Anda di halaman 1dari 48

PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR

ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT


PRODUKSI PTPN IV MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

NUR KHOLIDA DAULAY


152401039

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR
ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT
PRODUKSI PTPN IV MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar


Ahli Madya

NUR KHOLIDA DAULAY


152401039

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR


ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT
PRODUKSI PTPN IV MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan bahwa lapora tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2018

Nur Kholida Daulay


152401039

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR
ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT
PRODUKSI PTPN IV MEDAN

ABSTRAK

Penentuan kadar air, kadar kotoran, dan kadar asam lemak bebas dari inti sawit yang di
produksi oleh PT. Perkebunan Nusantara IV sudah dilakukan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui apakah kadar air, kadar kotoran, dan kadar asam lemak bebas
telah memenuhi standar mutu inti sawit yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia
(SNI). Analisis kadar air dan kadar kotoran dilakukan dengan metode gravimetri
sedangkan analisis kadar asam lemak bebas dilakukan dengan cara titrasi alkalimetri,
yaitu dengan menggunakan larutan KOH 0,1 N sebagai pentiter, phenolftalein sebagai
indikator dan campuran n-heksan dan etanol sebagai pelarutnya. Dari hasil pengamatan
diperoleh kadar air yang berasal dari PKS kode 06 adalah 4,45%, PKS kode 01 adalah
4,89%, PKS kode 12 adalah 5,56%, dan PKS kode 16 adalah 6,58%. Kadar kotoran
yang berasal dari PKS kode 06 adalah 11,34%, PKS kode 01 adalah 14,44%, PKS kode
12adalah 7,29%, dan PKS kode 16 adalah 9,88%. Sedangkan kadar asam lemak bebas
(ALB) yang berasal dari PKS kode 06 adalah 2,98%, PKS kode 01 adalah 3,73%, PKS
kode 12 adalah3,88%, dan PKS kode 16 adalah 3,92%. Dengan demikian kadar air,
kadar kotoran, kadar asam lemak bebas pada inti sawit dari masing-masing PKS telah
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) di PTPN IV Medan.

Kata kunci: analisa mutu, kadar air, kadar asam lemak bebas, kadar kotoran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DETERMINATION OF WATER CONTENT, DIRT CONTENT, AND FREE
FATTY ACID CONTENT (FFA) FROM PALM KERNEL OF
PRODUCTION PTPN IV MEDAN

ABSTRACT

Determination of water content, dirt content, and free fatty acid content (ALB) of palm
kernel produced by PT. Perkebunan Nusantara IV has been done. The purpose of this
research is to know whether water content, impurity content, and free fatty acid have
fulfilled palm kernel standard quality determined by Indonesian National Standard
(SNI). Analysis of moisture content and dirt content was done by gravimetric method
while free fatty acid content analysis was performed by titration of alkalimetry, using
0,1 N KOH solution as pentiter, phenolphthalein as indicator and mixture of n-hexane
and ethanol as solvent. From the observation results obtained water content derived
from PKS code 06 is 4,45 %, PKS code 01 is 4,89%, PKS code 12 is 5,56%, PKS code
16 is 6,58%. Dirt content derived from PKS code 06 is 11,34%, PKS code 01 is 14,44%,
PKS code 12 is 7,29%, PKS code 16 is9,88%. While the free fatty acid content (ALB)
derived from PKS code 06 is 2,98%, PKS code 01 is 3,73%, PKS code 12 is 3,88%, PKS
code 16 is 3,92%. Thus the water content, impurity content, and free fatty acid content in
the palm kernel from each PKS has met the Indonesian National Standard (SNI) in
PTPN IV Medan.
Keywords: Quality Analysis, Water Content, Dirt Content, Free Fatty Acid Content

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan
limpah karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan tugas akhir ini
tepat pada waktunya. Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk meraih
gelar Ahli Madya pada program studi Kimia Diploma III di Fakultas Matematika Dan
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan laporan tugas akhir ini dilakukan berdasarkan pengamatan penulis


selama menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Kantor Pusat PTPN
IV Medan dari tanggal 22 Januari sampai dengan 22 Februari 2018 dengan judul
“PENENTUAN KADAR AIR, KADAR KOTORAN, DAN KADAR ASAM
LEMAK BEBAS (ALB) DARI INTI SAWIT PRODUKSI PTPN IV MEDAN”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan
dan fasilitas yang telah diberikan baik sebelum atau sesudah PKL dilaksanakan, kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang telah membantu banyak bersusah payah dan
berbuat baik demi kemajuan anak-anaknya serta seluruh keluarga yang telah
memberikan dukungan.
2. Bapak Dr. Darwin Yunus, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Dr. Minto Supeno, MS selaku ketua Program Studi D-3 Kimia FMIPA
USU.
4. Pimpinan Staf Kantor Pusat PTPN IV Medan yang telah memberikan untuk
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.
5. Bapak Amran selaku Kepala Laboratorium di Kantor Pusat PTPN IV Medan
6. Seluruh Staf Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan mendidik penulis selama
perkuliahan berlangsung.
7. Sahabat saya Ayu, Febri, Zafira yang selalu memberikan semangat, doa dan
motivasi dari kejauhan saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.
8. Untuk teman-teman satu kelas saya di D-3 Kimia Kelas A 2015 FMIPA USU.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih banyak
kekurangan dan ketidakmampuan. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati
mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan tugas
akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi
penulis serta dari semua pihak yang membaca dalam meningkatkan wawasan
pengetahuan di bidang Ilmu Kimia.

Medan, Mei 2018


Penulis

Nur Kholida Daulay

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI
Halaman

PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR i


ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PENGHARGAAN v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR SINGKATAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Tujuan 2
1.4. Manfaat 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3


2.1. Sejarah Kelapa Sawit 3
2.2. Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit 5
2.3. Pengolahan Kelapa Sawit 8
2.3.1. Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) ke pabrik 8
2.3.2. Perebusan TBS 8
2.3.3. Perontokan dan pelumatan buah 9
2.3.4. Pemerasan atau ekstraksi minyak sawit 9
2.3.5. Pemurnian atau penjernihan minyak sawit 10
2.3.6. Pengeringan dan pemecahan biji 11
2.3.7. Pemisahan inti sawit dari tempurung 11
2.4. Inti Sawit 11
2.4.1. Pengolahan inti kelapa sawit 12
2.4.2. Penimbunan inti sawit 14
2.4.3. Mutu inti sawit 15
2.5. Minyak Kelapa Sawit 15
2.5.1. Minyak inti kelapa sawit 16
2.6. Standar mutu minyak sawit 16
2.6.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit 18
2.7. Lemak Dan Minyak 20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.8. Air 22
2.9. Kadar Kotoran 23

BAB 3 METODE PENELITIAN 25


3.1. Metode Percobaan 25
3.1.1. Alat 25
3.1.2. Bahan 25
3.2. Prosedur Kerja 26
3.2.1. Penentuan kadar air 26
3.2.2. Penentuan kadar kotoran 26
3.2.3. Penentuan kadar asam lemak bebas (ALB) 26

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28


4.1. Hasil 28
4.2. Perhitungan 28
4.2.1. Perhitungan kadar air 28
4.2.2. Perhitungan kadar kotoran 28
4.2.3. Perhitungan kadar asam lemak bebas (ALB) 29
4.3. Pembahasan 29

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 31


5.1. Kesimpulan 31
5.2. Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel

2.1. Standar mutu minyak sawit, inti sawit, dan minyak inti sawit 17
4.1. Data analisis kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB 28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar

2.1 Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol 33


2.2 Asam Karboksilat 33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


Lampiran

1. Norma Penerimaan Mutu Inti Sawit 33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR SINGKATAN

ALB = Asam Lemak Bebas


PTPN = Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara
SNI = Standar Nasional Indonesia
PKS = Pabrik Kelapa Sawit
CPO = Crude Palm Oil
PKO = Palm Kernel Oil
TBS = Tandan Buah Segar
BJ = Berat Jenis
CBC = Cake Breaker Convenyor
LTDS = Light Tenera Dry Separation
kg = Kilogram
gr = Gram
KOH = Kalium Hidroksida
N = Normalitas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman kelapa sawit (Elaeis quineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis golongan
palma yang termasuk tanaman tahunan dan habitat aslinya adalah daerah semak belukar.
Kelapa sawit yang sudah dibudidayakan terdiri dari dua jenis : E. guineensis dan E.
oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dibudidayakan sebagai tanaman
komersial. Sementara E. oleifera belakangan ini mulai dibudidayakan untuk menambah
keanekaragaman sumber daya genetik. Kelapa sawit yang dikenal berdasarkan ketebalan
cangkang ada tiga jenis, yakni Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang
buahnya memiliki cangkang tebal, sehingga dianggap memperpendek umur mesin
pengolah, namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per
tandannya berkisar 18%. Pisifera memiliki buah yang tidak memiliki cangkang, namun
bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah
persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera (Sibuea, 2014).
Minyak yang berasal dari kelapa sawit terdiri dari dua macam, Pertama, minyak
yang berasal dari daging buah (mesocarp) yang dihasilkan melalui perebusan dan
pemerasan (press). Minyak jenis ini dikenal sebagai minyak sawit kasar atau crude palm
oil (CPO). Kedua, minyak yang berasal dari inti sawit, dikenal sebagai minyak inti sawit
atau palm kernel oil (PKO) (Fauzi dkk, 2002).
Adapun mutu minyak sawit sangat dipengaruhi oleh kadar kotoran, dimana jika
kadar kotoran meningkat ini diakibatkan terjadinya kesalahan pada mesin produksi,
yaitu ripple mill, claybath, dan juga kernel silo. Penyimpanan nut yang tidak merata
akan mengakibatkan nut yang belum masak ikut jatuh ke stasiun pengiriman yaitu bulk
silo, sehingga inilah yang mengakibatkan tingginya kadar air (Tim Penulis, 1997)
Air merupakan media untuk berlangsungnya proses biokimia seperti
pembentukan asam lemak bebas, pemecahan protein, dan hidrolisa karbohidrat yang
cukup banyak terkandung dalam inti. Kadar air inti dari pemisahan basah sekitar 15-
25%. Oleh karena itu, inti perlu dikeringkan untuk dapat memperpanjang daya simpan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


agar lebih awet dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, permukaan
inti yang basah merupakan media tumbuh mikroba yang lebih baik seperti jamur yang
menempel pada permukaan. Mikroba tersebut akan menghasilkan enzim yang akan
merusak lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin baik secara hidrolisis atau oksidasi.
Oleh karena itu, perlu segera dilakukan penurunan kadar air. Inti dapat tahan lebih lama
dalam penyimpanan bila kadar air rendah, yakni sekitar 6% sampai 7%. Pengamatan
pada beberapa PKS dengan kadar air inti 7%, kadar inti pecah 15% pada penyimpanan
selama 6 bulan menunjukkan kadar ALB akhir 3-5% (Sibuea, 2014).
Oleh sebab itu untuk mengetahui mutu minyak sawit, hal ini perlu dilakukan
untuk mengetahui apakah kandungan minyak tersebut telah sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Maka dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk memilih judul
“Penentuan Kadar Air, Kadar Kotoran, Dan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Inti
Sawit Produksi PTPN IV Medan”.

1.2. Permasalahan
Apakah kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB yang terdapat pada inti sawit produksi
yang masuk di PTPN IV Medan dari setiap PKS sudah memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI).

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui apakah kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB yang terdapat pada
inti sawit produksi yang berasal dari setiap PKS pada PTPN IV Medan sudah memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.4. Manfaat
Untuk memberikan informasi tentang persentase kadar air, kadar kotoran, dan kadar
ALB yang terdapat pada inti sawit produksi serta perbandingannya dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit


Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda
pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari
Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit
mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha
perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang berkebangsaan
Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang
dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di
Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.
Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh.
Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak
sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara eropa, kemudian tahun 1923
mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami
perkembangan yang cukup pesat.Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika
pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti
dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya
meningkatkan perekonomian negara asing yang berkuasa di Indonesia, termasuk
Belanda.
Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami
kemunduran.Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan
perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga
produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948-
1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.
Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957,
pemerintahan mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer di setiap jenjang manajemen
perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi. Pemerintah juga
membentuk BUMIL (buruh militer) yang merupakan wadah kerjasama antara buruh
perkebunan dengan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi social
politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa
sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok
minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.
Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam
rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan
sebagai sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan
baru untuk perkebunan.Sampai dengan tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 ha
dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu, lahan perkebunan kelapa
sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh
kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat perkebunan
(PIR-bun). Dalam pelaksanaannya, perkebunan besar sebagai inti membina dan
menampung hasil perkebunan rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma. Perkembangan
perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan
yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas
lahan dan produksi kelapa sawit. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit
mencapai lebih dari 1,6 juta ha yang tersebar di berbagai sentra produksi, seperti
Sumatera dan Kalimantan (Fauzi dkk, 2004).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2. Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit
A. Klasifikasi
Divisi : Tracheophyita
Subdivisi : Pteropsida
Kelas : Angiospermeae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Palmales
Famili : Arecaceae
Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : 1. Elaeis guineensis Jacq.
2. E. oleifera
3. E. odora
(Sibuea, 2014)

B. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan
bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun,
sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga
dan buah.

1. Bagian Vegetatif
A. Akar
Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan
respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu
menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga
tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya
runcing, dan berwarna putih atau kekuningan. Tanaman kelapa sawit berakar serabut.
Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar
primer, sekunder, tertier, dan kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier, dan kuarter tumbuh sejajar
dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau
ke tempat yang banyak mengandung zat hara.

B. Batang
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai
cambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk
serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang kelapa sawit tumbuh tegak
lurus ke atas.Batang berbentuk silindris dan berdiameter 20-75 cm, tetapi pada
pangkalnya membesar. Tinggi batang bertambah 25-45 cm/tahun. Pertumbuhan batang
tergantung pada jenis tanaman, kesuburan, dan iklim setempat.

C. Daun
Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip
genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya
mencapai lebih dari 7,5-9 m. Pada pangkal pelepah daun terdapat duri-duri atau bulu-
bulu. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur,
daun cepat membuka sehingga makin efektif melakukan fungsinya sebagia tempat
berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis
berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi akan
meningkat. Produksi daun tergantung iklim setempat. Umur daun mulai terbentuk
sampai tua sekitar 6-7 tahun. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna hijau
tua.

2. Bagian Generatif
A. Bunga
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan
bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu
tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Rangkaian bunga terdiri
dari batang poros dan cabang-cabang beruncing yang disebut spikelet. Jumlah spikelet

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dalam rangkaian dapat mencapai 200 buah. Kadang-kadang pada tanaman kelapa sawit
terbentuk rangkaian bunga yang hermaprodit, terutama pada tanaman yang masih muda.
Hal ini dapat terjadi pada masa transisi antara jantan dan betina. Bunga betina yang
sudah mekar atau dalam keadaan reseptif mengalami beberapa tingkatan perkembangan,
tingkat perkembangan bunga betina dapat dilihat dari perbedaan warnanya. Pada hari
keempat saat warna bunga menjadi merah kehitam-hitaman betina mengeluarkan bau
harum dan lender yang menarik serangga, sehingga penyerbukan dapat terjadi. Selain
oleh serangga, penyerbukan dapat juga dibantu angin. Bunga jantan pun mengalami
tingkat perkembangan mulai dari terbentuknya kelopak bunga sampai siap melakukan
perkawinan. Bunga jantan juga akan mengeluarkan bau yang khas. Hal itu menandakan
bunga jantan sedang aktif dan tepung sari dapat diambil untuk penyerbukan
buatan.Produksi tandan bunga jantan per pokok pada tanaman muda lebih sedikit
dibandingkan dengan produksi bunga betina. Angka perbandingan akan menjadi stabil
sesuai dengan bertambahnya umur tanaman.

B. Buah
Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan
subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5
tahun jika dimulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Buah terbentuk setelah
terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan
sampai buah matang dan siap panen kurang lebih 5-6 bulan. Secara anatomi, buah
kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama adalah perikaprium yang
terdiri dari epikaprium dan mesokaprium, sedangkan yang kedua adalah biji, yang terdiri
daari endokaprium, endosperm, dan lembaga atau embrio. Epikaprium adalah kulit buah
yang keras dan licin, sedangkan mesokaprium yaitu daging buah yang berserabut dan
mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi. Endokaprium merupakan
tempurung berwarna hitam dan keras. Endosperm atau disebut juga kernel merupakan
penghasil minyak inti sawit, sedangkan lembaga atau embrio merupakan bakal tanaman.
Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun. Untuk tanaman yang
semakin tua produktivitasnya akan menurun menjadi 12-14 tandan/tahun. Banyaknya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


buah yang terdapat pada satu tandan tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan,
dan teknik budi dayanya (Fauzi, 2004).

2.3. Pengolahan Kelapa Sawit


Pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak
sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan
kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari TPH ke pabrik
sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil-hasil sampingnya.
Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama pengolahan TBS di pabrik,
yaitu :
 Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah, dan
 Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit

2.3.1. pengangkutan TBS ke pabrik


Tandan buah segar hasil pemanenan harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah lebih
lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka kandungan ALB-nya semakin
meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8 jam setelah panen, TBS harus
segera diolah.
Pemilihan alat angkut yang tepat dapat membantu mengatasi masalah kerusakan
buah selama pengangkutan. Ada beberapa alat angkut yang dapat digunakan untuk
mengangkut TBS dari perkebunan ke pabrik, yaitu lori, traktor gandengan, atau truk.
Sesampai TBS di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan penting
dilakukan sebab akan diperoleh angka-angka yang terutama berkaitan dengan produksi
perkebunan, pembayaran upah para pekerja, penghitungan rendemen minyak sawit, dan
lain-lain. Setelah ditimbang, TBS mengalami proses selanjutnya yaitu perebusan.

2.3.2. perebusan TBS


Buah beserta lorinya kemudian direbus dalam suatu tempat perebusan (sterilizer) atau
dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 1 jam
atau tergantung pada besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya tekanan uap yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dilakukan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 125 C. Perebusan yang lama dapat
menurunkan kadar minyak dan pemucatan kernel. Sebaliknya, perebusan dalam waktu
yang terlalu pendek menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari
tandannya. Tujuan perebusan adalah :
 Merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB
 Mempermudah pelepasan bauh dari tandan dan inti dari cangkang
 Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan
 Untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan
pemisahan minyak.

2.3.3. perontokan dan pelumatan buah


Setelah perebusan lori-lori yang berisi TBS ditarik keluar dan diangkat dengan alat
Hoisting Crane yang digerakkan dengan motor. Hoisting Crane akan membalikan TBS
ke atas mesin perontok buah (thresher). Dari thresher, buah-buah yang telah rontok
dibawa ke mesin pelumat (digester). Untuk lebih memudahkan penghancuran daging
buah dan pelepasan biji, selama proses pelumatan TBS dipanasi (diuapi).
Tandan buah kosong yang sudah tidak mengandung buah diangkut ke tempat
pembakaran dan digunakan sebagai bahan bakar. Selain sebagai bahan bakar, tandan
kosong tersebut dapat juga digunakan sebagai bahan mulsa (penutup tanah).

2.3.4. pemerasan atau ekstraksi minyak sawit


Untuk memisahkan bji sawit dari hasil lumatan TBS, maka perlu dilakukan pengadukan
selama 25-30 menit. Setelah lumatan buah bersih dari biji sawit, langkah selanjutnya
adalah pemerasan atau ekstraksi yang bertujuan untuk mengambil minyak dari masa
adukan. Ada beberapa cara dan alat yang digunakan dalam proses ekstraksi minyak,
yaitu seperti berikut :
a. Ekstraksi dengan sentrifugasi
Alat yang dipakai berupa tabung baja silindris yang berlubang-lubang pada
bagian dindingnya.Buah yang telah lumat, dimasukkan ke dalam tabung, lalu diputar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dengan adanya gaya sentrifusi, maka minyak akan keluar melalui lubang-lubang pada
dinding tabung.

b. ekstraksi dengan cara Srew Press


Prinsip ekstraksi minyak dengan cara ini adalah menekan bahan lumatan dalam
tabung yang berlubang dengan alat ulir yang berputar sehingga minyak akan keluar
lewat lubang-lubang tabung. Besarnya tekanan alat ini dapat diatur secara elektris, dan
tergantung dari volume bahan yang akan dipress. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu
pada tekanan yang terlampau kuat akan menyebabkan banyak biji yang pecah.

c. Ekstraksi dengan bahan pelarut


Cara ini lebih sering dipakai dalam ekstraksi minyak biji-bijian, termasuk
minyak inti sawit. Sedangkan ekstraksi minyak sawit dari daging buah, belum umum
digunakan dengan cara ini karena kurang efisien. Pada dasarnya, ekstraksi dengan cara
ini adalah dengan menambah pelarut tertentu pada lumatan daging buah sehingga
minyak akan terpisah dari partikel yang lain.

d. Ekstraksi dengan tekanan hidrolis


Dalam sebuah peti pemeras, bahan ditekan secara otomatis dengan tekanan
hidrolis.

2.3.5. pemurnian dan penjernihan minyak sawit


Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut
mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar kemudian dialirkan
ke dalam tangki minyak kasar (Crude Oil Tank) dan setelah melalui pemurnian atau
klarifikasi yang bertahap, maka akan dihasilkan minyak sawit mentah ( Crude Palm
Oil,CPO). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan kandungan air di dalam
minyak. Minyak sawit ini dapat ditampung dalam tangki-tangki penampungan dan siap
dipasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit
murni (Processed Palm Oil,PPO) dan hasil olahan lainnya. Sedangkan sisa olahan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


berupa lumpur, masih dapat dimanfaatkan dengan proses daur ulang untuk diambil
minyak sawitnya.

2.3.6. Pengeringan dan pemecahan biji


Biji sawit yang telah dipisah pada proses pengadukan, diolah lebih lanjut untuk diambil
minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan dalam silo, minimal 14 jam
dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50 C. Akibat proses pengeringan ini, inti sawit
akan mengerut sehingga memudahkan pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji-biji
sawit yang sudah kering kemudian dibawa ke alat pemecah biji.

2.3.7. Pemisahan inti sawit dari tempurung


Pemisahan inti dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis (BJ) antara inti
sawit dan tempurung.Alat yang digunakan disebut hydrocyclone separator.Dalam hal
ini, inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung.
Atau dapat juga dengan mengapungkan biji-biji yang telah pecah dalam larutan lempung
yang mempunyai BJ 1,16. Dalam keadaan ini inti sawit akan terpisah dengan
tempurungnya, inti sawit mengapung sedangkan tempurung tenggelam. Prses
selanjutnya adalah pencucian inti sawit dan tempurung sampai bersih.
Untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti sawit harus
segera dikeringkan dengan suhu 80 C. Setelah kering, inti sawit dapat dipak atau diolah
lebih lanjut, yaitu diekstraksi sehingga dihasilkan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil,
PKO). Hasil samping pengolahan minyak inti sawit adalah bungkil inti sawit (Kernel Oil
Cake, KOC) yang dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Sedangkan tempurung dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, sebagai
pengeras jalan, atau dibuat arang dalam industri pabrik bahan aktif (Tim Penulis, 1997).

2.4. Inti Sawit


Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna cokelat.Inti sawit mengandung
lemak, protein, serat, dan air. Pada pemakaiannya lemak yang terkandung di dalamnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(disebut minyak inti sawit) diekstraksi dan sisanya atau bungkilnya yang kaya protein
dipakai sebagai bahan makanan ternak. Kadar minyak dalam inti kering adalah 44-53%.
Minyak inti sawit juga dapat mengalami hidrolisis. Hal ini lebih mudah terjadi
pada inti pecah dan inti berjamur. Faktor yang menentukan pada peningkatan kadar ALB
minyak inti sawit adalah kadar asam permulaan, proses pengeringan yang tidak baik,
kadar air akhir dalam inti sawit kering, dan kadar inti pecah. Inti sawit pecah yang basah
akan menjadi tempat biakan mikroorganisme (jamur). Dalam keadaan normal kadar
ALB minyak inti sawit tidak lebih dari 0,5%, sedangkan pada akhir pengolahannya tidak
lebih dari 1%. Dengan demikian kenaikan kadar ALB selama dan akibat pengolahan
hanya 0,5%. Jadi pembentukan ALB lebih banyak terjadi pada penimbunan, yaitu juka
tempat penimbunannya lembap dan atau kadar air inti sawit terlalu tinggi melebihi kadar
air kesetimbangan terhadap lembap nisbi udara sekitarnya (di daerah tropika sekitar 7-
8%)
Pada suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyaknya akan
berwarna lebih gelap dan lebih sulit dipucatkan. Suhu tertinggi pada pengolahan minyak
sawit adalah pada perebusan, yaitu sekitar 130. Suhu kerja maksimum dibatasi setinggi
itu untuk menghindarkan terlalu banyak inti yang berubah warna. Berondolan dan buah
yang lebih tipis daging buahnya atau lebih tipis cangkangnya adalah lebih peka terhadap
suhu tinggi tersebut (Mangoensoekarjo & Semangun, 2003).

2.4.1. Pengolahan Inti Kelapa Sawit


Pengelolaan inti sawit yang dimaksudkan untuk memperoleh inti sawit yang berasal dari
bji sawit (nut) dengan urutan pengolahan sebagai berikut:
a. CBC (Cake Breaker Convenyor)
Dimana CBC adalah suatu alat yang digunakan untuk membawa dan memecahkan
gumpalan cake dari stasiun press ke depricarper dengan sistem convenyor sehingga
mengurangi kerja blower (Risza, 2001).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Depricarper
Dimana depricarper berfungsi untuk memisahkan dan membersihkan fiber dari serabut-
serabut yang masih melekat pada biji serta membawa fiber menjadi bahan bakar boiler
(Risza, 2001).

c. Nut Polishing Drum


Alat ini berupa drum dengan kerangka berputar dan memiliki plat pada pembawa yang
dipasang miring pada dinding. Biji kelapa sawit yang telah dipisahkan dari ampasnya
masuk ke dalam alat ini. Akibat putaran drum tersebut, biji-biji akan dipoles (dilepaskan
serat-seratnya yang masih tertinggal pada biji) (Risza, 2001).

d. Conveyor Under Polishing Drum


Fungsinya untuk mendorong nut yang telah di polish untuk dihisap oleh nut transport
(Risza, 2001).

e. Nut Transport
Untuk mengangkat nut menuju nut silo dengan sistem hisapan dari blower cyclone
(Risza, 2001).

f. Nut Silo
Tempat penyimpanan sementara nut sebelum diolah pada proses berikutnya (Risza,
2001).

g. Ripple Mill
Digunakan untuk memecahkan biji (nut) dari cangkangnya dengan cara ditekan/menjepit
biji dengan rotor pada dinding bergerigi dan menyebabkan pecahnya biji (Risza, 2001).

h. Light Tenera Dry Separation (LTDS I)


Fungsinya yaitu, memisahkan cangkang, inti utuh, dan inti pecah dari ripple mill,
membawa cangkang untuk bahan bakar boiler (Risza, 2001).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


i. Light Tenera Dry Separation (LTDS II)
Fungsinya, yaitu:
a. Memisahkan cangkang, inti utuh, inti pecah yang berasal dari light tenera dry
separation I, dimana inti dialirkan menuju kernel silo, sedangkan inti pecah dan
cangkang berukuran besar menuju claybath.
b. Membawa cangkang yang berukuran lebih kecil menuju shell hopper untuk bahan
bakar boiler (Risza, 2001).

j. Claybath
Untuk memisahkan cangkang dan inti sawit pecah yang besar dan beratnya sama.
Dimana untuk yang berat jenisnya lebih kecil dari berat jenis larutan akan terapung
diatas dan yang berat jenisnya lebih besar dari larutan akan tenggelam (Risza, 2001).

k. Kernel Silo
Fungsinya yaitu, untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam inti produksi
sehingga kelembapan menjadi 7% (Risza, 2001).

l. Bulk Silo
Tempat penyimpanan inti produksi sebelum dikirim keluar untuk dijual dengan
kapasitas 400 ton (Risza, 2001).

2.4.2. Penimbunan Inti Sawit


Inti sawit dapat disimpan dalam karung goni yang berisi 50 atau 80 kg atau disimpan
secara curah dalam bin atau silo. Di sini juga dapat terjadi perusakan mutu selama
penimbunan, yaitu peningkatan kadar ALB, perkembangan jamur dan kutu-kutu.
Persyaratan penimbunan yang baik adalah:
1. Kadar air inti 7% (kadar air setimbang dengan kelembaban udara luar)
2. Kadar inti pecah diusahakan sedikit mungkin
3. Memakai goni bersih dan kuat (menghindarkan kutu pada goni bekas beras)
4. Ventilasi gudang harus baik dan udara kering

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Tinggi lapisan goni berisi inti tidak lebih dari 4 lapis
6. Penimbunan tidak langsung diatas lantai semen (memakai lantai papan yang kosong)
(Mangoensoekarjo, 2003).

2.4.3. Mutu Inti Sawit


Contoh yang diperiksa adalah inti produksi pada waktu penggonian. Contoh diambil dari
setiap goni pada waktu sedang mengisi goni yang kemudian dikumpulkan menjadi
contoh harian setiap dinas gilir. Data yang diperlukan adalah % air, % kotoran, % inti
pecah, % kadar minyak, dan % ALB.
Kadar kotoran dalam inti sawit sedikit banyaknya ada hubungannya dengan
kehilangan inti dalam cangkang. Kehilangan inti yang tinggi disertai dengan kotoran inti
yang rendah, namun bisa juga keduanya sama-sama tinggi. Dalam hal ini demikian perlu
memeriksa pemeraman biji, putaran pemecah dan lain-lain.
Pengujian ALB pada waktu pengiriman juga perlu untuk memeriksa apakah
sterilisasi inti berlangsung baik atau tidak (Tim Penulis, 1997).

2.5. Minyak Kelapa Sawit


Buah sawit berukuran kecil antara 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir
terdiri dari 10-18 butir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Beberapa bulir
bersatu membentuk tandan.Buah sawit yang dipanen dalam bentuk tandan disebut
dengan tandan buah sawit. Tanaman kelapa sawit sudah mulai menghasilkan pada umur
24-30 bulan. Buah yang pertama keluar masih dinyatakan dengan buah pasir artinya
belumdapat diolah dalam pabrik karena masih mengandung minyak yang rendah.
Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang
terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada kernel.
Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat fisika-kimia.
Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah
penyerbukan. Dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak sudah
jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak, maka yang terjadi adalah
pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang
mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah
terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Minyak
yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantong-
kantong minyak. Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang oleh sinar
matahari tanaman tersebut membentuk senyawa kimia pelindung yaitu karoten
(Naibaho, M.P. 1996).

2.5.1. Minyak Inti Kelapa Sawit


Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti
kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit
(palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang
telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang
telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter kurang lebih 8 mm.
selain itu bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak.
Minyak inti sawit yang baik, berkadar asam lemak bebas yang rendah dan
berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan.Bungkil inti sawit diinginkan berwarna
relatif terang dan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak berubah (Ketaren, S.
2005).

2.6. Standar Mutu Minyak Sawit


Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi
dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan
tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama
dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur angka
penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua yaitu mutu minyak sawit
dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur
berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi: kadar asam lemak
bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan pemucatan
(Tim Penulis, 1997).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kebutuhan minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industry pangan
dan non pangan masing-masing berbeda. Rendahnya mutu minyak sawit sangat
ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon
induknya, penanganan pasca panen, atau kesalahan selama proses pengangkutan. Selain
itu, ada beberapa faktor yang secara langsung berkaitan dengan standar mutu minyak
seperti tabel di bawah ini :

Tabel 2.1. Standar mutu minyak sawit, inti sawit, dan minyak inti sawit
Karakteristik Minyak Sawit Inti Sawit Minyak Inti Keterangan
Sawit
Asam Lemak 5% 3,5% 3,5% Maksimal
Bebas
Kadar Kotoran 0,5% 0,02% 0,02% Maksimal

Kadar zat 0,5% 7,5% 0,2% Maksimal


menguap
Bilangan peroksida 6 meq - 2,2 meq Maksimal
Bilangan iodine 44-58 mg/gr - 10,5-18,5 Maksimal
mg/gr
Kadar logam (Fe, 10 ppm - - -
Cu)
Lovinbond 3-4 R - - -
Kadar minyak - 47% - Maksimal
Kontaminasi - 6% - Maksimal
Kadar pecah - 15% - Maksimal
Kadar air 0,1% 7% - Maksimal
Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industry pangan dan
nonpangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran,
maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan (Fauzi, 2004).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit
Rendahnya mutu minyak sawit sanga ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-
faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya penanganan pascapanen, atau
kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutannya. Berikut ini akan dikemukakan
beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan mutu minyak sawit dan
sekaligus cara pencegahannya,serta standar mutu minyak sawit yang dikehendaki pasar.
a. Asam Lemak Bebas (free fatty acid)
asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit
sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak
turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas
dalam minyak sawit.
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan
diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada
minyak.Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan
dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim).
Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif
tinggi dalam minyak sawit antara lain :
− pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu,
− keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah,
− penumpukan buah yang terlalu lama, dan
− proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik.

b. Kadar zat menguap dan kotoran


pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian
proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi. Dengan
proses di atas, kotoran-kotoran yang berukuran besar memang bisa disaring. Akan tetapi,
kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya melayang-
layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tatpi hal itu belum menjamin
mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang
kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern.

c. Kadar Logam
bebarapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain
besi, tembaga, dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari alat-alat
pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus dilakukan untuk
menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat-alat dan pipa adalah
mengusahakan alat-alat dari stainless-steel.
Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam tersebut akan
turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-logam itu dapat menjadi katalisator yang
menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat
perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan
ketengikan.

d. Angka oksidasi
proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan
mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini
jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi menurun.
Dari angka ini dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi
berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak sawit untuk menghasilkan
barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. Angka oksidasi
dihitung berdasarkan angka peroksida. Sebagai standar umum dipakai angka 10 meq
(milligram equivalent), tetapi ada yang memakai standar lebih ketat lagi yaitu 6 meq. Di
atas angka tersebut mutu barang jadi yang dihasilkan dapat dipastikan kurang baik.

e. Pemucatan
minyak sawit mempunyai warna kuning oranye sehingga jika digunakan sebagai
bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan. Pemucatan ini dimaksudkan untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mendapatkan warna minyak sawit yang lebih memikat dan sesuai dengan kebutuhannya.
Keintesifan pemucatan minyak saiwt sangat ditentukan oleh kualitas minyak sawit yang
bersangkutan. Semakin jelek mutunya, maka biaya pemucatan juga semakin besar.
Dengan demikian, minyak sawit yang bermutu baik akan mengurani biaya pemucatan
pada pabrik konsumen.
Berdasarkan standar mutu minyak sawit untuk pemucatan dengan alat lovibond
dapat diketahui dosis bahan-bahan pemucatan yang dibutuhkan, biaya, serta rendemen
hasil akhir yang akan diperoleh. Untuk standar mutu didasarkan pada warna merah 3,5
dan warna kuning 35 (Tim penulis, 1997).

2.7. Minyak dan Lemak


Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi
hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik
lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair.
Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan
bertambahnya jumlah atom karbon. Banyaknya ikatan rangkap atom karbon juga
berpengaruh. Dimana semakin banyak ikatan rangkap atom karbon maka lemak akan
semakin cair didalam suhu kamar. Trigliserida yang kaya akan lemak tak jenuh, seperti
asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud cair sedangkan trigliserida yang kaya akan
lemak jenuh seperti asam stearate dan palmitat, biasanya adalah berwujud padat. Semua
jenis lemak tersusun oleh asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol. Trigliserida alami
ialah trimester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun
utama lemak hewani dan nabati. Trigliserida termasuk lipid sederhana dan juga
merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia (Tambun, 2006).
Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol
merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida termasuk lipid
sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia. Berikut
ini adalah persamaan umum pembentukan trigliserida :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


O O

HO – C – R1 CH2OH CH2 – O – C – R1
O O

HO – C – R2 + CHOH CH – O – C – R2 + 3 H2O
O O

HO – C – R3 CH2OH CH2 – O – C – R3
3 Molekul Gliserol Trigliserida Air
Asam Lemak (triester dari gliserol)
Gambar 2.1 Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol
(Tambun, 2006).
Asam lemak adalah asam organik yang mempunyai struktur sebagai berikut:
O

R – C – OH
Gambar 2.2 Asam Karboksilat
Dimana R adalah rantai karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh yang terdiri atas 4
sampai 24 buah atom karbon. Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang tidak
mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap disebut rantai
karbon tidak jenuh. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah atom karbon genap.
Makin panjang rantai karbon, makin tinggi titik lebur dari asam lemak. Apabila
dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur
lebih rendah. Asam lemak adalah asam lemah. Apabila dapat larut dalam air kelarutan
asam lemak dalam air berkurang dengan bertambah panjangnya rantai karbon
(Poedjiadi, 1994).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.8. Air
Air merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan asam lemak
bebas. Pemecahan protein dan hidrolisa karbohidrat yang cukup banyak terdapat dalam
inti sawit yang dihasilkan dengan pemisahan secara basah. Kandungan air dalam inti
berkisar 15-25% tergantung dari proses pengolahan (Naibaho, 1996).
Air dalam minyak hanya terdapat dalam jumlah kecil. Hal ini dapat terjadi
karena proses alami sewaktu pembuahan dan akibat perlakuan di pabrik serta
penimbunan. Adapun prinsip dari penentuan kadar air yaitu air yang terdapat dalam
minyak dapat ditentukan dengan cara penguapan dalam alat pengeringan (Naibaho,
1996).
Pemisahan air (bahan yang mudah menguap) dari minyak dipengaruhi oleh:
1) Suhu minyak, pemisahan air atau bahan mudah menguap semakin efektif bila suhu
semakin tinggi (Naibaho, 1996).
2) Kehampaan udara, bahan lebih menguap apabila dalam keadaan hampa udara,
kehampaan udara tergantung dari fluktuasi debit minyak masuk (Naibaho, 1996).
3) Interaksi suhu minyak dan kehampaan, hal ini berinteraksi penting terhadap
pengurangan kadar air atau bahan yang mudah menguap (Naibaho, 1996).
4) Pengaturan kapasitas alat, semakin tinggi kapasitas alat yang sama maka penguapan
air semakin lambat dan akan menghasilkan minyak yang bermutu jelek (Naibaho, 1996).
Kadar air inti sawit yang diinginkan dalam penyimpanan adalah 6-7% karena
pada kadarair tersebut mikroba sudah mengalami kesulitan untuk hidup dalam kondisi
ruang penyimpanan pada kelembaban 70%. Umumnya pada inti yang sudah kering tidak
lagi ditemukan plant enzim, akan tetapi dijumpai enzim yang berasal dari mikroba yang
terkontaminasi selama penanganan dan penyimpanan.
Permukaan inti sawit yang basah merupakan media tumbuh mikroba yang lebih
baik, sehingga spora atau mycelium yang menempel pada permukaan tersebut akan lebih
cepat tumbuh. Mikroba tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat merusak lemak,
protein, karbohidrat, dan vitamin. Oleh sebab itu dalam pengawetan inti pertama-tama
ditujukan untuk menurunkan air permukaan (Naibaho, 1996).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.9. Kadar Kotoran
Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju, selalu menginginkan minyak
sawit yang benar-benar bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab minyak
sawit tidak hanya digunakan untuk bahan baku dalam industri non pangan saja, tetapi
banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula, tidak semua pabrik minyak
kelapa sawit mempunyai teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan
dengan proses penyaringan minyak sawit. Pada umumnya penyaringan hasil minyak
sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih
dimurnikan dengan sentrifugasi ( Tim Penulis, 1997).
Dengan proses diatas, kotoran-kotoran yang berukuran besar memang disaring.
Akan tetapi kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya
bisa melayang-layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak
sawit. Padahal, alat sentrifugasi tersebut dapat berfungsi dengan prinsip kerja yang
berdasarkan berat jenis. Walaupun bahan baku minyak sawit selalu dibersihkan, sebelum
digunakan pada industri-indutri yang bersangkutan, namun banyak beranggapan dan
menuntut bahwa kebersihan serta kemurnian minyak sawit merupakan tanggung jawab
sepenuhnya pihak produsen ( Tim Penulis, 1997).
Peningkatan kadar kotoran pada inti sawit produksi pada umumnya disebabkan
oleh kesalahan pada mesin produksi. Biji sawit yang telah dipisah pada proses
pengadukan, diolah lebih lanjut untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji
sawit dikeringkan dalam kernel silo, minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada
suhu 50 . Akibat proses pengeringan ini, inti sawit akan mengerut sehingga
memudahkan pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji sawit yang sudah kering
kemudian dibawa ke alat pemecah biji (Fauzi, 2004).
Pemisahan inti sawit dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis antara
inti sawit dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis antara inti sawit dan
tempurungnya. Alat yang digunakan adalah hydrocyclone separator. Inti dan tempurung
dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung atau dapat juga dengan
mengapungkan biji-biji yang pecah dalam larutan lempung yang mempunyai berat jenis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1,16. Dalam keadaan tersebut inti sawit akan mengapung dan tempurungnya tenggelam
(Fauzi, 2004).

Oleh karena itu meskipun kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit kecil,
tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus
dijaga dengan cara memperhatikan kadar kotoran dan zat menguap. Hal ini perlu
perhatian khusus pada mesin produksi ( Tim Penulis, 1997).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Metode Percobaan


3.1.1. Alat
a. Neraca analitik Sortarius
b. wadah
c. Soklet Scot Duran
d. Oven Memmert
e. Cawan
f. Spatula
g. Mesin Penggiling inti
h. Erlenmeyer Pyrex 250 ml
i. Digital buret Metter Toledo 50 ml
j. Timbel
k. Desikator
l. Hot plate Besttech
m. Kapas
n. Labu alas Favorit 250 ml
o. Gelas ukur Pyrex 50 ml

3.1.2. Bahan
a. n-Heksan
b. Inti sawit
c. Alkohol 96%
d. Indikator Phenolpthalein
e. Larutan KOH 0,1 N

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2. Prosedur Kerja
3.2.1. Penentuan Kadar Air pada Inti Sawit
a. Dihaluskan sampel sebanyak 100 g dengan menggunakan mesin penggiling.
b. Ditimbang cawan kosong, kemudian dicatat beratnya.
c. Ditimbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak 10 g kedalam cawan.
d. Dimasukkan kedalam oven pada suhu 103 selama 3 jam
e. Didinginkan
f. Ditimbang
g. Dihitung kadar airnya

3.2.2. Penentuan Kadar Kotoran pada Inti Sawit


a. Ditimbang sampel sebanyak 1 kg
b. Disebarkan sampel pada wadah yang datar
c. Dipisahkan antara biji utuh, biji pecah, inti utuh, inti pecah, dan cangkang lepas
kemudian masing-masing ditimbang.
d. Dihitung % masing-masing sampel dan kadar kotorannya.

3.2.3. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas dari Inti Sawit


a. Dihaluskan sampel sebanyak 100 g dengan mesin penggiling.
b. Ditimbang timbel kosong, kemudian dicatat beratnya.
c. Ditimbang sampel sebanyak 10 g kedalam timbel.
d. Dimasukkan kedalam alat soklet.
e. Ditimbang labu alas kosong, kemudian dicatat beratnya.
f. Ditambahkan n-Heksan ke dalam labu alas.
g. Disokletasi (sampai larutan didalam soklet jernih dan kandungan minyak dalam
sampel larut).
h. Dimasukkan kedalam oven pada suhu 103 selama 3 jam (sampai semua sisa
pelarut n-Heksan habis menguap).
i. Didinginkan.
k. Ditimbang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


l. Ditambahkan larutan n-Heksan sebanyak 15 ml dan alkohol sebanyak 50 ml.
m. Dipanaskan.
n. Ditambahkan 3 tetes indikator phenolftalein (pp).
o. Dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai terbentuk larutan merah muda.
p. Dicatat volume KOH yang terpakai.
q. Dihitung kadar asam lemak bebasnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Dari hasil analisis yang dilakukan di Laboratorium Kantor Pusat PTPN IV Medan
diperoleh data dan hasil analisis kadar air, kadar kotoran, dan kadar asam lemak bebas
(ALB) dari inti sawit seperti ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.1. Data Analisis Kadar Air, Kadar Kotoran, dan Kadar ALB
Tanggal Kode Kadar air Kadar Kadar
Pengiriman (%) Kotoran ALB (%)
(%)
23-02-2018 06 4,45 5,73 1,90
24-02-2018 01 4,89 5,85 2,00
25-02-2018 12 5,56 5,91 1,95
26-02-2018 16 6,58 5,89 1,86

4.2. Perhitungan
4.2.1 Penentuan Kadar Air
( ) ( )
% Air =

= 4,45%
Dilakukan perhitungan yang sama untuk kadar air yang lain.

4.2.2. Penentuan Kadar Kotoran

% Biji utuh =

= 0,48 %

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


% Biji Pecah =

= 4,62 %

% Cangkang =

= 0,63 %

% Kadar Kotoran = % Biji utuh + % Biji pecah + % Cangkang


= 0,48 % + 4,62 % + 0,63 %
= 5,73 %
Dilakukan perhitungan yang sama untuk kadar kotoran yang lain.

4.2.3. Penentuan Kadar ALB


( )
% ALB =

= 1,90 %
Dilakukan perhitungan yang sama untuk kadar ALB yang lain.

4.3. Pembahasan
Berdasarkan penentuan mutu inti sawit dengan analisis kadar air, kadar kotoran, dan
kadar ALB, PTPN IV Medan menggunakan metode gravimetri untuk analisis kadar air
dan kadar kotoran serta metode titrasi alkalimetri untuk analisis kadar ALB. Dari hasil
percobaan yang dilakukan, maka kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terkandung dalam inti sawit dari PKS PTPN IV masih memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI).
Tingginya asam lemak bebas mengakibatkan rendemen minyak turun. Beberapa
faktor yang menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak
sawit yaitu :
a. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
b. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengakutan buah
c. Penumpukan buah terlalu lama dan
d. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik
Menurut PTPN IV Medan, yang menyebabkan kadar air tinggi yaitu waktu
pengeringan kurang dari 12 jam dan yang menyebabkan kadar kotoran tinggi yaitu
komposisi biji banyak biji Dura, sehingga menyulitkan pemisahan di LTDS.
Standar Nasional Indonesia (SNI) pada mutu inti sawit produksi PTPN IV
Medan untuk kadar air maksimal 7%, kadar kotoran maksimal 6%, dan kadar ALB
maksimal 2%. Setelah dilakukan analisis mutu di PTPN IV Medan diperoleh kadar air,
kadar kotoran, dan kadar ALB yang terkandung di dalam inti sawit yang dikirim dari
PKS PTPN IV Medan telah memenuhi standar mutu inti sawit yang ditetapkan oleh
Standar Nasional Indonesia (SNI).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis yang dilakukan dari penentuan kadar air, kadar kotoran, dan
kadar ALB dalam inti sawit produksi PTPN IV tersebut masih memenuhi standar
Nasional Indonesia (SNI).

5.2. Saran
Sebaiknya analisis kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB dilakukan setiap hari untuk
mempertahankan mutu inti sawit produksi sehingga tetap bermutu baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Y., Yustina, E.W., Iman, S., dan Rudi, H. 2004.Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.

Mangoensoekarjo, S. Semangun, H. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Naibaho, P. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa

Sawit.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Risza, S. 2001. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta: Penerbit

Kansius.

Tambun, R. 2006. Teknologi Oleokimia. Medan: USU-Press.

Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai