Saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing–masing disebutkan sumbernya.
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia sehingga dapat menyelesaikan Tugas
Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapai syarat dan
juga menyelesaikan Program Diploma (III) Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini penulis banyak
mengalami berbagi rintangan atau masalah, namun berkat bantuan, bimbingan,
nasehat dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga Tugas Akhir ini dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
atas apa yang telah diberikan selama proses awal hingga akhir penyelesaian tugas
akhir ini. Ucapan terimakasih ini penulis tujukan kepada:
1. Secara khusus penulis menyampaikan rasa terimakasih, hormat dan kasih
sayang yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya tercinta, Alm
Bapak Parningotan Siregar,Amd dan Ibunda Mariancu Samosir, S.Pd, atas
segala dukungan secara moral dan materi yang tidak akan bisa tergantikan
oleh apapun yang telah membesarkan, menyayangi, dan mendoakan penulis
sehingga dapat menyelesaikan Tugas akhir ini. .
2. Kepada Abangnda Alfonsius Siregar,S.Si, Rainhard Siregar,S.Kom dan
Kakak Ipar Olin Simbolon,S.Tr Kim yang telah memberikan dukungan
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Bapak Drs. Johannes Simorangkir selaku dosen pembimbing saya, yang
telah membimbing saya hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini.
4. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara, Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS.
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, S.si, M.Si selaku ketua Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universtas Sumatera
Utara.
6. Bapak Dr. Minto Supeno, MS selaku ketua Prgram studi D - 3 Kimia
Industri Fakultas Mateatika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara.
7. Bapak Dr Sahat Hasiholan Pasaribu, M.Kes selaku Kepala Laboratorium
Kesehatan Daerah (LABKESDA) Provinsi Sumatera Utara, yang telah
memberikan fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan.
8. Untuk Sahabat penulis Fitriani Warihta, Seri Ulina Ginting dan Herman
Tambunan yang telah bekerja sama selama melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan
9. Untuk Sahabat penulis Sheren Thessalonika, Nabila Aliva, Otha Yolla,
Yoga Reza dan seluruh teman D-III Kelas B yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, yang telah memberikan motivasi bagi penulis dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini serta mahasiswa D-III Kimia stambuk
2015.
10. Untuk Sahabat terdekat penulis Ronal Simbolon yang telah memberi
semangat dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah ini masih belum
sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dan
partisipasi yang telah diberikan kepada penulis. Harapan penulis semoga karya
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Venny Angelina Siregar
ABSTRAK
Telah dilakukan Analisa Boraks pada Bakso dan Pempek dan Analisa Formalin
pada Ikan Teri dan Ikan Tongkol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kandungan boraks dan formalin secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisa boraks pada bakso dan pempek secara kualitatif dengan menggunakan
metode uji nyala api sedangkan analisa secara kuantitatif dengan metode titrasi
asidimetri. Uji pada pempek menyatakan positif boraks dengan kadar 0,3459
mg/kg. Sedangkan uji pada bakso menyatakan negatif. Analisa formalin pada
ikan teri dan ikan tongkol secara kualitatif dengan menggunakan larutan
KMnO4 sebagai pereaksi sedangkan analisa secara kuantitatif dengan metode
titrasi iodometri. Uji pada ikan teri menyatakan positif formalin dengan kadar
0,840 mg/kg. Sedangkan uji pada ikan tongkol menyatakan positif formalin
dengan kadar 0,560 mg/kg.
Kata Kunci : Boraks, Bakso, Pempek, Formalin, Ikan Teri, Ikan Tongkol, Uji
Nyala, Larutan KMnO4, Asidimetri, Iodometri
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALYSIS OF BORAX IN MEATBALLS AND PEMPEK
WITH ANALYSIS OF FORMALIN IN ANCHOVIES AND
TUNA FISH WITH QUALITATIVELY AND
QUANTITATIVELY
ABSTRACT
Borax analysis has been performed on Meatballs and Pempek and Formalin
Analysis on Anchovy and Tongkol Fish. The purpose of this research is to know
the content and efficiency. The analysis of borax on meatballs and pempek is
qualitative by using flame test method while quantitative analysis with titration
method of acidimetry. The pempek test revealed a positive borax with levels of
0,3459 mg / kg. Medium test on meatballs showed negative. The formalin
analysis on anchovy and tuna fish is qualitative by using KMnO4 method as
reagent while quantitative analysis with titration method of iodometri. Test on fish
found formalin positive with levels of 0,840 mg / kg. Is being tested on tuna with
formalin with positive content of 0,560 mg / kg.
Key words : Borax, Meatballs, Pempek, Formalin, Anchovy, Tuna Fish, Flame
Test, KMnO4 Solution, Acidimetry, Iodometry
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
Pengesahan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar x
Daftar Singkatan xi
Daftar Lampiran xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Hipotesa 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 3
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3.3. Analisa Kuantitatif Boraks 17
3.3.4. Analisa Kuantitatif Formalin 17
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 26
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
2.1. Boraks 7
2.2. Formalin 10
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR SINGKATAN
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan RI Tentang Bahan
Tambahan Pangan 26-27
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang
tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman
menuntut produk makanan dan minuman yang serba praktis, tahan lama dan
memiliki tampilan menarik. Solusi yang dilakukan industri pangan adalah
menambahkan bahan pengawet agar kualitas produk meningkat dan tahan lama.
Bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah besar
bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan
pangan atu ada dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan
prapengolahan,pengolahan atau penyimpanan. (Buckle,K.A,1987 )
1. Kelompok pertama yaitu bahan pengawet alami yang aman digunakan atau
yang dikenal dengan istilah GRAS (Generally Recognize As Save). Contoh bahan
pengawet yang termasuk dalam kelompok ini adalah sebagai pengawet bahan
makanan oleh industri rumah tangga atau industri kecil menengahkarena harganya
yang relatif lebih terjangkau dibandingkan dengan menggunakan bahan pengawet
yang termasuk dalam kelompok ADI seperti asam benzoat dan garamnya
2. Kelompok kedua yaitu bahan pengawet yang dalam batas tertentu masih aman
untuk digunakan atau yang dikenal dengan istilah ADI (Acceptable Daily
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Intake)atau asupan harian yang dapat diterima. Contoh kelompok ini adalah asam
sorbat dan garamnya, asam benzoat dan garamnya, etil-para hidroksi benzoat, dll.
3. Kelompok ketiga yaitu bahan pengawet yang sama sekali tidak boleh
ditambahkan kedalam bahan makanan walaupun dalam konsentrasi yang sangat
kecil seperti formalin, asam borat, asam salisilat, dll. ( Buletin Servis, 2006)
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini yaitu berapa konsentrasi boraks yang
terkandung dalam bakso dan pempek yang di jual di sekitaran Marindal Medan
2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan juga konsentrasi formalin dalam ikan teri dan ikan tongkol yang dijual di
pasar supermarket.
1.3 Hipotesa
- Makanan yang mengandung boraks akan berubah warna menjadi nyala hijau jika
dibakar setelah proses pengabuan
- Makanan yang mengandung formalin ditandai dengan hilangnya warna ungu
Menjadi tidak berwarna setelah penambahan larutan KMnO4
3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keamanan senyawa-senyawa kimia dalam bahan pangan sangat perlu di
perhatikan, baik senyawa kimia yang ditambahkan dari luar bahan pangan
maupun senyawa kimia yang terdapat secara alami dalam bahan pangan itu
sendiri.
Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimiawi lainnya,
selain persyaratan yang dituntut untuk semua bahan tambahan pangan, antara lain
sebagai berikut.
1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan (secara ekonomis
menguntungkan).
2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi
atau tidak tersedia.
3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan.
4. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang
di awetkan.
5. Mudah dilarutkan.
6. Menunjukkan sifat-sifat anti mikroba pada jenjang pH bahan pangan yang
di awetkan.
7. Aman dalam jumlah yang di perlukan.
8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia.
9. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan.
10. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu
senyawa kompleks yang bersifat lebih toksit.
11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan.
12. Mempunyai spektra antimikrobia yang luas yang meliputi macam-macam
pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang
diawetkan.
5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan tidak akan memengaruhi harga bahan pangan yang diawetkan, akan tetapi
penguaha mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari lamanya umur simpan
sehingga bahan pangan yang di awetkan tersebut dapat terjual cukup banyak
dibandingkan tanpa pengawetan (Cahyadi,2006).
2.2 Boraks
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil
pada suhu ruangan. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium
tetraborat (NaB4O7 10 H2O). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan
asam borat (H3BO3). Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan
pembuat deterjen dan antiseptic. Mengkonsumsi makanan yang mengandung
boraks tidak berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk
sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif.
Larangan penggunaan boraks juga diperkuat dengan adanya Permenkes RI No
235/Menkes/VI/1984 tentang bahan tambahan makanan, bahwa Natrium
Tetraborate yang lebih dikenal dengan nama Boraks digolongkan dalam bahan
tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, tetapi pada kenyatannya
masih banyak bentuk penyalahgunaan dari zat tersebut (Tubagus,2013).
6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mendidih, 5 bagian gliserol 85%, dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air
bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat, atau asam tartrat.
Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan molekul airnya pada suhu
100oC yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO 2). Asam
borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam
borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih tidak
berwarna (Cahyadi,2006).
7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Meskipun Kementerian Kesehatan Malaysia tidak mengizinkan asam borat
digunakan sebagai makanan tambahan, namun telah dilaporkan di beberapa
makanan lokal di Malaysia seperti mie kuning dan bakso ikan. Apalagi asam borat
berbahaya bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih
tinggi. Namun, karena tidak sadar akan risiko asam borat, terus digunakan dalam
produksi makanan terutama mie dan beberapa makanan laut olahan seperti bakso
ikan (See,2010).
8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
putus. Mie basah tanpa menggunakan pengawet biasanya memiliki sifat lengket di
tangan.
Bakso yang mengandung boraks teksturnya lebih kenyal, bila digigit akan
kembali ke bentuk semula dan warnanya akan tampak lebih putih. Ini berbeda
dengan bakso yang baik, yang biasanya berwarna abu-abu segar merata pada
semua bagian baik dipinggir maupun ditengah. Bakso dengan warna abu-abu tua
menandakan bakso tersebut dibuat dengan tambahan obat bakso yang berlebihan
(Amir,2014).
2.2.4. Dampak Boraks Bagi Kesehatan
Boraks bersifat antiseptik sehingga sering dimanfaatkan sebagai pengawet,
sekaligus sebagai pengenyal makanan misalnya pada lontong, bakso, dan mie
basah, namun dapat merusak sistem saraf pusat dan serebrospinal. Gejala
keracunan boraks adalah pusing, badan malas, depresi, delirium, muntah, diare,
kram, kejang, koma, kolaps dan sianosis (Silalahi,2010).
Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak berakibat buruk
secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap
dalam tubuh konsumen secara kumulatif (Tubagus,2013).
Dampak buruk bagi kesehatan dari boraks yaitu menyebabkan iritasi saluran cerna
yang ditandai dengan sakit kepala, pusing, muntah, mual, diare, penyakit kulit
yakni kemerahan pada kulit, diikuti dengan terkelupasnya kulit ari. Gejala lebih
lanjut ditandai dengan badan menjadi lemah, kerusakan ginjal, pingsan, bahkan
shock dan kematian bila tertelan 5-10 g boraks (Suhendra,2013).
2.3 Formalin
Menurut Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Dr. Leonardus Broto Kardono,
formalin pada mulanya berbentuk padat dengan sebutan formaldehida atau istilah
asingnya ditulis formaldehyde. Zat yang sebetulnya banyak memiliki nama lain
berdasarkan senyawa campurannya ini memiliki senyawa CH2O yang reaktif dan
mudah mengikat air. Bila zat ini sudah bercampur dengan air dia disebut
formalin yang memiliki rumus kimia CH2O (Singgih, H., 2013)
Formaldehid yang lebih dikenal dengan nama formalin ini adalah salah
satu zat tambahan makanan yang dilarang. Meskipun sebagian banyak orang
sudah mengetahui terutama produsen bahwa zat ini berbahaya jika digunakan
9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebagai pengawet, namun penggunaannya bukannya menurun namun malah
semakin meningkat dengan alasan harganya yang relatif murah dibanding
pengawet yang tidak dilarang (Hastuti, 2010).
Menurut Effendi, 2004 dalam Cahyadi, 2006 formalin adalah larutan
formaldehid (30-40%) dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dari 20
kelompok aldehid. Formalin merupakan antiseptik untuk membunuh bakteri dan
kapang, dalam konsentrasi rendah 2%-8% digunakan untuk mengawetkan mayat
dan spesimen biologi lainnya. Formalin sebenarnya bukan merupakan bahan
tambahan makanan, bahkan merupakan zat yang tidak boleh ditambahkan pada
makanan. Memang orang yang mengkonsumsi bahan pangan (makanan) seperti
tahu, mie, bakso, ayam, ikan dan bahkan permen, yang berformalin dalam
beberapa kali saja belum merasakan akibatnya (Hastuti, 2010)
10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sangat menyengat. Mencair pada suhu <21oC dan membeku pada suhu < 92oC,
dengan berat molekul sebesar 30,03. Formaldehid larut 38 dalam air yang
biasanya dipasarkan dalam bentuk larutan 35-40% yang dikenal sebagai formalin
(Hopp,1983, Harahap, 2007).
11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perbelanjaan di negara tersebut menunjukkan bahwa 42 persendari 100 sampel
ikan yang diteliti mengandung formalin; sementara penelitian pada tahun 2012 di
lima pasar tradisional mengungkap bahwa terdapat sekitar 17 persen sampel ikan
yang mengandung formalin (Sabet 2012).
a.Bakmi basah
1.Tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar (25° C) dan bertahan lebih dari 15
hari dalam lemari es (suhu 10° C).
2.Bau formalin agak menyengat.
3.Mie tampak lebih mengkilap dibandingkan dengan mie normal dan tidak
lengket.
4.Tidak dikerubungi lalat.
5.Tekstur mie lebih kenyal.
b.Ayam potong
1.Tidak dikerubungi lalat.
2.Daging sedikit tegang (kaku).
3.Jika dosis formalin yang diberikan tinggi maka akan tercium bau formalin.
4.Dalam uji klinis, jika daging ayam dimasukkan dalam reagen maka akan
muncul gelembung gas.
c.Tahu, dengan kandungan formalin 0,5–1 ppm
1.Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25° C) dan bertahan lebih dari 15
hari dalam lemari es (suhu 10° C).
2.Tekstur lebih keras tetapi tidak padat.
3.Terasa kenyal jika ditekan, sedangkan tahu tanpa formalin biasanya mudah
hancur.
4.Bau formalin agak menyengat.
12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.Tidak dikerubungi lalat.
d.Bakso
1.Tidak rusak sampai 5 hari pada suhu kamar (25° C).
2.Tekstur sangat kenyal dan tidak dikerubungi lalat.
e.Ikan asin
1.Tidak rusak sampai lebih dari satu bulan pada suhu kamar (25° C).
2.Tampak bersih dan cerah.
3.Tidak berbau khas ikan asin.
4.Tekstur ikan keras, bagian yang luar kering tetapi bagian dalamnya basah.
5.Tidak dikerubungi lalat dan baunya hampir netral (hampir tidak lagi berbau
amis)
f.Ikan segar
1.Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25° C).
2.Mata ikan merah, tetapi warna insang merah tua, bukan merah segar, dan tidak
cemerlang.
3.Warna daging putih bersih, dengan tekstur kaku/ kenyal.
4.Bau amis(spesifik ikan) berkurang, lendir pada kulit ikan hanya sedikit, dan
tercium bau seperti bau kaporit.
5.Tidak dikerubungi lalat.
(Saparindo dan Hidayati,2006)
13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
konsentrasi 0,03-4 bpj terhirup selama 35 menit, maka akan menyebabkan iritasi
membran mukosa hidung, mata, dan tenggorokan. Selain itu, dapat juga terjadi
iritasi pernapasan parah, seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronkhitis,
pneumonia, asma, edema pulmonal, dapat pula terjadi tumor hidung pada mencit .
(Cahyadi, 2009)
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999
ditegaskan bahwa formalin dilarang digunakan dalam makanan. Hal itu mengingat
bahaya serius yang akan dihadapi jika formalin masuk ke dalam tubuh manusia.
Formalin akan menekan fungsi sel, menyebabkan kematian sel, dan menyebabkan
keracunan (Khomsan & Anwar, 2008). Setelah menggunakan formalin, efek
sampingnya tidak akan secara langsung terlihat. Efek ini hanya terlihat secara
kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami keracunan formalin dengan dosis
tinggi (Saparinto & Hidayati, 2006). Jumlah formaldehida yang masih boleh
diterima manusia per hari tanpa akbiat negatif pada kesehatan (Acceptable Daily
Intake/ ADI) adalah 0,2 mg per kilogram berat badan (Widmer dan Frick, 2007).
Formalin dapat menyebabkan kematian pada manusia bila dikonsumsi melebihi
dosis 30 ml. Setelah mengonsumsi formalin dalam dosis fatal, seseorang mungkin
hanya mampu bertahan selama 48 jam. (Khomsan & Anwar, 2008).
Dampak akut formalinp terhadap kesehatan terjadi akibat paparan formalin
dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat. Efeknya berupa
iritasi,alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut,
pusing, bersin,radang tonsil, radang tenggorokan, sakit dada yang berlebihan,
lelah, jantung berdebar, sakit kepala, diare dan pada konsentrasi yang sangat
tinggi dapat menyebabkan kematian. Dampak kronik dari formalin terlihat setelah
terkena paparan formalin berulang dalam jangka waktu yang lama dan biasanya
formalin dikonsumsi dalam jumlah kecil dan terakumulasi dalam jaringan.
Gejalanya berupa mata berair, gangguan pada: pencernaan, hati, ginjal, pankreas,
sistem saraf pusat, menstruasi dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan
kanker, sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen (Yuliarti, 2007).
14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat
- Cawan porselen
- Lumpang
- Tabung reaksi
- Tanur
- Korek api
- Neraca analitik
- Cutter
- Labu takar
- Beaker glass
- Pipet volume
- Pipet tetes
- Erlenmeyer
- Statif
- Klem
- Corong kaca
- Alat destilasi
- Cok sambung
3.2 Bahan
- Bakso
- Pempek
- H2SO4
- Alkohol 96%
- Ikan Teri
- Ikan Tongkol
- Asam Fosfat
- Aquadest
- Indikatot tetil merah
15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
- HCl 0,1 N
- NaOH 0,1 N
- I2 0,1 N
- HCl 4 N
- Na2S2O3
- KMnO4 0,1 N
- Metanol
- Indikator amilum
16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3.3 Analisa Kuantitatif Boraks
- Ditimbang sampel sebanyak 1 gr
- Diiris- iris sampel
- Diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml
- Dipipet 10 ml larutan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
- Ditambahkan 3 tetes indicator metil merah
- Dititrasi menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari
kuning menjadi merah jambu
17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil analisa kualitatif dan kuantitatif Boraks pada Bakso dan
Pempek dan Formalin pada Ikan Teri dan Ikan Tongkol di Laboratorium
Kesehatan Daerah adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.1 Hasil Analisa Kualitatif Boraks dengan uji nyala api
Sampel Hasil
Bakso -
Pempek 0,3459
Perhitungan
Kadar Boraks =
18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kadar Boraks Pempek =
= 0,3459 mg/kg
Sampel Hasil
Perhitungan
Kadar formalin =
=
= 0,840 mg/kg
Kadar formalin =
=
= 0,560 mg/kg
19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2 Pembahasan
Menkes/ Per/ X/ 1999 tentang bahan pangan. Sampel yang digunakan pada uji
boraks yaitu bakso dan pempek sedangkan sampel yang digunakan pada uji
menggunakan metode uji nyala api. Dimana sampel dibakar hingga berubah
menjadi abu lalu ditambahkan H2SO4 (p) dan metanol. Kemudian diidentifikasi
Analisa boraks pada bakso dan pempek secara kuantitatif dengan menggunakan
metode titrasi asidimetri dimana metil merah sebagai indikator dan HCl 0,1N
Analisa formalin pada ikan teri dan ikan tongkol secara kualitatif dengan
formalin pada ikan teri dan ikan tongkol secara kuantitatif dengan menggunakan
metode titrasi iodometri dimana amilum sebagai imdikator dan Na 2S2O3 0,1 N
Hasil dari analisa kualitatif boraks pada bakso menyatakan hasil negatif.
pempek diperoleh kadar boraks yang terkandung sebesar 0,3459 mg/kg. Dosis
20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
letal (dosis yang dapat mengakibatkan kematian) pada dewasa 20 gram,
sedangkan pada anak-anak dan binatang kesayangan kurang dari 5 gram. Dalam
sumber yang lain dikatakan bahwa asam borat dapat digunakan sebagai pengawet
keracunan yang ditandai dengan mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun,
lemah, sakit kepala, dan mungkin saja dapat menimbulkan shock. Orang dewasa
dapat meninggal dunia apabila mengonsumsi asam borat sebanyak 15-25 gram,
sedangkan anak-anak 5-6 gram. Asam borat juga dapat berefek teratogenik pada
anak ayam. Melihat kenyataan tentang efek yang merugikan, asam borat atau
Hasil dari analisa kualitatif formalin pada ikan teri dan ikan tongkol
menyatakan hasil positif. Analisa kuantitatif pada ikan teri diperoleh kadar
pada ikan tongkol diperoleh kadar formalin yang terkandung sebesa 0,560 mg/kg.
diencerkan, yaitu dengan kadarnya 40, 30, 30, dan 10% serta dalam bentuk tablet
Chemical Safety (IPCS) bahwa toleransi formalin yang dapat diterima dalam
21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tubuh adalah sebesar 0,1 mg/l atau 0,1 mg/kg. Maka dari itu kadar formalin pada
ikan teri dan ikan tongkol sudah melewati batas toleransi sehingga
22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
5.1. Kesimpulan
Hasil dari penelitian yang dilakukan bahwa sampel bakso yang diuji tidak
mengandung boraks dan pada sampel pempek yang di uji diperoleh hasil
sampel ikan teri yang di uji diperoleh hasil positif mengandung formalin
dengan kadar 0,840 mg/kg dan ikan tongkol yang di uji diperoleh hasil positif
5.2. Saran
23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Amir, S., Sirajuddin,S. and Zakaria. 2014. Analisis Kandungan Boraks Pada
Pangan Jajanan Anak Di SDN Kompleks Lariangbangi Kota Makasar.
Program Studi Ilmu Gizi Fakutas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin Makassar.
Jakarta.
449.450
Efrilia, M., Prayoga, T. dan Mekasari, N. 2016. Identifikasi Boraks dalam Bakso
di Kelurahan Bahagia Bekasi Utara Jawa Barat dengan Metode Analisa
Kualitatif. Akademi Farmasi IKIFA.1(1), 113-120.
Hastuti.S. 2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid Pada Ikan Asin
di Madura. Jurnal Argointek 4 (2) : 132-137
Hung-yiu, P., Jian, S., Amartalingam, R., and Choon, F. 2008. Boric Acid
Levels in Fresh Noodles and Fish Ball. American Journal of Agricultural
and Biological Sciences 3(2): 476-481.
Khomsan,A & Anwar, F. 2008. Sehat itu Mudah. Hikmah : Jakarta. Halaman 34
24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Saparinto,C dan Hidayati,D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:
Kanisius
See, S., Abu, B., Fatimah, A., Nor, A., Ahmed, S and Lee, Y. 2010. Risk and
Health Effect of Boric Acid. American Journal of Applied Science 7 (5):
620-627.
Sella. 2013. Analisis Pengawet Natrium Benzoat dan Pewarna Rhodamin B pada
Saus Tomat dari Pasar Tradisional Kota Blitar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
2016
Suhendra, S.M. 2013. Analisis Boraks dalam Bakso Daging Sapi dan B di
Daerah Tenggilis Mejoyo Surabaya Menggunakan Spektrofotometri.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya (Vol 2, No 02).
25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA