicate during food or feed safety incidents. Italy. 2015. www.efsa.europa.eu
2. Center for Disease Control and Prevention. Crisis emergency risk communication. USA:
US Department of Health and Human Services. 2014. emergency.cdc.gov/cerc

Anda mungkin juga menyukai