Anda di halaman 1dari 8

PAPER PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH :


ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS

DOSEN PENGAMPU :
Zumroh Hasanah, S.Keb., Bd., M.Kes

DISUSUN OLEH :
Sinta Fariska (191103101)

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN MALANG WIDYA
CIPTA HUSADA
2021
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. SIFILIS
a) PENGERTIAN
Sifilis adalah infeksi kronis yang disebabkan oleh Treponema
pallidum subspesies pallidum yang umum ditularkan melalui
hubungan seksual.
b) ETIOLOGI
Sifilis sendiri adalah infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Treponema pallidum dan dapat menular. Umumnya,
penyebaran akan penyakit sifilis melalui hubungan seksual dengan
orang yang terinfeksi. Bakteri penyebab sifilis juga bisa menyebar
melalui cairan tubuh pengidapnya, yaitu darah selain dari
hubungan intim.
c) GEJALA
Ada lima tahapan untuk gejala penyakit sifilis, yaitu:
1) Gejala pada Sifilis Primer
Gejala pada kondisi ini umumnya muncul berupa luka
dengan 10 hingga 90 hari setelah bakteri masuk ke dalam
tubuh. Pemulihannya memakan waktu sekitar 3 hingga 6
minggu.
2) Gejala pada Sifilis Sekunder
Sifilis sekunder terjadi beberapa minggu setelah
luka menghilang, dengan ruam yang terdapat di bagian
tubuh manapun khususnya di telapak tangan dan kaki.
Ditambah dengan penyakit flu, rasa lelah, sakit kepala,
nyeri pada persendian dan demam umumnya menjadi
contoh gejala lain yang dialami pengidap. Segera tangani
sifilis sekunder dengan tepat, agar infeksi tak berlanjut ke
tahap Aberikutnya. 
3) Gejala pada Sifilis Laten
Sifilis laten terjadi tanpa gejala, tapi dalam 12 bulan
pertama, infeksi masih bisa menular. Jika tidak ditangani,
sifilis laten akan berubah menjadi sifilis tersier.
4) Gejala pada Sifilis Tersier
Sifilis tersier merupakan sifilis yang paling berbahaya.
Gejala yang dialami akan sangat dipengaruhi oleh bagian
tubuh mana dimasuki bakteri sifilis. Sifilis tersier memiliki
dampak terhadap mata, jantung, otak, pembuluh darah,
tulang, persendian, dan juga hati. Hal tersebut
menyebabkan pengidap akan mengalami kebutaan,
penyakit jantung dan juga stroke akibat dari terjadinya
infeksi menular seksual tersebut.
d) Cara agar terhindar dari penyakit sifilis, yaitu:
1. Menghindari alkohol dan obat-obat terlarang.
2. Memiliki satu pasangan tetap untuk melakukan hubungan
seksual.
3. Berhenti untuk melakukan kontak seksual dalam jangka
waktu lama.
4. Secara terbuka mendiskusikan riwayat penyakit kelamin
yang dialami bersama pasangan.
5. Biasakan menggunakan kondom bila harus berhubungan
seksual dengan orang yang tidak dikenal
Sifilis memiliki empat stadium yang berbeda secara klinis yaitu
stadium primer, sekunder, laten dan tersier.Gambaran klinis lesi
kulit pada sifilis sekunder umumnya tidak terasa gatal, berwarna
merah tembaga, berdistribusi simetris dan generalisata,mengenai
batang tubuh dan ekstremitas termasuk telapak tangan dan
kaki.Meskipun demikian, dapat pula memberikan gambaran lesi
asimetris dan terdistribusi lokalisata. Pada pasien sifilis sekunder
yang disertai infeksi human immunodeficiency virus (HIV), invasi
Treponema pallidum bersifat lebih agresif sehingga meningkatkan
risiko keterlibatan neurologis yang lebih dini.Neurosifilis
merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh
invasi sawar darah otak oleh Treponema pallidum.Neurosifilis
umum terjadi pada sifilis tersier, tetapi dapat pula terjadi pada
stadium lain, termasuk stadium primer.Merritt mengelompokkan
neurosifilis menjadi 4 jenis yaitu: (1) asimtomatik (2) meningeal
(3) parenkimatosa dan (4) gumatosa. Pada neurosifilis
asimtomatik, tidak ditemukan tanda dan gejala kerusakan sistem
saraf pusat. Infeksi HIV dapat mempercepat dan mengubah
perjalanan klinis neurosifilis.
B. KONDILEMA AKUMINATA
a) Definisi Kondilema Akuminata
Adalah penyakit kulit yang disebabkan Human Papilloma
Virus (HPV) jenis tertentu, ditandai tumor menyerupai kutil di
daerah genital,warna seperti daging dengan gambaran
cauliflower.
b) ETIOPATOGENESIS
Penularan melalui kontak seksual genital-genital, genital-oral
atau genital-anal. Dapat juga melalui transmisi perinatal dan
terjadi external genital wart.
c) KOMPLIKASI
 Kerusakan lapisan kulit yang localized
 Perubahan menjadi ganas
 Transmisi ke janin atau pasangan seksual
 Kekambuhan
d) PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi KA adalah menghilangkan gejala klinis
(warts) yang tampak. Ditinjau dari segi pelaku pengobatan
digolongkan :
 Pengobatan oleh penderita sendiri (podofilotoksin dan
imiquimod)
 Pengobatan oleh dokter (podofilin, TCA, 5-
Fluorourasil, elektrokauter dan kuretase, laser dan
injeksi interfero
e) PENCEGAHAN
Hubungan seksual sehat dan menggunakan alat kontrasepsi
seperti kondom .
BAB III
KASUS
A. Sifilis
Seorang pria berusia 35 tahun, karyawan spa, datang ke Poliklinik
Divisi Infeksi Menular Seksual (IMS) Rumah Sakit Hasan Sadikin
(RSHS), Bandung dengan keluhan utama berupa bercak kemerahan
yang tidak terasa gatal pada kedua telapak tangan dan kaki.
Berdasarkan anamnesis diketahui sejak tiga tahun sebelum berobat
pasien mengeluh makula eritema yang telah ada sebelumnya menjadi
semakin banyak dan menyebar hingga mengenai sebagian telapak
tangan dan kaki. Keluhan pertama kali disadari pasien satu bulan
sebelumnya berupa makula eritema berukuran sebesar biji jagung,
berjumlah sekitar dua di kedua telapak tangan yang tidak terasa gatal.
Pasien berobat ke dokter spesialis kulit dan kelamin (SpKK), dikatakan
menderita reaksi alergi, diberikan obat tablet yang diminum 2-3 kali
sehari serta obat oles, tidak terdapat perbaikan, tetapi karena tidak
merasa terganggu, pasien tidak melanjutkan pengobatannya. Satu
tahun sebelum berobat penglihatan mata kanan menjadi kabur. Teratai
untuk pemeriksaan HIV karena diduga infeksi oleh toxoplasma (pasien
menyebutkan). Pemeriksaan anti HIV menunjukkan hasil yang reaktif
dan jumlah CD4+ sebesar 106 sel/mm3 . Pasien diberikan obat
antiretroviral (ARV) berupa tenofovir, lamivudin dan efavirenz dari
Klinik Teratai. Pasien dirujuk ke Poliklinik IMS RSHS karena hasil
pemeriksaan sifilis yang reaktif pallidum hemagglutination assay
(TPHA) reaktif dengan titer 1:2560. Pasien ketika itu didiagnosis sifilis
sekunder dan diberikan pengobatan berupa injeksi benzatin. Pasien
kemudian kontrol untuk pemantauan respons pengobatan, tetapi titer
VDRL tidak mengalami penurunan sebesar empat kali dalam waktu
enam bulan. Pasien belum menikah, coitarche saat berusia 21 tahun
dengan teman selintas laki -laki secara anogenital tanpa menggunakan
kondom. Riwayat promiskuitas dan berhubungan dengan lain jenis
diakui. Pasien dapat berposisi sebagai “top” dan “bottom”, tetapi lebih
sering sebagai “top”. Pasien jarang menggunakan kondom. Pasien
sudah disirkumsisi. Riwayat mengonsumsi minuman keras dan
mentato diakui oleh pasien. Dari pemeriksaan status generalis
ditemukan tanda-tanda vital dalam batas normal. Kelainan kulit pada
bulan ke-6 setelah terapi injeksi benzatin penisilin didapatkan
perbaikan. Pada pemeriksaan status dermatologikus didapatkan lesi
yang regioner, pada kedua telapak tangan dan kaki tampak lesi
multipel, diskret, sebagian konfluens,dan bentuknya tidak teratur.
B. Kondilema Akumilata
Seorang pria, berusia 35 tahun, belum menikah, pekerjaan LSM di
Tanjung Balai, datang ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin, divisi Infeksi Menular Seksual dan Treponematosis RSUP.
H. Adam Malik, Medan pada tanggal 30 Juli 2010 dengan keluhan
timbul bintil-bintil seperti daging pada daerah kemaluan sejak + 2
bulan yang lalu. Bintil awalnya sedikit lama-kelamaan semakin
banyak. Tidak terdapat rasa nyeri dan gatal, bintil tidak mudah
berdarah. Riwayat kontak seksual dengan PSK dijumpai beberapa kali
tanpa menggunakan kondom namun keluhan baru muncul saat ini.
Riwayat kontak seksual terakhir 6 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan
fisik dijumpai keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, status
gizi baik, suhu badan afebris dan tanda vital lainnya dalam batas
normal. Pada pemeriksaan dermatologis tidak terdapat kelainan kulit,
kuku dan rambut. Pada pemeriksaan venereologis ditemukan papul
verukosa, multipel dan berkelompok dengan konsitensi lunak warna
seperti daging pada daerah glans penis dan frenulum. Pasien
didiagnosis banding dengan kondiloma akuminata, kondiloma lata dan
pearly penile papule. Dilakukan pemeriksaan acetowhite pada lesi dan
hasil positif. Diagnosis kerja adalah kondiloma akuminata. Pasien
disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah lengkap, urin rutin,
fungsi hati, pemeriksaan serologis VDRL/TPHA dan HIV.
C. PENYELESAIAN KASUS
1. Terapi lini pertama untuk sifilis sekunder adalah benzatin penisilin
2,4 juta unit IM dosis tunggal. Pasien sifilis sekunder harus
dievaluasi secara klinis dan serologis pada bulan ke-3, 6, 9, 12 dan
24 setelah terapi untuk mengetahui efektivitas terapi. Titertes
nontreponema yang tidak mengalami penurunan sebesar 4 kali lipat
dalam 6 bulan setelah terapi sifilis dapat disebut sebagai kegagalan
terapi. Pada kasus ini, pasien enam bulan yang lalu telah
didiagnosis sifilis sekunder berdasarkan ditemukannya gambaran
klinis berupa papula dan plak hiperpigmentasi disertai skuama
yang mengenai kedua telapak tangan dan kaki dan hasil
pemeriksaan VDRL dengan titer 1:256 dan TPHA reaktif. Pasien
ketika itu diberikan terapi benzatin pensilin, mengalami
penurunan.Terapi pada neurosifilis berbeda dengan terapi yang
diberikan untuk sifilis. Benzatin penisilin tidak direkomendasikan
untuk terapi neurosifilis karena konsentrasinya pada LCS terlalu
rendah untuk membunuh Treponema pallidum.Terapi yang
direkomendasikan oleh CDC untuk neurosifilis asimtomatik dan
simtomatik adalah pemberian penisilin G kristalin dalam akua 18-
24 juta unit per hari yang diberikan 3-4 juta unit setiap 4 jam
intravena (IV) selama 10-14 hari. Jika pasien memiliki kepatuhan
terapi yang baik dan tidak memungkinkan untuk rawat inap,
regimen alternatif yang dapat diberikan yaitu penisilin G prokain
2,4 juta unit IM setiap hari ditambah probenesid 4 kali 500 mg per
oral, keduanya diberikan selama 10-14 hari.
2. Membangun sebuah progam di desa dengan perangkat desa dan
puskesmas berserta kader seperti mengadakan sebuah unit
bimbingan konseling kesehatan di desa yangmana masyarakat bisa
melakukan konseling dengan tenaga kesehatan tentang bagaimana
cara mencegah penyakit menular seperti sifilis dengan ini
masyarakat bisa mendapatkan hak privasi sekaligus dukungan
secara psikososial, selain itu mengadakan penyuluhan sekaligus
melakukan himbauan dan edukasi tentang bahaya dari seks bebas
untuk seluruh masyarakat khususnya orang yang belum berstatus
kawin untuk tidak melakukan hubungan seksual dan khusus bagi
orang yang telah berstatus kawin untuk tidak berganti pasangan
,tidak melakukan hubungan seksual khusunya dengan multipatner,
harus selalu memakai kondom dan memeriksakan kedaannya
sedini mungkin,melakukan screening penyakit ,selain itu untuk
kader di desa diberi bimbingan oleh bidan atau tenaga medis
lainnya tentang bagaimana cara menjaga kesehatan organ genitalia
dengan ini masyarakat bisa melakukannya sendiri dirumah dan
bisa juga mengadakan cek kesehatan reproduksi remaja .
DAFTAR PUSTAKA
Daili SF, Indriatmi W, Zubier F, Nilasari H. 2015. Infeksi Menular
Seksual, Pedoman Praktis Diagnosis dan Tatalaksana. Kementrian
Kesehatan RI. 29-30
Djuanda A. Penyakit Virus. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.
2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 6. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. 112-114
Katz KA. Syphilis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffel DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill; 2015

Anda mungkin juga menyukai