Anda di halaman 1dari 23

PEMBINAAN AKSEPTOR KB MELALUI KONSELING (TEORI ABPK)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Kesehatan Perempuan dan Perencanaan


Keluarga
Dosen Pembimbing: Alifia Chandra S.Keb.Bd.,M.Kes

Disusun Oleh :
Tasya Amalia (191103109)
Nilam Cahaya (191103110)
Ajeng Ira Pumatasari (191103111)
Yovanta A.Mirandy (191103112)
Rosmiati (191103113)
Rizqiatul Kamiliya (191103114)
Anita Kanabaraf (171131009)

PROGAM STUDI D3 KEBIDANAN


STIKes WIDYA CIPTA HUSADA MALANG
2021
KATA PENGANTAR

segala puji bagi allah swt yang telah memberikan kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. tanpa pertolongan –
nya tentu kami tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik.
sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada junjungan kita nabi
muhammad saw yang kita nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada allah swt atas limpahan nikmat sehat
– nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah kesehatan reproduksi dan kb dengan judul
pembinaan akseptor kb melalui konseling (teori abpk)
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini. kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar – besarnya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen yang telah membimbing dalam penyampaian materi.

Malang, 26 April 2021

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
2.1 Konseling .................................................................................................. 3
2.2 Alat Bantu Pengambil Keputusan (ABPK) ............................................. 11
BAB III PENUTUP............................................................................................. 19
3.1 Simpulan ................................................................................................. 19
3.2 Saran .........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia. Hal yang
sering di jumpai dalam suatu negara berkembang yaitu jumlah penduduk yang
sangat besar. Indonesia menduduki peringkat ke-4 dengan jumah penduduk
terbanyak di dunia (profil kesehatan 2016). Jumlah penduduk Indonesia pada
tahun 2016 sebesar 258.704.986 jiwa, yang terdiri atas 129.988.690 jiwa
penduduk laki-laki dan 128.716.296 jiwa penduduk perempuan. Angka
tersebut hasil perhitungan yang dilakukan oleh pusat data dan Informasi
Kemetrian Kesehatan dengan bimbingan dari Badan Pusat Statistic (BPS)
(Profil Kesehatan, 2016 ).
Indonesia mempunyai kebijakan untuk mengendalikan pertumbuhan
penduduk diantaranya melalui program Keluarga Berencana (KB). Keluarga
Berencana adalah suatu upaya dilakukan manusia untuk mengatur secara
sengaja kehamilan dalam keluarga tidak melawan hukum dan moral pancasila
untuk kesejahteraan keluarga. Melalui program KB akan terjadi pengendalian
pertumbuhan jumlah penduduk sehingga dapat meningkatkan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan bagi keluarga. Pelayanan KB yang berkualitas
tidak hanya berkaitan dengan pelayanan dalam pemasarangan alat kontrasepsi,
akan tetapi juga berkaitan dengan pemberian komunikasi
Interpersonal/Konseling (KIP/K) kepada akseptor. (Maritalia, 2017).
Dimana penggunaan alat dan obat metode kontrasepsi jangka pendek (non
MKJP) terus meningkat dari 46,5% menjadi 47,#%, sementara metode
kontrasepsi jangka panjang (MKJP) cenderung menurun, dari 10,9% menjadi
10,6%, (BKKBN, 2015). Pemakaian kontrasepsi siantara metode KB, modern
Kb yang paling banyak digunakan oleh pasangan Usia Subur (PUS) berstatus
kawin adalah merode suntik 32% dan pil 14%. Peningkatan pemakaian suntuk
KB diiringi oleh turunnya peserta Intrs Uterine Device (IUD). Pemakainan
IUD mengalami perurunan dari 13% menjadi 4% tahun 2012. Sebaliknya

1
peserta KB suntik mengalami peningkatan dari 12% menjadi 32% tahun 2012.
(SDKI, 2012),
Jumlah pasangan usia subur (PUS) di sumatera utara mencapai 2.284.821
juta pasangan, cakupan jumlah peserta KB baru 350.481 juta pasangan dengan
presentasi 15,34%, sedangan cakupan jumlah peserta KB aktif 1.636.590
dengan presentase 71,63%. Presentasi peserta KB baru yang memakai
kondom sebesar 109,73%, Pil 275,70%, suntik 328,17%, IUD 54,63%,
implant 156,11%, MOW 30,39%, sedangkan MOP 5,96%. Sedangkan
Presentasi peserta KB aktif yang memakai kondom sebesar 8,04%, Pil
29,09%, suntik 30,71%, IUD 10,11%, implant 14,15%, MOW 6,95%,
sedangkan MOP 0,95%.(Profil Kesehatan 2016).
Pentingnya kualitas konseling masalah kontrasepsi oleh setiap tenaga
kesehatan khususnya bidan dan para dokter harus ditingkatkan. Karena masih
banyak ibu muda yang sudah mempunyai anak, belum paham kontrasepsi apa
yang harus digunakan pasca melahirkan. Mereka sangat kurang mendapat
informasi tentang kontrasepsi, sehingga dengan adanya konseling sejak dini,
para ibu hamil telah diberikan pengetahuan tentang alat kontrasepsi yang
digunakan atau dipilih kelak setelah melahirkan anak. (Andalas, 2010).
Penelitian sebelumnya telah melaksanakan penelitian untuk mengetahui
hubungan Pemberian konseling Pada Akseptor KB Terhadap Keterampilan
Alat Kontrasepsi Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta. Setelah dilakukan
penelitian dapat diketahui bahwa ada hubungan pemberian konseling terhadap
ketepan pemilihan alat kontrasepsi.(Sandrinilta, 2015). Sementara (Greity dkk
2015) kominikasi informasi dan edukasi (KIE) sebagai bentuk sosialisasi
program keluarga berencana (KB) di Keluraan tingkulu wanea manado tahun
2015, jenis penelitian kualitatif.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pembinaan mekseptor KB melalui konseling dengan teori ABPK?

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui bagaimana pembinaan mekseptor KB melalui konseling
dengan teori ABPK?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konseling
2.1.1 Pengertian Konseling

Konseling Secara etimologi konseling berasal dari bahasa latin “


consilium” artinya “dengan” atau bersama” yang dirangkai dengan
“menerima atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa anglo Saxon istilah
konseling berasal dari “sellan” yang berarti “ menyerah” atau
“menyampaikan”. (Purwoastuti, 2015).

Konseling merupakan suatu bantuan yang diberikan oleh seorang konselor


yang terlatih pada individu (bisa 1 orang atau lebih) yang mengalami masalah
(klien), secara tatap muka, yang bertujuan agar individu tersebut dapat
mengambil keputusan secara mandiri atas permasalahan yang dihadapinya
baik masalah psikologis, social, dan lain-lain dengan harapan dapat
memecahkan masalahnya, memahami dirinya, mengarahkan dirinya sesuai
dengan kemampuan dan potensinya sehingga mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungannya. (Purwoastuti, 2015).

Oleh karena itu dalam kegiatannya konseling melibatkan emosional dan


intelektual untuk memiliki pengendalian perilaku yang cermat, kepekaan
terhadap manusia dan masalahnya, dan keterampilan keterampilan teknis
yang memadai.

Konseling kebidanan adalah pertolongan dalam bentuk wawancara yang


menurut adanya komunikasi, interaksi yang mendalam, dan uasah bersama
antara konselor (bidan) dengan konseli (klien) untuk mencapai tujuan
konseling yang dapat berupa pemecahan masalah, pemenuhan kebutuhan,
ataupun perubahan tingkah laku atau sikap dalam ruang lingkup pelayanan
kebidanan. (Purwoastuti, 2015). Konseling menurut Sarwono adalah proses
yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan keluarga

3
berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada
satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. (silviana, 2010).

2.1.2 Tujuan Konseling


1. Meningkatkan penerimaan informasi Informasi yang benar,
diskusi beas dengan cara mendegarkan, berbica dan kemunikasi
non verbal meningkatkan penerimaan informasi mengenai KB
oleh bidan.
2. Menjamin pilihan yang cocok Menjamin petugas dank lien
memilih cara terbaik yang sesui dengan keadaan kesehatan dan
kondsi klien.
3. Menajamin penggunaan yang efektif Konseling efektif diperkulan
agar klien mengetahui bagaimana menggunakan KB dengan benar
dan mengatasi infromasi yang keliru tentang cara tersebut.
4. Menjain kelangsungan yang lebih lama Kelangsungan pemakaian
cara KB akan lebih baik bila klien ikut memilih cara tersebut,
mengetahui cara kerjanya dan mengatasi efek sampingnya.
(Purwoastuti,2015).

2.1.3 Langkah-Langkah Konseling


1. pendahuluan Langkah pendahuluan atau langkah pembuka
merupakan kegiatan menciptakan kontak, melengkapi data konseli
untuk merumuskan penyebab masalah, dan menentukan jalan
keluar.
2. Bagian inti/pokok Bagian inti/pokok konseling mencakup
kegiatan mencapai jalan keluar, memilih salah satu jalan keluar
yang tepat bagi konseli, dan melaksanakan jalan keluar.
3. Bagian akhir Bagian akhir kegiatan konseling merupakan kegiatan
penyimpulan dari seluruh aspek kegiatan dan pengambilan jalan
keluar, langkah ini merupakan langkah penutupan dari pertemuan
dan juga penetapan untuk pertemuan berikutnya. (Purwoastuti,
2015).

4
Berikut langkah-langkah dalam konseling KB Teknik konseling
Gallen dan Leitenmaier :

1. Tehnik konseling menurut Gallen dan Leitenmaier, lebih dikenal


dengan GATHER yaitu :
G : GREET Berikan salam, kenalkandiri dan buka komunikasi
A : ASK Tanya keluhan/kebutuhan pasien dan menilai apakah
keluhan/kebutuhan sesuai dengan kondisi yang dihadapi
T : TELL Beritahu persoalan pokok yang dihadapi pasien dari
hasil tukar informasi dan carikan upaya penyelesaiannya.
H : HEPL Bantu klien memahami dan menyelesaikan masalahnya
E : EXPLAIN Jelaskan cara terpilih telah dianjurkan dan hasil
yang diharapkan mungkin dapat segera terlihat atau diobservasi.
R : REFER/RETURN VISIT Rujuk bila fasilitas ini tidak dapat
memberikan pelayanan yang sesui. Buat jadwal kunjungan ulang
(Purwoastuti,2015).
2. Langkah konseling SATU TUJU Langkah SATU TUJU ini tidak
perlu dilakukan berurutan karena meyesuaikan dengan kabutuhan
klien.
a) SA : sapa dan salam
a. Sapa klien sacara terbuka dan sopan
b. Beri perhatian sepenuhnya, jaga privasi pasein
c. Bangun percaya diri pasein
d. Tanyakan apa yang perlu dibantu dan jelaskan pelayanan
apa yang dapat diperolehnya.
b) T : TANYA
a. Tanyakan informasi tentang dirinya
b. Bantu klien pengalaman tentang KB dan kesehatan
reproduksi
c. Tanya kontrasepsi yang ingin digunakan
c) U : URAIKAN
a. Uraikan pada klien mengenai pilihannya

5
b. Bantu klien pada jenis kontrasepsi yang paling da ingin
serta jelaskan jenis yang lain
d) TU : BANTU
a. Bantu klien berfikir apa yang sesuai dengan keadaan dan
kebutuhannya
b. Tanyakan apakah pasangan mensukung pilihannya
e) J : JELASKAN
a. Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan
kontrasepsi pilihannya seterta klien memilih jenis
kontrasepsi
b. Jelaskan bagaimana paenggunaannya
c. Jelaskan manfaat ganda dari kontrasepsi
f) U : KUNJUNGAN ULANG
Perlu dukungan kunjungan ulang untuk dilakukan
pemeriksaan atau permintaan kontrasepsi yang dibutuhkan.
(Purwoastuti,2015)
2.1.4 Hambatan-hambatan Konseling
Menurut Purwoastuti tahun 2015:
1. Hambatan internal Merupakan hambatan pribadi yang berasal dari
bidan sebagai konselor. Hambatan pribadi yang sering muncul
adalah bidan kurang percaya diri, kurang pengetahuan, dan
keterampilan tentang konselin, serta ketidakmampuan dalam
membentuk jejaring.
2. Hambatan eksternal Ini sering muncul pada organisasi yaitu dari
mitra kerja bidan, persaingan-persaingan dalam pekerjaan,fasilitas
(keuangan, alat peraga, dan sebagainya). Dan budaya sering kali
menjadi factor pemicu hambatan eksternal dalam proses
pemberiaan konseling. (Purwoastuti,2015).
Di bawah ini adalah beberapa masalah yang sering dihadapi oleh
soorang konselor :
a. Diam
b. Klien yang menangis

6
c. Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah
yang dihadapi
d. Konselor tidak dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan klien
e. Konselor membuat/melakukan kesalahan
f. Konselor dank lien sudah saling kenal
g. Klien bertanya tentang hal-hal pribadi konselor
h. Klien menolak konselor
i. Klien merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin konselor
j. Waktu yang dimiliki konselor terbatas
k. Konselor tidak menciptakan ropport (hubungan) yang baik
l. Klien berbicara terus dan yang dibicarakan tidak sesuai dengan
materi pembicaraan
m. Konselor merasa dopermalukan dengan suatu topic
pembicaraan
n. Keadaan „kritis‟
o. Klien ingin konselor yang mengambil keputusan

2.1.5 Pendekatan-Pendekatan Konseling

Konseling sangat bermanfaat untuk membantu klain dalam mneghadapi


permasalahan-permasalahan, mula dari permasalahan yang sepele hingga
yang sangat komplik. Melihat kondisi klaen yang secara umum dan individual
merupakan hal penting dalam pemberian konseling. Bidan perlu
memperhatikan apa yang muncul dan yang ada dalam diri klien. Untuk
melihat kondisi tersebut, konseling dapat berorientasi pada pendekatan-
pendekatan sikologi konseling, pendekatan-pendekatan konseling tersebut
adalag sabagai berikut ;

1. Pendekatan kognitif
Dalam menghadapi suatu permasalahan, hal pertama yang muncul
dari individu adalah akan bertindak dan mempunyai pemikiran yang tidak
masuk akal. Sehingga individu sendiri mengalami masalah, yaitu ketidak
sesuaian antara apa yang diinginkan dalam fikirannya dengan kenyataan

7
yang ada. Pada pendekatan koknitif, bidan berusaha menekankan pada
proses berfikir rasional tentang apa yang dihadapi klien. Pendekatan ini
memberikan keyakinan bahwa klien dalam berfikir akan memengaruhi
perasaan dan tindakannya. (Purwoastuti, 2015).
Sebagai konselor yang berorientasi koknitif, bidan harus berperan
aktif untuk mengajak klien. Berg]fikir rasional dan meninggalkan
pandangan yang tidak rasional. Orintasi koknitif menimbulkan perubahan
tingkah laku yang tidak rasional menjadi rasional pendekatan koknitif
meliputi rasional emotif, analisis transaksional dan triat dan factor.
(Purwoastuti,2015)
2. Pendekatan efektif
Pada pendekatan efektif, individu bermasalah karena membawa
perasaannya sehingga selalu bermain dengan perasaannya. Pendekatan
efektif memuaskan perhatian pada perubahan perasaan klien selama proses
konseling. Pendekatan ini menyakinkan klien bahwa perasaan dan
lingkungan klien dapat berubah.Pendekatan efektif lebih menekankan pada
pentingnya kualitas hubungan konseling yang harmonis.
(Purwoastuti,2015)
3. Pendekatan behavioral
Pengambilan keputusan atau pengambilan sikap yang salah
dipandang sebagai suatu permasalahan yang dihadapi oleh individu.
Pendekatan behavioral menekankan pada perilaku spesifik, yaitu perilaku
yang memang berbenturan dengan lingkungan dan diri klien.
Dalam pendekatan ini, sebagai konselor, bidan menekankan pada
teknik dan prosedur untuk memfasilitasi perubahan perilaku klien dengan
cara memodifikasinya hingga perilaku klien berubah (behavior
modification). Bidan lebih berperan sebagai bagi klien dari pada kualitas
hubungan konseling. Pendekatan behavioral menekankan pada
behavioristic, yaitu perilaku dapat diubah melalui proses belajar; reality,
menekankan pada realitas atau kenyataan yang dihadapi individu;
multimodal, menekankan pada beberapa pendektan yang sudah ada dan

8
terpus pada tujuh komponen pola kehidupan dimana klien diarahkan untuk
fokus pada salah satu komponen saja. (Purwoastuti,2015).

2.1.6 Langkah-Langkah dalam Konseling

Memberikan konseling, khususnya bagi calon peserta KB yang baru


hendaknya menerapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci
“SATU TUJU” (Salam, Tanyakan, Uraikan, BanTu, Jelaskan lebih rinci,
Ulangan). Menurut Sulistyawati (2011), uraian mengenai “SATU TUJU”
dapat dilihat pada penjelasan berikut :

a. SA yaitu beri salam, sambut kedatangan dan berikan perhatian.


Sambutlah kedatangan klien tunjukan bahwa anda memperhatikan dan
mau menyediakan waktu, bersikap ramah dan sopan, perkenalkan diri
anda, berikan jaminan bahwa anda akan menjaga kerahasian
percakapan dengan klien sehingga klien bebas bertanya dan
mengemukakan pendapat, cari tempat sedapat mungkin agar tidak ada
orang lain yang bisa ikut mendengarkan percakapan anda dengan klien,
tawarkan pada klien apa yang bisa anda bantu untuknya.
b. T yaitu tanyakan apa masalah dan apa yang ingin dikatakan. Jika klien
merupakan calon peserta yang baru anda kenal, tanyakan keterangan
dirinya seperti identitas, berapa kali mengalami kehamilan, berapa kali
melahirkan, jumlah anak yang hidup, cara atau alat KB yang dipakai
sekarang atau pernah dipakai, riwayat kesehatan (pernah sakit apa dan
penyakit yang pernah diderita). Informasikan bahwa semua keterangan
ini diperlukan untuk dapat menolongnya memilih cara atau alat KB
yang cocok dengan keadaan dan kebutuhannya.
c. U yaitu uraikan mengenai alat-alat KB yang ingin diketahui. Tanyakan
kepada klien apa yang sudah diketahuinya tentang alatalat atau cara
KB, jelaskan cara atau alat KB mana yang tersedia dan dimana klien
bisa mendapatkanya, secara singkat uraikan tentang KB sebagai
berikut cara kerja, keuntungan dan kelebihan, kemungkinan efek
samping, tingkat keberhasilan, indikasi dan kontra indikasi

9
d. TU yaitu bantu mencocokan alat KB dengan keadaan dan kebutuhan.
e. Tanyakan apakah klien sudah punya pilihan cara KB yang akan
dipakainya. Dari jawabannya, perhatikan seberapa yakin klien dengan
pilihannya. Klien sudah punya pilihan tetapi tidak tahu alasannya
memilih cara itu atau mungkin juga dia sudah tahu alasannya memilih
cara itu. Namun mungkin klien belum tahu, belum bisa memilih dan
justru ingin ditolong supaya bisa memilih dengan baik.
Untuk dapat menolong memilih cara KB yang tepat, tanyakan tentang
rencana (berapa jumlah anak yang diinginkannya, berapa lama jarak
antara kelahiran anak-anaknya) dan keadaan keluarganya (penghasilan,
kegiatan atau kesibukan mereka suami istri).
Jika belum punya rencana untuk masa depan, mulailah pembicaraan
dengan keadaannya sekarang. Tanyakan, bagaimana keadaan
keluarganya saat ini.
1) Usahakan agar klien mau mengatakan terus terang mengenai
kecemasan dan keraguan atau ketakutan yang mungkin ada, baik
mengenai KB secara umum maupun tentang pemakaian alat KB.
Bicarakan juga sumber-sumber informasi yang didengarnya
mengenai hal itu dan bagaimana pengaruh terhadap dirinya.
2) Beri kesempatan klien untuk bertanya dan tanyakan jika ada
sesuatu yang masih kurang jelas atau ingin diketahui lebih lanjut.
Ulangi penjelasan-penjelsan yang penting jika diperlukan.
3) Beberapa cara KB mungkin tidak cukup aman dan nyaman untuk
beberapa orang. Apabila anda merasa bahwa klien mungkin tidak
cocok memakai implan karena menderita tekanan darah tinggi,
berikan penjelasan, lalu tolonglah dengan membicarakan bersama
agar dapat dipilih cara KB lain yang lebih aman dan cocok.
f. J: jelaskan alat KB apa yang akan digunakan Setelah memiliki pilihan
cara KB tertentu, jelaskan hal sebagai berikut:
1) Contoh dari cara KB yang diinginkan, gunakan alat peraga.
2) Tempat pelayanan dan biayanya (puskesmas, bidan dan dokter
praktik swasta, apotek rujukan, dan lain-lain).

10
3) Beberapa cara KB tertentu, seperti kontrasepsi mantap (kontap),
implan, IUD diperlukan tanda tangan suami istri pada lembar
informed consent. Jelaskan tentang isi lembar yang harus ditanda
tangani itu dan alasan-alasannya baik dari segi kepentingan dirinya
maupun untuk petugas yang melayaninya.
4) Jelaskan cara-cara pemakaian alat/ obat KB yang dipilih.
5) Minta klien mengulangi petunjuk yang harus diingatnya.
Dengarkan baik-baik untuk memastikan apakah dia sudah
memahaminya dengan benar.
6) Jelaskan mengenai kemungkinan efek samping dari kontrasepsi
yang digunakan dan tanda atau gejala yang perlu diperhatikan, serta
apa yang harus dilakukan jika gejala-gejala itu muncul.
7) Minta klien mengulanginya, berikan bahan-bahan KIE cetak
seperti leaflet,booklet, atau selebaran yang berisi informasi
mengenai alat kontrasepsi yang diinginkannya untuk dibawa pulang.
8) Beritahukan kapan klien harus kembali untuk kunjungan ulang,
beritahukan untuk segera kembali menemui anda jika
menginginkannya atau jika mengalami gangguan efek samping.
g. U : ulangan, sambutlah dengan baik apabila klien perlu konseling
ulang. Pada kunjungan ulang, lakukan hal-hal berikut tanyakan apakah
klien masih menggunakan cara KB ketika bertemu anda yang terakhir
kali, kalau “ya” tanyakan apakah klien menyukainya, tanyakan apakah
klien mengalami efek samping, jika klien memang mengalami keluhan
efek samping, jelaskan kemungkinan penyebabnya dan sarankan hal
yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalahnya. Tanyakan, apakah
klien masih ingin bertanya dan menjelaskan keluhannya atau
keinginannya.

2.2 ABPK (Alat Bantu Pengambilam Keputusan)


2.2.1 Pengertian ABPK

11
ABPK merupakan alat bantu yang dapat digunakan oleh bidan untuk
mempermudah dalam memberikan penjelasan ke klien tentang KB sehingga
keputusan ber-KB ada di tangan klien.
Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber KB merupakan suatu alat bantu
yang digunakan oleh pemberi pelayanan KB untuk membantu peserta dalam
membuat keputusan mengenai metode kontrasepsi yang akan digunakan,
memberikan informasi yang lengkap mengenai pilihan metode kontrasepsi,
dan diharapkan nantinya peserta akan menggunakan metode kontrasepsi
pilihannya dengan baik. ABPK ini merupakan suatu model alat bantu
interaktif yang dapat membantu pemberi pelayanan dalam upaya pendekatan
terhadap peserta dalam proses konseling KB (WHO, 2006).
Dalam ABPK ini terdapat dua hal yang menjadi fokus, yaitu :
a. Fokus terhadap kualitas
ABPK disusun untuk meningkatkan kualitas program keluarga berencana
pada tingkat pelayanan primer dan sekunder, sehingga diharapkan ABPK
dapat memberikan kepuasan terhadap calon peserta ataupun peserta KB,
peserta mau menggunakan salah satu metode kontrasepsi dengan aman dan
sesuai dengan pilihannya.
b. Fokus terhadap hak reproduksi
Setiap wanita berhak memutuskan berapa jumlah anak dan jarak antar
kehamilan dalam merencanakan keluarga.

Dengan alat bantu ini peserta akan mendapatkan informasi yang benar
mengenai kesehatan reproduksi dan KB sehingga diharapkan dapat
meningkatkan peran peserta dalam memilih metode kontrasepsi yang
sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya (WHO, 2006). Di Indonesia,
ABPK diterbitkan oleh STAR H bekerja sama dengan BKKBN dengan
mengadopsi DMT menurut WHO (2006). ABPK Ber-KB tidak hanya
berisi informasi mutakhir seputar kontrasepsi/KB namun juga standar
proses dan langkah konseling KB yang berlandaskan pada hak peserta KB
(Kemenkes, 2015).

12
2.2.2 Tujuan ABPK
1) Meningkatkan keterlibatan peserta secara penuh dalam pengambilan
keputusan keluarga berencana sehingga mereka membuat keputusan
mengenai metode kontrasepsi sesuai dengan pilihan dengan kebutuhan
mereka.
2) Meningkatkan kualitas informasi yang akurat yang diberikan oleh
pemberi pelayanan kepada peserta dalam program konseling KB dan
kesehatan reproduksi
3) Meningkatkan keterampilan konseling dan komunikasi pemberi
pelayanan sehingga mereka dapat berinteraksi lebih baik dan positif
kepada peserta dan memberikan kualitas pelayanan KB yang baik
(WHO, 2006).

2.2.3 Fungsi ABPK


1) Membantu pengambilan keputusan metode KB
2) Membantu pemecahan masalah dalam penggunaan KB
3) Alat bantu kerja bagi provider menyediakan referensi/infoteknis
4) Alat bantu visual untuk pelatihan provider baru
5) Proses pengambilan keputusan: membantu klien memutuskan dan
menggunakanmetode KB yang paling tepat baginya
6) Informasi teknis yang mutakhir : menyediakan informasi penting yang
diperlukan provider untuk memberikan pelayanan KB yang berkualitas
untuk klien
7) Mengingatkan peningkatan mutu komunikasih : memberi tips dan
bimbingan bagaiman provider seharusnya berkomunikasih dengan
klien dan memberikan konseling yang efektif

2.2.4 Kelebihan ABPK


ABPK dalam pelayanan KB merupakan suatu alat bantu yang berbeda dari
flipchart biasa, karena dalam ABPK ini mempunyai kelebihan diantaranya :
1. Membimbing pengambilan keputusan dan menyediakan informasi.
2. Fokus pada pemilihan dan penggunaan metode KB

13
sekaligus mencakup isu HIV/AIDS dan kesehatan
reproduksi lainnya.
3. Proses tanggap/berorientasi terhadap peserta.
4. Tiap peserta hanya melihat pada halaman yang relevan baginya.
5. Berguna bagi peserta kunjungan ulang dan peserta dengan
kebutuhan khusus (BKKBN, 2015)

2.2.5 Prinsip ABPK


Penggunaan ABPK dalam program KB, menggunakan prinsip konseling
yang baik, diantaranya adalah :
1. Keputusan pilihan metode KB ada di tangan peserta.
2. Pemberi pelayanan membantu peserta dalam mengambil keputusan.
3. Pemberi pelayanan menghormati keinginan peserta.
4. Pemberi pelayanan menanggapi pertanyaan, pernyataan
dan kebutuhan peserta.
5. Pemberi pelayanan mendengar peserta secara aktif
(WHO, 2006; BKKBN, 2012).

2.2.6 Isi ABPK


Isi dalam ABPK di Indonesia diadopsi dari panduan WHO (2006) yang
telah didasari oleh evidence based bidang medis, komunikasi dan ilmu sosial,
yaitu :
1. Informasi teknis pada penggunaan kontrasepsi. Informasi ini diambil
dari WHO dari dua dasar pedoman keluarga berencana, kriteria
kelayakan medis untuk penggunakan kontrasepsi (WHO, 2004), dan
praktek rekomendasi penggunaan kontrasepsi (WHO, 2005).
2. Informasi teknis tambahan mengenai kontrasepsi dan topik-topik
kesehatan reproduksi lainnya yang berasal dari panduan keluarga
berencana, teknologi kontrasepsi essensial (JHU/PKC, 2003) dan
pedoman kesehatan reproduksi WHO lainnya, yang termasuk bimbingan
mengenai kontrasepsi darurat dan seksual infeksi menular.
3. Proses konseling dalam penggunaan ABPK didasarkan pada model

14
normatif pengambilan keputusan, dikembangkan oleh WHO dan
JHUPKC, berdasarkan penelitian pada komunikasi kesehatan dan
konseling. Dalam ABPK, terdapat beberapa bagian modul, yaitu :
a. Modul 1, yang berisi konseling pada peserta baru.
b. Modul 2 dan 3, berisi konseling pada peserta yang melakukan
kunjungan ulang, baik pada peserta yang mengalami masalah pada
metode kontrasepsi yang digunakan ataupun pada peserta yang ingin
mendapatkan metode ulang.
c. Modul 4, berisi perlindungan ganda pada peserta yang
menginginkan metode kontrasepsi dan ingin melindungi dari
penularan penyakit menular seksual.
d. Modul 5, berisi lembar tambahan ABPK
e. Modul 6, berisi konseling pada peserta yang memiliki kebutuhan
khusus yaitu remaja, masa mendekati menopause, nifas, dan peserta
yang menderita HIV/ AIDS (BKKBN, 2011).

2.2.7 Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Menggunakan ABPK


Dalam menggunakan ABPK, seorang pemberi pelayanan harus
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut (BKKBN, 2015) :
a. Setiap lembar ABPK terdiri dari dua sisi yaitu satu sisi merupakan sisi
yang dapat dibaca oleh pemberi pelayanan, sedangkan sisi lain
merupakan hal yang dapat dibaca oleh peserta.
b. Perhatikan halaman daftar isi yang terletak pada 4 halaman pertama
APBPK.
c. ABPK dilengkapi tab pemisah untuk memudahkan pemberi pelayanan
menemukan topik yang dibutuhkan, yaitu :
1) Bagian pertama ABPK, ditandai dengan tab di sisi kanan membantu
peserta baru dalam membuat keputusan tentang suatu metode KB
serta membantu peserta yang melakukan kunjungan ulang dalam
memecahkan masalah/efek samping yang mungkin timbul.
2) Bagian kedua, tab di sisi bawah berisi informasi mengenai masing-
masing metode KB bagi peserta. Informasi tersebut dapat

15
memastikan pilihan pilihan peserta dan membantu peserta
menggunakan metode dengan benar. Masing-masing bab metode
dalam ABPK berisi informasi tentang kriteria persyaratan medis,
efek samping, cara pakai, waktu kunjungan ulang dan hal yang perlu
diingat oleh peserta selama menggunakan metode KB.
d. Bagian kiri atas tiap halaman ABPK merupakan judul dari topik yang
dipilih.
e. Perhatikan petunjuk yang terdapat pada bagian bawah
halaman sebelum, membuka halaman berikutnya sesuai kebutuhan
peserta.
f. Perhatikan nomor halaman yang berbeda untuk tiap topik yang berbeda.

2.2.8 Menggunakan ABPK untuk kondisi peserta KB yang berbeda


Bagian awal dalam ABPK yang digunakan dalam pelayanan KB
membantu pemberi pelayanan dalam melaksanakan konseling pada
peserta,KB dengan berbagai keluhan dan kebutuhan yang berbeda, yaitu :
a. Peserta baru memerlukan bantuan untuk memilih metode yang paling
sesuai dengan kebutuhan mereka. Tab pemilihan metode dapat
membantu pemberi pelayanan dalam membahas kebutuhan tersebut dan
membantu peserta baru membuat keputusan.
b. Semua peserta KB harus mempertimbangkan kebutuhan metode
perlindungan ganda, yaitu perlindungan terhadap risiko penularan
infeksi menular seksual (IMS), HIV/AIDS dan virus hepatitis B serta
perlindungan terhadap kehamilan. Dengan melihat perkembangan saat
ini risiko penularan IMS, HIV/AID dan Hepatitis B tinggi, setiap peserta
harus memahami risiko dan upaya perlindungan diri. Apabila terjadi
kesulitan dalam memulai konseling mengenai hal tersebut, pemberi
pelayanan harus menggunakan ketrampilan yang baik dalam membuka
percakapan.
c. Pada peserta dengan kebutuhan khusus, yang mencakup peserta dengan
usia muda, ibu hamil/nifas, pasca aborsi,dan peserta yang menderita

16
HIV/AIDS perlu dilakukan konseling secara khusus sesuai dengan
kondisinya.
d. Peserta yang melakukan kunjungan ulang dan memiliki masalah dalam
penggunaan metode KB, atau peserta yang hanya ingin mendapatkan
metode ulangan, maka tab klien dapat membantu memenuhi kebutuhan
mereka (BKKBN, 2012).
Berikut adalah ringkasan langkah kunci yang perlu pemberi pelayanan
lakukan dengan berbagai jenis kondisi peserta KB yang berbeda :
a. Pertama, bukalah tab selamat datang, dan temukan alasan kunjungan
pada tab yang sesuai.
b. Tab dengan warna hijau, yaitu pada peserta baru yang ingin memilih
metode, tanyakan apakah sudah ada gambaran tentang metode
pilihannya. Jika ada apakah pilihannya tersebut sesuai dengan kebutuan
dan situasi peserta. Kaji mengenai kebutuhan perlindungan ganda. Jika
tidak ada gambaran, diskusikan mengenai kebutuhan dan situasi peserta,
kaji mengenai kebutuhan perlindungan ganda dan beberapa pilihan
metode yang berbeda. Selanjutnya bukalah tab metode untuk mengkaji
metode secara lengkap dan memastikan pilihan peserta. Kemudian
berikan metode yang telah dipilih peserta.
c. Tab warna pink untuk peserta yang memerlukan perlindungan terhadap
IMS, buka tab perlindungan ganda dan jelaskan kepada peserta,
kemudian buka tab diskusikan pilihan peserta ,jika diperlukan bantu
peserta menilai risiko, dan kecocokan pilihan. Selanjutnya bukalah tab
metode untuk mengkaji metode secara lengkap dan memastikan pilihan
peserta. Kemudian berikan metode yang telah dipilih peserta.
d. Tab warna biru untuk peserta dengan kebutuhan khusus, buka halaman
yang sesuai di bagianmremaja, klien usia 40-an, hamil/post partum, post
aborsi, dan yang menderita HIV/AIDS.
e. Tab warna ungu untuk peserta yang melakukan kunjungan ulang,
tanyakan metode yang dipakai adakah keluhan atau tidak. Bila tidak ada
‘keluhan periksa kondisi kesehatan peserta dan kemungkinan perlu
perlindungan ganda, berikan metode ulangan. Bila ada keluhan, bantu

17
atasi efek samping atau apabila peserta ingin ganti cara buka tab metode
untuk peserta baru.
f. Pada halaman dengan tab warna orange, terdapat penjelasan mengenai
metode KB yaitu tinjauan dan informasi dasar, kriteria persyaratan
medis, kemungkinan efek samping, cara pakai, waktu memulai metode
dan hal yang harus diingat.

2.2.9 Persiapan dan Cara Menggunakan ABPK


a. Lembar balik ABPK diletakkan berdiri, sehingga pemberi
pelayanan,dan peserta KB bisa melihat halaman tersebut pada sisi
masing-masing. Halaman pada sisi peserta dan pemberi pelayanan beri
kata-kata yang sama dengan lebih banyak informasi dan saran pada sisi
pemberi pelayanan dan lebih banyak gambar pada sisi peserta KB.
b. Pemberi pelayanan harus mempelajari terlebih dahulu media ABPK
agar bisa membiasakan diri dengan informasi dan cara
menggunakannya.
c. ABPK hanya berisi hal pokok, upayakan ketika melakukan konseling
dengan peserta gunakan komunikasi efektif dengan melibatkan peserta.
d. Beberapa kata atau gambar kemungkinan tidak sesuai dengan keadaan
tempat pelayanan, seperti metode KB yang tersedia, maka dalam ABPK
bisa dicoret.
e. Gunakanlah kalimat sendiri, informasi dalam ABPK hanya sebagai kata
kunci.
f. Pemberi pelayanan dapat membacakan informasi untuk peserta dan
mendiskusikannya sesuai dengan kebutuhan.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber KB merupakan suatu alat bantu
yang digunakan oleh pemberi pelayanan KB untuk membantu peserta dalam
membuat keputusan mengenai metode kontrasepsi yang akan digunakan,
memberikan informasi yang lengkap mengenai pilihan metode kontrasepsi,
dan diharapkan nantinya peserta akan menggunakan metode kontrasepsi
pilihannya dengan baik. ABPK ini merupakan suatu model alat bantu
interaktif yang dapat membantu pemberi pelayanan dalam upaya pendekatan
terhadap peserta dalam proses konseling KB (WHO, 2006).

3.2 Saran
Dalam memberikan Konseling KB diharapkan tenaga kesehatan dapat
menjelaskan sesuai dengan pedoman penggunaan ABPK.

19
DAFTAR PUSTAKA

Elisabeth Siwi Wahyuni, Amd. Keb, Endang Purwoastuti, S.Pd, APP. 2015.
Modul Pedoman Penggunaan ABPK. Yogyakarta:PT.PUSTAKA BARU.
Nurul Eko. 2010. Etika profesi dan Hukum Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
Ningsih S., 2017., Manajemen Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana Pada Ny
“N” Akseptor Baru Implan Di Rsud Syekh Yusuf Gowa, Karya Tulis Ilmiah,
Makasar.
Sandi R, W.,2018., Pengaruh Konseling Terhadap Akseptor Kb Dalam
Pengambilan Keputusan Alat Kontrasepsi Pada Masa Nifas Di Klinik Pratama
Niar, Politeknik Kesehatan Kemenkes Ri Medan Jurusan Kebidanan, Medan.

Satrianegara, M. Faiz. 2009. Buku Ajar Organisasi dan Manajemen


Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Syafrudin. 2009. Sosial Budaya Dasar. Jakarta:TIM.

20

Anda mungkin juga menyukai