Anda di halaman 1dari 41

ANALISA BORAKS PADA BAKSO DAN PEMPEK SERTA

ANALISA FORMALIN PADA IKAN TERI DAN IKAN


TONGKOL SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF

LAPORAN TUGAS AKHIR

VENNY ANGELINA SIREGAR


152401058

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISA BORAKS PADA BAKSO DAN PEMPEK SERTA
ANALISA FORMALIN PADA IKAN TERI DAN IKAN
TONGKOL SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF

LAPORAN TUGAS AKHIR

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT


MEMPEROLEH GELAR AHLI MADYA

VENNY ANGELINA SIREGAR


152401058

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN

ANALISA BORAKS PADA BAKSO DAN PEMPEK SERTA


ANALISA FORMALIN PADA IKAN TERI DAN IKAN
TONGKOL SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF

LAPORAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing–masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2018

VENNY ANGELINA SIREGAR


152401058

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia sehingga dapat menyelesaikan Tugas
Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapai syarat dan
juga menyelesaikan Program Diploma (III) Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini penulis banyak
mengalami berbagi rintangan atau masalah, namun berkat bantuan, bimbingan,
nasehat dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga Tugas Akhir ini dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
atas apa yang telah diberikan selama proses awal hingga akhir penyelesaian tugas
akhir ini. Ucapan terimakasih ini penulis tujukan kepada:
1. Secara khusus penulis menyampaikan rasa terimakasih, hormat dan kasih
sayang yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya tercinta, Alm
Bapak Parningotan Siregar,Amd dan Ibunda Mariancu Samosir, S.Pd, atas
segala dukungan secara moral dan materi yang tidak akan bisa tergantikan
oleh apapun yang telah membesarkan, menyayangi, dan mendoakan penulis
sehingga dapat menyelesaikan Tugas akhir ini. .
2. Kepada Abangnda Alfonsius Siregar,S.Si, Rainhard Siregar,S.Kom dan
Kakak Ipar Olin Simbolon,S.Tr Kim yang telah memberikan dukungan
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Bapak Drs. Johannes Simorangkir selaku dosen pembimbing saya, yang
telah membimbing saya hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini.
4. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara, Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS.

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, S.si, M.Si selaku ketua Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universtas Sumatera
Utara.
6. Bapak Dr. Minto Supeno, MS selaku ketua Prgram studi D - 3 Kimia
Industri Fakultas Mateatika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara.
7. Bapak Dr Sahat Hasiholan Pasaribu, M.Kes selaku Kepala Laboratorium
Kesehatan Daerah (LABKESDA) Provinsi Sumatera Utara, yang telah
memberikan fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan.
8. Untuk Sahabat penulis Fitriani Warihta, Seri Ulina Ginting dan Herman
Tambunan yang telah bekerja sama selama melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan
9. Untuk Sahabat penulis Sheren Thessalonika, Nabila Aliva, Otha Yolla,
Yoga Reza dan seluruh teman D-III Kelas B yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, yang telah memberikan motivasi bagi penulis dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini serta mahasiswa D-III Kimia stambuk
2015.
10. Untuk Sahabat terdekat penulis Ronal Simbolon yang telah memberi
semangat dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah ini masih belum
sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dan
partisipasi yang telah diberikan kepada penulis. Harapan penulis semoga karya
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Agustus 2018

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Venny Angelina Siregar

ANALISA BORAKS PADA BAKSO DAN PEMPEK SERTA


ANALISA FORMALIN PADA IKAN TERI DAN IKAN
TONGKOL SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF

ABSTRAK

Telah dilakukan Analisa Boraks pada Bakso dan Pempek dan Analisa Formalin
pada Ikan Teri dan Ikan Tongkol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kandungan boraks dan formalin secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisa boraks pada bakso dan pempek secara kualitatif dengan menggunakan
metode uji nyala api sedangkan analisa secara kuantitatif dengan metode titrasi
asidimetri. Uji pada pempek menyatakan positif boraks dengan kadar 0,3459
mg/kg. Sedangkan uji pada bakso menyatakan negatif. Analisa formalin pada
ikan teri dan ikan tongkol secara kualitatif dengan menggunakan larutan
KMnO4 sebagai pereaksi sedangkan analisa secara kuantitatif dengan metode
titrasi iodometri. Uji pada ikan teri menyatakan positif formalin dengan kadar
0,840 mg/kg. Sedangkan uji pada ikan tongkol menyatakan positif formalin
dengan kadar 0,560 mg/kg.

Kata Kunci : Boraks, Bakso, Pempek, Formalin, Ikan Teri, Ikan Tongkol, Uji
Nyala, Larutan KMnO4, Asidimetri, Iodometri

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALYSIS OF BORAX IN MEATBALLS AND PEMPEK
WITH ANALYSIS OF FORMALIN IN ANCHOVIES AND
TUNA FISH WITH QUALITATIVELY AND
QUANTITATIVELY

ABSTRACT

Borax analysis has been performed on Meatballs and Pempek and Formalin
Analysis on Anchovy and Tongkol Fish. The purpose of this research is to know
the content and efficiency. The analysis of borax on meatballs and pempek is
qualitative by using flame test method while quantitative analysis with titration
method of acidimetry. The pempek test revealed a positive borax with levels of
0,3459 mg / kg. Medium test on meatballs showed negative. The formalin
analysis on anchovy and tuna fish is qualitative by using KMnO4 method as
reagent while quantitative analysis with titration method of iodometri. Test on fish
found formalin positive with levels of 0,840 mg / kg. Is being tested on tuna with
formalin with positive content of 0,560 mg / kg.

Key words : Borax, Meatballs, Pempek, Formalin, Anchovy, Tuna Fish, Flame
Test, KMnO4 Solution, Acidimetry, Iodometry

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
Pengesahan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar x
Daftar Singkatan xi
Daftar Lampiran xii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Hipotesa 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Bahan Pengawet 4
2.2. Boraks 6
2.2.1. Sifat Kimia dan Sifat Fisik 6
2.2.2. Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Boraks 7
2.2.3. Penyalahgunaan Boraks 8
2.2.4. Dampak boraks bagi kesehatan 9
2.3. Formalin 9
2.3.1. Sifat Kimia dan Sifat Fisik 10
2.3.2. Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Formalin 11
2.3.3 Penyalahgunaan Formalin 11
2.3.4 Dampak formalin bagi kesehatan 13

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1. Alat-alat 15
3.2. Bahan 15
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1. Analisa Kualitatif Boraks 16
3.3.2. Analisa Kualitatif Formalin 16

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3.3. Analisa Kuantitatif Boraks 17
3.3.4. Analisa Kuantitatif Formalin 17

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil 18
4.2. Pembahasan 20

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan 23
5.2. Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 26

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel

4.1.1 Hasil Analisa Kualitatif Boraks Dengan Uji Nyala Api 18

4.1.2 Hasil Analisa Kualitatif Formalin Dengan Larutan KMnO4 18

4.2.1 Hasil Analisa Kuantitatif Boraks Dengan Titrasi Asidimetri 18

4.2.2 Hasil Analisa Kuantitatif Formalin Dengan Titrasi Iodometri 19

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar

2.1. Boraks 7

2.2. Formalin 10

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR SINGKATAN

Menkes = Menteri Kesehatan

Permenkes = Peraturan Menteri Kesehatan

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan RI Tentang Bahan
Tambahan Pangan 26-27

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang
tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman
menuntut produk makanan dan minuman yang serba praktis, tahan lama dan
memiliki tampilan menarik. Solusi yang dilakukan industri pangan adalah
menambahkan bahan pengawet agar kualitas produk meningkat dan tahan lama.
Bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah besar
bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan
pangan atu ada dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan
prapengolahan,pengolahan atau penyimpanan. (Buckle,K.A,1987 )

Tujuan menambahkan pengawet makanan adalah memperpanjang daya


simpan dengan cara mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Banyak
cara memperoleh pengawet makanan yang ditempuh oleh berbagai pelaku industri
makanan, namun atas dasar kepentingan ekonomi, dimana pengawet makanan
yang dihasilkan adalah yang berbahan murah sehingga dapat menekan biaya
operasional industri makanan, namun tidak jarang pengawet makanan yang dipilih
adalah yang berbahaya bagi kesehatan manusia. ( Kartika, 2009).
Bahan pengawet diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu :

1. Kelompok pertama yaitu bahan pengawet alami yang aman digunakan atau
yang dikenal dengan istilah GRAS (Generally Recognize As Save). Contoh bahan
pengawet yang termasuk dalam kelompok ini adalah sebagai pengawet bahan
makanan oleh industri rumah tangga atau industri kecil menengahkarena harganya
yang relatif lebih terjangkau dibandingkan dengan menggunakan bahan pengawet
yang termasuk dalam kelompok ADI seperti asam benzoat dan garamnya

2. Kelompok kedua yaitu bahan pengawet yang dalam batas tertentu masih aman
untuk digunakan atau yang dikenal dengan istilah ADI (Acceptable Daily

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Intake)atau asupan harian yang dapat diterima. Contoh kelompok ini adalah asam
sorbat dan garamnya, asam benzoat dan garamnya, etil-para hidroksi benzoat, dll.

3. Kelompok ketiga yaitu bahan pengawet yang sama sekali tidak boleh
ditambahkan kedalam bahan makanan walaupun dalam konsentrasi yang sangat
kecil seperti formalin, asam borat, asam salisilat, dll. ( Buletin Servis, 2006)

Bahan pengawet yang tidak diperbolehkan ditambahkan ke dalam


makanan dalam konsentrasi kecil misalnya Boraks dan Formalin. Namun pada
kenyataannya masih banyak yang menyalahgunakan bahan tersebut. Selain karna
harganya murah, bahan tersebut dapat memperpanjang masa simpan makanan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88


tentang Bahan Tambahan Pangan ( BTP), boraks dan formalin termasuk bahan
yang berbahaya dan beracun sehingga tidakboleh digunakan sebagai BTP.
Penggunaan boraks dan formalin ini sendiri sangat berbahaya karena pada
dasarnya kedua bahan ini bukanlah bahan pengawet makanan melainkan untuk
pengawet mayat (formalin) dan pengawet kayu (boraks) seringnya mengonsumsi
makanan yang mengandung boraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, dan
ginjal (Triastuti dkk, 2013).
Pada tahun 2006 BPOM melakukan penelitian pada jajanan anak sekolah
di 478 sekolah dasar di 26 ibukota propinsi di Indonesia, dengan jumlah sampel
sebanyak 2903 sampel. Pengambilan sampel dilakukan terhadap beberapa jenis
jajanan, yaitu sirup, jeli, agar-agar, es mambo, lolipop, mie siap konsumsi, bakso,
dan kudapan (bakwan, tahu isi, dsb). Hasil penelitian ini menunjukkan6% mie
menggunakan formalin, dan kurang dari 8% bakso menggunakan boraks. Dari
uraian diatas maka penulis tertarik untuk menganalisa kadar boraks pada Bakso
dan Pempek dan juga kadar formalin pada Ikan Teri dan Ikan Tongkol secara
kualitatif dan kuantitatif.

1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini yaitu berapa konsentrasi boraks yang
terkandung dalam bakso dan pempek yang di jual di sekitaran Marindal Medan

2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan juga konsentrasi formalin dalam ikan teri dan ikan tongkol yang dijual di
pasar supermarket.

1.3 Hipotesa
- Makanan yang mengandung boraks akan berubah warna menjadi nyala hijau jika
dibakar setelah proses pengabuan
- Makanan yang mengandung formalin ditandai dengan hilangnya warna ungu
Menjadi tidak berwarna setelah penambahan larutan KMnO4

I.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
- Untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan boraks dalam bakso dan
pempek , serta kandungan formalin dalam ikan teri dan ikan tongkol
- Untuk mengetahui konsentrasi boraks dalam bakso dan pempek serta
konsentrasi formalin dalam ikan teri dan ikan tongkol

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
- Dapat mengetahui ada atau tidaknya kandungan boraks dalam bakso dan
pempek, serta kandungan formalin dalam ikan teri dan ikan tongkol
- Dapat mengetahui konsentrasi boraks dalam bakso dan pempek, serta
konsentrasi formalin dalam ikan teri dan ikan tongkol

1.6 Metodologi Percobaan


- Analisa boraks secara kualitatif dengan menggunakan metode uji nyala api serta
Analisa boraks secara kuantitatif dengan menggunakan titrasi asidimetri
- Analisa formalin secara kualitatif menggunakan metode destilasi dan dengan
menggunakan larutan KMnO4 serta Analisa formalin secara kuantitatif dengan
menggunakan metode titrasi iodometri

3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Pengawet


Pengawet makanan merupakan bahan yang sangat penting dalam
peningkatan kualitas dan produksi makanan olahan. Hal ini disebabkan karena
dengan adanya bahan pengawet yang ditambahkan dalam makanan dapat
memperpanjang umur simpan makanan tersebut. Menurut peraturan menteri
kesehatan nomor 033 tahun 2012, Pengawet (Preservative) adalah bahan
tambahan pangan yang digunakan untuk mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan makanan ini ditambahkan ke
dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai medium
tumbuhnya bakteri atau jamur. Apabila pemakaian bahan pegawet dan dosisnya
tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi
pemakainya, baik yang bersifat langsung misalnya keracunan maupun yang
bersifat tidak langsung misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat
karsinogenik (Sella, 2013)
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai
berikut.
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat patogen maupun tidak patogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan.
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan
yang di awetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keamanan senyawa-senyawa kimia dalam bahan pangan sangat perlu di
perhatikan, baik senyawa kimia yang ditambahkan dari luar bahan pangan
maupun senyawa kimia yang terdapat secara alami dalam bahan pangan itu
sendiri.
Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimiawi lainnya,
selain persyaratan yang dituntut untuk semua bahan tambahan pangan, antara lain
sebagai berikut.
1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan (secara ekonomis
menguntungkan).
2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi
atau tidak tersedia.
3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan.
4. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang
di awetkan.
5. Mudah dilarutkan.
6. Menunjukkan sifat-sifat anti mikroba pada jenjang pH bahan pangan yang
di awetkan.
7. Aman dalam jumlah yang di perlukan.
8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia.
9. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan.
10. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu
senyawa kompleks yang bersifat lebih toksit.
11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan.
12. Mempunyai spektra antimikrobia yang luas yang meliputi macam-macam
pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang
diawetkan.

Melihat persyaratan tersebut, dapatlah dikatakan bahwa penambahan


bahan pengawet pada bahan pangan adalah untuk memperpanjang umur simpan
bahan pangan tanpa menueunkan kualitas dan tanpa mengganggu kesehatan.
Penggunaan bahan pengawet untuk mengawetkan bahan pangan ini
diharapkan tidak akan menambah atau sangat sedikit menambah biaya produksi,

5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan tidak akan memengaruhi harga bahan pangan yang diawetkan, akan tetapi
penguaha mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari lamanya umur simpan
sehingga bahan pangan yang di awetkan tersebut dapat terjual cukup banyak
dibandingkan tanpa pengawetan (Cahyadi,2006).

2.2 Boraks
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil
pada suhu ruangan. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium
tetraborat (NaB4O7 10 H2O). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan
asam borat (H3BO3). Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan
pembuat deterjen dan antiseptic. Mengkonsumsi makanan yang mengandung
boraks tidak berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk
sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif.
Larangan penggunaan boraks juga diperkuat dengan adanya Permenkes RI No
235/Menkes/VI/1984 tentang bahan tambahan makanan, bahwa Natrium
Tetraborate yang lebih dikenal dengan nama Boraks digolongkan dalam bahan
tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, tetapi pada kenyatannya
masih banyak bentuk penyalahgunaan dari zat tersebut (Tubagus,2013).

Boraks merupakan senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7.10H2O


berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal.
Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat.
Penambahan boraks bertujuan untuk menambah kerenyahan, meningkatkan
kekenyalan, memberikan tekstur padat, dan memberikan rasa gurih serta bersifat
tahan lama terutama pada makanan yang mengandung pati atau terigu
(Efrilia,2016).

2.2.1. Sifat Kimia dan Sifat Fisik

Komposisi dan bentuk asam borat mengandung 99,0% dan 100,5%


H3BO3. Mempuyai bobot molekul 61,83 dengan B=17,50%;H=4,88%;O=77,62%
berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak
berbau serta amis. Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai
berikut: jarak lebur sekitar 171oC. Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air

6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mendidih, 5 bagian gliserol 85%, dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air
bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat, atau asam tartrat.
Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan molekul airnya pada suhu
100oC yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO 2). Asam
borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam
borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih tidak
berwarna (Cahyadi,2006).

Gambar 2.1. Boraks

2.2.2. Penyalahgunaan Boraks


Asam borat dilaporkan digunakan sebagai pengawet makanan dalam
beberapa makanan dan produk makanan. Asam borat digunakan untuk
melestarikan daging, produk daging, kaviar dan produk susu. Hal ini karena asam
borat mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme, oleh karena itu,
makanan yang diawetkan dapat tetap segar dan lama. Apalagi asam borat
ditambahkan ke beberapa produk makanan untuk mengendalikan gelatinisasi pati,
serta meningkatkan warna, tekstur dan rasa makanan. Namun, karena asam borat
mengandung toksisitas kumulatif, FAO / WHO Expert Committee menyatakan
bahwa asam borat tidak aman untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan.

7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Meskipun Kementerian Kesehatan Malaysia tidak mengizinkan asam borat
digunakan sebagai makanan tambahan, namun telah dilaporkan di beberapa
makanan lokal di Malaysia seperti mie kuning dan bakso ikan. Apalagi asam borat
berbahaya bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih
tinggi. Namun, karena tidak sadar akan risiko asam borat, terus digunakan dalam
produksi makanan terutama mie dan beberapa makanan laut olahan seperti bakso
ikan (See,2010).

Asam borat masih digunakan sebagai pengawet makanan di dalam negeri.


Bahan kimia ini ditambahkan ke beberapa produk makanan untuk mengendalikan
gelatinisasi pati, meningkatkan warna, tekstur dan rasa. Bintang melaporkan
bahwa asam borat populer digunakan oleh produsen makanan dan penjual ikan
untuk menyembunyikan staleness dan menjaga kesegaran ikan, udang dan daging.
Pecahnya keracunan makanan yang mengakibatkan 13 kematian pada anak terjadi
pada Festival di China (Hung-yiu, 2008).

2.2.3. Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Boraks


Dalam pembuatan makanan, termasuk makanan jajanan tradisional, masih
banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang. Salah satu
di antaranya adalah penggunaan boraks. Bahan ini banyak digunakan sebagai
bahan tambahan dalam pembuatan berbagai makanan, misalnya bakso, mie basah,
siomay, dan gendar. Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan selain
bertujuan untuk mengawetkan makanan juga bertujuan agar makanan menjadi
lebih kompak (kenyal) teksturnya dan memperbaiki penampakan. Dengan jumlah
sedikit saja telah dapat memberikan pengaruh kekenyalan pada makanan sehingga
menjadi lebih legit, tahan lama, dan terasa enak di mulut.
Pengamatan ciri fisik mie basah yang positif mengandung boraks yaitu
seluruh sampel, baik sampel mie basah matang yang mengandung boraks
memiliki ciri fisik yang tampak mengkilap. Secara teori mie basah yang
tampilannya tampak mengkilap merupakan ciri fisik mie basah yang mengandung
boraks. Mie basah matang tanpa menggunakan pengawet biasanya memiliki sifat
cepat putus apabila akan diolah. Berdasarkan ciri mudah atau tidaknya mie basah
putus, seluruh sampel mie basah yang positif mengandung boraks tidak mudah

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
putus. Mie basah tanpa menggunakan pengawet biasanya memiliki sifat lengket di
tangan.
Bakso yang mengandung boraks teksturnya lebih kenyal, bila digigit akan
kembali ke bentuk semula dan warnanya akan tampak lebih putih. Ini berbeda
dengan bakso yang baik, yang biasanya berwarna abu-abu segar merata pada
semua bagian baik dipinggir maupun ditengah. Bakso dengan warna abu-abu tua
menandakan bakso tersebut dibuat dengan tambahan obat bakso yang berlebihan
(Amir,2014).
2.2.4. Dampak Boraks Bagi Kesehatan
Boraks bersifat antiseptik sehingga sering dimanfaatkan sebagai pengawet,
sekaligus sebagai pengenyal makanan misalnya pada lontong, bakso, dan mie
basah, namun dapat merusak sistem saraf pusat dan serebrospinal. Gejala
keracunan boraks adalah pusing, badan malas, depresi, delirium, muntah, diare,
kram, kejang, koma, kolaps dan sianosis (Silalahi,2010).
Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak berakibat buruk
secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap
dalam tubuh konsumen secara kumulatif (Tubagus,2013).
Dampak buruk bagi kesehatan dari boraks yaitu menyebabkan iritasi saluran cerna
yang ditandai dengan sakit kepala, pusing, muntah, mual, diare, penyakit kulit
yakni kemerahan pada kulit, diikuti dengan terkelupasnya kulit ari. Gejala lebih
lanjut ditandai dengan badan menjadi lemah, kerusakan ginjal, pingsan, bahkan
shock dan kematian bila tertelan 5-10 g boraks (Suhendra,2013).

2.3 Formalin
Menurut Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Dr. Leonardus Broto Kardono,
formalin pada mulanya berbentuk padat dengan sebutan formaldehida atau istilah
asingnya ditulis formaldehyde. Zat yang sebetulnya banyak memiliki nama lain
berdasarkan senyawa campurannya ini memiliki senyawa CH2O yang reaktif dan
mudah mengikat air. Bila zat ini sudah bercampur dengan air dia disebut
formalin yang memiliki rumus kimia CH2O (Singgih, H., 2013)
Formaldehid yang lebih dikenal dengan nama formalin ini adalah salah
satu zat tambahan makanan yang dilarang. Meskipun sebagian banyak orang
sudah mengetahui terutama produsen bahwa zat ini berbahaya jika digunakan

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebagai pengawet, namun penggunaannya bukannya menurun namun malah
semakin meningkat dengan alasan harganya yang relatif murah dibanding
pengawet yang tidak dilarang (Hastuti, 2010).
Menurut Effendi, 2004 dalam Cahyadi, 2006 formalin adalah larutan
formaldehid (30-40%) dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dari 20
kelompok aldehid. Formalin merupakan antiseptik untuk membunuh bakteri dan
kapang, dalam konsentrasi rendah 2%-8% digunakan untuk mengawetkan mayat
dan spesimen biologi lainnya. Formalin sebenarnya bukan merupakan bahan
tambahan makanan, bahkan merupakan zat yang tidak boleh ditambahkan pada
makanan. Memang orang yang mengkonsumsi bahan pangan (makanan) seperti
tahu, mie, bakso, ayam, ikan dan bahkan permen, yang berformalin dalam
beberapa kali saja belum merasakan akibatnya (Hastuti, 2010)

Gambar 2.2 Formalin

2.3.1 Sifat Formalin


a. Sifat fisik formalin
Larutan formaldehid adalah merupakan cairan jernih, tidak berwarna atau
hampir tidak berwarna, bau menusuk, uap merangsang selaput lendir hidung dan
tenggorokan dan jika disimpan ditempat dingin dapat menjadi keruh. Biasanya
disimpan dalam wadah tertutup, terlindung dari cahaya dengan suhu tempat
penyimpanan di atas 200C (Depkes RI,1995 dalamHarahap, 2007). Formaldehid
dalam suhu dan tekanan atmosfer yang normal dapat berbentuk gas yang baunya

10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sangat menyengat. Mencair pada suhu <21oC dan membeku pada suhu < 92oC,
dengan berat molekul sebesar 30,03. Formaldehid larut 38 dalam air yang
biasanya dipasarkan dalam bentuk larutan 35-40% yang dikenal sebagai formalin
(Hopp,1983, Harahap, 2007).

b. Sifat kimia formalin


Formaldehid pada umumnya memiliki sifat kimia yang sama dengan
aldehide namun lebih reaktif daripada aldehide lainnya. Formaldehid merupakan
elektrofil sehingga bisa dipakai dalam reaksi subtitusi aromatik elektrofilik dan
senyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan
alkena.Keadaan katalis basa mengakibatkan formaldehid bisa menghasilkan asam
format dan methanol (Depkes,1995 dalam Harahap, 2007).

2.3.2 Penyalahgunaan Formalin


Besarnya manfaat formalin di bidang industri tersebut ternyata
disalahgunakan oleh produsen di bidang industri makanan. Biasanya hal ini sering
ditemukan dalam industri rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak
terpantau oleh Depkes dan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM)
setempat (Yuliarti, 2007).
Kemampuan formaldehida dalam mengawetkan dan membunuh kuman,
menyebabkan penyalahgunaannya sebagai bahan pengawet makanan seperti tahu,
mie, ikan dan usus ayam agar tidak cepat rusak atau dikerumuni lalat yang
tentunya tidak disukai orang. Seperti kita ketahui, mikroba dapat tumbuh dengan
subur dan pesat di lingkungan berprotein tinggi . Karena pertumbuhan mikroba
tinggi, maka makanan berprotein lebih cepat basi atau tidak layak makan.
Sehingga apabila pedagang tidak menggunakan formalin, pedagang tersebut akan
merugi karena makanan jualannya tidak bisa bertahan lama. Padahal, seharusnya
mereka para pedagang tahu bahwa dampak penggunaan formalin itu sangatlah
berbahaya.
Penggunaan formalin untuk produk perikanan juga menjadi fokus
tersendiri misalnya di Bangladesh. Penelitian pada tahun 2010 di sejumlah pusat

11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perbelanjaan di negara tersebut menunjukkan bahwa 42 persendari 100 sampel
ikan yang diteliti mengandung formalin; sementara penelitian pada tahun 2012 di
lima pasar tradisional mengungkap bahwa terdapat sekitar 17 persen sampel ikan
yang mengandung formalin (Sabet 2012).

2.3.3 Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Formalin


Untuk mengetahui kandungan formalin dalam bahan makanan secara
akurat dapat dilakukan uji laboratorium dengan menggunakan pereaksi kimia.
Akan tetapi kita juga dapat mengetahui ada tidaknya formalin dalam makanan
tanpa uji laboratorium. Berikut ciri-ciri beberapa contoh bahan makanan yang
menggunakan formalin sebagai bahan pengawet.

a.Bakmi basah
1.Tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar (25° C) dan bertahan lebih dari 15
hari dalam lemari es (suhu 10° C).
2.Bau formalin agak menyengat.
3.Mie tampak lebih mengkilap dibandingkan dengan mie normal dan tidak
lengket.
4.Tidak dikerubungi lalat.
5.Tekstur mie lebih kenyal.
b.Ayam potong
1.Tidak dikerubungi lalat.
2.Daging sedikit tegang (kaku).
3.Jika dosis formalin yang diberikan tinggi maka akan tercium bau formalin.
4.Dalam uji klinis, jika daging ayam dimasukkan dalam reagen maka akan
muncul gelembung gas.
c.Tahu, dengan kandungan formalin 0,5–1 ppm
1.Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25° C) dan bertahan lebih dari 15
hari dalam lemari es (suhu 10° C).
2.Tekstur lebih keras tetapi tidak padat.
3.Terasa kenyal jika ditekan, sedangkan tahu tanpa formalin biasanya mudah
hancur.
4.Bau formalin agak menyengat.

12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.Tidak dikerubungi lalat.
d.Bakso
1.Tidak rusak sampai 5 hari pada suhu kamar (25° C).
2.Tekstur sangat kenyal dan tidak dikerubungi lalat.
e.Ikan asin
1.Tidak rusak sampai lebih dari satu bulan pada suhu kamar (25° C).
2.Tampak bersih dan cerah.
3.Tidak berbau khas ikan asin.
4.Tekstur ikan keras, bagian yang luar kering tetapi bagian dalamnya basah.
5.Tidak dikerubungi lalat dan baunya hampir netral (hampir tidak lagi berbau
amis)
f.Ikan segar
1.Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25° C).
2.Mata ikan merah, tetapi warna insang merah tua, bukan merah segar, dan tidak
cemerlang.
3.Warna daging putih bersih, dengan tekstur kaku/ kenyal.
4.Bau amis(spesifik ikan) berkurang, lendir pada kulit ikan hanya sedikit, dan
tercium bau seperti bau kaporit.
5.Tidak dikerubungi lalat.
(Saparindo dan Hidayati,2006)

2.3.4 Dampak Formalin Bagi Kesehatan


Karakteristik risiko yang membahayakan bagi kesehatan manusia yang
berhubungan dengan formaldehida adalah berdasarkan konsentrasi dari substansi
formaldehida yang terdapat di udara dan juga dalam produk-produk pangan
(WHO, 2002). Selain itu, gangguan kesehatan yang terjadi akibat kontak dengan
formalin sangat tergantung pada cara masuk zat ini ke dalam tubuh (Yuliarti,
2007).
Pemaparan formaldehida terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras,
menimbulkan kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas. Formalin bisa menguap di
udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan
sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata. Bila uap formalin dengan

13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
konsentrasi 0,03-4 bpj terhirup selama 35 menit, maka akan menyebabkan iritasi
membran mukosa hidung, mata, dan tenggorokan. Selain itu, dapat juga terjadi
iritasi pernapasan parah, seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronkhitis,
pneumonia, asma, edema pulmonal, dapat pula terjadi tumor hidung pada mencit .
(Cahyadi, 2009)
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999
ditegaskan bahwa formalin dilarang digunakan dalam makanan. Hal itu mengingat
bahaya serius yang akan dihadapi jika formalin masuk ke dalam tubuh manusia.
Formalin akan menekan fungsi sel, menyebabkan kematian sel, dan menyebabkan
keracunan (Khomsan & Anwar, 2008). Setelah menggunakan formalin, efek
sampingnya tidak akan secara langsung terlihat. Efek ini hanya terlihat secara
kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami keracunan formalin dengan dosis
tinggi (Saparinto & Hidayati, 2006). Jumlah formaldehida yang masih boleh
diterima manusia per hari tanpa akbiat negatif pada kesehatan (Acceptable Daily
Intake/ ADI) adalah 0,2 mg per kilogram berat badan (Widmer dan Frick, 2007).
Formalin dapat menyebabkan kematian pada manusia bila dikonsumsi melebihi
dosis 30 ml. Setelah mengonsumsi formalin dalam dosis fatal, seseorang mungkin
hanya mampu bertahan selama 48 jam. (Khomsan & Anwar, 2008).
Dampak akut formalinp terhadap kesehatan terjadi akibat paparan formalin
dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat. Efeknya berupa
iritasi,alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut,
pusing, bersin,radang tonsil, radang tenggorokan, sakit dada yang berlebihan,
lelah, jantung berdebar, sakit kepala, diare dan pada konsentrasi yang sangat
tinggi dapat menyebabkan kematian. Dampak kronik dari formalin terlihat setelah
terkena paparan formalin berulang dalam jangka waktu yang lama dan biasanya
formalin dikonsumsi dalam jumlah kecil dan terakumulasi dalam jaringan.
Gejalanya berupa mata berair, gangguan pada: pencernaan, hati, ginjal, pankreas,
sistem saraf pusat, menstruasi dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan
kanker, sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen (Yuliarti, 2007).

14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat
- Cawan porselen
- Lumpang
- Tabung reaksi
- Tanur
- Korek api
- Neraca analitik
- Cutter
- Labu takar
- Beaker glass
- Pipet volume
- Pipet tetes
- Erlenmeyer
- Statif
- Klem
- Corong kaca
- Alat destilasi
- Cok sambung

3.2 Bahan
- Bakso
- Pempek
- H2SO4
- Alkohol 96%
- Ikan Teri
- Ikan Tongkol
- Asam Fosfat
- Aquadest
- Indikatot tetil merah

15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
- HCl 0,1 N
- NaOH 0,1 N
- I2 0,1 N
- HCl 4 N
- Na2S2O3
- KMnO4 0,1 N
- Metanol
- Indikator amilum

3.3 Metode Penelitian


3.3.1 Analisa Kualitatif Boraks
- Dihaluskan sampel dan homogenkan di dalam lumpang, timbang 50 g,
dimasukkan ke dalam cawan porselen + 1 g CaO campur homogen
- Dibakar diatas api langsung sampai menjadi abu ( didalam lemari asam)
- Setelah menjadi abu lakukan reaksi identifikasi reaksi nyala api
- Ditambahkan H2SO4 (p) + metanol
- Dibakar dengan korek api
- Diamati perubahan yang terjadi
- Adanya nyala hijau menandakan positif

3.3.2 Analisa Kualitatif Formalin


- Ditimbang 50 g sampel
- Dimasukkan ke dalam labu destilat
- Dipasang alat destilat, lakukan destilasi sampai diperoleh destilat + 50 ml
yang ditampung di dalam Erlenmeyer yang berisi 10 ml aquadest
- Didinginkan
- Ditambahkan larutan KMnO4 0,1 N
- Dihomogenkan
- Diamatai perubahan yang terjadi
- Hilangnya warna ungu menjadi tidak berwarna menandakan positif

16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3.3 Analisa Kuantitatif Boraks
- Ditimbang sampel sebanyak 1 gr
- Diiris- iris sampel
- Diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml
- Dipipet 10 ml larutan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
- Ditambahkan 3 tetes indicator metil merah
- Dititrasi menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari
kuning menjadi merah jambu

3.3.4 Analisa Kuantitatif Formalin


- Ditimbang 1 gr sampel
- Dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml
- Dipipet sebanyak 10 ml
- Ditambahkan 3 ml NaOH 0,1N
- Ditambahkan 25 ml I2 0,1N
- Disimpan di tempat gelap selama 15 menit
- Ditambahkan 6 ml HCl 4N
- Dititrasi menggunakan Na2S2O3 0,1N sampai berubah warna menjadi
kuning muda
- Ditambahkan indicator amilum 0,5 %
- Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,1N sampai berubah warna menjadi
bening
- Dicatat hasilnya

17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil analisa kualitatif dan kuantitatif Boraks pada Bakso dan
Pempek dan Formalin pada Ikan Teri dan Ikan Tongkol di Laboratorium
Kesehatan Daerah adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1.1 Hasil Analisa Kualitatif Boraks dengan uji nyala api

Sampel Hasil Pengamatan

Bakso Tidak terbentuk nyala hijau (Negatif)

Pempek Terbentuk nyala hijau ( Positif)

Tabel 4.1.2 Hasil Analisa Kualitatif Formalin dengan larutan KMnO 4

Sampel Hasil Pengamatan


Ikan teri Hilangnya warna ungu menjadi tidak berwarna (Positif)
Ikan tongkol Hilangnya warna ungu menjadi tidak berwarna (Positif)

Tabel 4.1.3 Analisa Kuantitatif Boraks dengan Metode Titrasi


Asidimetri

Sampel Hasil
Bakso -
Pempek 0,3459

Perhitungan

Kadar Boraks =

N = Normalitas pentiter yang dipakai

18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kadar Boraks Pempek =

= 0,3459 mg/kg

4.1.4 Tabel Analisa Kuantitatif Formalin dengan Metode Titrasi


Iodometri

Sampel Hasil

Ikan teri 0,840

Ikan tongkol 0,560

Perhitungan

 Kadar Formalin pada ikan teri

Kadar formalin =

=
= 0,840 mg/kg

 Kadar Formalin pada ikan tongkol

Kadar formalin =

=
= 0,560 mg/kg

19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan karena boraks dan formalin sering disalahgunakan

sebagai bahan tambahan pangan, boraks dan formalin tidak diijinkan

penggunaannya dalam makanan yang disesuaikan dengan Pemenkes RI No.1168/

Menkes/ Per/ X/ 1999 tentang bahan pangan. Sampel yang digunakan pada uji

boraks yaitu bakso dan pempek sedangkan sampel yang digunakan pada uji

formalin yaitu ikan teri dan ikan tongkol.

Analisa boraks pada bakso dan pempek secara kualitatif dengan

menggunakan metode uji nyala api. Dimana sampel dibakar hingga berubah

menjadi abu lalu ditambahkan H2SO4 (p) dan metanol. Kemudian diidentifikasi

dengan pembakaran. Terbentuknya nyala api hijau menandakan positif boraks.

Analisa boraks pada bakso dan pempek secara kuantitatif dengan menggunakan

metode titrasi asidimetri dimana metil merah sebagai indikator dan HCl 0,1N

sebagai larutan standarnya.

Analisa formalin pada ikan teri dan ikan tongkol secara kualitatif dengan

menggunakan pereaksi KMnO4. Dimana sampel di destilasi terlebih dahulu.

Kemudian hasil destilat ditambahkan larutan KMnO4 sebagai pereaksi. Hilangnya

warna ungu menjadi tidak berwarna menandakan positif formalin. Analisa

formalin pada ikan teri dan ikan tongkol secara kuantitatif dengan menggunakan

metode titrasi iodometri dimana amilum sebagai imdikator dan Na 2S2O3 0,1 N

sebagai larutan standarnya.

Hasil dari analisa kualitatif boraks pada bakso menyatakan hasil negatif.

Sedangkan pada pempek menyatakan hasil positif. Analisa kuantitatif pada

pempek diperoleh kadar boraks yang terkandung sebesar 0,3459 mg/kg. Dosis

20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
letal (dosis yang dapat mengakibatkan kematian) pada dewasa 20 gram,

sedangkan pada anak-anak dan binatang kesayangan kurang dari 5 gram. Dalam

sumber yang lain dikatakan bahwa asam borat dapat digunakan sebagai pengawet

pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang dapat mengakibatkan

keracunan yang ditandai dengan mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun,

lemah, sakit kepala, dan mungkin saja dapat menimbulkan shock. Orang dewasa

dapat meninggal dunia apabila mengonsumsi asam borat sebanyak 15-25 gram,

sedangkan anak-anak 5-6 gram. Asam borat juga dapat berefek teratogenik pada

anak ayam. Melihat kenyataan tentang efek yang merugikan, asam borat atau

sering disebut boraks dilarang digunakan di Indonesia. Kita pun hendaknya

berhati-hati dan berupaya mengenali makanan yang di tambahkan pengawet ini.

Sedapat mungkin kita menghindarinya demi kesehatan (Yuliarti,2007).

Hasil dari analisa kualitatif formalin pada ikan teri dan ikan tongkol

menyatakan hasil positif. Analisa kuantitatif pada ikan teri diperoleh kadar

formalin yang terkandung sebesar 0,840 mg/kg. Sedangkan analisa kuantitatif

pada ikan tongkol diperoleh kadar formalin yang terkandung sebesa 0,560 mg/kg.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (MenKes) Nomor

1168/MenKes/PER/X/1999, formalin merupakan bahan kimia yang

penggunaannya dilarang untuk produk makanan. (Nuryasin, 2006)

Formalin adalah nama dagang larutan Formaldehid dalam air dengan

kadar 30-40 %. Di pasaran formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah

diencerkan, yaitu dengan kadarnya 40, 30, 30, dan 10% serta dalam bentuk tablet

beratnya masing–masing sekitar 5 gram. Menurut International Programme on

Chemical Safety (IPCS) bahwa toleransi formalin yang dapat diterima dalam

21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tubuh adalah sebesar 0,1 mg/l atau 0,1 mg/kg. Maka dari itu kadar formalin pada

ikan teri dan ikan tongkol sudah melewati batas toleransi sehingga

penggunaannya dilarang sebagai bahan tambahan makanan. (Harmoni, 2006)

22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil dari penelitian yang dilakukan bahwa sampel bakso yang diuji tidak

mengandung boraks dan pada sampel pempek yang di uji diperoleh hasil

positif mengandung boraks dengan kadar 0,3459 mg/kg. Sedangkan pada

sampel ikan teri yang di uji diperoleh hasil positif mengandung formalin

dengan kadar 0,840 mg/kg dan ikan tongkol yang di uji diperoleh hasil positif

mengadung formalin dengan kadar 0,560 mg/kg.

5.2. Saran

Diharapakan supaya Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM)

melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap pedagang kaki lima untuk

memeriksa penggunaan bahan kimia berbahaya seperti Boraks, Formalin,

Rhodamin B dan sebagainya yang dapat membahayakan kesehatan konsumen.

23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA

Amir, S., Sirajuddin,S. and Zakaria. 2014. Analisis Kandungan Boraks Pada
Pangan Jajanan Anak Di SDN Kompleks Lariangbangi Kota Makasar.
Program Studi Ilmu Gizi Fakutas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin Makassar.

BPOM,2006. Keputusan Kepala BPOM RI No 00.05.1.4547 tentang Persyaratan


Penggunaan PBT BPOM RI

Buckle,K.A. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press Jakarta

Buletin Servis. 2006. Nomor 73/Tahun VII. Formalin Bukan Formalitas.

Cahyadi, W. 2006. Bahan Tambahan Makanan. Edisi Kedua. Bumi Aksara.

Jakarta.

Depkes,RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Depkes RI, Jakarta

449.450

Efrilia, M., Prayoga, T. dan Mekasari, N. 2016. Identifikasi Boraks dalam Bakso
di Kelurahan Bahagia Bekasi Utara Jawa Barat dengan Metode Analisa
Kualitatif. Akademi Farmasi IKIFA.1(1), 113-120.

Harmoni. 2006. Seluk Beluk Formalin. www.hd.co.id

Hastuti.S. 2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid Pada Ikan Asin
di Madura. Jurnal Argointek 4 (2) : 132-137

Hung-yiu, P., Jian, S., Amartalingam, R., and Choon, F. 2008. Boric Acid
Levels in Fresh Noodles and Fish Ball. American Journal of Agricultural
and Biological Sciences 3(2): 476-481.

Kartika. 2009. Bahan Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia

Khomsan,A & Anwar, F. 2008. Sehat itu Mudah. Hikmah : Jakarta. Halaman 34

Nuryasin, A. 2006. Bahaya Formalin. http://ikaptdk.com/arpon/content /view/III

Sabeth,D. 2012. Formalin How to address a market failure monthly current


event analysis series. University of Liberal Arts Bangladesh

24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Saparinto,C dan Hidayati,D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:
Kanisius

See, S., Abu, B., Fatimah, A., Nor, A., Ahmed, S and Lee, Y. 2010. Risk and
Health Effect of Boric Acid. American Journal of Applied Science 7 (5):
620-627.

Sella. 2013. Analisis Pengawet Natrium Benzoat dan Pewarna Rhodamin B pada

Saus Tomat dari Pasar Tradisional Kota Blitar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Universitas. Vol II No 2. http://repository.ubaya.ac.id. Diakses 12 April

2016

Silalahi, M. and Panjaitan, L. 2010. Pemeriksaan Boraks di dalam Bakso di


Medan. Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 11.

Singgih. 2013. Uji Kandungan Formalin. Jurnal ELTEK. Vol II No 1, April


2013 Malang

Suhendra, S.M. 2013. Analisis Boraks dalam Bakso Daging Sapi dan B di
Daerah Tenggilis Mejoyo Surabaya Menggunakan Spektrofotometri.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya (Vol 2, No 02).

Triastuti,dkk. 2013. Analisis Ketersediaan Pangan Pokok dan Pola Konsumsi


Pangan Rumah Tangga Petani di Kecamatan Nogosari Kabupaten
Boyolali. Hal 4.

Tubagus, I., Citraningtyas, G., Fatimawati. 2013. Identifikasi dan Penetapan


Kadar Boraks Dalam Bakso Jajanan di Kota Manado. Jurnal Ilmiah
Farmasi UNSRAT (Vol 2, No 04).

Widmer,P & Frick, H. 2007. Hak Konsumen Dan Ekolabil. Yogyakarta :


Kanisius

Yuliarti, N.2007. Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Andi. Yogyakarta.

25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai