PUBLIKASI
Oleh : NITA
JUWITA
Overmacht dalam tindak pidana pembunuhan menurut hukum islam tidak dapat
menghapus hukuman, para ulama menyepakati bahwa bagi siapa saja yang telah
melakukan pembunuhan dengan alasan terpaksa (Ikrah) maka tetapdijatuhi
hukuman diyat atau ta’zir. Sedangkan overmacht dalam tindak pembunuhan
menurut hukum pidana positif menyatakan bahwa apabila pelaku melakukan
pembunuhan dengan alasan terpaksa (Overmacht) maka pelaku tersebut didapat
dijatuhi hukuman pidana, karena dalam hukum pidana positif overmacht adalah
salah satu alasan penghapusan pidana.
ABSTRACT
The method used in the conduct of this study is the use of normative law research,
which is intended as an attempt to bring the issues examined by the legal nature
of the normative, the author uses descriptive analysis and comparative which
describes how the basic law of coercion in the criminal act of murder under
Islamic criminal law and according to the criminal law Positive, as well as how
the implementation of criminal sanctions in terms of Islamic criminal law and the
criminal law Positive.
Coercion in the criminal act of murder under Islamic law can not remove the
penalty, the scholars agreed that for anyone who has committed a murder on the
grounds forced (Ikrah) then still getdiyat or ta'zir punishment. While coercion in
the murder according to positive criminal law states that if the perpetrators of
murder by reason of forced (coercion) the offender is obtained sentenced
criminal, because of the positive criminal law coercion is one reason for removal
of criminal.
1
PENDAHULUAN
Islam adalah suatu agama yang disampaikan oleh nabi-nabi berdasarkan
wahyu Allah yang disempurnakan dan diakhiri dengan wahyu Allah pada nabi
1
Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. Setiap orang Islam harus mengikuti
syari‟at Islam, Segala yang telah diperintahkan oleh Allah dan dicontohkan oleh
maupun jasmani, individual dan sosial. Menurut Abu Ishq al Shatibi (m.d.
790/1388) merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara: (1) agama,
(2) jiwa, (3) akal, (4) keturunan, dan (5) harta, yang kemudian disepakati oleh
ilmuwan lainnya. Kelima tujuan hukum Islam itu didalam kepustakaan disebut al-
2
maqasid al-khamsah atau al-maqasid al-shari‟ah (tujuan hukum Islam).
telah memiliki norma atau aturan yang mengaturnya, seperti dalam Islam
ketentuan hukum yang berkaitan dengan tindak pidana maka telah diatur dalam
Hukum Pidana Islam (Jinayah), dan di Indonesia peraturan yang mengatur tentang
segala tindak pidana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
sebagai berikut : Contoh dalam hal pembunuhan adalah sebagai berikut : Dua
dadung yang dipegang oleh kedua orang itu. Pada suatu waktu terjadi keadaan,
bahwa bagi si D hanya ada dua alternatif, yaitu melepaskan talinya dengan akibat
bahwa si E akan jatuh ke dalam jurang, atau tetap memegang tali dengan
1
Syaidus Syahar, 1983, Asas-asas Hukum Islam, Bandung; Penerbit Alumni, hal. 6.
2
Muhammad Daud, Ali, 1990, Hukum Islam, Jakarta; Penerbit Rajawali Pers Citra
Niaga Buku Perguruan Tinggi, hal. 42
kepastian bahwa keduanya akan jatuh ke dalam jurang. Apabila si D melepaskan
talinya dengan akibat bahwa E jatuh ke dalam jurang dan mungkin akan
meninggal dunia, maka bisa dikatakan, bahwa D berbuat terdorong oleh hal
3
memaksa berupa keadaan gawat (noodtoestand).
perbuatan tersebut pada kenyataannya telah memenuhi unsur pasal 338 KUHP
Indonesi ini berlaku untuk semua tindak pidan, termasuk dalam tindak pidana
pembunuhan.
Rumusan Masalah
diteliti antara lain sebagai berikut: (1) Bagaimana dasar hukum Overmacht dalam
tindak pidana pembunuhan menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana
pembunuhan karena overmacht menurut hukum pidana Islam dan Hukum pidana
Indonesia?
Tujuan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dasar
hukum dan alasan tindak pidana pembunuhan karena overmacht menurut hukum
Islam dan Hukum pidana Indonesia, serta mengetahaui norma hukum mengenai
sanksi yang dijatuhkan bagi pelaku tindak pidana pembunuhan karena overmacht
3
Wirjono Prodjodikoro, 1981 Asas-asas Hukum pidana di Indonesia, Jakarta:
Eresco
Manfaat teoritis hasil penelitian ini penulis berharap dapat
baik perspektif hukum pidana Islam maupun perspektif hukum pidana Indonesia,
serta dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya. Adapun manfaat praktis
hasil dari penelitian ini penulis berharap akan memberikan wawasan pengetahuan
dalam tindak pidana pembunuhan baik perspektif hukum pidana Islam maupun
Kerangka Pemikiran
Dalam aturan Hukum Islam dan Hukum Pidana Positif sudah sangat jelas
bahwa pembunuhan adalah perbuatan yang sangat dilarang, dan bagi yang
aturan hukum yang diberlakukan didalam hukum pidana Islam dan hukum pidana
pun berbeda.
atau bukan tentu harus melewati syarat-syaratnya yang sudah ditentukan. Seperti
dalam hukum Islam yaitu sebagai berikut: (1) Ancaman yang menyertai paksaan
adalah berat, (2) Apa yang diancamkan adalah seketika yang mesti (hampir)
sebab yang menjadi ukuran ialah kesanggupan nyata, (4) Pada orang yang
menghadapi paksaan timbul dugaan kuat bahwa apa yang diancamkan padanya
benar-benar akan terjadi, (5) Perkara yang diancamkan adalah perbuatan yang
pembuktian yang sangat ketat dan mendalam untuk membuktikan bahwa ada
unsur overmacht atau tidak dalam tindak pidana. Apabila terbukti ada unsur
sipelaku, akan tetapi jika tidak terbukti, maka hakim dapat menjatuhkan hukuman
Metode Penelitian
(1)Jenis Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif, (2) Sumber data :
Data yang dikumpulkan adalah jenis data kualitatif, (3) Sumber data primer (a)
Sumber data primer ialah data dasar, data asli yang diperoleh peneliti dari tangan
pertama, dari sumber asalnya yang pertama yang belum diolah dan diuraikan
4
oranglain. Data primer merupakan literatur yang langsung berhubungan dengan
undang Hukum Pidana (KUHP) (b) Sumber data sekunderadalah data-data yang
hasil penelitian dan pengolahan orang lain,yang sudah tersedia dalam bentuk
pribadi peneliti. Untuk melakukan analisa terhadap konsep yang sudah ada
4
Hilma Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu
Hukum, Bandung; CV Mandar Maju, Hal. 65
yang mempunyai keterkaitan, meliputi literatur-literatur yang berkaitan dengan
PEMBAHASAN
Pembunuhan adalah salah satu tindak pidana atau jarimah yang dilarang
pembunuhan merupakan pembuatan yang sangat keji dan haram sehingga dilarang
dalam hukum Islam, dalam hukum pidana positif pun melarangnya karena itu
adalah sudah termauk pada pelanggaran hak asasi manusia. Akan tetapi timbul
suatu pertanyaan bagaimana jika terjadi pembunuhan tapi karena adanya dorongan
overmacht(Paksaan)?
orang lain,dan oleh karena itu hilang kerelaannya atau tidak sempurna lagi
5
menyakitkannya. Overmacht dalam hukum pidana Positif adalah suatu tekanan
atau ancaman yang tidak dapat dihindari. Jika ancaman itu dirasa berat dirasa
siapa melakukan perbuatan karena terdorong keadaaan atau daya paksa, tidak
dipidana”. Pada hakikatnya keadaan Overmacht atau Ikrah suatu perbuatan yang
bukan karena keinginnannya sendiri melainkan datang dari tekanan orang lain.
5
Ahmad Hanafi, 1967, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta; Penerbit Bulan
Bintang, hal 354
1
6
(c) Noodtoestand (keadaan darurat)
berbuat lain. Pembuat dalam keadaan demikian tidak dapat berbuat lain. Pembuat
dalam keadaan demikian tidak dapat mengadakan pilihan lain selain daripada
dan rohaniah. Misalnya daya paksa rohaniah : Seseorang ditangkap oleh orang
yang kuat, lalu dilemparkan keluar jendela, shingga terjadi perusakan barang.
uang. Bilamana tidak dilakukannya, maka pistol itu akan ditembakkan oleh
perampok dan pelurunya mengenai dirinya. Teoritis, bankier itu dapat melawan
dengan risiko mati ditembak. Bilamana ia tidak melawan dan menuruti kehendak
pada suatu dilema untuk memilih diantar melakukan delik atau merusak
kepentingan yang lebih besar. Dalam keadaan demikian dibenarkan oleh hukum
7
kalau orang melakukan delik agar kepentingan yang lebih besar tadi diamankan.
7
Karena itu delik tersebut dalam keadaan yang demikian tidak dapat dipidana.
babi, minum khomar, ganja, dan sebagainya. Yang termasuk dalam golongan ini
dipaksa untuk membunuh, menganiaya berat. Para fuqoha pada umumnya sepakat
hukuman yang dijatuhkan terhadap siberbuat. Imam Malik dan Imam Ahmad
Syafi‟i berpendapat bahwa ia dihukum diyat; sedangkan Imam Hanafi dan Imam
dalam soal pidana, akan tetapi untuk jarimah qisas diyat ini ia diberi hak
8
erat hubungannya dengan sikorban. Mungkin sikorban atau walinya memikirkan
memaafkan tanpa minta diyat. Dan pembunuhan semi sengaja dan karena khilaf,
dihukum wajib bayar diyat 100 ekor unta, atau 200 lembu atau 1000 dinar,
keduanya terletak pada sebab timbulnya. Dalam paksaan siberbuat dipaksa oleh
orang lain dan dalam darurat si berbuat dipaksa oleh keadaan. Misalnya orang
terlalu lapar kemudian mencuri makanan atau minuman sekedar untuk menjaga
hidupnya.
tindak pidana, termasuk dalam pidana pembunuhan. Dalam hukum pidana positif ,
tindak pidana pembunuhan sengaja dalam bentuk umum diatur dalam Pasal 338
KUHP dengan pidana penjara maksimal 15 tahun, Pasal 339 dengan ancaman
pidana penjara maksimal dua puluh tahun, dan Pasal 340 KUHP dengan ancaman
mati. Sedangkan pembunuhan tidak sengaja diatur dalam Pasal 359 dengan
1
Menurut pendapat penulis, dalam hal ini hakim harus melakukan
pembuktian yang sangat ketat dan mendalam untuk membuktikan bahwa ada
unsur overmacht atau tidak dalam tindak pidana. Apabila terbukti ada unsur
sipelaku, akan tetapi jika tidak terbukti, maka hakim dapat menjatuhkan hukuman
Dalam hukum Islam sangatlah melarang manusia untuk bunuh diri, dan
membunuh orang lain. Ketika terjadi suatu pemaksaan untuk memilih diantara dua
pilihan yang mana pilihan tersebut mengakibatkan bahaya terhadap dirinya sendiri
atau membahayakan orang lain. Tentu Islam telah mengaturnya dalam kaidah
untuk mengatur hal atau keadaan seperti ini, bahwa“Kemadharatan tidak boleh
8
dihilangkan dengan kemadharatan lagi” . Kaidah tersebut menegaskan kepada
setiap manusia untuk tidak menghindari bahaya dengan bahaya yang lain atau
mengorbankan orang lain demi menyelamatkan diri atau sebaliknya. Tapi apabila
manusia berada dalam kondisi diantara dua pilihan yang mengakibatkan bahaya,
8
Jalal al-Din „Abdu al-Rahman Ibn Abi Bakr al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadhair,
Beirut: Daar al-Kutub al-„Alamiyah, tt, hlm. 86.
atau bahaya yang bertentangan, maka pilihlah yang lebih besar kebaikanna serta
memilih tindak pidana yang lebih berat, dibanding menolak bahaya yang lebih
terpaku hanya pada satu hukum saja, akan tetapi memberikan alternatif baik
pembunuhan itu sengaja atau pembunuhan yang tidak disengaja. Bahkan Islam
pelaku antara qisas atau memaafkan dan disuruh pilih pula memberikan maaf
Selain hukuman qisas terdapat pula hukuman yang lain seperti, hukuman diyat,
ta'zir, kafarat. Hal ini membantu para hakim dalam melaksanakan sanksi pidana
sesuai dengan jarimah yang dilakukan. Adapun tujuan penerapan sanksi adalah
untuk memperbaiki jiwa dan mendidiknya serta berusaha menuju ketentraman dan
syari'at Islam tidak menghalanginya sama sekali, tetapi Islam mengadakan aneka
Bangkalan. Siti mengatakan tidak kerasan bekerja di Arab Saudi dan ingin pulang
pada Hari Raya Idul Fitri pada 1998.Lantas terjadilah kejadian itu, Siti bercerita
saat hendak salat Subuh, dia memasak air di dapur.Lalu, majikan perempuannya
kesusahan dan kesakitan, Siti mencari pisau dan menusuk perut majikannya.
menjatuhkan hukuman mati atau qishash kepada Siti Zaenab. Dengan jatuhnya
keputusan qishash tersebut hanya pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris
Walid bin Abdullah bin Muhsin Al-Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia
akil balig. Pada tahun 2013, setelah dinyatakan akil baligh Walid bin Abdullah bin
untuk memberikan pemaafan kepada Siti Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan
hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun
2013. Akhirnya Siti Zaenab di eksekusi hukuman mati pada hari selasa, 14 Maret
9
2015.
Positif.
adalah diatur dalam Pasal 48 KUHP yang pada intinya tidak dapat dihukum
pidana, dan ini berlaku juga untuk tindak pidana pembunuhan yang
9
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150415074100-20-46707/kronologi-siti-
zaenab-hingga-dihukum-mati-di-arab-saudi/. Pukul 17.41
mengakibatkan hapusnya sifat melawan hukum, tapi dengan syarat ada bukti yang
berada sepenuhnya pada penguasa atau negara, tanpa campur tangan dari pihak
keluarga korban untuk menuntut ganti rugi terhadap pelaku dengan mengganti
hukuman lainnya.
Dari pemaparan di atas, terdapat persamaan dalam hukum Islam dan hukum
hukum Islam maupun hukum pidana Indonesia yaitu dari segi penerapan hukum
terhadap overmacht dalam hukum Islam dapat dilihat dahulu dari sebab-sebabnya
misalkan sebab diperbolehkannya suatu jarimah, sebab yang dapat yang dapat
menhapus hukuman atas tindak pidana, dan perbuatan yang dilarang tidaklah
saja, dan untuk tindak pidana pembunuhan (sengaja) tidak berlaku, sehingga
pelaku tetap harus dijatuhi sanksi pidana (seperti, qisas, diyat, dan ta’zir).
Sedangkan menurut hukum pidana Positif Overmacht adalah salah satu dari alasan
penghapusan pidana kartena adanya alasan pemaaf dan pembenar, dan pelaku
dapat dinyatakan lolos dari segala tuntutan hukum termasuk pelaku pembunuhan.
Truk (bukan Mobil untuk membawa penumpang). Pada hari Minggu tanggal 4
menderita luka-luka.
Dalam hal ini pelaku didakwa berdasarkan Pasal 360 ayat (2) KUHP, “karena
menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa hingga timbul, penyakit atau
pekerjaan jabatan selama waktu tertentu” telah terbukti secara sah dan
meyakinkan; Menyatakan pula bahwa perbuatan pidana yang telah terbukti secara
sah dan meyakinkan itu dilakukan oleh tertuduh karena adanya daya paksa (Pasal
48 KUHP) Melepaskan oleh karena itu tertuduh dari segala tuntutan hukum;
10
bukti.........”
10
Hamdan, 2012, Alasan Penghapusan Pidana Teori dan Studi Kasus, Jakarta: Refika
Aditama, hal. 187-188
karena pengaruh overmacht. Maka dari itu, terdakwa tidak memenuhi unsur Pasal
360 ayat (2) KUHP. Majelis Hakim sepakat bahwa perbuatan terdakwa termasuk
melanggar Pasal 48 KUHP. Oleh karena itu, terdakwa tidak dapat dituntut,
Karena yang dilakukan oleh terdakwa adalah benar dan terdakwa memiliki bukti,
walaupun hal ini menyebabkan penumpang luka-luka, tapi karena dalam keadaan
PENUTUP
berdasarkan Q.S Al-Baqarah ayat (173) yang pada intinya tidak ada hukuman bagi
siapa saja yang memakan bangkai, darah, daging babi, dan makanan apa saja yang
di haramkan jika memang dalam keadaan terpaksa dan tidak melampaui batas.
Tapi apabila memang makanan dan minuman tersebut adalah hasil curian maka si
terpaksa wajib memberikan ganti rugi kepada korban yang dicuri. Sedangkan
untuk overmacht membunuh dan menganiaya berat dalam hukum Islam tidak
boleh atau dilarang keras, terkecuali jika ada alasan atau sebab yang benar,
berdasarkan pada Q.S Al-an‟am : 151 yang mengandung makna bahwa Allah
telah mengharamkan membunuh jiwa seseorang, jika tidak ada sebab yang benar,
misalnya murtad, dan berzina. Berbeda lagi dalam hukum pidana positif
overmacht merupakan dasar peniadaan hukuman dari suatu tindak pidana dengan
adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf, berdasarkan pasal 48 KUHP yang
pada intinya bahwa bagi siapapun yang melakukan tindak pidana karena terpaksa
terhadap si pelaku adalah dengan hukuman qisas, diyat, dan ta’zir. Sedangkan
dalam hukum pidana positif sebaliknya yaitu pidana yang dilakukan karena
perbuatan sipelaku telah memenuhi unsur tindak pidana, akan tetapi karena
Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah dilaksanakan oleh penulis, maka penulis
mengkaji tentang penafsiran dalam hukum pidana Islam dan hukum pidana
Positif.
tegas dan adil dalam menangani segala macam tindak pidana, guna
Hadikusuma, Hilman, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu
Hukum, Bandung; CV Mandar Maju
Hanafi, Ahmad, 1967, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta; Penerbit Bulan
Bintang
Jalal al-Din ‘Abdu al-Rahman Ibn Abi Bakr al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadhair,
Beirut: Daar al-Kutub al-‘Alamiyah, tt
Ali, Daud, Muhammad, 1990, Hukum Islam, Jakarta; Penerbit Rajawali Pers Citra
Niaga Buku Perguruan Tinggi, hal. 42
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150415074100-20-46707/kronologi-siti-
zaenab-hingga-dihukum-mati-di-arab-saudi/. Pukul 17.41