Anda di halaman 1dari 156

FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA BALITA

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIGO BALEH


KOTA
BUKITTINGGI
TAHUN 2022

SKRIPSI

KURNIA DEWI
181012113201005

PROGRAM STUDI S-1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
TAHUN 2022
FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA BALITA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIGO BALEH
KOTA
BUKITTINGGI
TAHUN 2022

SKRIPSI

Diajukan ke Program Studi S1-Kesehatan Masyarakat Fakultas Keperawatan Dan


Kesehatan Masyarakat Ikes Prima Nusantara Bukittinggi Sebagai Pemenuhan
Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :
KURNIA DEWI
181012113201005

PROGRAM STUDI S-1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA
BUKITTINGGI TAHUN 2022
Nama : Kurnia Dewi
Program Studi : S-1 Kesehatan Masyarakat
Judul Skripsi : Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

xi + 100 halaman + 19 tabel + 2 gambar + 9 lampiran

ABSTRAK

Stunting adalah keadaan pendek menurut umur yang ditandai dengan nilai indeks
tinggi badan atau panjang badan menurut umur (TB/U atau PB/U) kurang dari -2
standar deviasi. Pada tahun 2021, terdapat 231 balita yang mengalami stunting di
Puskemas Tigo Baleh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor Risiko
Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota
Bukittinggi Tahun 2022. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan metode analitik observasional dengan desain cross-sectional. Populasi
dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang berjumlah 1941 balita
dengan sampel 95 balita. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo
Baleh tahun 2022. Teknik pengambilan sampel mengunakan Purposive Sampling.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesiner. Analisis data yang digunakan
adalah analisis univariat dan bivariat dengan uji chi-square Test. Hasil dalam
penelitian ini menunjukan bahwa ASI ekslusif (p = 0,027), berat badan lahir (p =
0,04), riwayat anemia ibu saat hamil (p = 0,102), pendidikan ibu (p = 0,509),
pengetahuan ibu (p = 0,021), pola asuh ibu (p = 0,346) dan pendapatan keluarga (p =
0,553). Kesimpulan dalam penelitian ini ada hubungan ASI ekslusif, berat badan
lahir dan pengetahuan ibu dengan kejadian stunting pada balita. Tidak ada hubungan
riwayat anemia ibu saat hamil, pendidikan ibu, pola asuh ibu dan pendapatan
keluarga dengan kejadian stunting pada balita. Saran dalam penelitian ini diharapkan
tenaga kesehatan dapat meningkatkan dalam penyuluhan mengenai stunting, serta
pelatihan kader posyandu balita agar dapat menyebarluaskan informasi tentang faktor
risiko stunting.

Kata Kunci : Faktor Risiko, Stunting,


Balita Referensi: 45 (2012-2022)
Name : Kurnia Dewi
Study Program : S-1 Public Health
Tittle : Risk Factors for Stunting in Toddlers in the Working
Area of Tigo Baleh Public Health Center, Bukittinggi
City in 2022

xi + 100 pages + 19 tables + 2 pictures + 9 attachments

ABSTRACT
Stunting is a condition of short age for which the index value for height or body
length for age (TB/U or PB/U) is less than -2 standard deviations. In 2021, there are
231 toddlers who experience stunting at the Tigo Baleh Health Center. This study
aims to determine the risk factors for stunting in the working area of Tigo Baleh
Public Health Center, Bukittinggi City in 2022. This study is a quantitative study
using observational analytical methods with a cross sectional. The population in this
study were mothers who had toddlers, totaling 1941 toddlers with a sample of 95
toddlers. This research was conducted in the Tigo Baleh Health Center Working
Area in 2022. The sampling technique used was purposive sampling. The research
instrument used was a questionnaire. The data analysis used was univariate and
bivariate analysis with chi- square test. The results in this study showed that
exclusive breastfeeding (p = 0.027), birth weight (p = 0.04), history of maternal
anemia during pregnancy (p = 0.102), mother's education (p = 0.509), mother's
knowledge (p = 0.021), maternal parenting (p = 0.346) and family income (p =
0.553). The conclusion in this study is that there is a relationship between exclusive
breastfeeding, birth weight and mother's knowledge with the incidence of stunting in
toddlers. There is no relationship between maternal history of anemia during
pregnancy, maternal education, maternal parenting and family income with the
incidence of stunting in children under five. Suggestions in this study are expected
that health workers can improve in counseling about stunting, as well as training
Posyandu cadres for toddlers so that they can disseminate information about risk
factors for stunting.

Keywords : Risk Factors, Stunting, Toddlers


Reference : 45 (2012-2022)
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita

Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat

kelulusan Program Studi S-1 Kesehatan Masyarakat di Institut Kesehatan Prima

Nusantara Bukittinggi. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terimakasih terutama kepada Yth. Ibu Dr. Zulvi

Wiyanti, S.Si.T, M.Kes selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan

masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Seterusnya penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Hj. Evi Susanti, S.ST, M.Biomed selaku Rektor Institut Kesehatan

Prima Nusantara Bukittinggi.

2. Ibu Ayu Nurdian, S.ST, M.Keb selaku Wakil Rektor I Institut Kesehatan

Prima Nusantara Bukittinggi.

3. Bapak Yuhendri Putra, S.Si, M.Biomed selaku Wakil Rektor II Institut

Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.

4. Bapak Dr. Junios, S.Si, M.Si selaku Ketua LPPM Institut Kesehatan Prima

Nusantara Bukittinggi.

i
5. Ibu Ns. Elfira Husna, S.Kep, M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan

Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.

6. Ibu Mellia Fransiska, SKM, M.Kes selaku Ketua Program Studi S1

Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.

7. Ibu Tika Ramadanti, SKM, M.KM selaku Dosen Koordinator Skripsi

Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Prima Nusantara

Bukittinggi

8. Ibu Dr. Zulvi Wiyanti, S.Si.T, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

9. Ibu Cici Apriza Yanti, SKM, M.H.Sc selaku penguji I

10. Ibu Rita Gusmiati, SKM, M.Kes selaku penguji II

11. Bapak/Ibuk dosen serta seluruh staff Program Studi S1 Kesehatan

Masyarakat Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi yang telah

memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya selama kegiatan

perkuliahan

12. Keluarga besar Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi

13. Kepada para responden penelitian yang bersedia berpartisipasi pada

penelitian ini.

14. Orang tua tercinta, kakak adik beserta keluarga yang telah memberikan

dukungan doa, materi dan perhatian yang tidak terhingga.

15. Rekan-rekan seperjuangan program studi S1 Kesehatan Masyarakat Institut

Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi yang selalu mendukung dan saling

membantu dalam segala suka dan duka menjalani pendidikan ini.

ii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis

harapkan demi perbaikan skripsi ini dimasa yang akan datang. Mudah-mudahan

skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan juga bagi tenaga kesehatan.

Bukittinggi, Oktober 2022

(Kurnia Dewi)

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN ORISINALITAS
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PERNYATAAN PENGESAHAN
RIWAYAT HIDUP
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

DAFTAR TABEL................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................ix

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................x

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN.....................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................7
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................7
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................9
E. Ruang Lingkup Penelitian..........................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................12

A. Konsep Stunting.........................................................................................12
1. Defenisi Stunting.................................................................................12
2. Epidemiologi Stunting.........................................................................13
3. Ciri-Ciri Anak Stunting.......................................................................13
4. Etiologi Atau Penyebab Terjadinya Stunting......................................14
iv
5. Penilaian Status Gizi...........................................................................16
6. Patofisiologi Stunting..........................................................................17
7. Dampak Stunting Pada Anak..............................................................19
8. Pencegahan Dan Penanggulangan Stunting........................................19
B. Konsep Balita.............................................................................................21
1. Defenisi Balita.....................................................................................21
2. Karakteristik Balita..............................................................................22
3. Tumbuh Kembang Balita....................................................................22
C. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita.............................................24
1. ASI Ekslusif........................................................................................24
2. Berat Badan Lahir...............................................................................25
3. Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil........................................................26
4. Pendidikan Ibu.....................................................................................28
5. Pengetahuan Ibu..................................................................................30
6. Pola Asuh Ibu......................................................................................36
7. Pendapatan Keluarga...........................................................................39
8. Malnutrisi............................................................................................41
D. Kerangka Teori...........................................................................................43
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL.............................................................44

A. Kerangka Konsep.......................................................................................44
B. Defenisi Operasional..................................................................................45
C. Hipotesis.....................................................................................................47
BAB IV METODE PENELITIAN......................................................................49

A. Desain Penelitian........................................................................................49
B. Populasi Dan Sampel.................................................................................49
C. Tempat Dan Waktu Penelitian...................................................................51
D. Etika Penelitian..........................................................................................52
E. Alat Pengumpulan Data.............................................................................53
F. Prosedur Pengambilan Data.......................................................................53
G. Pengolahan Data Dan Analisis Data..........................................................54
v

BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................57


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian..........................................................57
B. Hasil Penelitian..........................................................................................58
C. Analisis Univariat.......................................................................................59
D. Analisis Bivariat.........................................................................................63
BAB VI PEMBAHASAN.....................................................................................71

A. Analisis Univariat.......................................................................................71
B. Analisis Bivariat.........................................................................................81
C. Keterbatasan Penelitian..............................................................................91
BAB VII PENUTUP.............................................................................................93

A. Kesimpulan.................................................................................................93
B. Saran...........................................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategori Dan Batas Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan
Indeks PB/U Atau TB/U................................................................... 17
Tabel 3.1 Defenisi Operasional........................................................................ 45
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota
Bukittinggi Tahun 2022.................................................................... 58
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan Ibu Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh
59
Kota Bukittinggi Tahun 2022...........................................................
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022......................
59
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022......................
60
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022............
60
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022............
61
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi ASI Ekslusif Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022......................
61
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022............
62
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022............
62
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Pola Asuh Ibu Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022.....................
63
Tabel 5.11 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun
2022.................................................................................................. 64
Tabel 5.12 Hubungan Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil dengan Kejadian
Stunting pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh
65
Kota Bukittinggi Tahun 2022...........................................................
Tabel 5.13 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Stunting pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi
Tahun 2022....................................................................................... 66

vii
Tabel 5.14 Hubungan ASI Ekslusif dengan Kejadian Stunting pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun
67
2022..................................................................................................
Tabel 5.15 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi
Tahun 2022....................................................................................... 68
Tabel 5.16 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun
69
2022..................................................................................................
Tabel 5.17 Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun
2022.................................................................................................. 70

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori...................................................................................43


Gambar 3.1 Kerangka Konsep...............................................................................44

ix
DAFTAR

Lampiran 1 Tabel Gant Chart


Lampiran 2 Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Responden (Informed Consent)
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Surat izin penelitian dari LPPM
Lampiran 6 Surat Izin penelitian dari Kesbangpol
Lampiran 7 Surat izin penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi
Lampiran 8 Output analisis data (SPSS)
Lampiran 9 Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Lampiran 10 Format Bimbingan Skripsi

x
DAFTAR

ANC : Ante Natal Care


ASI : Air Susu Ibu
BB : Berat Badan
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
HPK : Hari Pertama Kehidupan
IMD : Inisiasi Menyusu Dini
KB : Keluarga Berencana
KIA : Kesehatan Ibu dan Anak
KMS : Kartu Menuju Sehat
MP-ASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu
OR : Odd Ratio
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini
PB/U : Panjang Badan Menurut Umur
PMT : Pemberian Makanan Tambahan
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
SD : Standar Deviasi
SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
SSGI : Studi Status Gizi Indonesia
SPSS : Statistical Product and Service Solutions
TB/U : Tinggi Badan Menurut Umur
UMR : Upah Minimum Regional
UNICEF : United Nations Children’s Emergency Fund
WHO : World Health Organization

xi
BAB
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus, karena berdampak

jangka pendek maupun jangka panjang yang berkaitan dengan sektor kesehatan,

pembangunan dan ekonomi. Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh

masalah stunting pada balita dalam jangka pendek adalah terganggunya

perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan

metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang

dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar,

menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk

munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung, pembuluh darah,

kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak

kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi.(1)

Berdasarkan data analisis yang diterbitkan oleh UNICEF, World Health

Organization (WHO) dan World Bank Group, stunting diperkirakan

mempengaruhi 21,3% atau 144 juta anak di bawah 5 tahun secara global pada

tahun 2019. Dimana sebanyak 0,6 juta ditemukan di Amerika Utara, 0,6 juta di

Oseania, 57,5 juta di Afrika, 4,7 juta di Amerika Latin dan Karibia serta kasus

terbesar ditemukan di Asia yaitu sebanyak 78,2 juta. Sedangkan di kawasan

Asia, Asia Tenggara menjadi peringkat tertinggi kedua kasus stunting yaitu 13,9

juta dibawah Asia Selatan yang mencapai 55,9 juta kasus.(2)

1
2

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, yang dilakukan oleh Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) menunjukkan angka yang

cukup menggembirakan terkait masalah stunting. Angka stunting atau anak

tumbuh pendek turun dari 37,2% pada Riskesdas 2013 menjadi 30,8% pada

Riskesdas 2018. Prevalensi stunting menunjukkan penurunan 27,7% di tahun

2019, angka prevalensi stunting di Indonesia tahun 2020 diperkirakan turun

menjadi 26,92%. Penurunan angka stunting diprediksi sebesar 0,75%

dibandingkan dengan tahun 2019 (27,7%).(3) Berdasarkan hasil SSGI 2021,

prevalensi stunting mengalami penurunan menjadi 24,4%. Prevalensi stunting

saat ini masih berada pada angka 24,4% atau 5,33 juta balita. Prevalensi stunting

ini telah mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Kementerian

Kesehatan meluncurkan Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021

menunjukkan angka masalah gizi kronis atau stunting turun 3,3% dari data tahun

2019.(4) Dari data tersebut angka stunting di Indonesia mengalami penurunan, hal

ini masih belum memenuhi standar World Health Organization (WHO), WHO

memiliki batas maksimal toleransi stunting yaitu 20% dengan arti bahwa satu per

lima dari keseluruhan jumlah anak balita yang mengalami proses tumbuh.(4)

Prevalensi balita stunting di Sumatera Barat tahun 2018 sebesar 22,6%.

Provinsi Sumatera Barat merupakan provinsi di Indonesia yang berada pada

urutan ke-19 dengan prevalensi stunting sebesar 27,47% pada tahun 2019.

Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021, angka

prevalensi stunting di Sumatera Barat lebih rendah jika dibandingkan dengan

tingkat nasional, yakni 23,3%.(5)


3

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kota

Bukittinggi terdapat 7 Puskesmas di Kota Bukittinggi tahun 2021. Jumlah

penderita stunting di Puskesmas Rasimah Ahmad tahun 2021 yaitu sangat

pendek sebanyak 19 balita dan pendek sebanyak 57 balita. Puskesmas Guguk

Panjang yaitu sangat pendek sebanyak 26 balita dan pendek sebanyak 71 balita.

Puskesmas Mandiangin yaitu sangat pendek sebanyak 14 balita dan pendek

sebanyak 55 balita. Puskesmas Nilam Sari yaitu sangat pendek sebanyak 20

balita dan pendek sebanyak 73 balita. Puskesmas Gulai Bancah yaitu sangat

pendek sebanyak 13 balita dan pendek sebanyak 22 balita. Puskesmas Plus

Mandiangin yaitu sangat pendek sebanyak 13 balita dan pendek 42 balita.

Puskesmas Tigo Baleh yaitu sangat pendek sebanyak 63 balita dan pendek

sebanyak 136 balita. Berdasarkan data tersebut prevalensi stunting tertinggi

berada di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi.

Berdasarkan hasil survey awal di Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

tahun 2021 di wilayah kerjanya yang terdapat 8 kelurahan yaitu Kelurahan

Belakang Balok, Kelurahan Sapiran, Kelurahan Birugo, Kelurahan Aur Kuning,

Kelurahan Pakan Labuah, Kelurahan Kubu Tanjung, Kelurahan Ladang Cakiah

dan Kelurahan Parit Antang. Berdasarkan data stunting di Puskesmas Tigo Baleh

dari 8 kelurahan didapatkan jumlah balita stunting sebanyak 231 balita.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan di Puskesmas Tigo Baleh terdapat

balita sebanyak 1941 balita.

Pemerintah mengupayakan untuk menurunkan prevalensi stunting dengan

menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan

program 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang dimulai sejak tahun 2012.
4

Program-program penanggulangan stunting yang telah dilakukan yaitu intervensi

gizi spesifik (70%) dan intervensi sensitif (30%).(6) Intervensi gizi spesifik

adalah upaya-upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung

melalui program pembangunan sektor kesehatan. Kegiatan yang dilakukan

berupa imunisasi dasar lengkap pada bayi dan balita, pemberian makanan

tambahan ibu hamil dan balita, monitoring pertumbuhan balita di Posyandu.

Sasaran penerima program dan kegiatan adalah kelompok 1.000 hari pertama

kehidupan (HPK) baik pada ibu hamil dan ibu menyusui. Sedangkan intervensi

gizi sensitif adalah upaya- upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan

secara tidak langsung melalui program pembangunan non kesehatan seperti

penyediaan air bersih, penyediaan bahan pangan, keluarga berencana,

penanggulangan kemiskinan, dan kesetaraan gender dengan sasaran masyarakat

umum.(6)(7)

Selama penurunan masalah stunting terdapat kendala yang dihadapi, yaitu

belum maksimalnya surveilans gizi sehingga data yang didapatkan belum

optimal, penurunan masalah stunting 70% berhubungan dengan lintas sektor

sehingga dalam upaya ini memerlukan kerjasama dan pengetahuan tentang gizi

masih rendah dan sanitasi lingkungan serta air bersih kurang memadai.(7)

Penelitian ini dilakukan karena stunting menjadi suatu permasalahan yang

memiliki risiko akan terjadinya kesakitan dan kematian, kemudian mengalami

perkembangan otak yang kurang optimal akan dapat mengakibatkan terjadinya

suatu keterlambat serta terhambatnya pertumbuhan mental. Hal ini dapat

membuktikan bahwa masalah stunting pada balita merupakan suatu

permasalahan bagi kesehatan masyarakat yang memiliki dampak begitu serius

terhadap generasi selanjutnya.(8)


5

Banyak faktor yang dapat menyebabkan tingginya angka stunting pada

balita. Faktor risiko kejadian stunting diantaranya ASI ekslusif, berat badan

lahir, riwayat anemia ibu saat hamil, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pola asuh

ibu dan pendapatan keluarga. Pemberian ASI Eksklusif juga berhubungan

dengan kejadian stunting pada balita. Menurut Ni’mah dan Nadhiroh (2015),

ASI eksklusif merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian

stunting pada balita. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2017) di

Puskesmas Limapuluh Pekanbaru mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada

balita. Anak yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif memiliki resiko 3,7 kali

lebih besar dibandingan dengan anak yang mendapatkan ASI eksklusif.

Penelitian yang dilakukan Nurjanah (2018) ASI eksklusif berhubungan dengan

stunting dengan 0,001.(9)

Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi keadaan kesehatan dan

perkembangan janin. Gangguan pertumbuhan dalam kandungan dapat

menyebabkan berat lahir rendah. Berat lahir rendah ini dapat meningkatkan

resiko terjadinya stunting pada balita. Penelitian Nurjanah (2018) di Madiun

dengan hasil uji statistik p value sebesar 0,002, bahwa terdapat hubungan antara

BBLR dengan kejadian stunting pada balita. Penelitian lain yang dilakukan oleh

Murtini dan Jamaluddin (2018) juga menemukan bahwa terdapat hubungan

antara BBLR dengan kejadian stunting pada balita dengan p value sebesar 0,008.
(10)

Penelitian Pratiwi (2017) menyebutkan kadar Hemoglobin ibu hamil

berhubungan dengan panjang bayi yang nantinya akan dilahirkan, semakin tinggi

kadar Hemoglobin semakin panjang ukuran bayi yang akan dilahirkan. Kadar
6

hemoglobin yang rendah akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan

janin didalam rahim sehingga bayi akan lahir dengan berat badan lahir rendah

(BBLR) yang akan berdampak pada status gizi balita.(11)

Berdasarkan penelitian Nurmalasari dkk 2020 mengatakan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan stunting dengan

nilai p-value sebesar 0,000 dan risiko sebesar 3,3 kali. Sutarto dkk (2020) dalam

penelitiannya mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

kejadian stunting dengan pendidikan ibu dengan nilai p-value sebesar 0,018.(12)

Aini dkk (2018) dalam penelitiannya mengatakan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara kejadian stunting dengan pengetahuan ibu yang kurang

dengan nilai p-value sebesar 0,001 dengan risiko sebesar 4,72 kali. Berdasarkan

penelitian Wulandari dkk (2016) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara kejadian stunting dengan pengetahuan ibu dengan risiko

sebesar 1,64 kali.(13)

Hasil penelitian Kullu, dkk. (2018) menunjukkan ada hubungan antara pola

asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Desa Wawatu

Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmayana (2014) yang

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh ibu

berupa praktik pemberian makan, praktik kebersihan diri dan lingkungan serta

pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan kejadian stunting pada balita usia 24-

59 bulan.(14)

Kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan baik dalam

jumlah maupun mutu gizinya sangat berpengaruh bagi status gizi anak.
7

Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kejadian

stunting pada balita. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Fikrina dan

Rokhanawati (2017), terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan

keluarga dengan kejadian stunting pada balita. Keluarga dengan pendapatan

terbatas kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya

terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuh anak. Hasil dari

Riskesdas 2013 menunjukan bahwa kejadian stunting balita banyak dipengaruhi

oleh pendapatan dan pendidikan orangtua yang rendah. Keluarga dengan

pendapatan yang tinggi akan lebih mudah memperoleh akses pendidikan dan

kesehatan sehingga status gizi anak dapat lebih baik.(15)

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah

Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dapat dibuat rumusan

permasalahan penelitian ini yaitu Apa Saja Faktor Risiko Kejadian Stunting

Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun

2022?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor Risiko

Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh

Kota Bukittinggi Tahun 2022.


8

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian stunting pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022.

b. Diketahuinya distribusi frekuensi ASI ekslusif pada balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022.

c. Diketahuinya distribusi frekuensi berat badan lahir pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022.

d. Diketahuinya distribusi frekuensi riwayat anemia ibu saat hamil pada

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun

2022.

e. Diketahuinya distribusi frekuensi pendidikan ibu pada balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022.

f. Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022.

g. Diketahuinya distribusi frekuensi pola asuh ibu pada balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022.

h. Diketahuinya distribusi frekuensi pendapatan keluarga pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022.

i. Diketahuinya hubungan faktor risiko riwayat ASI ekslusif dengan

kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh

Kota Bukittinggi tahun 2022.

j. Diketahuinya hubungan faktor risiko berat badan lahir dengan kejadian

stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022.


9

k. Diketahuinya hubungan faktor risiko riwayat anemia ibu saat hamil

dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022.

l. Diketahuinya hubungan faktor risiko pendidikan ibu dengan kejadian

stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022.

m. Diketahuinya hubungan faktor risiko pengetahuan ibu dengan kejadian

stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022.

n. Diketahuinya hubungan faktor risiko pola asuh ibu dengan kejadian

stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022.

o. Diketahuinya hubungan faktor risiko pendapatan keluarga dengan

kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh

Kota Bukittinggi tahun 2022.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Peneliti

Bagi peneliti dapat melakukan penelitian dan menambah wawasan,

pengetahuan, keterampilan serta pengalaman dalam menganalisa

masalah kejadian stunting sehingga ilmunya dapat diaplikasikan untuk

masyarakat maupun diri sendiri.


1

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan

referensi terutama mengenai stunting pada balita dan memberikan

informasi lebih lanjut tentang faktor risiko kejadian stunting pada

balita.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Puskesmas

Sebagai tambahan informasi atau masukan bagi petugas kesehatan

dalam pelaksanaan program gizi balita dan pencegahan serta

penanggulangan kejadian stunting.

b. Bagi Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan ilmiah yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu

pengetahuan. Dan menambah bahan bacaan bagi para pengunjung

perpustakaan Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini membahas tentang “Faktor Risiko

Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi Tahun 2022”. Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode

kuantitatif dengan desain cross sectional, variabel yang digunakan adalah

variabel independen meliputi (ASI ekslusif, berat badan lahir, riwayat anemia

ibu saat hamil, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pola asuh ibu dan pendapatan

keluarga) sedangkan variabel dependen meliputi (kejadian stunting pada balita).

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang berjumlah

1941 balita dengan sampel 95 balita. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja

Puskesmas
1

Tigo Baleh tahun 2022. Teknik pengambilan sampelnya mengunakan Purposive

Sampling. Data yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan

kuesioner. Analisis data penelitian yang digunakan adalah analisis univariat dan

bivariat dengan uji chi-square Test dan derajat kemaknaan yang digunakan

sebesar 95 %.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Stunting

1. Defenisi Stunting

Menurut Nailis (2017), stunting didefinisikan sebagai status gizi yang

didasarkan pada indek PB/U atau TB/U dimana dalam standar antopometri

penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang

batas (Z score) <-2 SD sampai -3 SD (pendek/stunted) dan <-3SD (sangat

pendek/severely stunted). Balita stunting di masa yang akan datang akan

mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang

optimal.(16)

Menurut World Health Organization (WHO), stunting adalah keadaan

pendek menurut umur yang ditandai dengan nilai indeks tinggi badan atau

panjang badan menurut umur (TB/U atau PB/U) kurang dari -2 standar

deviasi. Stunting disebabkan kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang-

ulang selama masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).(2)

Menurut Kemenkes RI (2018), stunting merupakan kondisi anak yang

memiliki panjang atau tinggi badan kurang apabila dibandingkan dengan

umur anak tersebut. anak stunting merupakan anak yang mengalami

masalah gizi kurang yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu keadaan

ekonomi, gizi ibu sebelum atau sesudah menikah dan saat hamil, asupan gizi

kurang dan terinfeksi penyakit.(17)

12
1

2. Epidemiologi Stunting

Menurut data UNICEF tahun 2017, terdapat 151 juta (22%) balita

mengalami stunting. Sebagian besar balita di dunia yang mengalami

stunting berasal dari Benua Afrika dan Asia. Berdasarkan data World Health

Organization (WHO) tahun 2016, di wilayah Asia Tenggara prevalensi

balita stunting mencapai 33,8%. Indonesia termasuk ke dalam Negara

nomor ke-3 dengan jumlah stunting terbanyak. Prevalensi stunting di

Indonesia secara nasional tahun 2013 adalah 37,2% (terdiri dari 18,0%

sangat pendek dan 19,2% pendek), terjadi peningkatan dibandingkan tahun

2010 (35,6%) dan

2007 (36,8%).

Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di

Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016

menjadi 27,5%. Namun, prevalensi balita pendek kembali mengalami

peningkatan menjadi 29,6% pada tahun 2017.

3. Ciri-Ciri Anak Stunting

Menurut Sandjojo (2017), dalam buku saku desa dalam penanganan

stunting, cici-ciri anak yang mengalami stunting yaitu(18) :

a. Tanda pubertas terlambat

b. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan

eye contact

c. Pertumbuhan terhambat

d. Wajah tampak lebih muda dari usianya

e. Pertumbuhan gigi terlambat

f. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar


1

4. Etiologi atau Penyebab Terjadinya Stunting

Menurut Bloem (2013) penyebab terjadinya stunting adalah malnutrisi

yang menyangkut berbagai aspek yaitu asupan gizi tidak adekuat, kesulitan

akses terhadap pangan yang sehat, kurangnya perhatian dan fasilitas

kesehatan bagi ibu dan anak, kurangnya pengetahuan, sampai pada aspek

sosial, ekonomi dan politik sebagai aspek-aspek mendasar. Selain itu

kegagalan pertumbuhan disebabkan oleh tidak memadainya asupan dari

salah satu atau lebih zat gizi termasuk energi, protein atau makronutrien

seperti besi (Fe), seng (Zn), fosfor (P), vitamin D, vitamin A, vitamin C.

Kekurangan zat gizi makro (E, P) dan gizi mikro (Fe, Zn) terutama pada

masa pertumbuhan akan mengganggu proses pertumbuhan seorang anak

yang berdampak pada stunting.(19)

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya

disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak

balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi

prevalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama

Kehidupan (HPK) dari anak balita. Menurut Sutarto (2018), beberapa yang

menjadi penyebab stunting sebagai berikut :

a. Praktek pengasuhan yang kurang baik

Hal ini termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan

gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan.

Beberapa fakta menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak

mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia

0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
1

ASI). MP-ASI diberikan atau mulai diperkenalkan ketika balita berusia

diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru

pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi,

serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem

imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.

b. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante

Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan)

Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas

Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia

menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin

menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum

mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah

2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang

memadai serta masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini

yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di

layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).

c. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi

Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih

tergolong mahal. Menurut beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI

2012, SUSENAS), komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal

dibanding dengan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di

Indonesia lebih mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke

makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada 1

dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.


1

5. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan

cara penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan

dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh

dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk

melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Keseimbangan ini

terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti

lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Beberapa indeks antropometri

yang sering digunakan adalah BB/U, TB/U, dan BB/TB yang dinyatakan

dengan standar deviasi unit z (z- score).(20)

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter antara lain: umur, berat badan, tinggi badan,

lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal

lemak dibawah kulit. Parameter antropometri merupakan dasar dari

penilaian status gizi.(20)

Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah diketahui usianya dan

diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan

hasilnya berada di bawah normal. Secara fisik balita stunting akan lebih

pendek dibandingkan balita seumurnya. Perhitungan ini menggunakan

standar z-score dari WHO.(20)


1

Tabel 2.1 Kategori Dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan
Indeks PB/U Atau TB/U

Indeks Kategori status Ambang batas (Z-Score)


gizi
Panjang badan menurut Sangat pendek <-3SD
umur (PB/U) atau tinggi Pendek -3 sampai dengan < -2
badan menurut umur SD
(TB/U) anak 0-60 bulan Normal -2 sampai dengan 2 SD
Tinggi >2 SD

Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri

dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise)

yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. Pengukuran antropometri (berat badan,

tinggi badan dan lingkar lengan) sebenarnya sangat mudah dilakukan namun

juga sekaligus rawan terhadap bias dan error data. Untuk menghindari bias

dan error data maka hal yang perlu diperhatikan adalah kualitas alat yang

digunakan dan ketelitian pewawancara dalam melakukan pengukuran.(20)

6. Patofisiologi Stunting

Stunting terjadi mulai dari pra-konsepsi ketika seorang remaja menjadi

ibu yang kurang gizi dan anemia. Menjadi parah ketika hamil dengan

asupan gizi yang tidak mencukupi kebutuhan, ditambah lagi ketika ibu

hidup di lingkungan dengan sanitasi kurang memadai. Dilihat dari asupan

makanan, ibu hamil pada umumnya defisit energi dan protein. Kondisi-

kondisi di atas disertai dengan ibu hamil yang pada umumnya juga pendek

(< 150 cm) yang proporsinya 31,3%, berdampak pada bayi yang dilahirkan

mengalami kurang gizi, dengan berat badan lahir rendah < 2.500 gram dan

juga panjang badan yang kurang dari 48 cm.(21)


1

Setelah bayi lahir dengan kondisi tersebut, dilanjutkan dengan kondisi

rendahnya Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yang memicu rendahnya menyusui

eksklusif sampai dengan 6 bulan dan tidak memadainya pemberian makanan

pendamping ASI (MP-ASI). Dari uraian di atas, tidak heran jika angka

stunting di Indonesia tidak berubah dan cenderung meningkat. Terjadi gagal

tumbuh (growth faltering) mulai bayi berusia 2 bulan, dampak dari calon

ibu hamil (remaja putri) yang sudah bermasalah, dilanjutkan dengan ibu

hamil yang juga bermasalah. Hal ini sangat terkait oleh banyak faktor,

utamanya secara kronis karena asupan gizi yang tidak memadai dan

kemungkinan rentan terhadap infeksi sehingga sering sakit.(21)

Dampak kekurangan gizi pada anak usia dini akan terus berlangsung

dalam setiap siklus kehidupan manusia. Wanita usia subur (WUS) dan ibu

hamil dengan kekurangan energi kronis (KEK) akan melahirkan bayi

dengan berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR ini akan terus berlanjut

menjadi balita gizi kurang (stunting) dan menjadi anak usia sekolah dengan

berbagai konsekuensi. Kelompok ini akan menjadi generasi yang kehilangan

masa emas tubuh kembangnya dari tanpa penanggulangan yang menandai

kelompok ini dikawatirkan lost generation. Kekurangan gizi pada hidup

manusia perlu diwaspadai dengan seksama, selain dampak terhadap tumbuh

kembang anak kejadian ini biasanya tidak berdiri sendiri tetapi diikuti

masalah defisiensi zat gizi mikro.(21)


1

7. Dampak Stunting Pada Anak

Menurut WHO (2018), dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi

menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang, antara lain :

a. Dampak Jangka Pendek

1) Terjadi peningkatan kesakitan dan kematian

2) Perkembangan (kognitif, motorik dan verbal) pada anak tidak optimal

3) Gangguan pertumbuhan fisik

4) Peningkatan biaya kesehatan

b. Dampak Jangka Panjang

1) Anak akan mengalami postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa

(lebih pendek di banding pada umurnya)

2) Meningkatkan resiko penyakit

3) Menurunya kesehatan reproduksi

4) Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat anak sekolah

5) Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal ketika dewasa.

8. Pencegahan Dan Penanggulangan Stunting

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016

tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan

Pendekatan Keluarga, hal yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi

stunting di antaranya sebagai berikut(22) :

a. Remaja dan dewasa muda yaitu dapat meningkatkan penyuluhan

kesehatan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai

pentingnya pemenuhan nutrisi atau pola gizi seimbang saat remaja,

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan bahaya merokok atau
2

mengkonsumsi narkoba.

b. Ibu Hamil Dan Bersalin

1) Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan

2) Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu

3) Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan

4) Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori,

protein, dan mikronutrien (TKPM)

5) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular)

6) Pemberantasan kecacingan

7) Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam

Buku KIA

8) Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI

eksklusif serta penyuluhan dan pelayanan KB

c. Pada Balita

1) Pemantauan pertumbuhan balita

2) Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

untuk balita

3) Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak

4) Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

d. Usia Anak Sekolah

1) Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

2) Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS

3) Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS)

4) Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba


2

B. Konsep Balita

1. Defenisi Balita

Anak di bawah umur atau sering disebut balita adalah anak yang

berusia diatas satu tahun atau di bawah lima tahun atau dengan perhitungan

bulan 12- 59 bulan. Balita di definisikan sebagai anak dengan usia di bawah

lima tahun dimana pertumbuhan tubuh dan otak sangat pesat dalam

pencapaian keoptimalan fungsinya. Masa balita sering disebut sebagai

golden age karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan

mempengaruhi dan menentukan perkembangan kemampuan berbahasa,

kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia yang berjalan

sangat cepat dan merupakan dasar perkembangan berikutnya.(23)

Balita merupakan suatu individu yang memilki rentang usia tertentu.

Balita dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan usia yaitu usia bayi (0-2

tahun), golongan balita (2-3 tahun) dan usia pra sekolah (> 3-5 tahun).

WHO menggolongkan usia balita dari 0-60 bulan dan pendapat lain

mengatakan bahwa balita berada di usia 1-5 tahun.(23)

Usia balita (1–5 tahun) merupakan usia dalam siklus daur kehidupan

yang mana terjadi pertumbuhan yang tidak begitu pesat jika dibandingkan

dengan masa bayi. Elizabeth B. Hurlock dalam Adriani dan Wirjatman

(2016) mengatakan siklus hidup pada masa balita merupakan periode emas

dalam proses perkembangan anak yang akan menjadi modal bagi fase

kehidupan selanjutnya. Balita memiliki kebutuhan gizi yang harus dipenuhi,

sebab gangguan gizi yang dialami pada fase ini akan mempengaruhi kualitas

kehidupan selanjutnya. Oleh sebab itu, asupan makanan yang berkualitas

gizi
2

tinggi sangat diperlukan terutama yang mengandung energi, protein

(khususnya protein hewani), vitamin (Vitamin B kompleks, Vitamin C dan

Vitamin A) serta mineral (Ca, yodium, fosfor, Fe dan Zn). Orang tua dan

keluarga sangat berperan dalam pemenuhan asupan gizi yang tepat dan

berkualitas bagi anak balita.(23)

2. Karakteristik Balita

Balita mempunyai karakteristik yang digolongkan menjadi 2 yaitu anak

usia 1-3 tahun yang disebut balita dan usia persekolahan, toodller adalah

anak berusia 12-36 bulan dimana masa ini yang paling penting untuk

pertumbuhan intelektual dan perkembangan kepandaian anak. Anak usia di

bawah lima tahun khususnya pada usia 1-3 tahun merupakan masa

pertumbuhan fisik yang cepat, sehingga memerlukan kebutuhan gizi yang

paling banyak dibandingkan masa-masa berikutnya. Anak akan mudah

mengalami gizi kurang di usia ini apabila kebutuhan nutrisi tidak di tangani

dengan baik.(23)

3. Tumbuh Kembang Balita

Masa pertumbuhan pada balita membutuhkan zat gizi yang cukup,

karena pada masa itu semua organ tubuh yang penting sedang mengalami

pertumbuhan dan perkembangan. Balita merupakan kelompok masyarakat

yang rentan gizi. Pada kelompok tersebut mengalami siklus pertumbuhan

dan perkembangan yang membutuhkan zat-zat gizi yang lebih besar dari

kelompok umur yang lain sehingga balita paling mudah menderita kelainan

gizi.(23)
2

Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun

prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni :

a. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah

(sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung

kaki, anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan

belajar menggunakan kakinya.

b. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya

adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan

untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan

jemarinya.

c. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi

keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari

dan lain-lain.

Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif. Pada

konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta jaringan

intraseluler pada tubuh anak. Dengan kata lain, berlangsung proses

multiplikasi organ tubuh anak, disertai penambahan ukuran-ukuran

tubuhnya. Hal ini ditandai oleh :

a. Meningkatnya berat badan dan tinggi badan

b. Bertambahnya ukuran lingkar kepala

c. Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham

d. Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot

e. Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya, seperti rambut, kuku, dan

sebagainya.
2

C. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita

1. ASI Ekslusif

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif adalah ASI yang

diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa diberikan

makanan dan minuman yang lainnya. UNICEF dan WHO

merekomendasikan pemberian ASI ekslusif sampai bayi berumur 6 bulan.

ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung

protein untuk daya tahan tubuh dan bermanfaat untuk mematikan kuman

dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi

risiko kematian pada bayi. ASI juga mengandung kalsium yang lebih

banyak dan dapat diserap tubuh dengan baik sehingga dapat

memaksimalkan pertumbuhan terutama tinggi badan dan dapat terhindar

dari risiko stunting.(24)

ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi yang mengandung sel

darah putih, protein dan zat kekebalan yang cocok untuk bayi. ASI

membantu pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta

melindungi terhadap penyakit. ASI ekslusif memiliki kontribusi yang besar

terhadap tumbuh kembang dan daya tahan tubuh anak. Anak yang diberikan

ASI ekslusif akan tumbuh dan berkembang secara optimal karena ASI

mampu mencukupi kebutuhan gizi bayi sejak lahir sampai umur 24 bulan.

ASI diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan dan kelangsungan

hidup bayi.(24)
2

Menurut Ni’mah dan Nadhiroh (2015), ASI eksklusif merupakan salah

satu faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2017) di Puskesmas Limapuluh

Pekanbaru mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita. Anak

yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif memiliki resiko 3,7 kali lebih besar

dibandingan dengan anak yang mendapatkan ASI eksklusif. Penelitian yang

dilakukan Nurjanah (2018) ASI eksklusif berhubungan dengan stunting

dengan 0,001.(9)

2. Berat Badan Lahir

Berat badan lahir adalah berat badan bayi ketika lahir atau paling

lambat sampai bayi berumur 1 hari dilihat dari KMS (Kartu Menuju Sehat)

dimana bila berat badan lahir kurang dari 2500 gram berarti berat badan

lahir rendah dan bila lebih dari atau sama dengan 2500 gram berarti normal.

Berat badan lahir rendah banyak dihubungkan dengan tinggi badan yang

kurang atau stunting pada balita.(25)

BBLR dapat juga terjadi akibat kelahiran sebelum usia kehamilan yang

sempurna, yaitu 37 minggu. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah

mempunyai risiko lebih tinggi terhadap gangguan pertumbuhan, penyakit

infeksi, perkembangan yang lambat dan kematian pada saat bayi dan anak-

anak. Kondisi kesehatan status gizi ibu selama hamil dapat memengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu yang mengalami kekurangan

energi kronis atau anemia selama kehamilan akan melahirkan bayi dengan

berat badan lahir rendah.(25)


2

Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi keadaan kesehatan dan

perkembangan janin. Gangguan pertumbuhan dalam kandungan dapat

menyebabkan berat lahir rendah. Berat lahir rendah ini dapat meningkatkan

resiko terjadinya stunting pada balita. Penelitian Nurjanah (2018) di Madiun

dengan hasil uji statistik p value sebesar 0,002, bahwa terdapat hubungan

antara BBLR dengan kejadian stunting pada balita. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Murtini dan Jamaluddin (2018) juga menemukan bahwa

terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting pada balita

dengan nilai p value sebesar 0,008.(10)

3. Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) di dalam

darah lebih rendah daripada keadaan normalnya. Menurut Rahmi (2019),

anemia dalam kehamilan adalah suatu keadaan penurunan kadar hemoglobin

pada trimester I dan trimester III < 11 gr/dl dan kadar hemoglobin pada

trimester II < 10,5 gr/dl. Salah satu akibat dari anemia pada ibu hamil adalah

meningkatkan risiko bayi lahir prematur atau bayi lahir dengan berat badan

yang rendah.(11)

Hemoglobin adalah protein dalam sel darah merah yang membawa

oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan mengembalikan karbon

dioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Seorang ibu hamil disebut

mengalami anemia bila memiliki kadar Hb kurang dari 11 g/dL. Badan

Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kadar Hb ibu hamil sebaiknya dijaga

lebih dari 11 g/dL.(11)


2

Anemia terjadi karena berbagai faktor seperti adanya defisiensi zat besi,

defisiensi asam folat, vitamin B12 dan protein. Penyebab anemia secara

langsung adalah adanya produksi atau kualitas sel darah merah yang kurang

dan kehilangan darah baik secara akut atau menahun. Anemia yang sering

terjadi pada ibu hamil adalah anemia karena kekurangan zat besi (Fe),

sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi (AGB).(11)

WHO telah memberikan acuan mengenai kadar Hb normal pada ibu

hamil, sekaligus memberikan batasan kategori untuk anemia ringan dan

berat selama kehamilan:

a. Normal: Hb > 11 gr/dl

b. Anemia Ringan: Hb 8-11 gr/dl

c. Anemia Berat: Hb < 7 gr/dl

Adapun kadar Hb Normal pada ibu hamil sesuai usia kehamilan adalah:

a. Perempuan dewasa (tidak hamil): 12–15.8 gr/dl

b. Hamil trimester pertama: 11.6–13.9 gr/dl

c. Hamil trimester kedua: 9.7–14.8 gr/dl

d. Hamil trimester ketiga: 9.5–15.0 gr/dl

Penelitian Milda Hastuty, (2018) yang menyatakan bahwa dari hasil uji

statistik Chi Square diperoleh P Value 0,017 (P < 0,05), artinya terdapat

hubungan anemia ibu hamil dengan kejadian stunting pada balita di UPTD

Puskesmas Kampar tahun 2018. Penelitian Gevo T. J. Salakory, dkk (2019)

menyatakan bahwa Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil Terhadap Kejadian

Stunting di RS Marthen Indey Jayapura Tahun 2018-2019.(26)


2

4. Pendidikan Ibu

a. Defenisi Pendidikan

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan. Tingkat pendidikan orang tua sangat

mempengaruhi pertumbuhan anak balita. Tingkat pendidikan akan

mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan pangan.

Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan cenderung

memilih bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun

kuantitas. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka semakin baik juga

status gizi anaknya.(27)

Tingkat pendidikan ibu menentukan sikap dalam menghadapi

berbagai masalah. Balita-balita dari ibu yang mempunyai latar

pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh

lebih baik dibandingkan dengan tingkat pendidikan ibu yang rendah.

Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru guna

pemeliharaan kesehatan balita juga akan berbeda berdasarkan tingkat

pendidikannya. Ibu yang memiliki pendidikan rendah berisiko 5,1 kali

lebih besar memiliki balita stunting. Tingkat pendidikan merupakan

pintu akses sejauh mana seorang ibu dapat menerima informasi yang

diperoleh tentunya ada hubungannya dengan penambahan pengetahuan

dari seorang ibu.(27)


2

Pendidikan ibu yang rendah dapat mempengaruhi pola asuh dan

perawatan anak. Penyediaan bahan dan menu makan yang tepat untuk

balita dalam upaya peningkatan status gizi akan dapat terwujud bila ibu

mempunyai tingkat pengetahuan gizi baik yang dapat diperoleh dengan

pendidikan yang tinggi. Ibu dengan pendidikan rendah antara lain akan

sulit menyerap informasi gizi sehingga anak dapat berisiko mengalami

stunting.(28)

Berdasarkan penelitian Nurmalasari dkk 2020 mengatakan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan

stunting dengan p-value sebesar 0,000 dan risiko sebesar 3,3 kali.

Sutarto dkk (2020) dalam penelitiannya mengatakan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara kejadian stunting dengan pendidikan

ibu dengan p-value sebesar 0,018.(12)

b. Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan terdiri dari :

1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9

tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang

pendidikan menengah.

2) Pendidikan menengah, pendidikan menengah merupakan jenjang

pendidikan lanjutan pendidikan dasar.

3) Pendidikan tinggi, pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana,

magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh

perguruan tinggi.
3

5. Pengetahuan Ibu

a. Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah pengalaman nilai, informasi kontekstual,

pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu

lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan

pengalaman baru dengan informasi. Informasi menjadi dasar dalam

melakukan sesuatu hal karena pengetahuan akan memampukan

seseorang atau organisasi dalam pengambilan tindakan yang berbeda

atau lebih efektif dibandingkan dengan tidak memiliki pengetahuan.(29)

Pengetahuan sebagai suatu hasil dari tahu yang terjadi setelah

individu melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan yang dimaksud adalah pengamatan melalui panca indera

manusia, meskipun sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga.(29)

Aini dkk (2018) dalam penelitiannya mengatakan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara kejadian stunting dengan pengetahuan

ibu yang kurang dengan nilai p-value sebesar 0,001 dengan risiko

sebesar 4,72 kali. Berdasarkan penelitian Wulandari dkk (2016)

mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian

stunting dengan pengetahuan ibu dengan risiko sebesar 1,64 kali.(13)


3

b. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan terdiri dari enam

tingkatan, yaitu(30) :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari seperti menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan, dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham tentang pelajaran atau materi yang telah diberikan dapat

menjelaskan, menyimpulkan, dan menginterpretasikan objek atau

sesuatu yang telah dipelajarinya tersebut.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata atau sebenarnya.

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengetahuan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam

konteks atau situasi yang lain.


3

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,

seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

Penilaian- penilaian itu berdasarkan pada suatu cerita yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

c. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan dapat diukur melalui interview atau dengan

menyebarkan kuesioner yang berisikan pertanyaan mengenai informasi

suatu objek yang ingin diukur dalam suatu penelitian.(30)


3

Pengukuran ini menghasilkan tingkatan pengetahuan :

1) Tinggi

Pengetahuan tinggi di artikan bahwa seseorang mampu mengetahui,

memahami, mengaplikasikan, menganalisa, dan menghubungkan

antara satu materi dengan materi lainnya (sintesis) dan kemampuan

untuk melakukan penelitian terhadap suatu objek (evaluasi)

penelitian.

2) Rendah

Pengetahuan rendah diartikan apabila individu kurang mampu

mengetahui, memahami, mengaplikasikan, mengevaluasikan dan

menghubungkan antara suatu materi atau objek.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Seseorang

Menurut Budiman dan Riyanto (2013), faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang antara lain(31) :

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung

seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin

tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima

informasi. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung

untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari

media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin

banyak pula pengetahuan yang didapatkan tentang kesehatan.

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana


3

diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang

tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.

2) Media Massa/Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non

formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate

impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan

pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam

media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat

tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk

media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-

lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan

kepercayaan orang.

3) Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk, dengan demikian

seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak

dilakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan

tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,

sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan

seseorang.

4) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berbengaruh

terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang


3

berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya

interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai

pengetahuan oleh setiap individu.

e. Pengetahuan Yang Harus Diketahui Oleh Ibu Yang Memiliki

Balita Pengetahuan yang harus diketahui oleh ibu yang memiliki

balita adalah mengenai kesehatan dan gizi balita. Pengetahuan ibu

mengenai gizi merupakan kemampuan ibu dalam memahami segala

informasi yang berhubungan dengan bahan makanan yang

mengandung zat gizi untuk balita. Pengetahuan pemberian makan pada

anak dapat berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam pemberian

makanan pada anaknya karena proses pembentukan perilaku

merupakan evolusi dari pengetahuan yang dapat membentuk sikap dan

kemudian dapat mempengaruhi terciptanya perilaku. Pengetahuan gizi

yang baik pada ibu diharapkan mampu menyediakan makanan dengan

jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhan usia pertumbuhan

anak sehingga anak dapat tumbuh secara

optimal dan tidak mengalami masalah dalam masa pertumbuhannya.

Pengetahuan gizi ibu mempengaruhi konsumsi pangan seseorang.

Orang yang mempunyai pengetahuan gizi yang baik akan mempunyai

kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizi dalam pemilihan dan

pengolahan pangan sehingga asupan makanannya lebih terjamin dan

mampu memperhatikan gizi yang baik untuk anak dan keluarganya.

Menurut Puspitasari (2018) untuk mengatasi persoalan stunting

sangat berhubungan dengan kesadaran keluarga tentang gizi. Keluarga

yang memiliki kesadaran tentang gizi yang baik, maka status gizi
3

anaknya pun akan baik. Penelitian Ramlah (2014), menunjukkan bahwa

sebanyak 70,2% responden memiliki pengetahuan dalam kategori

kurang tentang stunting.

6. Pola Asuh Ibu

a. Defenisi Pola Asuh

Pola pengasuhan anak berupa sikap perilaku ibu atau pengasuh lain

dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat,

kebersihan, memberikan kasih sayang dan sebagainya. Semuanya

berhubungan dengan keadaan ibu terutama dalam kesehatan, status gizi,

pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan

anak yang baik, peran dalam keluarga atau dimasyarakat, sifat

pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga, masyarakat dan

sebagainya dari ibu.(32)

Pola asuh adalah pola interaksi antara balita dengan orang tua

meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-

lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang,

perlindungan, dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang

berlaku dimasyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan

lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi

orang tua dengan anak dalam pendidikan karakter anak.(32)

Hasil penelitian Kullu, dkk. (2018) menunjukkan ada hubungan

antara pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59

bulan di Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe

Selatan Tahun 2017. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
3

oleh Rahmayana (2014) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara pola asuh ibu berupa praktik pemberian makan,

praktik kebersihan diri dan lingkungan serta pemanfaatan pelayanan

kesehatan dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan.(14)

b. Aspek Kunci Pola Asuh

1) Perawatan dan perlindungan Bagi Anak

Setiap orangtua berkewajiban untuk memberikan perawatan dan

perlindungan yang aman dan nyaman bagi anak. Masa lima tahun

pertama merupakan masa yang akan menentukan pembentukan

fisik, psikis, maupun kecerdasan otak sehingga masa ini anak

mendapatkan perawatan dan perlindungan yang intensif. Bentuk

perawatan bagi anak dimulai sejak bayi lahir sampai dewasa

misalnya sejak bayi lahir yaitu memotong tali pusat, pemberian

makanan dan sebagainya.

2) Pemberian Makan

Pemberian makanan merupakan bentuk mendidik keterampilan

makan, membina kebiasaan makan, membina selera terhadap jenis

makanan, membina kemampuan memilih makanan untuk kesehatan

dan mendidik perilaku makan yang baik dan benar sesuai

kebudayaan masing-masing. Kekurangan dalam pemberian makan

akan berakibat sebagai masalah kesulitan makan atau kekurangan

nafsu makan yang pada gilirannya akan berdampak negatif pada

kesehatan dan tumbuh kembang nantinya. Makanan tambahan mulai

diberikan pada bayi setelah bayi berusia 6 bulan, ASI pun harus

tetap diberikan kepada bayi paling tidak sampai usia 24 bulan.

Makanan tambahan bagi bayi


3

ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi.

Jadi makanan tambahan bagi bayi berguna untuk menutupi

kekurangan zat gizi yang terkandung didalam ASI.

3) Pengasuhan Psiko-Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya tidak hidup sendiri-

sendiri tetapi saling membutuhkan antar sesama dalam kehidupan

sehari-hari. Pengasuhan psiko-sosial terwujud dalam pola interaksi

dengan anak dan orangtua interaksi timbal balik antara anak dan

orangtua akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan

terbuka kepada orangtuanya, sehingga komunikasi bisa dua arah dan

segala permasalahan dapat dipecahkan bersama karena adanya

kedekatan dan kepercayaan antara orangtua dan anak. Pengasuhan

psiko-sosial ini antara lain terdiri dari cinta dan kasih sayang serta

interaksi antar ibu dan anak. Salah satu hak anak adalah untuk

dicintai dan dilindungi. Anak memerlukan kasih sayang dan

perlakuan yang adil dari orangtuanya. Agar kelak menjadi anak

yang tidak sombong dan bisa memberikan kasih sayangnya pula

kepada sesamanya. Sebaliknya kasih sayang yang diberikan secara

berlebihan yang menjurus kearah memanjakan akan menghambat

bahkan mematikan perkembangan kepribadian anak. Akibatnya

anak akan menjadi manja, kurang mandiri, pemboros, sombong, dan

kurang bisa menerima kenyataan. Pengasuhan psiko-sosial ini

didasarkan pada hubungan timbal balik antara ibu dan anak.

Meningkatkan kedekatan ibu dan anak ditentukan dengan frekuensi

interaksi dan sikap selalu


3

menebarkan senyum terhadap anaknya.

4) Kebersihan Diri dan Sanitasi Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi proses

tumbuh kembang anak. Lingkungan juga berfungsi menyediakan

kebutuhan dasar bagi tumbuh kembang anak. peran orangtua dalam

membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak adalah

dengan membentuk kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang

sehat. Lingkungan rumah bersanitasi buruk, paparan sinar matahari

yang minim, sirkulasi udara yang tidak lancar, akan berdampak

buruk bagi proses tumbuh kembang anak. Apalagi jika lingkungan

sangat kaya dengan kandungan zat-zat berbahaya.

7. Pendapatan Keluarga

Tingkat ekonomi adalah tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat

dilihat dengan jelas melalui besarnya pendapatan yang diterima rumah

tangga. Data mengenai pendapatan rumah tangga dapat diperoleh dari survei

sosial ekonomi nasional menggunakan pendekatan pengeluaran rumah

tangga sebagai indikator produksi.(33)

Besarnya pendapatan yang diperoleh atau diterima rumah tangga dapat

menggambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Namun demikian, data

pendapatan yang akurat sulit diperoleh, sehingga dilakukan pendekatan

melalui pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga dapat

dibedakan menurut pengeluaran makanan dan bukan makanan, dimana

menggambarkan bagaimana penduduk mengalokasikan kebutuhan rumah

tangganya.(33)
4

Status ekonomi yang rendah dianggap memiliki dampak yang

signifikan terhadap kemungkinan anak menjadi kurus dan pendek. Status

ekonomi keluarga yang rendah akan mempengaruhi pemilihan makanan

yang dikonsumsinya sehingga biasanya menjadi kurang bervariasi sedikit

jumlahnya terutama pada bahan pangan yang berfungsi untuk pertumbuhan

anak seperti sumber Protein, Vitamin dan Mineral, sehingga meningkatkan

resiko kurang gizi.(33)

Jumlah pemasukan yang diterima setiap keluarga dalam sebulan

berdasarkan UMR yang ada di daerah tersebut merupakan pendapatan

keluaga. Pendapatan keluarga sangat berperan penting dalam pemenuhan zat

gizi keluarga. Kemampuan daya beli keluarga sesuai dengan pendapatan

yang dimiliki. Tingginya pendapatan yang didapat dalam keluarga, maka

diharapkan akan semakin banyak pula alokasi uang yang digunakan untuk

membeli kebutuhan pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.(33)

Kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan baik dalam

jumlah maupun mutu gizinya sangat berpengaruh bagi status gizi anak.

Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi

kejadian stunting pada balita. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

Fikrina dan Rokhanawati (2017), terdapat hubungan yang bermakna antara

pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada balita. Keluarga dengan

pendapatan terbatas kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan

makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuh

anak. Keluarga dengan pendapatan yang tinggi akan mudah memperoleh

akses pendidikan dan kesehatan sehingga status gizi anak dapat lebih baik.
(15)
4

8. Malnutrisi

Kekurangan asupan makanan atau zat gizi pada balita dapat

disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor ekonomi, pendidikan dan

pengetahuan, ketahanan pangan, dan sebagainya. Status ekonomi keluarga

yang tergolong lemah menyebabkan kurangnya kemampuan untuk

menyediakan makanan yang bergizi. Jika hal ini berlangsung lama, akan

terjadi malnutrisi kronis pada anak yang berakibat stunting. Protein salah

satu nutrisi yang sangat essensial dalam pertumbuhan.(34)

Klasifikasi malnutrisi berdasarkan respon jaringan atau terhambatnya

pertumbuhan dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe 1 yang terdiri dari salah

satu defisiensi zat besi, yodium, selenium, tembaga, kalsium, mangan,

tiamin, riboplavin, piridoksin, niasin, asam askorbat, retinol, tokoferol,

kalsiterol, asam folat, kobalamin dan vitamin K. Tipe 2 diakibatkan oleh

kekurangan nitrogen, sulfur, asam amino esensiil, potasium, sodium,

magnesium, seng, phospor, klorin dan air. Malnutrisi tipe 1 disebut

fungsional nutrisi, yang disebabkan asupan nutrisi yang kurang sehingga

terjadi kekurangan konsentrasi pada jaringan. sedangkan tipe 2, membentuk

jaringan dan energi untuk menjalankan fungsi tubuh. Malnutrisi tipe 2 sulit

didiagnosis karena tidak memiliki khas. Pada tipe 2, apabila jaringan akan

dibangun kembali maka seluruh komponen harus diberikan dengan 15

seimbang dan saling ketergantungan. Nutrisi seperti phospor, seng dan

magnesium sangat kecil jumlahnya di dalam makanan sehingga konsentrasi

yang tinggi diperlukan dengan cara fortifikasi pada beberapa makanan untuk

proses penyembuhan.(34)
4

Penyebab terjadinya stunting adalah malnutrisi yang menyangkut

berbagai aspek yaitu asupan gizi tidak adekuat, kesulitan akses terhadap

pangan yang sehat, kurangnya perhatian dan fasilitas kesehatan bagi ibu dan

anak, kurangnya pengetahuan, sampai pada aspek sosial, ekonomi dan

politik sebagai aspek-aspek mendasar.(34)


4

D. Kerangka Teori

Stunting

Malnutrisi Kurangnya Pengetahuan

Kurangnya
Kesulitan Akses Terhadap Pangan YangFasilitas
Sehat Kesehatan Terhadap Ibu dan Anak
Asupan Gizi Tidak Adekuat

Sosial, Ekonomi, Politik

Gambar 1.2 Kerangka Teori


Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

(Sumber : Teori Menurut UNICEF, 1990 dalam BAPPENAS, 2011; Sandy


Pratama Aksan, 2020)
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dimana peneliti akan melihat

variabel independen dan variabel dependen dengan menganalisa data masing-

masing variabel dan nanti akan menghubungkan kedua variabel dengan

menggunakan uji statistik. Dimana hubungan ini dapat dilihat dengan skema

dibawah ini :

Variabel Independen Variabel dependen

ASI Ekslusif
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tigo
Berat Badan Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022
Lahir

44
Riwayat Anemia Ibu
Saat Hamil

Pendidikan Ibu Stuntin


g

Pengetahuan Ibu

Pola Asuh Ibu

Pendapatan Keluarga
4

B. Defenisi Operasional

Tabel 3.1 Defenisi Operasional


Definisi Skala
No Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
Variabel Dependen
1. Stunting Stunting Microtoise Diukur Tinggi 1. Stunting: Ordinal
merupakan suatu Stature Meter Badan balita (Z skor <
kondisi dimana (Alat ukur dibandingkan -2SD)
terjadi gagal TB/U) dengan umur
tumbuh pada anak 2. Tidak
balita (bawah lima stunting: (Z
tahun) disebabkan skor > -2
oleh kekurangan SD)
gizi kronis
sehingga anak
terlalu pendek
untuk usianya.
Variabel Independen
2. ASI Ekslusif ASI Eksklusif Kuesioner Wawancara 1. Ekslusif Ordinal
adalah pemberian
Air Susu Ibu 2. Tidak
(ASI) tanpa Esklusif
menambahkan
atau mengganti
dengan makanan
atau minuman
lain yang
diberikan kepada
bayi sejak baru
dilahirkan
selama 6 bulan.
3. Berat Badan Berat badan bayi Kuesioner Wawancara 1. BBLR, Ordinal
Lahir saat pertama kali dan Buku KIA apabila <
penimbangan 2500 gram
setelah kelahiran
yang didapatkan 2. Normal,
dari catatan apabila
buku KIA. ≥ 2500 gram

4. Riwayat Anemia adalah Kuesioner Diukur dengan 1. Anemia, Ordinal


Anemia Ibu suatu keadaan melihat apabila
Saat Hamil dimana kadar riwayat < 11 gr/dl
hemoglobin (Hb) pemeriksaan
di dalam darah Kesehatan ibu 2. Tidak
lebih rendah dari pada buku KIA Anemia,
keadaan normal. apabila ≥
11 gr/dl
4

Definisi Skala
No Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
5. Pendidikan Ibu Pendidikan adalah Kuesioner Wawancara 1. Rendah, (Tidak Ordinal
jenjang yang Sekolah, SD,
ditempuh oleh ibu SMP)
balita (responden)
dengan 2. Tinggi,
mendapatkan ijazah (SMA/SMK,
terakhir. D3/S1)

6. Pengetahuan Pengetahuan ibu Kuesioner Membagikan 0. Rendah, Ordinal


Ibu terhadap kejadian kuesioner jika nilai
stunting yang diisi skor ≤ mean
langsung oleh (3,084)
responden
1. Tinggi, jika
nilai skor >
mean
(3,084)
7. Pola Asuh Ibu Perilaku orang tua Kuesioner Membagikan 1. Kurang, Ordinal
dalam mengasuh kuesioner jika nilai
balita mulai dari yang diisi skor ≤
praktek pemberian langsung oleh mean
makan balita, responden (72,632)
rangsangan atau peneliti
psikososial, praktek 2. Baik, jika
kebersihan/higyene, nilai skor >
sanitasi lingkungan, mean
dan pemanfaatan (72,632)
pelayanan
kesehatan.
8. Pendapatan Kondisi keuangan Kuesioner Wawancara 1. Rendah, Ordinal
Keluarga keluarga apabila
berdasarkan tingkat pendapatan ≤
penghasilan rata- UMR,
rata perbulan yang Rp 2.512.539
diperoleh keluarga.
Klasifikasi 2. Tinggi,
berdasarkan UMR apabila
Kota Bukittinggi pendapatan >
tahun 2022 yaitu UMR,
Rp 2.512.539 Rp 2.512.539
4

C. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan sementara yang akan diuji kebenarannya.

Hipotesis ini merupakan jawaban sementara berdasarkan pada teori yang belum

dibuktikan dengan data atau fakta. Pembuktian dilakukan dengan pengujian

hipotesis melalui uji statistik.(23)

Hipotesis dalam penelitan ini adalah Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada

Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022.

Faktor yang dimaksud adalah ASI ekslusif, berat badan lahir, riwayat anemia ibu

saat hamil, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pola asuh ibu dan pendapatan

keluarga.

1. Ha : Ada hubungan antara faktor risiko ASI ekslusif dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022.

2. Ha : Ada hubungan antara faktor risiko berat badan lahir dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022.

3. Ho : Tidak ada hubungan antara faktor risiko riwayat anemia ibu saat hamil

dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh

Kota Bukittinggi tahun 2022.

4. Ho : Tidak ada hubungan antara faktor risiko pendidikan ibu dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022.


4

5. Ha : Ada hubungan antara faktor risiko pengetahuan ibu dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022.

6. Ho : Tidak ada hubungan antara faktor risiko pola asuh ibu dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022.

7. Ho : Tidak ada hubungan antara faktor risiko pendapatan keluarga dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

metode analitik observasional dengan desain penelitian cross-sectional. Desain

ini berarti data yang menyangkut variabel bebas (independent) dan data variabel

terikat (dependent) diteliti secara bersamaan sehingga akan memperoleh

prevalensi atau efek suatu fenomena dengan melakukan korelasi antara variabel

independen dengan variabel dependen.

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai karateristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti dan kemudian ditarik kesimpulannya.(35) Populasi dalam penelitian

ini adalah ibu yang memiliki balita yang berjumlah 1941 balita terdapat di

Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2021.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.(35)

a. Besar Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi yang mengisi

kuesioner dari tanggal yang ditentukan.

49
5

Rumus sampel pada penelitian ini menggunakan Rumus Slovin yaitu:

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑)²

Keterangan :

n = Perkiraan besar sampel

N = Perkiraan besar populasi

d = Tingkat kesalahan yang dipilih 10% (d = 0,1)

Maka dari total populasi yaitu 1941 balita, jadi besar sampel yang

didapat sebagai berikut :

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑)2

1941
𝑛=
1 + 1941 (0,1)²

1941
𝑛=
1 + 1941 . 0,01

1941
n=
1 + 19,41

1941
𝑛=
20,41

n = 95,1 = 95

Jadi besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 95

balita.
5

b. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

nonprobability sampling. Adapun teknik nonprobability sampling yang

akan digunakan adalah purposive sampling dengan menggunakan

kuesioner.

c. Kriteria Sampel

1) Kriteria Inklusi

a) Ibu yang memiliki balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Tigo Baleh Kota Bukittinggi

b) Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh

Kota Bukittinggi

c) Ibu yang memiliki buku KIA

2) Kriteria Ekslusi

a) Ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi yang tidak berada dirumah saat penelitian

b) Ibu balita yang tidak bersedia mengisi kuesioner

c) Ibu yang memiliki balita tetapi buku KIA hilang

d) Ibu yang memiliki balita tetapi buku KIA tidak lengkap

C. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022.


5

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 12 September sampai dengan 29

September tahun 2022.

D. Etika Penelitian

Etika penelitian merujuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan oleh

masyarakat sehingga membantu peneliti menilai yang dianut masyarakat. Uji

kelayakan etik untuk penelitian dengan memenuhi aspek sebagai berikut :

1. Informent Consent

Lembaran penelitian ini diberikan kepada responden yang akan diteliti untuk

memenuhi kriteria inklusi yang disertai judul penelitian dan tujuan

penelitian, bila subyek menolak maka penelitian tidak memaksa dan tetap

menghormati hak-hak subyek.

2. Kerahasiaan (Confidentiality)

Informasi ataupun masalah-masalah lain yang telah diperoleh dari

responden disimpan dan di jamin kerahasiannya. Informasi yang diberikan

responden tidak akan disebarluaskan atau diberikan kepada orang lain tanpa

seizin yang bersangkutan.

3. Tanpa Nama (Anonymity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

responden tetapi menggunakan inisial dan nomor urut responden.

4. Manfaat (Beneficience)

Prinsip manfaat ini bertujuan agar responden terbebas dari penderitaan,

ekspoitasi dan resiko. Terbebas dari penderitaan ini penelitian tidak boleh

mengakibatkan sakit kepada responden. Bebas dari eksploitasi yaitu


5

penelitian tidak merugikan responden tidak digunakan untuk hal-hal yang

dapat merugikan responden. Bebas dari resiko yaitu penelitian harus

memberikan manfaat bagi peneliti dan responden.

5. Keadilan (Jastice)

Semua responden yang ikut dalam penelitian ini diperlukan adil dan diberi

hak yang sama sebelum, selama, dan sesudah penelitian. Penelitian tidak

membeda-bedakan responden satu dengan yang lainnya.

E. Alat Pengumpulan Data

Penggunaan berbagai alat atau teknik pengumpulan data sangat terkait

kepada permasalahan penelitian. Peneliti harus mengetahui spesifikasi data yang

diperlukan digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Dalam epidemologi,

spesifikasi data yang dikumpulkan diantaranya mengidentifikasi konsep-konsep

yang terkandung dalam tujuan penelitian epidemologi.

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena

alam maupun sosial yang diamati. Instrumen penelitian digunakan sebagai alat

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

berupa kuesioner dan Buku KIA. Kuesioner ini di isi oleh responden (orang tua

dari balita yang akan diteliti) atau peneliti. Dalam kuesioner ini terdapat

kumpulan pertanyaan yang disusun secara baik sesuai dengan variabel-variabel

dalam penelitian ini.

F. Prosedur Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh

peneliti secara langsung dari sumber datanya. Sumber data primer didapatkan
5

melalui kegiatan penyebaran kuesioner. Data yang diperlukan melalui

wawancara terhadap responden yang dikumpulkan menggunakan kuesioner

dan melihat riwayat pemeriksaan ibu balita melalui buku KIA. Berdasarkan

variabel independent yaitu ASI ekslusif, berat badan lahir, riwayat anemia

ibu saat hamil, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pola asuh ibu dan

pendapatan keluarga. Sedangkan variabel dependent yaitu kejadian stunting.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data atau data yang didapatkan dari

lembaga terkait, misalnya lewat dokumen. Sumber data sekunder digunakan

untuk mendukung informasi yang didapatkan dari sumber data primer yaitu

dari bahan pustaka, penelitian terdahulu, buku, laporan-laporan kegiatan

yang ada diperpustakaan.

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota

Bukittinggi, data kasus stunting tahun 2021 dari Puskesmas Tigo Baleh

Kota Bukittinggi dan laporan secara online situs resmi dari internet seperti

World Health Organization (WHO), Kementerian Kesehatan RI, Riset

Kesehatan Dasar (Rikesdas), Badan Pusat Statistik Provinsi.

G. Pengolahan Data Dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu rangkaian kegiatan penelitian

setelah pengumpulan data selesai. Tujuan pengolahan data untuk

memperoleh data yang berkualitas.


5

Tahap-tahap memperoleh data antara lain:

a. Editing

Editing merupakan pengecekan dan perbaikan isian formulir atau

kuesioner. Apakah semua pertanyaan terisi, isinya jelas, jawabannya

konsisten antara pertanyaan satu dengan pertanyaan lainnya.

b. Coding

Coding yaitu mengubah data dalam bentuk huruf menjadi data

berbentuk angka, dengan cara memberikan skor pada masing-masing

jawaban. Memudahkan dalam analisis data dan mempercepat

pemasukan data.

c. Entry data

Entry data adalah kegiatan memasukkan data yang telah di kumpulkan

kedalam master tabel atau data base komputer, kemudian membuat

distribusi frekuensi sederhana.

d. Processing

Processing adalah proses memasukkan data (entry) setelah semua

kuesioner terisi penuh dan benar serta telah dikode jawaban responden

pada kuesioner ke dalam aplikasi pengolahan data di komputer seperti

paket program SPSS.

e. Cleaning

Cleaning yaitu proses pengecekan kembali data-data yang telah di

masukkan untuk melihat ada tidaknya kesalahan, terutama kesesuaian

pengkodean yang di lakukan.


5

2. Teknik Analisis Data

Analisa data menurut Notoadmodjo (2012), data suatu penelitian

biasanya melalui prosedur bertahap antara lain:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat yaitu menganalisa distribusi frekuensi dan presentase

dari variabel dependent dan independent. Variabel dependen yaitu

kejadian stunting dan variabel independen meliputi ASI ekslusif, berat

badan lahir, riwayat anemia ibu saat hamil, pendidikan ibu,

pengetahuan ibu, pola asuh ibu dan pendapatan keluarga.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga ada hubungan atau berkorelasi. Dilakukan uji chisquare

dengan derajat kepercayaan Cl 95% atau α 0,05 maka diharapkan nilai

p≤α (0,05) berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel

independen dengan variabel dependen dan apabila p > α ( 0,05)

diartikan tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Hasil analisa dinyatakan

bermakna apabila ρ value 0,05.

1) Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel

dependen dan independen jika ρ value ≤ 0,05.

2) Tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel

dependen dan independen jika ρ value > 0,05.


BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Keadaan Geografis

UPTD Puskesmas Tigo Baleh terletak di Kecamatan Aur Birugo Tigo

Baleh yang merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di wilayah Kota

Bukittinggi. Adapun wilayah cakupan kerja UPTD ini meliputi 8 kelurahan

dengan luas wilayah 6,252 km² yang terdiri atas :

a. Kelurahan Belakang Balok dengan luas 0,504 km²

b. Kelurahan Birugo dengan luas 0,94 km²

c. Kelurahan Sapiran dengan luas 0,257 km²

d. Kelurahan Aur Kuning dengan luas 0,9 km²

e. Kelurahan Pakan Labuah dengan luas 1,18 km²

f. Kelurahan Parit Antang dengan luas 0,82 km²

g. Kelurahan Ladang Cakiah dengan luas 0,74 km²

h. Kelurahan Kubu Tanjung dengan luas 0,911 km²

Adapun batas wilayah kerja UPTD Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

meliputi :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mandiangin Koto Selayan

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Banuhampu Sungai Pua

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ampek Angkek

57
5

2. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk di Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh adalah 23.646

jiwa terdiri dari atas 5709 KK dengan kerapatan penduduk 3064 jiwa/km².

Jumlah ini tersebar di 8 kelurahan dengan jumlah RW sebanyak 37 dan

jumlah RT sebanyak 90.

3. Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial penduduk di Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh pada

umumnya pendatang dengan kondisi ekonomi yang berbeda-beda. Mata

pencaharian utama adalah pedagang, pegawai, buruh dan petani.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Balita

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota
Bukittinggi Tahun 2022

Jenis Kelamin f %
Laki-Laki 50 52,6
Perempuan 45 47,4
Jumlah 95 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebanyak 95 balita

sebagian besar balita berjenis kelamin laki-laki sebanyak 50 balita

(52,6%) dan balita berjenis kelamin perempuan sebanyak 45 balita

(47,4%).
5

b. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Ibu Balita

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan Ibu Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo
Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Pekerjaan f %
IRT 74 77,9
Pedagang 13 13,7
Wiraswasta 5 5,3
Guru 3 3,2
Jumlah 95 100,0

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebanyak 95

responden, dilihat dasi aspek pekerjaan terdapat IRT sebanyak 74

(77,9%), pedagang sebanyak 13 (13,7%), wiraswasta sebanyak 5

(5,3%) dan guru sebanyak 3 (3,2%).

C. Analisis Univariat

Analisis Univariat dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi

frekuensi dari setiap variabel. Distribusi frekuensi masing-masing variabel dapat

dilihat pada tabel berikut:

1. Distribusi Frekuensi Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil pengukuran antropometri dengan menggunakan

indeks tinggi badan (TB/U), maka dapat diketahui status gizi balita adalah

sebagai berikut :

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022
Stunting f %
Stunting 53 55.8
Tidak Stunting 42 44.2
Total 95 100.0
6

Berdasarkan tabel 5.3 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

balita yang mengalami stunting sebanyak 53 balita (55.8%).

2. Distribusi Frekuensi ASI Ekslusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi ASI ekslusif dapat

dilihat sebagai berikut :

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi ASI Ekslusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo
Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

ASI Ekslusif f %
Tidak Ekslusif 39 41.1
Ekslusif 56 58.9
Total 95 100.0

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

balita mendapatkan ASI Ekslusif sebanyak 56 balita (58.9%).

3. Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Balita Di Wilayah Kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi berat badan lahir

dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berat Badan Lahir f %


BBLR 44 46.3
Normal 51 53.7
Total 95 100.0
6

Berdasarkan tabel 5.5 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

balita dengan riwayat berat badan lahir yang normal sebanyak 51 balita

(53.7%).

4. Distribusi Frekuensi Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil Di Wilayah

Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi riwayat anemia ibu

saat hamil dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Riwayat Anemia Ibu Saat f %


Hamil
Anemia 37 38.9
Tidak Anemia 58 61.1
Total 9 100.0

Berdasarkan tabel 5.6 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu

balita tidak mengalami anemia sebanyak 58 orang (61.1%).

5. Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi pendidikan ibu dapat

dilihat sebagai berikut :

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo
Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Pendidikan Ibu f %
Rendah 34 35.8
Tinggi 61 64.2
Total 95 100.0
6

Berdasarkan tabel 5.7 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu

balita memiliki pendidikan tinggi sebanyak 61 orang (64.2%).

6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas

Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi pengetahuan ibu

dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Pengetahuan Ibu f %
Rendah 69 72.6
Tinggi 26 27.4
Total 95 100.0

Berdasarkan tabel 5.8 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu

balita memiliki pengetahuan rendah sebanyak 69 balita (72.6%).

7. Distribusi Frekuensi Pola Asuh Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi pola asuh ibu dapat

dilihat sebagai berikut :

Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo
Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Pola Asuh Ibu f %


Kurang 47 49.5
Baik 48 50.5
Total 95 100.0

Berdasarkan tabel 5.9 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

balita dengan pola asuh ibu yang baik sebanyak 48 balita (50.5%).
6

8. Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga Di Wilayah Kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi pendapatan keluarga

dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 5.10
Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Pendapatan Keluarga f %
Rendah 66 69.5
Tinggi 29 30.5
Total 95 100.0

Berdasarkan tabel 5.10 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

ibu balita memiliki pendapatan keluarga yang rendah sebanyak 66 balita

(69.5%).

D. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen

dan dependen. Analisis dalam penelitian ini menggunakan uji statistik chi square

dalam tingkat kepercayaan (Cl) 95%. Apabila P-Value yang di peroleh kecil dari

0,05 terdapat hubungan yang bermakna.


6

1. Hubungan Faktor Risiko ASI Ekslusif Dengan Kejadian Stunting Pada

Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

Tahun 2022

Tabel 5.11
Hubungan Faktor Risiko ASI Ekslusif dengan Kejadian Stunting pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi
Tahun 2022

Kejadian Stunting
ASI Ekslusif Stunting Tidak Total P- POR
Stunting Value (CI 95%)
n % n % N %
Tidak Ekslusif 16 41,0 23 59,0 39 100,0 0,357
Ekslusif 37 66,1 19 33,9 56 100,0 0,027 (0,154-
Total 53 55,8 42 44,2 95 100,0 0,831)

Berdasarkan tabel 5.11 diatas, dapat diketahui dari 56 balita yang

mendapatkan ASI ekslusif sebanyak 37 balita (66,1%) yang mengalami

stunting. Sedangkan dari 39 balita yang tidak mendapatkan ASI ekslusif

sebanyak 23 balita (59,0%) yang tidak mengalami stunting. Hasil analisis uji

Chi-Square menunjukkan bahwa nilai signifikan yaitu p-value = 0,027 < α

0,05. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik ada

hubungan antara faktor risiko ASI ekslusif dengan kejadian stunting pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022.

Nilai POR = 0,357 (CI 95% : 0,154-0,831), artinya balita yang tidak

mendapatkan ASI ekslusif mempunyai risiko 0,357 kali mengalami stunting

dibandingkan dengan balita yang mendapatkan ASI ekslusif.


6

2. Hubungan Faktor Risiko Berat Badan Lahir Dengan Kejadian Stunting

Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

Tahun 2022

Tabel 5.12
Hubungan Faktor Risiko Berat Badan Lahir dengan Kejadian Stunting
pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi
Tahun 2022

Kejadian Stunting
Berat Badan Stunting Tidak Total P- POR
Lahir Stunting Value (CI 95%)
n % n % N %
BBLR 30 68,2 14 31,8 44 100,0 2,609
Normal 23 45,1 28 54,9 51 100,0 0,04 (1,1125-
Total 53 55,8 42 44,2 95 100,0 6,046)

Berdasarkan tabel 5.12 diatas, dapat diketahui dari 51 balita dengan

berat badan lahir yang normal sebanyak 28 balita (54,9%) yang tidak

mengalami stunting. Sedangkan 44 responden yang berat badan lahir yang

berat sebanyak 30 balita (68,2%) yang mengalami stunting. Hasil analisis uji

Chi-Square menunjukkan bahwa nilai signifikan yaitu p-value = 0,04 < α

0,05. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik ada

hubungan antara faktor risiko berat badan lahir dengan kejadian stunting

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun

2022. Nilai POR = 2,609 (CI 95% : 1,1125-6,046), artinya balita dengan

berat badan lahir yang rendah mempunyai risiko 2,609 kali mengalami

stunting dibandingkan dengan balita yang berat badan lahir normal.


6

3. Hubungan Faktor Risiko Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil Dengan

Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Tabel 5.13
Hubungan Faktor Risiko Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil dengan
Kejadian Stunting pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo
Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Kejadian Stunting
Riwayat Stunting Tidak Total P- POR
Anemia Ibu Stunting Value (CI 95%)
Saat Hamil n % n % N %
Anemia 25 67,6 12 32,4 37 100,0 2,232
Tidak Anemia 28 48,3 30 51,7 58 100,0 0,102 (0,925-
Total 53 55,8 42 44,2 95 100,0 5,273)

Berdasarkan tabel 5.13 diatas, dapat diketahui dari 58 balita bahwa

proporsi balita pada ibu yang tidak memiliki anemia sebanyak 30 balita

(51,7%) yang tidak mengalami stunting. Sedangkan dari 37 balita bahwa

proporsi balita pada ibu yang memiliki riwayat anemia sebanyak 25 balita

(67,6%) yang mengalami stunting. Hasil analisis uji Chi-Square

menunjukkan bahwa nilai signifikan yaitu p-value = 0,102 > α 0,05. Maka

dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik tidak ada hubungan

antara faktor risiko riwayat anemia ibu saat hamil dengan kejadian stunting

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun

2022. Nilai POR = 2,232 (CI 95% : 0,925-5,273), artinya balita dengan ibu

yang memiliki riwayat anemia saat hamil mempunyai risiko 2,232 kali

mengalami stunting dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat

anemia saat hamil.


6

4. Hubungan Faktor Risiko Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Stunting

Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

Tahun 2022

Tabel 5.14
Hubungan Faktor Risiko Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting
pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi
Tahun 2022

Kejadian Stunting
Pendidikan Stunting Tidak Total P- POR
Ibu Stunting Value (CI 95%)
n % n % N %
Rendah 21 61,8 13 38,2 34 100,0 1,464
Tinggi 32 52,5 29 47,5 61 100,0 0,509 (0,623-
Total 53 55,8 42 44,2 95 100,0 3,442)

Berdasarkan tabel 5.14 diatas, dapat diketahui dari 61 balita bahwa

balita yang mengalami stunting lebih banyak pada ibu yang berpendidikan

tinggi yaitu sebanyak 32 balita (52,5%). Sedangkan dari 34 balita bahwa

balita yang mengalami stunting dengan ibu yang berpendidikan rendah yaitu

sebanyak 21 balita (61,8%). Hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan

bahwa nilai signifikan yaitu p-value = 0,509 > α 0,05. Maka dapat diambil

kesimpulan bahwa secara uji statistik tidak ada hubungan antara faktor

risiko pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022. Nilai POR = 1,464

(CI 95% : 0,623-2,442), artinya balita dengan pendidikan ibu yang tinggi

mempunyai risiko 1,464 kali mengalami stunting dibandingkan dengan

balita yang pendidikan ibu yang rendah.


6

5. Hubungan Faktor Risiko Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Stunting

Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

Tahun 2022

Tabel 5.15
Hubungan Faktor Risiko Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Stunting
pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi
Tahun 2022

Kejadian Stunting
Pengetahuan Stunting Tidak Total P- POR
Ibu Stunting Value (CI 95%)
n % n % N %
Rendah 33 47,8 36 52,2 69 100,0 0,275
Tinggi 20 76,9 6 23,1 26 100,0 0,021 (0,098-
Total 53 55,8 42 44,2 95 100,0 0,768)

Berdasarkan tabel 5.15 diatas, dapat diketahui dari 69 balita bahwa

proporsi balita pada ibu yang pengetahuan rendah sebanyak 36 balita

(52,2%) yang tidak mengalami stunting. Sedangkan dari 26 balita bahwa

proporsi balita pada ibu yang pengetahuan tinggi sebanyak 20 balita (76,9%)

yang mengalami stunting. Hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa

nilai signifikan yaitu p-value = 0,021 < α 0,05. Maka dapat diambil

kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara faktor risiko

pengetahuan ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022. Nilai POR = 0,275 (CI

95% : 0,098-0,768), artinya balita dengan pengetahuan ibu yang tinggi

mempunyai risiko 0,275 kali mengalami stunting dibandingkan dengan

balita yang pengetahuan ibu yang rendah.


6

6. Hubungan Faktor Risiko Pola Asuh Ibu Dengan Kejadian Stunting

Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

Tahun 2022

Tabel 5.16
Hubungan Fakto Risiko Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Stunting pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi
Tahun 2022

Kejadian Stunting
Pola Asuh Stunting Tidak Total P- POR
Ibu Stunting Value (CI 95%)
n % n % N %
Kurang 29 61,7 18 38,3 47 100,0 1,611
Baik 24 50,0 24 50,0 48 100,0 0,346 (0,712-
Total 53 55,8 42 44,2 95 100,0 3,644)

Berdasarkan tabel 5.16 diatas, dapat diketahui dari 48 balita dengan

pola asuh ibu baik sebanyak 24 balita (50,0%) yang tidak mengalami

stunting. Sedangkan dari 47 balita dengan pola asuh ibu kurang sebanyak 29

balita (61,7%) yang mengalami stunting. Hasil analisis uji Chi-Square

menunjukkan bahwa nilai signifikan yaitu p-value = 0,346 > α 0,05. Maka

dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik tidak ada hubungan

antara faktor risiko pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022. Nilai

POR = 1,611 (CI 95% : 0,712-3,644), artinya balita dengan pola asuh ibu

yang kurang mempunyai risiko 1,611 kali mengalami stunting dibandingkan

dengan balita yang pola asuh ibu yang baik.


7

7. Hubungan Faktor Risiko Pendapatan Keluarga Dengan Kejadian

Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi Tahun 2022

Tabel 5.17
Hubungan Faktor Risiko Pendapatan Keluarga dengan Kejadian
Stunting pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota
Bukittinggi Tahun 2022

Kejadian Stunting
Pendapatan Stunting Tidak Total P- POR
Keluarga Stunting Value (CI 95%)
n % n % N %
Rendah 35 53,0 31 47,0 66 100,0 0,690
Tinggi 18 62,1 11 37,9 29 100,0 0,553 (0,283-
Total 53 55,8 42 44,2 95 100,0 1,684)

Berdasarkan tabel 5.17 diatas, dapat diketahui dari 66 balita yang

memiliki pendapatan keluarga yang rendah sebanyak 35 balita (53,0%) yang

mengalami stunting. Sedangkan dari 29 balita yang memiliki pendapatan

keluarga yang tinggi sebanyak 18 balita (37,9%) yang mengalami stunting.

Hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa nilai signifikan yaitu p-

value = 0,553 > α 0,05. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji

statistik tidak ada hubungan antara faktor risiko pendapatan keluarga dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi Tahun 2022. Nilai POR = 0,690 (CI 95% : 0,283-1,684), artinya

balita dengan pendapatan keluarga yang rendah mempunyai risiko 0,690

kali mengalami stunting dibandingkan dengan balita yang pendapatan

keluarga yang tinggi.


BAB VI
PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

1. Distribusi Frekuensi Kejadian Stunting Pada Balita Usia 0-5 Tahun Di

Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian kejadian stunting pada balita usia 0-5

tahun di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi dapat

diketahui bahwa persentase balita yang mengalami stunting sebanyak 53

balita (55,8%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 42 balita (44,2%).

Menurut Nailis (2017), stunting didefinisikan sebagai status gizi yang

didasarkan pada indek PB/U atau TB/U dimana dalam standar antopometri

penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang

batas (Z score) <-2 SD sampai -3 SD (pendek/stunted) dan <-3SD (sangat

pendek/severely stunted). Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita

yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan

anak seusianya. Anak yang menderita stunting akan lebih rentan terhadap

penyakit dan ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif.

Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi

tingkat kecerdasan anak.(34)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Atikah Suri Dinata (2021)

tentang analisis kejadian stunting pada balita usia 0-59 bulan di wilayah

kerja Puskesmas Petaling Kabupaten Banyuasin Tahun 2021 didapatkan

hasil bahwa kejadian balita stunting ada sebanyak 64 balita (50%).

Penelitian lain yang juga sejalan dengan penelitian Pasyamei Rumbune

Kala, dkk (2022)

71
7

dalam jurnal ilmiah Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak

Usia 0-59 Bulan Di Gampong Meunasah Intan Kecamatan Kuta Baro

Kabupaten Aceh Besar Tahun 2022 didapatkan hasil bahwa balita yang

mengalami stunting sebanyak 31,0%.(36)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa dari hasil

penelitian yang dilakukan didapatkan sebagian besar balita mengalami

stunting sebanyak 55,8% di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi Tahun 2022 adalah karena berbagai faktor terutama dari orang

tua responden yaitu faktor pengetahuan ibu yang masih rendah maka

menyebabkan pengetahuan yang kurang atau tidak tahu apa itu stunting dan

bagaimana cara mencukupi gizi untuk balita.

2. Distribusi Frekuensi ASI Ekslusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian ASI ekslusif di wilayah kerja Puskesmas

Tigo Baleh Kota Bukittinggi dapat diketahui bahwa persentase balita yang

tidak mendapatkan ASI ekslusif sebanyak 39 balita (41,16%) dan balita

yang mendapatkan ASI ekslusif sebanyak 56 balita (58,9%).

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif adalah

ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa

diberikan makanan dan minuman yang lainnya. ASI merupakan makanan

terbaik untuk bayi yang mengandung sel darah putih, protein dan zat

kekebalan yang cocok untuk bayi. ASI membantu pertumbuhan dan

perkembangan anak secara optimal serta melindungi terhadap penyakit.(37)


7

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Hadina (2022)

dalam jurnal ilmiah Faktor- Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita

Usia 24-59 Bulan yang menyatakan bahwa balita yang tidak mendapatkan

ASI ekslusif sebanyak 62,9% dan yang mendapatkan ASI ekslusif sebanyak

37,1%. Metode dalam penelitian ini menggunakan case control dengan

jumlah sampel 116 balita.(38)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa dari hasil

penelitian yang dilakukan didapatkan sebagian besar balita yang

mendapatkan ASI ekslusif. Dilihat dari jawaban responden mengenai

riwayat ASI ekslusif balita yang mendapatkan ASI ekslusif sebanyak 56

balita (58,9%) dan balita yang tidak mendapatkan ASI ekslusif sebanyak 39

balita (41,16%).

3. Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Di Wilayah Kerja Puskesmas

Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian berat badan lahir di wilayah kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi dapat diketahui bahwa persentase

balita yang memiliki berat badan lahir rendah sebanyak 44 balita (46,3%)

dan balita yang berat badan normal sebanyak 51 balita (53,7%).

Berat badan lahir adalah berat badan bayi ketika lahir atau paling

lambat sampai bayi berumur 1 hari dilihat dari KMS (Kartu Menuju Sehat)

dimana bila berat badan lahir kurang dari 2500 gram berarti berat badan

lahir rendah dan bila lebih dari atau sama dengan 2500 gram berarti normal.

Berat badan lahir rendah banyak dihubungkan dengan tinggi badan yang

kurang atau stunting pada balita.(39)


7

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Reza Ariska, dkk (2021)

dalam jurnal ilmiah Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Dadahup

Kabupaten Kapuas yang menyatakan bahwa responden yang memiliki balita

dengan berat badan lahir normal sebesar 48 responden (70,8%) dan

responden yang memiliki balita dengan berat badan lahir rendah sebesar 19

responden (29,2%). Jenis penelitian yang dipakai yaitu kuantitatif dengan

pendekatan cross secttional.(39)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa dari hasil

penelitian yang dilakukan didapatkan sebagian besar responden yang

memiliki balita dengan berat badan lahir normal. Terlihat dari jawaban

responden mengenai riwayat berat badan lahir yang memiliki berat badan

lahir yang normal sebanyak 53,7% dan balita dengan berat badan lahir yang

rendah sebanyak 46,3%. Artinya berat badan lahir yang rendah akan sulit

dalam mengejar ketertinggalan pertumbuhan awal, sehingga akan

meningkatkan risiko terjadinya stunting. Selain itu balita yang mengalami

berat badan lahir rendah akan berakibat kekurangan berat badan dan juga

kekurangan nutrisi dalam tubuh.

4. Distribusi Frekuensi Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil Di Wilayah

Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian riwayat anemia ibu saat hamil di wilayah

kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi dapat diketahui bahwa

persentase ibu balita yang mengalami anemia sebanyak 37 orang (38,9%)

dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 58 orang (61,1%).


7

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) di

dalam darah lebih rendah daripada keadaan normalnya. Menurut Rahmi

(2019), anemia dalam kehamilan adalah suatu keadaan penurunan kadar

hemoglobin pada trimester I dan trimester III < 11 gr/dl dan kadar

hemoglobin pada trimester II < 10,5 gr/dl. Salah satu akibat dari anemia

pada ibu hamil adalah meningkatkan risiko bayi lahir prematur atau bayi

lahir dengan berat badan yang rendah.(11)

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Ngainis Sholihatin

Nisa (2019) dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja

Puskesmas Kedungtuban, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora yang

menyatakan bahwa anemia yang terjadi pada ibu selama masa kehamilan

merupakan faktor risiko terjadinya stunting. Penelitian ini juga tidak sejalan

dengan penelitian Milda Hastuty, (2018) Hubungan Anemia Ibu Hamil

Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di UPTD Puskesmas Kampar Tahun

2018 yang menyatakan bahwa responden yang mengalami anemia saat

hamil sebanyak 61,3% dan 38,7% responden tidak mengalami anemia saat

hamil. Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik

kuantitatif dengan rancangan penelitian case control study.(11)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa dari hasil

penelitian yang dilakukan didapatkan sebagian besar responden tidak

memiliki riwayat anemia saat hamil. Sebagian besar responden yang tidak

memiliki riwayat anemia saat hamil sebanyak 61,1% dan yang memiliki

riwayat anemia sebanyak 38,9%. Artinya, responden sudah memperhatikan


7

zat gizi, zat besi dalam makanan yang dikonsumsi, penyerapan makanan

yang baik diketahui melalui jawaban responden pada kuesioner.

5. Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian pendidikan ibu di wilayah kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi dapat diketahui bahwa persentase

ibu balita yang memiliki pendidikan rendah sebanyak 34 orang (35,8%) dan

pendidikan tinggi sebanyak 61 orang (64,2%).

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan. Tingkat pendidikan orang tua sangat

mempengaruhi pertumbuhan anak balita. Tingkat pendidikan akan

mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan pangan.

Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan cenderung memilih

bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas. Semakin

tinggi pendidikan orang tua maka semakin baik juga status gizi anaknya.(27)

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Ni Kadek Ratih

Riska Yanti (2022) dalam jurnal ilmiah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kejadian Stunting pada Anak Usia 2-5 Tahun di Puskesmas Ubud 1 Gianyar

menyatakan bahwa ibu dengan pendidikan rendah sebanyak 36 responden

(60,0%) dan ibu dengan pendidikan tinggi sebanyak 24 responden (40,0%).

Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan desain kasus

kontrol (case control), yang menggunakan 60 sampel.(40)


7

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa dari hasil

penelitian yang dilakukan didapatkan sebagian besar responden memiliki

pendidikan yang tinggi. Sebagian besar responden dengan pendidikan yang

tinggi sebanyak 64,2% dan pendidikan rendah sebanyak 35,8%. Artinya,

dengan adanya pendidikan tinggi responden lebih mengetahui mana yang

baik digunakan dan mana yang tidak, dengan pendidikan tinggi juga bisa

mendapatkan informasi dari mana saja untuk pemenuhan gizi pada anak

balita.

6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas

Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan ibu di wilayah kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi dapat diketahui bahwa persentase

ibu balita yang memiliki pengetahuan rendah sebanyak 69 orang (72,6%)

dan pengetahuan tinggi sebanyak 26 orang (27,4%).

Pengetahuan adalah pengalaman nilai, informasi kontekstual,

pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan

dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan

informasi. Informasi menjadi dasar dalam melakukan sesuatu hal karena

pengetahuan akan memampukan seseorang atau organisasi dalam

pengambilan tindakan yang berbeda atau lebih efektif dibandingkan dengan

tidak memiliki pengetahuan. Notoatmodjo (2016), menyebutkan bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin baik pula

dalam melakukan tindakan. Dapat diartikan semakin tinggi tingkat

pengetahuan responden maka semakin baik pula dalam mengetahui suatu

penyakit.(29)
7

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Firman Kurniawan,

dkk (2020) dalam jurnal ilmiah Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita

Di Kelurahan Kapuas Kanan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Durian

Kabupaten Sintang yang menyatakan bahwa Ibu balita yang tidak memiliki

pengetahuan yang cukup tentang kejadian stunting berjumlah 32 orang

(62,7%), dan ibu balita yang memiliki pengetahuan baik tentang kejadian

stunting sebanyak 12 orang (32,4%). Penelitian ini menggunakan desain

case control, populasi dalam penelitian ini sebanyak 438 balita dengan

sampel sebanyak 44 balita. Pengetahuan ibu akan menentukan sikap dan

perilaku ibu dalam menyediakan makanan untuk anaknya termasuk jenis

dan jumlah yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara

optimal.(41)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa dari hasil

penelitian yang dilakukan didapatkan sebagian besar responden memiliki

pengetahuan yang rendah tentang stunting, sebagian besar responden

menjawah pertanyaan benar sebanyak 27,4% dan yang menjawab

pertanyaan salah sebanyak 72,6%. Artinya responden belum memahami

tentang stunting yang diketahui melalui jawaban responden pada kuesioner

meliputi dampak stunting, ciri-ciri balita stunting, dan penanganan terhadap

stunting.

7. Distribusi Frekuensi Pola Asuh Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian pola asuh ibu di wilayah kerja Puskesmas

Tigo Baleh Kota Bukittinggi dapat diketahui bahwa persentase balita yang

memiliki pola asuh yang kurang sebanyak 47 balita (49,5%) dan balita yang

memiliki pola asuh yang baik sebanyak 48 balita (50,5%).


7

Pola asuh anak berupa sikap perilaku ibu dalam hal kedekatannya

dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberikan kasih

sayang dan sebagainya. Semuanya berhubungan dengan keadaan ibu

terutama dalam kesehatan, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan

keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau

dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga,

masyarakat dan sebagainya dari ibu.(32)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sevila Ukhtil Huvaid,

dkk (2021) dalam jurnal ilmiah Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Bayi

6-12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kota Padang yang

menyatakan bahwa bayi yang mengalami stunting lebih banyak dengan pola

asuh kurang baik yaitu (60%) dan bayi yang normal lebih banyak dengan

pola asuh baik (70%). Peran keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak

akan menentukan tumbuh kembang anak. Perilaku ibu dalam menyusui atau

memberi makan, cara makan yang sehat, memberi makanan yang bergizi

dan mengontrol besar porsi yang dihabiskan akan meningkatkan status gizi

anak.(42)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa dari hasil

penelitian yang dilakukan bahwa dari kuesioner pola asuh ibu sebagian

besar responden yang menjawab pertanyaan mengenai pola asuh yang

kurang sebanyak 49,5% dan responden yang menjawab pertanyaaan dengan

pola asuh yang baik sebanyak 50,5%. Pola asuh ibu yang baik akan

mempengaruhi bagaimana ibu dalam mempraktikkan, bersikap atau

berperilaku dalam merawat anak. Perilaku ibu dalam memberikan asupan

nutrisi, menjaga
8

kebersihan atau hygiene untuk balita, menjaga sanitasi lingkungan balita dan

bagaimana ibu memanfaatkan sarana prasarana fasilitas kesehatan yang

berhubungan dengan kebutuhan balita. Oleh karena itu pentingnya pola asuh

yang baik agar mengurangi risiko stunting.

8. Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga Di Wilayah Kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian pendapatan keluarga di wilayah kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi dapat diketahui bahwa persentase

ibu balita yang memiliki pendapatan keluarga rendah sebanyak 66 orang

(69,5%) dan pendapatan keluarga tinggi sebanyak 29 orang (30,5%).

Pendapatan keluarga adalah kondisi keuangan keluarga berdasarkan

tingkat penghasilan rata-rata perbulan yang diperoleh keluarga. Tingkat

ekonomi adalah tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat

dengan jelas melalui besarnya pendapatan yang diterima rumah tangga. Data

mengenai pendapatan rumah tangga dapat diperoleh dari survei sosial

ekonomi nasional menggunakan pendekatan pengeluaran rumah tangga

sebagai indikator produksi.(12)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yeni Safitri (2021)

dalam jurnal ilmiah Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Stunting Pada Balita Dimasa Pandemi Covid-19 Wilayah Kerja Puskesmas

Gunung Kaler Tangerang yang menyatakan bahwa dari 163 responden

sebagian besar memiliki pendapatan rendah sebanyak 82 responden (50,3%)

dan pendapatan tinggi sebanyak 81 responden (49,7%). Penelitian ini

merupakan penelitian survey analitik dengan desain cross sectional.

Sampel dalam penelitian ini


8

sebanyak 163 ibu yang mempunyai balita usia 24-59 bulan.(43)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa dari hasil

penelitian yang dilakukan didapatkan sebagian besar balita dengan

pendapatan rendah. Dilihat dari jawaban responden mengenai pendapatan

keluarga yang rendah sebanyak 69,5% dan pendapatan keluarga yang tinggi

sebanyak 30,5%. Artinya, pendapatan keluarga yang rendah akan

mempengaruhi pemilihan makanan yang dikonsumsi sehingga biasanya

menjadi kurang bervariasi dan sedikit jumlahnya terutama pada bahan

pangan yang berfungsi untuk pertumbuhan anak seperti sumber protein,

vitamin dan mineral, sehingga meningkatkan risiko kurang gizi. Hal ini

menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya stunting.

B. Analisis Bivariat

1. Hubungan Faktor Risiko ASI Ekslusif Dengan Kejadian Stunting Pada

Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

Tahun 2022

Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi Square dengan tingkat

kepercayaan 95% antara variabel ASI ekslusif dengan kejadian stunting

diperoleh nilai p-value 0,027 (P<0,05), ini menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara ASI ekslusif dengan kejadian stunting pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022.

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif adalah

ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa

diberikan makanan dan minuman yang lainnya. ASI merupakan makanan

terbaik untuk
8

bayi yang mengandung sel darah putih, protein dan zat kekebalan yang

cocok untuk bayi. ASI membantu pertumbuhan dan perkembangan anak

secara optimal serta melindungi terhadap penyakit. ASI ekslusif memiliki

kontribusi yang besar terhadap tumbuh kembang dan daya tahan tubuh anak.
(37)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sri Mulyanti, dkk (2020)

yang menyatakan bahwa hasil uji statistik didapatkan p-value 0,000 maka

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI eklusif

dengan kejadian stunting. Penelitian lain yang sejalan ialah penelitian

Hadian, dkk (2022) menyatakan bahwa ada hubungan riwayat pemberian

ASI ekslusif dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan.(37)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa status menyusu

juga merupakan faktor risiko terhadap kejadian stunting. Rendahnya

pemberian ASI eksklusif menjadi salah satu pemicu terjadinya stunting pada

anak balita yang disebabkan oleh kejadian masa lalu dan akan berdampak

terhadap masa depan anak balita, sebaliknya pemberian ASI yang baik oleh

ibu akan membantu menjaga keseimbangan gizi anak sehingga tercapai

pertumbuhan anak yang normal. Balita yang tidak mendapat ASI ekslusif

umumnya diberikan susu formula dan MP-ASI sebelum balita berusia 6

bulan. pengetahuan ibu akan pentingnya ASI ekslusif kurang sehingga ibu

tidak memberikan ASI secara ekslusif kepada balita sehingga akan

meningkatkan risiko terjadinya stunting.


8

2. Hubungan Faktor Risiko Berat Badan Lahir Dengan Kejadian Stunting

Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

Tahun 2022

Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi Square dengan tingkat

kepercayaan 95% antara variabel berat badan lahir dengan kejadian stunting

diperoleh p-value 0,04 (P<0,05), ini menyatakan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara berat badan lahir dengan kejadian stunting pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022.

Berat badan lahir adalah berat badan bayi ketika lahir atau paling

lambat sampai bayi berumur 1 hari dilihat dari KMS (Kartu Menuju Sehat)

dimana bila berat badan lahir kurang dari 2500 gram berarti berat badan

lahir rendah dan bila lebih dari atau sama dengan 2500 gram berarti normal.

Berat badan lahir rendah banyak dihubungkan dengan tinggi badan yang

kurang atau stunting pada balita.(39)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Reza Ariska, dkk (2021)

yang menyatakan bahwa ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja UPT Puskesmas Dadahup Kabupaten

Kapuas 2021. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Loida, dkk

(2017) bahwa ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian

stunting pada usia 0-59 bulan di wilayah pusat Mozambique. Penelitian lain

yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nainggolan (2019)

didapatkan hasil P value 0,005 yang berarti ada hubungan berat badan lahir

rendah dengan kejadian stunting pada balita dengan nilai Prevalance 25,5

artinya bayi yang


8

lahir dengan berat badan lahir rendah beresiko 25 kali lebih besar

mengalami stunting dibandingkan dengan berat badan normal.(39)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa bayi yang

mengalami berat badan lahir rendah akan berakibat kekurangan berat badan,

kekurangan nutrisi yang dimana nutrisi yang tersimpan di dalam tubuh

digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Jika ini berlanjut untuk jangka

waktu yang lama, cadangan nutrisi habis dan akhirnya terjadi degenerasi

jaringan, penurunan hemoglobin, kadar vitamin A dan karoten serum. Berat

lahir rendah memiliki efek yang besar terhadap kejadian stunting.

3. Hubungan Faktor Risiko Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil Dengan

Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022

Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi Square dengan tingkat

kepercayaan 95% antara variabel riwayat anemia ibu saat hamil dengan

kejadian stunting diperoleh p-value 0,102 (P>0,05), ini menyatakan bahwa

tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat anemia ibu saat

hamil dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022.

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) di

dalam darah lebih rendah daripada keadaan normalnya. Menurut Rahmi

(2019), anemia dalam kehamilan adalah suatu keadaan penurunan kadar

hemoglobin pada trimester I dan trimester III < 11 gr/dl dan kadar

hemoglobin pada trimester II < 10,5 gr/dl. Salah satu akibat dari anemia

pada ibu hamil adalah


8

meningkatkan risiko bayi lahir prematur atau bayi lahir dengan berat badan

yang rendah.(44)

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Milda Hastuty,

(2018) yang menyatakan bahwa dari hasil uji statistik Chi Square diperoleh

P Value 0,017 (P < 0,05), artinya terdapat hubungan anemia ibu hamil

dengan kejadian stunting pada balita di UPTD Puskesmas Kampar tahun

2018. Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Gevo T. J.

Salakory, dkk (2019) menyatakan bahwa ada Hubungan Anemia Pada Ibu

Hamil Terhadap Kejadian Stunting di RS Marthen Indey Jayapura Tahun

2018-2019.(11)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa dari hasil

penelitian yang dilakukan didapatkan sebagian besar responden memiliki

riwayat anemia saat hamil yang mengalami stunting. Sebagian besar

responden yang memiliki riwayat anemia saat hamil yang mengalami

stutnting sebanyak 67,6% dan yang tidak anemia dan tidak mengalami

stunting sebanyak 51,7%. Artinya, responden tidak memperhatikan asupan

zat gizi pada saat hamil, sehingga akan berkontribusi terhadap kadar

Hemoglobin ibu dengan anak yang ada dalam kandungan. oleh karena itu,

riwayat anemia saat hamil bisa menyebebkan terjadinya stunting.

4. Hubungan Faktor Risiko Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Stunting

Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

Tahun 2022

Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi Square dengan tingkat

kepercayaan 95% antara variabel pendidikan ibu dengan kejadian stunting

diperoleh nilai p-value 0,509 (P>0,05), ini menyatakan bahwa tidak terdapat
8

hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun

2022.

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan. Tingkat pendidikan orang tua sangat

mempengaruhi pertumbuhan anak balita. Tingkat pendidikan akan

mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan pangan.

Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan cenderung memilih

bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas. Semakin

tinggi pendidikan orang tua maka semakin baik juga status gizi anaknya.(27)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mega Kartika Sari

(2021) penelitian dengan desain cross sectional dengan sampel sebanyak

117 balita yang menyatakan bahwa hasil penelitian didapatkan data bahwa

nilai p-value 0,746 yang berarti tidak terdapat hubungan antara pendidikan

ibu dengan kejadian stunting. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ni’mah

dan Muniroh (2015) serta penelitian Rahmawati, dkk (2020) bahwa tidak

ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting.(45)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa ibu dengan

pendidikan tinggi mengalami stunting karena disebabkan oleh terjadinya

infeksi pada ibu saat hamil, ibu yang mengalami anemia saat hamil dan ibu

yang mengalami hipertensi saat hamil. Pendidikan merupakan hal penting

dalam merubah pola pikir seseorang dengan berpendidikan tinggi pola pikir

seseorang akan semakin baik. Anak yang terlahir dari orang tua yang
8

memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih mudah dalam menerima

edukasi kesehatan selama kehamilan. Upaya yang dapat dilakukan dengan

pendidikan sudah tinggi tetapi anak masih ada yang mengalami stunting

adalah dengan lebih meningkatkan pola asuh dan sanitasi serta akses air

bersih.

5. Hubungan Faktor Risiko Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Stunting

Pada Balita Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi Tahun 2022

Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi Square dengan tingkat

kepercayaan 95% antara variabel pengetahuan ibu dengan kejadian stunting

diperoleh p-value 0,021 (P<0,05), ini menyatakan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan kejadian stunting pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022.

Pengetahuan adalah pengalaman nilai, informasi kontekstual,

pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan

dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan

informasi. Informasi menjadi dasar dalam melakukan sesuatu hal karena

pengetahuan akan memampukan seseorang atau organisasi dalam

pengambilan tindakan yang berbeda atau lebih efektif dibandingkan dengan

tidak memiliki pengetahuan. Notoatmodjo (2016), menyebutkan bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin baik pula

dalam melakukan tindakan. Dapat diartikan semakin tinggi tingkat

pengetahuan responden maka semakin baik pula dalam mengetahui suatu

penyakit.(29)
8

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Firman Kurniawan, dkk

(2020) yang menyatakan bahwa ada hubungan signifikan antara

pengetahuan ibu balita dengan kejadian stunting. Berdasarkan hasil

penelitian Septamarini dalam Journal of Nutrition College tahun 2019

mengatakan bahwa Ibu dengan pengetahuan yang rendah berisiko 10,2 kali

lebih besar anak mengalami stunting dibandingkan dengan ibu

berpengetahuan cukup.(41)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa ibu dengan

pengetahuan tinggi mengalami stunting karena disebabkan oleh terjadinya

ibu kurang memperhatikan zat gizi selama kehamilan, gangguang mental

pada ibu saat hamil, jarak kelahiran anak yang pendek, terjadinya hipertensi

saat kehamilan, ibu memiliki riwayat anemia saat hamil dan rendahnya

akses terhadap pelayanan kesehatan. Upaya yang dapat dilakukan dengan

pendidikan sudah tinggi tetapi anak masih ada yang mengalami stunting

adalah dengan lebih meningkatkan pola asuh dan sanitasi serta akses air

bersih.

6. Hubungan Faktor Risiko Pola Asuh Ibu Dengan Kejadian Stunting

Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

Tahun 2022

Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi Square dengan tingkat

kepercayaan 95% antara variabel pola asuh ibu dengan kejadian stunting

diperoleh nilai p-value 0,346 (P>0,05), ini menyatakan bahwa tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara pola asuh ibu dengan kejadian stunting

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun

2022.
8

Pola asuh anak berupa sikap perilaku ibu dalam hal kedekatannya

dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberikan kasih

sayang dan sebagainya. Semuanya berhubungan dengan keadaan ibu

terutama dalam kesehatan, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan

keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau

dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga,

masyarakat dan sebagainya dari ibu.(32)

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sevila Ukhtil

Huvaid, dkk (2021) yang menyatakan bahwa diperoleh nilai p = 0,038 <

0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pola asuh

dengan kejadian stunting pada bayi 6-12 bulan. Penelitian lain yang tidak

sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari (2017)

menyatakan bahwa ada hubungan antara praktik pemberian makan kepada

balita dengan status gizi. Praktik pemberian makan berhubungan dengan

kualitas konsumsi makanan yang pada akhirnya akan meningkatkan

kecukupan zat gizi. Tingkat kecukupan zat gizi merupakan salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi status gizi balita.(42)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa dari hasil

penelitian yang dilakukan bahwa balita dengan pola asuh ibu yang kurang

mengalami stunting. Pola asuh yang kurang akan mempengaruhi bagaimana

ibu dalam mempraktikkan, bersikap atau berperilaku dalam merawat anak.

Perilaku ibu dalam memberikan asupan nutrisi, menjaga kebersihan,

menjaga sanitasi lingkungan balita dan bagaimana ibu memanfaatkan sarana

prasarana fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan balita.


9

7. Hubungan Faktor Risiko Pendapatan Keluarga Dengan Kejadian

Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi Tahun 2022

Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi Square dengan tingkat

kepercayaan 95% antara variabel pendapatan keluarga dengan kejadian

stunting diperoleh nilai p-value 0,553 (P>0,05), ini menyatakan bahwa tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022.

Pendapatan keluarga adalah kondisi keuangan keluarga berdasarkan

tingkat penghasilan rata-rata perbulan yang diperoleh keluarga. Tingkat

ekonomi adalah tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat

dengan jelas melalui besarnya pendapatan yang diterima rumah tangga. Data

mengenai pendapatan rumah tangga dapat diperoleh dari survei sosial

ekonomi nasional menggunakan pendekatan pengeluaran rumah tangga

sebagai indikator produksi.(43)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yeni Safitri, dkk (2021)

yang menyatakan bahwa hasil analisis didapatkan bahwa dari 81 responden

yang memiliki pendapatan tinggi mayoritas tidak mengalami stunting

sebanyak 75 orang (92,6%) dan dari 82 responden yang memiliki

pendapatan rendah mayoritas tidak mengalami stunting sebanyak 69 orang

(84,1%). Hasil analisis didapatkan nilai p value = 0,14 (> 0,05) yang berarti

tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Gunung Kaler

Tangerang
9

tahun 2021. Adapun nilai OR (Odd Ratio) 2,30 sehingga dapat dinyatakan

bahwa responden yang memiliki pendapatan rendah beresiko mengalami

stunting 2,30 kali. Penelitian lain yang sejalan penelitian Yuwanti, dkk

(2021) menyatakan bahwa tidak ada hubungan pendapatan keluarga dengan

kejadian stunting. (43)

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa dari hasil

penelitian yang dilakukan bahwa pendapatan keluarga tidak ada hubungan

dengan kejadian stunting pada balita usia 0-5 tahun di wilayah kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi tahun 2022. Pendapatan atau

kondisi ekonomi keluarga yang kurang biasanya akan berdampak kepada hal

akses terhadap bahan makanan yang terkait dengan daya beli yang rendah,

selain itu apabila daya beli rendah maka mungkin bisa terjadi kerawanan

pangan di tingkat rumah tangga mempengaruhi kejadian stunting.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dan kendala dikarenakan

proses perizinan ke berbagai instansi cukup banyak dan jarak tempuh yang

cukup jauh sehingga memerlukan waktu bagi peneliti mendapatkan izin

penelitian. Selama penelitian berlangsung tidak ada jadwal posyandu yang

dilaksanakan oleh pihak puskesmas disetiap kelurahan, sehingga mewajibkan

peneliti untuk melakukan penelitian secara door to door di lingkup wilayah kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti

ditemani oleh kader-kader posyandu yang telah bersedia meluangkan waktunya

untuk menemani peneliti. Tetapi ada beberapa kader yang memiliki kesibukan

pribadi atau terkendala menemani peneliti dalam melakukan penelitian. Waktu

dan
9

kesempatan untuk melakukan penelitian ini sangat terbatas dikarenakan jadwal

akademik yang berlangsung dan kesediaan waktu dari kader posyandu untuk

menemani peneliti dalam melakukan penelitian.


BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Hasil penelitian didapatkan prevalensi kejadian stunting pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi adalah sebanyak 53

balita (55,8%).

2. Hasil penelitian balita yang mendapatkan ASI ekslusif sebanyak 58,9%

3. Hasil penelitian balita dengan berat badan lahir yang normal sebanyak 53,7%.

4. Hasil penelitian ibu yang memiliki riwayat anemia saat hamil sebanyak

61,1%.

5. Hasil penelitian ibu balita yang memiliki pendidikan tinggi sebanyak 64,2%.

6. Hasil penelitian ibu balita yang memiliki pengetahuan rendah sebanyak

72,6%.

7. Hasil penelitian balita yang memiliki pola asuh ibu yang baik sebanyak

50,5%.

8. Hasil penelitian balita yang memiliki pendapatan keluarga rendah sebanyak

69,5%.

9. Terdapat hubungan antara faktor risiko ASI ekslusif dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022 dengan P Value = 0,027 < 0,05.

93
9

10. Terdapat hubungan antara faktor risiko berat badan lahir balita dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022 dengan P Value = 0,04 < 0,05.

11. Tidak terdapat hubungan antara faktor risiko riwayat anemia ibu saat hamil

dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh

Kota Bukittinggi tahun 2022 dengan P Value = 0,102 > 0,05.

12. Tidak terdapat hubungan antara faktor risiko pendidikan ibu dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022 dengan P Value = 0,509 > 0,05.

13. Terdapat hubungan antara faktor risiko pengetahuan ibu dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022 dengan P Value = 0,021 < 0,05.

14. Tidak terdapat hubungan antara faktor risiko pola asuh ibu dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022 dengan P Value = 0,346 > 0,05.

15. Tidak terdapat hubungan antara faktor risiko pendapatan keluarga dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2022 dengan P Value = 0,553 > 0,05.

B. Saran

1. Bagi Peneliti

Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian bukanlah hasil penelitian yang

sempurna. Jadi perlu adanya peningkatan bagi peneliti selanjutnya agar

memperoleh hasil penelitian yang lebih sempurna.


9

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan pada peneliti selanjutnya agar meneliti penelitian yang sama

secara mendalam, dengan sampel yang lebih banyak dan tempat yang

berbeda, variabelnya lebih ditambah lagi.

3. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan instansi kesehatan dan tenaga kesehatan

dapat meningkatkan dalam penyuluhan mengenai stunting, serta pelatihan

kader posyandu balita tentang dampak yang akan ditimbulkan pada balita

yang mengalami stunting agar kader lebih terampil dan dapat menyebar

luaskan informasi tentang faktor risiko stunting.

4. Bagi Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan ilmiah yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan penelitian selanjutnya tentang kejadian stunting. Dan

menambah bahan bacaan bagi para pengunjung perpustakaan Institut

Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdiana. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja


Puskesmas Godean I Yogyakarta Tahun 2019 Risk factors of stunting events
in children in the godean i public health areas in yogyakarta , 2019. J Med
Respati. 2019;14(4):309–20.
2. WHO. World Health Organization. 2019; Available from:
http://stunting.who.int/
3. Riset, (RISKESDAS) KD. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Jakarta; 2018.
4. SSGI. Studi Status Gizi Indonesia. In: Studi Status Gizi Indonesia [Internet].
Jakarta; 2021. Available from: https://www.litbang.kemkes.go.id/
5. SSGI. Studi Status Gizi Indonesia. In: Studi Status Gizi Indonesia [Internet].
2021. Available from: https://www.pusat3.litbang.kemkes.go.id
6. Putri TA. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 25-59 Bulan Di
Wilayah Puskesmas Kotagede I Kota Yogyakarta Tahun 2018. Poltekes
Kemenkes Yogyakarta. 2018;1–89.
7. Saputri RA. Upaya Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Stunting Di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jdp (Jurnal Din Pemerintahan).
2019;2(2):152–68.
8. Mely O:, Saputri N, Kadarisman Y, Si M. Faktor-Faktor Penyebab Stunting
Dan Pencegahannya Di Kelurahan Selatpanjang Kota Kecamatan Tebing
Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti. Jom Fisip. 2021;9:1–15.
9. Nisa NS. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak
Usia 24-59 Bulan (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungtuban,
Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora). Skripsi. 2019;124.
10. Ratnawati R, Rahfiludin MZ. Faktor Risiko Determinan Yang Konsisten
Berhubungan dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan: Tinjauan
Pustaka. Amerta Nutr. 2020;4(2):85.
11. Hastuty M. Hubungan Anemia Ibu Hamil dengan Kejadian Stunting Pada
Balita di UPTD Puskesmas Kampar Tahun 2018. J Doppler. 2020;4(2):112–6.

96
97

12. Tatu SS, Mau DT, Rua YM. Faktor-Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita Di Desa Kabuna Kecamatan Kakuluk Mesak
Kabupaten Belu. J Sahabat Keperawatan. 2021;3(01):1–17.
13. Margawati A, Astuti AM. Pengetahuan ibu, pola makan dan status gizi pada
anak stunting usia 1-5 tahun di Kelurahan Bangetayu, Kecamatan Genuk,
Semarang. J Gizi Indones (The Indones J Nutr. 2018;6(2):82–9.
14. Rahmayana, Ibrahim IA, Darmayati DS. Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan
Kejadian Stunting Anak Usia 24-59 Bulan Di Posyandu Asoka II Wilayah
Pesisir Kelurahan Ba-rombong Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun
2014. Public Heal Sci J. 2014;VI(2):424–36.
15. Yuwanti Y, Mulyaningrum FM, Susanti MM. Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Stunting Pada Balita Di Kabupaten Grobogan. J Keperawatan
dan Kesehat Masy Cendekia Utama. 2021;10(1):74.
16. Kemenkes RI. Buku Saku Pemantauan Status Gizi. Buku Saku. 2017;1–150.
17. Kementrian Kesehatan RI. Cegah Stunting, itu Penting. Pus Data dan
Informasi, Kementeri Kesehat RI [Internet].
2018;1–27. Available from:
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Bul
etin-Stunting-2018.pdf
18. Sandjojo E putro. Buku saku desa dalam penanganan stunting. Buku Saku
Desa Dalam Penanganan Stunting. 2017;42.
19. Fatimah NSH, Wirjatmadi B. Tingkat Kecukupan Vitamin a, Seng Dan Zat
Besi Serta Frekuensi Infeksi Pada Balita Stunting Dan Non Stunting. Media
Gizi Indones. 2018;13(2):168.
20. Larasati NN. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Usia 25-59 bulan di Posyandu Wilayah Puskesmas Wonosari II
Tahun 2017. Skripsi [Internet]. 2017;1–104. Available from:
https://r.search.yahoo.com/
21. Ministry.R. Hasil Utama Laporan Rikesdas. In: Hasil Utama Laporan
Rikesdas 2018. 2018.
22. Permenkes. Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga. In: Peraturan Menteri Kesehatan. 2016.
98

23. Agustia A. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting Pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Skripsi. 2020;1–146.
24. Salamah M dan RN. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting
Di Wilayah Kerja Puskesmas Surian. J Ilm J-HESTECH [Internet].
2021;4(1):43–56. Available from:
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
25. Kusumawardhani I, Gunawan IMA, Aritonang I. ASI Eksklusif, Panjang
Badan Lahir, Berat Badan Lahir Rendah Sebagai Faktor Risiko Terjadinya
Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Puskesmas Lendah II Kulon Progo.
Naskah Publ [Internet]. 2017;74(15):1–13.
Available from:
https://doi.org/10.1021/j100709a023
26. Salakory GTJ, Wija IBEU. Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil Terhadap
Kejadian Stunting di RS Marthen Indey Jayapura Tahun 2018-2019. Maj
Kedokt UKI. 2021;37(1):9–12.
27. Sutarto S, Azqinar TC, Puspita Sari RD. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu
dan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Way Urang Kabupaten Lampung Selatan. J Dunia Kesmas.
2020;9(2):256–63.
28. Husnaniyah D, Yulyanti D, Rudiansyah R. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu
dengan Kejadian Stunting. Indones J Heal Sci. 2020;12(1):57–64.
29. Kurniati PT. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Terhadap
Kejadian Stunting Pada Balita Di Puskesmas Sungai Durian Kabupaten
Sintang Tahun 2021. J Med Usada. 2022;5(1):58–64.
30. Notoatmodjo. Ilmu Pengetahuan Kesehatan. In: PT Rineka. Jakarta; 2012.
31. Riyanto. Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. In: Salemba
Me. Jakarta; 2013.
32. Ramadhani FN, , BJ. Kandarina IMAG. Pola Asuh dan Pola Makan Sebagai
Faktor Risiko Stunting Balita Usia 6-24 Bulan Suku Papua dan non- Papua.
Home Econ. 2019;35(5):175–83.
33. Rahmawati NF, Fajar NA, Idris H. Faktor sosial, ekonomi, dan pemanfaatan
posyandu dengan kejadian stunting balita keluarga miskin penerima PKH di
Palembang. J Gizi Klin Indones. 2020;17(1):23.
99

34. Dhianty A. FAKTOR RISIKO STUNTING PADA ANAK USIA 6-60


BULAN DI POSYANDU KECAMATAN TALLO KOTA MAKASSAR.
Skripsi. 2019;
35. Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. In: Rineka Cip. Jakarta; 2018.
36. Karma T, Efrika M, Seni W. Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 0-59 Bulan Di Gampong Meunasah Intan Kecamatan Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar. 2022;4:1303–14.
37. Mulyanti S, Setiawan A, Zahara F. Faktor – faktor yang berhubungan dengan
terjadinya stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Kelurahan Setiawargi
Kota Tasikmalaya Tahun 2020. J Ilm Kesehat Pencerah. 2021;10(1):99–109.
38. Hadina, Jesdika Longulo O, Marselina Katiandagho L. Faktor- Faktor Risiko
Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan. Napande J Bidan.
2022;1(1):31–9.
39. Reza Ariska, Eka Handayani and AW. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Upt Puskesmas
Dadahup Kabupaten Kapuas Tahun 2021. J Kesehat. 2021;29.
40. Darwata IW. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada
Anak Usia 2 - 5 Tahun di Puskesmas Ubud 1 Gianyar Prevalensi stunting di
Provinsi Bali. 2022;2(1):26–34.
41. Akcaya JB, Kurniawan F, Juliansyah E, Lusrizanuri ) Kiki, Tinggi S, Kapuas
IK, et al. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Di Kelurahan Kapuas
Kanan Hulu Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Durian Kabupaten Sintang the
Risk Factors of Toddlers’ Stunting Events Within the Working Area of
Community Health Centre in Kelurahan Kapuas Kanan H. Jurnal-
LitbangKalbarprovGoId [Internet]. 2020;6(2):121–30. Available from:
http://jurnal-litbang.kalbarprov.go.id/index.php/litbang/article/view/172
42. Huvaid SU. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Bayi 6-12 Bulan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kota Padang. Hasanuddin J Midwifery.
2021;3(1):92–8.
43. Safitri Y, Lail NH, Indrayani T. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Stunting pada Balita dimasa Pandemi Covid-19 Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Kaler Tangerang. J Qual Women’s Heal. 2021;4(1):70–
83.
10

44. Febrina Y. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Bayi Baru Lahir di RSUD
Wonosari Kabupaten Gunungkidul Tahun 2016. Skripsi [Internet]. 2017;1–85.
Available from: http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1581/
45. Kartika M. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI
PUSKESMAS LEUWISADWNG KABUPATEN BOGOR. J Ilm Kesehat.
2021;
10

LAMPIRAN
102

Lampiran 1. Tabel Gant Chart

PRODI S1-KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN
KESEHATAN MASYARAKAT INSTITUT
KESEHATAN PRIMA NUSANTARA
BUKITTINGGI
Judul
NO Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan Judul
2. Bimbingan Proposal
3. Ujian Proposal
4. Revisi Proposal
5. Penelitian
6. Bimbingan Hasil Penelitian
7. Ujian Hasil Penelitian
8. Revisi Setelah Ujian
9. Pemeriksaan Koordinator
Skripsi Untuk Dijilid
10. Pengumpulan Skripsi

Mengetahui,
Pembimbing Proposal Mahasiswa Peneliti

Dr. Zulvi Wiyanti, S.Si.T, M.Kes (Kurnia Dewi)


NIDN.0328047505
10

Lampiran 2. Lembar Permohonan Menjadi Responden

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yth.
Bapak/Ibu/Sdr
Di
Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini mahasiswa Program Studi S1


Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi :

Nama : Kurnia Dewi

NIM : 181012113201005

Bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Faktor Risiko Kejadian


Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi
Tahun 2022”.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat kerugian bagi bapak/ibu selaku
orang tua dan anak sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan
akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Saya mohon
kesediaan bapak/ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai responden.
Demikian permohonan saya, atas kesediaan dan partisipasi bapak/ibu
responden, saya ucapkan terimakasih.
Hormat saya,

Kurnia Dewi
10

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden (Informed Consent)

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN


(Informed Consent)

Judul Penelitian : Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Di


Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi
Tahun
2022.
Nama Peneliti : Kurnia Dewi
NIM : 181012113201005

Saya adalah mahasiswa program studi S-1 Kesehatan Masyarakat Institut


Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi. Saya akan melakukan penelitian dengan
tujuan mengetahui Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2022.
Partisipasi saudara/i dalam penelitian ini adalah bersikap sukarela dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun. Apabila saudara/i bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini maka saudara/i diharapkan untuk menandatangani lembar persetujuan
menjadi responden ini.
Peneliti akan menjaga kerahasiaan identitas dan data yang responden berikan.
Informasi yang responden berikan akan saya simpan seaman mungkin dan apabila
dalam pemberian informasi ada yang kurang mengerti maka responden dapat
menanyakan kepada peneliti.

Bukittinggi, September 2022


Peneliti Responden

(Kurnia Dewi) (………………………………)


10

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS TIGO BALEH KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2022

Nomor Responden :

Hari/Tanggal :

DATA DEMOGRAFI

A. IDENTITAS RESPONDEN

Nama Ibu/Responden :

Alamat Responden :

Tempat/Tanggal Lahir :

Umur Ibu/Responden :

No.Telepon/Hp :

Pekerjaan Ibu :

B. IDENTITAS BALITA

Nama Balita :

Umur Balita :

Jenis Kelamin : (1) Laki-Laki (2) Perempuan

Tinggi Badan Balita........................cm


10

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS TIGO BALEH KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2022

A. RIWAYAT PENDIDIKAN IBU : lingkari salah satu

1. Tidak Sekolah

2. Tamat SD

3. Tamat SMP

4. Tamat SMA/SMK

5. Tamat Perguruan Tinggi

B. RIWAYAT ANEMIA IBU SAAT HAMIL

1. Apakah ibu mengalami anemia dalam kehamilan (kadar Hb < 11 gr% pada
trimester I dan III atau <10,5 gr% pada trimester II)?
a. Ya, Anemia
b. Tidak Anemia

C. BERAT BADAN BAYI LAHIR


1. Berapa berat badan anak ibu saat lahir?
a. > 2500 gram
b. < 2500 gram

D. RIWAYAT ASI EKSLUSIF

1. Apakah ibu memberikan ASI Esklusif kepada anak mulai dari usia 0-6 bulan?
a. Ya
b. Tidak
10

E. PENDAPATAN KELUARGA

1. Pendapatan keluarga ibu melebihi atau kurang dari UMR (Upah


Minimum Regional) Rp. 2.512.539 perbulannya?
a. ≤ Rp. 2.512.539
b. > Rp. 2.512.539

F. PENGETAHUAN IBU TENTANG STUNTING

Petunjuk : Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberikan tanda silang (X)
pada jawaban yang paling benar!
1. Apa yang dimaksud dengan stunting?
a. Keadaan gagal tumbuh kembang anak akibat kekurangan gizi dalam
masa kehamilan
b. Keadaan gagal tumbuh kembang anak karena faktor kemiskinan
c. Keadaan gagal tumbuh kembang anak pada 1000 hari pertama
kehidupan
d. Keadaan gagal tumbuh kembang anak karena anak mengalami infeksi
2. Stunting adalah penyakit gagal tumbuh kembang. Apa penyebab hal tersebut?
a. Kekurangan gizi kronik yang dipengaruhi banyak faktor penyebab
b. Masalah yang bisa menjadi gizi buruk jika berkepanjangan
c. Kurangnya asupan makanan yang mengandung karbohidrat dalam
tubuh anak
d. Anak dengan tinggi badan berada di garis kurang dari -2 standar deviasi
WHO
3. Bagaimana ciri-ciri anak yang mengalami stunting?
a. Tubuh kurus
b. Perut buncit
c. Wajah lebih muda
d. Tubuh pendek
4. Bagaimana cara mengetahui seorang anak balita yang mengalami stunting?
a. Mengukur TB/U menurut z-score
b. Mengukur BB/U
c. Menghitung IMT
d. Menanyakan riwayat BB anak lahir
10

5. Pada usia berapa stunting pada anak dapat terlihat jelas…


a. 0-2 bulan
b. 0-6 bulan
c. 1 tahun
d. 2 tahun
6. Salah satu dampak jangka pendek dari stunting adalah…
a. Gangguan mental
b. Gangguan psikologis
c. Gangguan kecerdasan dan pertumbuhan fiisk
d. Gangguan memori untuk mengingat
7. Dampak jangka panjang stunting salah satunya yaitu...
a. Penurunan kekebalan tubuh dan prestasi belajar
b. Penurunan berat badan
c. Penurunan tinggi badan
d. Penurunan kekuatan fisik
8. Menurut keluarga penanganan gizi spesifik stunting dapat dilakukan
dengan...
a. Memberikan makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil dan
memberikan ASI eksklusif serta MP-ASI pada anak
b. Memberikan ASI dan susu formula
c. Memberikan makanan yang berprotein tinggi (daging, ayam, ikan, telur)
d. Memberikan suplemen makan pada anak
9. Menurut keluarga penanganan gizi sensitif stunting dapat dilakukan salah
satunya dengan…
a. Lingkungan dan sumber air harus bersih
b. Lingkungan tempat tinggal dekat dengan jalan raya
c. Lingkungan tempat tinggal dekat dengan pasar
d. Lingkungan tempat tinggal dekat dengan puskesmas
10. Manakah pertanyaan di bawah ini yang paling benar mengenai sistem imun
yang dimiliki anak stunting?
a. Anak stunting memiliki sistem imun yang lebih baik dari pada anak
yang tidak stunting
b. Anak stunting memiliki sistem imun yang sama dengan anak yang tidak
stunting
c. Anak stunting memiliki sistem imun yang sama dengan orang tuanya
d. Anak stunting memiliki sistem imun yang rentan terkena infeksi
dibandingkan dengan anak yang tidak stunting

Sumber : Mahalina Ocha Danna (2019) dan Gilbert Aldony Hutabarat (2021)
10

G. POLA ASUH IBU

Petunjuk : Berilah tanda (√) pada kolom yang telah disediakan untuk pertanyaan
dibawah ini sesuai dengan yang anda lakukan.
Ya : Jika pertanyaan tersebut dilakukan ibu
Tidak : Jika pertanyaan tersebut tidak dilakukan
ibu

I. Praktek Pemberian Makan Balita

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah ibu memberikan ASI saja tanpa


makanan lain kepada anak sejak lahir sampai
usia 6 bulan?
2 Apakah ibu mulai memberikan anak makanan
pendamping ASI pada usia 6 bulan?
3 Apakah makanan pokok yang diberikan pada
anak berupa nasi, sayur dan lauk?
4 Apakah ibu memperhatikan komposisi zat
gizi dan variasi menu dalam menyusun menu
untuk
anak?
5 Apakah ibu mengawasi dan mendampingi
anak ketika makan?
6 Apakah pola makan anak yang diterapkan
dalam sehari terdiri dari 3 kali makan utama
(pagi, siang, dan malam) serta 2 kali makanan
selingan?
7 Apakah makanan yang diberikan kepada anak
bervariasi setiap hari?
8 Apakah menggunakan bahan makanan yang
masih segar dan berkualitas baik dalam
mengolah makanan untuk anak?

II. Rangsangan Psikososial

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah ibu selalu mendongengkan atau bercerita


pada anak?
2 Apakah ibu membiasakan anak untuk tidur tepat
waktu pada malam hari?
3 Apakah ibu selalu menganjurkan anak agar tidur
siang?
11

4 Apakah ibu selalu mempunyai waktu untuk


berliburan dengan anak?
5 Apakah ibu membiarkan anak bermain dengan
teman-temannya?
6 Apakah ibu menyediakan mainan untuk anak?

7 Apakah ibu mendampingi atau menyuapi anak


ketika makan?
8 Apakah ibu selalu merespon anak ketika
berceloteh?

III. Praktik Kebersihan/Higyene

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah ibu mencuci piring dan gelas dengan air


dan sabun?
2 Apakah ibu memandikan anak 2 kali sehari?

3 Apakah ibu mencuci tangan ketika hendak


memberikan makan pada anak?
4 Apakah anak ibu sebelum dan sesudah makan
selalu mencuci tangan dengan sabun?
5 Apakah anak ibu setelah BAB mencuci tangan
dengan sabun?
6 Bila anak sedang bermain di luar rumah, apakah
anak memakai alas kaki?
7 Apakah ibu membersihkan kuku anak 1 kali dalam
seminggu?
8 Apakah ibu menggosok gigi anak 2 kali sehari?

IV. Sanitasi Lingkungan (Observasi)

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah ibu mempunyai Saluran Pembuangan Air


Limbah di rumah?
2 Apakah ibu mempunyai jamban keluarga di dalam
rumah?
3 Apakah di rumah ibu ada tempat pembuangan
sampah?
4 Apakah rumah ibu mempunyai ventilasi yang
cukup (baik)?
11

5 Apakah lantai rumah ibu terbuat dari semen?

6 Apakah ibu menampung air bersih untuk


memasak?
7 Apakah tempat penampungan air di dalam rumah
ibu tertutup?
8 Apakah ibu membersihkan tempat-tempat
penampungan air minimal satu kali satu minggu?

V. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah ibu rutin membawa anak ibu ke posyandu


untuk ditimbang?
2 Apakah ibu membawa KMS bila datang ke
posyandu?
3 Apakah anak ibu mendapatkan imunisasi lengkap?

4 Apakah ibu langsung membawa anak ke pelayanan


kesehatan terdekat jika anak sakit?
5 Apakah ibu langsung memberikan obat untuk
anak bila anak sakit?
6 Apakah ibu pernah mendapatkan penyuluhan
kesehatan dan gizi?
7 Apakah ibu sewaktu hamil, rutin memeriksakan
kehamilan di pelayanan kesehatan?
8 Apakah ibu waktu melahirkan ditolong oleh
tenaga kesehatan?

Sumber : Rahmayana (2014) dan Sri Nurannisa (2021)


11

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian Dari LPPM


11

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian Dari Kesbangpol


11

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian Dari Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi


11

Lampiran 8. Outout Analisis Data (SPSS)

A. Analisis Univariat

Stunting

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Stunting 53 55.8 55.8 55.8

Tidak Stunting 42 44.2 44.2 100.0

Total 95 100.0 100.0

ASI Ekslusif

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Ekslusif 39 41.1 41.1 41.1

Ekslusif 56 58.9 58.9 100.0

Total 95 100.0 100.0

Berat Badan Lahir

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid BBLR 44 46.3 46.3 46.3

Normal 51 53.7 53.7 100.0

Total 95 100.0 100.0


11

Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Anemia 37 38.9 38.9 38.9

Tidak Anemia 58 61.1 61.1 100.0

Total 95 100.0 100.0

Pendidikan Ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rendah 34 35.8 35.8 35.8

Tinggi 61 64.2 64.2 100.0

Total 95 100.0 100.0

Pengetahuan Ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rendah 69 72.6 72.6 72.6

Tinggi 26 27.4 27.4 100.0

Total 95 100.0 100.0

Pola Asuh Ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 47 49.5 49.5 49.5

Baik 48 50.5 50.5 100.0

Total 95 100.0 100.0


11

Pendapatan Keluarga

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rendah 66 69.5 69.5 69.5

Tinggi 29 30.5 30.5 100.0

Total 95 100.0 100.0

B. Analisis Bivariat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

ASI Ekslusif * Stunting 95 100.0% 0 .0% 95 100.0%


Berat Badan Lahir * Stunting 95 100.0% 0 .0% 95 100.0%

Riwayat Anemia Ibu Saat


95 100.0% 0 .0% 95 100.0%
Hamil * Stunting

Pendidikan Ibu * Stunting 95 100.0% 0 .0% 95 100.0%

Pengetahuan Ibu * Stunting 95 100.0% 0 .0% 95 100.0%

Pola Asuh Ibu * Stunting 95 100.0% 0 .0% 95 100.0%

Pendapatan Keluarga *
95 100.0% 0 .0% 95 100.0%
Stunting
11

ASI Ekslusif * Stunting

Crosstab

Stunting

Stunting Tidak Stunting Total

ASI Ekslusif Tidak Ekslusif Count 16 23 39

Expected Count 21.8 17.2 39.0

% within ASI Ekslusif 41.0% 59.0% 100.0%

% within Stunting 30.2% 54.8% 41.1%

% of Total 16.8% 24.2% 41.1%

Ekslusif Count 37 19 56

Expected Count 31.2 24.8 56.0

% within ASI Ekslusif 66.1% 33.9% 100.0%

% within Stunting 69.8% 45.2% 58.9%

% of Total 38.9% 20.0% 58.9%

Total Count 53 42 95

Expected Count 53.0 42.0 95.0

% within ASI Ekslusif 55.8% 44.2% 100.0%

% within Stunting 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 55.8% 44.2% 100.0%


11

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.847a 1 .016


Continuity Correction b
4.875 1 .027
Likelihood Ratio 5.876 1 .015
Fisher's Exact Test
.021 .014
Linear-by-Linear Association 5.785 1 .016
N of Valid Casesb 95

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,24.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for ASI Ekslusif


.357 .154 .831
(Tidak Ekslusif / Ekslusif)
For cohort Stunting =
.621 .408 .945
Stunting

For cohort Stunting = Tidak


1.738 1.109 2.725
Stunting

N of Valid Cases 95
12

Berat Badan Lahir * Stunting

Crosstab

Stunting

Stunting Tidak Stunting Total

Berat Badan Lahir BBLR Count 30 14 44

Expected Count 24.5 19.5 44.0

% within Berat Badan Lahir 68.2% 31.8% 100.0%

% within Stunting 56.6% 33.3% 46.3%

% of Total 31.6% 14.7% 46.3%

Normal Count 23 28 51

Expected Count 28.5 22.5 51.0

% within Berat Badan Lahir 45.1% 54.9% 100.0%

% within Stunting 43.4% 66.7% 53.7%

% of Total 24.2% 29.5% 53.7%

Total Count 53 42 95

Expected Count 53.0 42.0 95.0

% within Berat Badan Lahir 55.8% 44.2% 100.0%

% within Stunting 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 55.8% 44.2% 100.0%


12

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.103a 1 .024


Continuity Correction b
4.210 1 .040
Likelihood Ratio 5.168 1 .023
Fisher's Exact Test
.038 .020
Linear-by-Linear Association 5.049 1 .025
N of Valid Casesb 95

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,45.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Berat Badan


2.609 1.125 6.046
Lahir (BBLR / Normal)
For cohort Stunting =
1.512 1.051 2.176
Stunting

For cohort Stunting = Tidak


.580 .352 .955
Stunting

N of Valid Cases 95
12

Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil * Stunting

Crosstab

Stunting

Stunting Tidak Stunting Total

Riwayat Anemia Ibu Saat Anemia Count 25 12 37


Hamil Expected Count 20.6 16.4 37.0

% within Riwayat Anemia Ibu


67.6% 32.4% 100.0%
Saat Hamil

% within Stunting 47.2% 28.6% 38.9%

% of Total 26.3% 12.6% 38.9%

Tidak Anemia Count 28 30 58

Expected Count 32.4 25.6 58.0

% within Riwayat Anemia Ibu


48.3% 51.7% 100.0%
Saat Hamil

% within Stunting 52.8% 71.4% 61.1%

% of Total 29.5% 31.6% 61.1%

Total Count 53 42 95

Expected Count 53.0 42.0 95.0

% within Riwayat Anemia Ibu


55.8% 44.2% 100.0%
Saat Hamil

% within Stunting 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 55.8% 44.2% 100.0%


12

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 3.409a 1 .065


Continuity Correction b
2.671 1 .102
Likelihood Ratio 3.459 1 .063
Fisher's Exact Test
.090 .050
Linear-by-Linear Association 3.373 1 .066
N of Valid Casesb 95

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,36.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Riwayat


Anemia Ibu Saat Hamil 2.232 .945 5.273
(Anemia / Tidak Anemia)
For cohort Stunting =
1.400 .989 1.981
Stunting

For cohort Stunting = Tidak


.627 .370 1.062
Stunting

N of Valid Cases 95
12

Pendidikan Ibu * Stunting

Crosstab

Stunting

Stunting Tidak Stunting Total

Pendidikan Ibu Rendah Count 21 13 34

Expected Count 19.0 15.0 34.0

% within Pendidikan Ibu 61.8% 38.2% 100.0%

% within Stunting 39.6% 31.0% 35.8%

% of Total 22.1% 13.7% 35.8%

Tinggi Count 32 29 61

Expected Count 34.0 27.0 61.0

% within Pendidikan Ibu 52.5% 47.5% 100.0%

% within Stunting 60.4% 69.0% 64.2%

% of Total 33.7% 30.5% 64.2%

Total Count 53 42 95

Expected Count 53.0 42.0 95.0

% within Pendidikan Ibu 55.8% 44.2% 100.0%

% within Stunting 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 55.8% 44.2% 100.0%


12

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .766a 1 .381


Continuity Correction b
.436 1 .509
Likelihood Ratio .771 1 .380
Fisher's Exact Test
.399 .255
Linear-by-Linear Association .758 1 .384
N of Valid Casesb 95

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,03.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pendidikan


1.464 .623 3.442
Ibu (Rendah / Tinggi)
For cohort Stunting =
1.177 .824 1.682
Stunting

For cohort Stunting = Tidak


.804 .487 1.329
Stunting

N of Valid Cases 95
12

Pengetahuan Ibu * Stunting

Crosstab

Stunting

Stunting Tidak Stunting Total

Pengetahuan Ibu Rendah Count 33 36 69

Expected Count 38.5 30.5 69.0

% within Pengetahuan Ibu 47.8% 52.2% 100.0%

% within Stunting 62.3% 85.7% 72.6%

% of Total 34.7% 37.9% 72.6%

Tinggi Count 20 6 26

Expected Count 14.5 11.5 26.0

% within Pengetahuan Ibu 76.9% 23.1% 100.0%

% within Stunting 37.7% 14.3% 27.4%

% of Total 21.1% 6.3% 27.4%

Total Count 53 42 95

Expected Count 53.0 42.0 95.0

% within Pengetahuan Ibu 55.8% 44.2% 100.0%

% within Stunting 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 55.8% 44.2% 100.0%


12

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 6.482a 1 .011


Continuity Correction b
5.356 1 .021
Likelihood Ratio 6.807 1 .009
Fisher's Exact Test
.012 .009
Linear-by-Linear Association 6.414 1 .011
N of Valid Casesb 95

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,49.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pengetahuan


.275 .098 .768
Ibu (Rendah / Tinggi)
For cohort Stunting =
.622 .450 .860
Stunting

For cohort Stunting = Tidak


2.261 1.082 4.726
Stunting

N of Valid Cases 95
12

Pola Asuh Ibu * Stunting

Crosstab

Stunting

Stunting Tidak Stunting Total

Pola Asuh Ibu Kurang Count 29 18 47

Expected Count 26.2 20.8 47.0

% within Pola Asuh Ibu 61.7% 38.3% 100.0%

% within Stunting 54.7% 42.9% 49.5%

% of Total 30.5% 18.9% 49.5%

Baik Count 24 24 48

Expected Count 26.8 21.2 48.0

% within Pola Asuh Ibu 50.0% 50.0% 100.0%

% within Stunting 45.3% 57.1% 50.5%

% of Total 25.3% 25.3% 50.5%

Total Count 53 42 95

Expected Count 53.0 42.0 95.0

% within Pola Asuh Ibu 55.8% 44.2% 100.0%

% within Stunting 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 55.8% 44.2% 100.0%


12

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.318a 1 .251


Continuity Correction b
.887 1 .346
Likelihood Ratio 1.322 1 .250
Fisher's Exact Test
.304 .173
Linear-by-Linear Association 1.305 1 .253
N of Valid Casesb 95

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20,78.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pola Asuh Ibu


1.611 .712 3.644
(Kurang / Baik)
For cohort Stunting =
1.234 .860 1.772
Stunting

For cohort Stunting = Tidak


.766 .483 1.213
Stunting

N of Valid Cases 95
13

Pendapatan Keluarga * Stunting

Crosstab

Stunting

Stunting Tidak Stunting Total

Pendapatan Keluarga Rendah Count 35 31 66

Expected Count 36.8 29.2 66.0

% within Pendapatan
53.0% 47.0% 100.0%
Keluarga

% within Stunting 66.0% 73.8% 69.5%

% of Total 36.8% 32.6% 69.5%

Tinggi Count 18 11 29

Expected Count 16.2 12.8 29.0

% within Pendapatan
62.1% 37.9% 100.0%
Keluarga

% within Stunting 34.0% 26.2% 30.5%

% of Total 18.9% 11.6% 30.5%

Total Count 53 42 95

Expected Count 53.0 42.0 95.0

% within Pendapatan
55.8% 44.2% 100.0%
Keluarga

% within Stunting 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 55.8% 44.2% 100.0%


13

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .667a 1 .414


Continuity Correction b
.351 1 .553
Likelihood Ratio .672 1 .412
Fisher's Exact Test
.503 .278
Linear-by-Linear Association .660 1 .416
N of Valid Casesb 95

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,82.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pendapatan


.690 .283 1.684
Keluarga (Rendah / Tinggi)
For cohort Stunting =
.854 .594 1.230
Stunting

For cohort Stunting = Tidak


1.238 .728 2.107
Stunting

N of Valid Cases 95
13

Lampiran 9. Dokumentasi Kegiatan Penelitian


13
13
13

Lampiran 10. Format Bimbingan Skripsi


13

Anda mungkin juga menyukai