Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENGELOLAAN KONFLIK DAN INTERAKSI SOSIAL DALAM


PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Humaniora

DOSEN PENGAMAMPU

Disusun Oleh:

KELOMPOK 8

PRODI D-IV KEBIDANAN JURUSAN KEBIDANAN

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

2018

ii
ANGGOTA KELOMPOK

LIZA APRIANI NIM 20185325043

ETIKA

CINDY

NANI

URAY

HASPRIANI

RENSIARNI

MARNI

NANDA

ROHAYAH

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya makalah mengenai “Pengelolaan Konflik dan Interaksi
Sosial Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak” ini dapat diselesaikan.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, diharapkan ada saran
yang membangun untuk pengerjaan makalah berikutnya serta semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Pontianak, Agustus 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
TINJAUAN TEORI ................................................................................................ 3
2.1. Konflik.......................................................................................................... 3
a. Pengertian..................................................................................................... 3
b. Cara Mengatasi konflik ................................................................................ 5
c. Fakto-Faktor Penyebab Konflik Secara Umum………………...………….6

d Pengelolaan Konflik ..................................................................................... 8


2.2. Interaksi Sosial ............................................................................................. 9
a. Pengertian Interaksi Sosial ........................................................................... 9
b. Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial ............................................ 11
c. Masalah sosial kesehatan dan penyakit ibu dan anak .............................. 133
d. Implikasi Pengelolaan konflik masalah sosial pelayanan KIA .................. 15
e. Bidan Sebagai Chance Of Agent……………………………………..…..16

BAB III ................................................................................................................. 18


KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 18
1. KESIMPULAN .......................................................................................... 18
2. SARAN ...................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konflik merupakan kondisi yang terjadi ketika dua pihak atau lebih
menganggap ada perbedaan posisi yang tidak selaras, tidak cukup sumber dan
tindakan salah satu pihak menghalangi, atau mencampuri atau dalam
beberapa hal membuat tujuan pihak lain kurang berhasil. Tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan
dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-
perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Interaksi Sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan
manusia. Kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang tak bisa hidup sendiri
menuntutnya untuk senantiasa berhubungan dengan orang lain.
Dalam hubungan ini manusia saling berkomunikasi secara timbal balik
dan saling mempengaruhi satu sama lain, baik antar individu, individu dengan
kelompok, maupun kelompok dengan kelompok. Hubungan tersebutlah yang
kemudian disebut sebagai interaksi sosial.
Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi
interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya
konflik. Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik
antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasen, staf dengan keluarga dan
pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi
tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat
kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan,
disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena
kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat

1
memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi
seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat
menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan
melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam
suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh
suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru,
persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai
macam kepribadian individu.
Didalam pelaksanaan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak dimasyarakat,
perilaku-perilaku kesehatan di masyarakat baik yang menguntungkan atau
merugikan kesehatan banyak sekali dipengaruhi oleh faktor sosial budaya
yang umum terjadi dimasyarakat itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari konflik itu?
2. Apa saja cara mengatasi konflik?
3. Apa saja cara mengelola konflik ?
4. Apakah pengertian dari Interaksi Sosial?
5. Apakah Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial?
6. Apa sajakah Masalah sosial kesehatan dan penyakit ibu dan anak?
7. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah konflik dan
interaksi sosial KIA ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari konflik itu
2. Mengetahui cara penyelesaian
3. Mengetahui cara mengelola konflik
4. Mengetahui pengertian dari Interaksi Sosial
5. Mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
6. Mengetahui Masalah sosial kesehatan dan penyakit ibu dan anak
7. Mengetahui Implikasi Pengelolaan pembangunan KIA

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Konflik

a. Pengertian

Konflik berasal dari kata kerja Latin, configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik
antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya
akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli:
1) Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan
warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan
akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan
pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2) Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan
kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal
ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki
kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama
lain.
3) Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam
organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka
tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum
konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka
mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka
konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

3
4) Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk interaktif yang
terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada
tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan
individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5) Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi
antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling
tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6) Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu
pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau,
satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan
menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
7) Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu
lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam
pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau
lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules,
1994:249).
8) Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-
perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
9) Konflik senantiasa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni
tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan,
keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat
(Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
10) Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan
yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level
yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
11) Menurut Ariyono Suryono, konflik adalah proses atau keadaan dimana
dua pihak berusaha menggagalkan tercapainya tujuan masing-asing
disebabkan adanya perbedaan pendapat, nilai-nilai ataupun tuntutan
masing-masing pihak.

4
12) Menurut Soerjoni Soekanto, konflik merupakan proses sosial dimana
orang perorang atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi
tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman
atau kekerasan.

b. Cara Mengatasi konflik

Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai


kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling
menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-
bentuk akomodasi :
1) Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu
tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu.
Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang
tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan hari suci
keagamaan, dan lain-lain.
2) Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga
yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak.
Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam
masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih
maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3) Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan
keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan
antara Indonesia dengan Belanda.
4) Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang
berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama. Misalnya : Panitia tetap
penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemeapai kestabilan n Tenaga
Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh,
hari-hari libur, dan lain-lain.
5) Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki
kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang.

5
Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau
mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada
masaPerang dingin.
6) Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di
pengadilan.

c. Faktor-Faktor Penyebab Konflik Secara Umum :


1. Perbedaan Individu
Merupakan perbedaan yang menyangkut perasaan, pendirian, pendapat atau ide
yang berkaitan dengan harga diri, kebanggaan dan identitas seseorang. Perbedaan
kebiasaan dan perasaan yang dapat menimbulkan kebencian dan amarah sebagai
awal timbulnya konflik. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan
pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa
terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

2. Perbedaan Latar Belakang Kebudayaan


Kepribadian seseorang dibentuk dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Tidak semua masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma-norma sosial yang sama.
Apa yang dianggap baik oleh suatu masyarakat belum tentu sama dengan apa
yang dianggap baik oleh masyarakat.Misalnya orang jawa dengan orang papua
yang memiliki budaya berbeda, jelas akan membedakan pola pikir dan
kepribadian yang berbeda pula. Jika hal ini tak ada suatu hal yang dapat
mempersatukan, akan berakibat timbulnya konflik.

3. Perbedaan Kepentingan
Setiap individu atau keompok seringkali memiliki kepentingan yang berbeda
dengan individu atau kelompok lainnya. semua itu bergantung dari kebutuhan-
kebutuhan hidupnya. Perbedaan kepentingan ini menyangkut kepentingan
ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Misalnya seseorang pengusaha menghendaki
adanya penghematan dalam biaya suatu produksi sehingga terpaksa harus
melakukan rasionalisasi pegawai. Namun, para pegawai yang terkena rasionalisasi

6
merasa hak-haknya diabaikan sehingga perbedaan kepentingan tersebut
menimbulkan suatu konflik. Misalnya mengenai masalah pemanfaatan hutan. Para
pecinta alam menganggap hutan sebagai bagian dari lingkungan hidup manusia
dan habitat dari flora dan fauna. Sedangkan bagi para petani hutan dapat
menghambat tumbuhnya jumlah areal persawahan atau perkebunan. Bagi para
pengusaha kayu tentu ini menjadi komoditas yang menguntungkan. Dari kasus ini
ada pihak – pihak yang memiliki kepentingan yang saling bertentangan, sehingga
dapat berakibat timbulnya konflik.

4. Perubahan Sosial
Perubahan sosial dalam sebuah masyarakat yang terjadi terlalu cepat dapat
mengganggu keseimbangan sistem nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat tersebut. Konflik dapat terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara
harapan individu atau masyarakat dengan kenyataan sosial yang timbul akibat
perubahan itu. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses
industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai
lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat
berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu
seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah
yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser
menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian
waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan
tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

7
d. Pengelolaan Konflik

Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan :


1. Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola
dan mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan
memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum
jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat
dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai
dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior
yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan
kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang
berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih
tinggi.
3. Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan
lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat
dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan
menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang
akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
4. Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal
penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa
penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang
benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai
sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

8
2.2. Interaksi Sosial

a. Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial


yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan
antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang
satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu.
Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai
sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang
menggunakannya

Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat


manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki
sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu
berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir
adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan
terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan
orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan
interpretative process

Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau


kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial
merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi
merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan
reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels
menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi
dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut
dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah
segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi
jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik
fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.

9
Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat
melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi
Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial
menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan
jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan
mengenai Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi
waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir
adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi
situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi.
Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.

Interaksi Sosial adalah suatu proses hubungan timbal balik yang


dilakukan oleh individu dengan individu, antara indivu dengan kelompok,
antara kelompok dengan individu, antara kelompok dengan dengan
kelompok dalam kehidupan social.

Dalam kamus Bahasa Indonesia Interaksi didefinisikan sebagai hal


saling melakukan aksi , berhubungan atau saling mempengaruhi. Dengan
demikian interaksi adalah hubungan timbal balik (sosial) berupa aksi
saling mempengaruhi antara individu dengan individu, antara individu dan
kelompok dan antara kelompok dengan dengan kelompok.

Gillin mengartikan bahwa interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan


sosial dimana yang menyangkut hubungan antara individu , individu dan
kelompok atau antar kelompok. Menurut Charles P. loomis sebuah hubungan
bisa disebut interaksi jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. jumlah pelakunya dua orang atau lebih
2. adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbul atau
lambing-lambang
3. adanya suatu demensi waktu yang meliputi ,asa lalu, masa kini, dan masa
yang akan dating .
4. adanya tujuan yang hendak dicapai.

10
b. Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

1. Imitasi
Faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yang pertama adalah
imitasi, pengertian dari imitasi adalah suatu dorongan untuk meniru, yang
mana imitasi ini mempunyai peran yang sangat penting dalam proses interaksi
sosial. Imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi aturan atau norma-
norma yang berlaku, akan tetapi imitasi juga dapat mengakibatkan hal-hal
yang negatif, serperti meniru tindakan buruk, meniru merokok dan lain
sebagainya. Selain itu juga imitasi dapat melemahkan atau mematikan
pengembangan daya kreasi seseorang (karena hanya meniru).
2. Sugesti
Faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yang kedua adalah sugesti.
Sugesti dapat terjadi ketika seseorang memberikan pandangan atau sikap yang
berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Jadi proses ini
hampir sama dengan imitasi, tetapi titik tolaknya berbeda. Beralangsungnya
sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda emosi yang dapat
menghambat daya berpikir rasional dan akal sehat. Biasanya sugesti berasal
dari orang-orang berikut ini :
- Orang yang memiliki wibawa, karismatik, dan punya pengaruh
terhadap orang lain (yang disugesti), misalnya ustad, orang tua,
ulama, pejabat, guru, direktur dll.
- Orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari yang disugesti
- Kelompok yang lebih banyak (mayoritas) terhadap kelompok yang
lebih kecil (minoritas)
- Reklame atau iklan yang ada pada media massa (contoh, iklan di
televisi, media sosisal, iklan di radio, koran, website dan lain
sebagainya).
3. Identifikasi
Faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yang ke tiga adalah
identifikasi. Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan yang
terdapat pada seseorang untuk membuat dirinya menjadi sama (identik atau

11
serupa) dengan orang lain yang disukainya. Identifikasi ini lebih mendalam
daripada imitasi, karena kepribadian yang dimiliki oleh orang tersebut dapat
tercipta atas dasar proses ini. Berlangsungnya identifikasi dapat
mengakibatkan terjadinya suatu pengaruh yang lebih mendalam daripada
proses imitasi dan juga proses sugesti. Ada kalanya, proses identifikasi
didahului dengan proses imitasi dan juga sugeti.

4. Simpati
Faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yang ke empat adalah
simpati. Simpati merupakan suatu proses di mana seseorang akan memiliki
rasa tertarik atau daya tarik kepada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan
seseorang memegang peranan yang sangat penting. Dorongan utamanya,
yaitu keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama
dengannya.
Inilah perbedaannya dengan identifikasi yang didorong oleh keinginan
untuk belajar dari pihak lain yang dianggap pribadinya lebih tinggi dan latak
untuk dihormati, karena mempunyai kelebihan atau kemampuan tertentu yang
patut dijadikan contoh atau teladan bagi dirinya. Proses simpati akan
berkembang di dalam suatu keadaan di mana faktor saling mengerti dapat
ditumbuhkan.
5. Empati
Faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yang ke lima adalah
empati. Perasaan empati kepada seseorang ini hampir mirip dengan perasaan
simpati kepada seseorang, akan tetapi perasaan empati tidak hanya sebatas
kejiwaan saja seperti pada perasaan simpati. Perasaan empati ini akan mucul
bersamaan dengan perasaan organisme tubuh yang sangat dalam.
Contohnya kalau kita suatu daerah yang terkena bencana gunung
meletus, maka perasaan empati akan membuat kita seolah-olah juga ikut
sedih dan ikut terkena bencana. Kita tidak hanya merasa sedih/kasihan tetapi
kita juga ikut merasakan penderitaannya.

12
6. Motivasi
Faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yang ke enam adalah
motivasi. Motivasi dengan sugesti juga hampi sama, sugesti bisa mengarah ke
hal yang positif dan negatif (lebih condong ke negatif) sedangkan motivasi
lebih mengarah ke hal-hal yang positif. Karena motivasi adalah suatu
dorongan, rangsangan ataupun pengaruh yang diberikan oleh seseorang
kepada orang lainnya, sehingga orang yang diberi motivasi tersebut akan
termotivasi dan menuruti atau melaksanakan apa yang telah dimotivasikan
secara kritis, rasional dan penuh tanggung jawab.

c. Masalah sosial kesehatan dan penyakit ibu dan anak

Masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak
terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat
dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan
pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan,
hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan
ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap
kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, pakta dasarnya adalah merupakan
salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat
bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu
hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan
anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.
4 jenis tindakan sosial yang terkaji di masyarakat :
a) Rasionalitas Instrumental, tindakan yang dilakukan individu didasarkan atas
pertimbangan rasional yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan
kesediaan alat untuk mencapainya. Contohnya bidan yang merujuk pasien ke
Rumah Sakit.
b) Rasionalitas yang berorientasi niat individu melakukan tindakan karena hal
itu dianggap benar dan baik oleh masyarakat, tujuan tindakan tidak
diperhitungkan. Misalnya upacara adat

13
c) Tindakan Tradisional, tindakan dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan
yang dilakukan nenek moyang, tanpa refleksi yang sabar atau perencanaan.
Misalnya tidak boleh duduk di depan pintu saat hamil.
d) Tindakan Afektif, tindakan ini didominasi perasaan atau emosi tanpa
perencanaan. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan
ekspresi emosional dari individu. Contohnya menangis dan tertawa.
Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi
kesehatan bayi adalah makanan yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada
aturan-aturan yang menentukan kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang
seharusnya dan tidak seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah
tangga, sesuai dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi tertentu.
Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah
berhak mendapat jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik
daripada anggota keluarga yang lain; atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu
daripada anak perempuan. Walaupun pola makan ini sudah menjadi tradisi
ataupun kebiasaan, namun yang paling berperan mengatur menu setiap hari dan
mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah ibu; dengan kata lain ibu
mempunyai peran sebagai gate- keeper dari keluarga.
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi
budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan
pada bayi yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh,
pemberian ASI menurut konsep kesehatan modern ataupun medis dianjurkan
selama 2 (dua) tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat
sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 4 tahun. Namun, pada suku Sasak di
Lombok, ibu yang baru bersalin selain memberikan nasi pakpak (nasi yang telah
dikunyah oleh ibunya lebih dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat
dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang
terbaik untuk bayi.

14
Dari sudut pandang sistem medis modern adanya persepsi masyarakat yang
berbeda terhadap penyakit seringkali menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh
ada masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami
kejang- kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang
dapat menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh
demam yang tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan dengan
cara yang tepat dapat menimbulkan kematian. Kepercayaan-kepercayaan lain
terhadap demam dan diare pada bayi adalah karena bayi tersebut bertambah
kepandaiannya seperti sudah mau jalan. Ada pula yang menganggap bahwa diare
yang sering diderita oleh bayi dan anak-anak disebabkan karena pengaruh udara,
yang sering dikenal dengan istilah "masuk angin". Karena persepsi terhadap
penyebab penyakit berbeda-beda, maka pengobatannya pun berbeda-beda.
Misalnya, di suatu daerah dianggap bahwa diare ini disebabkan karena "masuk
angin" yang dipersepsikan sebagai "mendinginnya" badan anak maka perlu
diobati dengan bawang merah karena dapat memanaskan badan si anak.

d. Implikasi Pengelolaan konflik masalah sosial pelayanan KIA

Menempatkan petugas kesehatan dan membangun fasilitas kesehatan semata


tidaklah cukup untuk mengatasi masalah-masalah KIA di suatu daerah. Seperti
diketahui ternyata perilaku-perilaku kesehatan di masyarakat baik yang
menguntungkan atau merugikan kesehatan banyak sekali dipengaruhi oleh faktor
sosial budaya.
Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah
dalam membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-
individu suatu kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan.
Memang tidak semua praktek / perilaku masyarakat yang pada awalnya bertujuan
untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan
ketentuan medis / kesehatan. Apalagi kalau persepsi tentang kesehatan ataupun
penyebab sakit sudah berbeda sekali dengan konsep medis, tentunya upaya

15
mengatasinya juga berbeda disesuaikan dengan keyakinan ataupun kepercayaan -
kepercayaan yang sudah dianut secara turun-temurun sehingga lebih banyak
menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi kesehatan. Dan untuk
merubah perilaku ini sangat membutuhkan waktu dan cara yang strategis. Dengan
alasan ini pula dalam hal penempatan petugas kesehatan dimana selain memberi
pelayanan kesehatan pada masyarakat juga berfungsi sebagai agen perubah
(change agent) maka pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi dari petugas
kesehatan sangat diperlukan disamping kemampuan dan ketrampilan memberi
pelayanan kesehatan. Mengingat bahwa dari indikator-indikator yang ada
menunjukkan derajat kesehatan ibu dan anak masih perlu diingkatkan, maka
dalam upaya perbaikannya perlu pendekatan-pendekatan yang dilakukan secara
holistik dan integratif yang tidak hanya terbatas pada bidang kesehatan secara
medis saja tetapi juga ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya. Dalam hal
melakukan upaya-upaya perbaikan perlu disadari bahwa hubungan ibu dan anak
sangat erat dimana kondisi kesehatan ibu akan dapat secara langsung
mempengaruhi kondisi kesehatan anaknya, baik mulai dari kandungan maupun
setelah persalinan. Oleh karena itu, penting sekali menempatkan konteks
reproduksi dalam program KIA sehingga diharapkan kondisi kesehatan seseorang
benar-benar dapat terpelihara sesuai dengan konsep medis yang tepat sejak ia
berada dalam kandungan, masa kanak-kanak, masa remaja hingga dewasa.

e. Bidan Sebagai Agent Of Change


Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), agen perubahan adalah petugas
profesional yang mempengaruhi putusan inovasi para anggota masyarakat
menurut arah yang diinginkan oleh lembaga perubahan. Jadi, semua orang yang
bekerja untuk mempelopori, merencanakan, dan melaksanakan perubahan sosial
adalah termasuk agen-agen perubahan.
Agen Perubahan (agen of change) memimpin masyarakat dalam
mengubah sistem sosial. Dalam melaksanakannya, agen perubahan langsung
tersangkut dalam tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan. Bahkan
mungkin menyiapkan pula perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga

16
kemasyarakatan lainnya. Cara-cara mempengaruhi masyarakat dengan sistem
yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu yang dinamakan dengan rekayasa
sosial (social engineering) atau sering pula dinamakan perencanaan sosial (social
planning). (Soekanto, 1992)
Peran bidan tidak hanya membantu persalinan ibu hamil. Lebih dari itu,
bidan dapat berlaku sebagai garda depan dalam meningkatkan kesejahteraan
perempuan dan bayi serta agen perubahan (agent of change) bagi pembangunan
kesejahteraan nasional. Fungsi bidan saat ini masih identik dengan membantu
kelahiran bayi di desa. Itu tidak salah. Memberikan nasehat kepada ibu hamil
selama masih hamil, persalinan dan masa pasca persalinan, memimpin persalinan
serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak memang menjadi tugas utama bidan.
Contoh Bidan Sebagai Agen perubahan :
1. Cara memasak makanan untuk anak balita.
2. Menyediakan air bersih bagi rumah tangga di desa.
3. Mengubah pendekatan dari dukun untuk melahirkan, memberi layanan
lengkap hingga pascamelahirkan. Pendekatan dilakukan kepada
perangkat desa dan masyarakat untuk membentuk forum kesehatan
desa.
4. Untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI).
5. Bidan berperan dalam upaya pemeliharaan dan pencegahan penyakit.

17
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN
Konflik adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami
ketidakcocokan dengan apa yang seseorang inginkan atau butuhkan
sehingga membutuhkan suatu pemecahan masalah tersebut melalui
perjuangan baik yang bersifat perorangan, kelompok maupun Negara.
Sedangkan pengelolaan konflik menurut penulis merupakan suatu cara
atau strategi dalam menangani atau memecahkan sebuah masalah dengan
cara-cara yang dapat dilakukan baik secara perorangan maupun kelompok.
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara dua orang
atau lebih dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan
peran secara aktif. Terdapat stimulus dan tanggapan manusia. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial antara lain, sugesti,
imitasi, identifikasi, simpati, empati, motivasi.

2. SARAN
Konflik yang terjadi dalam hubungannya dengan interaksi sosial
masyarakat dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak harus
dapat dikelola dengan baik serta dapat berinteraksi dengan keadaan sosial
dan adat istiadat yang ada di masyarakat setempat dan kita sebagai bidan
harus dapat memahami keadaan sosial dan adat serta budaya yang ada di
masyarakat agar peran bidan di dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak di
masyarakat.
Diharapkan kepada semua mahasiswi D-IV kebidanan agar mampu
mengelola konflik yang ada dan dapat berinteraksi sosial dengan baik
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan ibu dan anak ditempat tugasnya
masing-masing dengan baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://galerymakalah.blogspot.com/2013/04/makalah-tentang-konflik.html

http://khumaizahsiti.blogspot.com/2016/02/konflik-dan-interaksi-sosial-
dalam.html

http://nataliaatha.blogspot.com/2016/02/konflik-dan-interaksi-sosial-dalam.html

http://afrinitakhoyiriyah08.blogspot.com/2017/12/bidan-sebagai-agent-of-
change-dan.html

https://krizi.wordpress.com/2009/07/25/makalah-interaksi-sosial/

http://sriratmini08.blogspot.com/2015/12/makalah-interaksi-sosial_79.html

Soerjono Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

16

Anda mungkin juga menyukai