Anda di halaman 1dari 16

SASARAN PAKET PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)

OLEH :
KELOMPOK 1

Afrinita Khoyiriyah PO.71.24.2.17.001


Anggun Rafika Arya L PO.71.24.2.17.005
Diah Ayu Lestari PO.71.24.2.17.011
Dwi Puspita Sindi PO.71.24.2.17.014
Khalda Tiara Putri PO.71.24.2.17.018
Mala Rispa PO.71.24.2.17.021
Rita Rukhmawati PO.71.24.2.17.031
Okta Mayang Sari PO.71.24.2.17.028
Tri Rista Melinia PO.71.24.2.17.036
Vina Kartika Mahira PO.71.24.2.17.039

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEBIDANAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalh yang berjudul SASARAN PAKET
PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM) ini. Meskipun banyak hambatan yang
kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan
laporan ini tepat pada waktunya.
Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat makalah ini
dengan baik. Tetapi jika makalah ini mempunyai banyak kekurangan, maka kami
memohon maaf sebesar-besarnya.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Palembang, Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii

BAB I.................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan............................................................................................................2

BAB II...............................................................................................................................3

PEMBAHASAN................................................................................................................3

2.1 Pengertian Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)...................................3

2.2 Sasaran Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)........................................4

2.3 PPAM Kesehatan Reproduksi........................................................................4

BAB III............................................................................................................................12

PENUTUP.......................................................................................................................12

3.1 Kesimpulan..................................................................................................12

3.2 Saran............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara yang rentan terhadap bencana. Hal ini dikarenakan
kondisi geografis, geologis, hidrologis maupun demografisnya. Bencana dapat
disebabkan oleh faktor alam, non alam maupun akibat perbuatan manusia yang
dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian harta benda bahkan korban
jiwa. Bencana juga dapat menimbulkan krisis kesehatan yang menyebabkan
korban luka, dampak psikologis, korban meninggal, masalah gizi, masalah
ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyakit menular, gangguan
kejiwaan dan masalah lainnya. Jika terjadi bencana berskala sangat besar, dapat
menyebabkan terganggunya pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan
reproduksi bahkan dapat menimbulkan lumpuhnya sistem kesehatan di tempat
yang terkena dampak bencana.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sejak tahun 2008 telah
mengembangkan program pelayanan kesehatan reproduksi pada situasi bencana
yang diimplementasikan di seluruh Indonesia. Pada saat itu, upaya ini
menggunakan pedoman pelayanan kesehatan reproduksi pada situasi bencana
yang diterjemahkan langsung dari pedoman internasional Inter-agency Working
Group (IAWG) on Reproductive Health in Crises. Sejak tahun 2014, pedoman
tersebut telah diadaptasi ke dalam konteks lokal Indonesia dengan diterbitkannya
Pedoman Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi pada
Krisis Kesehatan. Pedoman PPAM Kesehatan Reproduksi disusun berdasarkan
pengalaman lapangan dan praktik pelayanan kesehatan reproduksi pada situasi
bencana sejak tahun 2004, ketika bencana Tsunami Aceh sampai bencana yang
terjadi di tahun 2017.
Tahun 2014, Indonesia mulai menerapkan sistem klaster dalam upaya
penanggulangan bencana. Pendekatan klaster dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan dalam penanggulangan bencana melalui kemitraan dengan
1
berbagai pihak dibawah koordinasi BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD). Klaster kesehatan terdiri dari beberapa sub klaster, yang masing
masing bertanggung jawab terhadap bidang kesehatan tertentu. Salah satunya
adalah sub klaster kesehatan reproduksi yang bertanggung jawab terhadap
penyediaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi.
Dengan diterapkannya sistem klaster ini maka penyediaan pelayanan
kesehatan reproduksi melalui PPAM pada situasi bencana/ krisis kesehatan,
diharapkan dapat meningkat melalui koordinasi yang erat antara klaster maupun
antara anggota subklaster dan memaksimalkan seluruh potensi dan sumber daya
untuk upaya pemenuhan hak reproduksi, utamanya bagi kelompok rentan seperti
ibu hamil, bersalin, pascapersalian, anak bayi baru lahir, remaja dan wanita usia
subur.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari latar belakang diatas antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) ?
2. Apa saja sasaran dari Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) ?
3. Apa yang dimaksud PPAM Kesehatan Reproduksi ?

1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Paket Pelayanan Awal Minimum
(PPAM)
2. Untuk mengetahui sasaran dari Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)
3. Untuk mengetahui apa itu PPAM Kesehatan Reproduksi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi


PPAM merupakan serangkaian kegiatan prioritas kesehatan reproduksi yang
harus dilaksanakan segera pada tanggap darurat krisis kesehatan untuk
menyelamatkan jiwa khususnya pada kelompok perempuan dan remaja
perempuan. Jika kesehatan reproduksi diabaikan, akan memiliki konsekuensi
sebagai berikut:
1) Kematian maternal dan neonatal
2) Kekerasan seksual dan komplikasi lanjutan
3) Infeksi menular seksual (IMS)
4) Kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman
5) Penyebaran HIV.
Keluarga berencana bukan merupakan bagian dari PPAM kesehatan
reproduksi, namun pelayanan kontrasepsi dibutuhkan untuk memastikan
kesinambungan dalam penggunaan alat dan obat kontrasepsi (alokon) pada
pasangan usia subur dalam mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.
Pelayanan kesehatan reproduksi harus tersedia dalam kondisi apapun baik pada
kondisi normal maupun pada situasi bencana. Pada bencana berskala besar,
biasanya terjadi keterbatasan jumlah tenaga maupun sarana dan prasarana (alat
dan bahan) kesehatan. Oleh karena itu intervensi pelayanan kesehatan reproduksi
difokuskan pada tindakan penyelamatan jiwa melalui penerapan PPAM yang
merupakan pelayanan minimal yang harus tersedia. Sedangkan pada bencana
berskala kecil, biasanya tenaga dan sarana
Paket Layanan Awal Minimum (PPAM) untuk Kesehatan Reproduksi
adalah seperangkat kegiatan prioritas terkoordinasi yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan reproduksi penduduk pada permulaan suatu
keadaan darurat. PPAM juga menentukan layanan kesehatan reproduksi manakah
yang paling penting untuk mencegah kesakitan dan kematian, menangani akibat
3
dari kekerasan seksual, khususnya di kalangan perempuan dan anak-anak
perempuan dalam situasi bencana.
2.2 Sasaran PPAM
Sasaran dari PPAM yaitu mengurangi angka kematian, penyakit, dan cacat
diantara populasi yang terkena pengaruh krisis terutama wanita dan gadis.
Populasi ini dapat berupa pengungsi lintas batas atau internal. pengungsi lintas
batas adalah seseorang yang oleh karena rasa takut yang wajar akan kemungkinan
dianiaya berdasarkan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada suatu kelompok
sosial tertentu, atau pandangan politik.
Sedangkan pengungsi internal ialah orang-orang atau kelompok-kelompok
orang yang telah dipaksa atau terpaksa melarikan diri atau meninggalkan rumah
mereka atau tempat mereka dahulu biasa tinggal, terutama sebagai akibat dari,
atau dalam rangka menghindarkan diri dari dampak-dampak konflik bersenjata,
situasisituasi rawan yang ditandai oleh maraknya tindak kekerasan secara umum,
pelanggaran-pelanggaran hak-hak asasi manusia, bencana-bencana alam, atau
bencana-bencana akibat ulah manusia, dan yang tidak melintasi perbatasan negara
yang diakui secara internasional.

2.3 PPAM kesehatan reproduksi


Sejak awal respon di setiap situasi bencana sektor kesehatan harus
menetapkan satu organisasi sebagai koordinator kesehatan reproduksi. Bisa
berupa sebuah LSM internasional, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atau
lembaga PBB,h arus segera menugaskan seorang petugas kesehatan reproduksi
tetap untuk jangka waktu minimal tiga bulan guna memberi dukungan teknis dan
operasional kepada mitra kesehatan dan untuk memastikan bahwa kesehatan
reproduksi adalah prioritas serta mencapai cakupan yang baik untuk layanan
PPAM.
1. Mencegah kekerasan seksual
Kekerasan seksual telah dilaporkan dari kebanyakan situasi darurat
bencana, termasuk yang disebabkan oleh bencana alam. Semua pelaku dalam
situasi kemanusiaan harus menyadari risiko kekerasan seksual dan
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan multisektoral untuk mencegah dan
melindungi penduduk 4 yang terdampak, khususnya perempuan dan anak
perempuan. Dalam kolaborasi dengan mekanisme sektor/cluster kesehatan
secara keseluruhan, petugas kesehatan reproduksi dan staf program kesehatan
reproduksi harus :
a. Memastikan perempuan, pria, remaja dan anak-anak memiliki akses
terhadap layanan kesehatan dasar, termasuk layanan kesehatan seksual dan
kesehatan reproduksi;
b. Mendesain dan menempatkan fasilitas kesehatan untuk meningkatkan
keamanan fisik, melalui konsultasi dengan masyarakat, khususnya pada
perempuan dewasa dan remaja
c. Berkonsultasi dengan penyedia layanan dan pasien tentang keamanan di
fasilitas fasilitas kesehatan
d. Menempatkan toilet dan tempat mencuci laki-laki dan perempuan secara
terpisah di fasilitas kesehatan di tempat yang aman dengan penerangan
jalan yang memadai pada malam hari, dan memastikan bahwa pintu-pintu
dapat dikunci dari dalam;
e. Mempekerjakan perempuan sebagai penyedia layanan, pekerja kesehatan
masyarakat, staf program dan penerjemah
2. Mengurangi penularan HIV
Untuk mengurangi penularan HIV sejak permulaan respon bencana,
petugas kesehatan reproduksi harus bekerja dengan para mitra sektor kesehatan
untuk:
a. menetapkan praktik transfusi darah yang aman dan rasional
b. memastikan penerapan tindakan pencegahan standar menjamin tersedianya
kondom gratis.
Meskipun bukan komponen dari PPAM, adalah penting untuk membuat
antiretroviral (ARV) tersedia agar dapat melanjutkan pengobatan bagi orang-
orang yang masuk dalam program ARV sebelum keadaan darurat, termasuk
perempuan yang terdaftar dalam program PMTCT.
3. Transfusi darah yang aman
Penggunaan darah secara rasional dan aman untuk transfusi darah sangat
penting untuk mencegah penularan HIV dan infeksi-infeksi lain yang dapat
5
menular melalui transfusi (TTI/Transfusion-Transmissible Infection) seperti
hepatitis B, hepatitis C dan sifilis. Jika darah yang tercemar HIV
ditransfusikan, maka penularan HIV kepada penerima hampir 100%. Transfusi
darah tidak boleh dilakukan jika fasilitas, perlengkapan dan staf yang terlatih
tidak ada.
Transfusi darah yang rasional mencakup:
a. transfusi darah hanya dalam keadaan yang mengancam nyawa dan bila
tidak ada alternatif lain
b. menggunakan obat-obatan untuk mencegah atau mengurangi perdarahan
aktif (misalnya oksitosin)
c. menggunakan pengganti darah untuk mengganti volume yang hilang
seperti cairan pengganti berbasis kristaloid (Ringer Laktat, Normal Salin)
atau substitusi berbasis koloid (haemaccell, gelofusin) jika
memungkinkan.
Transfusi darah aman mencakup:
a. pengumpulan darah hanya dari donor darah sukarela yang tidak dibayar
dengan risiko rendah tertular infeksi lain melalui transfuse (TTI) dan
menetapkan kriteria seleksi donor darah yang lebih ketat
b. melakukan skrining terhadap semua darah untuk transfusi, minimal untuk
HIV 1 dan 2, hepatitis B, hepatitis C, dan sifilis, dengan menggunakan alat
tes yang paling tepat.Satu tes skrining HIV tidak cukup untuk menentukan
status HIV. Jangan mengungkapkan hasil tes skrining yang positif kepada
donor jika mereka tidak dapat dirujuk untuk mendapat layanan konseling
dan tes sukarela (VCT). Dalam hal ini lakukan skrining terhadap darah
untuk transfusi dan buang darah itu jika tidak dapat digunakan.
Hubungkan jasa transfuse darah dengan layanan VCT sesegera mungkin
setelah ditetapkan sebagai bagian dari respon yang komprehensif dan
rujuklah donor ke VCT sebelum skrining darah mereka.
c. melakukan pengelompokan ABO dan tipe Rhesus D (RhD) dan, jika ada
waktu, melakukan pemeriksaan silang;
d. Hanya melakukan transfusi darah kepada wanita usia subur dengan darah
tipe RhD yang sesuai
6
e. memastikan praktik transfusi yang aman di sisi tempat tidur dan
pembuangan kantong darah, alat suntik, dan jarum suntik secara aman.
4. Membuat kondom gratis tersedia
Kondom merupakan metode perlindungan penting untuk mencegah
penularan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) lainnya. Meskipun tidak
semua orang tahu tentang kondom, dalam kebanyakan populasi ada beberapa
orang yang akan menggunakan kondom. Pastikan bahwa kondom untuk
lakilaki dan perempuan tersedia sejak hari-hari permulaan respon kemanusiaan
dan pesan segera persediaan kondom untuk laki-laki dan perempuan yang
berkualitas baik dalam jumlah yang cukup .
5. Mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal
Kegiatan prioritas untuk mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian
maternal dan neonatal :
a. Memastikan ketersediaan layanan kegawatdaruratan kebidanan dan
perawatan neonatal termasuk:
b. Di fasilitas kesehatan: penolong persalinan terlatih dan supply untuk
pertolongan persalinan normal dan penanganan komplikasi kebidanan dan
bayi baru lahir
c. Di rumah sakit rujukan: staf medis yang terampil dan supply untuk
penanganan kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir.
d. Membangun sistem rujukan untuk memfasilitasi transportasi dan
komunikasi dari masyarakat ke puskesmas dan antara puskesmas dan
rumah sakit
e. Menyediakan kit persalinan bersih untuk ibu hamil yang terlihat dan
penolong persalinan jika terpaksa melahirkan di rumah ketika akses ke
fasilitas Kesehatan tidak memungkinkan.
6. Rencanakan untuk mengintegrasikan layanan kesehatan reproduksi
komprehensif ke dalam layanan kesehatan dasar
Mulailah merencanakan integrasi kegiatan kesehatan reproduksi
komprehensif ke dalam pelayanan kesehatan dasar pada fase awal respon
darurat. Jika tidak dilakukan, ini dapat menyebabkan penundaan yang tidak
perlu dalam penyediaan layanan ini, yang meningkatkan risiko terjadinya
7
kehamilankehamilan yang tidak diinginkan, penularan IMS (infeksi menular
seksual), komplikasi dalam kekerasan berbasis gender, serta kesakitan dan
kematian pada ibu dan bayi baru lahir.
Untuk merancang suatu program layanan kesehatan reproduksi yang
komprehensif dan terintegrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar. para
petugas kesehatan reproduksi dan manajer program kesehatan reproduksi harus
bekerja dalam sektor/cluster kesehatan untuk:
a. memesan peralatan dan bahan kesehatan reproduksi
b. mengumpulkan data latar belakang yang ada
c. mengidentifikasi tempat yang sesuai untuk menyelenggarakan layanan
kesehatan reproduksi yang komprehensif di masa depan
d. menilai kapasitas staf untuk memberikan layanan kesehatan reproduksi
yang komprehensif dan membuat rencana untuk pelatihan/pelatihan
kembali.
7. Pemesanan peralatan dan perlengkapan kesehatan reproduksi
Setelah pelayanan awal minimum kesehatan reproduksi berjalan,
bekerjalah bersama pihakpihak yang berwenang di bidang kesehatan dan
melalui sektor/cluster kesehatan untuk menganalisa situasi, membuat estimasi
penggunaan obat-obatan dan bahan habis pakai, menilai kebutuhan penduduk
dan memesan lagi perlengkapan sesuai kebutuhan. Hindari pemesanan RH kits
yang terus menerus. Memesan supply kesehatan reproduksi berdasarkan
permintaan akan lebih menjamin keberlanjutan program kesehatan reproduksi
dan menghindari kekurangan beberapa perlengkapan maupun kelebihan
perlengkapan lain yang tidak digunakan dalam situasi yang ada.
Pemesanan lebih lanjut untuk supply kesehatan reproduksi dapat dilakukan
melalui jalur supply medis yang biasa di negara bersangkutan. Juga
pertimbangkan jalur pengadaan yang digunakan oleh LSM atau melalui
Cabang Layanan Pengadaan UNFPA (UNFPA Procurement Services Branch)
Pada waktu memesan supply untuk layanan kesehatan reproduksi
komprehensif, kesehatan reproduksi dan manajer program kesehatan
reproduksi harus mengkoordinasikan pengelolaan komoditas kesehatan
8
reproduksi dengan otoritas kesehatan dan sektor/cluster kesehatan agar dapat
menjamin akses yang tidak terputus ke komoditas kesehatan reproduksi dan
menghindari pemborosan
8. Mengumpulkan data latar belakang yang ada
Untuk dapat bergerak lebih jauh di luar PPAM dan membuat rencana
untuk penyelenggaraan layanan kesehatan reproduksi komprehensif, petugas
kesehatan reproduksi dan manajer program, dalam suatu kerjasama erat dengan
para mitra di sektor/cluster kesehatan, harus mengumpulkan informasi-
informasi yang ada atau membuat estimasi data yang dapat membantu dalam
merancang program kesehatan reproduksi komprehensif.
a. Mengidentifikasi kebijakan dan protocol Kementrian Kesehatan yang
relevan untuk perawatan terstandar, seperti manajemen IMS dengan
pendekatan sindrom dan protokol keluarga berencana.
b. Mengumpulkan atau membuat estimasi data demografis dan informasi
kesehatan reproduksi dari populasi yang terdampak, seperti:
1. jumlah wanita usia subur (15 sampai 49 tahun) – diperkirakan 25%
dari jumlah penduduk; jumlah pria yang aktif secara seksual-
diperkirakan 20% dari jumlah penduduk, angka kelahiran kasar –
diperkirakan mencapai 4% dari jumlah penduduk;
2. data mortalitas berdasarkan umur dan jenis kelamin, misalnya
jumlah kematian pada anak perempuan remaja, angka kematian
bayi baru lahir (jumlah kematian selama 28 hari pertama
kehidupan per 1000 kelahiran hidup dalam suatu periode

PPAM Kesehatan Reproduksi


Ketersediaan layanan kesehatan reproduksi sejak awal bencana/krisis
kesehatan dilakukan melalui pelaksanaan PPAM kesehatan reproduksi. Sasaran
PPAM adalah penduduk yang merupakan kelompok rentan kesehatan reproduksi
yaitu bayi baru lahir, ibu hamil, ibu bersalin, ibu pascapersalinan, ibu menyusui,
anak perempuan, remaja dan wanita usia subur. PPAM merupakan serangkaian
kegiatan prioritas kesehatan reproduksi yang harus segera dilaksanakan pada
9
tanggap darurat krisis kesehatan dalam rangka menyelamatkan jiwa pada
kelompok rentan.
1. PPAM kesehatan reproduksi dilaksanakan pada saat fasilitas pelayanan
kesehatan tidak berfungsi atau akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi
sulit terjangkau oleh masyarakat terdampak.
2. PPAM kesehatan reproduksi diterapkan pada semua jenis bencana, baik
bencana alam maupun non alam.
3. Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan reproduksi disesuaikan dengan hasil
penilaian kebutuhan awal, yang dilakukan oleh petugas kesehatan di
lapangan/anggota sub klaster kesehatan reproduksi. Jika PPAM kesehatan
reproduksi tidak dilaksanakan, akan memiliki konsekuensi:
1) meningkatnya kematian maternal dan neonatal
2) meningkatnya risiko kasus kekerasan seksual dan komplikasi lanjutan,
3) meningkatnya penularan Infeksi Menular Seksual (IMS),
4) terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman,
5) terjadinya penyebaran HIV.

10
PPAM : Seperangkat kegiatan prioritas terkoordinasi yang dirancang untuk
mencegah dan menangani akibat kekerasan seksual, mencegah meningkatkan
angka kesakitan dan kematian maternal dan neonatal : mengurangi penyebaran
HIV dan merencanakan pelayanan kespro komprehensif dihari hari dan minggu
minggu awal situasi darurat

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

12
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai