“Moral Reasoning”
Disusun Oleh
Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Moral Reasoning”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan untuk kepentingan proses
belajar.Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada dosen saya yang telah
membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini. Melalui kata pengantar ini penulis lebih
dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan
ada tulisan yang kami buat kurang tepat.Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari
sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan di masa
mendatang. Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan
kemajuan ilmu pengetahuan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 1
C. Tujuan............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Moral Reasoning .............................................................................................. 2
1. Definisi ...................................................................................................... 2
2. Faktor Yang Mempengaruhi Moral Reasoning.......................................... 2
3. Tahap-Tahap Pengembangan Moral Reasoning ........................................ 3
B. Penalaran Berbasis Nilai-Nilai Etis.................................................................. 4
1. Definisi....................................................................................................... 4
2. Fungsi Penalaran Berbasis Nilai-Nilai Etis Dalam .................................... 4
Pelayanan Kebidanan
3. Pendekatan Penalaran Praktis..................................................................... 4
C. Tahap Moral,Empati,Keberpihakan dalam Mengambil Keputusan................. 5
D. Contoh Kasus.................................................................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 9
B. Saran ................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peranan penting bidan sangatlah penting dalam menurunkan angka kesakitan dan
kematian maternal dan perinatal, berdasarkan peranan bidan yang vital itulah diperlukan
pengaturan profesi bidan dalam memberikan pertolongan yang optimal. Secara umum
tenaga profesi kesehatan dibatasi oleh ketiga kaedah utama, yaitu sumpah profesi, kaedah
masyarakat dalam bentuk tertulis atau kebiasaan pula. Oleh karena itu, profesi tenaga
kesehatan yang selalu berkaitan dengan manusia geraknya sangat terbatas.
Bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan kebidanan yang
berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalampraktik asuhan kebidanan.
Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan bidan dan berlanjut pada
forum atau kegiatan ilmiah baik formal atau non formal dengan teman, sejawat, profesi
lain maupun masyarakat. Salah satu perilaku etis adalah bila bidan menampilkan perilaku
pengambilan keputusan yang etis dalam membantu memecahkan masalah klien.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3. Untuk Mengetahui Apa itu Tahap Moral, Empati, Keberpihakan dalam Pengambilan
Keputusan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Moral Reasoning
1. Definisi
Moral berasal dari bahasa Latin mores berarti adat kebiasaan. Maksud moral ialah
sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang
baik dan wajar. Moral reasoning ialah penilaian dan perbuatan moral pada intinya
bersifat rasional. Keputusan moral bukanlah soal perasaan atau “nilai”, melainkan
selalu mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema moral dan bersifat
konstruktif kognitif yang aktif terhadap titik pandangan masing-masing partisipan dan
kelompok yang terlibat, sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan, hak,
kewajiban, dan keterlibatan setiap pribadi atau kelompok terhadap yang baik dan
yang adil.
moral reasoning yaitu orang yang mendasarkan tindakannya atas penilaian baik atau
buruknya sesuatu, karena sifatnya yang merupakan penalaran.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Moral Reasoning
Perkembangan moral dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu erat kaitannya dengan
kemampuan menentukan peran dalam pergaulan dan menjalankan peran tersebut.
Semakin banyak peran yang dijalankannya maka akan semakin banyak pula
pengalaman yang merangsang perkembangan moral. Salah satu menjalankan suatu
peran adalah kesempatan
berpartisipasi dengan suatu kelompok. Berikut kelompok di mana individu harus
menjalankan peran sosial :
a. Kelompok keluarga
Membantu perkembangan moral dengan melalui diskusi dan pengambilan
keputusan keluarga.
b. Kelompok teman sebaya
Ikut serta secra aktif dalam tanggung jawab, penentuan ataupun keputusan dalam
kelompok.
c. Kelompok yang berkaitan dengan sosial-ekonomi
2
3. Tahap-Tahap Pengembangan Moral Reasoning
a. Tahap pertama (Sudut pandang egosentrisme)
Seseorang menyadari adanya pembedaan antara diri dari orang lain tetapi tidak
mampu membedakan antara perspektif sosial (pikiran dan perasaan) dari diri
sendiri dan orang lain. Seseorang dapat memberikan label pada perasaan orang
lain yang tampak tetapi
tidak dapat melihat hubungan sebat akibat dari penalaran terhadap tindakan sosial.
b. Tahap kedua (Pengambilalihan cara pandang secara sosial-informasional)
Seseorang sadar bahwa orang lain memiliki perspektif sosial yang didasari oleh
penalaran orang itu sendiri, yang bisa sama ataupun tidak dengan penalaran
tersebut. Akan tetapi, cenderung berfokus pada suatu perspektif daripada
mengkoordinasikan beberapa sudut pandang.
c. Tahap ketiga (Pengambilalihan refleksi diri)
Seseorang sangat menyadari bahwa setiap orang sadar akan perspektif orang lain
dan kesadaran ini mempengaruhi pandangan diri dan orang lain tentang satu sama
lain. Menempatkan diri pada posisi orang lain adalah suatu cara untuk menilai
keinginan, tujuan, dan tindakan orang lain. Seseorang dapat membentuk suatu
rangkaian perspektif yang terkoordinasi tetapi tidak dapat melakukan abstraksi
dari tingkat ini untuk mencapai tahapan mutualis simultan.
d. Tahap keempat (Pengambilalihan perspektif secara mutualis)
Seseorang menyadari bahwa baik diri maupun orang lain dapat melihat satu sama
lain sebagai objek secara bersamaan (mutualis) dan secara simultan. Remaja dapat
melangkah keluar dari hubungan dua orang dan melihat interaksi tersebut dengan
perspektif orang ketiga.
e. Tahap kelima (Pengambilalihan perspektif tentang sisten sosial dan
konvensional)
Seseorang menyadari bahwa pengambilalihan perspektif secara mutual tidak
selalu menghasilkan pemahaman yang lengkap. Konvensi sosial dilihat sebagai
suatu persyaratan mutlak karena konvensi dimengerti semua anggota kelompok
(orang lain
3
yang digeneralisasikan) tanpa mempedulikan posisi, peran, atau pengalaman
mereka.
4
kalainan yang dihadapinya, faktor-faktor kontekstual seperti keluarga, ekonomi
keluarga, sosial budaya, legal dan hal-hal lain yang terkait.
b. Memperhatikan pengalamam-pengamalan dokter lain sebelumnya dengan kasus
klinis yang serupa. Dalam hal ini, sampai batas tertentu ada persamaannya dengan
doktrin yuriprudensi adalah hukum yang terbentuk karena keputusan hukum.
Seorang hakim membuat keputusan hukum pada suatu perkara di pengadilan
dengan mengacu pada keputusan yang ditetapkan oleh hakim lain sebelumnya
pada kasus yang sama.
5
Peningkatan pertimbangan mengenai moral pada diri seseorang yang dirancang
secara sengaja melalui pendidikan di sekolah maupun di rumah, dapat membantu
membentuk kepribadian seseorang karena denga terbentuknya pertimbangan moral pada
dirinya maka seseorang akan berperilaku (behavior) sesuai dengan cara berfikir moral
(moral thinking) yang ada padanya, perilaku yang ada pada diri seseorang berlandaskan
pada pertimbangan-pertimbangan kognitifnya. Adapun Tahapannya sebagai berikut
Tabel 2.1 Enam Tahap Keputusan Moral Lawrence Kohlberg
Tingkat dan Tahap Makna Tahap Perspektif Sosial Setiap Tahap
Tingkat I: Orientasi kepatuhan dan hukuman: Pandangan egosentrik, tidak
Prakonvensional patuh semata-mata karena ingin mempertimbangkan keinginan orang
Tahap I: Moralitas berbuat patuh, menghindari lain dan tidak menyadari bahwa
Heteronomi hukuman fisik atau kerusakan hak setiap orang berbeda-beda.
milik Tindakan orang lain hanya
dipandang secara fisik, tidak ada
dorongan psikologisnya. Masih
bingung dalam membedakan antara
pandangan penguasa dengan
pandangan sendiri
Tahap 2: Individualisme, Menaati peraturan jika sesuai Pandangan individualistik yang
egosentris, minat pribadi dengan kepentingannya sendiri, konkret. Menyadari bahwa setiap
(apa untungnya bagi bertindak untuk memenuhi orang memiliki keinginan yang
saya?), tujuan keinginan dan kebutuhannya hendak dicapainya, yang mungkin
instrumental, dan sendiri dan membiarkan orang lain saking bertentangan: kebenaran
pertukaran bertindak demikian juga. Benar bersifat relative.
juga berarti keadilan atau
pertukaran perlakuan, perjanjian
yang adil
Tingkat II: Konvensional Berbuat sesuai dengan harapan Pandangan individual dalam
orang-orang yang dekat dengan hubungan dengan individu-individu
dirinya atau sesuai dengan harapan lain. Menyadari perasaan,
Tahap 3: Orientasi orang pada umumnya mengenai persetujuan, dan harapan bersama
keserasian Interpersonal bagaimana menjadi anak, saudara, yang mengutamakan keinginan
dan Komformitas (sikap dan teman yang baik. menjadi individu, bertenggang rasa.
anak baik) orang yang baik itu penting dan
bermakna memiliki motif yang
baik. percaya akan hukum Tuhan,
keinginan menjaga peraturan dan
penguasa yang memiliki perilaku
yang baik.
Tahap 4: Sistem Sosial Melaksanakan tugas-tugas yang Membedakan pandangan
dan Suara Hati telah disetujui, orientasinya adalah masyarakat dari persetujuan atau
untuk memenuhi tugas, menepati motif antarpribadi. Menggunakan
hukum. Untuk menjaga agar pandangan sistem yang
lembaga berjalan dengan mendefinisikan peran dan aturan;
menyeluruh dan menghindari mempertimbangkan hubungan
pelanggaran sistem. Suara hati individual dalam kerangka sistem.
nurani penting sekali untuk
memenuhi tanggung jawab
seseorang.
6
Tingkat III: Pasca Menyadari bahwa masyarakat Mengutamakan perspektif sosial.
Konvensional atau memiliki berbagai nilai dan Kesadaran rasional setiap individu
Memiliki Prinsip pendapat, dan kebanyakan akan nilai dan hak sebelum
peraturan mereka bersifat relatif membuat kontrak sosial.
Tahap 5: Kontrak Sosial bagi kelompok mereka. Biasanya
atau Hak Milik dan Hak menjunjung tinggi kemauan rakyat
Individu secara keseluruhan karena
memiliki kontrak sosial. Beberapa
nilai dan hak yang tidak bersifat
relatif (misalnya hak hidup
dankebebasan) harus dijunjung
tinggi dalam masyarakat,
bagaimanapun pendapat kelompok
mayoritas.
Tahap 6: Prinsip Etika Mengikuti prinsip-prinsip etis Perspektif pandangan moral yang
Universal pilihan pribadi. Undang-undang berasal dari persetujuan sosial.
khusus atau persetujuan sosial Perspektif bahwa individu rasional
biasanya valid karena didasarkan menyadari hakikat moralitas atau
pada prinsip-prinsip tersebut. Jika menyadari kenyataan bahwa orang
Undang-undang tidak sesuai memiliki tujuan dan harus
dengan prinsip ini, orang tetap diperlakukan sesuai tujuannya.
bertindak sesuai dengan prinsip
meski harus melanggar
Undangundang. Prinsip ini adalah
prinsip universal mengenai
keadilan, persamaan hak-hak
kemanusiaan, dan menghargai
martabat manusia sebagai individu
D. Contoh Kasus
Ny A bersama suaminya Tn B datang ke PMB bidan Z untuk
melakukan pemeriksaan ANC. NyA berusia 24 tahun G2P1A0 usia kehamilan 37
minggu. Ny A merupakan guru SD dengan background pendidikan S1, sedangka Tn
B bekerja sebagai karyawan bank swasta. Pada riwayat kehamilan sebeblumnya 1,5 tahun
yang lalu Ny A melahirkan anak 3,2 kg berjenis kelamin laki-
laki secara sectio caesaria dengan indikasi ruptur uteri.
Pada kehamilan kali ini Ny A berkeinginan untuk melahirkan secara normal
karena menurutnya jika belum melahirkan secara normal berarti belum menjadi
ibu seutuhnya. Ny A telah mengikuti berbagai macam persiapan seperti mengikuti kelas
prenatal yoga. Namun ketika melakukan pemeriksaan USG di dokter spesialis obstetri
dan gynecology, hasil USG menyatakan semuanya normal, namun beliau menyatakan
bahwa Ny Atidak dapat melakukan persalinan normal karena memiliki riwayat SC
kurang dari dua tahun,dikhawatirkan akan menyebabkan ruptur uteri lagi. Ny A tidak bisa
7
menerima hal tersbut, olehkarena itu dia mendatangi bidan Z untuk membantunya
melakukan persalinan secara normal saat persalinannya nanti, namun
Bidan Z menjelaskan bahwa ibudengan riwayat persalinan SC bukan merupakan kewena
ngannya dan harus melakukan persalinan di rumah sakit. Mendengar penjelasan tersebut
Ny A merasa marah dan memaki bidanZ bahwa dia tidak kompeten di bidangnya dan
tidak mendukung keinginannya utuk melakukan persalinan secara normal.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bidan merupakan bentuk profesi yang erat kaitannya dengan etika karena lingkup
kegiatan bidan sangat berhubungan erat dengan masyarakat. Karena itu, selain
mempunyai pengetahuan dan keterampilan, agar dapat diterima di masyarakat bidan juga
harus memiliki etika yang baik sebagai pedoman bersikap/ bertindak dalam memberikan
suatu pelayanan khususnya pelayanan kebidanan. Derasnya arus globalisasi yang
semakin mempengaruhi kehiduapan sosial yang semakin mempengaruhi munculnya
masalah/penyimpangan etik sebagai akibat kemajuan teknologi/ilmu pengetahuan yang
menimbulkan konflik terhadap nilai. Sikap profesional dalam pelayanan sangat penting
untuk menjaminnya keamanan dan kenyamanan klien. Jabataan profesional bidan
berbeda pekerjaan yang menuntut dan dapat dipenuhi melalui pembiasaan melakukan
keterampilan tertentu. Menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut
wawasan filosofi, pertimbangan rasional dan memiliki sikap yang positif dalam
melaksanakan serta mengembangkan mutu kerja.
B. Saran
Dalam Makalah ini terdapat diharapkan agar mahasiswi dapat mengetahui etika
dan penalaran dalam mengambil keputusan yang terjadi dalam pelayanan kebidanan
khususnya Etika Moral sesuai dengan pembahasan yang ada dalam makalah ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
Asmawati dan Sri Rahayu Amri, S.R. 2011. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Pustaka
Refleksi: Makassar.
Triwibowo, Cecep. 2014. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogykarta: Nuha Medika
10