KEPUTUSAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.00.07.21.9976 TAHUN 2020
TENTANG
PANDUAN KOMUNIKASI RISIKO KEAMANAN PANGAN DARURAT
Pertama : Membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) Komunikasi Pangan yang selanjutnya
disebut “TRC KOMUNIKASI PANGAN DARURAT” dengan susunan personalia
yang bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Kedua : TRC Komunikasi Pangan Darurat terdiri dari Intelijen Pangan, Pengawas Pangan
dan Promotor Keamanan Pangan sebagai upaya pengelolaan keamaan pangan
dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT).
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Maret 2020
PANDUAN KOMUNIKASI RISIKO KEAMANAN PANGAN
REPUBLIK INDONESIA
2020
BAB I
DEFINISI
Analisis risiko, seperti yang didefinisikan oleh Codex Alimentarius Commision, terdiri
dari tiga bagian penanganan keamanan pangan yaitu risk assessment, risk management, dan risk
communication. Risk assessment bertujuan untuk mengidentifikasi beragam risiko pada pangan,
baik risiko yang ada di bahan makanan maupun cara pengolahannya. Risk management terdapat
langkah-langkah penanggulangan risiko pada makanan. Hasil dari keduanya dikomunikasikan
kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait melalui strategi risk communication.
Keadaan pangan dapat menyerang dalam sekejap. Badai, pencemaran bahan kimia, bom,
penyakit pandemi, dan gempa bumi adalah beberapa keadaan darurat yang dapat mengancam
kapan saja. Seringkali, mengkomunikasikan informasi adalah sumber daya pertama dan satu-
satunya yang tersedia bagi responden untuk komunitas yang terkena dampak pada awal keadaan
darurat. Melalui komunikasi yang efektif, pihak yang berwenang dapat memengaruhi respons
komunitas dan pulih dari keadaan darurat yang berpotensi menghancurkan.
Insiden keamanan pangan diperlakukan sebagai hal yang mendesak jika dua atau lebih dari
pengidentifikasi berikut dipenuhi:
Risiko terhadap kesehatan masyarakat tinggi (penyakit parah atau kematian)
Skala kejadian besar (jumlah, negara, atau orang yang terkena dampak tinggi)
Insiden terjadi atau diyakini terjadi sebagai akibat dari aksi terorisme
Mendapatkan perhatian publik dan media aktual tinggi atau berpotensi tinggi
Kelompok populasi yang rentan, misalnya bayi atau orang tua, kemungkinan atau akan
terpengaruh secara tidak proporsional.
Situasi krisis, menurut European Commission mencakup faktor-fakor kritis berikut ini:
Situasi ini melibatkan risiko langsung atau tidak langsung yang serius terhadap kesehatan
manusia dan/atau dianggap dipublikasikan seperti itu, dan
Risikonya menyebar atau bisa menyebar oleh sebagian besar rantai makanan, dan
Sangat mungkin bahwa risikonya akan menyebar ke beberapa negara lainnya.
Saat suatu insiden krisis terjadi, bahkan jika telah diantisipasi sebelumnya, akan membutuhkan
waktu yang tidak sedikit untuk menyiapkan respon penuh. Insiden keamanan pangan terjadi ketika
suatu insiden makanan dicurigai dan diidentifikasi dan, sampai infomasi dikumpulkan, mungkin
tidak jelas apakah insiden ini merupakan ancaman serius bagi kesehatan konsumen. Suatu insiden
juga dapat dimulai dengan kurangnya pengetahuan tentang sifat risiko. Pemberitahuan pertama
tentang suatu insiden dapat datang dari berbagai sumber. Oleh karena itu mendapatkan
pemberitahuan pertama sesegera mungkin untuk memungkinkan respons yang cepat sangat
penting. Butuh persiapan yang baik untuk insiden yang muncul tiba-tiba, sehingga semua otoritas
keamanan pangan harus sudah memiliki rencana respon yang tanggap.
Setelah insiden diakui, besarnya risiko kepada konsumen harus dievaluasi. Pada tahap ini
tujuan utamanya adalah untuk mengumpulkan semua informasi yang diperlukan secara efektif dan
tepat waktu untuk mengevaluasi situasi. Tindakan manajemen dan komunikasi yang perlu diambil
akan tergantung pada tingkat risiko dan kemungkinan dampak negatifnya terhadap kesehatan,
ekonomi, perdagangan, atau respons media konsumen. Karena alasan ini, pada tahap ini
klasifikasi kejadian akan sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan. Bagian ini
menguraikan langkah-langkah dan alat-alat yang dapat digunakan pada berbagai tahapan insiden
keamanan pangan dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan manajemen dan komunikasi
untuk meminimalkan dampak kesehatan, ekonomi dan media.
Tujuan
Kedua, untuk memfasilitasi dialog dan pemahaman antara semua pemangku kepentingan, dan
meningkatkan efektivitas proses analisis risiko secara keseluruhan. Komunikasi risiko pada
keamanan pangan dapat meningkatkan pemahaman di antara berbagai pemangku kebijakan yang
menangani isu keamanan pangan mengenai rasionalisasi di balik setiap keputusan yang diambil
atas hasil identifikasi berbagai hazard dan tata kelola risiko keamanan pangan.
Ketiga, untuk memperbaiki proses analisis risiko yang sedang berjalan melalui keterlibatan
masyarakat. Sebagai contoh, komunikasi risiko dibutuhkan untuk membantu manajer pengelola
risiko dapat mengerti dampak dari keputusan berbeda yang mereka putuskan dan membantu
mereka mengidentifikasi efektivitas dari keputusan yang diambilnya.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan yang terkait dengan bidang kesehatan
2. Melakukan pengumpulan informasi dan penelitian bidang keamanan pangan
3. Memberikan pendidikan masyarakat tentang pentingnya keamanan pangan
4. Memberikan masukan dan bimbingan pada industri pangan
5. Menyusun legislasi dan peraturan hukum di bidang pangan
6. Mempersiapkan, merespons, dan pulih dari keadaan darurat.
BAB III
TATALAKSANA
A. PRINSIP
Dalam menjalankan tugasnya, TRC Komunikasi Pangan Darurat melalui Sistem
Keamanan Pangan Terpadu dalam menghadapi kemungkinan terjadinya krisis pangan di
masa depan menerapkan Enam Prinsip Komunikasi Krisis dan Darurat (Crisis and
Emergency Risk Communications/CERC) yang efektif, yaitu:
1. Menjadi yang pertama. Insiden krisis sensitif terhadap waktu.
Mengkomunikasikan informasi dengan cepat sangat penting untuk menenangkan
masyarakat dari banyaknya sumber berita lain yang beredar.
2. Benar. Akurasi membangun kredibilitas. Informasi dapat mencakup apa yang
diketahui dan apa yang tidak diketahui.
3. Kredibel. Kejujuran dan kebenaran seharusnya tidak dikompromikan selama
krisis.
4. Mengekspresikan empati. Krisis menimbulkan bahaya, dan penderitaan harus
diakui dengan kata-kata. Mengatasi apa yang masyarakat rasakan, dan tantangan
yang dihadapi, serta membangun kepercayaan dan hubungan dengan masyarakat.
5. Promosikan tindakan. Memberi orang hal-hal yang bermakna untuk
menenangkan kecemasan, membantu memulihkan ketertiban, dan meningkatkan
rasa kontrol.
6. Menunjukkan rasa menghargai. Komunikasi atau hubungan saling menghormati
sangat penting ketika masyarakat merasa rentan. Rasa saling menghargai
mempromosikan kerja sama dan hubungan baik.
Pengumpulan
informasi
Pemantauan Menyiapkan
dan sistem dan
peninjauan Kolaborasi materi
perkembangan komunikasi
Komunikasi
eksternal
Krisis
selesai
Ketika suatu insiden dicurigai, atau telah terjadi, mulailah pemantauan secara online sesegera
mungkin. Lacak saluran media dan sosial media sehingga petugas tahu apa yang dilaporkan,
dikomentari, dan dibagikan oleh masyarakat, dan bersiaplah untuk memberikan respons.
Pada tahap ini, tim Intelijen Pangan TRC Komunikasi Pangan Darurat dapat melakukan
identifikasi risiko keamanan pangan yang mungkin muncul. Hasil kajian risiko yang terdapat
dalam masing-masing deputi perlu diintegrasikan di satu tempat sehingga dapat diakses oleh lintas
deputi saat dibutuhkan.
Beberapa jalur untuk identifikasi dan monitoring isu keamanan pangan adalah:
ULPK (Unit Layanan dan Pengaduan Konsumen)
Hasil pemantauan media massa (Early Warning System)
Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) untuk mematau produk
ekspor dan impor, serta adanya peringatan dari negara-negara lain.
International Food Safety Authorities Network (INFOSAN) untuk mendapatkan info kasus
dari negara-negara lain.
Asosiasi produsen produk pangan
Media sosial, bank data yang dikelola BPOM.
Komunikasi Eksternal
1. Lacak semua pertanyaan media
Lacak semua pertanyaan media untuk memastikan bahwa mereka ditangani secara
professional dan tepat waktu, serta pantau hasil liputannya. Tugaskan seseorang untuk
bertanggung jawab memperbarui data dengan permintaan-permintaan baru, dan untuk
meninjaunya setiap beberapa jam.
2. Lacak semua unggahan media sosial
Identifikasi wartawan dari media sosialnya dan pantau komentar yang muncul
ketika insiden itu terjadi. Lihat juga apakah mereka menghubungi publik, organisasi, atau
industri tertentu yang menyangkut situasi tersebut, atau justru langsung menghubungi
BPOM melalui media sosial. Bila ada informasi yang keliru, lakukan koreksi. Koreksi
dapat dilakukan dengan langsung menghubungi jurnalis yang bersangkutan atau memberi
respon langsung ke unggahan terkait.
3. Pilih media komunikasi yang akan digunakan
Tergantung dengan masyarakat yang dituju untuk berkomunikasi, harus dengan
media yang dapat menjangkau secara keseluruhan dengan efektif. Terkadang, penggunaan
media sosial tidak efektif, sehingga memerlukan media seperti SMS untuk menjangkau
masyarakat secara keseluruhan.
4. Menggunakan media sosial saat insiden krisis
Media sosial memiliki peran penting dalam strategi komunikasi insiden secara
keseluruhan, dimana media sosial adalah tempat dari berbagai khalayak masyarakat:
jurnalis, konsumen, politisi, pelaku bisnis dan industri. Bahkan, sebuah cerita dapat
berkembang lebih cepat di media sosial daripada melalui saluran radio maupun TV, dan
percakapan ini dapat membantu memperjelas berbagai perspektif stakeholder. Oleh karena
itu, penting untu memantau media sosial karena cepatnya suatu berita insiden berkembang.
Anda harus menggunakan informasi yang ada dari media sosial untuk beradaptasi,
menguji, dan memperbaiki strategi komunikasi yang sedang berjalan.
Pada media sosial, persepsi seringkali dianggap sebagai kenyataan. Apa yang
orang yakini dan bagaimana mereka merspons akan sering didasarkan pada bagaimana
suatu insiden ini terlihat, bukan berasal dari kenyataan yang terjadi. Hal ini dapat
merugikan organisasi jika pemahaman masyarakat berbeda dari peristiwa yang terjadi.
Beberapa manfaat dari penggunaan media sosial selama insiden krisis sebagai alat
komunikasi, yaitu memungkinkan komunikasi yang cepat dan transparan serta sebagai
cara yang efisien dan hemat biaya untuk mengumpulkan informasi, mengidentifikasi
masalah, dan menilai kembali risiko yang muncul. Media sosial yang dikelola dengan baik
memungkinkan dukungan dari beberapa pihak dan dapat membantu memulihkan
kepercayaan setelah sebuah insiden terjadi.
BPOM tetap harus memberikan informasi tentang perkembangan isu kepada
khalayak sasaran. BPOM juga perlu memantau respon dari berbagai pihak terhadap
strategi dan isu ini. Selain itu, perubahan isu yang terjadi juga harus dipantau dan
disesuaikan dengan perkembangan yang ada.
Pembelajaran setelah insiden berlalu
Setelah krisis berlalu, penting untuk menampung semua pembelajaran dari perspektif
komunikasi. TRC Komunikasi Pangan Darurat BPOM dapat merumuskan pembelajaran apa yang
telah didapat dan menjadi catatan dasar perbaikan rencana komunikasi risiko yang sudah ada.
Beberapa pertanyaan yang dapat memancing diskusi untuk membahas pembelajaran yang
didapat setelah krisis terjadi, seperti di bawah ini:
Hal-hal apa saja yang telah berhasil dicapai? Hal-hal apa saja yang telah berjalan dengan
baik? Mengapa hal-hal tersebut berjalan baik?
Hal-hal apa yang perlu segera ditangani untuk menghindari terjadinya kesalahan di masa
mendatang?
Bagaimana dengan kolaborasi di antara para professional komunikasi dari pihak-pihak
yang terkait?
Seberapa baik media yang tersedia telah dimanfaatkan?
Seberapa efektif komunikasi yang telah terjalin, baik dengan internal organisasi dengan
publik?
Apakah komunikasi sudah menjangkau semua khalayak sasaran? Adakah kelompok yang
tidak terjangkau? Mengapa hal ini terjadi?
Bagaimana perubahan persepsi yang terjadi sebagai hasil dari kegiatan komunikasi?
Apakah perubahan ini dipantau dan diukur? Bagaimana hasilnya?
Seberapa baik tim krisis menangani insiden ini? Apakah tim krisis menjalankan prosedur
yang telah disepakati?
Pelatihan apa yang dibutuhkan agar tim dapat mengelola insiden dengan lebih efektif di
masa mendatang?
Berbagai pembelajaran tersebut perlu dibagikan kepada tiap bidang internal dalam BPOM
atau pemangku kepentingan terkait. Pelatihan menghadapi situasi krisis sebaiknya dilakukan
minimal satu tahun sekali. Bersama pemangku kepentingan lain, BPOM dapat merumuskan
kebijakan atau sumber daya menyangkut isu yang terjadi bila belum ada.
Pada tahap ini, pemberitaan media sudah jauh berkurang atau bahkan tidak muncul lagi.
Namun, periode ini sebaiknya dimanfaatkan untuk memberikan penyuluhan kepada khalayak
sasaran tentang apa yang harus dilakukan bila muncul isu serupa. Periode ini juga waktu yang
tepat untuk mempromosikan peran TRC Komunikasi Pangan Darurat BPOM dalam
penanganan krisis.
BAB IV
DOKUMENTASI
Setiap langkah kegiatan dalam pelaksanaan komunikasi krisis pangan darurat yang berada
di bawah pengawasan langsung Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dicatat bersama
Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan disimpan dalam file internal Sistem Keamanan
Pangan Terpadu (SKPT) TRC Komunikasi Pangan Darurat.
REFERENSI
1. European Food Safety Authority (EFSA). Best practice for crisis communicators: how to
communicate during food or feed safety incidents. Italy. 2015. www.efsa.europa.eu
2. Center for Disease Control and Prevention. Crisis emergency risk communication. USA:
US Department of Health and Human Services. 2014. emergency.cdc.gov/cerc