Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


JAKARTA
Laporan Praktek Kerja Lapangan Ini Disusun sebagai Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Ahli Madya Analisa Farmasi dan Makanan

OLEH
Asih Winarni

NPM P2.31.35.0.12.005

Farchatin Ladiya

NPM P2.31.35.0.12.0

Herawan Afrianto

NPM P2.31.35.0.12.0

Stephanie Saraswati

NPM P2.31.35.0.12.034

PROGRAM STUDI D-III ANALISA FARMASI DAN MAKANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
2015

LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Praktek Kerja Lapangan disusun untuk Melengkapi Kurikulum
Pendidikan di Program Studi Analisa Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Jakarta II Tahun Akademik 2013/2014

Disetujui Oleh :
Pembimbing,

Joko Sulistyo, S.T., M.Si


NIP. 19681122 198903 1 002

Ketua Program Studi Analisa Farmasi dan Makanan


Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II

Joko Sulistyo, S.T., M.Si


NIP. 19681122 198903 1 002

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Lapangan ini Diperiksa dan Dikoreksi Oleh :
Pembimbing I,

Pembimbing II,

Ana Indriastuti, S.T.

Dewi Shynta, S.Si, Apt.

NIP. 19810717 200501 2 002

NIP 19790117 200212 2 001

Mengetahui,
Kepala Bidang Pengujian Bidang Terapeutik, Narkotika, Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen

Dra. Nurul Hidayah, M.Si., Apt.


NIP. 19660405 199303 2 001

PLH Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Jakarta

Drs. Alex Agustin, Apt.


NIP. 19570823 1986031 1 001

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur

penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan


Laporan Praktek Kerja Lapangan ini dengen baik dan tepat waktu.
Penyusun berharap dengan adanya Praktek Kerja Lapangan yang
berlangsung di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan ini selama dua bulan
dapat menambah wawasan kita semua mengenai pengawasan mutu dan keamanan
sediaan farmasi dan makanan yang sesuai dengan standard kesehatan yang
berlaku di laboratorium farmasi dan makanan.
Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan dan penyusunan Laporan
Praktek Kerja Lpangan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Joko Sulistyo, S.T., M.Si., selaku Ketua Program Studi Analisa Farmasi
dan Makanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II dan
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak dukungan, motivasi
serta arahan selama kegiatan Praktek Kerja Lapangan berlangsung serta
penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan di Balai Besar Pengawas Obat
dan Makanan di Jakarta.
2. Ibu Dra. Sri Rahayu, Apt. M.Si., selaku Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Jakarta yang telah memberikan izin untuk melaksanakan Praktek
Kerja Lapangan.
3. Ibu Dra. Nurul Hidayah, Apt., selaku Kepala Bidang Pengujian Terapeutik,
Narkoika, Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Jakarta yang telah memberikan bimbingan dan
arahan selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.
4. Ibu Dra. Rahmi Rahayu, Apt. dan Ibu Heri Suwati, S.Si., Apt., (selaku Penyelia
Laboratorium Obat Tradisional dan Kosmetik) beserta staff yang telah
memberikan banyak bimbingan dan arahan selama Praktek Kerja Lapangan di
Laboratorium Obat Tradisional dan Kosmetik.
5. Ibu Ana Indriastuti, S.T. dan Ibu Dewi Shynta S.Si., Apt., (selaku Penyelia
Laboratorium Obat dan Napza) beserta staff yang telah memberikan banyak

bimbingan dan arahan selama Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium Obat


dan Napza.
6. Serta keluarga dan teman teman semua yang telah banyak memberikan
dukungan baik secara material maupun spiritual selama Praktek Kerja
Lapangan ini berlangsung.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Praktek Kerja
Lapangan ini masih banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penyusun harapkan. Akhir kata penyusun berharap semoga
pengujian ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun rekan-rekan lainnya.

Jakarta, Mei 2014

Penulis

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan


Praktek Kerja Lapangan di Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II dilaksanakan untuk


membekali calon Ahli Madya Analisis Farmasi dan Makanan dengan pengetahuan
dan pemahaman penerapan teori teori analisis farmasi dan makanan di lapangan.
Tenaga Ahli Madya Analisis Farmasi dan Makanan sangat dibutuhkan
kesiapannya dalam mendukung fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan.
Dengan melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan tersebut, diharapkan mahasiswa akan memperoleh
gambaran lebih jelas tentang pelaksanaan pengawasan mutu sediaan farmasi dan
makanan sesuai standard kesehatan yang berlaku sehingga setelah lulus, tenaga
analis dapat bekerja sebagai analis pengawas mutu di laboratorium.
1.2

Maksud dan Tujuan Praktek Kerja Lapangan

1.2.1 Secara Umum


Praktek Kerja Lapangan dimaksudkan agar setiap mahasiswa Jurusan
Analisa Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Jakarta II dapat lebih memahami dan mendalami serta mengerti prosedur
pengelolaan pengawasan mutu dan keamanan sediaan farmasi dan makanan di
laboratorium pengujian obat dan makanan sesuai standard yang berlaku.
1.2.2 Secara Khusus
Dengan melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan di Jakarta diharapkan :
a. Mahasiswa akan memperoleh gambaran lebih jelas tentang pelaksanaan
pengawasan mutu sediaan farmasi dan makanan sesuai standar mutu yang
berlaku.

b. Dapat memahami dan melakukan bermacam macam cara pengujian dan


pengawasan mutu di bidang pengujian terapeutik, bidang pengujian pangan dan
bahan berbahaya serta bidang pengujian mikrobiologi.
c. Memperoleh informasi tentang struktur organisasi Balai Besar Pengawas Obat
dan Makanan di Jakarta.
d. Memperoleh informasi tentang alur penanganan sampel mulai dari penerimaan
contoh sampai dilakukannya pengujian di bidang terapeutik, bidang pengujian
pangan dan bahan berbahaya dan bidang pengujian mikrobiologi dan berbagai
metode analisis berdasarkan literatur dan standar pengujian mutu yang berlaku.
e. Memperoleh informasi mengenai cara penggunaan format laporan dan cara
mengisi laporan
f. Dapat membaca dan mengolah data hasil percobaan atau pengujian serta
mengambil kesimpulan.
g. Memperoleh informasi tentang alur pelaporan hasil pengujian di bidang
terapeutik, bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya dan bidang
pengujian mikrobiologi.
h. Melakukan

komunikasi

dan

konsultasi

dengan

lingkungan

dalam

melaksanakan proses pekerjaan.


1.3 Peserta Praktek Kerja Lapangan
Peserta Praktek Kerja Lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Jakarta adalah 7 orang mahasiswa Program Studi Analisa Farmasi
dan Makanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II semester VI
yang dibagi menjadi 4 kelompok untuk melakukan pengujian. Pembagian
kelompok terdiri dari :
1. Satu orang di laboratorium obat dan napza.
2. Dua orang di laboratorium kosmetik dan obat tradisional.
3. Dua orang di laboratorium pangan dan bahan berbahaya.
4. Dua orang di laboratorium mikrobiologi.

1.4 Lokasi dan Waktu Praktek Kerja Lapangan


Praktek Kerja Lapangan bertempat di Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan Jalan Assyafiiyah No.133 Cilangkap, Jakarta Timur. Pelaksanaan
dimulai tanggal 3 Maret 2014 sampai 30 April 2014.

BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1

Badan Pengawas Obat dan Makanan

2.1.1 Latar Belakang Badan Pengawas Obat dan Makanan


Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan
signifikan pada industri farmasi, obat asli indonesia, makanan, kosmetik dan alat
kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini
mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk
dengan jangkauan yang sangat luas.
Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk cenderung terus meningkat
seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola konsumsinya.
Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat
memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak,
iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi
secara berlebihan dan sering kali tidak rasional.
Untuk itu indonesia harus memiliki Sistem Pengawas Obat dan Makanan
(SISPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan
mengawasi produk-produk untuk melindungi keamanan, keselamatan, dan
kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah
dibentuk Badan POM yang memiliki jaringan Nasional dan Internasional serta
kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.
Berdasarkan keputusan Presiden No. 166 tahun 2000, Badan Pengawas Obat dan
Makanan ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang
bertanggung jawab kepada Presiden dan dikoordinasikan oleh Menteri
Koordinator (Menko) Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.
2.1.2 Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan
2.1.2.1 Visi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Visi Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah menjadi institusi
pengawasan obat dan makanan yang inovatif, kredibel, dan diakui secara
internasional untuk melindungi masyarakat.

2.1.2.2 Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan


Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah :
1. Melakukan pengawasan Pre-Market dan Post-Market berstandar Internasional.
2. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu secara konsisten.
3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini.
4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan
makanan yang beresiko terhadap kesehatan.
5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).
2.1.3 Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Fungsi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan terdiri dari :
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan
makanan.
2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.
3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM.
4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi
pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.
5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
2.2

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan

2.2.1 Latar Belakang Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan


Berdasarkan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
05018/SK/KBPOM tahun 2001, tentang Organisasi dan Tata Tertib Pelaksana
Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan setelah mendapat
persetujuan

Menteri

Negara

Pendayagunaan

Aparatur

Negara

No.

119/M.PAN/5.2001, bahwa Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan sebagai


Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Surat
keputusan Badan POM ini memuat penyempurnaan organisasi dan tata kerja Balai
Pengawas Obat dan Makanan menjadi Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan

Pengawas Obat dan Makanan yang terdiri dari Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan.
Laboratorium Pengujian Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
Jakarta telah terakreditasi sesuai dengan SNI ISO/IEC 17025: 2008.
Untuk memenuhi persyaratan SNI ISO/IEC 17025: 2008 ini maka
Kelompok Jaminan Mutu Laboratorium Pengujian BBPOM di Jakarta membuat
Program Mutu Laboratorium Pengujian yang tertuang dalam Sasaran Mutu dan
harus dikaji ulang dalam Kaji Ulang Manajemen minimal satu kali dalam setahun.
Program Kerja Laboratorium pengujian ini juga harus diaudit secara :
a. Internal

: Melalui Audit Internal minimal satu kali dalam satu tahun.

b. Eksternal

: Oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dalam bentuk Survailen


untuk tahun pertama dan Reasesmen pada tahun keempat setelah
Akreditasi.

2.2.2 Ruang Lingkup


Melakukan pengujian terhadap mutu dan keamanan produk terapetik,
narkotika, psikotropika, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen, pangan dan bahan berbahaya yang beredar.
2.2.3 Kedudukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan merupakan unit pelaksana teknis
di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan dan bertanggung jawab
kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dalam pelaksanaan tugas secara
teknis dibina oleh para deputi dan secara administrasi dibina oleh sekretaris utama
Badan Pengawas Obat dan Makanan.
2.2.4 Tugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen,
keamanan pangan dan bahan berbahaya.

2.2.5 Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan


1. Penyusunan rencana dan dan program pengawasan obat dan makanan.
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk
secara mikrobiologi.
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan pada
sarana produksi dan distribusi.
5. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh Kepala Badan.
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10.Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan, sesuai dengan
bidang tugasnya.
2.2.6 Budaya Organisasi
a. Profesionalisme
b. Kredibilitas
c. Cepat
d. Kerjasama Tim
2.2.7 Grand Strategy Pengawas Obat dan Makanan
a. Memperkuat sistem regulator POM.
b. Mewujudkan laboratorium BPOM yang handal.
c. Meningkatkan kapasitas manajemen BPOM.
d. Memantapkan jejaring lintas sektor dalam POM.

2.2.8 Susunan Organisasi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan


Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No.05018/SK/KBPOM tahun 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan terdiri dari :
1. Bidang pengujian Terapetik, Napza, Obat tradisional, Kosmetik dan produk
Komplemen.
2. Bidang pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya
3. Bidang pengujian Mikrobiologi
4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan terdiri dari dua seksi :
a.

Seksi Pemeriksaan

b.

Seksi Penyidikan

5. Bidang Sertifikasi dan Layanan informasi yang terdiri dari dua seksi yaitu :
a.

Seksi Sertifikasi

b.

Seksi Layanan Informasi

6. Sub-Bagian Tata Usaha


7. Kelompok Jabatan Fungsional

BAB III
TINJAUAN KHUSUS

3.1

Bidang Pengujian Produk Terapetik, Napza, Obat Tradisional,


Kosmetik, dan Produk Komplemen

3.1.1 Tugas dan Fungsi


Menurut Keputusan Ka. BPOM No. 05018/SK/KMPOM tahun 2001
tentang organisasi dan tata kerja UPT di lingkungan BPOM pada BAB II bagian
pertama pasal 6 menyatakan bahwa bidang pengujian Produk Terapetik, Napza,
Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian, dan penilaian
mutu di bidang produk terapetik, narkotik, obat tradisional, kosmetik, dan produk
komplemen.
Bidang pengujian produk terapetik, narkotik, obat tradisional, kosmetik, dan
produk komplemen mempunyai dua laboratorium dalam melaksanakan fungsinya
yaitu :
1. Laboratorium Obat dan Napza
2. Laboratorium Kosmetik dan Obat Tradisional
Masing masing laboratorium mempunyai penyelia yang mengkoordinir
staf penguji laboratorium dan mempunyai tugas :
1. Membuat Surat Perintah Pengujian (SPP) kepada staf penguji.
2. Memeriksa Rekaman Pengujian (RP) dan Lampiran Rekaman Pengujian (LRP)
dan menandatangani laporan setelah diperiksa.
3. Memeriksa dan menandatangani laporan hasil pengujian.
4. Penyelia bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Pengujian Produk
Terapetik, Napza, Obat Tradsional, Kosmetik, dan Produk Kolmplemen.
3.2

Alur Penanganan Contoh


Sampel masuk ke laboratorium Penguujian BPOM di Jakarta berasal dari :

1. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan yang terdiri dari seksi pemeriksaan dan
seksi penyidikan

2. Pihak ketiga yang terdiri dari : polisi (untuk sampel kasus) dan produsen (untuk
mengurus registrasi di Badan POM atau Kementerian Kesehatan)
3.3

Alur Pengujian
Sampel yang masuk ke bidang pengujian produk terapetik, napza,obat

tradisional, kosmetik, dan produk komplemen serta bidang pengujian pangan dan
bahan berbahaya dan juga bidang pengujian mikrobiologi berasal dari :
1. Sampling terhadap produk yang beredar di pasaran, dilakukan oleh Bidang
Pemeriksaan dan Penyidikan sesuai dengan perencanaan yang telah
diprogramkan.
2. Sampel yang berasal dari pihak ketiga untuk keperluan pendaftaran atau karena
suatu kasus terhadap suatu produk yang beredar di masyarakat.
Sampel yang diserahkan ke bidang pengujian yang bersangkutan oleh
penerima contoh mempunyai identitas sampel berupa :
1.

Nama Sampel

2.

Nomor Kode Sampel

3.

Tempat sampling

4.

Tanggal sampling

5.

Nama Pabrik

6.

Alamat Pabrik

7.

Nomor Registrasi

8.

Nomor Batch

9.

Komposisi dan Komposisi tiap bahan

10. Kemasan
11. Tanggal, bulan, tahun kadaluarsa
12. Ketentuan lain
Pada pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, sampel yang masuk
terlebih dahulu dulakukan uji organoleptik sebelum dilakukan pengujian yang
lebih mendalam sesuai dengan parameter parameter yang harus diuji terhadap
suatu sediaan atau produk sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang telah
ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.

3.3.1 Landasan Pengujian


Dalam melaksanakan suatu pengujian terhadap suatu produk atau sampel
telah ditetapkan parameter parameter pengujian yang harus dilakukan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan bekerja sama dengan Badan atau
Kementerian Pemerintah yang terkait telah bersama sama menetapkan ketentuan
ketentuan yang harus dipenuhi suatu produk yang boleh beredar di masyarakat
ataupun yang dapat dianggap membahayakan bagi kesehatan masyarakat. Untuk
lingkungan kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sendiri mempunyai
ketentuan ketentuan yang tercantum pada standar pengujian antara lain :
1. Farmakope Indonesia Edisi IV 1995.
2. Standar Nasional Indonesia.
3. Metode Analisa dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Buku
Standar Resmi.
4. The Pharmacopoeia Comittee, The State Pharmacopoeia of The USSR,
9th, Ed, The Ministry of Health of The USSR, Moscow, 1961.
5. British Pharmacopoeia Commision, British Pharmacopoeia, Her
Majestys Stationery Office, London.
6. Moffat, A, C., et al (Eds), Clarkes analysis of Drug and Poisons, 3 rded,
Volume II, London, 2004.
7. Buku Instruksi Kerja.
8. Permenkes RI No. 722/Menkes/Per IX/ 1998 tentang bahan tambahan
makanan.
9. United States Pharmacopoeia 36, NF 31, 2013.
10. Pharmacopoeia China
3.4

Alur Pelaporan
Hasil pengujian sampel dilaporkan penguji kepada penyelia untuk dikoreksi

dan diambil kesimpulan, selanjutnya dilaporkan kepada kepala bidang pengujian


untuk dikoreksi serta ditandatangani, keudian dikirim ke TU unutuk dibuat
lpaoran hasil pengujian, lalu laporan tersebut dilengkapi dengan surat pengantar
yang telah ditandatangani oleh Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
di Jakarta. Laporan ynag sudah lengkap dikirim ke Badan Pengawas Obat dan

Makanan untuk ditindaklanjuti apabila diperlukan untuk sampel yang berasal dari
DIPA, sedangkan untuk sampel yang berasal dari pihak ketiga hasil pengujian
akan diambil oleh pihak ketiga yang bersangkutan.

BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1

Laboratorium Pengujian Obat dan Napza


Saat ini telah beredar luas berbagai obat-obatan, baik yang telah terdaftar

maupun yang belum terdaftar pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Untuk menjamin mutu, khasiat, dan keamanan dari obat obatan tersebut, sangat
dibutuhkan laboratorium yang handal dalam pengujian dan penilaian mutu obat,
serta diakui pada tingkat nasional maupun internasional.
Obat yang beredar di masyarakat terdiri dari :
1. Obat bebas
2. Obat bebas terbatas
3. Obat wajib apotek
4. Obat keras
5. Psikotropika dan narkotika
Pelaksanaan pengujian yang dilakukan oleh Laboratorium Obat dan Napza
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Jakarta meliputi pengujian terhadap
obat, narkotika, psikotropika, dan alat kesehatan. Pengujian yang dilakukan
selama Praktek Kerja Lapangan meliputi :
1. Penetapan Kadar Tablet Metampiron secara Iodimetri
2. Penetapan Kadar Tablet Metformin HCl secara Spektrofotometri UV
3. Uji Waktu Hancur
4. Uji Disolusi Tablet Propilthiourasil secara Spektrofotometri UV
5. Validasi Penetapan Kadar Tablet Ketoprofen secara Spektrofotometri UV
Metode Pengujian

Analisa Titrimetri
Analisa titrimetri adalah analisa kimia kuantitatif yang dilakuakn dengan

menetapkan volume suatu larutan dimana konentrasinya diketahui dengan tepat,


yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan laritan dari zat yang

akan ditetapkan. Larutan yang telah diketahui konsentrasinya itu disebut larutan
standar.
Dalam analisa titrimetri, suatu reaksi harus memenuhi kondisi kondisi
sebagai berikut :
1. Reaksi harus berlangsung cepat hingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu
yang tidak teralu lama
2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti sehingga didapat kesetaraan
yang pasti dari reaktan.
3. Reaksi harus berlangsung sempurna.
Metode titrimetri secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam empat
kategori sebagai :
a. Titrasi asam basa yang meliputi reaksi asam dan basa baik kuat maupun lemah.
b. Titrasi redoks adalah titrasi yang meliputi hampir semua reaksi oksidasi
reduksi. Contoh : titrasi iodometri, yaitu titrasi I2 dengan Na2S2O3
menggunakan indikator kanji.
c. Titrasi pengendapan adalah titrasi yang meliputi pembentukkan endapan
seperti Ag atau Zn dengan K4Fe(CN)6, NaCl dengan Ag NO3 dengan indikator
pengadsorpsi.
d. Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan atas pembentukkan kompleks
yang terlarut dari rekasi komponen zat uji dengan titran. Sebagian besar
meliputi titrasi menggunakan larutan baku EDTA, contohnya ion Ca2+ ditirasi
dengan EDTA menggunakan indikator biru hidroksi naftol.
Pereaksi yang digunakan disebut titran dan larutannya dinamakan titer atau
larutan baku. Konsentrasi larutan ini dapat dihitung berdasarkan berat baku yang
ditimbang seksama, atau dengan penetapan yang dikenal dengan pembakuan.
Bila suatu larutan titer dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti
(misalnya mengandung air dengan perbandingan yang berubah-ubah, menyerap
CO2, higroskopik), maka kosentrasi larutan yang didapat belum dapat dinyatakan
dengan pasti. Oleh karena itu untuk menyatakan konsentrasi dengan keakuratan
sampai 4 angka yang berarti, maka larutan tersebut harus dibakukan. Pembakuan
selanjutnya diulang secara berkala selama penyimpanan.

Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut baku primer.
Disamping itu pembakuan juga dapat dilakukan dengan cara menggunkan larutan
yang sudah dibakukan (baku sekunder).
Larutan baku primer adalah larutan yang konsentrasinya dapat diketahui
dengan cara penimbangan dengan seksama. Contoh: Kalium bikromat, Kalium
biftalat.
Larutan baku sekunder adalah larutan yang konsentrasinya dapat diketahui
dengan cara dibakukan terlebih dahulu. Contoh : NaOH, NaS2O3.

Spektrofotometri
Spektrofotometri UV-Visible adalah pengukuran panjang gelombang dan

intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar
UV berada pada panjang gelombang 190-380 nm, sedangkan cahaya tampak
berada pada panjang gelombang 380-780 nm.
Gugus fungsi, seperti OH, -O, -NH2, -Cl, dan OCH3 yang mempunyai
elektron elektron valensi bukan ikatan disebut gugus auksokrom yang tidak
dapat menyerap radiasi UV-Visible. Tetapi apabila gugus ini terikat pada gugus
kromofor, akan mengakibatkan pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih
besar (pergeseran batokromik) dengan intensitas yang lebih kuat. Selain efek
batokromik, terdapat juga efek hipsokromik, yaitu suatu pergeseran pita serapan
ke panjan gelombang yang lebih pendek, yang seringkali terjadi bila muatan
positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non polar ke
pelarut polar.
Konsentrasi analit di dalam dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur
absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan Hukum
Lambert-Beer. Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus dengan
ketebalan sel yang disinari. Menurut Hukum Beer (yang hanya berlaku untuk
cahaya monokromatik dan larutan yang sangat encer), serapan berbanding lurus
dengan konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan
suatu Hukum Lambert-Beer sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus
dengan konsentrasi dan ketebalan sel.
Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri
dimana konsentrasi dapat dihitung. Bsorptivitas (a) merupakan konstanta yang

tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang
mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, strukutr
molekul dan panjang gelombang radiasi. Absorptivitas spesifik juga sering
digunakan untuk mengantikan absorptivitas. Absorptivitas spesifik adalah serapan
yang dihasilkan oleh larutan 1% (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat
diperoleh persamaan :
A = A . b. c, dimana : A=absorptivitas spesifik; b=ketebalan sel; c=konsentrasi
senyawa terlarut (g/100mL larutan).
Spektrum UV-Vis dapat digunakan untuk analisa kualitatif dan Kuantitatif.
1. Analisa Kualitatif
Kegunaan spektrofotometri UV-Vis dalam analisa kualitatidf sangat
terbatas, karena rentang daerah radiasi yang sangat sempit (190-780 nm) hanya
dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum.
Kegunaannya terbatas pada konfirmasi identitas dengan menggunakan parameter
panjang gelombang puncak absorpsi maksimum, nilai absorptivitas molar atau
nilai ekstingsi, yang khas untuk suatu senyawa yang dilarutkan dalam suatu
pelarut pada pH tertentu.
2. Analisa Kuantitatif
Suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan dan intensitas sinar radiasi
yang diteruskan diukur besarnya.
Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan
intensitas sinar yang diteruskan dengan intesitas sinar yang diserap jikan tidak ada
jenis penyerap lainnya.
Penetapan kadar dilakukan dengan mengukur absorban pada panjang
gelombang maksimum, agar dapat memberikan absorban tertinggi untuk setiap
konsentrasi. Bila suatu senyawa mempunyai lebih dari satu puncak, lebih
diutamakan panjang gelombang maskimum yang absorptivitasnya terbesar dan
memberikan kurva kalibrasi linier dalam rentang konsentrasi yang relatif lebar
dan meningkat yang ditentuka dengan persamaan regresi yang merupakan
hubungan antara konsentrasi dan serapan.
Disolusi

Uji Disolusi (In Vitro) yang diterapkan pada sediaan obat padat bertujuan
untuk mengukur dan mengetahui jumlah zat aktif yan terlarut dalam media cair
yang diketahui volumenya pada suatu waktu tertentu, pada suhu konstan tertentu,
menggunakan alat tertentu yang didesain untuk menguji parameter disolusi.
Faktor faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi, yaitu :
1. Faktor teknologi

: gaya kompresi dan porositas, jenis mesin tablet, metode


pabriksasi

( metode

granulasi

basah dan kering)

mempengaruhi kekerasan dan porositas granul.


2. Faktor formulasi

: jenis dan jumlah zat pengisi, zat pengikat zat desintegrasi,


zat lubrikan.

3. Faktor zat aktif

: pengaruh ukuran partikel dan pengaruh kelarutan zat aktif.

4. Faktor yang berhubungan dengan lingkungan uji disolusi :


a. Pengadukan
b. Sifat media disolusi : pH, suhu, viskositas dan komposisi media disolusi.
- Tipe Alat Uji Disolusi
Metode uji disolusi yang paling banyak digunakan adalah metode Rotating
Basket (tipe keranjang berputar) dan metode Paddle (tipe dayung).
1. Rotating Basket (tipe keranjang berputar)
Alat ini terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh
motor dan suatu keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam
tangas

air

yang

sesuai

berukuran

sedemikian

rupa

sehingga

dapat

mempertahankan suhu dalam wadah pada 37C 0,5C selama pengujian


berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap.
Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan yang tidak
dapat memberikan gerakan, goncangan atau gerakan signifikan yang melebihi
gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan
pengamatan contoh dan pengadukkan selama pengujian berlangsung.
Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah
bola, tinggi (160 175mm), diameter dalam (98 106mm) dan kapasitas normal

1000 mL. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, terdapat pinggiran untuk
mecegah penguapan digunakan tutup yang pas.
Batang logam berada pada posisi sedemikian rupa sehingga sumbunya tidak
lebih dari 2 mm pada titik dari sumbu vertikal wadah, berputar halus dan tanpa
goyangan

berarti.

Suatu

alat

pengatur

kecepatan

digunakan

sehingga

memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan


mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing masing
monografi dalam batas 4%.
Komponen batang logam keranjang yang merupakan bagian dari pengaduk
terbuat dari baja tahan karat 316 atau sejenis sesuai dengan spesifikasi. Kecuali
dinyatakan lain masing masing monografi, gunakan kasa 40 mesh. Dapat juga
digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci. Sediaan dimasukkan ke
dalam keranjang yang kering pada tiap awal pengujian. Jarak antara dasar bagian
dalam wadah dan keranjang adalah 25 mm 2 mm selama pengujian berlangsung.
2. Paddle (tipe dayung)
Alat pada metode ini sama dengan metode keranjang berputar, bedanya
hanya keranjang diganti dengan pengaduk berbentuk dayung. Batang berada pada
posisi sedemikian rupa sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik
dari sumbu vertikal wadah berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti.
Daun pengaduk melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata.
Jarak 25 mm 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah
dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang
merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai.
Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung berputar.
Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral
dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.

- Persyaratan Disolusi

Kecuali dinyatakan lain dalam masing masing monografi, persyaratan


dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan
tabel penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali bila hasil
pengujian memenuhi tahap S1 dan S2. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang
terlarut seperti yang tertera dalam masing masing monorafi, dinyatakan dalam
presentase pada etiket.
TABEL PENERIMAAN UJI DISOLUSI
Tahap
S1

tablet
6

S2

S3

12

Kriteria
Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5%
Rata - rata dari 12 unit (S1+S2) adalah Q
dan tidak ada satu unit sediaan yang < Q - 15%
Rata - rata dari 12 unit (S1+S2+S3) adalah Q
Tidak lebih dari 2 unit sediaan < Q- 15%
dan tidak ada satu unit sediaan yang < Q - 25%

Timbangan Dan Anak Timbangan <41>


Penggolongan kelas berikut ini dibuat berdasarkan peningkatan toleransi:
1. Anak timbangan kelas 1.1 adalah anak timbangan yang digunakan untuk
kalibrasi pada timbangan berkapasitas rendah dengan kepekaan tinggi. Tersedia
dengan satuan yang bervariasi dari 1 mg sampai 500 mg. Toleransi untuk setiap
satuan dalam kelas ini adalah 5 g. Dianjurkan untuk mengkalibrasi timbangan
yang menggunakan metode optik atau elektrik untuk penimbangan dengan
seksama sejumlah zat dibawah 20 mg.
2. Anak timbangan kelas 1 adalah anak timbangan dengan ketelitian tinggi yang
digunakan untuk kalibrasi. Dapat digunakan untuk menimbang seksama
sejumlah zat dibawah 20 mg (untuk anak timbangan 10 g atau kurang,
persyaratan kelas 1 memenuhi kelas M).
3. Anak timbangan kelas 2 adalah anak timbangan yang digunakan sebagai baku
kerja untuk kalibrasi, terpasang pada timbangan analitik, dan anak timbangan
laboratorium untuk analisis rutin (persyaratan kelas 2 memenuhi kelas S).
4. Anak timbangan kelas 3 dan 4 adalah timbangan yang digunakan pada
timbangan laboratorium dengan ketelitian sedang (persyaratan kelas 3
memenuhi kelas S-1; persyaratan kelas 4 memenuhi kelas P). Kelas anak

timbangan dipilih sebagai toleransi bobot yang digunakan tidak lebih dari 0,1%
dari jumlah yang ditimbang. Umumnya kelas 2 digunakan untuk jumlah lebih
besar dari 20 mg, kelas 3 untuk jumlah lebih dari 50 mg. Kelas 4 untuk jumlah
lebih besar dari 100 mg.
Pada saat menimbang perhatikan kapasitas timbangan kemudian, dilihat
juga minimal penimbangannya. Pengecekan timbangan dilakukan setiap hari
sebelum pertama kali menimbang atau setelah terjadi gangguan pada timbangan
misalnya power atau memindahkan timbangan ke lokasi yang baru.
VALIDASI PROSEDUR <1225>
Prosedur pengujian yang digunakan untuk menilai tingkat mutu bahan
farmasi memerlukan berbagai persyaratan.
VALIDASI
Validasi suatu prosedur analisis adalah proses yang ditetapkan melalui
kajian laboratorium bahwa karakteristik kinerja prosedur tersebut telah memenuhi
persyaratan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Jenis karakterisktik kinerja
analitik yang diuraikan dalam dokumen ini dapat dilihat dalam tabel 1.
Tabel 1
Karakteristik kinerja analitik yang digunakan dalam validasi metode
Akurasi
Presisi
Spesifisitas
Batas Deteksi
Batas Kuantitasi
Linieritas
Rentang
Ketegaran

Karakteristik Kinerja Analitik

AKURASI
Akurasi suatu prosedur analisis adalah tingkat kedekatan antara hasil
pengujian dengan prosedur yang sedang divalidasi terhadap nilai yang benar.
Akurasi prosedur analisis harus ditetapkan meliputi rentang nilai benar tersebut.
Penetapan:
Dalam pengujian senyawa obat, akurasi ditetapkan dengan penerapan
prosedur analisis pada analit yang diketahui kemurniannya (baku pembanding)
atau dengan membandingkan hasil analisis dengan prosedur lain yang telah
ditetapkan akurasinya.
Akurasi dihitung sebagai persentase perolehan kembali dari penetapan
sejumlah analit yang ditambahkan dan diketahui jumlahnya ke dalam sampel, atau
sebagai selisih antara hasil rata rata dengan hasil benar yang diterima bersama
dengan tingkat kepercayaannya.
Dokumen

International

Conference

on

Harmonization

(ICH)

merekomendasikan bahwa akurasi ditetapkan dengan menggunakan minimal 9


penetapan meliputi tingkat konsentrasi berbeda yang telah ditetapkan (misalnya 3
konsentrasi dan 3 replikasi untuk masing masing konsentrasi).
Kriteria penerimaan akurasi sangat tergantung kepada jenis pengujian dan
keragaman serta sediaan yang diuji.
PRESISI
Presisi prosedur analisis adalah tingkat kedekatan diantara hasil uji individu
bila prosedur diterapkan berulang kali terhadap sampling ganda atau sampel yang
homogen. Presisi biasanya dinyatakan dalam simpangan baku atau simpangan
baku relatif (koefisien variasi) dari suatu seri pengukuran. Presisi merupakan
ukuran tingkat reproduksibilitas atau keberulangan prosedur analisis dalam
kondisi kerja normal. Tingkatan presisi:
1. Reproduksibilitas mengacu pada penggunaan prosedur analisis di beberapa
laboratorium yang berbeda.
2. Presisi antara (dikenal juga sebagai ruggedness) menyatakan keragaman
dalam laboratorium yang dilakukan pada hari yang berbeda atau oleh analis
yang berbeda atau peralatan yang berbeda di laboratorium yang sama.

3. Keberulangan mengacu pada penggunaan prosedur analisis dalam laboratorium


yang sama dalam periode waktu yang singkat oleh analis yang sama dengan
peralatan yang sama.
Penetapan:
Ditetapkan dengan beberapa kali menetapkan kadar sejumlah memadai dari
larutan sampel homogen, kemudian dihitung secara statistik perkiraan yang absah
dari simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi).
Dokumen ICH merekomendasikan bahwa keberulangan ditentukan dengan
menggunakan minimal 9 penetapan meliputi suatu rentang konsentrasi khusus
untuk prosedur (misalnya 3 konsentrasi dan 3 replikasi untuk masing masing
konsentrasi, atau minimal 6 penetapan pada konsentrasi uji 100%).
SPESIFISITAS
Dokumen ICH mendefinisikan spesifisitas sebagai kemampuan menguji
secara tepat suatu analit dengan adanya komponen lain yang diperkirakan ada,
berupa cemaran, hasil degradasi atau matriks sampel. Untuk menjelaskan definisi
di atas dapat digunakan implikasi berikut:
Uji identifikasi. Prosedur harus menjamin identitas analit.
Uji Kemurnian. Prosedur harus menjamin dalam penetapan akurat kandungan
cemaran dalam analit (seperti senyawa sejenis, batas logam
berat, cemaran organik mudah menguap).
Penetapan Kadar. Prosedur harus menjamin dan memberikan pernyataan akurat
pada kadar atau potensi analit dalam sampel.
Penetapan:
- Kualitatif (uji identifikasi)
Prosedur harus menunjukkan kemampuan untuk memilih antara senyawa
senyawa yang berkaitan erat strukturnya.
- Cemaran
Dilakukan dengan menetapkan sejumlah tertentu cemaran yang ditambahkan
pada senyawa obat dan hasilnya menunjukkan cemaran tersebut ditetapkan
dengan akurasi dan presisi yang memadai.
- Penetapan kadar

Spesifisitas dapat ditunjukkan dengan tidak adanya pengaruh cemaran atau


eksipien pada prosedur. Pada prakteknya, hal ini dapat dilakukan dengan cara
menambahkan sejumlah cemaran atau eksipien pada senyawa oba atau sediaan
dan hasil penetapan kadar tidak dipengaruhi oleh adanya bahan bahan dari
luar tersebut.
Dokumen ICH menyatakan jika digunakan prosedur kromatografi, maka
kromatogram harus disertakan untuk menunjukkan derajat selektivitasnya, dan
puncak harus diberi tanda.
BATAS DETEKSI
Batas deteksi adalah jumlah terendah analit dalam sampel yang dapat
dideteksi, tapi tidak harus kuantitatif. Uji batas hanya memperkuat bahwa jumlah
analit di atas / di bawah tingkat tertentu. Batas deteksi biasanya dinyatakan
sebagai konsentrasi analit (misalnya persentase, ppb) dalam sampel.
Penetapan:
- Untuk prosedur non instrumental, batas deteksi biasanya ditetapkan dengan
analisis dari sampel yang telah diketahui konsentrasinya dan dengan
menetapkan tingkat terndah dimana analit dapat dideteksi.
- Untuk prosedur instrumental, dapat digunakan sebagai prosedur non
instrumental.
- Untuk prosedur analisis instrumental yang memperlihatkan latas belakang
noise, dokumen ICH menggambarkan yang paling dekat, dibandingkan sinyal
dari sampel yang telah diketahui dengan konsentrasi analit yang yang rendah
dengan menggunakan blangko.
Tipe yang dapat diterima adalah 2:1 atau 3:1.

BATAS KUANTITASI
Batas Kuantutasi adalah karakteristik dari penetapan kadar kuantitatif
untunk senyawa tingkat rendah dalam matriks sampel, seperti impurity dalam
bagian terbesar substansi obat dan produk hancur pada sediaan akhir.
Penetapan: Sama seperti Batas Deteksi.
Tipe yang dapat diterima adalah 10:1

LINIERITAS DAN RENTANG


Linieritas prosedur analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil uji
yang secara langsung atau dengan melalui transformasi matematik yang tepat
proporsional (berbanding lurus) terhadap konsentrasi analit dalam sampel dalam
rentang yang diberikan. Linieritas mengacu pada hubungan linier antara
konsentrasi dan hasil pengukuran pengujian.
Rentang prosedur analisis adalah interval antara batas tertinggi dan batas
terendah dari kadar analit yang telah dibuktikan, dapat ditentukan dengan presisi,
akurasi, dan linieritas yang sesuai menggunakan prosedur analisis yang
ditetapkan. Umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan hasil uji yang
diperoleh (misalnya persen, bpj, bpm).
Penetapan:
Hasil uji dapat ditentukan dengan metode statistik yang memadai (misalnya
dengan perhitungan garis regresi kuadrat terkecil).
ICH merekomendasikan bahwa kinieritas ditetapkan dengan menggunankan
minimal 5 konsentrasi yang digunakan secara normal. Dan juga direkomendasikan
rentang minimum yang digunakan sebagai berikut:
- Penetapan kadar sediaan obat (atau sediaan farmasi akhir); 80% hingga 120%
dari konsentrasi uji.
- Penetapan cemaran: 50% hingga 120% dari kriteria penerimaan.
- Untuk keseragaman kandungan: minimal 70% hingga 130% dari konsentrasi
uji (sangat tergantung pada sifat alami bentuk sediaan).
- Untuk uji disolusi: 20% dari rentang spesifik (misalnya pada sediaan
pelepasan terkendali, setelah 1 jam 20% dan setelah 1 jam 20% dan setelah 24
jam lebih dari 90%, maka rentangnya 0% hingga 110% dari konsentrasi yang
dinyatakan pada etiket).
Unsur Data yang diperlukan untuk Validasi
Kategori kategori pengujian yang mensyaratkan data validasi:
Kategori I Prosedur analisis untuk penetapan kadar komponen utama dalam
bahan baku obat atau bahan aktif (termasuk pengawet) ddalam sediaan obat
jadi.

Kategori II Prosedur analisis untuk penetapan cemaran dalam bahan baku obat
atau senyawa hasil degradasi dalam sediaan obat jadi. Prosedur ini terdiri dari
penetapan kuantitatif dan uji batas.
Kategori III Prosedur analisis untuk penetapan karakteristik kinerja sediaan
(misalnya disolusi, pelepasan obat).
Kategori IV Prosedur analisis untuk identifikasi.
Untuk setiap kategori diperlukan informasi analitik yang berbeda seperti
yang dicantumkan pada tabel 2.
Tabel 2
Unsur data yang dibutuhkan untuk validasi prosedur analisis
Karakterisitik

Kategori II
Uji
Kuantitatif
Batas

kinerja

Kategori I

analitik
Akurasi
Presisi
Spesifisitas
Batas Deteksi
Batas

Ya
Ya
Ya
Tidak

Ya
Ya
Ya
Tidak

Kuantitasi
Linearitas
Rentang

Tidak
Ya
Ya

Ya
Ya
Ya

Kategori

Kategori

III

IV

*
Tidak
Ya
Ya

Ya
*
*
*

Tidak
Tidak
Tidak
Tidak

Tidak
Tidak
*

*
*
*

Tidak
Tidak
Tidak

Catatan:
*Mungkin dipersyaratkan tergantung pada sifat khusus dari uji
PENETAPAN KADAR TABLET METAMPIRON SECARA TITRASI
IODIMETRI

TANGGAL PERCOBAAN
12 Maret 2014

GAMBARAN UMUM METAMPIRON


Rumus Bangun
METHAMPYRONUM
Metampiron

Natrium 2,3-dimetil-1-fenil-5-pirazolon-4-metilaminometanasulfonat
C13H16N3NaO4S.H2O
BM 351,37
PUSTAKA
Pusat Pengujian Obat dan Makanan (PPOM) Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2005. Metode Analisa No.078 /OB/00. Jakarta.
PRINSIP
Penetapan kadar metampiron dalam sediaan tablet secara iodimetri.
RUANG LINGKUP
Metode ini digunakan untuk penetapan kadar metampiron dalam sediaan tablet.
ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Buret 25,0 mL
2. Timbangan analitik
3. Erlenmeyer 100 mL
4. Sendok Tanduk
5. Mortir
6. Beaker glass 50 mL; 100 mL
7. Gelas ukur 10 mL; 25mL
8. Pipet tetes
9. Statif
10. Klem ganda
Bahan:
1. Sampel
2. Metanol
3. HCl 0,02 N
4. Larutan Iodium 0,1 N
PROSEDUR
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2.

Ditimbang 10 tablet, dihitung bobot rata rata, kemudian ditimbang tablet

3.
4.

satu per satu.


Diserbukkan 10 tablet, dihomogenkan.
Ditimbang seksama sampel yang telah diserbukkan homogen setara 200 mg

5.
6.
7.
8.

Antalgin.
Dimasukkan ke dalam erlemeyer 250 mL.
Ditambahkan 20 mL metanol.
Ditambahkan 10 mL HCl 0,02 N.
Dititrasi dengan Iodium 0,1 N hingga titik akhir titrasi yang ditandai dengan

perubahan warna dari tidak berwarna menjadi kunig cerah.


9. Dilakukan duplo untuk setiap sampel
RUMUS PERHITUNGAN
Kadar Zat Uji (%)

Keterangan:
Vt = Volume titrasi
mg~ = Bobot kesetaraan antalgin dengan tiap mL Iodium 0,1 N
Nb = Normalitas baku Iodium
Nt = Normalitas teoritis Iodium
BR = Bobot rata rata sampel
BP = Bobot penimbangan sampel
BE = Bobot etiket
PERSYARATAN
a. Penetapan Kadar
Tablet Metampiron mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
b.

110,0% (C13H16N3NaO4S.H2O) dari jumlah yang tertera pada etiket.


Keragaman Bobot
Nilai Penerimaan dari 10 unit pertama dosis tunggal L1. Kecuali dinyatakan
pada masing masing monografi, L1 = 15,0

DATA PERCOBAAN
a. Data Sampel
Etiket
: Tablet Metampiron 500 mg
Pemerian : Bentuk : Tablet
Warna : Putih
Bau : Aromatik
Rasa : Pahit

b.

Data Penimbangan 10 Tablet Satu per Satu


No

c.

Bobot Tablet (g)

0,5775

0,5815

0,5913

0,6026

0,5897

0,5800

0,6033

0,6093

0,5781

10

0,6105

Data Penimbangan dan Volume Titrasi


Penimbangan (g)
Keterangan

Sampel 1
Sampel 2
d.

Bobot
wadah
0,1568
0,1493

Bobot
Bobot
wadah + wadah +
bahan
sisa
0,3956
0,3875

0,1573
0,1500

Data Perhitungan Bahan dan Pembakuan Iodium


Terlampir pada lampiran 1

PERHITUNGAN
a. Perhitungan BR dan BP

b. Perhitungan kadar zat uji (%)

Bobot
bahan
0,2383
0,2375

Volume
Titrasi
(mL)
10,25
10,35

c.

Hasil Keragaman Bobot


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bobot Tablet (g)


0,5775
0,5815
0,5913
0,6026
0,5897
0,5800
0,6033
0,6093
0,5781
0,6105

% Kadar
96,29%
96,95%
98,59%
100,47%
98,32%
96,70%
100,59%
101,59%
96,39%
101,79%
= 987, 68%
SD = 2,18

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan penetapan kadar dan keragaman bobot Metampiron
yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut Memenuhi Syarat (MS).

PENETAPAN KADAR TABLET METFORMIN HCl SECARA


SPEKTROFOTOMETRI UV
TANGGAL PERCOBAAN
17 Maret 2014
GAMBARAN UMUM METFORMIN HCl
a. Rumus Bangun
METFORMINI HYDROCHLORIDUM
Metformin Hidroklorida

N,N-dimetilimidodikarbonimidik dinamida [1115-70-4]


C4H11N5.HCl
BM 165,6
b.

Kelarutan
Mudah larut dalam air; praktis tidak larut dalam eter dan dalam kloroform;
sukar larut dalam etanol

PUSTAKA
British Farmacopoeia. 2009. Volume III. Page: 2758
PRINSIP
Metode: Spektrofotometri ultra violet
Prinsip: Metformin HCl memberikan serapan maksimum pada 232 nm dengan
aquadest sebagai blangko
RUANG LINGKUP
Metode ini digunakan untuk penetapan kadar Metformin HCl secara
spektrofotometri ultra violet
ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Spektrofotometer SHIMADZU A11635101021
2. Kuvet
3. Timbangan analitik
4. Ultrasonik
5. Labu ukur 10 ml; 100 mL
6. Spatel
7. Beaker glass 100 mL
8. Pipet volume 1 mL
9. Corong
10. Erlenmeyer 250 mL
11. Pipet tetes
12. Pipet filler
Bahan:
1. Sampel
2. Baku Metformin HCl
3. Aquadest
PROSEDUR ASLI

Weigh and powder 20 tablets. Shake a quantity of the powder containing 0,1 g of
Metformin Hydrochloride with 70 mL of water for 15 minutes, dilute to 100 mL
with water and filter, discarding the first 20 mL. Dilute 10 mL of the filtrate to 100
mL with water and dilute 10 mL of the resulting solution to 100 mL with water.
Measure the absorbance of the resulting solution at the maximum at 232 nm,
Appendix II B. Calculate the content of the C 4H11N5.HCl taking 798 as the value
of A(1%, 1 cm) at the maximum at 232 nm.
PROSEDUR MODIFIKASI
Ditimbang seksama sampel yang telah diserbukkan homogen setara dengan 0,1 g
Metformin HCl, larutkan dengan 70 mL aquadest, ultrasonik selama 15 menit.
Ditepatkan dengan aquadest hingga 100 mL, saring. Dipipet 1,0 mL filtrat ke
dalam labu 100 mL, tepatkan dengan aquadest hingga tanda. Diukur serapan
maksimum pada 232 nm dengan menggunakan aquadest sebagai blangko.
LANGKAH KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibuat larutan baku:
a. Ditimbang seksama 10 mg baku Metformin HCl ke labu 10 mL, dilarutkan
dengan aquadest.
b. Ditambahkan dengan aquadest hingga tanda batas, dihomogenkan.
c. Dipipet 1,0 mL ke labu 100 mL, diencerkan dengan aquadest hingga tanda
3.

batas lalu homogenkan.


Dibuat larutan uji:
a. Ditimbang 10 tablet, dihitung bobot rata rata, kemudian ditimbang tablet
satu per satu.
b. Diserbukkan 10 tablet dan homogenkan.
c. Ditimbang serbuk setara dengan 100 mg Metformin HCl ke labu 100 mL,
dilarutkan dengan 70 mL aquadest kemudian diultrasonik selama 15 menit.
d. Ditambahkan aquadest hingga tanda batas, dihomogenkan.
e. Disaring larutan ke dalam erlenmeyer menggunakan corong dan kertas
saring.
f. Dipipet 1,0 mL filtrat ke dalam labu 100,0 mL. Diencerkan dengan

4.

aquadest hingga tanda batas, dihomogenkan .


g. Dilakukan duplo untuk setiap sampel.
Diukur serapan maksimum larutan baku dan larutan uji pada 232 nm
dengan menggunakan aquadest sebagai blangko dan dihitung kadarnya.

RUMUS PERHITUNGAN
Kadar Zat Uji (%)

Keterangan:
Au = Absorbansi larutan uji
Ab = Absorbansi larutan baku
Bb = Bobot penimbangan baku
Bu = Bobot penimbangan sampel
BR = Bobot rata rata sampel
FPu = Faktor pengenceran larutan uji
FPb = Faktor pengenceran larutan baku
BE = Bobot etiket
%KB = Kemurnian baku
PERSYARATAN
a. Penetapan Kadar
Tablet Antalgin mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari
b.

105,0% (C4H11N5.HCl) dari jumlah yang tertera pada etiket.


Keragaman Bobot
Nilai Penerimaan dari 10 unit pertama dosis tunggal L1. Kecuali dinyatakan
pada masing masing monografi, L1 = 15,0

DATA PERCOBAAN
a. Data Sampel
Keterangan
Etiket
Bentuk
Bau
Warna
Rasa

Sampel 1
500 mg
Tablet
Aromatik
Putih
Pahit

Sampel 2
500 mg
Tablet
Aromatik
Putih
Pahit

b.

Data Baku
Baku Pembanding Farmakope Indonesia
METFORMIN HIDROKLORIDA
No. Kontrol : 210363
KB
: 99,9%
%LOD
: 0,13%
Pusat Pengujian Obat dan Makanan

c.

Data Penimbangan 10 Tablet Satu per Satu


Sampel 1
No
1
2
3

Bobot Tablet (g)


0,5418
0,5357
0,5458

4
5
6
7
8
9
10

0,5008
0,5443
0,5313
0,5422
0,5345
0,5250
0,5402

Sampel 2
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
d.

e.

Bobot Tablet (g)


0,5300
0,5396
0,5354
0,5212
0,5222
0,5292
0,5249
0,5252
0,5168
0,5237

Data Penimbangan dan Abs

Keterangan

Bobot
wadah

Baku
Sampel 1 a
Sampel 1 b
Sampel 2 a
Sampel 2 b

0,03165
0,03307
0,02916
0,03103
0,03051

Penimbangan (g)
Bobot
Bobot
wadah + wadah
bahan
+ sisa
0,04176
0,14005
0,13626
0,13655
0,13602

0,03172
0,03321
0,02930
0,03122
0,03065

Bobot
bahan

Abs

0,01004
0,10684
0,10696
0,10533
0,10537

0,814
0,780
0,776
0,779
0,790

Data Spektrum pada 232 nm dengan aquadest sebagai blangko


Terlampir pada lampiran 2

PERHITUNGAN
Sampel 1
o Perhitungan BR dan BP

o Perhitungan Kadar (%)

Sampel 2
o Perhitungan BR dan BP

o Perhitungan Kadar

Hasil Keragaman Bobot


o Sampel 1
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bobot Tablet (g)


0,5418
0,5357
0,5458
0,5008
0,5443
0,5313
0,5422
0,5345
0,5250
0,5402

% Kadar
97,04%
95,95%
97,76%
89,70%
97,49%
95,16%
97,11%
95,73%
94,03%
96,75%
= 956,72%
SD = 2,39

o Sampel 2
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bobot Tablet (g)


0,5300
0,5396
0,5354
0,5212
0,5222
0,5292
0,5249
0,5252
0,5168
0,5237

% Kadar
97,13%
98,89%
98,12%
95,51%
95,75%
97,04%
96,25%
96,30%
94,71%
95,97%
= 965,67%
SD = 1,25

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan penetapan kadar dan keragaman bobot Metformin
HCl yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa sampel 1 dan sampel 2 Memenuhi
Syarat (MS).

UJI WAKTU HANCUR


TANGGAL PERCOBAAN
24 Maret 2014
PUSTAKA
Pharmacopoeia of the Peoples Republic of China. 2010. Volume I. Page: A-89
PRINSIP
Pengujian waktu hancur sediaan tablet dan kapsul.
RUANG LINGKUP
Metode ini digunakan untuk mengetahui waktu hancur obat sediaan tablet dan
kapsul.
ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Seperangkat alat uji waktu hancur
2. Beaker glass 1000 mL
3. Stopwatch
Bahan
1. Sampel
2. Aquadest
PROSEDUR
The basket is suspended in a water bath preferably using a 1000 mL beaker,
maintained at 37C 1C, the volume of the fluid in the vessel is adjusted
appropriately so that at the highest point of the upward stroke the wire mesh
remains 15 mm below the surface of the fluid and descends to a distance not less
than 25 mm from the bottom of the vessel on the downward stroke. Unless
specified otherwise, place 1 tablet in each of the six tubes of the basket, add disks
and operate the apparatus.
Capsules

For hard capsules or soft capsules, unless specified otherwise, repeat the test
of tablets described above on 6 capsules.
LANGKAH KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dimasukkan beaker berisi 1000 mL aquadest ke dalam alat uji waktu hancur,
3.

didiamkan hingga suhu aquadest sesuai.


Dimasukkan 1 tablet / kapsul ke dalam tiap keranjang, masukkan cakram ke

4.

tiap keranjang.
Dimasukkan keranjang ke dalam beaker, kemudian dijalankan alat uji waktu

5.

hancur.
Dihitung waktu dari awal alat dijalankan hingga seluruh tablet / kapsul hancur
sempurna menggunakan stopwatch.

PERSYARATAN
All of the powder tablets disintegrate completely within 30 minutes. All of
extractum tablets and sugar-coated tablets disintegrate completely within 1
hour. If 1 tablet fails to disintegrate completely, repeat the test on 6 additional
tablets. All of the tablets should comply with the requirement.
The hard capsules should disintegrate within 30 minutes and the soft capsules
disintegrate within 1 hour. If one of the capsules fails to disintegrate
completely, repeat the operation with another 6 capsules. All the capsules
should comply with the test.

DATA PERCOBAAN
a. Data Sampel
Keterangan
Etiket
Bentuk
Bau
Warna
Rasa

Sampel 1
Hyoscine
butylbromide
10 mg
Tablet
Aromatik
Kuning
Tidak
Dilakukan

Sampel 2

Sampel 3

Sampel 4

Omeprazole 20 Omeprazole 20
mg
mg

Nifedipine 10
mg

Kapsul
Tidak Berbau
Merah-Jingga
Tidak
Dilakukan

Tablet
Tidak Berbau
Merah Muda
Tidak
Dilakukan

Kapsul
Tidak Berbau
Merah-Kuning
Tidak
Dilakukan

b.

Hasil Pengujian

Keterangan
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4

Waktu
Hancur
02' 53"
01' 27"
03' 20"
05' 48"

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan uji waktu hancur yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa sampel 1, 2, 3 dan 4 Memenuhi Syarat (MS).

UJI DISOLUSI TABLET PROPILTHIOURASIL SECARA


SPEKTROFOTOMETRI UV
TANGGAL PERCOBAAN
4 April 2014
GAMBARAN UMUM
a. Rumus Bangun
PROPYLTHIOURACILUM
Propiltiourasil

6-Propil-2-tiourasil [51-52-5]
C7H10N2OS

BM 170,23

b.

Kelarutan
Sukar larut dalam air, dalam kloroform dan dalam eter ; agak sukar larut
dalam etanol ; larut dalam amonium hidroksida dan dalam alkali hidroksida.

PUSTAKA
United States Pharmacopoeia 36. Volume 3, page: 4957
PRINSIP
Metode : Disolusi Tipe 1 keranjang dan Spektrofotometri ultraviolet.
Prinsip : Propylthiouracil memberikan serapan maksimum pada 274 nm
dengan aquadest sebagai blangko.
RUANG LINGKUP
Metode ini digunakan untuk penetapan kadar hasil uji disolusi propylthiouracil
dalam sediaan tablet secara spektrofotometri ultraviolet.
ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Alat disolusi Hanson Research Tipe SR 8 Plus
2. Seperangkat alat Spektrofotometer ultraviolet
3. Timbangan analitik
4. Kuvet
5. Spuit
6. Beaker glass 50 mL, 100mL
7. Labu ukur 20 mL, 100 mL
8. Pipet volume 1 mL
9. Pipet filler
Bahan
1. Sampel
2. Baku Propylthiouracil
3. Aquadest
PROSEDUR
Disolution <711>
Medium
: water; 900 mL.
Apparatus 1 : 100 rpm,
Time
: 30 minutes
Procedur
: Determine the amount of C7H10N2OS dissolved from UV
absorbances at the wavelength of maximum absorbance at about
274 nm of filtered portions of the solution under test, suitably
diluted with Dissolution Medium, in comparison with a Standard

solution having a known concentration of USP Propylthiouracil RS


in the same medium.
Tolerances : Not less than 85% (Q) of the labeled amount of C 7H10N2OS is
dissolved in 30 minutes.
LANGKAH KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Larutan Uji:
a. Diatur alat disolusi tipe keranjang dengan kecepatan 100 rpm, 37C 0,5C.
b. Dimasukkan media disolusi (aquadest) ke dalam tabung disolusi sebanyak
900 mL, 37C 0,5 C.
c. Dimasukkan tablet ke dalam keranjang.
d. Dijalankan alat disolusi selama 30 menit.
e. Dilakukan sampling dengan menggunakan spuit.
f. Dipipet 1,0 mL filtrat, tepatkan dengan media disolusi hingga 20,0 mL.
3. Larutan Baku:
a. Ditimbang seksama 10 mg baku propylthiouracil, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100,0 mL.
b. Dilarutkan dengan sedikit metanol, tepatkan dengan media disolusi.
c. Dipipet 1,0 mL larutan ke dalam labu ukur 20,0 mL, tepatkan dengan media
4.

disolusi.
Diukur serapan maksimum larutan uji dan larutan baku pada 274 nm
dengan aquadest sebagai blangko.

RUMUS PERHITUNGAN
Keterangan:
Vm = Volume media
Fpu = Faktor pengenceran uji
Au
= Absorbansi uji
Ab
= Absorbansi baku
Cb
= Konsentrasi baku
BE
= Bobot etiket
%KB = Kemurnian baku
PERSYARATAN
Toleransi : Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 85% (Q)
C7H10N2OS dari yang tertera pada etiket.
Tahap
S1

tablet
6

S2

Kriteria
Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5%
Rata - rata dari 12 unit (S1+S2) adalah Q
dan tidak ada satu unit sediaan yang < Q - 15%

S3

Rata - rata dari 12 unit (S1+S2+S3) adalah Q


Tidak lebih dari 2 unit sediaan < Q- 15%
dan tidak ada satu unit sediaan yang < Q - 25%

12

DATA PERCOBAAN
a. Data Sampel
Etiket
: Propylthiouracil 100 mg
Pemerian : Bentuk : Tablet
Bau : Khas aromatik
Warna : Putih
Rasa : b.

Data Baku
Baku Pembanding Farmakope Indonesia
PROPILTIOURASIL
No. Kontrol : 210285
KB
: 98,95%
%LOD
: 0,04%
Pusat Pengujian Obat dan Makanan

c.

Data Penimbangan Baku


Keterangan
B wadah
B wadah + bahan
B wadah + sisa
B bahan

d.

Data Hasil Pengukuran Absorban pada 274 nm


Keterangan
Baku
Tablet 1
Tablet 2
Tablet 3
Tablet 4
Tablet 5
Tablet 6

e.

Bobot (g)
0,02825
0,03836
0,02830
0,01006

Abs
0,489
0,499
0,504
0,512
0,505
0,513
0,533

Data spektrum pada 274 nm dengan aquadest sebagai blangko


Terlampir pada lampiran 3

PERHITUNGAN

Hasil Uji Disolusi


Tablet
1
2
3
4
5
6

Kadar
terdisolusi
(%)
91,38
92,30
93,76
92,48
93,94
97,61

Keadaan
terhadap Q
(%)
Q+ 6 ,38
Q + 7,30
Q + 8,76
Q + 7,48
Q + 8,94
Q + 12,61

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan uji disolusi yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
sampel Memenuhi Syarat (MS).

VALIDASI PENETAPAN KADAR TABLET KETOPROFEN SECARA


SPEKTROFOTOMETRI UV
TANGGAL PERCOBAAN
21 April 2014
GAMBARAN UMUM
a. Rumus Bangun

b.

Kelarutan
Mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter, praktis tidak larut
dalam air.

PUSTAKA
British Pharmacopoeia 2009.Volume III. Page: 2710
PRINSIP
Ketprofen dalam sediaan tablet ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri
ultraviolet.
RUANG LINGKUP
Metode ini digunakan untuk memvalidasi prosedur penetapan kadar ketoprofen
dalam sediaan tablet secara spektrofotometri ultraviolet.
ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Spektrofotometer UV
2. Kuvet
3. Ultrasonik
4. Timbangan analitik
5. Pipet Volume 1 mL
6. Pipet filler

7. Labu ukur 20 mL, 50 mL


Bahan:
1. Sampel
2. Baku Ketoprofen BPFI
3. Metanol 75%
PROSEDUR
Shake a quantitty of the mixed contains of 20 capsules containing 50 mg 0f
Ketoprofen for 10 minutes with 300 mL of (methanol 75%), mix and delute to 500
mL with methanol (75%). Allow to stand, dilute 5 mL of the supernatant liquidto
100 mL with methanol (75%) and measure the absorbance of the resulting
solution at the maximum at 258 nm, Appendix II B. Calculate the content of
C16H14O3 taking 662 as the value of A(1%, 1 cm)at the maximum at 258 nm.
LANGKAH KERJA
1. Presisi
Larutan Uji
- Ditimbang seksama tidak kurang dari 10 tablet dan serbukkan homogen.
- Ditimbang seksama sejumlah serbuk 22,198 mg serbuk sampel (setara 5
mg ketoprofen).
- Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, tambahkan metanol 75%
secukupnya, sonikasi selama 15 menit kemudian encerkan dengan metanol
75% hingga tanda.
- Dipipet 1 mL larutan, masukkan ke dalam labu ukur 20 mL, encerkan
dengan metanol sampai tanda.
- Dibuat 6 kali replikasi.
Larutan Baku
- Ditimbang seksama 5,0 mg Ketoprofen BPFI, masukkan ke dalam labu
ukur 50 mL, tambahkan metanol 75% secukupnya, sonikasi selama 15
-

menit kemudian encerkan dengan metanol 75% hingga tanda.


Dipipet 1 mL larutan, masukkan ke dalam labu ukur 20 mL, encerkan

dengan metanol sampai tanda.


Dilakukan penetapan terhadap larutan uji dan larutan baku sesuai prosedur.
Dihitung kadar masing masing, dan nilai % RSD nya.
2. Akurasi dan Linieritas
Larutan Baku
Dibuat larutan spiked dengan rentang 80%, 90%, 100%, 110%, 120% sebagai
berikut:

Rentang

Sampel 70%

Baku 30%

Volume

Konsentrasi (%)

(mg)

(mg)

Akhir (mL)

80
90
100
110
120

12,43
14,21
15,54
17,31
18,65

1,2
1,4
1,5
1,7
1,8

50
50
50
50
50

Ditepatkan dengan metanol 75%.


Dipipet 1 mL larutan, masukkan ke dalam labu ukur 20 mL, encerkan dengan
metanol 75% sampai tanda.
Dibuat 3 replikasi untuk kadar 80%, 100%, 120% untuk uji akurasi.
Dilakukan penetapan sesuai prosedur terhadap larutan baku dan larutan
spiked untuk uji akurasi. Hitung % recovery masing masing akurasi.
Dilakukan penetapan sesuai prosedur untuk uji linieritas. Buat kurva linieritas
dengan konsentrasi larutan (mg/mL) sebagai absis dan absorban sebagai
ordinat. Tentukan nilai r dari persamaan regresi yang diperoleh.
3. Spesifisitas
Digunakan larutan uji untuk uji akurasi pada rentang 120%.
Dibandingkan dengan larutan baku dan larutan sampel.
4. Cara Penetapan
Penetapan secara spektrofotometri dengan kondisi sebagai berikut:
Detektor : UV pada panjang gelombang 258 nm.
RUMUS PERHITUNGAN
Kandungan Ketoprofen dalam sampel

Keterangan:
Au/Ab

= Absorbansi Uji / Absorbansi Baku

Bu/Bb

= Bobot Uji / Bobot Baku

Fpu/FPb

= Faktor Pegenceran Uji / Faktor Pengenceran Baku

= Kadar Thiamine Hidroklorida berdasarkan etiket

%KB
Cu
Cb

= Kemurnian Baku
= Konsentrasi Uji
= Konsentrasi Baku

PERSYARATAN
Akurasi
: Rentang % recovery yang dapat diterima pada kadar zat aktif 1%
dari sediaan = 98% - 102%
Presisi
: RSD 2%
Linieritas : r 0,995
Spesifisitas : Absorban baku + sampel lebih besar dari absorban baku dan
sampel
DATA PERCOBAAN
a. Data Sampel
Nama

: Kaltrofen 50

Produksi

: Kalbe

No Reg

: DKL 9711628215A1

No Batch

: 527193

Komposisi : Ketoprofen 50 mg
Exp.Date

: Juli 2016

b. Data Baku
Baku Pembanding Farmakope Indonesia
KETOPROFENUM
No. Kontrol : 205190
Kadar (%)

: 100,3

LOD(%)

: 0,01

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Jakarta


c. Data spektrum pada 258 nm dengan metanol 75% sebagai blangko
Terlampir pada lampiran 4

DATA HASIL VALIDASI METODE ANALISA PENETAPAN KADAR


KETOPROFEN DALAM SEDIAAN TABLET

Konsentrasi total
Bobot rata rata
etiket

:
:

PRESISI
Penimbangan setara :
Bobot penimbngan :

0,005
221,98
50

mg/mL
mg
mg

5
22,198

mg
mg

Baku
Pembanding
Nama
Ketoprofenum
Kemurnian
baku
Susut
Pengeringan
Penimbangan
Replikasi
1
2
3
4
5
6

Penimbangan (mg)
wadah
wadah
Zat
+ zat
+ sisa
16,859
11,874
4,985
100,3

0,01
4,985

%
mg

Penimbangan (mg)
wadah
wadah
Zat
+ zat
+ sisa
34,617
12,459
22,158
35,416
13,400
22,016
36,946
14,858
22,088
36,262
14,092
22,170
34,596
12,466
22,130
36,476
14,284
22,192

Kesimpulan :
Presisi memenuhi syarat

Pengenceran
1 (mL)

Pipet
(mL)

Pengenceran
2 (mL)

Absorban

Konsentrasi
(mg/mL)

50

20

0,320

0,004985

Pengenceran
1 (mL)

Pipet
(mL)

Pengenceran
2 (mL)

Absorban

Kadar (%)

50
50
50
50
50
50

1
1
1
1
1
1

20
20
20
20
20
20

0,321
0,323
0,323
0,325
0,324
0,329
Rerata
SD
RSD (%)
Syarat
RSD (%)

100,4826622
101,7608589
101,4291502
101,6797164
101,5500764
102,8291184
101,621930
0,7510263
0,7390396
2

DATA HASIL VALIDASI METODE ANALISA PENETAPAN KADAR


KETOPROFEN DALAM SEDIAAN TABLET
AKURASI
Sampel
Akurasi
(%)
80

100
120

Penimbangan
sampel (mg)

Pengenceran
1 (mL)

Pipet
(mL)

pengenceran
2 (mL)

BR

etiket

12,271
12,217
12,128
14,780
14,717
15,252
17,974
17,996
17,860

50
50
50
50
50
50
50
50
50

1
1
1
1
1
1
1
1
1

20
20
20
20
20
20
20
20
20

221,98
221,98
221,98
221,98
221,98
221,98
221,98
221,98
221,98

50
50
50
50
50
50
50
50
50

Baku
Akurasi Penimbangan
(%)
baku (mg)
80

100

120

Pengenceran
1 (mL)

Pipet
(mL)

pengenceran
2 (mL)

konsentrasi
(mg/mL)

50
50
50
50
50
50
50
50
50

1
1
1
1
1
1
1
1
1

20
20
20
20
20
20
20
20
20

0,00128
0,00127
0,00131
0,00153
0,00154
0,00153
0,00183
0,00183
0,00185

1,279
1,269
1,305
1,525
1,543
1,527
1,825
1,831
1,847

Akurasi Konsentrasi

Kadar
sampel
(%)
101,6219
101,6219
101,6219
101,6219
101,6219
101,6219
101,6219
101,6219
101,6219

Pipet

Pipet

Volume C sampel

C baku

C total

konsentrasi
(mg/mL)
0,0028
0,0028
0,0028
0,0034
0,0034
0,0035
0,0041
0,0041
0,0041

Absorban

80%

100%

120%

sampel
(mg/mL)

Sampel
(mL)

baku
(mL)

akhir
(mL)

(mg/ml)

(mg/ml)

teoritis
(sp+bk)

0,05618
0,05593
0,05552
0,06766
0,06737
0,06982
0,08228
0,08239
0,08176

1
1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
1
1
1
1

20
20
20
20
20
20
20
20
20

0,002809
0,002796
0,002776
0,003383
0,003369
0,003491
0,004114
0,004119
0,004088

0,00128
0,00127
0,00131
0,00153
0,00154
0,00153
0,00183
0,00183
0,00185

0,00409
0,00407
0,00408
0,00491
0,00491
0,00502
0,00594
0,00595
0,00594

Akurasi

C total

80%
80%
80%
100%
100%
100%
120%
120%
120%

0,004097
0,004066
0,004081
0,004907
0,004907
0,005016
0,005935
0,005951
0,005935

Kriteria penerimaan
Kesimpulan

Perolehan
kembali
0,00129
0,00127
0,00131
0,00152
0,00154
0,00152
0,00182
0,00183
0,00185
rata2

%recovery
100,72%
100,03%
100,03%
99,93%
99,70%
99,87%
99,78%
100,03%
100,01%
100,01%

: 98-102%
: Akurasi memenuhi syarat

DATA HASIL VALIDASI METODE ANALISA PENETAPAN KADAR


KETOPROFEN DALAM SEDIAAN TABLET
LINIERITAS
Sampel

0,263
0,261
0,262
0,315
0,315
0,322
0,381
0,382
0,381

Linieritas
(%)

Penimbang
an sampel
(mg)

Pengenceran
1 (mL)

Pipet
(mL)

Pengenceran
2 (mL)

BR

etiket

Kadar
sampel
(%)

konsentrasi
sampel
(mg/mL)

konsentrasi
teoritis
(mg/mL)

80

12,271

50

20

221,98

50

101,6219

0,0028

0,0028

90

14,255

50

20

221,98

50

101,6219

0,0033

0,0032

100

15,252

50

20

221,98

50

101,6219

0,0035

0,0035

110

17,350

50

20

221,98

50

101,6219

0,0040

0,0039

120

17,996

50

20

221,98

50

101,6219

0,0041

0,0042

Penimbangan
baku (mg)

Pengenceran
1 (mL)

Pipet
(mL)

pengenceran
2 (mL)

konsentrasi
baku
(mg/mL)

Konsentrasi
total (mg/ml)

Area

80

1,279

50

20

0,00128

0,00409

0,264

90

1,484

50

20

0,00148

0,00475

0,299

100

1,525

50

20

0,00153

0,00502

0,322

110

1,752

50

20

0,00175

0,00572

0,366

120

1,825

50

20

0,00183

0,00594

0,382

Baku
Linieritas
(%)

-0,000819

64,1529

0,99655

Kriteria penerimaan : R 0,995


Kesimpulan
: Linieritas memenuhi syarat

DATA HASIL VALIDASI METODE ANALISA PENETAPAN KADAR


KETOPROFEN DALAM SEDIAAN TABLET
SPESIFISITAS
Baku Pembanding

Penimbangan (mg)
wadah wadah Zat

Pengenceran
1 (mL)

Pipet Pengenceran Absorban Konsentrasi


(mL)
2 (mL)
(mg/mL)

+ zat
+ sisa
16,859 11,874

4,985

50

20

0,320

0,004985

Sampel

Penimbangan (mg)
wadah + zat wadah + sisa
34,617
12,459

Pengenceran
1 (mL)
Zat
22,158
50

Pipet
(mL)
1

pengenceran
Absorban
2 (mL)
20
0,326

Sampel + baku

Spesifisitas
Sampel + baku

Absorban
0,383

Kriteria penerimaan :
- Absorban baku + sampel lebih besar dari absorban baku dan sampel
Kesimpulan: Spesifisitas memenuhi syarat

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan sebagai unit pelaksnaan teknis dari

badan POM yang mempunyai tugas melaksanakan pengujian dan pemeriksaan mutu obat
dan makanan, telah memiliki sistem jaminan mutu yang baik, selain itu di setiap sarana
pemeriksaan secra laboratorium telah dilengkapi dengan peralatan dan sistem
dokumentasi yang jelas.
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan telah melaksanakan pembagian kerja
yang cukup baik dimana akan memberikan kemudahan yang cukup jelas dalam
melaksanakan pemeriksaan dan pengujian berbagai sampel dengan tepat pada waktunya.
Penyelesaian pengujian di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan juga ditunjang
dengan alat yang canggih dan metode analisis yang cukup lengkap dan valid.
Telah dilakukan pengujian beberapa sampel di laboratorium Obat dan Napza
diantaranya Penetapan Kadar Tablet Metampiron secara Iodimetri, Penetapan

Kadar Tablet Metformin HCl secara Spektrofotometri UV, Uji Waktu Hancur, Uji
Disolusi Tablet Propilthiourasil secara Spektrofotometri UV, Validasi Penetapan
Kadar Tablet Ketoprofen secara Spektrofotometri UV. Berdasarkan pengujian
pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian sampel
sampel tersebut telah memenuhi persyaratan sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditetapkan.
5.2

Saran
Dengan segenap kemampuan dan kerendahan hati, selama melaksanakan

Praktek Kerja Lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Jakarta
saran yang dapat penyusun sampaikan yang mungkin dapat bermanfaat dan berarti
baik untuk Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Jakarta maupun pihak
Akademik adalah :
1. Kepada analis di laboratorium, agar dapat menggunakan alat pelindung diri
seperti kacamata dan masker pada saat mengerjakan bahan bahan berbahaya
dan melakukan pekerjaan sesuai dengan tempatnya, seperti pereaksi pereaksi
yang berbahaya dilakukan di lemari asam.
2. Kedisiplinan, kerajinan dan ketangkasan dari para analis di laboratorium sudah
sangat baik, untuk itu perlu dipertahankan dan bila perlu ditingkatkan lagi
untuk mencapai hasil yang lebih maksimal.
3. Penugasan kepada peserta Praktek Kerja Lapangan, sebaiknya diawasi dan dibimbing
lebih intensif agar peserta Praktek Kerja Lapangan dapat melaksanakan tugas dengan
baik dan mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak.
4. Diharapkan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Jakarta tetap menjalin
hubungan baik dengan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II untuk
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di masa mendatang.

LAMPIRAN 1 Perhitungan Bahan dan Pembakuan Iodium


HCl 0,02 N
Kebutuhan: 10 mL x 2 titrasi = 20 mL ~ 25 mL
Pembuatan:
Tersedia HCl 37%

V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 12,06 N = 25 mL x 0,02 N
V1 = 0,04 mL

Diukur 0,04 mL HCl 37% kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL


yang telah diisi aquadest secukupnya, kemudian ditepatkan dengan aquadest
sampai tanda.
Iodium 0,1 N LV
Kebutuhan: - Pengujian : 25 mL x 2 titrasi = 50 mL
- Pembakuan : 25 mLx 2 titrasi = 50 mL +
100 mL
Pembuatan:
Masukkan 1,4 g I2 sedikit demi sedikit ke dalam 3,6 g KI (yang sudah
dilarutkan) sambil diaduk. Ditepatkan dengan aquadest hingga 100 mL.
Pembakuan:
Dipipet 50 mL Natrium thiosulfat 0,01535 N, tambahkan indikator kanji.
Dititrasi dengan I2 0,1 N hingga TAT (tidak berwarna biru).
Tabel data pembakuan Iodium 0,1 N LV
Ket.
Vp (mL)
Vt (mL)

Titrasi 1
50,0
7,00

Viod 1 x Niod = Vthio x Nthio


7,00 mL x Niod = 50,0 mL x 0,01535 N
N1 = 0,1096 mL

Titrasi II
50,0
7,00

Viod 2 x Niod
= Vthio x Nthio
7,00 mL x Niod = 50,0 mL x 0,01535 N
N1 = 0,1096 mL

LAMPIRAN 2 Data Spektrum PK Metformin HCl pada 232 nm dengan


Aquadest sebagai Blangko

LAMPIRAN 3 Data Spektrum Uji Disolusi Propiltiourasil pada 274 nm


dengan Aquadest sebagai Blangko

LAMPIRAN 4 Data Spektrum Validasi PK Ketoprofen pada 258 nm dengan


Metanol 75% sebagai Blangko

Anda mungkin juga menyukai