Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MELAKSANAKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA


PADA SITUASI DARURAT BENCANA
Mata Kuliah Tanggap Darurat Bencana dalam Kespro
Dosen Pengampu : Ns. Herlyssa, Skep, SST, MKM

Disusun Oleh kelompok 4 :


1. Ananda Desy Rahmadhany P3.73.24.2.19.003
2. Luthfiane Najla Prastowo P3.73.24.2.19.020
3. Rifani P3.73.24.2.19.030
4. Saffanah Khairurrahmah P3.73.24.2.19.031
5. Selfia Herlita P3.73.24.2.19.032
6. Sheila Novarinta P3.73.24.2.19.035
7. Utami Wulandari P3.73.24.2.19.036

KELAS 3A
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
Jl. Arteri Jorr Jatiwarna Pondok Melati Pondok Gede
Website : http://www.poltekkesjakarta3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Melaksanakan
Kesehatan Reproduksi Remaja pada Situasi Darurat Bencana”. Kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah Tanggap Darurat
Bencana dalam Kespro yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk
menyelesaikan tugas ini. Dengan adanya makalah ini kami berharap agar para
pembaca dapat memahami jejas persalinan pada bayi baru lahir.
Kami menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan
saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di lain waktu, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat
dipahami oleh semua orang khususnya bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang berkenan.

Bekasi, 11 Januari 2021

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4
A. Remaja Pada Situasi Pengungsian................................................................................4
B. Prinsip Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja................................................................5
C. Menilai Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Remaja.....................................................8
D. Program Berbasis Masyrakat Dan Pendidikan Sebaya.................................................9
E. Kegiatan Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Situasi Darurat Bencana dan Situasi
Pandemic Covid-19............................................................................................................10
BAB III PENUTUP..........................................................................................................21
A. Kesimpulan................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan reproduksi pada masa darurat - khususnya bagi
perempuan dan anak - menjadi penting, karena lebih dari 50% pengungsi
korban bencana adalah perempuan dan anak. Data dari The United Nations
Population Fund (UNFPA) menunjukkan bahwa dari total populasi
perempuan di tempat pengungsian, 25% di antaranya berada di usia produktif.
Lebih lanjut, data dari UNFPA juga menunjukkan bahwa dari total populasi
perempuan yang berada di usia produktif tersebut. 2% di antaranya
mengalami kekerasan scksual. Selain kasus kekerasan seksual, masalah-
masalah terkait kehamilan juga turut menghantui korban bencana di lokasi
pengungsian. Data dari sumber yang sama menunjukkan bahwa 20%
kehamilan yang terjadi di saat krisis akan berakhir dengan keguguran, atau
aborsi yang tidak aman. Hal inilah yang berusaha dicegah oleh PKBI dan
BNPB, melalui Program PPAM untuk Kesehatan Reproduksi.
Program PPAM untuk Kesehatan Reproduksi PKBI dibagi ke dalam
tiga tahap: tahap pra-bencana, tahap saat bencana, dan tahap pasca-bencana.
Tahap pra-bencana mencakup berbagai upaya seperti pelatihan penyedia
layanan dan relawan, pertemuan koordinasi dengan berbagai stakeholders,
serta pengadaan kit kebersihan (hygiene ki) dan kit kesehatan reproduksi
(reproductive health kit). Isi kit kebersihan mencakup persediaan sanitasi
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, pakaian dalam, ember, serta alat-alat
kebersihan lain yang dibutuhkan oleh masyarakat lokal. Kit kesehatan
reproduksi, di sisi lain, dibagi ke dalam tiga paket (block) berdasarkan level
fasilitas kesehatan di tempat kit tersebut disediakan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sejak tahun 2008 telah
mengembangkan program pelayanan kesehatan reproduksi pada situasi

1
bencana yang dimplementasikan di seluruh Indonesia. Pada saat itu, upaya ini
menggunakan pedomn pelayanan kesehatan reproduksi pada situasi bencana
yang diterjemahkan langsung dari pedoman internasional Inter-agency
Working Group (IAWG) on Reproductive Health in Crises. Sejak tahun 2014,
pedoman tersebut telah diadaptasi ke dalam konteks lokal Indonesia dengan
diterbitkannya. Pedoman Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)
Kesehatan Reproduksi pada Krisis Kesehatan. Pedoman PPAM Kesehatan
Reproduksi disusun berdasarkan pengalaman lapangan dan praktik pelayanan
kesehatan reproduksi pada situasi bencana scjak tahun 2004, ketika bencana
Tsunami Aceh sampai bencana yang terjadi di tahun 2017.
Selama tahun 2008-2012, Pedoman PPAM telah diorientasikan kepada
dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota serta
disosialisasikan kepada sektor dan mitra terkait. Di samping itu, PPAM
kesehatan reproduksi juga telah dilatihkan kepada fasilitator dari 33 provinsi,
profesi bidan dan perawat. Saat ini, PPAM kesehatan reproduksi masih terus
dikembangkan, dan saat ini telah diintcgrasikannya ke dalam kebijakan
penanganan krisis kesehatan di Kementerian Kesehatan dengan diterbitkannya
Permenkes No. 64 tahun 2013 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan,
dilaksanakannya pelatihan PPAM bagi tenaga kesehatan oleh provinsi dan
mitra, pelatihan bagi 9 regional dan 2 sub regional pusat krisis kesehatan serta
telah disusun kurikulum modul materi PPAM sebagai muatan lokal pada
kurikulum pendidikan bidan.
Selama hampir satu dekade pelayanan kesehatan reproduksi pada
krisis kesehatan telah dikembangkan, namun pelaksanaannya di lapangan
masih belum sesuai harapan. Tantangan dalam implementasi PPAM antara
lain: belum adanya pemahaman tentang pentingnya pelayanan kesehatan
reproduksi pada situasi bencana/krisis kesehatan oleh stakeholder, petugas
belum terlatih, mutasi petugas,dsb. Di samping itu juga lemahnya koordinasi
antar sektor, organisasi, lembaga mitra penyedia pelayanan kesehatan
reproduksi saat krisis kesehatan.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan remaja pada situasi pengungsian ?
2. Apa saja prinsip pelayanan kesehatan peduli remaja ?
3. Apa saja kebutuhan kesehatan reproduksi ?
4. Apa saja program berbasis masyarakat dan pendidik sebaya ?
5. Bagaimana kegiatan kesehatan reproduksi remaja pada situasi darurat
bencana dan situasi pandemic covid-19 ?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi remaja pada situasi pengungsian.
2. Mengetahui pentingnya prinsip pelayanan kesehatan peduli remaja.
3. Mengetahui kebutuhan kesehatan reproduksi.
4. Mengetahui program berbasis masyarakat dan pendidik sebaya.
5. Mengetahui berbagai macam kegiatan kesehatan reproduksi bencana dan
situasi pandemic covid-19.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Remaja Pada Situasi Pengungsian


Remaja umumnya memiliki kemampuan adaptasi yang lebih
baik terhadap situasi baru dibandingkan dengan orang tua mereka.
Mereka dapat belajar beradaptasi dalam sistem tertentu lebih cepat
untuk memahami dan memenuhi kebutuhan mereka. Hal-hal yang
perlu diperhtikan adalah :
1. Remaja membutuhkan waktu untuk memiliki hubungan
dekat yang khusus
Pada situasi normal sebagian informasi diperolah dari teman
sebaya dan dari tokoh panutan dilingkungan keluarga atau
masyarakat remaja tersebut. Petugas kesehatan kemungkinan dapat
menjadi tokoh panutan penting bagi remaja pengaruh
 potensial ini harus disadari oleh petugas kesehatan.
2. Remaja sering tidak memiliki orientasi masa depan yang jelas
hal ini dapat diperburuk oleh status mereka sebagai
pengungsi
Kegiatan yang memberikan kesempatan bagi remaja untuk
melihat masa depan akan membantu mereka dalam
mempertimbangkan konsekuensi kegiatan seksual yang tidak aman
dan mereka harus bertanggung jawab atas kegiatan yang telah
mereka lakukan.
3. Perilaku remaja di daerah pengungsi mungkin tidak menjadi
subjek perhatian yang sama dengan situasi kondisi normal
Perpisahan dari orang tua dan tradisi dapat menyebabkan situasi
yang kurang terkontrol secara sosial, hal ini menyebabkan resiko
yang lebih tinggi terhadap kehamilan remaja, infeksi menular

4
seksual (IMS), penyalahgunaan obat, kekerasan, dan sebagainya.
4. Remaja tidak homogeny
Kebutuhan remaja sangat bervariasi sesuai usia, jenis kelamin,
pendidikan, status pernikahan dan karakteristik psikososial. Remaja
wanita lebih rentan terhadap masalah kespro umum daripada laki-
laki dan mereka menanggung hampir semua konsekuensinya.
Remaja berusia 10-14 tahun memiliki kebutuhan yang berbeda
dengan kelompok yang berusia 16-18 tahun. Beberapa budaya
mengharapkan pernikahan seorang gadis pada usia 14 tahun
sedangkan menurut budaya lain hal ini tidak dapat diterima.
5. Remaja mengalami masa pubertas
Periode dalam perkembngn remaja yang terjadi pada usia 10-12 tahun
untuk perempuan dan 12-15 tahun untuk laki-laki. Pada masa ini terjadi
pematangan alat reproduksi yang ditandai dengan menstruasi pada
perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Petugas kesehatan dapat
memberikan kejelasan untuk menjaga kebersihan mereka (mengganti
pembalut, membersihkan kelamin saat mandi) selama menstruasi dan
menghindari kehamilan sebelum nikah.
6. Di negara dengan tingkat prevalensi IMS/HIV tinggi, remaja merupakan
kelompok yang paling rentan
Ketidakberdayaan perempuan atas kehidupan seksual dan reproduksi
mereka menyebabkan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap kehamilan
yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman, infeksi IMS/HIV semua ini
sering terjadi di daerah pengungsian.

B. Prinsip Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja


Layanan kesehatan dapat memegang peranan penting dalam
mempromosikan dan melindungi kesehatan remaja. Meskipun demikian,
terdapat banyak sekali bukti bahwa remaja melihat layanan kesehatan yang
tersedia sebagai layanan yang tidak merespon terhadap kebutuhan mereka.

5
Remaja tidak mempercayai layanan dan menghindari penggunaan layanan
atau hanya mencari pertolongan ketika mereka sudah putus asa dan
memerlukan perawatan. Salah satu strategi penting dalam memfasilitasi akses
remaja terhadap layanan kesehatan reproduksi dan penggunaan layanan
kesehatan reproduksi oleh remaja adalah memastikan bahwa layanan
yang tersedia berkualitas tinggi dan “ramah remaja”. Pada saat yang sama,
remaja perlu dibuat menyadari tentang keberadaan layanan ramah remaja.
Layanan kesehatan reproduksi ramah remaja memiliki karakteristik-
karakteristik yang membuatnya lebih responsif terhadap kebutuhan kesehatan
reproduksi khusus dari remaja, termasuk penyediaan kontrasepsi, kontrasepsi
darurat, layanan aborsi aman, diagnosis dan pengobatan IMS, konseling, test
dan perawatan HIV serta layanan kehamilan dan pasca kehamilan.
Prinsip utama untuk dapat bekerja secara efektif dengan remaja adalah
dengan mendorong partisipasi, kemitraan dan kepemimpinan remaja. Akibat
adanya hambatan - hambatan yang dihadapi remaja ketika mengakses
pelayanan kespro, mereka harus terlibat dalam semua aspek penyusunan
program. Misalnya, akan sangat membantu jika dapat mengidentifikasi remaja
yang dapat berperan sebagai pemimpin muda atau pendidik sebaya di
komunitas mereka.
Para pemuda ini akan membantu mengungkap kebutuhan teman
sebaya mereka selama perancangan program dan dapat membantu
implementasi kegiaan-kegiatan seperti, pendidikan sebaya, monitoring
pelayanan kesehatan yang peduli remaja dan rujukan ke konselor untuk
masalah kekerasan berbasis gender. Pelayanan akan lebih dapat diterima jika
pelayanan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang
diidentifikasi oleh remaja itu sendiri.
Meningkatkan partisipasi mereka sebagai sebuah kelompok, remaja
umumnya mempunyai kebiasaan yang berlaku dengan norma dan nilai
tertentu. Mereka mungkin tidak akan menanggapi pelayanan kesehatan yang
dirancang untuk orang dewasa mereka berada pada suatu tahap dimana

6
mereka membutuhkan kemampuan untuk mengontrol tubuh dan
kesehatannya.
Pada saat yang sama karena usia yang relatif muda dan
relatif tidak berpengalaman mereka membutuhkan bimbingan sensitif dan
meyakinkan, cara yang paling baik untuk mendukung remaja bertpartisipasi
adalah dengan mengembangkan kemitraan antara mereka dengan tenaga
kesehatan di bawah bimbingan dan tanggung jawab orang tua. Pelayanan
peduli remaja akan lebih diterima jika dirancang sesuai dengan ketersediaan
waktu mereka.
Prinsip lain yang perlu diingat sebagai berikut:
1. Petugas kesehatan harus 4s (senyum salam, sapa, sabar) memahami
hal-hal sensitif, dan memiliki informasi mengenai pelayanan untuk
remaja. Tokoh masyarakat dan orang tua dapat dilibatkan dalam
mengembangkan program yang ditargetkan untuk remaja. Petugas
kesehatan dengan budaya yang sama akan lebih diterima dalam
memberikan pelayanan dibandingkan dengan petugas yang berasal
dari luar.
2. Program yang disusun harus mendukung kepemimpinan dan
komunikasi sebaiknya dilakukan oleh dengan teman sebaya (peer
educator) teman sebaya dianggap sebagai sumber informasi yang
aman dan terpecaya.
3. Remaja harus dijamin mendapat penanganan kespro yang memadai
serta membutuhkan bantuan berupa pelayanan kespro khusus untuk
kasus-kasus kekerasan seksual dan aborsi yang tidak aman.
4. Remaja membutuhkan privasi, masalah yang membawa mereka ke
petugas kesehatan umumnya masalah yang membuat mereka merasa
malu dan bingung. Oleh sebab itu mereka membutuhkan ruangan
konsultasi yang aman dan nyaman di tempat pengungsian.
a. Kerahasiaan harus dijamin. Petugas kesehatan harus menjamin
kerahasiaan

7
ketika bekerja dengan remaja dan bersikap jujur mengenai masalah
kesehatan mereka. Informasi dapat menyebar dengan
sangat cepat dikalangan remaja dan jika kerahasiaan mereka
dilanggar, bahkan satu kali saja, remaja tidak akan lagi mendatangi
pelayanan yang tersedia.
b. Remaja sebaiknya dilayani oleh petugas kesehatan dengan gender
yang sama. Jika memungkinkan, remaja harus dirujuk ke petugas
kesehatan dengan jenis kelamin yang sama kecuali jika remaja
tersebut memintaa untuk bertemu dengan petugas dari jenis
kelamin berbeda. Pastikan bahwa remaja korban/penyintas
kekerasan berbasis gender yang sedang mencari dukungan dan
perawatan di fasilitas kesehatan di dampingi oleh pendamping
perempuan ketika petugas laki-laki merupakan satu-satunya
petugas yang ada di ruang pemeriksaan. Keberadaan pendamping
ini sangat penting ketika korban adalah remaja putri tetapi penting
pula untuk memberikan pilihan ini kepada remaja putra yang
menjadi korban/penyintas kekerasan berbasis gender.

C. Menilai Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Remaja


Dengan tidak tersedianya informasi tertentu mengenai remaja, petugas
kesehatan harus berasumsi bahwa masalah kespro remaja lebih beresiko pada
situasi pengungsian. Tidak tersedianya pelayanan kesehatan dan pendidikan
dan tidak adanya aturan secara umum mengindikasikan tidak adanya proteksi
dan supervis maka peningkatan kekerasan seksual lebih besar terjadi termasuk
seksual komersial demi memenuhi kebutuhan makan, penampungan, dan
perlindungan. Penting mendapatkan informasi mengenai riwayat IMS, status
kehamilan, aborsi yang tidak aman, perkosaan dan bentuk kekerasan seksual
lainnya selain itu informasi mengeni penyalahgunaan NAPZA (narkotika,
psikotropika dan adiktif) dan minuman keras dibutuhkan petugas kesehatan
untuk memberikan pelayanan konseling pada remaja yang bermasalah.

8
D. Program Berbasis Masyrakat Dan Pendidikan Sebaya.
Seorang yang berpengalaman dibidang pelayanan kespro harus
dilibatkan dalam menilai dan merencanakan program. Kelompok pemuda dari
berbagai usia dapat membantu perencanaan program dan memilih pemimpin.
Selain penilaian kebutuhan dan sumber daya tersedia, kelompok yang terdiri
dari petugas dan remaja dapat menyusun kegiatan yang dibutuhkan.
Perencanaan dapat menentukan mekanisme untuk mengukur dampak
kegiatan, informasi ini juga dapat menjadi panduan untuk setiap modifikasi
yang dilakukan terhadap program, remaja dilibatkan dalam evaluasi dan
modifikasi program. Remaja juga dididik untuk menjadi pendidik dan
pemberi informasi bagi kelompoknya / pendidik sebaya.
Pelayanan kespro untuk remaja akan lebih efektif dan diterima jika
dikaitkan dengan kegiatannya seperti kegiatan rekreasi atau kerja. Pusat
kegiatan remaja yang dibentuk di daerah pengungsian akan memberikan
kesempatan bagi remaja untuk belajar, bertukar pikiran, dan menerima
pelayanan kesehatan remaja dapat dilakukan pada waktu pulang sekolah atau
sehabis kerja. Remaja membutuhkan ruang fisik untuk interaksi sosial
mereka. Kesempatan ini merupakan saat yang tepat untuk memberikan
pelayanan kesehatan.
Pendidikan sebaya menawarkan banyak keuntungan karena teman
sebaya biasanya dipersepsikan sebagai sumber informasi yang aman dan
dapat dipercaya. Program pendidikan sebaya yang dirancang dengan baik,
didasarkan pada kurikulum dan disupervisi dapat merupakan program yang
sukses untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan remaja
terkait kesehatan reproduksi dan pencegahan HIV. Untuk memastikan
kualitas dalam program pendidikan sebaya:
- Memberikan pelatihan berkualitas tinggi dan intensif kepada para
pendidik sebaya yang mencakup juga assessment rutin dan memperkuat

9
kapasitas mereka untuk memberikan informasi yang akurat kepada teman
sebayanya
- Menggunakan daftar periksa/check list standar dalam pengembangan dan
implementasi program pendidikan sebaya untuk meningkatkan kualitas

E. Kegiatan Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Situasi Darurat Bencana


dan Situasi Pandemic Covid-19
1. Identifikasi Kesehatan Reproduksi Remaja
a. Mengidentifikasi Koordinator PPAM Kesehatan Reproduksi Remaja
Pada tanggap darurat krisis kesehatan, harus ditetapkan seorang
koordinator pelayanan kesehatan reproduksi remaja untuk
mengkoordinir pelaksanaan PPAM Kesehatan Reproduksi Remaja
(KRR) dan memastikan bahwa kesehatan reproduksi remaja menjadi
prioritas pelayanan. Koordinasi kesehatan reproduksi remaja dapat
dilakukan oleh penanggung jawab kesehatan reproduksi remaja yang
telah ditunjuk oleh koordinator kesehatan reproduksi, yang terlibat
sejak situasi tanggap darurat krisis kesehatan hingga pasca krisis
kesehatan. Apabila penanggung jawabnya adalah remaja, diharapkan
memiliki latar belakang pendidik sebaya/konselor sebaya dan aktif
dalam kegiatan remaja yang berfokus pada Kesehatan Reproduksi
Remaja.
b. Penilaian Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Krisis
Kesehatan
Tujuan dari pelaksanaan penilaian kebutuhan kesehatan
reproduksi remaja adalah untuk mengetahui gambaran kebutuban
kesehatan reproduksi remaja pada situasi krisis kesehatan, sehingga
program kesehatan reproduksi remaja serta fasilitas pelayanannya dapat
sesuai dengan kebutuhan remaja. penilaian status kesehatan reproduksi
sccara komprehensif tidak selalu dapat dikerjakan saat tanggap darurat
krisis kesehatan karena membutuhkan waktu yang cukup lama dan

10
dapat menambah beban petugas dan remaja dalam situasi tanggap
darurat krisis kesehatan. Oleh karena itu, pelaksanaan penilaian status
kesehatan reproduksi yang komprehensif, seperti menggali informasi
scputar pengetahuan, sikap, dan perilaku terkait kesehatan reproduksi
dapat dilakukan ketika situasi sudah stabil. Selain itu, pengambilan data
untuk mengetahui situasi kesehatan reproduksi remaja tetap harus
menyesuaikan dengan kondisi budaya setempat. Terdapat dua jenis
instrumen untuk menilai status kesehatan reproduksi remaja dalam
situasi krisis kesehatan, yaitu:
1) Instrumen penilaian remaja. yang terdiri dari:
a) Rapid Health Assesment (RHA) untuk kesehatan reproduksi
remaja RHA dilaksanakan dalam 72 jam pertama tahap tanggap
darurat krisis kesehatan untuk mengumpulkan seluruh informasi
demografi dan mengidentifikasi permasalahan penyelamatan
jiwa yang harus segera ditangani untuk memastikan
kesejahteraan populasi penerima manfaat. Pelaksanaan PPAM
untuk jenis bencana apapun.
b) Analisis Situasi untuk kesehatan reproduksi remaja Analisis
sistuasi akan dilakukan pada tahap tanggap darurat krisis
kesehatan. Kegiatan ini dilakukan setelab penilaian awal cepat
selesai dilakukan. Analisis situasi akan memberikan informasi
tentang status baseline kebutuhan dan layanan kesehatan
reproduksi, serta akan membantu lembaga memprioritaskan
intervensi saat pelayanan kesehatan reproduksi komprchensif
diperkenalkan. Dalam melaksanakan analisis situasi, ada etika
tertentu yang harus dipcrtimbangkan. Jika tidak semua
persyaratan ctika dapat dipenuhi, maka analisis situasi tidak
tepat untuk dilanjutkan. Dalam melaksanakan analisis
situasi, terdapat beberapa metode pengumpulan data melalui
wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus atau Focus

11
Group Discussion, pemetaan masyarakat, penilaian fasilitas
kesehatan. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Survei
Kesehatan Reproduksi remaja komprehensif sering kali tidak
dilakukan dalam situasi darurat karena memakan waktu dan
dapat menambah beban tambahan bagi sumber daya manusia
dan logistik yang berharga. Hasil survey kesehatan reproduksi
remaja.
2) Instrumen Berbasis Fasilitas
a) Penilaian HEADSSS (Home, Education/Employment,
Activities, Drugs, Suicide Safety) Penilaian HEADSSS
dilakukan pada tahap tanggap darurat krisis kesehatan di
fasilitas kesehatan. Insturumen ini merupakan alat bantu tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mungkin merasa kewalahan ketika
menangani remaja di fasilitas kesehatan karena merasa tidak
siap atau tidak memiliki bekal yang cukup untuk menangani
kebutuban sosial dan mosional remaja. Mendengarkan
sexuality, dan mendiskusikan masalah dengan remaja mungkin
memiliki dampak positif pada kesehatan dan hasil kesehatan
reproduksi remaja. Tenaga kesehatan perlu meluangkan waktu
melakukan penilaian individu dengan menggunakan instrumen
penilaian HEADSSS untuk mengidentifikasi remaja berisiko
tinggi dan memberikan konseling segera Keterampilan
komunikasi yang baik dengan klien remaja: menghormati,
menunjukkan empati dan tidak pernah menghakini. Remaja
harus merasa bahwa dia dapat mempercayai tenaga kesehatan
dan merasa yakin bahwa jawabannya akan dirahasiakan. adapun
bentuk penilaian HEADSSS yang telah di adaptasi dalam
program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) terdapat
pada Formulir 4.

12
b) Dafiar Tilik Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja (formulir
5) Pada tahap pasca krisis kesehatan dan pada saat pelayanan
kesehatan reproduksi komprehensif mulai dilaksanakan, penting
bagi tenaga kesehatan untuk mempertimbangkan bagaimana
menyesuaikan pelayanan agar menjadi "ramah remaja," dapat
diterima, mudah diakses dan tepat untuk remaja laki-laki dan
perempuan
3) Hasil Penilaian Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Remaja
Setelah dilakukan Rapid Health Assesment (RHA), analisis situasi
kesehatan reeproduksi remaja dan penilaian berbasis fasilitas, tim
kesehatan reproduksi dapat menyimpulkan kebutuhan remaja pada
situasi krisis kesehatan dan mengembangkan intervensi PPAM
kesehatan reproduksi remaja sesuai dengan kebutuhan remaja.
Proses penilaian ini membutuhkan waktu yang lama, sehingga
walaupun hasil penilaian ini masih berjalan, tetapi pelaksanaan
paket pelayanan awal minimum kesehatan reproduksi remaja harus
tetapi diberikan.

2. Keterlibatan Remaja dalam PPAM Kesehatan Reproduksi Remaja


Pentingnya keterlibatan remaja dalam PPAM KRR antara lain adalah:
a. Remaja dapat membantu menyusun program sesuai dengan kebutuhan
remaja
b. Remaja dapat membantu mengidentifikasi pesan kunci, teknik
komunikasi, aktifitas sesuai dengan karakteristik dan kebiasaan remaja
c. Remaja dapat mempromosikan dan mempublikasikan program dan
kegiatansecara efektif serta dapat membantu teman sebayanya untuk
menjadi peserta program atau menjadi bagian dari program tesebut
d. Remaja dapat menjadi pembicara dan membantu menjangkau
komunitas remaja lainnya

13
e. Keterlibatan remaja sejak awal program akan meningkatkan rasa
kepemilikan remaja terhadap program PPAM Kesehatan Reproduksi
Remaja Pada Krisis Kesehatan
f. Keterlibatan remaja dapat meningkatkan keterampilan, kepereayaan
diri, kepemimpinan dan keterpedulian terhadap isu kesehatan
reproduksi remaja dalam situasi bencana. Bagi remaja, teman sebaya
merupakan sumber informasi yang aman dan dapat dipercaya sehingga
rancangan untuk pendidik konselor sebaya perlu mengacu pada
program yang telah dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan remaja terkait kesehatan reproduksi. Beberapa contoh
kegiatan yang dapat memastikan kualitas pendidik/konselor sebaya
dalam membantu pelaksanaan PPAM KRR antara lain adalah pelatihan
intensif kepada pendidik sebaya yang mencakup need
assesment/penilaian kebutuhan kesehatan reproduksi pada situasi krisis
kesehatan dan penguatan kapasitas mereka dalam memberikan
informasi yang akurat kepada teman sebaya. Keterlibatan remaja mulai
dari pra krisis kesehatan hingga pasca krisis kesehatan sangatlah
penting.

3. Remaja, kesehatan jiwa dan dukungan psikososial


Kesehatan jiwa dan psikososial merupakan komponen penting
kesehatan secara keseluruhan dan tidak dapat dipisahkan dari kesehatan
fisik meskipun bukan bidang yang menjadi fokus pelaksanaan PPAM.
Kesehatan jiwa dan aspek psikososial kesehatan khususnya bagi remaja
yang menjadi korban bencana sering diabaikan pada situasi krisis. Situasi
darurat menimbulkan permasalahan di masyarakat dan jaringan keluarga,
dan hilangnya fungsi pendukung dan pelindung dapat memberikan dampak
yang tidak proporsional pada remaja. Selama situasi darurat, masalah sosial
dan psikologis (misalnya, stigma sosial karena keanggotaan dalam suatu
kelompok yang terpinggirkan, penyalahgunaan alkohol, kekerasan berbasis

14
gender) berlanjut dan mungkin diperkuat, serta timbulnya masalah
psikologis baru seperti kecemasan, kesedihan, gangguan stres pasca trauma
dan depresi. Untuk melakukan implementasi program kesehatan jiwa dan
dukungan psikososial remaja dalam situasi krisis kesehatan diperlukan
kerjasama dari banyak pihak. Namun, hal yang paling penting yaitu
pengelola program termasuk tenaga kesehatan menyadari risiko dan
konsekuensi masalah kesehatan jiwa dan psikososial di kalangan remaja
dan selalu waspada terhadap tanda-tanda adanya permasalahan kesehatan
jiwa dan psikososial, khususnya di kelompok berisiko tinggi. Tenaga
kesehatan harus dilatih untuk mengidentifikasi masalah kesehatan jiwa dan
psikososial dan untuk membuat intervensi yang sesuai dan rujukan. Jejaring
rujukan juga harus melibatkan multi-sektor. Struktur berbasis masyarakat
dan dukungan sebaya (konselor sebaya, kelompok remaja, kelompok
perempuan, dll) juga harus dipertimbangkan untuk dibentuk sctelah situasi
stabil. Jika jejaring ini sudah ada, mungkin dapat membantu menjangkau
remaja penyandang disabilitas, yang terpinggirkan atau yang tidak dapat
mengakses pelayanan selama situasi krisis kesehatan. Prinsip dasar dari
intervensi darurat kesehatan jiwa dan psikososial adalah:
a. Mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan
keadilan
b. Mempromosikan partisipasi masyarakat (remaja)
c. Tidak memperburuk keadaan
d. Berlandaskan sumber daya dan kapasitas yang tersedia
e. Mengintegrasikan kegiatan dan program ke dalam sistem yang lebih
luas (seperti program kesehatan, program pendidikan, dll)
f. Menyusun tanggap darurat dengan menggunakan pendekatan secara
bertingkat (IASC 2007).
PFA bermanfaat untuk mengurangi dampak negatif dari pengalaman
sulit karena bencana, membantu menguatkan fungsi penyesuaian diri
terhadap perubahan yang terjadi pasca bencana, yang dapat berdampak

15
baik jangka pendek maupun jangka panjang serta mempercepat proses
pemulihan penyintas. Fokus prinsip dasar PFA adalah memberikan
bantuan sescgera mungkin pada mereka yang memerlukan dukungan,
tersedianya informasi yang akurat dan logis tentang situasi yang ada.
Bersikap jujur dan tidak menjanjikan sesuatu yang tidak dapat
terpenuhi, menyediakan dukungan emosional bagi orang yang
memerlukan dukungan, dengan memberikan fokus pada kemampuan
yang dimiliki orang tersebut, dan membenikan perhatian dengan tidak
membedakan latar belakang.

4. Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada remaja


Selama situasi krisis kesehatan, remaja dihadapkan pada masalah
seperti terpisah dari keluarga atau masyarakat yang menjadi pelindungnya,
schingga mereka akan berisiko mengalami kekerasan scksual. Walaupun
belum terdapat data statistic terkait insiden kekerasan seksual pada remaja
dalam situasi krisis, insiden kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan,
pelecehan dan eksploitasi scksual termasuk trafiking cenderung meningkat.
Remaja perempuan, terutama jika tidak mempunyai orang tua/wali atau
yang bertanggungjawab melindunginya, mereka cendenung bertindak
menjadi orangtua dan menghidupi adik-adiknya, untuk menghadapi risiko
pemerkosaan, penyalahgunaan dan eksploitasi seksual karena
ketergantungannya pada orang lain untuk bertahan hidup dan dipaksa
melakukan pernikahan dini karena kekuatannya terbatas dalam hal
pengambilan keputusan, serta kemampuannya yang terbatas untuk
melindungi diri sendiri. Meskipun mayoritas penyintas kekerasan berbasis
gender adalah perempuan dan anak perempuan, laki-laki dan anak laki-laki
juga dapat mengalami kekerasan seksual. Selain itu, remaja yang
membutubkan perlindungan khusus seperti penyandang disabilitas, migran,
juga berisiko mengalami penyalahgunaan dan cksploitasi seksual.

16
a. Anak perempuan yang menjadi kepala keluarga dan anak yang
terpisah dari keluarga dikumpulkan di dalam satu tenda atau bersama
kelompok rentan lainnya
b. Memastikan terdapat fasilitaspelayanan kesehatan reproduksi yang
ramah remaja untuk penyintas kekerasan scksual pada tenda
pengungsian
c. Menempatkan toilet laki-laki dan perempuan secara terpisah di tempat
yang aman dengan penerangan yang cukup. Pastikan bahwa pintu
toilet dapat di kunci dari dalam
d. Melakukan koordinasi dengan penanggung jawab keamanan, untuk
mencegah terjadinya kekerasan seksual pada remaja
e. Melibatkan lembaga-lembaga/organisasi yang bergerak di bidang
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di pengungsian
dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada remaja
f. Menginformasikan adanya pelayanan bagi penyintas perkosaan
dengan nomor telepon yang bisa dihubungi 24 jam. Informasi dapat
diberikan melalui leaflet, selebaran, radio, dan lain-lain.
g. Memastikan adanya petugas kompeten untuk penanganan kasus
kekerasan seksual khususnya untuk remaja, dan melibatkan tokoh
remajakader scbagai motivator untuk memberikan semangat dan
penghubung antara penyintas kekerasan seksual berusia muda dengan
pelayanan kesehatan
h. Memastikan tersedianya pelayanan medis penanganan kesehatan jiwa
dan dukungan psikososial di organisasi/lembaga yang terlibat dalam
respon bencanabagi penyintas kekerasan, serta memastikan adanya
mekanisme rujukan, perlindungan sosial dan hukum yang
terkoordinasi dengan baik
i. Mendorong partisipasi dan kesadaran remaja serta masyarakat tentang
masalah kckerasan seksual, strategi pencegahan, dan pelayanan yang
tersedia untuk penyintas.

17
j. Penatalaksanaan korban kekerasan

5. Pencegahan serta pengobatan IMS dan HIV pada remaja


Dalam situasi krisis kesehatan, risiko penularan IMS dan HIV
dikalangan remaja semakin meningkat. Remaja merupakan kelompok
rentan yang memiliki faktor risiko yang sama untuk tertular IMS dan HIV.
Saat situasi bencana, banyak kondisi yang menyebabkan remaja berisiko
tertular IMS dan HIV seperti remaja yang terlibat dalam perilaku berisiko,
menjadi penyintas perkosaan, perdagangan manusia (human trafficking)
dan eksploitasi seksual lainnya. Saat ini belum terdapat data statistik terkait
dengan peningkatan risiko IMS dan HIV pada situasi krisis kesehatan.
Koordinator kesehatan reproduksi remaja harus bekerjasama dengan
organisasi/lembaga yang menangani kesehatan khususnya yang bergerak di
bidang IMS dan HIVI/AIDS untuk mengurangi penularan HIV. Adapun
tugas yang harus dilakukan koordinator kesehatan reproduksi remaja dalam
kaitannya dengan pencegahan penularan adalah sebagai berikut:
a. Pendataan dan pemetaan remaja dengan perilaku berisiko
b. Pendataan dan pemetaan remaja populasi kunci
c. Memastikan kegiatan transfusi darah aman yang dilakukan oleh
lembagalorganisasi yang bergerak dibidangnya, misalnya: Palang
Merah Indonesia
d. Memastikan ketersediaan fasilitas, perlengkapan dan petugas dengan
kompetensi Transfusi darah, jika tidak transfusi darah tidak boleh
dilakukan
e. Menekankan pentingnya penerapan kewaspadaan standar pengurangan
risiko penularan HIV/AIDS sejak awal pelaksanaan
f. Memastikan ketersediaan layanan yang sesuai pada kelompok remaja
yang berisiko tinggi, dengan berkoordinasi dengan organisasi dan
lembaga yang bekerja di bidang keluarga berencana seperti
Kementerian Kesehatan, BKKBN, KPA, LSM lainnya

18
g. Memastikan adanya kelangsungan pengobatan bagi pasien yang telah
masuk program ARY, termasuk perempuan yang terdaftar dalam
program PPIA (Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak)
h. Memasang informasi nomor telepon yang bisa dihubungi24 jam untuk
kelanjutan pengobatan ARV
i. Memastikan bahwa pelayanan kesehatan ramah remaja tersedia untuk
remaja yang datang ke fasilitas dengan gejala IMS.

6. Peningkatan kesehatan remaja dan ibu serta bayi baru lahir


Mencegah Meningkatnya Kesakitan dan Kematian Remaja. Ibu Serta
Bayi Baru Lahir Selama situasi darurat, ada keadaan dimana remaja
perempuan rentan terhadap kehamilan dini, mengalami pemerkosaan,
penyalahgunaan dan cksploitasi scksual. Hal ini terutama berlaku dalam
kontcks darurat ketika keluarga dan sistem dukungan sosial terganggu dan
pelayanan kesehatan mungkin tidak dapat diakses seperti ketika situasi
normal. Selain itu juga ada remaja yang sudah aktif secara seksual tetapi
tidak memiliki akses terhadap informasi tentang kesehatan reproduksi atau
pelayanan KB, dan mungkin saja mereka akan melakukan hubungan
seksual tanpa alat pelindung dari kehamilan. Adapun langkah-langkah yang
dapat dilakukan Koordinator PPAM Kesehatan Reproduksi Remaja jika
menemukan remaja yang hamil adalah sebagai berikut:
a. Pendataan dan pemetaan remaja baik perempuan maupun laki-laki,
termasuk remaja yang hamil dan menyusui di tempat-tempat
pengungsian
b. Pendataan remaja perempuan untuk mengetahui kebutuhan hygiene kit
c. Pemetaan puskemas PONED dan rumah sakit PONEK. Hal-hal yang
harus diobservasi adalah keadaan bangunan, kondisi geogafis,
transportasi, peralatan, obat-obatan dan ketersediaan sumber daya
manusia

19
d. Berkoordinasi dengan klaster kesehatan dan sektor lain untuk
mengidentifikasi remaja hamil di masyarakat dan menghubungkannya
dengan pelayanan kesehatan remaja hamil di masyarakat dan
menghubungkannya dengan pelayanan kesehatan
e. Memastikan petugas dapat menjangkau remaja yang hamil dan
ditempatkan di dalam satu tenda bersama ibu hamil lain atau kelompok
rentan lainnya
f. Berkoordinasi dengan penanggung jawab bidang gizi untuk
ketersediaan konsclor ASI di pengungsian
g. Mendistribusikan buku KIA untuk remaja yang hamil
h. Mendistribusikan kit bidan, kit kesehatan reproduksi, kit individu
apabila dibutuhkan
i. Memastikan ketersediaan pelayanan PONED dan PONEK 24 jam/7 hari
j. Berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan BPBD untuk menyediakan
tenda kesehatan reproduksi khususnya kesehatan reproduksi remaja
k. Berkoordinasi untuk memastikan adanya sistem rujukan yang berfungsi
dari masyarakat, puskesmas, rumah sakit 24 jan/7 hari
l. Memastikan terpasangnya infomnasi tentang prosedur pelayanan
kesehatan, yang menyebutkan kapan, dimana dan bagaimana merujuk
pasien dengan kondisi kcgawatdaruratan maternal dan/nconatal ke
tingkat pelayanan kesehatan lebih lanjut
m. Memastikan nutrisi yang cukup bagi kelompok rentan khususnya ibu
hamil dan menyusui
n. Memastikan pelayanan yang ramah remja di fasilitas kesehatan
o. Melibatkan dukun bayi dan kader untuk menghubungkan ibu muda
kepelayanan kesehatan

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelayanan Kesehatan yang Peduli Remaja, melayani semua remaja
dalam bentuk konseling dan berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan
remaja. Disini remaja tidak perlu ragu dan khawatir untuk curbatkonseling,
mendapatkan informasi yang benar dan tepat untuk berbagai hal yang perlu
diketahui remaja. Remaja masih termasuk kedalam kelompok usia anak.
Remaja umumnya memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik
terhadap situasi baru dibandingkan dengan orang tua mereka
Salah satu pokok permasalahan kesehatan reproduksi remaja di
Indonesia diakibatkan belum optimalnya komitmen dan dukungan pemerintah
dalam bentuk kebijakan yang mengatur tentang pendidikan seksual dan
reproduksi bagi remaja pada tatanan keluarga, masyarakat, dan sekolah.
Strategi penting dalam memfasilitasi akses remaja terhadap layanan kesehatan
reproduksi dan penggunaan layanan kesehatan reproduksi oleh remaja
adalah memastikan bahwa layanan yang tersedia berkualitas tinggi dan
“ramah remaja”. Selain itu permasalahan yang dialami oleh remaja umumnya
dikarenakan adanya krisis identitas tanpa adanya faktor pendukung dan
sumber informasi yang jelas dalam memberikan ketersediaan layanan pada
kelompok remaja. Permasalahan kesehatan yang berisiko mengancam
kesejahteraan remaja antara lain merokok, konsumsi alkohol, konsumsi obat,
depresi atau risiko bunuh diri, emosi, masalah fisik, problem sekolah dan
perilaku seksual.

21
22
DAFTAR PUSTAKA

IWGRHC. 2010.  Buku Pedoman Lapangan Antar Lembaga Kesehatan Reprosuksi


dalam Situasi Darurat Bencana.

Kemenkes RI. 2017. Pedoman Pelaksanaan Paket Pelayanan Awal Minimum


(PPAM) Kesehatan Reproduksi Remaja Kementrian Kesehatan Tahun 2017

Kemenkes RI. 2015. Pedoman Pelaksanaan Paket Pelayanan Awal Minimum


(PPAM) Kesehatan Reproduksi Pada Krisis Bencana Kementrian Kesehatan Tahun
2015

PP IBI dan IMA. 2008.  Modul Bahan Ajar Paket Pelayanan Awal Minimum
(PPAM) Kesehatan Reproduksi (KESPRO) pada Krisis Kesehatan ( Situasi
Tanggap Darurat Bencana)

Anda mungkin juga menyukai