Anda di halaman 1dari 43

PENENTUAN NILAI DOBI ( Deteration Of Bleachability Index )

DALAM CPO DENGAN PELARUT N-HEKSAN


SECARA SPEKTROFOTOMETRI

KARYA ILMIAH

ALVINTA YAHYA DEO KABAN

142401226

PROGRAM STUDI DIPLOMA KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENENTUAN NILAI DOBI ( Deteration Of Bleachability Index )
DALAM CPO DENGAN PELARUT N-HEKSAN
SECARA SPEKTROFOTOMETRI

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh

Gelar Ahli Madya

ALVINTA YAHYA DEO KABAN


142401226

PROGRAM STUDI DIPLOMA KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERSETUJUAN

Judul : Penentuan Nilai DOBI ( Deteration Of Bleachability


Index ) Dalam CPO Dengan Pelarut N-heksan Secara
Spektrofotometri

Kategori : Karya Ilmiah

Nama : Alvinta Yahya Deo Kaban

Nomor Induk Mahasiswa 142401226

Program Studi : Diploma (D3) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, Juni 2017

Diketahui / Disetujui oleh :


Program Studi D3 Kimia
Ketua, Dosen Pembimbing,

Dr. Minto Supeno, MS Sabarmin Perangin-angin, S.Si, M.Si


NIP.196105091987031002 NIP.196912131997022001

Departemen Kimia FMIPA USU


Ketua,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dr. Cut Fatimah Zuhra, S.Si. M.Si
NIP.197404051999032001
PERNYATAAN

PENENTUAN NILAI DOBI ( Deteration Of Bleachability Index ) DALAM CPO


DENGAN PELARUT N-HEKSAN SECARA
SPEKTROFOTOMETRI

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2017

ALVINTA YAHYA DEO KABAN


142401226

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Kasih Karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang diberi judul
―PENENTUAN NILAI DOBI ( Deteration Of Bleachability Index ) DALAM CPO
DENGAN PELARUT N-HEKSAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI‖ yang
dilaksanakan berdasarkan pengamatan dan perlakuan selama melaksanakan Praktek
Kerja Lapangan di PT. PALMCOCO LABORATORIES.

Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan pada program studi Diploma-III Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisa karya ilmiah ini, penulis banyak mendapat bantuan, motivasi,
dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua penulis ayahanda tercinta Pindo Kaban dan Ibunda tersayang Pdt.
Tanaria br Sembiring, serta kakanda Friska Mei Sehati Ginting, Bryanda
Putra Kaban, dan Piladelpia br Kaban yang telah memberikan kasih sayang,
doa serta dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Ibu Sabarmin Perangin-angin, S.Si, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Karya
Ilmiah.
3. Dr. Cut Fatimah Zuhra, S.Si, M.Si, selaku ketua Departemen Kimia FMIPA
USU.
4. Bapak Dr. Minto Supeno, MS, selaku ketua Jurusan D-III Kimia.
5. Seluruh Dosen dan Pegawai Program Studi D-III Kimia FMIPA USU.
6. Bapak Zul Alkaf, BSc dan pegawai PT. Palmcoco Laboratories.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi D-III Kimia FMIPA USU angkatan
2014
8. Rio Oktavianus Siregar, Ary Andika Barus, Fadillah Elfian Mandai selaku
orang terdekat penulis yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan
karya ilmiah.
9. Hardion Hutasoit, Alvian Ambarita, Muchsinul Aulia, Darwin Sinaga,
Fransiskus Situmorang selaku sahabat penulis yang telah memberi dukungan
untuk menyelesaikan karya ilmiah.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih memiliki
kekurangan dalam materi dan cara penyajian dengan kata lain masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan karya ilmiah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita
semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENENTUAN NILAI DOBI ( Deteration Of Bleachability Index ) DALAM CPO
DENGAN PELARUT N-HEKSAN SECARA
SPEKTROFOTOMETRI

ABSTRAK

DOBI adalah parameter rasio perbandingan absorbansi pada range visible dan
absorbansi pada range UV yang diperlukan untuk menentukan kualitas CPO. Kualitas
CPO yang baik merupakan kebutuhan awal untuk menghasilkan produk akhir yang
berkualitas tinggi. Harga DOBI yang tinggi adalah hal yang sangat penting untuk
membantu pemrosesan yang digunakan dalam pemurnian. Dari hasil penelitian
diperoleh nilai DOBI dalam CPO dengan menggunakan pelarut n-heksan asal Dumai
2,329, CPO asal belawan 2,329, dan CPO asal Beringin Palangkaraya 2,330.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut nilai DOBI dalam CPO yang diperoleh masih
memenuhi Standar Mutu kualitas DOBI yang baik sesuai PORIM ( Palm Oil Risert
Institute Of Malaysia ).

Kata Kunci : DOBI ( Deteration Of Bleachability Index ), Spektrofotometri, CPO


( Crude Palm Oil ), Absorbansi, n-heksan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DETERMINATION OF DOBI ( Deteration Of Bleachability Index ) IN
CPO USING N-HEKSAN METHOD
SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

DOBI is parameter the ratio of absorbance in the range of visible and UV absorbance in
the range need to determine the quality of the CPO. Good quality CPO is the initial
requirement to produce a high quality end product. DOBI high value is a vety important
thing to help processing used in refining. The result were obtained in the CPO value
DOBI using n-heksan from Dumai 2,329, CPO from Belawan 2,329, and CPO from
Beringin Palangkaraya 2,330. Based on these observations DOBI value in CPO
obtained still meets the quality standard DOBI good fit PORIM ( Palm Oil Risert
Institute Of Malaysia ).

Keywords : DOBI ( Deteration Of Bleachability Index ), Spectrophotometry, CPO


( Crude Palm Oil ), Absorbance, n-heksan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
Bab 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka


2.1 Kelapa Sawit 4
2.2 Minyak Kelapa Sawit 5
2.2.1 Komposisi Minyak Kelapa Sawit 6
2.2.2 Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit 7
2.3 Kelapa Sawit 8
2.3.1 Deteration Index Pemutih (DOBI) dan Hubungannya
Dengan Kualitas Minyak Sawit 9
2.3.2 Penyebab – Penyebab DOBI Rendah 9
2.3.3 Tindakan – tindakan Yang Dilakukan Untuk
Memastikan Kualitas CPO Tinggi 10
2.4 Spektrofotometer 11
2.4.1 Pengertian Spektrofotometri UV – Vis 12
2.4.2 Spektra Ultraviolet dan Visibel 14
2.4.3 Pemilihan Pelarut 15
2.4.4 Penentuan Panjang Gelombang 15
2.4.5 Rentang Pembacaan Absorban dan Transmitan 16

Bab 3. Metodologi Percobaan


3.1 Alat dan Bahan 17
3.1.1 Alat 17
3.1.2 Bahan 17
3.2 Prosedur Penelitian 18
3.2.1 Persiapan Sampel 18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3.2 Penentuan Panjang Gelombang (λ) Maksimum
DOBI pada range UV – Vis 18
3.2.3. Penentuan DOBI dalam CPO 19

Bab 4. Hasil dan Pembahasan


4.1 Hasil Penelitian 22
4.2 Perhitungan 22
4.3 Pembahasan 24

Bab 5. Kesimpulan dan Saran


5.1 Kesimpulan 25
5.2 Saran 25

Daftar Pustaka
Lampiran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel

2.1 Nilai Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit


dan Minyak Inti Sawit 7
2.2 SNI Hubungan DOBI Dengan Kualitas 8
2.3 PORIM Hubungan DOBI Dengan Kualitas 9
4.1 Data Analisis DOBI Pada CPO 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar

2.1 Skema Alat Spektrofotometer UV – Vis Single-beam 14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


Lampiran

1 Data Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Analisa DOBI Dengan Pelarut n-heksan 29
2 Standar Mutu Menurut PORIM 30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Minyak sawit merupakan produk perkebunan yang memiliki prospek yang cerah di

masa mendatang. Potensi tersebut terletak pada keragaman kegunaan dari minyak sawit.

Minyak sawit disamping digunakan sebagai bahan mentah industri pangan, dapat pula

digunakan sebagai bahan mentah industri nonpangan. Dalam perekonomian indonesia

komoditas kelapa sawit memegang peranan yang cukup strategis karena komoditas ini

punya prospek yang cerah sebagai sumber devisa. Disamping itu, minyak sawit

merupakan bahan baku utama minyak goreng yang banyak dipakai di seluruh dunia,

sehingga secara terus menerus mampu menjaga stabilitas harga minyak sawit.

Komoditas ini pun mampu pula menciptakan kesempatan kerja yang luas dan

meningkatkan kesejahteraan bersama. (Risza, 1994).

Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam yang berpotensi untuk

dikembangkan menjadi berbagai bahan pangan fungsional. Kelapa sawit merupakan

tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000

mm/tahun dan kisaran suhu 22-32˚C. Saat ini 5,5 juta Ha lahan perkebunan kelapa

sawit di Indonesia telah memproduksi minyak sawit mentah (CPO) dengan kapasitas

minimal 16 juta per tahun dan merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia

setelah Malaysia. (Ketaren, 2008).

Minyak kelapa sawit diperoleh dengan cara mengekstraksi minyak yang berasal

dari mesokap buah kelapa sawit. Dimana minyak kelapa sawti yang belum dimurnikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


disebut dengan minyak kelapa sawit kasar. Minyak kelapa sawit yang diperoleh dari

daging buah kelapa sawit kaya akan oleat dan palmitat yang terikat dalam bentuk ester

dan gliserol sebagai trigliserida. Minyak kelapa sawit digunakan baik sebagai minyak

yang dapat dikonsumsi maupun bahan industri kimia. (Tim Penulis, 1998)

Mutu minyak sawit ditentukan oleh beberapa parameter sehingga perlu dianalisa

kadarnya. Dimana perlu diketahui apakah kandungan parameter minyak tersebut telah

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Minyak sawit yang berkualitas baik sangat

menunjang perdagangan sehingga berpengaruh pada perdagangan ekspor. Oleh karena

itu DOBI merupakan salah satu faktor penentu mutu minyak sawit, maka dalam hal ini,

penulis tertarik untuk memilih judul ”Penentuan Nilai DOBI ( Deteration Of

Bleachability Index ) Dalam CPO Dengan Pelarut N-Heksan Secara

Spektrofotometri”

1.2 Permasalahan

1. Bagaimanakah perbandingan nilai DOBI dalam CPO dari 3 daerah yang

berbeda

2. Apakah nilai DOBI telah sesuai dengan Standar Mutu yang ditentukan

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui nilai DOBI dalam CPO (Crude Palm Oil) dari 3 daerah

yang berbeda

2. Untuk mengetahui apakah nilai DOBI telah sesuai dengan Standar

Mutu yang ditentukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.4 Manfaat

1. Dapat mengetahui nilai DOBI dalam CPO (Crude Palm Oil)

2. Dapat mengembangkan ilmu pengetahuan tentang penentuan

kualitas dari minyak sawit mentah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit


Semula tanaman kelapa sawit ( Elaeis Guinensis Jacq ) hanya diusahakan oleh

perkebunan besar di Indonesia. Sejak tahun 1977 – 1978 pemerintah Indonesia bertekad

mengubah situasi tersebut dengan mengembangkan pola perkebunan rakyat melalui

sistem PIRBUN ( Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan ) Perusahaan besar sebagai ―inti‖

berfungsi memberikan alih teknologi kepada perkebunan rakyat di sekitarnya yang

berkedudukan sebagai kebun plasma.

Kelapa sawit di Indonesia dewasa ini merupakan komoditas primadona luasnya

terus berkembang dan tidak hanya merupakan monopoli perkebunan besar negara atau

perkebunan besar swasta. Perkebunan kelapa sawit yang semula hanya di Sumatera

Utara dan daerah Istimewa Aceh saat ini sudah berkembang di beberapa propinsi,

antara lain: Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan

Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Irian Jaya, Sulawesi Selatan, Sulawesi

Tenggara, Sulawesi Utara, dan Jawa. Peemintaan minyak kelapa sawit di samping

digunakan sebagai bahan mentah industri pangan juga di gunakan sebagai bahan

mentah industri nonpangan. Jika dilihat dari biaya produksinya, komoditas kelapa sawit

jauh lebih rendah dari pada minyak nabati lainnya.

Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia hingga tahun 1993 diperkirakan

telah mencapai 1,6 juta hektar dan jumlah produksi minyak sawit Indonesia pada tahun

1993 dalam bentuk CPO berkisar 3,7 juta ton.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pengguna minyak kelapa sawit sebagai minyak goreng pada tahun 1985 tercatat

telah mencapai 55,3% atau meningkat 27% per tahun. Saat ini minyak goreng

merupakan penyerap utama konsumsi minyak dalam negri yaitu mencapai 70% dari

jumlah yang dipasarkan dalam negri. Industri lain yang menggunakan minyak kelapa

sawit ini adalah industri margarine, sabun, dan industri kimia lainnya (Risza, 1994)

Indonesia dan Malaysia adalah dua negara penghasil minyak sawit terbesar di

dunia. Dapat diperkirakan dua negara tersebut dapat terus mengalami peningkatan produksi

hingga tahun 2021.

Di Thailand, laju produksi minyak sawit semakin cepat dalam beberapa tahun

terakhir ini. Namun, industri minyak sawit di Thailand masih kalah saing terhadap

Indonesia dan Malaysia (Chavalparit, 2006).

2.2 Minyak Kelapa Sawit

Buah Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari daging

buah (mesokarp) berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai minyak kelapa

sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO). Sedangkan minyak yang kedua adalah yang

berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna, dikenal sebagai minyak inti kelapa sawit

atau Palm Kernel Oil (PKO).

Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) mengandung sekitar 500-700 ppm β-

caroten dan merupakan bahan pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh karena itu

CPO berwarna merah jingga. Disamping itu jumlahnya juga cukup tinggi. Minyak sawit

ini diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi dan mengandung

sedikit air serta serat halus yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi

solid pada suhu ruang. Adanya serat halus dan air pada sawit kasar tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyebabkan minyak sawit kasar tidak dapat dikomsumsi langsung sebagai bahan

pangan maupun nonpangan (Tim Penulis, 1998)

Kualitas minyak sawit terutama pada crude palm oil (CPO), dapat dijadikan

sebagai indikator baik buruknya produk. Beberapa parameter kualitas CPO yang dapat

ditentukan antara lain kadar asam lemak bebas, DOBI (Deterioration of Bleachability

Index), dan kadar beta karoten (Rohani, 2006).

Kualitas minyak dapat tercapai jika proses pengolahan dilakukan dengan benar.

Dalam proses produksi CPO, proses sterilisasi menjadi proses yang krusial karena

proses ini dilakukan pertama kali. Jika pada proses ini terjadi kesalahan, maka pada

proses-proses selanjutnya akan terkena dampaknya (Sivasothy, 2000).

2.2.1 Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti

(kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar atau kulit

buah yang disebut pericarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan

lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri terdiri dari lapisan kulit

biji (testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata

sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44% dan endocarp tidak

mengandung minyak. Komposisi asam lemak dalam minyak kelapa sawit umumnya

laurat 0,2%, miristat 1,1%, palmitat 44,0%, stearat 4,5%, oleat 10,1%, lainnya 0,9%.

Beberapa komposisi dalam minyak kelapa sawit adalah hidrokarbon alifatik, ALB 3-

5%, sterol, glikolipid vitamin e, fosfolipid, terpen, dan karoten.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.2 Sifat Fisika - Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisika – kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik

cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan, slipping point, shot

melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik

nyala dan titik api.

Beberapa sifat fisik – kimia dari kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 2.1: Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Sawit

Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit


Bobot jenis pada suhu 0,900 0,900 – 0,913
kamar
Indeks bias D 40˚C 1,4565 – 1,4585 1,4595 – 1,415
Bilangan IOD 48 – 56 14 – 20
Bilangan Penyabunan 196 – 205 244 – 254

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses

pemucatan, karena asam-asam lemak dan trigliserida tidak berwarna. Warna orange

atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak.

Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya

asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas

minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.

Titik cair minyak sawit berada dalama nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa

sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang

berbeda-beda (Ketaren, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3 Definisi Dan Peranan DOBI (Deterioration Of Blachability Index) dalam

penentuan Harga Minyak Sawit

DOBI (Deterioration Of Blachability Index) merupakan salah satu parameter untuk

menentukan kualitas minyak sawit. DOBI didapat pada rasio perbandingan absorbansi

pada range visibel dan absorbansi pada range UV. DOBI adalah index derajat

kepucatan minyak dengan penurunan daya pemucatan akibat rusaknya karotenoid yang

mengalami oksidasi dalam buah. Rusaknya karotenoid disebabkan oleh suhu tinggi

yang berasal dari proses oksidasi yang terjadi sejak panen (Pahan, 2008).

Kerusakan karotenoid ini menyebabkan dekomposisi karotenoid sehingga

terjadi penurunan intensitas warna karoten menghasilkan produksi oksidasi sekunder

berupa senyawa yang berwarna kecoklat-coklatan (Eskin, 1979).

Hal ini membuat nilai DOBI menjadi rendah. Rendahnya nilai DOBI dapat

menyulitkan minyak untuk dimurnikan (Siew, 2000). Maka dari itu, sejumlah industri

minyak sawit menghindari rendahnya nilai DOBI pada produk minyak terutama pada

minyak sawit kasar (CPO)

Tabel 2.2: SNI (Standar Nasional Indonesia) Tentang Hubungan DOBI dengan

Kualitas

DOBI KUALITAS
< 1,68 Buruk
1,78 – 2,30 Kurang Baik
2,30 – 2,92 Cukup Baik
2,93 – 3,23 Baik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3.1 Deterioration Index Pemutih ( DOBI ) dan Hubungannya dengan

Kualitas Minyak Sawit

Memasukkan DOBI dalam analisa memberikan sebuah indikasi baik bagi proses

pengolahan CPO dari estate ke akhir pengolahan ( mill ) sampai ke refineri ( kilang

minyak ). DOBI adalah perbandingan numerik dari spectrophotometric penyerapan 446

nm dengan 269 nm. Metode ini pertama kali dilakukan oleh Dr. P.A.T. Swoboda dari

( PORIM ) Palm Oil Research Institute of Malaysia (Sekarang menjadi Malaysian Palm

Oil Board). Metodenya adalah melarutkan palm oil ke dalam hexane dan kemudian

ditentukan penyerapannya dengan menggunakan spectrophotometer.

Tabel 2.3: PORIM ( Palm Oil Riset Institude Of Malaysia ) Tentang Hubungan

DOBI Dengan Kualitas

DOBI Kualitas
< 1,68 Minyak Sawit Endapan atau
equivalennya
1,76 – 2,30 Kurang
2,36 – 2,92 Cukup
2,99 – 3,24 Baik
> 3,24 Terbaik

2.3.2 Penyebab – Penyebab DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) Rendah

Salah satu penyebab rendahnya angka DOBI adalah adanya perbedaan persyaratan

mutu antara SNI CPO dengan persyaratan mutu yang dituntut oleh konsumen.

Konsumen mensyaratkan angka DOBI minimal sementara persyaratan mutu SNI

menurut angka asam lemak bebas max 5%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Adapun penyebab DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) yang rendah

antara lain adalah sebagai berikut :

1. Tingginya persentase buah berwarna hitam ( kurang matang ) dan terlalu matang

2. Tertundanya proses pengolahan, terutama pada saat musim hujan dan efeknya

tertundanya pengangkutan buah sawit ke pabrik, sehingga mengakibatkan restan

di kebun

3. Kontaminasi CPO dengan kondensate rebusan

4. Kontaminasi CPO dengan jeleknya oksidasi di oil sludge

5. Waktu perebusan buah yang panjang dan suhu tinggi

6. Pemanasan CPO lebih ( > 55 oC ) di storage tank dengan waktu yang panjang

Sebab – sebab lain yang berhubungan dengan kasus diatas adalah tertundanya proses

sementara akibat machinery breakdown yang berpengaruh tertundanya proses

pengolahan ( buah restan ), Tingginya temperatur crude oil pada Station Klarifikasi.

1 Tandan buah warna hitam sebelah kiri mempunyai minyak dengan DOBI yang

sangat rendah.

2 Tandan buah ditengah mempunyai minyak dengan DOBI yang sangat tinggi.

3 Minyak yang diambil dari buah hitam mempunyai DOBI < 1,5, sedangkan

tandan buah dengan kematangan yang tinggi mempunyai DOBI > 3,5.

Menurut Siew (2000), semakin tinggi nilai DOBI pada CPO, maka harga jual CPO di

pasaran domestik dan internasional dapat diterima dengan nilai yang tinggi juga. Maka

dari itu, nilai DOBI harus dikontrol dengan baik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3.3 Tindakan – tindakan yang Dilakukan untuk Memastikan

CPO Mempunyai Kualitas yang Tinggi

Di Malaysia oleh Keck Seng Berhad dan PT. SMART Tbk di Tanah Bumbu,

Kalimantan Selatan mengoperasikan dan mengintegrasikan pengolahan dan refineri

kelapa sawit dalam satu lokasi. Integrasi diharapkan dapat meminimalkan transportasi

buah sawit ke pabrik yang menghemat biaya dan energi. Tetapi lebih penting lagi

adalah kualitas CPO pada proses penyulingan.

Tindakan yang harus diambil untuk mendapatkan High-DOBI CPO secara konsisten

adalah :

1. TBS dari kebun meningkatkan secara optimum kematangan buah.

2. Kondensat rebusan dan buruknya oksidasi sludge oil tidak diijinkan kontak

dengan CPO, sebab mempunyai kandungan besi dan tembaga yang sangat

tinggi. Pro oksidan ini merupakan masalah yang sangat merusak kualitas dan

pemurnian minyak selama proses penyulingan.

3. Kondisi performa rebusan harus prima (tekanan steam pada tiap peak tercapai,

steam spreader berfungsi dll). Hal ini sangat berpengaruh pada proses

selanjutnya.

4. Gunakan low – pressure steam untuk pemanasan CPO di storage tank

(Temperature < 50 ˚C).

2.4 Spektrofotometer

Tidak diragukan inilah metode yang paling tepat untuk menetapkan antara lain

konsetrasi zat-zat dalam larutan, tetapi instrumen ini mau tak mau akan lebih mahal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sebuah spektrofotometer dapat dianggap sebagai sebuah fotometer fotolistrik yang

diperhalus yang memungkinkan pengguna pita-pita cahaya yang sinambung variabelnya

dan lebih mendekati monokromatik (Basset, 1994)

2.4.1 Pengertian Spektrofotometri UV-VIS

Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar

ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya

tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan electron pada kulit terluar

ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk

molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan (Dacriyanus, 2004)

Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang

memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm) dan sinar

tampak (380-780 nm) dengan memakai instrument spektrofotometer. Radiasi ultraviolet

jauh (100-190 nm) tidak dipakai, sebab pada daerah radiasi tersebut diabsorpsi oleh

udara. Ada kalanya spektrofotometer UV-Vis yang beredar diperdagangkan

memberikan rentang pengukuran panjang gelombang 190-1100 nm. Hal ini perlu

diperhatikan lebih seksama sebab diatas panjang gelombang 780 nm merupakan daerah

radiasi infra merah. Oleh sebab itu pengukuran diatas panjang gelombang 780 nm harus

dipakai detektor dengan kualitas sensitif terhadap radiasi infra merah. (Mulja, 1995)

Suatu senyawa dapat dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis jika

mempunyai kromofor pada strukturnya. Kromofor ( chromophorus ) merupakan suatu

gugus fungsi yang menyerap atau mengabsorbansi radiasi ultraviolet dan tampak.

Senyawa dapat dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis jika mempunyai kromofor

seperti :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Ikatan rangkap terkonjugasi, dua ikatan rangkap terkonjugasi memberikan

suatu kromofor. Karateristik kromofor umumnya menyerap spektrum

tampak dari UV dan menjelaskan petunjuk pertama untuk mengidentifikasi

karotenoid dalam CPO pada panjang gelombang dari penyerapan maksimum

(λmaks) dan bentuk dari spektrum.

2. Senyawa aromatik, cincin aromatik mengabsorbsi dalam daerah radiasi UV

misalnya seperti benzen menunjukkan serapan pada panjang gelombang

sekitar 255nm.

3. Gugus karboni seperti pada gugus karbonil aldehida dan keton dapat

dieksitasi baik dengan peralihan.

4. Auksokrom, adalah senyawa bukan pengabsorbsi seperti gugus –OH, -NH 2,

NO2, -X yaitu gugus yang mempunyai elektron nonbonding. Gugus ini akan

memperlebar sistem kromofor dan menggeser absorbsi maksimum ke arah

yang lebih panjang.

5. Gugus aromatik, adalah yang mempunyai transisi elektron seperti nitrat (313

nm), karbonat (217 nm), nitrit (360 dan 280 nm), dan tritiokarbonat (500

nm).

6. Harus berbentuk larutan, CPO dipanaskan terlebih dahulu agar dapat

dianalisis dalam bentuk larutan.

Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi dalam daerah yang tampak

dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang dimana absorpsi

itu terjadi bergantung pada berapa kuat elektron itu terikat dalam molekul itu. Elektron

dalam suatu ikatan kovalen tunggal terikat dengan kuat, dan diperlukan radiasi

berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek untuk eksitasinya. Misalnya, alkana,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang mengandung hanya ikatan tunggal C – H dan C – C tak menunjukkan absorpsi

diatas 160 nm (Day, 2002)

2.4.2 Spektra Ultraviolet dan Visibel

Suatu molekul yang sederhana apabila dikenakan radiasi elektromagnetik akan

mengabsorpsi radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi tersebut akan

meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan eksitasi. Apabila pada

molekul yang sederhana tadi hanya transisi elektronik pada satu macam gugus, maka

akan terjadi satu absorpsi yang merupakan garis spektrum.

Gambar 2.1. Skema alat spektrofotometer UV-Vis Single-beam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4.3 Pemilihan Pelarut

Spektrofotometri UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa

larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu diperhatikan beberapa

persyaratan pelarut yang dipakai, antara lain:

1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada

struktur molekulnya dan tidak berwarna.

2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.

3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.

Pada umumnya pelarut yang sering digunakan dalam analisis Spektrofotometri UV-

Vis adalah air, etanol, n-heksan, sikloheksan dan isopropanol. Namun demikian perlu

diperhatikan absorpsi pelarut yang dipakai di daerah UV-Vis. Hal lain yang perlu

diperhatikan dalam masalah pemilihan pelarut adalah polaritas pelarut yang dipakai,

karena akan sangat berpengaruh terhadap pergeseran spektrum molekul yang dianalisis.

2.4.4 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Panjang gelombang dimana terjadinya eksitasi elektronik yang memberikan absorban

yang maksimum disebut sebagai panjang gelombang maksimum (λ maks). Penentuan

panjang gelombang maksimum yang pasti (tetap) dapat dipakai untuk identifikasi

molekul yang bersifat karateristik sebagai data sekunder. Dengan demikian spektrum

UV-Vis dapat dipakai untuk tujuan analisis kualitatif (data sekunder) dan kuantitatif.

Analisis kualitatif hanya dipakai sebagai data pendukung yang perhitungannya

memakai kaidah (tabel) Wordward dan kaidah Fisher-Kuhn. Sedangkan pokok

kegunaan analisis spektrofotometri UV-Vis adalah untuk analisis kuantitatif karena

melibatkan energi eksitasi yang cukup besar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4.5 Rentang Pembacaan Absorban dan Transmitan

Analisa dengan Spektrofotometri UV-Vis selalu melibatkan pembacaan absorban

radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan.

Keduanya dikenal sebagai absorban (A) tanpa satuan dan transmitan dengan satuan

persen (%T).

Apabila suatu radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu larutan dengan

identitas radiasi semula yang datang (I˳), maka sebagian radiasi tersebut

akan diteruskan (It), dipantulkan (Iᵣ), dan diabsorpsi (Ia), sehingga:

I˳ = It + Iᵣ + Ia

Harga Ir (±4%) dengan demikian dapat diabaikan karena pengerjaan dengan metode

spektrofotometri UV-Vis dipakai larutan pembanding sehingga:

I˳ = Ia + It

( Mulja, 1995)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat-alat

1. Spektrofotometer UV-Visible Pharo 300

2. Kuvet 10 inchi Quarts

3. Labu Ukur 25 ml 25 ml Pyrex

4. Neraca Analitik Kern

5. Oven Memmert

6. Beaker Glass 25 ml 25 ml Pyrex

7. Spatula

3.1.2. Bahan-bahan

1. Crude Palm Oil (CPO) Asal Dubai

2. Crude Palm Oil (CPO) Asal Belawan

3. Crude Palm Oil (CPO) Asal Beringin Palangkaraya

4. n-heksan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1. Persiapan Sampel

Sampel yang diperlukan untuk analisa DOBI adalah sampel CPO. Sebelum dilakukan

analisa, maka sampel CPO dipersiapkan terlebih dahulu yaitu dengan cara memanaskan

sampel (CPO) di dalam oven pada suhu 60˚C selama 15 menit agar sampel homogen

dan mudah dalam melakukan penimbangan dan memperoleh hasil yang maksimum.

3.2.2. Penentuan Panjang Gelombang (λ) maksimum DOBI pada range UV dan

Visible dengan Pelarut n-heksan

A. CPO Asal Dubai

1. Disediakan larutan n-heksan dalam labu takar 25 ml ( sebagai blanko )

2. Ditimbang 0,1 g CPO dalam labu takar 25 ml

3. Dilarutkan dengan n-heksan sampai garis tanda dan dihomogenkan

4. Dihidupkan alat Spektrofotometer UV-Visible dan dibiarkan stabil

5. Diukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 250-300 nm untuk range

UV dan pada panjang gelombang 420-500 nm untuk range Visible dengan

menggunakan larutan n-heksan sebagai blanko atau larutan pembanding

6. Dicatat nilai absorbansi yang dihasilkan

B. CPO Asal Belawan

1. Disediakan larutan n-heksan dalam labu takar 25 ml ( sebagai blanko )

2. Ditimbang 0,1 g CPO dalam labu takar 25 ml

3. Dilarutkan dengan n-heksan sampai garis tanda dan dihomogenkan

4. Dihidupkan alat Spektrofotometer UV-Visible dan dibiarkan stabil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Diukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 250-300 nm untuk range

UV dan pada panjang gelombang 420-500 nm untuk range Visible dengan

menggunakan larutan n-heksan sebagai blanko atau larutan pembanding

6. Dicatat nilai absorbansi yang dihasilkan

C. CPO Asal Bringin Palangkaraya

1. Disediakan larutan n-heksan dalam labu takar 25 ml ( sebagai blanko )

2. Ditimbang 0,1 g CPO dalam labu takar 25 ml

3. Dilarutkan dengan n-heksan sampai garis tanda dan dihomogenkan

4. Dihidupkan alat Spektrofotometer UV-Visible dan dibiarkan stabil

5. Diukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 250-300 nm untuk range

UV dan pada panjang gelombang 420-500 nm untuk range Visible dengan

menggunakan larutan n-heksan sebagai blanko atau larutan pembanding

6. Dicatat nilai absorbansi yang dihasilkan

3.2.3. Penentuan DOBI dalam CPO Dengan Pelarut n-heksan

A. CPO asal Dubai

1. Dimasukkan larutan n-heksan dalam masing-masing kuvet

2. Diukur absorbansi pada 446 nm dan 269 nm

3. Diambil nilai absorbansi yang terkecil sebagai larutan blanko dan nilai

absorbansi yang terbesar sebagai tempat sampel

4. Ditimbang sampel sebanyak 0,1 gr dalam labu takar 25 ml

5. Dilarutkan dengan n-heksan sampai garis tanda dan dihomogenkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Dimasukkan dalam kuvet dan diukur absorbansinya pada 446 nm dan 269 nm

dengan n-heksan sebagai larutan blanko

7. Dicatat nilai absorbansi yang dihasilkan

B. CPO Asal Belawan

1. Dimasukkan larutan n-heksan dalam masing-masing kuvet

2. Diukur absorbansi pada 446 nm dan 269 nm

3. Diambil nilai absorbansi yang terkecil sebagai larutan blanko dan nilai

absorbansi yang terbesar sebagai tempat sampel

4. Ditimbang sampel sebanyak 0,1 gr dalam labu takar 25 ml

5. Dilarutkan dengan n-heksan sampai garis tanda dan dihomogenkan

6. Dimasukkan dalam kuvet dan diukur absorbansinya pada 446 nm dan 269 nm

dengan n-heksan sebagai larutan blanko

7. Dicatat nilai absorbansi yang dihasilkan

C. CPO Asal Beringin Palangkaraya

1. Dimasukkan larutan n-heksan dalam masing-masing kuvet

2. Diukur absorbansi pada 446 nm dan 269 nm

3. Diambil nilai absorbansi yang terkecil sebagai larutan blanko dan nilai

absorbansi yang terbesar sebagai tempat sampel

4. Ditimbang sampel sebanyak 0,1 gr dalam labu takar 25 ml

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Dilarutkan dengan n-heksan sampai garis tanda dan dihomogenkan

6. Dimasukkan dalam kuvet dan diukur absorbansinya pada 446 nm dan 269 nm

dengan n-heksan sebagai larutan blanko

7. Dicatat nilai absorbansi yang dihasilkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Hasil analisis yang dilakukan di PT. Palmcoco Laboratories untuk penentuan DOBI

dalam CPO dengan metode Spektrofotometri UV-Vis adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 : Data Analisis DOBI Pada Sampel CPO Dengan Pelarut n-heksan

No Sampel Berat Absorbansi


Sampel DOBI
(gr) 446 269
A1 CPO 0,1129 0,639 0,266 2,402
A2 CPO 0,1031 0,604 0,255 2,369
A3 CPO 0,1098 0,615 0,264 2,330

Keterangan : A1 : CPO asal Dumai

A2 : CPO asal Belawan

A3 : CPO asal Beringin Palangkaraya

4.2. Perhitungan

1. Analisa DOBI dalam CPO asal Dumai dengan Pelarut n-

heksan Absorbansi pada λ 446


DOBI = ——————————
Absorbansi pada λ 269

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


0,639
DOBI = ———
0,266

DOBI = 2,40

2. Analisa DOBI dalam CPO asal Belawan dengan Pelarut n-heksan

Absorbansi pada λ 446


DOBI = ——————————
Absorbansi pada λ 269

0,604
DOBI = ———
0,255

DOBI = 2,36

3. Analisa DOBI dalam CPO asal Beringin Palangkaraya dengan

Pelarut n-heksan

Absorbansi pada λ 446


DOBI = ——————————
Absorbansi pada λ 269

0,615
DOBI = ———
0,264

DOBI = 2,32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.3. Pembahasan

DOBI adalah suatu cara penentuan kualitas minyak yang berdasarkan rasio

perbandingan absorbansi pada range visible dan absorbansi pada range UV. Maka untuk

menganalisa DOBI dilakukan dengan metode Spektrofotometri UV-Visible. Senyawa

yang dapat diukur oleh spektrofotometri haruslah dalam bentuk larutan oleh sebab itu

CPO dipanaskan terlebih dahulu, memiliki gugus kromofor, dan memiliki ikatan

rangkap terkonjugasi.Setelah dilakukan pengukuran maka diperoleh panjang

gelombang maksimum pada range visible 446 adalah 0,639 nm dan pada range UV 269

adalah 0,266 nm. Untuk mendapatkan nilai DOBI yang tinggi pastikan sampel yang

dianalisa dalam keadaan segar, tingkat kematangan buah optimum, pemanasan CPO

tidak terlalu lama dan suhu tidak terlalu tinggi untuk menghindari oksidasi. Hasil pada

tabel menunjukkan angka DOBI pada sampel CPO asal Dumai, CPO asal Belawan, dan

CPO asal Beringin Palangkaraya masih memenuhi angka standar kualitas menurut

PORIM. Perbedaan angka DOBI disebabkan oleh minyak yang diolah tidak segar dan

pada proses pemanasan yang terlalu lama mengakibatkan CPO teroksidasi sehingga

kandungan senyawa didalam nya semakin banyak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil analisa yang dilakukan pada sampel CPO, diperoleh nilai DOBI dari

daerah yang berbeda yaitu CPO asal Dumai (2,402), CPO asal Belawan (2,369),

sedangkan pada CPO asal beringin Palangkaraya adalah (2,330).

2. DOBI yang berasal dari daerah Dumai, Belawan, dan Beringin Palangkaraya

memenuhi standar mutu CPO Internasional menurut PORIM yaitu diatas <2,31

5.2 Saran

1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya pada penentuan DOBI dalam CPO

menggunakan pelarut yang lebih bervariasi

2. Diharapkan selama melakukan analisa perlu dihindari kesalahan dalam

menggunakan alat spektrofotometer sehingga sampel yang dianalisa

mendapatkan hasil yang lebih akurat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., R. C. Denney, G.H Jeffrey, J. Mendhom. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia

Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta : EGC.

Chavalparit, O. 2006. Clean Technology for the Crude Palm Oil Industry in

Thailand. Dutch: Wageningen University.

Dacriyanus, 2004. Analisa Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.

Padang : CV. Andalas University Press

Day, RA., A. L., Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga

Eskin NAM. 1979. Plant Pigments, Flavors, and Texture The Chemistry and

Biochemisty Of Selected Compounds. New York : Academic Press.

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta :

Universitas Indonesia Press

Mulja, M., Suharman, 1995, Analisis Instrumental. Surabaya : Universitas Air

Langga

Naibaho, P.M. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan : Pusat Penelitian

Kelapa Sawit

Pahan, I. 2008. Panduan Lengka Kelapa Sawit. Jakarta : Penebar Swadaya

Risza, S. 1994. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta :

KANISIUS

Rohani MZ. 2006. Centre of Lipids Engineering and Apllied Research. Malaysia:

Universiti Teknologi Malaysia.

Siew, W.L. 2000. Analysis Of Palm and Palm Kernel Oils. Kuala Lumpur :

Malaysian Palm Oil Board

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sivasothy, K., Y. Basiron, B.S. Jalani., and K.W. Chan. 2000. Advances in Oil Palm

Research. Kuala Lumpur : Malaysian Palm Oil Board.

Tim Penulis PS. 1998. Kelapa Sawit Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Aspek

Pemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya

Watson, D.G,. 2005. Analisis Farmasi. Edisi Kedua. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 1. Data Penentuan Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum Analisa DOBI Dengan Pelarut n-heksan

λ ABS λ ABS λ ABS λ ABS


250 0,207 269 0,266 410 0,523 447 0,638
260 0,231 270 0,264 420 0,564 448 0,634
261 0,236 280 0,242 430 0,595 449 0,630
262 0,238 290 0,214 440 0,618 450 0,627
263 0,244 300 0,185 441 0,622 460 0,591
264 0,248 320 0,162 442 0,625 470 0,555
265 0,252 340 0,189 443 0,629 480 0,496
266 0,257 360 0,289 444 0,632 490 0,437
267 0,259 380 0,368 445 0,636 500 0,394
268 0,263 400 0,486 446 0,639 510 0,369

Grafik

Kurva Absorbansi Vs Panjang Gelombang (nm)


dari Larutan CPO 0,1 gr/ 25 ml n-heksan
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
Absorba

0.1
0

250 300 350 400 450 500 550

Panjang Gelombang (nm)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2. Standar Mutu Menurut PORIM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai