Anda di halaman 1dari 8

BERPIKIR KRITIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PADA MASALAH EPIDEMIOLOGI TERKAIT KESEHATAN REPRODUKSI

A. Cara berpikir kritis


Dalam usaha menjadi seorang pemikir kritis perlu kesadaran dan ketrampilan
untuk memaksimalkan kerja otak melalui langkah-langkah berpikir kritis yang baik
sehingga kerangka berpikir dan cara berpikir tersusun dengan pola yang baik. Namun
demikian, berpikir kritis sulit diukur karena merupakan suatu proses bukan hasil yang
dapat dilihat. Suatu bentuk berpikir kritis dapat berupa seseorang yang terus
mempertanyakan asumsi, mempertimbangkan konteks (kejelasan makna),
menciptakan dan mengeksplorasi elternatif dan terlibat dalam skeptisisme reflektif
(pemikiran yang tidak mudah percaya atas informasi yang diterima.
Menurut Kneedler dari Statewide History Social Science Assessment Advisory
Committe dalam Surya (2011) mengemukakan langkah berpikir kritis sebagai berikut :
1. Mengenali masalah (defining and clarifying problem)
a. Mengidentifikasi isu-isu atau permasalahan pokok
b. Membandingkan kesamaan dan perbedaan
c. Memilih informasi yang relevan
d. Merumuskan atau memformulasi masalah
2. Menilai informasi yang relevan
a. Menyeleksi fakta, opini, hasil nalar (judgment)
b. Mengecek konsistensi
c. Mengidentifikasi asumsi
d. Mengenali kemungkinan faktor stereotip
e. Mengenali kemungkinan bias, emosi, propaganda, salah penafsiran kalimat
(semantic slanting)
f. Mengenali kemungkinan perbedaan orientasi nilai dan ideologi
3. Pemecahan masalah/ penarikan kesimpulan
a. Mengenali data yang diperlukan dan cukup tidaknya data
b. Meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi dari keputusan atau
pemecahan masalah atau kesimpulan yang diambil.

Bhisma mengemukakan bahwa untuk melatih berpikir kritis, seorang perlu


menyadari dan menghindari adanya kecen-derungan untuk melakukan kesalahan-
kesalahan yang menyebabkan orang tidak berpikir kritis, antara lain sebagai berikut :
1. Dalam suatu argumen terlalu mengeneralisasi posisi atau keadaan. Sebagai contoh,
dalam suatu argumen terdapat kecenderungan untuk mengira semua orang tahu,
padahal tidak setiap orang tahu. Demikian juga mengira semua orang tidak tahu,
padahal ada orang yang tahu. Pemikir kritis berhati-hati dalam menggunakan kata

Pert 14 : Berpikir Dalam Epidemiologi Kespro Page 1


“semua”, atau “setiap”. Lebih aman menggunakan kata “sebagian besar”, atau
“beberapa”.
2. Menyangka bahwa setiap orang memiliki bias (keberpihakan) di bawah sadar, lalu
mempertanyakan pemikiran refleksif yang dilakukan orang lain. Pemikir kritis harus
bersedia untuk menerima kebenaran argumen orang lain. Perdebatan tentang
argumen bisa saja menarik, tetapi tidak selalu berarti bahwa argumen sendiri
benar.
3. Mengadopsi pendapat yang ego-sensitif. Nilai-nilai, emosi, keinginan, dan
pengalaman seorang mempengaruhi keyakinan dan kemampuan orang untuk
memiliki pemikiran yang terbuka. Pemikir kritis harus menyingkirkan kesalahan ini
dan mempertimbangkan untuk menerima informasi dari luar
4. Mengingat kembali keyakinan lama yang dipercaya dengan kuat tetapi sekarang
ditolak
5. Kecenderungan untuk berpikir kelompok, suatu keadaan di mana keyakinan
seorang dibentuk oleh pemikiran orang-orang disekitarnya daripada apa yang
dialami atau saksikan

Proses berpikir kritis yang dideskripsikan Wolcott dan Lynch dalam Sujanto
(2004) adalah
1. Mengidentifikasi masalah informasi yang relevan dan semua dugaan tentang
masalah tersebut
2. Mengeksplorasi interpretasi dan mengidentifikasi hubungan yang ada
3. Menentukan prioritas alternatif yang ada dan mengkomunikasikan kesimpulan
4. Mengintegrasikan, memonitor dan menyaring strategi untuk penanganan ulang
masalah.

B. Langkah – langkah dalam memecahkan masalah


Prinsip utama dalam menetapkan suatu masalah adalah mengetahui fakta
kemudian memisahkan fakta tersebut dan melakukan interpretasi data menjadi fakta
objektif dan menentukan luasnya masalah tersebut. Pemecahan masalah merupakan
aktivitas mental yang tinggi dalam teori belajar seperti yang dikemukakan oleh Gagne
dalam Warli (2006) yang mengungkapkan bahwa teori belajar dapat dikelompokkan
menjadi 8 tipe belajar, yaitu :
1. Belajar isyarat (signal learning)
2. Belajar stimulus respon (stimulus-response learning)
3. Rangkaian gerak (motor chaining)
4. Rangkaian verbal (verbal chaining)
5. Belajar membedakan (discrimination learning)
6. Belajar konsep (concepted learning)
7. Belajar aturan (rule learning)

Pert 14 : Berpikir Dalam Epidemiologi Kespro Page 2


8. Pemecahan masalah (problem solving)
Berdasarkan urutan tsb menunjukkan bahwa pemecahan masalah merupakan
tahapan teori belajar tertinggi sehingga dalam pelaksanaan pemecahan masalah
membutuhkan suatu strategi. Strategi dalam pemecahan masalah menurut Polya dan
Pasmed dalam Depdiknas (2004) yaitu :
1. Mencoba-coba
Biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalah
dengan trial and error
2. Membuat diagram
Berkaitan dengan pembuatan sket atau gambar untuk mempermudah memahami
masalahnya dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaian.
3. Mencobakan pada soal sederhana
Berkenaan dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan
sederhana sehingga gambaran umum penyelesaian masalahnya akan lebih
mudah dianalisis dan akan lebih mudah ditemukan
4. Membuat tabel
Untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan fikiran sehingga segala
sesuatunya tidak hanya dibayangkan oleh otak dengan kemampuan terbatas
5. Menemukan pola
Berkaitan dengan mencari keteraturan-keteraturan sehingga memudahkan dalam
penyelesaian masalah
6. Memecah tujuan
Berkaitan dengan pemecahan tujuan umum yang hendak dicapai menjadi satu
atau beberapa tujuan bagian yang akan digunakan sebagai batu loncatan
7. Memperhitungkan setiap kemungkinan
Berkaitan dengan penggunaan aturan yang dibuat sendiri oleh pelaku selama
proses pemecahan masalah sehingga dapat dipastikan tidak ada satupun
alternatif yang terabaikan
8. Berpikir logis
Berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan yang
sah atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada
9. Bergerak dari belakang
Menganalisis cara mendapatkan tujuan yang hendak dicapai. Dengan strategi ini
awal dari pemecahan masalah dari yang diinginkan atau ditanyakan lalu
menyesuaikannya dengan yang diketahui
10. Mengabaikan hal yang tidak mungkin
Dari berbagai alternatif yang ada, alternatif yang sudah jelas tidak mungkin agar
dicoret/ diabaikan sehingga perhatian dapat tercurah pada hal-hal yang tersisa
dan masih mungkin saja

Pert 14 : Berpikir Dalam Epidemiologi Kespro Page 3


Prosedur dalam memecahkan masalah menurut Rebori dalam Rahayu (2008)
adalah :
1. Menemukan adanya masalah
2. Mengidentifikasi dan menemukan penyebab utama dari suatu masalah
3. Menghasilkan beberapa alternatif solusi
4. Menentukan alternatif solusi
5. Mengembangkan suatu rencana tindakan
6. Penerapan

Proses pemecahan masalah menurut Berry Beyer dalam Nasution (1999) adalah
sebagai berikut :
1. Merumuskan masalah/ soal
a. Menyadari adanya problem atau persoalan
b. Melihat maknanya
c. Mengusahakan agar masalah itu dapat dikendalikan
2. Mengembangkan jawaban sementara
a. Meneliti dan mengklasifikasi data yang ada
b. Mencari hubungan, membuat tafsiran yang logis
c. Merumuskan hipotesis
3. Menguji jawaban sementara
a. Mengumpulkan data/ bukti
b. Menyusun data/ bukti
c. Menganalisis data/ bukti
4. Mengembangkan dan mengambil kesimpulan
a. Mengevaluasi hubungan antara bukti dan hipotesis
b. Merumuskan kesimpulan
5. Menerapkan kesimpulan pada data atau pengalaman baru
a. Menguji dengan bukti baru
b. Membuat generalisasi tentang hasilnya

Dalam pemecahan masalah ada empat langkah fase penyelesaian menurut


Polya dalam Warli (2006) yaitu :
1. Memahami masalah
Seseorang akan mampu menyelesaikan masalah dengan benar apabila
memahami masalah yang diberikan.
2. Merencanakan penyelesaian
Fase ini sangat bergantung pada pengalaman seseorang dalam menyelesaikan
masalah. Seseorang akan cenderung lebih kreatif apabila memiliki pengalaman
yang bervariatif.

Pert 14 : Berpikir Dalam Epidemiologi Kespro Page 4


3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
Penyelesaian masalah segera dilaksanakan apabila penyusunan rencana telah
disusun
4. Melakukan pengecekan kembali
Melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari fase pertama
hingga fase ke tiga

Pemecahan masalah menurut Gagne dalam Ruseffendi (1991) melalui lima


langkah yang harus dilakukan yaitu :
1. Menyajikan dalam bentuk yang lebih jelas
2. Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan)
3. Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan
baik untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah itu.
4. Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya
(pengumpulan data, pengolahan data dll), hasilnya mungkin lebih dari satu
5. Memeriksa kembali (mengecek) apakah hasil yang diperoleh itu benar atau
mungkin memilih alternatif pemecahan yang terbaik
Bagan proses pemecahan masalah

Pemecahan masalah Merencanakan kemungkinan


Memahami masalah yang lalu menduga masalah yang akan datang

Pengambilan keputusan
Mengenalkan perubahan

Lampau Kini Akan Datang

Gambar Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan :


Masalah

Pengumpulan data

Analisa Data

Mengembangkan Pemecahan

Memilih alternatif

Implementasi

Evaluasi

Pert 14 : Berpikir Dalam Epidemiologi Kespro Page 5


Salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan dalam penyelesaian
suatu masalah adalah kurang tepat dalam mengidentifikasi masalah. Kualitas hasil
penyelesaian masalah tergantung pada keakuratan dalam mengidentifikasi masalah.
Identifikasi masalah dipengaruhi oleh informasi yang tersedia, nilai, sikap dan
pengalaman pembuat keputusan serta waktu penyelesaian masalah terutama pada
saat pengumpulan data dan mengorganisir data. Langkah-langkah dalam pemecahan
masalah pada gambar dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang dihadapi
Untuk memahami hakikat suatu masalah merupakan sesuatu yang tidak mudah,
karena masalah yang sebenarnya dihadapi sering terselubung dan tidak terlihat
jelas. Oleh karena itu diperlukan keahlian, pendidikan dan pengalaman untuk
membuat diagnosa yang tepat
2. Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan
Pengumpulan data atau informasi dilakukan secara berkesinambungan melalui
proses yang sistematis sehingga upaya untuk mengantisipasi keadaan/ masalah
yang mungkin timbul akan lebih mudah dilaksanakan, seperti :
a. Apakah masalah yang dihadapi diketahui dengan jelas?
b. Apakah keadaan yang dihadapi merupakan masalah sebenarnya?
c. Apakah sistem pelaporan di dalam organisasi sudah memungkinkan untuk
prediksi secara tepat?
3. Mengolah data dan fakta
Fakta-fakta dan data yang telah terkumpul dengan baik diolah secara sistematis
yang akhirnya akan merupakan suatu informasi yang akan digunakan sebagai
bahan untuk pengambilan keputusan. Analisa fakta dan data perlu dihubungkan
dengan serangkaian pertanyaan :
a. Situasi yang bagaimanakah yang menimbulkan masalah?
b. Apa latar belakang dari masalah itu?
c. Apa pengaruh dan hubungan antara masalah yang dihadapi dengan tujuan,
rencana dan kebijakan yang ada?
d. Apa konsekuensi atas keputusan yang diambil?
e. Apakah waktu pengambilan data tepat?
f. Siapa yang akan bertugas mengambil tindakan?
4. Menentukan beberapa alternatif pemecahan masalah
Baik buruknya suatu keputusan yang diambil tergantung pada kemampuan
menganalisa kekuatan dan kelemahan alternatif yang dihadapi. Dalam usaha
menganalisa alternatif yang ada, seseorang perlu memperhitungkah :
a. Siapa yang terlibat/ dipengaruhi oleh alternatif?
b. Tindakan apa yang diperlukan?
c. Reaksi apa yang mungkin timbul?

Pert 14 : Berpikir Dalam Epidemiologi Kespro Page 6


d. Dimana sumber reaksi tersebut?
e. Interaksi apa yang diperlukan?
5. Memilih cara pemecahan dari alternatif yang dipilih
6. Memutuskan tindakan yang akan diambil
Pada point 5 dan 6 seseorang menentukan keputusan yang akan diambil dalam
rangka memecahkan suatu permasalahan. Setiap pengambilan keputusan tentu
disertai dengan risiko. Pada umumnya pilihan diambil dari beberapa alternatif jika
diduga bahwa pilihan tersebut akan memberikan manfaat yang paling besar
untuk jangka waktu panjang maupun jangka pendek. Namun demikian, perlu
dipertimbangkan juga bahwa risiko yang menyertai.
7. Evaluasi
Untuk mengadakan penilaian yang baik diperlukan obyektivitas dalam melakukan
penilaian atau evaluasi. Biasanya suatu hal yang sangat sukar bagi seseorang
untuk menilai dirinya sendiri secara obyektif. Oleh karena itu pelaksanaan
penilaian dapat diserahkan kepada pihak ketiga yang tidak terlibat langsung
dalam proses pengambilan keputusan untuk memperoleh tingkat obyektivitas
setinggi mungkin. Pada proses evaluasi perlu diperhatikan mengenai tempat,
penanggung jawab serta waktu pelaksanaan kegiatan.

C. Proses pengambilan keputusan berpikir kritis dalam kebidanan


Pengambilan keputusan perlu dilakukan oleh bidan dalam melaksanakan
manajemen kebidanan terutama bidan manajer pada setiap tingkatan bagian di
institusi pelayanan. Banyak waktu yang dihabiskan oleh seorang manajer untuk
menyelesaikan masalah dan membuat keputusan secara kritis. Salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap keberhasilan dan kegagalan seorang manajer adalah
ketrampilan dalam pengambilan keputusan.
Suatu model proses yang adekuat sebagai dasar teori untuk memahami dan
mengaplikasikan ketrampilan berpikir kritis menurut Marquest & Houston (2010) perlu
digunakan untuk meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan. Ada lima
langkah kritis dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, yaitu :
1. Penetapan Tujuan
Penetapan tujuan harus jelas dan konsisten dengan pernyataan filosofi individu
atau organisasi. Jika aspek tersebut tidak terpenuhi maka kemungkinan
keputusan yang dibuat berkualitas buruk. Handoko (2009) mengemukakan hal
pertama yang harus dilakukan oleh seorang manajer adalah menemukan dan
memahami masalah untuk diselesaikan agar perumusan masalah menjadi jelas.
2. Mengumpulkan data secara cermat
Setelah manajer menentukan atau merumuskan masalah dan tujuan, manajer
harus menentukan data-data yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang

Pert 14 : Berpikir Dalam Epidemiologi Kespro Page 7


tepat (Handoko, 2009. Pengumpulan data dimulai dengan mengidentifikasi
masalah atau kesempatan untuk mengambil keputusan dan berlanjut ke proses
penyelesaian masalah. Ketika mengumpulkan informasi, manajer harus berhati-
hati agar data yang dimilikinya dan orang lain tidak salah fakta.
3. Membuat banyak alternatif
Semakin banyak alternatif yang dapat dibuat dalam penyelesaian masalah dan
pengambilan keputusan maka semakin besar kesempatan menghasilkan
keputusan akhir. Dengan tidak membatasi hanya pada satu alternatif yang jelas,
orang akan mampu untuk menerobos pola kebiasaan atau pengekangan berpikir
dan memungkinkan munculnya gagasan baru. Menurut Handoko (2009) setelah
membuat alternatif keputusan, manajer harus mengevaluasi alternatif tersebut
untuk menilai keefektifitasannya, dan langkah selanjutnya adalah memilih
alternatif terbaik yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan
4. Berpikir logis
Selama proses penyelesaian masalah seseorang harus menarik inferensi
(simpulan) informasi dan mempertimbangkan informasi serta alternatif secara
cermat. Kesalahan berlogika pada titik ini akan mengarahkan pada kualitas
keputusan yang kurang baik. Ada beberapa cara berpikir yang tidak logis, seperti
terlalu menggeneralisasi, afirmasi konsekuensi, dan berargumen dengan analogi.
5. Memilih dan bertindak secara efektif
Mengumpulkan informasi yang adekuat, berpikir logis, memilih diantara banyak
alternatif, dan memahami pengaruh nilai-nilai individu tidaklah cukup. Dalam
analisis akhir, seseorang harus bertindak. Banyak orang yang menunda untuk
bertindak karena mereka kurang berani menghadapi konsekuensi pilihan yang
mereka ambil. Pada tahap ini manajer perlu memperhatikan berbagai resiko dan
ketidakpastian sebagai konsekuensi keputusan yang telah dibuat, karena dengan
mengambil langkah tersebut manajer dapat menentukan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan untuk menanggulangi hambatan dan tantangan yang akan terjadi
(Handoko, 2009)

Pert 14 : Berpikir Dalam Epidemiologi Kespro Page 8

Anda mungkin juga menyukai