Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH MELAKSANAKAN KESEHATAN REPRODUKSI

REMAJA PADA SITUASI DARURAT BENCANA

Mata Kuliah Tanggap Darurat Bencana Dalam Kespro

Disusun oleh:

Kelompok 5 (Kelas III B)

1) Adhitya Intan Sejati (P3.73.24.2.18.042)


2) Aurelia Verrent Indraputri (P3.73.24.2.18.046)
3) Citra Annisa (P3.73.24.2.18.121)
4) Devina Silviana Putri (P3.73.24.2.18.048)
5) Tasya Anggraeni (P3.73.24.2.18.077)
6) Yulia Eka Pratiwi (P3.73.26.2.18.079)
7) Zenith Elisa Kurniawati (P3.73.24.2.18.080)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III JURUSAN
KEBIDANAN TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Tanggap Darurat Bencana Dalam Kespro mengenai “Melaksanakan Reproduksi
Remaja Pada Situasi Darurat Bencana”. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengajar karena dengan adanya tugas ini dapat menambah pengetahuan kami.

Demikianlah makalah ini kami susun. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dari makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan penyusunan makalah ini kedepannya.

Bekasi, 13 Januari 2021

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan masalah.................................................................................................................3

C. Tujuan...................................................................................................................................3

BAB II.......................................................................................................................................3

PEMBAHASAN........................................................................................................................4

A. Remaja Pada Situasi Pengungsian........................................................................................4

B. Prinsip Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja.......................................................................7

C. Kebutuhan Kesehatan Reproduksi......................................................................................10

D. Program Berbasis Masyarakat dan Pendidik Sebaya..........................................................14

E. Kegiatan Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Situasi Darurat Bencana dan Situasi
Pandemic Covid-19….............................................................................................................18

BAB III....................................................................................................................................28

PENUTUP...............................................................................................................................28

A. Kesimpulan.........................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................iii

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan reproduksi pada masa darurat – khususnya bagi


perempuan dan anak – menjadi penting, karena lebih dari 50% pengungsi korban
bencana adalah perempuan dan anak. Data dari The United Nations Population
Fund (UNFPA) menunjukkan bahwa dari total populasi perempuan di tempat
pengungsian, 25% di antaranya berada di usia produktif. Lebih lanjut, data dari
UNFPA juga menunjukkan bahwa dari total populasi perempuan yang berada di
usia produktif tersebut, 2% di antaranya mengalami kekerasan seksual. Selain
kasus kekerasan seksual, masalah-masalah terkait kehamilan juga turut
menghantui korban bencana di lokasi pengungsian. Data dari sumber yang sama
menunjukkan bahwa 20% kehamilan yang terjadi di saat krisis akan berakhir
dengan keguguran, atau aborsi yang tidak aman. Hal inilah yang berusaha dicegah
oleh PKBI dan BNPB, melalui Program PPAM untuk Kesehatan Reproduksi.
Program PPAM untuk Kesehatan Reproduksi PKBI dibagi ke dalam tiga
tahap: tahap pra-bencana, tahap saat bencana, dan tahap pasca-bencana. Tahap
pra-bencana mencakup berbagai upaya seperti pelatihan penyedia layanan dan
relawan, pertemuan koordinasi dengan berbagai stakeholders, serta pengadaan kit
kebersihan (hygiene kit) dan kit kesehatan reproduksi (reproductive health kit). Isi
kit kebersihan mencakup persediaan sanitasi seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
pakaian dalam, ember, serta alat-alat kebersihan lain yang dibutuhkan oleh
masyarakat lokal. Kit kesehatan reproduksi, di sisi lain, dibagi ke dalam tiga paket
(block) berdasarkan level fasilitas kesehatan di tempat kit tersebut disediakan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sejak tahun 2008 telah
mengembangkan program pelayanan kesehatan reproduksi pada situasi bencana
yang diimplementasikan di seluruh Indonesia. Pada saat itu, upaya ini
menggunakan pedoman pelayanan kesehatan reproduksi pada situasi bencana
yang diterjemahkan langsung dari pedoman internasional Inter-agency Working
Group (IAWG) on Reproductive Health in Crises. Sejak tahun 2014, pedoman

1
tersebut telah diadaptasi ke dalam konteks lokal Indonesia dengan diterbitkannya
Pedoman Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi pada
Krisis Kesehatan. Pedoman PPAM Kesehatan Reproduksi disusun berdasarkan
pengalaman lapangan dan praktik pelayanan kesehatan reproduksi pada situasi
bencana sejak tahun 2004, ketika bencana Tsunami Aceh sampai bencana yang
terjadi di tahun 2017.

Selama tahun 2008-2012, Pedoman PPAM telah diorientasikan kepada dinas


kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota serta disosialisasikan kepada
sektor dan mitra terkait. Di samping itu, PPAM kesehatan reproduksi juga telah
dilatihkan kepada fasilitator dari 33 provinsi, profesi bidan dan perawat. Saat ini,
PPAM kesehatan reproduksi masih terus dikembangkan, dan saat ini telah
diintegrasikannya ke dalam kebijakan penanganan krisis kesehatan di
Kementerian Kesehatan dengan diterbitkannya Permenkes No. 64 tahun 2013
tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan, dilaksanakannya pelatihan PPAM bagi
tenaga kesehatan oleh provinsi dan mitra, pelatihan bagi 9 regional dan 2 sub
regional pusat krisis kesehatan serta telah disusun kurikulum modul materi PPAM
sebagai muatan lokal pada kurikulum pendidikan bidan.

Selama hampir satu dekade pelayanan kesehatan reproduksi pada krisis


kesehatan telah dikembangkan, namun pelaksanaannya di lapangan masih belum
sesuai harapan.Tantangan dalam implementasi PPAM antara lain:belum adanya
pemahaman tentang pentingnya pelayanan kesehatan reproduksi pada situasi
bencana/krisis kesehatan oleh stakeholder, petugas belum terlatih, mutasi petugas,
dsb. Di samping itu juga lemahnya koordinasi antar sektor, organisasi, lembaga
mitra penyedia pelayanan kesehatan reproduksi saat krisis kesehatan.

2
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi remaja pada situasi pengungsian?
2. Apa saja prinsip pelayanan kesehatan peduli remaja?
3. Apa definisi kebutuhan kesehatan reproduksi?
4. Apa saja program berbasis masyarakat dan pendidik sebaya?
5. Apa saja kegiatan kesehatan reproduksi remaja pada situasi darurat
bencana dan situasi pandemic covid-19?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi remaja pada situasi pengungsian.
2. Mengetahui pentingnya prinsip pelayanan kesehatan peduli remaja.
3. Mengetahui definisi kebutuhan kesehatan reproduksi.
4. Mengetahui apa saja program berbasis masyarakat dan pendidik
sebaya.
5. Mengetahui apa saja kegiatan kesehatan reproduksi remaja pada situasi
darurat bencana dan situasi pandemic covid-19.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Remaja Pada Situasi Pengungsian

Masa remaja (usia 11 – 20 tahun) adalah masa yang khusus dan penting,
karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia. Masa remaja
disebut juga masa pubertas, merupakan masa transisi yang unik ditandai dengan
berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Remaja berada dalam situasi yang
sangat peka terhadap pengaruh nilai baru, terutama bagi mereka yang tidak
mempunyai daya tangkal. Mereka cenderung lebih mudah melakukan penyesuaian
dengan arus globalisasi dan arus informasi yang bebas yang dapat menyebabkan
terjadinya perubahan perilaku menyimpang karena adaptasi terhadap nilainilai
yang datang dari luar. Masalah yang paling menonjol dilakangan remaja saat ini,
misalnya masalah seksualitas, sehingga hamil di luar nikah dan melakukan aborsi.
Kemudian rentan terinfeksi penyakit menular seksual (IMS), HIV dan AIDS serta
penyalahgunaan Narkoba. Adanya motivasi dan pengetahuan yang memadai
untuk menjalani masa remaja secara sehat, diharapkan remaja mampu untuk
memelihara kesehatan dirinya sehingga mampu memasuki masa kehidupan
berkeluarga dengan reproduksi sehat.

Hak-Hak Remaja Terkait Dengan Kesehatan Reproduksi :


1. Hak hidup. Ini adalah hak dasar setiap individu tidak terkecuali remaja,
untuk terbebas dari resiko kematian karena kehamilan, khususnya bagi
remaja perempuan.
2. Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan. Termasuk dalam hal ini
adalah perlindungan privasi, martabat, kenyamanan, dan kesinambungan.
3. Hak atas kerahasiaan pribadi. Artinya, pelayanan kesehatan reproduksi
bagi remaja dan setiap individu harus menjaga kerahasiaan atas pilihan-
pilihan mereka.
4. Hak atas informasi dan pendidikan. Ini termasuk jaminan kesehatan dan
kesejahteraan perorangan maupun keluarga dengan adanya informasi dan
pendidikan kesehatan reproduksi yang memadai tersebut.

4
5. Hak atas kebebasan berpikir. Ini termasuk hak kebebasan berpendapat,
terbebas dari penafsiran ajaran yang sempit, kepercayaan, tradisi, mitos-
mitos, dan filosofi yang dapat membatasi kebebasan berpikir tentang
pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual.
6. Hak berkumpul dan berpartisipasi dalam politik. Hal ini termasuk
mendesak pemerintah dan parlemen agar menempatkan masalah kesehatan
reproduksi menjadi prioritas kebijakan negara.
7. Hak terbebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk. Hal ini terutama
bagi anak-anak dan remaja untuk mendapatkan perlindungan dari
eksploitasi, pelecehan, perkosaan, penyiksaan, dan kekerasan seksual.
8. Hak mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan terbaru. Yaitu hak
mendapatkan pelayan kesehatan reproduksi yang terbaru, aman, dan dapat
diterima.
9. Hak memutuskan kapan punya anak, dan punya anak atau tidak.
10. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi. Ini berarti
setiap individu dan juga remaja berhak bebas dari segala bentuk
diskriminasi termasuk kehidupan keluarga, reproduksi, dan seksual.
11. Hak untuk memilih bentuk keluarga. Artinya, mereka berhak
merencanakan, membangun, dan memilih bentuk keluarga (hak untuk
menikah atau tidak menikah).
12. Hak atas kebebasan dan keamanan. Remaja berhak mengatur kehidupan
seksual dan reproduksinya, sehingga tidak seorang pun dapat memaksanya
untuk hamil, aborsi, ber-KB dan sterilisasi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan kepada remaja pada situasi pengungsian adalah :

1. Remaja membutuhkan waktu untuk memiliki hubungan dekat yang khusus


Pada situasi normal sebagian informasi diperoleh dari teman sebaya dan
dari tokoh panutan dilingkungan keluaraga atau masyarakat remaja
tersebut.Petugas kesehatan kemungkinan dapat menjadi tokoh panutan
penting bagi remaja pengaruh potensial ini harus disadari oleh petugas
kesehatan.
2. Remaja sering tidak memiliki orientasi masa depan yang jelas hal ini dapat
diperburuk oleh status mereka sebagai pengungsi.

5
3. Kegiatan yang memberikan kesempatan bagi remaja untuk melihat masa
depan akan membantu mereka dalam mempertimbangkan konsekuensi
kegiatan seksual yang tidak aman dan mereka harus bertanggung jawab
atas kegiatan yang telah mereka lakukan
4. Perilaku remaja didaerah pengungsi mungkin tidak menjadi subjek
perhatian yang sama dengan situasi kondisi normal.
5. Perpisahan dari orang tua dan tradisi dapat menyebabkan situasi yang
kurang terkontrol secara social, hal ini menyebabkan resiko yang lebih
tinggi terhadap kehamilan remaja, infeksi menular seksual (IMS)
penyalahgunaan obat, kekerasan dan sebagainya.
6. Remaja tidak homogen Kebutuhan remaja sangat bervariasi sesuai usia,
jenis kelamin, pendidikan,status pernikahan dan karakteristik
psikososial.Remaja wanita lebih rentan terhadap masalah kesehatan
reproduksi umum dari pada laki-laki dan mereka menanggung hampir
semua konsekuensinya.Remaja berusia 10-14 tahun memiliki kebutuhan
yang berbeda dengan kelompok yang berusia 16-18 tahun.
7. Beberapa budaya mengharapkan pernikahan seorang gadis pada usia 14
tahun sedangkan menurut budaya lain hal ini tidak dapat diterima.
8. Remaja mengalami masa pubertas Periode dalam perkenbangan remaja
yang terjadi pada usia 10-12 tahun untuk perempuan dan 12-15 tahun
untuk laki-laki. Pada masa ini terjadi pematangan alat reproduksi yang
ditandai dengan menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-
laki. Petugas kesehatan dapat memberikan kejelasan untukmenjaga
kebersihan mereka (menganti pembalut, membersihkan kelamin saat
mandi) selama menstruasi dan menghindari kehamilan sebelum nikah.
9. Di negara dengan tingkat prevalensi IMS/HIV tinggi, remaja merupakan
kelompok yang paling rentan Ketidakberdayaan perempuan atas
kehidupan seksual dan reproduktif mereka menyebabkan memiliki resiko
yang lebih tinggi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang
tidak aman, infeksi IMS/HIV semua ini sering terjadi di daerah
pengungsian.

6
B. Prinsip Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja

PKPR adalah Pelayanan Kesehatan yang Peduli Remaja, melayani


semua remaja dalam bentuk konseling dan berbagai hal yang berhubungan
dengan kesehatan remaja. Disini remaja tidak perlu ragu dan khawatir
untuk curhat/konseling, mendapatkan informasi yang benar dan tepat
untuk berbagai hal yang perlu diketahui remaja. Remaja masih termasuk
kedalam kelompok usia anak. Menurut WHO, remaja adalah anak yang
berusia antara 10-19 tahun. Sedangkan menurut Survei Kesehatan
Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2007), remaja adalah laki-laki atau
perempuan yang belum kawin dengan batasan usia meliputi 15-24 tahun.
Sejak Tahun 2003 Kementerian Kesehatan sudah mencanangkan
program pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) dengan prinsip dapat
terakses oleh semua golongan remaja,menyenangkan, menerima remaja
dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasian,peka akan
kebutuhan terkait dengan kesehatan, serta efektif dan efisien dalam
memenuhi kebutuhan.
1. Puskesmas PKPR
Pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) dilayani di Puskesmas
PKPR (Puskesmas yang menerapkan PKPR). Di Puskesmas PKPR, tersedia
tenaga kesehatan yang peduli dan siap melayani semua kelompok usia remaja.
Disini remaja dilayani dengan sikap menyenangkan, dihargai dan diterima
dengan tangan terbuka. Puskesmas PKPR melayani sebagai berikut:
a. Pemeriksaan kesehatan
b. Pengobatan penyakit
c. Konseling/curhat
d. Penyuluhan kesehatan
e. Diskusi dan dialog
2. Pentingnya PKPR untuk remaja
Remaja berada dalam masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak
untuk menjadi dewasa. Secara fisik, remaja dapat dikatakan sudah matang
tetapi secara psikis/kejiwaan belum matang, oleh karena itu kelompok
anak usia remaja dianggap termasuk dalam kelompok beresiko untuk terkena

7
berbagai masalah termasuk kesehatan. Beberapa sifat remaja yang
menyebabkan tingginya resiko antara lain: rasa keingintahuan yang besar
tetapi kurang mempertimbangkan akibat dan suka mencoba hal-hal baru untuk
mencari jati diri. Bila tidak diberikan informasi/pelayanan remaja yang tepat
dan benar, maka perilaku remaja sering mengarah kepada perilaku yang
beresiko, seperti: penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya), perilaku yang menyebabkan mudah terkena infeksi
HIV/AIDS, Infeksi menular seksual (IMS), masalah gizi (anemia/kurang
darah, kurang energi kronik (KEK), obesitas/kegemukan) dan perilaku seksual
yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
3. Manfaat PKPR
a. Menambah wawasan dan teman melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan,
dialog interaktif, Focus Group Discussion (FGD), seminar, jambore,
dll
b. Konseling/curhat masalah kesehatan dan berbagai masalah remaja
lainnya (dan kerahasiaannya dijamin)
c. Remaja dapat menjadi peer counselor/kader kesehatan remaja agar
dapat ikut membantu teman yang sedang punya masalah
4. Petugas yang melayani PKPR di Puskesmas
Petugas yang melayani PKPR di Puskesmas PKPR bisa seorang dokter,
bidan atau perawat yang sudah terlatih. Mereka akan melayani dengan
sabar, ramah, siap menampung segala permasalahan remaja serta siap
berdiskusi (memberikan konseling). Petugas khusus yang peduli remaja
harus memenuhi kriteria:
a. Mempunyai perhatian dan peduli, baik budi, penuh pengertian,
bersahabat, memiliki kompetensi teknis dalam memberikan pelayanan
khusus kepada remaja, mempunyai ketrampilan komunikasi
interpersonal dan konseling.
b. Mempunyai motivasi untuk menolong dan bekerjasama dengan
remaja.
c. Tidak menghakimi, tidak bersikap dan berkomentar tidak
menyenangkan atau merendahkan.

8
d. Dapat dipercaya dan dapat menjaga kerahasiaan.
e. Mampu dan mau mengorbankan waktu sesuai kebutuhan.
f. Dapat/mudah ditemui pada kunjungan ulang.
g. Menunjukkan sikap menghargai kepada semua remaja dan tidak
membeda-bedakan.
h. Mau memberikan informasi dan dukungan yang cukup hingga remaja
dapat memutuskan pilihan yang tepat untuk mengatasi maalahnya atau
memenuhi kebutuhannya.
5. Dasar Hukum
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
a. Pasal 131
b. (1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan
untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas,
dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan
anak.
c. (2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak anak masih
dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia
18 (delapan belas) tahun.
d. (3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab dan
kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat, dan
Pemerintah, dan pemerintah daerah.
e. Pasal 136
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja harus ditujukan untuk
mempersiapkan menjadi orang dewasa yang sehat dan produktif, baik
sosial maupun ekonomi.
(2) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) termasuk untuk reproduksi remaja dilakukan agar terbebas
dari berbagai gangguan kesehatan yang dapat menghambat
kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat.

9
(3) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
f. Pasal 137
(1) Pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh
edukasi, informasi, dan layanan mengenai kesehatan remaja agar
mampu hidup sehat dan bertanggung jawab.
(2) Ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah dalam menjamin agar
remaja memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan pertimbangan moral nilai agama dan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

C. Kebutuhan Kesehatan Reproduksi


Kebutuhan kesehatan reproduksi pada situasi darurat bencana kurang
tertanganin diantaranya kebutuhan kesehatan reproduksi remaja. Pada situasi
darurat bencana, kebutuhan kesehatan reproduksi remaja meningkat namun
kurangnya pemahanan kesehatan reproduksi menjadikannya kurang tertangani
melalui upaya tanggap bencana. Kebutuhan kesehatan reproduksi remaja
diperoleh dengan melakukan penilaian melalui data kondisi remaja pada situasi
darurat bencana. Kebutuhan kesehatan reproduksi di dalam situasi
kemanusiaan dan karena itu dapat dilaksanakan tanpa assessment awal awal,
Namun, beberapa informasi dasar tentang demografi dan kesehatan penduduk
yang terdampak harus dikumpulkan melalui mekanisme koordinasi kesehatan
untuk pelaksanaan kegiatan PPAM yang optimal. Untuk menilai status
kesehatan reproduksi remaja dalam situasi krisis kesehatan terdapat dua jenis
instrumen untuk menilai status kesehatan reproduksi remaja dalam situasi krisis
kesehatan, yaitu:

1. Instrumen penilaian remaja, yang terdiri dari:


a. Rapid Health Assesment (RHA) untuk kesehatan reproduksi remaja
RHA dilaksanakan dalam 72 jam pertama tahap tanggap darurat
krisis kesehatan untuk mengumpulkan seluruh informasi demografi dan

10
mengidentifikasi permasalahan penyelamatan jiwa yang harus segera
ditangani untuk memastikan kesejahteraan populasi penerima manfaat.
b. Analisis situasi untuk kesehatan reproduksi remaja
Analisis sistuasi akan dilakukan pada tahap tanggap darurat krisis
kesehatan setelah penilaian awal cepat selesai dilakukan. Analisis situasi
akan memberikan informasi tentang status baseline kebutuhan dan
layanan kesehatan reproduksi, serta akan membantu lembaga
memprioritaskan intervensi saat pelayanan kesehatan reproduksi
komprehensif diperkenalkan.
Dalam melaksanakan analisis situasi, terdapat beberapa metode
pengumpulan data melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok
terfokus atau Focus Group Discussion, pemetaan masyarakat, penilaian
fasilitas kesehatan.
2. Instrumen Berbasis Fasilitas
a. Penilaian HEADSSS (Home, Education/Employment, Activities,
Drugs, Sexuality, Suicide and Safety)
Penilaian HEADSSS dilakukan pada tahap tanggap darurat
krisis kesehatan di fasilitas kesehatan sebagai alat bantu tenaga
kesehatan. Mendengarkan dan mendiskusikan masalah dengan
remaja mungkin memiliki dampak positif pada kesehatan dan hasil
kesehatan reproduksi remaja. Tenaga kesehatan perlu meluangkan
waktu melakukan penilaian individu dengan menggunakan
instrument penilaian HEADSSS untuk mengidentifikasi remaja
berisiko tinggi dan memberikan konseling segera.
Keterampilan komunikasi yang baik dengan klien remaja
menghormati, menunjukkan empati dan tidak pernah menghakimi.
Remaja harus merasa bahwa dia dapat mempercayai tenaga
kesehatan dan merasa yakin bahwa jawabannya akan dirahasiakan.
Adapun bentuk penilaian HEADSSS yang telah di adaptasi dalam
program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
b. Daftar Tilik Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja

11
Pada tahap pasca krisis kesehatan dan pada saat pelayanan
kesehatan reproduksi komprehensif mulai dilaksanakan, penting
bagi tenaga kesehatan untuk mempertimbangkan bagaimana
menyesuaikan pelayanan agar menjadi “ramah remaja,” dapat
diterima, mudah diakses dan tepat untuk remaja laki-laki dan
perempuan.
Hasil Penilaian Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Remaja
diperoleh setelah dilakukan Rapid Health Assesment (RHA),
analisis situasi kesehatan reproduksi remaja dan penilaian berbasis
fasilitas, tim kesehatan reproduksi dapat menyimpulkan kebutuhan
remaja pada situasi krisis kesehatan dan mengembangkan
intervensi PPAM kesehatan reproduksi remaja sesuai dengan
kebutuhan remaja.. Proses penilaian ini membutuhkan waktu yang
lama, sehingga walaupun hasil penilaian ini masih berjalan, tetapi
pelaksanaan paket pelayanan awal minimum kesehatan reproduksi
remaja harus tetap diberikan.
Layanan kesehatan dapat memegang peranan penting dalam
mempromosikan dan melindungi kesehatan remaja. Meskipun
demikian, terdapat banyak sekali bukti bahwa remaja melihat
layanan kesehatan yang tersedia sebagai layanan yang tidak
merespon terhadap kebutuhan mereka. Remaja tidak mempercayai
layanan dan menghindari penggunaan layanan atau hanya mencari
pertolongan ketika mereka sudah putus asa dan memerlukan
perawatan. Salah satu strategi penting dalam memfasilitasi akses
remaja terhadap layanan kesehatan reproduksi dan penggunaan
layanan kesehatan reproduksi oleh remaja adalah memastikan
bahwa layanan yang tersedia berkualitas tinggi dan “ramah
remaja”. Pada saat yang sama, remaja perlu dibuat menyadari
tentang keberadaan layanan ramah remaja. Layanan kesehatan
reproduksi ramah remaja memiliki karakteristik-karakteristik yang
membuatnya lebih responsif terhadap kebutuhan kesehatan
reproduksi khusus dari remaja, termasuk penyediaan kontrasepsi,

12
kontrasepsi darurat, layanan aborsi aman, diagnosis dan
pengobatan IMS, konseling, test dan perawatan HIV serta layanan
kehamilan dan pasca kehamilan Informasi yang dibutuhkan dan
dilaporkan pada rapat koordinasi sub klaster kesehatan reproduksi
meliputi :
1. Data demografi remaja berdasarkan jenis kelamin dan kelompok
umur remaja, serta kelompok remaja yang rentan dalam situasi
krisis kesehatan
2. Prevalensi isu kesehatan reproduksi di kalangan remaja, termasuk
kehamilan, kematian ibu dan bayi baru lahir serta IMS, HIV/AIDS
3. Kerentanan remaja dan praktek-praktek berbahaya, termasuk
paparan terhadap kekerasan dan eksploitasi seksual, perdagangan
orang, seks komersial dan praktek-praktek tradisional seperti
mutilasi genital (FGM)/ sunat perempuan
4. Sumber daya masyarakat yang bersifat protektif, seperti orang tua
dan guru yang mendukung serta program program remaja dengan
jejaring ke orang dewasa yang memiliki kepedulian terhadap remaja
5. Layanan untuk remaja, termasuk layanan profesional dan
tradisional. Setiap alasan untuk kesenjangan dalam penyediaan dan
akses terhadap layanan harus teridentifikasi
6. Persepsi terhadap kesehatan reproduksi remaja: persepsi remaja dan
masyarakat terhadap kebutuhan akan kesehatan reproduksi remaja
dan penyediaan layanan serta informasi kesehatan reproduksi untuk
remaja
7. Hambatan untuk mengakses layanan yang tersedia, termasuk
ketidakamanan, norma budaya, kurangnya kerahasiaan/privasi, dan
kurangnya petugas kesehatan yang berjenis kelamin sama.
Prinsip Penilaian Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Remaja:
1. Persetujuan
2. Keamanan
3. Rujukan
4. Persetujuan berdasarkan informasi

13
5. Partisipasi
6. Privasi
7. Kerahasiaan

14
D. Program Berbasis Masyarakat dan Pendidik Sebaya

Separuh dari jumlah 6,1 milyar penduduk dunia berusia di bawah 25


tahun. Melihat proporsi jumlah remaja yang sangat besar, maka remaja
sebagai generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang
sehat secara jasmani, rohani, mental dan spiritual. Remaja selama masa
pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan perhatian, bimbingan,
pengawasan maupun perencanaan pelayanan yang baik terkait dengan
permasalahan kesehatan reproduksi, sehingga remaja akan terhindar dari
perilaku berisiko dan tumbuh kembang terjadi secara sehat. Sektor
kesehatan memiliki peran penting dalam membantu remaja sehat dan
sukses dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangannya. Sikap
permisif, eksperimental seksual dan kurangnya informasi yang akurat,
menimbulkan ancaman kesehatan seksual remaja.

Salah satu pokok permasalahan kesehatan reproduksi remaja di


Indonesia diakibatkan belum optimalnya komitmen dan dukungan
pemerintah dalam bentuk kebijakan yang mengatur tentang pendidikan
seksual dan reproduksi bagi remaja pada tatanan keluarga, masyarakat, dan
sekolah. Selain itu permasalahan yang dialami oleh remaja umumnya
dikarenakan adanya krisis identitas tanpa adanya faktor pendukung dan
sumber informasi yang jelas dalam memberikan ketersediaan layanan pada
kelompok remaja. Permasalahan kesehatan yang berisiko mengancam
kesejahteraan remaja antara lain merokok, konsumsi alkohol, konsumsi
obat, depresi atau risiko bunuh diri, emosi, masalah fisik, problem sekolah
dan perilaku seksual.

Norma adat dan nilai budaya leluhur yang masih dianut sebagian besar
masyarakat Indonesia juga masih menjadi kendala dalam penyelenggaraan
pendidikan seksual dan reproduksi berbasis komunitas terutama sekolah.
Kelompok remaja memerlukan perhatian yang khusus oleh praktisi
kesehatan khususnya perawat komunitas. Kelompok remaja memerlukan
perhatian yang khusus oleh praktisi kesehatan khususnya perawat
komunitas. Program berbasis masyarakat yang dapat dilakukan untuk

14
mengedukasi remaja dalam memahami kesehatan reproduksi adalah
pendidik sebaya. Karena remaja pada umumnya mendapatkan
kenyamanan dan terbuka pada kelompok sebayanya.

Maka dari itu pembentukan program untuk meningkatkan kesehatan


reproduksi remaja menghadapi beberapa tantangan. Program yang
ditawarkan harus dapat memberikan informasi dan pelayanan kesehatan
yang tepat serta membantu remaja mengembangkan kemampuan membuat
keputusan maupun memperoleh ketrampilan utama yang lain. Program
kesehatan reproduksi remaja perlu juga memperhitungkan berbagai faktor
yang mempengaruhi pilihan remaja (seperti norma budaya, pengaruh
teman sebaya dan media massa serta kesulitan ekonomi) dan
mengembangkan strategi program yang mampu menjawab kebutuhan
remaja. Program tersebut juga harus membangun masyarakat dan
menggalang dukungan politis bagi kegiatan-kegiatan yang berpusat pada
remaja.

Beberapa program berbasis masyarakat dan pendidik sebaya pada


kesehatan reproduksi remaja adalah antara lain sebagai berikut :

1. Pojok Remaja
Proses pembelajaran remaja dapat difasilitasi dalam kegiatan
kelompok sebaya melalui model dalam suatu kelompok remaja di sekolah
yang berupa Pojok Remaja. Program pojok remaja dilakukan dalam
tatanan remaja di komunitas sehingga akan mudah diakses dan dijangkau
oleh remaja berdasarkan ketersediaan sumber daya, dana, dan waktu
remaja di masyarakat. Program pojok remaja memiliki metode yang lebih
praktis melalui pembelajaran partisipatif remaja mengenai kesehatan
reproduksi. Kelompok remaja akan terhimpun dalam suatu peer group
remaja yang akan dipandu atau difasilitasi oleh perawat keluarga.
Keluarga dan remaja akan dilakukan deteksi tumbuh kembang kesehatan
reproduksi, pengetahuan, sikap, dan perilaku kesehatan reproduksi yang
akan dibandingkan sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan pojok remaja.

15
Penyusunan intervensi program dalam mengatasi masalah
kesehatan reproduksi remaja, juga disesuaikan dengan tata nilai budaya
masyarakat setempat dengan penekanan pada mempertahankan budaya,
negosiasi budaya, dan rekuntruksisasi budaya. Kegiatan program pojok
remaja yang berjalan kemudian dilakukan melalui komunikasi terbuka
melalui pembelajaran partisipatif remaja sehingga remaja mampu
mengungkapkan pendapat dan permasalahan kesehatan reproduksi sesuai
dengan latar belakang nilai budaya dan sosial remaja.
2. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Adolescent friendly sebagai suatu kelompok remaja di Indonesia
dilakukan dalam bentuk Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
Kegiatan PKPR dilakukan melalui kegiatan pelatihan petugas puskesmas,
pelatihan peer educator bagi guru, dan pelatihan peer counselor bagi siswa.
PKPR sendiri berfungsi sebagai sebagai suatu bentuk kegiatan remaja
untuk mempelajari hal yang baru yaitu pengetauan menggunakan kondom
dan berkomunikasi serta berhubungan baik diantara kelompok dan
komunitas. PKPR sendiri bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
kesehatan reproduksi remaja yang relatif masi sangat rendah. Tingkat
pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksi yang masih rendah, hal ini
akan menyebabkan remaja sebagai kelompok berisiko di masyarakat yang
ditunjang oleh karena perubahan remaja baik dari segi fisik, psikologis,
dan sosial.
3. Klinik Sahabat Remaja (KSR)
Klinik Sahabat Remaja (KSR) merupakan suatu program kesehatan
yang diperuntukkan bagi remaja di komunitas dengan memperhatikan tata
nilai budaya lokal masyarakat setempat dalam pemenuhan kesehatan
reproduksi remaja. Klinik ini dirancang di komunitas dengan tujuan agar
adanya penyediaan pelayanan klinis/ kesehatan bagi remaja; adanya
pemberian informasi perilaku seksual bagi remaja; mengembangkan
kemampuan ketrampilan hidup dan kemandirian remaja dalam memenuhi
kebutuhan kesehatan reproduksi; mempertimbangkan sisi kehidupan

16
remaja; menjamin program yang cocok atau relevan untuk remaja; dan
menggalang dukungan masyarakat untuk peduli pada remaja.

KSR yang dijalankan apabila dibandingkan dengan program


Pelayanan klinik berorientasi remaja (Youth oriented clinic services)
(Pathfinder International, 2004) adalah lebih memperhatikan sisi
kenyamanan remaja dan kepedulian remaja. Pelayanan klinik berorientasi
remaja merupakan pelayanan yang cukup umum di Amerika, Eropa Barat,
dan Amerika Latin. Klinik-klinik ini memberikan berbagai pelayanan
social dan klinis seperti kehamilan, konseling pencegahan PMS dan
pendeteksian serta pencegahannya. Katerkaitan antara PMS dan pelayanan
kesehatan reproduksi lainnya tampaknya membuat klinik-klinik tersebut
lebih bermanfaat bagi remaja.
KSR dalam mengatasi permasalahan perilaku seksual remaja
berisiko apabila dibandingkan dengan program Klinik berbasisi sekolah
(School based clinic) adalah lebih menjangkau pelayanan yang luas karena
berada di tatanan komunitas atau masyarakat. Klinik berbasis sekolah
tersedia di beberapa negara maju dan berkembang. Pelayanan yang
diberikan bervariasi, tetapi umumnya mencakup pemantauan kesehatan
dasar dan pelayanan rujukan. Di negara maju, klinik berbasisi sekolah
menyediakan kondom dan konseling yang berkaitan dengan kehamilan
dan pencegahan PMS, serta rujukan untuk berbagai pelayanan lainnya
sehubungan dengan kontrasepsi dan kesehatan reproduksi. Di negara
berkembang seperti Indonesia, klinik berbasis sekolah seringkali dibatasi
oleh adanya pembatasan kebijakan, kekurangan tenaga, serta kurangnya
jaringan kerja dengan sumber daya yang ada di luar sekolah.
Program-program tersebut menunjukkan hasil yang positif dalam
peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja dalam pemenuhan
kebutuhan reproduksi di komunitas, tetapi belum mampu melibatkan unit
terkecil masyarakat yaitu keluarga dalam menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan remaja dalam pemenuhan kebutuhan reproduksi
berdasarkan latar belakang budaya keluarga dan masyarakat setempat.

17
Penyusunan intervensi program dalam mengatasi masalah
kesehatan reproduksi remaja, juga disesuaikan dengan tata nilai budaya
masyarakat setempat dengan penekanan pada mempertahankan budaya,
negosiasi budaya, dan rekuntruksisasi budaya.

18
E. Kegiatan Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Situasi Darurat
Bencana dan Situasi Pandemic covid-19

1. Identifikasi kesehatan reproduksi remaja


a. Mengidentifikasi Koordinator PPAM Kesehatan Reproduksi Remaja
Pada tanggap darurat krisis kesehatan, harus ditetapkan seorang
koordinator pelayanan kesehatan reproduksi remaja untuk mengkoordinir
pelaksanaan PPAM Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dan memastikan
bahwa kesehatan reproduksi remaja menjadi prioritas pelayanan. Koordinasi
kesehatan reproduksi remaja dapat dilakukan oleh penanggung jawab
kesehatan reproduksi remaja yang telah ditunjuk oleh koordinator kesehatan
reproduksi, yang terlibat sejak situasi tanggap darurat krisis kesehatan hingga
pasca krisis kesehatan. Apabila penanggung jawabnya adalah remaja,
diharapkan memiliki latar belakang pendidik sebaya/konselor sebaya dan aktif
dalam kegiatan remaja yang berfokus pada Kesehatan Reproduksi Remaja.
b. Penilaian Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Krisis Kesehatan
Tujuan dari pelaksanaan penilaian kebutuhan kesehatan reproduksi remaja
adalah untuk mengetahui gambaran kebutuhan kesehatan reproduksi remaja
pada situasi krisis kesehatan, sehingga program kesehatan reproduksi remaja
serta fasilitas pelayanannya dapat sesuai dengan kebutuhan remaja. Penilaian
status kesehatan reproduksi secara komprehensif tidak selalu dapat dikerjakan
saat tanggap darurat krisis kesehatan karena membutuhkan waktu yang cukup
lama dan dapat menambah beban petugas dan remaja dalam situasi tanggap
darurat krisis kesehatan. Oleh karena itu, pelaksanaan penilaian status
kesehatan reproduksi yang komprehensif, seperti menggali informasi seputar
pengetahuan, sikap, dan perilaku terkait kesehatan reproduksi dapat dilakukan
ketika situasi sudah stabil. Selain itu, pengambilan data untuk mengetahui
situasi kesehatan reproduksi remaja tetap harus menyesuaikan dengan kondisi
budaya setempat. Terdapat dua jenis instrumen untuk menilai status kesehatan
reproduksi remaja dalam situasi krisis kesehatan, yaitu:
1) Instrumen penilaian remaja, yang terdiri dari:

18
a) Rapid Health Assesment (RHA) untuk kesehatan reproduksi remaja RHA
dilaksanakan dalam 72 jam pertama tahap tanggap darurat krisis kesehatan
untuk mengumpulkan seluruh informasi demografi dan mengidentifikasi
permasalahan penyelamatan jiwa yang harus segera ditangani untuk
memastikan kesejahteraan populasi penerima manfaat. Pelaksanaan PPAM
untuk jenis bencana apapun (Lihat Formulir 1).
b) Analisis situasi untuk kesehatan reproduksi remaja
Analisis sistuasi akan dilakukan pada tahap tanggap darurat krisis kesehatan.
Kegiatan ini dilakukan setelah penilaian awal cepat selesai dilakukan. Analisis
situasi akan memberikan informasi tentang status baseline kebutuhan dan
layanan kesehatan reproduksi, serta akan membantu lembaga memprioritaskan
intervensi saat pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif diperkenalkan.
Dalam melaksanakan analisis situasi, ada etika tertentu yang harus
dipertimbangkan. Jika tidak semua persyaratan etika dapat dipenuhi, maka
analisis situasi tidak tepat untuk dilanjutkan. Dalam melaksanakan analisis
situasi, terdapat beberapa metode pengumpulan data melalui wawancara
mendalam, diskusi kelompok terfokus atau Focus Group Discussion (Lihat
Formulir 2), pemetaan masyarakat, penilaian fasilitas kesehatan (lihat
Formulir 5).
c) Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Survei Kesehatan Reproduksi remaja komprehensif sering kali tidak dilakukan
dalam situasi darurat karena memakan waktu dan dapat menambah beban
tambahan bagi sumber daya manusia dan logistik yang berharga.Hasil survey
kesehatan reproduksi remaja (lihat formulir 3)
2) Instrumen Berbasis Fasilitas
a) Penilaian HEADSSS (Home, Education/Employment, Activities, Drugs,
Sexuality, Suicide and Safety)
Penilaian HEADSSS dilakukan pada tahap tanggap darurat krisis kesehatan di
fasilitas kesehatan. Insturumen ini merupakan alat bantu tenaga kesehatan.
Tenaga kesehatan mungkin merasa kewalahan ketika menangani remaja di
fasilitas kesehatan karena merasa tidak siap atau tidak memiliki bekal yang
cukup untuk menangani kebutuhan sosial dan mosional remaja. Mendengarkan

19
dan mendiskusikan masalah dengan remaja mungkin memiliki dampak positif
pada kesehatan dan hasil kesehatan reproduksi remaja. Tenaga kesehatan perlu
meluangkan waktu melakukan penilaian individu dengan menggunakan
instrumen penilaian HEADSSS untuk mengidentifikasi remaja berisiko tinggi
dan memberikan konseling segera Keterampilan komunikasi yang baik dengan
klien remaja: menghormati, menunjukkan empati dan tidak pernah
menghakimi.. Remaja harus merasa bahwa dia dapat mempercayai tenaga
kesehatan dan merasa yakin bahwa jawabannya akan dirahasiakan. Adapun
bentuk penilaian HEADSSS yang telah di adaptasi dalam program Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) terdapat pada Formulir 4.
b) Daftar Tilik Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja (formulir 5)
Pada tahap pasca krisis kesehatan dan pada saat pelayanan kesehatan reproduksi
komprehensif mulai dilaksanakan, penting bagi tenaga kesehatan untuk
mempertimbangkan bagaimana menyesuaikan pelayanan agar menjadi “ramah
remaja,” dapat diterima, mudah diakses dan tepat untuk remaja laki-laki dan
perempuan
3) Hasil Penilaian Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Remaja
Setelah dilakukan Rapid Health Assesment (RHA), analisis situasi kesehatan
reeproduksi remaja dan penilaian berbasis fasilitas, tim kesehatan reproduksi
dapat menyimpulkan kebutuhan remaja pada situasi krisis kesehatan dan
mengembangkan intervensi PPAM kesehatan reproduksi remaja sesuai dengan
kebutuhan remaja.. Proses penilaian ini membutuhkan waktu yang lama, sehingga
walaupun hasil penilaian ini masih berjalan, tetapi pelaksanaan paket pelayanan
awal minimum kesehatan reproduksi remaja harus tetapi diberikan.

2. Keterlibatan Remaja dalam PPAM Kesehatan Reproduksi Remaja


Pentingnya keterlibatan remaja dalam PPAM KRR antara lain adalah:
a. Remaja dapat membantu menyusun program sesuai dengan kebutuhan remaja
b. Remaja dapat membantu mengidentifikasi pesan kunci, teknik komunikasi, aktifitas
yang sesuai dengan karakteristik dan kebiasaan remaja
c. Remaja dapat mempromosikan dan mempublikasikan program dan kegiatansecara

20
efektif,serta dapat membantu teman sebayanya untuk menjadi peserta program atau
menjadi bagian dari program tesebut
d. Remaja dapat menjadi pembicara dan membantu menjangkau komunitas remaja
lainnya
e. Keterlibatan remaja sejak awal program akan meningkatkan rasa kepemilikan
remaja terhadap program PPAM Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Krisis Kesehatan

f. Keterlibatan remaja dapat meningkatkan keterampilan, kepercayaan diri,


kepemimpinan dan keterpedulian terhadap isu kesehatan reproduksi remaja dalam
situasi bencana. Bagi remaja, teman sebaya merupakan sumber informasi yang aman
dan dapat dipercaya sehingga rancangan untuk pendidik/konselor sebaya perlu
mengacu pada program yang telah dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan remaja terkait kesehatan reproduksi. Beberapa contoh kegiatan yang
dapat memastikan kualitas pendidik/konselor sebaya dalam membantu pelaksanaan
PPAM KRR antara lain adalah pelatihan intensif kepada pendidik sebaya yang
mencakup need assesment/penilaian kebutuhan kesehatan reproduksi pada situasi
krisis kesehatan dan penguatan kapasitas mereka dalam memberikan informasi yang
akurat kepada teman sebaya. Keterlibatan remaja mulai dari pra krisis kesehatan
hingga pasca krisis kesehatan sangatlah penting.

3. Remaja, kesehatan jiwa dan dukungan psikososial


Kesehatan jiwa dan psikososial merupakan komponen penting kesehatan secara
keseluruhan dan tidak dapat dipisahkan dari kesehatan fisik meskipun bukan bidang
yang menjadi fokus pelaksanaan PPAM. Kesehatan jiwa dan aspek psikososial
kesehatan khususnya bagi remaja yang menjadi korban bencana sering diabaikan pada
situasi krisis. Situasi darurat menimbulkan permasalahan di masyarakat dan jaringan
keluarga, dan hilangnya fungsi pendukung dan pelindung dapat memberikan dampak
yang tidak proporsional pada remaja. Selama situasi darurat, masalah sosial dan
psikologis (misalnya, stigma sosial karena keanggotaan dalam suatu kelompok yang
terpinggirkan, penyalahgunaan alkohol, kekerasan berbasis gender) berlanjut dan
mungkin diperkuat, serta timbulnya masalah psikologis baru seperti kecemasan,
kesedihan, gangguan stres pasca trauma dan depresi. Untuk melakukan implementasi

21
program kesehatan jiwa dan dukungan psikososial remaja dalam situasi krisis
kesehatan diperlukan kerjasama dari banyak pihak. Namun, hal yang paling penting
yaitu pengelola program termasuk tenaga kesehatan menyadari risiko dan konsekuensi
masalah kesehatan jiwa dan psikososial di kalangan remaja dan selalu waspada
terhadap tanda-tanda adanya permasalahan kesehatan jiwa dan psikososial, khususnya
di kelompok berisiko tinggi. Tenaga kesehatan harus dilatih untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan jiwa dan psikososial dan untuk membuat intervensi yang sesuai dan
rujukan. Jejaring rujukan juga harus melibatkan multi-sektor. Struktur berbasis
masyarakat dan dukungan sebaya (konselor sebaya, kelompok remaja, kelompok
perempuan, dll) juga harus dipertimbangkan untuk dibentuk setelah situasi stabil. Jika
jejaring ini sudah ada, mungkin dapat membantu menjangkau remaja penyandang
disabilitas, yang terpinggirkan atau yang tidak dapat mengakses pelayanan selama
situasi krisis kesehatan. Prinsip dasar dari intervensi darurat kesehatan jiwa dan
psikososial adalah:
a. Mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan keadilan
b. Mempromosikan partisipasi masyarakat (remaja)
c. Tidak memperburuk keadaan
d. Berlandaskan sumber daya dan kapasitas yang tersedia
e. Mengintegrasikan kegiatan dan program ke dalam sistem yang lebih luas (seperti
program kesehatan, program pendidikan, dll)
f. Menyusun tanggap darurat dengan menggunakan pendekatan secara bertingkat
(IASC 2007).
PFA bermanfaat untuk mengurangi dampak negatif dari pengalaman sulit karena
bencana, membantu menguatkan fungsi penyesuaian diri terhadap perubahan yang
terjadi pasca bencana, yang dapat berdampak baik jangka pendek maupun jangka
panjang serta mempercepat proses pemulihan penyintas. Fokus prinsip dasar PFA
adalah memberikan bantuan sesegera mungkin pada mereka yang memerlukan
dukungan, tersedianya informasi yang akurat dan logis tentang situasi yang ada.
Bersikap jujur dan tidak menjanjikan sesuatu yang tidak dapat terpenuhi, menyediakan
dukungan emosional bagi orang yang memerlukan dukungan, dengan memberikan
fokus pada kemampuan yang dimiliki orang tersebut, dan memberikan perhatian
dengan tidak membedakan latar belakang.

22
4. Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada remaja
Selama situasi krisis kesehatan, remaja dihadapkan pada masalah seperti terpisah
dari keluarga atau masyarakat yang menjadi pelindungnya, sehingga mereka akan
berisiko mengalami kekerasan seksual. Walaupun belum terdapat data statistik
terkait insiden kekerasan seksual pada remaja dalam situasi krisis, insiden
kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan, pelecehan dan eksploitasi seksual
termasuk trafiking cenderung meningkat. Remaja perempuan, terutama jika tidak
mempunyai orang tua/wali atau yang bertanggungjawab melindunginya, mereka
cenderung bertindak menjadi orangtua dan menghidupi adik-adiknya, untuk
menghadapi risiko pemerkosaan, penyalahgunaan dan eksploitasi seksual karena
ketergantungannya pada orang lain untuk bertahan hidup dan dipaksa melakukan
pernikahan dini karena kekuatannya terbatas dalam hal pengambilan keputusan,
serta kemampuannya yang terbatas untuk melindungi diri sendiri. Meskipun
mayoritas penyintas kekerasan berbasis gender adalah perempuan dan anak
perempuan, laki-laki dan anak laki-laki juga dapat mengalami kekerasan seksual.
Selain itu, remaja yang membutuhkan perlindungan khusus seperti penyandang
disabilitas, migran, juga berisiko mengalami penyalahgunaan dan eksploitasi
seksual.
a. Anak perempuan yang menjadi kepala keluarga dan anak yang terpisah dari
keluarga dikumpulkan di dalam satu tenda atau bersama kelompok rentan lainnya
b. Memastikan terdapat fasilitaspelayanan kesehatan reproduksi yang ramah
remaja untuk penyintas kekerasan seksual pada tenda pengungsian
c. Menempatkan toilet laki-laki dan perempuan secara terpisah di tempat yang
aman dengan penerangan yang cukup. Pastikan bahwa pintu toilet dapat di kunci
dari dalam
d. Melakukan koordinasi dengan penanggung jawab keamanan, untuk mencegah
terjadinya kekerasan seksual pada remaja
e. Melibatkan lembaga-lembaga/organisasi yang bergerak di bidang
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di pengungsian dalam
pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada remaja
f. Menginformasikan adanya pelayanan bagi penyintas perkosaan dengan nomor

23
telepon yang bisa dihubungi 24 jam. Informasi dapat diberikan melalui leaflet,
selebaran, radio, dan lain-lain.
g. Memastikan adanya petugas kompeten untuk penanganan kasus kekerasan
seksual khususnya untuk remaja, dan melibatkan tokoh remaja/kader sebagai
motivator untuk memberikan semangat dan penghubung antara penyintas
kekerasan seksual berusia muda dengan pelayanan kesehatan
h. Memastikan tersedianya pelayanan medis penanganan kesehatan jiwa dan
dukungan psikososial di organisasi/lembaga yang terlibat dalam respon
bencanabagi penyintas kekerasan, serta memastikan adanya mekanisme rujukan,
perlindungan sosial dan hukum yang terkoordinasi dengan baik
i. Mendorong partisipasi dan kesadaran remaja serta masyarakat tentang masalah
kekerasan seksual, strategi pencegahan, dan pelayanan yang tersedia untuk
penyintas.
j. Penatalaksanaan korban kekerasan

5. Pencegahan serta pengobatan IMS dan HIV pada remaja

Dalam situasi krisis kesehatan, risiko penularan IMS dan HIV dikalangan remaja

semakin meningkat. Remaja merupakan kelompok rentan yang memiliki faktor

risiko yang sama untuk tertular IMS dan HIV. Saat situasi bencana, banyak

kondisi yang menyebabkan remaja berisiko tertular IMS dan HIV seperti remaja

yang terlibat dalam perilaku berisiko, menjadi penyintas perkosaan, perdagangan

manusia (human trafficking) dan eksploitasi seksual lainnya. Saat ini belum

terdapat data statistik terkait dengan peningkatan risiko IMS dan HIV pada situasi

krisis kesehatan. Koordinator kesehatan reproduksi remaja harus bekerjasama

dengan organisasi/lembaga yang menangani kesehatan khususnya yang bergerak

di bidang IMS dan HIV/AIDS untuk mengurangi penularan HIV. Adapun tugas

yang harus dilakukan koordinator kesehatan reproduksi remaja dalam kaitannya

dengan pencegahan penularan adalah sebagai berikut:

a. Pendataan dan pemetaan remaja dengan perilaku berisiko

24
b. Pendataan dan pemetaan remaja populasi kunci
c. Memastikan kegiatan transfusi darah aman yang dilakukan oleh
lembaga/organisasi yang bergerak dibidangnya, misalnya: Palang Merah
Indonesia
d. Memastikan ketersediaan fasilitas, perlengkapan dan petugas dengan
kompetensi Transfusi darah, jika tidak transfusi darah tidak boleh dilakukan
e. Menekankan pentingnya penerapan kewaspadaan standar pengurangan risiko
penularan HIV/AIDS sejak awal pelaksanaan
f. Memastikan ketersediaan layanan yang sesuai pada kelompok remaja yang
berisiko tinggi, dengan berkoordinasi dengan organisasi dan lembaga yang
bekerja
di bidang keluarga berencana seperti Kementerian Kesehatan, BKKBN, KPA,
LSM lainnya
g. Memastikan adanya kelangsungan pengobatan bagi pasien yang telah masuk
program ARV, termasuk perempuan yang terdaftar dalam program PPIA
(Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak)
h. Memasang informasi nomor telepon yang bisa dihubungi24 jam untuk
kelanjutan pengobatan ARV
i. Memastikan bahwa pelayanan kesehatan ramah remaja tersedia untuk remaja
yang datang ke fasilitas dengan gejala IMS.
6. Peningkatan kesehatan remaja dan ibu serta bayi baru lahir
a. Mencegah Meningkatnya Kesakitan dan Kematian Remaja, Ibu Serta Bayi
Baru lahir
Selama situasi darurat, ada keadaan dimana remaja perempuan rentan terhadap
kehamilan dini, mengalami pemerkosaan, penyalahgunaan dan eksploitasi
seksual. Hal ini terutama berlaku dalam konteks darurat ketika
keluarga dan sistem dukungan sosial terganggu dan pelayanan kesehatan mungkin
tidak dapat diakses seperti ketika situasi normal. Selain itu juga ada remaja yang
sudah aktif secara seksual tetapi tidak memiliki akses terhadap informasi tentang
kesehatan reproduksi atau pelayanan KB, dan mungkin saja mereka akan
melakukan hubungan seksual tanpa alat pelindung dari kehamilan. Adapun
langkah-langkah yang dapat dilakukan Koordinator PPAM Kesehatan

25
Reproduksi Remaja jika menemukan remaja yang hamil adalah sebagai berikut:
a. Pendataan dan pemetaan remaja baik perempuan maupun laki-laki, termasuk
remaja yang hamil dan menyusui di tempat-tempat pengungsian
b. Pendataan remaja perempuan untuk mengetahui kebutuhan hygiene kit
c. Pemetaan puskemas PONED dan rumah sakit PONEK. Hal-hal yang harus
diobservasi adalah keadaan bangunan, kondisi geogafis, transportasi, peralatan,
obat-obatan dan ketersediaan sumber daya manusia
d. Berkoordinasi dengan klaster kesehatan dan sektor lain untuk mengidentifikasi
remaja hamil di masyarakat dan menghubungkannya dengan pelayanan kesehatan
e. Memastikan petugas dapat menjangkau remaja yang hamil dan ditempatkan di
dalam satu tenda bersama ibu hamil lain atau kelompok rentan lainnya
f. Berkoordinasi dengan penanggung jawab bidang gizi untuk ketersediaan
konselor ASI di pengungsian
g. Mendistribusikan buku KIA untuk remaja yang hamil
h. Mendistribusikan kit bidan, kit kesehatan reproduksi, kit individu apabila
dibutuhkan
i. Memastikan ketersediaan pelayanan PONED dan PONEK 24 jam/7 hari
j. Berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan BPBD untuk menyediakan tenda
kesehatan reproduksi khususnya kesehatan reproduksi remaja

k. Berkoordinasi untuk memastikan adanya sistem rujukan yang berfungsi dari


masyarakat, puskesmas, rumah sakit 24 jam/7 hari
l. Memastikan terpasangnya informasi tentang prosedur pelayanan kesehatan,
yang menyebutkan kapan, dimana dan bagaimana merujuk pasien dengan kondisi
kegawatdaruratan maternal dan/neonatal ke tingkat pelayanan kesehatan lebih
lanjut
m. Memastikan nutrisi yang cukup bagi kelompok rentan khususnya ibu hamil
dan menyusui
n. Memastikan pelayanan yang ramah remaja di fasilitas kesehatan
o. Melibatkan dukun bayi dan kader untuk menghubungkan ibu muda ke
pelayanan kesehatan

26
p. Mendorong semua ibu berusia remaja untuk bersalin di fasilitas kesehatan

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelayanan Kesehatan yang Peduli Remaja, melayani semua remaja


dalam bentuk konseling dan berbagai hal yang berhubungan dengan
kesehatan remaja. Disini remaja tidak perlu ragu dan khawatir untuk
curhat/konseling, mendapatkan informasi yang benar dan tepat untuk
berbagai hal yang perlu diketahui remaja. Remaja masih termasuk
kedalam kelompok usia anak. Menurut WHO, remaja adalah anak yang
berusia antara 10-19 tahun. Sedangkan menurut Survei Kesehatan
Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2007), remaja adalah laki-laki atau
perempuan yang belum kawin dengan batasan usia meliputi 15-24 tahun.

Salah satu pokok permasalahan kesehatan reproduksi remaja di


Indonesia diakibatkan belum optimalnya komitmen dan dukungan
pemerintah dalam bentuk kebijakan yang mengatur tentang pendidikan
seksual dan reproduksi bagi remaja pada tatanan keluarga, masyarakat, dan
sekolah. Selain itu permasalahan yang dialami oleh remaja umumnya
dikarenakan adanya krisis identitas tanpa adanya faktor pendukung dan
sumber informasi yang jelas dalam memberikan ketersediaan layanan pada
kelompok remaja. Permasalahan kesehatan yang berisiko mengancam
kesejahteraan remaja antara lain merokok, konsumsi alkohol, konsumsi
obat, depresi atau risiko bunuh diri, emosi, masalah fisik, problem sekolah
dan perilaku seksual.

28
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Depkes RI. 2005. Pedoman Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja di Puskesmas.

Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes RI. 2009. Leaflet tentang Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja.

Kemenkes RI. 2017. Pedoman Pelaksanaan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)
Kesehatan Reproduksi Remaja Kementerian Kesehatan Tahun 2017

Kemenkes RI. 2017. Pedoman Pelaksanaan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)
Kesehatan Reproduksi Remaja Kementerian Kesehatan Tahun 2017

Kemenkes RI. 2017. Pedoman Pelaksanaan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM )
Kesehatan Reproduksi Remaja Kementerian Kesehatan Tahun 2017

Kemenkes RI. 2015. Buku Pedoman Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan
Reproduksi Pada Krisis Bencana Kementerian Kesehatan Tahun 2015

Masturoh,I., & Anggita, N. 2018. Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK).
KEMENKES RI.

Dedik Sulistiawan,dkk. 2014. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaj. Departemen Promosi


Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Jurnal
Promkes, Vol. 2, 140–147. http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
jupromkesc1a692e6b4full.pdf. Diakses pada tanggal 12 Januari 2020.
Tantut Susanto, dkk. 2012. “Pojok Remaja : Upaya Peningkatan Ketrampilan Kesehatan
Reproduksi. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember. Jurnal Keperawatan, ISSN
2086-3071, Volume 3, Nomor 2.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/2601/3246. Diakses pada tanggal
12 Januari 2020.

iii

Anda mungkin juga menyukai