Disusun Oleh :
Tasya Amalia (191103109)
Nilam Cahaya (191103110)
Ajeng Ira Pumatasari (191103111)
Yovanta A.Mirandy (191103112)
Rosmiati (191103113)
Rizqiatul Kamiliya (191103114)
Anita Kanabaraf (171131009)
segala puji bagi allah swt yang telah memberikan kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. tanpa pertolongan –
nya tentu kami tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik.
sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada junjungan kita nabi
muhammad saw yang kita nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada allah swt atas limpahan nikmat sehat
– nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah kesehatan reproduksi dan kb dengan judul
pembinaan akseptor kb melalui konseling (teori abpk)
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini. kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar – besarnya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen yang telah membimbing dalam penyampaian materi.
Penulis
i
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
peserta KB suntik mengalami peningkatan dari 12% menjadi 32% tahun 2012.
(SDKI, 2012),
Jumlah pasangan usia subur (PUS) di sumatera utara mencapai 2.284.821
juta pasangan, cakupan jumlah peserta KB baru 350.481 juta pasangan dengan
presentasi 15,34%, sedangan cakupan jumlah peserta KB aktif 1.636.590
dengan presentase 71,63%. Presentasi peserta KB baru yang memakai
kondom sebesar 109,73%, Pil 275,70%, suntik 328,17%, IUD 54,63%,
implant 156,11%, MOW 30,39%, sedangkan MOP 5,96%. Sedangkan
Presentasi peserta KB aktif yang memakai kondom sebesar 8,04%, Pil
29,09%, suntik 30,71%, IUD 10,11%, implant 14,15%, MOW 6,95%,
sedangkan MOP 0,95%.(Profil Kesehatan 2016).
Pentingnya kualitas konseling masalah kontrasepsi oleh setiap tenaga
kesehatan khususnya bidan dan para dokter harus ditingkatkan. Karena masih
banyak ibu muda yang sudah mempunyai anak, belum paham kontrasepsi apa
yang harus digunakan pasca melahirkan. Mereka sangat kurang mendapat
informasi tentang kontrasepsi, sehingga dengan adanya konseling sejak dini,
para ibu hamil telah diberikan pengetahuan tentang alat kontrasepsi yang
digunakan atau dipilih kelak setelah melahirkan anak. (Andalas, 2010).
Penelitian sebelumnya telah melaksanakan penelitian untuk mengetahui
hubungan Pemberian konseling Pada Akseptor KB Terhadap Keterampilan
Alat Kontrasepsi Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta. Setelah dilakukan
penelitian dapat diketahui bahwa ada hubungan pemberian konseling terhadap
ketepan pemilihan alat kontrasepsi.(Sandrinilta, 2015). Sementara (Greity dkk
2015) kominikasi informasi dan edukasi (KIE) sebagai bentuk sosialisasi
program keluarga berencana (KB) di Keluraan tingkulu wanea manado tahun
2015, jenis penelitian kualitatif.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pembinaan mekseptor KB melalui konseling dengan teori ABPK?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konseling
2.1.1 Pengertian Konseling
3
berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada
satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. (silviana, 2010).
4
Berikut langkah-langkah dalam konseling KB Teknik konseling
Gallen dan Leitenmaier :
5
b. Bantu klien pada jenis kontrasepsi yang paling da ingin
serta jelaskan jenis yang lain
d) TU : BANTU
a. Bantu klien berfikir apa yang sesuai dengan keadaan dan
kebutuhannya
b. Tanyakan apakah pasangan mensukung pilihannya
e) J : JELASKAN
a. Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan
kontrasepsi pilihannya seterta klien memilih jenis
kontrasepsi
b. Jelaskan bagaimana paenggunaannya
c. Jelaskan manfaat ganda dari kontrasepsi
f) U : KUNJUNGAN ULANG
Perlu dukungan kunjungan ulang untuk dilakukan
pemeriksaan atau permintaan kontrasepsi yang dibutuhkan.
(Purwoastuti,2015)
2.1.4 Hambatan-hambatan Konseling
Menurut Purwoastuti tahun 2015:
1. Hambatan internal Merupakan hambatan pribadi yang berasal dari
bidan sebagai konselor. Hambatan pribadi yang sering muncul
adalah bidan kurang percaya diri, kurang pengetahuan, dan
keterampilan tentang konselin, serta ketidakmampuan dalam
membentuk jejaring.
2. Hambatan eksternal Ini sering muncul pada organisasi yaitu dari
mitra kerja bidan, persaingan-persaingan dalam pekerjaan,fasilitas
(keuangan, alat peraga, dan sebagainya). Dan budaya sering kali
menjadi factor pemicu hambatan eksternal dalam proses
pemberiaan konseling. (Purwoastuti,2015).
Di bawah ini adalah beberapa masalah yang sering dihadapi oleh
soorang konselor :
a. Diam
b. Klien yang menangis
6
c. Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah
yang dihadapi
d. Konselor tidak dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan klien
e. Konselor membuat/melakukan kesalahan
f. Konselor dank lien sudah saling kenal
g. Klien bertanya tentang hal-hal pribadi konselor
h. Klien menolak konselor
i. Klien merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin konselor
j. Waktu yang dimiliki konselor terbatas
k. Konselor tidak menciptakan ropport (hubungan) yang baik
l. Klien berbicara terus dan yang dibicarakan tidak sesuai dengan
materi pembicaraan
m. Konselor merasa dopermalukan dengan suatu topic
pembicaraan
n. Keadaan „kritis‟
o. Klien ingin konselor yang mengambil keputusan
1. Pendekatan kognitif
Dalam menghadapi suatu permasalahan, hal pertama yang muncul
dari individu adalah akan bertindak dan mempunyai pemikiran yang tidak
masuk akal. Sehingga individu sendiri mengalami masalah, yaitu ketidak
sesuaian antara apa yang diinginkan dalam fikirannya dengan kenyataan
7
yang ada. Pada pendekatan koknitif, bidan berusaha menekankan pada
proses berfikir rasional tentang apa yang dihadapi klien. Pendekatan ini
memberikan keyakinan bahwa klien dalam berfikir akan memengaruhi
perasaan dan tindakannya. (Purwoastuti, 2015).
Sebagai konselor yang berorientasi koknitif, bidan harus berperan
aktif untuk mengajak klien. Berg]fikir rasional dan meninggalkan
pandangan yang tidak rasional. Orintasi koknitif menimbulkan perubahan
tingkah laku yang tidak rasional menjadi rasional pendekatan koknitif
meliputi rasional emotif, analisis transaksional dan triat dan factor.
(Purwoastuti,2015)
2. Pendekatan efektif
Pada pendekatan efektif, individu bermasalah karena membawa
perasaannya sehingga selalu bermain dengan perasaannya. Pendekatan
efektif memuaskan perhatian pada perubahan perasaan klien selama proses
konseling. Pendekatan ini menyakinkan klien bahwa perasaan dan
lingkungan klien dapat berubah.Pendekatan efektif lebih menekankan pada
pentingnya kualitas hubungan konseling yang harmonis.
(Purwoastuti,2015)
3. Pendekatan behavioral
Pengambilan keputusan atau pengambilan sikap yang salah
dipandang sebagai suatu permasalahan yang dihadapi oleh individu.
Pendekatan behavioral menekankan pada perilaku spesifik, yaitu perilaku
yang memang berbenturan dengan lingkungan dan diri klien.
Dalam pendekatan ini, sebagai konselor, bidan menekankan pada
teknik dan prosedur untuk memfasilitasi perubahan perilaku klien dengan
cara memodifikasinya hingga perilaku klien berubah (behavior
modification). Bidan lebih berperan sebagai bagi klien dari pada kualitas
hubungan konseling. Pendekatan behavioral menekankan pada
behavioristic, yaitu perilaku dapat diubah melalui proses belajar; reality,
menekankan pada realitas atau kenyataan yang dihadapi individu;
multimodal, menekankan pada beberapa pendektan yang sudah ada dan
8
terpus pada tujuh komponen pola kehidupan dimana klien diarahkan untuk
fokus pada salah satu komponen saja. (Purwoastuti,2015).
9
d. TU yaitu bantu mencocokan alat KB dengan keadaan dan kebutuhan.
e. Tanyakan apakah klien sudah punya pilihan cara KB yang akan
dipakainya. Dari jawabannya, perhatikan seberapa yakin klien dengan
pilihannya. Klien sudah punya pilihan tetapi tidak tahu alasannya
memilih cara itu atau mungkin juga dia sudah tahu alasannya memilih
cara itu. Namun mungkin klien belum tahu, belum bisa memilih dan
justru ingin ditolong supaya bisa memilih dengan baik.
Untuk dapat menolong memilih cara KB yang tepat, tanyakan tentang
rencana (berapa jumlah anak yang diinginkannya, berapa lama jarak
antara kelahiran anak-anaknya) dan keadaan keluarganya (penghasilan,
kegiatan atau kesibukan mereka suami istri).
Jika belum punya rencana untuk masa depan, mulailah pembicaraan
dengan keadaannya sekarang. Tanyakan, bagaimana keadaan
keluarganya saat ini.
1) Usahakan agar klien mau mengatakan terus terang mengenai
kecemasan dan keraguan atau ketakutan yang mungkin ada, baik
mengenai KB secara umum maupun tentang pemakaian alat KB.
Bicarakan juga sumber-sumber informasi yang didengarnya
mengenai hal itu dan bagaimana pengaruh terhadap dirinya.
2) Beri kesempatan klien untuk bertanya dan tanyakan jika ada
sesuatu yang masih kurang jelas atau ingin diketahui lebih lanjut.
Ulangi penjelasan-penjelsan yang penting jika diperlukan.
3) Beberapa cara KB mungkin tidak cukup aman dan nyaman untuk
beberapa orang. Apabila anda merasa bahwa klien mungkin tidak
cocok memakai implan karena menderita tekanan darah tinggi,
berikan penjelasan, lalu tolonglah dengan membicarakan bersama
agar dapat dipilih cara KB lain yang lebih aman dan cocok.
f. J: jelaskan alat KB apa yang akan digunakan Setelah memiliki pilihan
cara KB tertentu, jelaskan hal sebagai berikut:
1) Contoh dari cara KB yang diinginkan, gunakan alat peraga.
2) Tempat pelayanan dan biayanya (puskesmas, bidan dan dokter
praktik swasta, apotek rujukan, dan lain-lain).
10
3) Beberapa cara KB tertentu, seperti kontrasepsi mantap (kontap),
implan, IUD diperlukan tanda tangan suami istri pada lembar
informed consent. Jelaskan tentang isi lembar yang harus ditanda
tangani itu dan alasan-alasannya baik dari segi kepentingan dirinya
maupun untuk petugas yang melayaninya.
4) Jelaskan cara-cara pemakaian alat/ obat KB yang dipilih.
5) Minta klien mengulangi petunjuk yang harus diingatnya.
Dengarkan baik-baik untuk memastikan apakah dia sudah
memahaminya dengan benar.
6) Jelaskan mengenai kemungkinan efek samping dari kontrasepsi
yang digunakan dan tanda atau gejala yang perlu diperhatikan, serta
apa yang harus dilakukan jika gejala-gejala itu muncul.
7) Minta klien mengulanginya, berikan bahan-bahan KIE cetak
seperti leaflet,booklet, atau selebaran yang berisi informasi
mengenai alat kontrasepsi yang diinginkannya untuk dibawa pulang.
8) Beritahukan kapan klien harus kembali untuk kunjungan ulang,
beritahukan untuk segera kembali menemui anda jika
menginginkannya atau jika mengalami gangguan efek samping.
g. U : ulangan, sambutlah dengan baik apabila klien perlu konseling
ulang. Pada kunjungan ulang, lakukan hal-hal berikut tanyakan apakah
klien masih menggunakan cara KB ketika bertemu anda yang terakhir
kali, kalau “ya” tanyakan apakah klien menyukainya, tanyakan apakah
klien mengalami efek samping, jika klien memang mengalami keluhan
efek samping, jelaskan kemungkinan penyebabnya dan sarankan hal
yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalahnya. Tanyakan, apakah
klien masih ingin bertanya dan menjelaskan keluhannya atau
keinginannya.
11
ABPK merupakan alat bantu yang dapat digunakan oleh bidan untuk
mempermudah dalam memberikan penjelasan ke klien tentang KB sehingga
keputusan ber-KB ada di tangan klien.
Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber KB merupakan suatu alat bantu
yang digunakan oleh pemberi pelayanan KB untuk membantu peserta dalam
membuat keputusan mengenai metode kontrasepsi yang akan digunakan,
memberikan informasi yang lengkap mengenai pilihan metode kontrasepsi,
dan diharapkan nantinya peserta akan menggunakan metode kontrasepsi
pilihannya dengan baik. ABPK ini merupakan suatu model alat bantu
interaktif yang dapat membantu pemberi pelayanan dalam upaya pendekatan
terhadap peserta dalam proses konseling KB (WHO, 2006).
Dalam ABPK ini terdapat dua hal yang menjadi fokus, yaitu :
a. Fokus terhadap kualitas
ABPK disusun untuk meningkatkan kualitas program keluarga berencana
pada tingkat pelayanan primer dan sekunder, sehingga diharapkan ABPK
dapat memberikan kepuasan terhadap calon peserta ataupun peserta KB,
peserta mau menggunakan salah satu metode kontrasepsi dengan aman dan
sesuai dengan pilihannya.
b. Fokus terhadap hak reproduksi
Setiap wanita berhak memutuskan berapa jumlah anak dan jarak antar
kehamilan dalam merencanakan keluarga.
Dengan alat bantu ini peserta akan mendapatkan informasi yang benar
mengenai kesehatan reproduksi dan KB sehingga diharapkan dapat
meningkatkan peran peserta dalam memilih metode kontrasepsi yang
sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya (WHO, 2006). Di Indonesia,
ABPK diterbitkan oleh STAR H bekerja sama dengan BKKBN dengan
mengadopsi DMT menurut WHO (2006). ABPK Ber-KB tidak hanya
berisi informasi mutakhir seputar kontrasepsi/KB namun juga standar
proses dan langkah konseling KB yang berlandaskan pada hak peserta KB
(Kemenkes, 2015).
12
2.2.2 Tujuan ABPK
1) Meningkatkan keterlibatan peserta secara penuh dalam pengambilan
keputusan keluarga berencana sehingga mereka membuat keputusan
mengenai metode kontrasepsi sesuai dengan pilihan dengan kebutuhan
mereka.
2) Meningkatkan kualitas informasi yang akurat yang diberikan oleh
pemberi pelayanan kepada peserta dalam program konseling KB dan
kesehatan reproduksi
3) Meningkatkan keterampilan konseling dan komunikasi pemberi
pelayanan sehingga mereka dapat berinteraksi lebih baik dan positif
kepada peserta dan memberikan kualitas pelayanan KB yang baik
(WHO, 2006).
13
sekaligus mencakup isu HIV/AIDS dan kesehatan
reproduksi lainnya.
3. Proses tanggap/berorientasi terhadap peserta.
4. Tiap peserta hanya melihat pada halaman yang relevan baginya.
5. Berguna bagi peserta kunjungan ulang dan peserta dengan
kebutuhan khusus (BKKBN, 2015)
14
normatif pengambilan keputusan, dikembangkan oleh WHO dan
JHUPKC, berdasarkan penelitian pada komunikasi kesehatan dan
konseling. Dalam ABPK, terdapat beberapa bagian modul, yaitu :
a. Modul 1, yang berisi konseling pada peserta baru.
b. Modul 2 dan 3, berisi konseling pada peserta yang melakukan
kunjungan ulang, baik pada peserta yang mengalami masalah pada
metode kontrasepsi yang digunakan ataupun pada peserta yang ingin
mendapatkan metode ulang.
c. Modul 4, berisi perlindungan ganda pada peserta yang
menginginkan metode kontrasepsi dan ingin melindungi dari
penularan penyakit menular seksual.
d. Modul 5, berisi lembar tambahan ABPK
e. Modul 6, berisi konseling pada peserta yang memiliki kebutuhan
khusus yaitu remaja, masa mendekati menopause, nifas, dan peserta
yang menderita HIV/ AIDS (BKKBN, 2011).
15
memastikan pilihan pilihan peserta dan membantu peserta
menggunakan metode dengan benar. Masing-masing bab metode
dalam ABPK berisi informasi tentang kriteria persyaratan medis,
efek samping, cara pakai, waktu kunjungan ulang dan hal yang perlu
diingat oleh peserta selama menggunakan metode KB.
d. Bagian kiri atas tiap halaman ABPK merupakan judul dari topik yang
dipilih.
e. Perhatikan petunjuk yang terdapat pada bagian bawah
halaman sebelum, membuka halaman berikutnya sesuai kebutuhan
peserta.
f. Perhatikan nomor halaman yang berbeda untuk tiap topik yang berbeda.
16
HIV/AIDS perlu dilakukan konseling secara khusus sesuai dengan
kondisinya.
d. Peserta yang melakukan kunjungan ulang dan memiliki masalah dalam
penggunaan metode KB, atau peserta yang hanya ingin mendapatkan
metode ulangan, maka tab klien dapat membantu memenuhi kebutuhan
mereka (BKKBN, 2012).
Berikut adalah ringkasan langkah kunci yang perlu pemberi pelayanan
lakukan dengan berbagai jenis kondisi peserta KB yang berbeda :
a. Pertama, bukalah tab selamat datang, dan temukan alasan kunjungan
pada tab yang sesuai.
b. Tab dengan warna hijau, yaitu pada peserta baru yang ingin memilih
metode, tanyakan apakah sudah ada gambaran tentang metode
pilihannya. Jika ada apakah pilihannya tersebut sesuai dengan kebutuan
dan situasi peserta. Kaji mengenai kebutuhan perlindungan ganda. Jika
tidak ada gambaran, diskusikan mengenai kebutuhan dan situasi peserta,
kaji mengenai kebutuhan perlindungan ganda dan beberapa pilihan
metode yang berbeda. Selanjutnya bukalah tab metode untuk mengkaji
metode secara lengkap dan memastikan pilihan peserta. Kemudian
berikan metode yang telah dipilih peserta.
c. Tab warna pink untuk peserta yang memerlukan perlindungan terhadap
IMS, buka tab perlindungan ganda dan jelaskan kepada peserta,
kemudian buka tab diskusikan pilihan peserta ,jika diperlukan bantu
peserta menilai risiko, dan kecocokan pilihan. Selanjutnya bukalah tab
metode untuk mengkaji metode secara lengkap dan memastikan pilihan
peserta. Kemudian berikan metode yang telah dipilih peserta.
d. Tab warna biru untuk peserta dengan kebutuhan khusus, buka halaman
yang sesuai di bagianmremaja, klien usia 40-an, hamil/post partum, post
aborsi, dan yang menderita HIV/AIDS.
e. Tab warna ungu untuk peserta yang melakukan kunjungan ulang,
tanyakan metode yang dipakai adakah keluhan atau tidak. Bila tidak ada
‘keluhan periksa kondisi kesehatan peserta dan kemungkinan perlu
perlindungan ganda, berikan metode ulangan. Bila ada keluhan, bantu
17
atasi efek samping atau apabila peserta ingin ganti cara buka tab metode
untuk peserta baru.
f. Pada halaman dengan tab warna orange, terdapat penjelasan mengenai
metode KB yaitu tinjauan dan informasi dasar, kriteria persyaratan
medis, kemungkinan efek samping, cara pakai, waktu memulai metode
dan hal yang harus diingat.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber KB merupakan suatu alat bantu
yang digunakan oleh pemberi pelayanan KB untuk membantu peserta dalam
membuat keputusan mengenai metode kontrasepsi yang akan digunakan,
memberikan informasi yang lengkap mengenai pilihan metode kontrasepsi,
dan diharapkan nantinya peserta akan menggunakan metode kontrasepsi
pilihannya dengan baik. ABPK ini merupakan suatu model alat bantu
interaktif yang dapat membantu pemberi pelayanan dalam upaya pendekatan
terhadap peserta dalam proses konseling KB (WHO, 2006).
3.2 Saran
Dalam memberikan Konseling KB diharapkan tenaga kesehatan dapat
menjelaskan sesuai dengan pedoman penggunaan ABPK.
19
DAFTAR PUSTAKA
Elisabeth Siwi Wahyuni, Amd. Keb, Endang Purwoastuti, S.Pd, APP. 2015.
Modul Pedoman Penggunaan ABPK. Yogyakarta:PT.PUSTAKA BARU.
Nurul Eko. 2010. Etika profesi dan Hukum Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
Ningsih S., 2017., Manajemen Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana Pada Ny
“N” Akseptor Baru Implan Di Rsud Syekh Yusuf Gowa, Karya Tulis Ilmiah,
Makasar.
Sandi R, W.,2018., Pengaruh Konseling Terhadap Akseptor Kb Dalam
Pengambilan Keputusan Alat Kontrasepsi Pada Masa Nifas Di Klinik Pratama
Niar, Politeknik Kesehatan Kemenkes Ri Medan Jurusan Kebidanan, Medan.
20