Anda di halaman 1dari 48

PENENTUAN KADAR MINYAK MENTAH (CPO) YANG

TERBAWA DALAM AIR LIMBAH PADA PROSES PEMURNIAN


MINYAK DI SLUDGE SEPARATOR DI PKS PT MULTIMAS
NABATI ASAHAN - KUALA TANJUNG

TUGAS AKHIR

RIKI PRATAMA SIREGAR


082409001

PROGRAM STUDI D3 KIMIA


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
PENENTUAN KADAR MINYAK MENTAH (CPO) YANG TERBAWA DALAM AIR
LIMBAH PADA PROSES PEMURNIAN MINYAK DI SLUDGE SEPARATOR DI
PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN – KUALA TANJUNG

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

RIKI PRATAMA SIREGAR


082409001

PROGRAM STUDI D3 KIMIA


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KADAR MINYAK MENTAH (CPO)


YANG TERBAWA DALAM AIR LIMBAH PADA
PROSES PEMURNIAN MINYAK DI SLUDGE
SEPARATOR DI PKS PT. MULTIMAS NABATI
ASAHAN - KUALA TANJUNG
Kategori : TUGAS AKHIR
Nama : RIKI PRATAMA SIREGAR
Nomor Induk Mahasiswa : 082409001
Program Studi : D3 KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas :MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di
Medan, Juni 201

Disetujui oleh :
Program Studi D3 Kimia
Ketua, Dosen Pembimbing

Dra.Emma Zaidar Nst,M.Si Dr.RumondangBulan Nst,MS


NIP : 195512181987012001 NIP:195408301985032001

Departemen Kimia FMIPA USU


Ketua,

Dr.Rumondang Bulan Nst, MS


NIP: 195408301985032001
PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR MINYAK MENTAH (CPO) YANG TERBAWA OLEH AIR LIMBAH
PADA PROSES PEMURNIAN MINYAK DI SLUDGE SEPARATOR DI PKS PT.
MULTIMAS NABATI ASAHAN - KUALA TANJUNG

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan
dari ringkasan yang masing- masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2011

RIKI PRATAMA SIREGAR

082409001
PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan Berkat, Rahmad, dan Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini mulai dari awal penyusunan sampai selesai. Karya ilmiah ini merupakan
salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli madya pada program diploma 3 kimia Industri
di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan karya ilmiah ini dari awal sampai selesai, Penulis banyak
mendapat dorongan, bantuan, motivasi, dan petunjuk dari berbagai pihak. Maka pada
kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati Penulis menyeampaikan penghargaan dan
rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Kedua Orang tua dan keluarga yang penulis sayangi, yang telah memberikan
dorongan baik secara mental maupun material dalam penyelesaian karya ilmiah
ini.
2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS, selaku dosen pembimbing dan Ketua Departemen
kimia FMIPA yang telah dengan sabar dan teliti dalam membimbing penulis.
3. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si, selaku Ketua program studi Diploma 3 Kimia
FMIPA USU
4. Bapak Prof.Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil yang telah memberi banyak saran
5. Bapak Asman selaku pembimbing lapangan untuk kegiatan praktek kerja
lapangan
6. Bapak pimpinan serta seluruh karyawan dan karyawati PT. MULTIMAS
NABATI ASAHAN Kuala Tanjung
7. Bapak dan Ibu dosen pengajar di Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama Penulis mengikuti perkuliahan.
8. Seluruh rekan – rekan mahasiswa KIN 08 yang turut membantu Penulis dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini, serta pihak yang terlibat yang tidak dapat Penulis
sebutkan satu per satu.

Penulis menyadarai sepenuhnya, bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan
karena keterbatan Penulis baik dari segi kemampuan maupun ilmu pengetahuan. Tetapi,
penulis telah berusaha sebaik-baiknya untuk kesempurnaan dan kelengkapan karya
ilmiah. Penuis berharap karya ilmiah ini dapat berguna bagi penulis dan semua pihak
yang membaca pada khususnya dan lingkungan Universitas Sumatera Utara pada
umumnya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas segala kritik dan saran yang
bertujuan untuk membangun dalam penulisan karya ilmiah ini.
ABSTRAK

Pada proses pengolahan kelapa sawit akan diperoleh minyak sawit kasar dan sludge.
Sludge akan diproses untuk dikutip kembali minyak yang tersisa didalamnya, dengan
menggunakan prinsip sentrifugasi. Salah satu faktor yang paling penting yang harus
diperhatikan dalam proses ini adalah kebersihan pada alat pengolahan sludge yang akan
berpengaruh terhadap kadar minyak yang hilang serta mutu minyak yang dihasilkan. Dari
hasil analisa yang dilakukan pada proses pengolahan sludge pada air limbah oleh sludge
separator diperoleh persentase kadar lossis minyak sebesar 1,1 % dengan pemakaian
suhu pada alat pengolah diatas suhu 95oC.
THE DETERMINE PERCENTAGE OF CRUDE PALM OIL (CPO) THAT
CARRIED OUT BY WASTE LIQUID AT OIL CLARIFICATION PROCESS IN
PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN - KUALA TANJUNG

ABSTRACT

In Manufacturing Palm, Crude Palm Oil (CPO) and sludge will be obtained. Slugde will
be reprocessed to take up the oil residu inside it by using centrifuge. One of the most
important factor be attentive in this process is cleaning in sludge processing tools that
which influence to the losses and the quality produce of oil. By analyzing that I do of
sludge processing produce in waste liquid by Sludge Separator, we obtained the oil
losses’s percentage is about 1,1 % by the optimal usage of temperature in processing tools
up in 95oC.
DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
PENGHARGAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 3
1.3. Tujuan 3
1.4. Manfaat 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4


2.1. Minyak Sawit 4
2.2. Lemak dan Minyak 6
2.3. Asam lemak 7
2.4. Pengolahan Kelapa Sawit 8
2.4.1. Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) 9
2.4.2. Perebusan Tandan Buah Segar (TBS) 9
2.4.3. Pemimpilan Buah 11
2.4.4. Pencacahan (Digesting) 12
2.4.5. Pengempaan (Pressing) 12
2.4.6. Pemurnian Minyak (Clarifier) 13
2.4.7. Pemisahan Biji dan Kernel 20

BAB 3. BAHAN DAN METODE 24


3.1. Bahan 24
3.2. Alat 24
3.3. Prosedur Percobaan 25

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27


4.1. Hasil 27
4.2. Perhitungan 28
4.2.1.Kadar Minyak yangTerbawa Oleh air Limbah 28
4.2.2. Persen (%) Kehilangan Minyak 29
4.3. Pembahasan 29

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 31


5.1. Kesimpulan 31
5.2. Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak sawit dan 5


Minyak Inti sawit

Tabel 2.2. Perbandingan sifat antara Minyak Kelapa Sawit Sebelum 19


dan Sesudah Pemurnian

Tabel 4.1. Data hasil analisa kadar minyak yang hilang bersama 27

Air limbah
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Reaksi Hidrolisa Minyak Secara Umum 22


ABSTRAK

Pada proses pengolahan kelapa sawit akan diperoleh minyak sawit kasar dan sludge.
Sludge akan diproses untuk dikutip kembali minyak yang tersisa didalamnya, dengan
menggunakan prinsip sentrifugasi. Salah satu faktor yang paling penting yang harus
diperhatikan dalam proses ini adalah kebersihan pada alat pengolahan sludge yang akan
berpengaruh terhadap kadar minyak yang hilang serta mutu minyak yang dihasilkan. Dari
hasil analisa yang dilakukan pada proses pengolahan sludge pada air limbah oleh sludge
separator diperoleh persentase kadar lossis minyak sebesar 1,1 % dengan pemakaian
suhu pada alat pengolah diatas suhu 95oC.
THE DETERMINE PERCENTAGE OF CRUDE PALM OIL (CPO) THAT
CARRIED OUT BY WASTE LIQUID AT OIL CLARIFICATION PROCESS IN
PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN - KUALA TANJUNG

ABSTRACT

In Manufacturing Palm, Crude Palm Oil (CPO) and sludge will be obtained. Slugde will
be reprocessed to take up the oil residu inside it by using centrifuge. One of the most
important factor be attentive in this process is cleaning in sludge processing tools that
which influence to the losses and the quality produce of oil. By analyzing that I do of
sludge processing produce in waste liquid by Sludge Separator, we obtained the oil
losses’s percentage is about 1,1 % by the optimal usage of temperature in processing tools
up in 95oC.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di pabrik pada dasarnya bertujuan

untuk memperoleh minyak kelapa sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut

berlangsung cukup panjang, mulai dari pengangkutan TBS, pensotiran buah, perebusan,

pencacahan, pegempaan, pemurnian sampai dihasilkan minyak kelapa sawit mentah

(CPO), selain itu juga harus memerlukan kontrol yang cermat agar minyak yang

dihasilkan sesuai dengan standart mutu.

Standart mutu adalah merupakan hal yang paling penting dalam menentukan

minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standart mutu minyak

yaitu: Kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas (ALB),

dan bilangan peroksida.

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1% dan

kadar kotoran sekitar 0,01% dan kandungan asam lemak bebas yang serendah mungkin

sebesar ±2%, selain itu juga mempunyai bilangan peroksida dibawah 2.

Tandan buah segar yang telah mengalami proses pemerasan atau pengepresan

akan menghasilkan minyak sawit, dimana minyak sawitnya masih berupa minyak sawit

kasar karena mengandung kotoran berupa partikel – partikel dari tempurung dan serabut,

serta 40 – 45 % air (Sunarko , 2009).


Pada stasiun pemurnian minyak merupakan stasiun yang utama /pokok di dalam

memperoleh minyak dengan mutu yang baik, karena pada stasiun inilah pemisahan

minyak dari sludge. Proses pemurnian minyak kelapa sawit di dalam sludge separator

harus lebih diperhatikan. Karena apabila peralatan dari pemurnian minyak baik itu dari oil

purifier maupun sludge separator rusak, maka mutu minyak yang dihasilkan tidak sesuai

dengan mutu standart mutu perusahaan yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan

(Basyar, 1999) .

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pemurnian minyak di sludge separator

adalah suhu sludge yang masuk dijaga 95 – 115oC, penambahan air panas (95 – 100oC)

dengan besarnya aliran 10m3 pada gelas duga atau berpedoman pada pelampung dan

putaran bowl sebesar 5400 rpm, pencucian bowl dilakukan setiap 4 jam sekali agar

kotoran tidak melekat pada dinding bowl dan nozzle,pemeriksaan dan pembersihan

dilakukan setiap hari.

Berdasarkan hal ini, maka dilakukan kajian tentang “Penentuan Kadar Minyak

Mentah (CPO) yang terbawa oleh air limbah pada proses pemurnian minyak di Sludge

Separator di PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN KUALA TANJUNG”.


1.2. Permasalahan

1. Berapakah kadar minyak yang hilang atau yang terbawa dalam air limbah pada proses

pemurnian minyak di sludge separator.

2. Faktor – faktor apa saja kah yang dapat mempengaruhi dan menyebabkan kehilangan

minyak pada sludge separator.

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui persentase kadar minyak yang terbawa oleh air limbah pada

pemurnian minyak di sludge separator dan faktor faktor yang mempengaruhi terbawanya

minyak ke dalam air limbah tersebut yang menjadi penentu untung dan rugi pada

perusahaan.

1.4. Manfaat

Untuk mengetahui jumlah minyak mentah (CPO) yang terbawa bersama kotoran di dalam

air limbah yang menentukan mutu minyak yang baik dan menekan kehilangan minyak

(losses) yang sekecil mungkin pada proses pemurnian kembali di sludge separator serta

untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi besar kecilnya kadar minyak yang

terkandung di dalam air limbah.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Sawit

Minyak sawit tersusun dari unsur – unsur Carbon (C), Hidrohen (H), dan Oksigen

(O). Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang

seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat

(1%), asam palmitat (45%), asam stearat (4,5%). Sedangkan fraksi cair tersusun aatas

asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%).

Perbedaan jenis asam lemak penyusunnya dan jumlah rantai asam lemak yang

membentuk trigliserida dalam minyak sawit dan minyak inti sawit menyebabkan kedua

jenis minyak tersebut mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit

dalam suhu kamar bersifat setengah padat sedangkan pada suhu yang sama minyak inti

berbentuk cair.

Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa

gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bangun rantai asam lemaknya, minyak kelapa

sawit termasuk dalam golongan minyak oleat-linoleat. Minyak sawit berwarna merah

jingga karena kandungan karotenoid (terutama β-karoten), berwujud setengah padat pada

suhu kamar dan dalam keadaan segar dan kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan

rasanya enak.
Berikut ini adalah komposisi asam lemak dalam minyak sawit dan minyak inti

sawit ditunjukkan pada tabel 2.1

Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

Jenis Asam Lemak Minyak Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%)

Oktanoat - 2–4

Dekanoat - 3–7

Laurat 1 41 – 55

Miristat 1-2 14 – 19

Palmitat 32 - 47 6 – 10

Stearat 4 - 10 1–4

Oleat 38 - 50 10 – 20

Linoleat 5 - 14 1–5

Linolenat 1 1–5

Sumber : (Penebar Swadaya)

Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa minggu

sebelum matang. Oleh karena itu, penentuan saat panen sangat menentukan kandungan

minyak yang terbentuk. Kandungan minyak tertinggi dalam buah adalah pada saat buah

akan membrondol (lepas dari tandannya). Karena itu, kematangan tandan biasanya
ditandai dengan jumlah buah yang membrondol. Seminggu sebelum matang, yaitu 19

minggu setelah penyerbukan, minyak yang terbentuk baru 6 – 7 %. Pada hari – hari

menjelang pematangannya, pembentukan minyak berlangsung dengan cepat sehingga

mencapai maksimalnya yaitu 50 % berat terhadap daging buah segar pada minggu ke -20

setelah penyerbukan.

Kebalikan dari pembentukan lemak adalah penguraian atau hidrolisis lemak

menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Proses hidrolisis dikatalis oleh enzim lipase yang

juga terdapat pada buah, tetapi berada diluar sel yang mengandung minyak. Jika dinding

sel pecah atau rusak karena proses pembusukan atau karena perlakuan mekanik, tergores

atau memar karena benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi

hidrolisis akan segera berlangsung dengan cepat.

Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme (jamur atau bacteria

tertentu) juga dapat terjadi bila suasananya sesuai, yaitu pada suhu rendah dibawah 50oC,

dan dalam keadaan lembab dan kotor. Oleh karena itu minyak sawit harus segera

dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai dengan suhu diatas 90OC seperti

pada pemisahannya dan pemurniannya akan menghancurkan semua mikroorganisme dan

mengaktifkan enzimnya. Pada kadar air kurang dari 0,8 % mikrooganisme juga tidak

dapat berkembang. Jika lebih tinggi, sebaiknya minyak ditimbun dalam keadaan panas

sekitar 50 – 60OC (Mangoensoekarjo , 2003).

2.2. Lemak dan Minyak

Komponen utama minyak atau lemak adalah trigliserida dan non trigliserida.

Minyak merupakan senyawa trigliserida yang berupa ester dan asam lemak rantai panjang
dan gliserol. Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan

dalam pelarut organik (misalnya ester, benzene, kloroform) atau sebaliknya ketidak

larutannya pada pelarut air.

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang lebih aktif dibandingkan

dengan karbohidrat dan protein. Lemak dan minyak didefinisikan sebagai salah satu

trigliserida atau trigliserol, yakni trimetilester dan gliserol. Lemak dan minyak secara

kimiawi adalah trigliserida yang merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida.

Trigliserida merupakan hasil kondensasi sstu molekul gliserol dengan 3 asam lemak. Di

dalam bentuk trigliserida yang lain yaitu digliserida dan monoskarida yang terdapat

sangat sedikit pada tanaman.

Komponen non-trigliserida merupakan komponen yang tidak diharapkan dalam

minyak, dimana jika terjadi kontak dengan udara luar akan menimbulkan bau dan rasa

yang tidak enak.

Komponen-komponen yang yang tidak diinginkan tersebut adalah:

1. Komponen yang larut dalam minyak, antara lain monogliserida, digliserida,

asam lemak bebas, gliserol, phospatida, protein, zat warna (karoten dan

klorofil).

2. Komponen tersuspensi dalam minyak, antara lain karbohidrat, senyawa-senyawa

yang mengandung karbohidrat dan senyawa lainnya (Ketaren, 1998).

2.3. Asam Lemak


Asam lemak jarang ditemukan bebas di alam, tetapi terdapat dalam bentuk ikatan

ester dalam berbagai lipida. Struktur asam lemak terdiri dari rantai hidrokarbon lurus

yang pada ujung mempunyai gugus karboksil (COOH) dan pada ujung yang lain gugus

metal (CH3).

Asam lemak alami biasanya mempunyai rantai dengan jumlah atom karbon genap,

berkisar empat hingga dua puluh karbon. Berdasarkan jumlah karbonnya, asam lemak

digolongkan atas asam lemak rantai pendek (6 atom karbon atau kurang), rantai sedang (8

-12 karbon) dan panjang (14 – 18 karbon) dan sangat panjang (20 atau lebih). Rantai

karbon asam lemak yang mempunyai ikatan tunggal disebut asam lemak jenuh dan bila

mengandung satu atau lebih ikatan rangkap disebut asam tidak jenuh.

Asam – asam lemak mempunyai jumlah atom C genap dari C2 sam pai C30 dan

dalam bentuk bebas atau ester dengan gliserol. Asam lemak dapat digolongkan

berdasarkan berat molekul dan derajat ketidakjenuhan. Keduanya akan mempengaruhi

sifat-sifat kelarutannya dalam air, kemampuan asam lemak untuk menguap dan kelarutan

garam-garamnya dalam alkohol dan air.

Asam lemak dengan atom C lebih dari duabelas tidaklarut dalam air dingin

maupun dalam air panas. Asam lemak dari C4, C6, C8, dan C10 dapat menguap dan asam

lemak C12 dan C14 sedikit menguap. Garam-garamnya dari asam lemak yang mempunyai

berat molekul rendah dan tidak jenuh lebih mudah larut dalam akohol dari pada garam-

garam dari asam lemak yang mempunyai berta molekul yang tinggi (Risza , 1994).

2.4. Pengolahan Kelapa Sawit


Pengolahan Tandan Buah Segar di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak

kelapa sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung panjang dan memerlukan

kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS ke pabrik sampai dihasilkan minyak

sawit dan hasil sampingnya. Tahap – tahap pengolahan TBS samapi dihasilkannya

minyak akan diuraikan lebih lanjut berikut ini :

2.4.1. Pengakutan Tandan Buah Segar (TBS)

Tandan Buah Segar (TBS) hasil permanen harus segera di angkut ke pabrik untuk

diolah lebih lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka kandungan asam lemak

bebasnya semakin meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8 jam setelah

panen, TBS harus segera diolah. Sesampainya TBS di pabrik, segera dilakukan

penimbangan. Penimbangan penting dilakukan sebab akan diperoleh angka – angka yang

terutama berkaitan dengan produksi , pembayaran upah para pekerja, perhitungan

rendemen minyak sawit (Yan Fauzi , 2002).

2.4.2. Perebusan Tandan Buah Segar (TBS)

TBS yang telah dimasukkan ke dalam lori selanjutnya direbus di dalam ketel rebus

(sterilizer). Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 90 menit atau

tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya tekanan uap yang digunakan

adalah 2,5 atm dengan suhu uap 125OC. Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan

kadar minyak dan memucatkan kernel. Sebaliknya, perebusdan dalam waktu yang terlalu

pendek menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya.

Pada dasarnya, tujuan perebusan adalah :


1. Menghentikan perkembangan Asam Lemak Bebas (ALB) atau Free Fatty Acid

Perkembangan asam lemak bebas terjadi akibat kegiatan enzim yang

menghidrolisis minyak. Menghentikan kegiatan enzim tersebut sebenarnya cukup

dengan perebusan hingga temperatur 50OC selama beberapa menit. Namun, jika

ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus dilakukan dengan

temperatur yang lebih tinggi.

2. Memudahkan pemipilan

Untuk melepaskan brondolan dari tandan secara manual, sebenarnya cukup

merebus dengan air mendidih. Namun, cara ini tidak memadai, oleh karenanya,

diperlukan uap jenuh bertekanan agar diperoleh temperatur yang semestinya

dibagian dalam tandan buah.

3. Melunakkan daging buah sehingga mempermudah proses pemerasan

Selama dalam proses perebusan, kadar air dalam buah akan berkurang karena

proses penguapan. Dengan berkurangnya air, susunan daging buah berubah.

Perubahan tersebut memberikan dampak positif, yaitu mempermudah

pengambilan minyak selama proses pengempaan dan mempermudah pemisahan

minyak dari zat non lemak (Non Oil Solid/NOS). Secara keseluruhan, akibat

dalam proses penguapan sebagian air dari daging buah kemungkinan kehilangan

minyak dalam serabut maupun dalam lumpur buangan (sludge) dapat ditekan.

4. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit

Hal utama yang dihadapi pada proses pengolahan inti sawit yaitu sifat lekat dari

inti sawit terhadap cangkangnya. Dengan proses perebusan, kadar air dalam biji

akan berkurang sehingga daya lekat inti terhadap cangkang menjadi berkurang.
2.4.3. Pemipilan Buah

TBS berikut lori yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan

kedalam alat pemipil (Thresher) dengan bantuan hosting crane. Proses pemipilan terjadi

akibat terjadi akibat tromol berputar pada saat sumbu mendatar yang membawa TBS ikut

berputar sehingga membanting TBS tersebut dan brondolan lepas dari tandan. Brondolan

yang keluar dari bagian bawah pemipil, ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk

dikirim ke bagian digesting dan pressting. Sementara, tandan (janjang) kosong yang

keluar dari bagian belakang pemipil ditampung oleh elevator, kemudian dikirim ke

hopper.

Kecepatan putaran dari tromol pemimpil harus ditentukan secara tepat untuk

mencapai efek pemimpilan yang optimal. Kecepatan putaran harus sedemikian rupa

sehingga semua tandan berulang kali terangkat setinggi mungkin pada dinding silinder

untuk kemudian jatuh. Dengan demikiann, akan diperoleh efek pemipilan yang

dikehendaki.

Kerugian yang terjadi pada proses pemipilan ada dua macam, yaitu kerugian

minyak yang terserap oleh tandan kosong dan kerugian minyak dalam buah yang masih

tertinggal dalam tandan (tidak membrondol). Tingkat kematangan buah dan metode

perebusan buah sangat menentukan dalam keberhasilan proses pengolahan buah kelapa

sawit. Semakin tinggi tingkat kematangannya dan semakin lama waktu perebusan,

semakin besar pula kemungkinan bahwa minyak akan meleleh keluar dari daging buah

selama perebusan karena daging buah selama perebusan menjadi sangan lunak.
Untuk mengurangi kehilangan minyak selama pemipilan, dapat dilakukan dengan

cara melakukan pengisian buah ke pemipil secara teratur dan tidak overload agar benturan

antara tandan dengan brondolan yang dagingnya rusak tersebut dapat menjadi lebih

singkat waktunya.

2.4.4. Pencacahan (Digesting)

Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemimpilan diangkut ke bagian

pencacahan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan dan pencacahan berupa

sebuah tangki vertical yang dilengkapi dengan lengan-lengan pencacah di bagian

dalamnya. Lengan – lengan pecacah ini diputar dengan motor listrik yang dipasangkan

dari bagian atas dari alat pencacah. Putaran – putaran lengan pengaduk berkisar 25-26

rpm.

Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk

pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging

buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya.

2.4.5. Pengempaan (Presser)

Brondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian bawah

digester sudah berupa bubur. Hasil cacahan tersebut langsung masuk ke alat pengempaan

yang berada persis dibawah digester. Pada pabrik kelapa sawit, umumnya digunakan

screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah.

Selama proses pengempaan berlangsung, air panas ditambahkan kedalam screw press.

Hal ini bertujuan untuk pengenceran (dilution) sehingga massa bubur buah yang dikempa
tidak terlalu rapat. Jika massa bubur buah terlalu rapat, maka akan dihasilkan cairan

dengan viskositas tinggi yang akan menyulitkan proses pemisahan sehingga

mempertinggi kehilangan minyak. Jumlah penambahan air berkisar 10 – 15 % dari berat

tandan buah segar yang diolah dengan temperatur air sekitar 90OC.

2.4.6. Pemurnian Minyak

Minyak yang diperoleh dari pemisahan belum siap dipasarkan, yaitu belum

memiliki spesifikasi kadar air dan kadar kotoran yang ditentukan. Minyak sawit mentah

harus melalui pemurnian dan pengeringan (Abdul Karim , 2001).

2.4.6.1. Tujuan Pemurnian

Stasiun pemurnian yaitu stasiun pengolahan di pabrik kelapa sawit (PKS) yang

bertujuan untuk melakukan pemurnian minyak kelapa sawit (MKS) dari kotoran kotoran,

seperti padatan, lumpur dan air. Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan

perlu dibersihkan dari kotoran, baik yang berupa padatan (solid), lumpur (sludge) maupun

air. Tujuan dari pembersihan/pemurnian miyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan

kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak.

Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan dialirkan menuju saringan

getar untuk disaring agar kotoran yng berupa serabut kasar tersebut dialirkan ke tangki

penampung minyak kasar (Crude Oil Tank / COT). Minyak kasar yang terkumpul di

crude oil tank dipanaskan hingga mencapai temperatur 90 – 100oC. Menaikkan

temperature minyak kasar sangat penting artinya, yaitu untuk memperbesar perbedaan
berat jenis (BJ) antar minyak, air, dan sludge sehingga sangat membantun dalam proses

pengendapan (Vertical Clarifier Tank / VCT).

Di VCT, minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sludge karena proses

pengendapan. Minyak dari clarifier Tank selanjutnya dikirim ke Oil Tank, sedangkan

sludge dikirim ke Sludge tank. Sludge merupakan fasa campuran yang masih

mengandung minyak. Di PKS, sludge dikutip kembali pada minyak yang masih

terkandung didalamnya.

2.4.6.2. Proses pemisahan Minyak kelapa sawit

Ada tiga metode yang dilakukan dalam pemurnian minyak kasar di PKS, yaitu

metode pengendapan,metode pemusingan, dan metode pemisahan biologis.

a. Metode pengendapan ( settling) yaitu pemisahan minyak dan air yang terjadi

pengendapan yang lebih berat. Minyak berada pada lapisan atas karena berat

jenisnya lebih kecil. Jika minyak kasar yang di dalam tangki dibiarkan, isi tangki

akan mengendap dan akan terbentuk beberapa lapisan sesuai dengan berat jenis

dari fase yang terkandung didalamnya. Lapisan pertama merupakan lapisan

minyak yng masih mengandung butir-butir air dan zat pengotor lainnya dengan

kadar 99,0% minyak, 0,75% air, dan 0,25% zat padat.Minyak dengan dengan

kandungan tersebut belum memenuhi standart kualitas jual sehingga harus

diproses lebih lanjut untuk menurunkan kadar air dan zat padatnya. Lapisan kedua

merupakan lapisan air yang mengandung minyak dalam bentuk terhomogenesir.

Sementara lapisan ketiga merupakan fase yang mengandung zat organik padat

serta emulsi minyak – air yang tidak terpecahkan.


b. Metode pemusingan (centrifuge) yaitu pemisahan dengan cara memusingkan

minyak kasar, sehingga bagian yang lebih berat akan terlempar jauh akibat adanya

gaya sentrifugal. Dengan demikian, pemusingan dapat digunakan dalam berbagai

proses untuk pemisahan cairan – cairan atau antara cairan dengan bahan padat

yang terkandung didalamnya. Aplikasi dari prinsip pemisahan dengan mtode

pemusingan untuk melakukan tugas – tugas sebagai berikut :

1. Menjernihkan minyak yang dihasilkan oleh proses pengendapan di Clarifier

tank sebelum diproses di vacuum dryer. Jenis pemusingan yang digunakan

untuk aplikasi ini yaitu Oil Purifier yang memisahkan air dan kotoran-kotoran

ringan yang terkandung dalam minyak.

2. Mengutip kembali minyak yang masih terikut dengan lumpur (sludge) yang

berasal dari Clarifier tank. Jenis pemusingan yang digunakan untuk aplikasi

ini yaitu decanter, Nozzle Separator, atau kombinasi keduanya.

c. Metode pemisahan biologis yaitu pemecahan molekul molekul minyak sebagai

akibat dari proses fermentasi. Pemisahan yang dimaksud disini yaitu pengutipan

minyak yang dilakukan di Fat fit. Minyak yang diperoleh dari fat fait selanjutnya

dikembalikan ke Crude Oil tank, sedangkan sisa lumpur dan air dialirkan ke

kolam limbah. Walaupun telah dilakukan pengutipan minyak semaksimal

mungkin, tetapi pada sisa lumpur dan air yang dialirkan ke kolam limbah tersebut,

masih saja ada minyak yang terikut. Minyak yang ikut ke kolam limbah ini

dihitung sebagai kerugian (losses).


Untuk memahami tujuan dan hakekat pemurnian minyak kasar, perlu dipelajari

sifat fisika-kimia dari minyak kasar tersebut. Minyak kasar hasil pengempaan tersebut

dapat dirinci sebagai berikut.

i. Campuran minyak dan air

Campuran yang unsurnya minyak dan air terbagi tidak terlalu halus sehingga

dengan cepat dan mudak dipisahkan. Minyak dalam campuran ini disebut minyak

bebas karena tidak mempunyai afinitas apa pun dengan air yang mengelilinginya.

Minyak dari campuran ini bila dibiarkan akan segera terpisah diatas lapisan air yang

mengendap.

ii. Campuran homogen antara butir air dan minyak

Campuran ini terbagi sangat halus. Dalam keadaan demikian, kedua unsur

merupakan emulsi yang stabil.

iii. Emulsi air – minyak

Emulsi semacam ini boleh dikatakan tidak berarti dalam pemurnian minyak

dipabrik kelapa sawit, asalkan dapat dijamin viskositas yang layak (pada temperatur

80-90OC)

iv. Emulsi minyak – air

Jika integrasi minyak dengan air sedemikian jauhnya sehingga terjadi

homogenisasi maka akan diperoleh emulsi yang stabil. Namun, telah diketahui juga

bahwa tanpa integrasi minyak dalam air yang intensif, bias juga terbentuk emulsi
yang stabil berkat adanya emuglator yang aktif. Asam lemak, zat lendir , serat halus,

serta sisa sel merupakan stabilisator sehingga dapat menjadi emulsi hidup (Pahan ,

2006).

2.4.6.3. Proses Pengolahan Sludge

1. Sludge Tank

Sludge yang berada didalam sludge tank mendapat pemanasan dengan

menggunakan pipa uap tertutup agar minyak tidak goncang karena pemanasan yang

terlalu tinggi akan dapat memisahkan minyak yang masih terikat dengan lumpur, oleh

sebab itu suhu dalam sludge tank dipertahankan 90-100OC.

Pipa masuk sludge dari settling tank berada disamping tangki bagian tengah

dengan maksud agar dalam tangki tidak terjadi goncangan-goncangan yang berakibat

pada pembentukan emulsi. Lumpur yang terdapat dibawah tangki harus dibuang setiap

selang waktu tertentu, dengan tujuan agar pasir tidak terikut kedalam sludge separator.

2. Sludge separator

Dalam sludge masih banyak terdapat zat-zat lain selain dari minyak yaitu sisa-sisa

daging buah, air dan macam-macam mineral. Minyak dalam sludge masih berkisar 3,5 – 5

%. Untuk memisahkan atau mengutip minyak yang masih terkandung dalam sludge,

lemak cairan sludge dimasukkan ke dalam alat pemisah sludge (sludge separator) untuk

dikutip kembali minyaknya (Abdul Karim , 2001)


Komposisi sludge yang keluar dari sludge tank dipengaruhi oleh :

a. Jumlah air pengencer

b. Perlakuan sebelumnya, apakah menggunakan alat seperti sand cyclone

atau strainer

c. Pemakaian ayakan getar yang berfungsi untuk memisahkan lumpur dan

cairan yang terdapat dalam cairan sehingga kemampuan sludge separator

yang semakin tinggi.

Keberhasilan pemakaian sludge separator sangat menentukan terhadap persentase

kehilangan minyak. Kemampuan alat ini tergantung dari :

1. Kapasitas olah sludge separator. Debit cairan yang tinggi akan mempengaruhi

pemisahan fraksi – fraksi, yaitu volume terlalu besar dapat menurunkan

perbedaan antara fraksi ringan dan berat, sehingga kehilangan minyak dalam air

drab tinggi. Kapasitas oleh separator dipengaruhi oleh jenis alat sludge separator

dan ukuran nozzle yang dipakai.

2. Nozzle. Ukuran lubang nozzle mempengaruhi pemisahan fraksi ringan dan berat.

Semakin kecil ukuran nozzle, maka daya pisah semakin baik yaitu kadar minyak

dalam air buangan relatif kecil, akan tetapi nozzle sangat cepat rusak, yang

diakibatkan oleh gesekan pasir.

3. keseimbangan pemisahan lumpur dan cairan yang masuk kedalam sludge

separator perlu dipertahankan dengan :

a) Mempertahankan tekanan pada outlet sludge separator dengan membuat

bak berisi air sehingga tekanan lawan konstan.


b) Mengisi air panas kedalamn sludge separator untuk mempertahankan

tekanan dalam sludge separator sehingga kecepatan air dan pemishan

lumpur dengan air konstans.

Tabel 2.2. Perbandingan sifat antara minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah

pemurnian

Sifat Minyak Sawit Kasar Minyak Sawit Murni

Titik cair (OC) : Awal 21 – 24 29,4

Akhir 26 - 29 40,0

Bobot jenis 15OC 0,859 – 0,870 -

Indeks Bias D 40OC 36,0 – 37,5 46 – 49

Bilangan Penyabunan 224 - 229 196 – 206

Bilangan Iod 14,5 – 19,0 46 – 52

Bilangan Reichert Meissl 5,2 – 6,5 -

Bilangan Polenske 9,7 – 10,7 -

Bilangan Krinchner 0,8 – 1,2 -

Bilangan Bartya 33 -

Sumber : (S, Ketaren, 1986)


2.4.7. Pemisahan Biji dan kernel

Proses pemisahan biji serabut dari ampas pengempaan bertujuan terutama untuk

memperoleh biji sebersih mungkin, kemudian pemishan biji dari gumpalan – gumpalan

ampas pengempaan sangat dipengaruhi oleh proses sebelumnya. Jika proses pemisahan

serabut tidak menghasilkan biji yang bersih, maka sebab – sebab utamanya adalah

sebagai berikut :

a) Perebusan yang baik sehingga biji sukar dari serabut

b) pengadukan yang kurang baik menyebabkan buah kurang tercacah sehingga

serabut masih melekat pada biji

c) Ampas pengempaan tidak cukup kering karena kondisi buah kurang bagus,

tekanan pengempaan kurang mencukupi, penambahan air kurang banyak pada saat

pengempaan

d) Pemuatan atau pengisian alat pemisah biji –serabut dengan ampas melebihi

kapasitasnya

e) Daya kipas yang tidak cukup dan tidak sesuai dengan alat pemisah

f) Kotoran – kotoran berat, seperti batu, kerikil, dan lain – lain yang memperkecil

kapasitas alat pemisah.

g) Kebersihan alat tidak terpelihara sehingga mempengaruhi hasil kerja.

Minyak sawit dapat dipakai dalam berbagai jenis makanan, terutama dalam

pembuatan margarine atau minyak goreng atau lemak-lemak dalam pembuatan roti dan

kue. Dalam margarin misalnya, kandungan minyak sawit dapat mencapai mencapai 20%.
Minyak kelapa sawit (CPO) yang disimpan akan mengalami penurunan mutu

jika tidak ditangani dengan tepat, terutama karena terjadinya reaksi oksidasi dan

hidrolisis. Kerusakan yang terjadi pada minyak dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

seperti absorbsi bau dan kontaminasi, aksi enzim, aksi mikroba dan reaksi kimia.

1. Absorbsi Bau dan Kontaminasi

Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan yang

mengandung minyak (lemak) yaitu usaha mencegah penyebaran bau dan kontaminasi dari

alat penampung. Hal ini karena minyak (lemak) dapat mengabsorbsi zat menguap atau

bereaksi dengan bahan lain. Adanya absorbsi dan kontaminasi dari wadah ini akan

menyebabkan perubahan pada minyak, yang akan menghasilkan bau tengik, sehingga

akan menurunkan mutu minyak. Proses absorbs dan kontaminasi dari tempat

penyimpanan dapat dihindari dengan pemakaian bahan yang sesuai.

2. Aksi Enzim

Biasanya, bahan yang mengandung minyak (lemak) mengandung enzim yang

dapat menghidrolisis. Jika organisme dalam kedaan hidup, enzim dalam keadaan tidak

aktif. Sementara organism telah mati maka koordinasi antar sel akan rusak sehingga

enzim akan bekerja dan merusak minyak. Indikasi dari kerja enzim dapat diketahui

dengan mengukur bilangan asam.

3. Aksi mikroba

Kerusakan minyak oleh mikroba (jamur, ragi, dan bakteri) biasanya terjadi jika

masih terdapat dalam jaringan. Namun, minyak yang telah dimurnikan masih
mengandung mikroba yang berjumlah maksimum 10 organisme setiap gramnya.

Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh mikroba antara blain produksi asam lemak

bebas, bau sabun, bau tengik, dan perubahan warna minyak.

4. Reaksi kimia

Kerusakan minyak kelapa sawit yang memiliki pengaruh yang besar, yaitu

kerusakan karena reaksi kimia, yaitu hidrolisis, oksidasi, polimerisasi. Dalam reaksi

hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Hal ini akan

merusak minyak dengan timbulnya bau tengik. Untuk mencegah terjadinya reaksi

hidrolisis, kandungan air dalam minyak harus diusahakan seminimal mungkin.

Reaksi hidrolisis minyak secara umum ditunjukkan pada gambar 2.1

CH2 – O – C – R1
O CH2 - OH
O
CH – O – C – R2 + 3H2O CH – OH + 3R – C
O OH
CH2 - OH
CH2 – O – C – R3
Minyak (trigliserida) Gliserol Asam lemak

Gambar 2.1. Reaksi Hidrolisis Minyak Secara Umum


Reaksi oksidasi akan menghasilkan senyawa aldehida dan keton, dan senyawa yang dapat

menimbulkan ketengikan. Pengaruh lain akibat oksidasi yaitu perubahan karena karena

keracunan pigmen, penurunan kandungan vitamin, dan keracunan. Salah satu cara yang

dapat dilakukan untuk menghambat reaksi oksidasi yaitu dengan pemanasan ( 50 – 55OC)

yang mematikan aktivitas mikroorganisme.


BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Bahan

1. Sampel buangan dari Sludge Separator

2. n-Heksan P.a (Pro Analys) merck

3. Air Pendingin

4. Kertas

3.2. Alat

1. Timba Pengambil sampel

2. Soklet Extractor pyrex

3. Kertas timbel

4. Hot Plate

5. Cawan Porselin

6. Neraca Analitik tarsorius

7. Oven Pemanas memert

8. Desikator werthim

9. Labu Didih pyrex

10.Corong pyrex

11. Erlenmeyer pyrex

12.Plastik dan Karet


3.3. Prosedur Percobaan

1. Penyediaan sampel

a) Sampel diambil dari Sludge Separator dengan menggunakan timba pengambil

sampel dan dimasukkan ke dalam plastik lalu diikat dengan karet

b) Cawan kosong dibersihkan dan dilapisi kertas, kemudian ditimbang

c) Dimasukkan sampel kedalam cawan, kemudian ditimbang untuk mengetahui

berat sampel

d) Sampel dimasukkan ke dalam oven ± 30 menit pada suhu 130OC untuk

menghilangkan kandungan airnya

e) Setelah sampel kering, dibiarkan ± 15 menit agar suhu penimbangan sampel

konstans

f) Ditimbang sampel

2. Pemisahan Minyak dari Sludge

a) Sampel yang telah ditimbang dimasukkan kedalam timbel

b) Ditimbang Labu alas kosong

c) Dimasukkan n-Heksan 250 mL ke dalam labu alas

d) Timbel yang berisi sampel dimasukkan kedalam alat soklet dan labu alas

e) Disokletasi selama ± 4 jam pada suhu 80OC, kemudian ekstraksnya

didestilasi pada suhu yang sama sampai seluruh pelarut menguap

f) Dikeringkan labu didih yang berisi minyak kedalam oven dengan suhu ±

120OC selama 20 menit

g) Didinginkan di dalam desikator selama ± 25 menit


h) Ditimbang labu didih yang berisi minyak dalam satuan berat

i) Dengan hasil berat yang diperoleh maka dapat diketahui persentase kadar

minyak yang terbawa bersama kotoran

Dari hasil diatas, maka kadar minyak yang terkandung dalam kotoran dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Kadar Minyak
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dari hasil percobaan yang dilakukan pada proses pengolahan sludge terhadap kadar

minyak hilang diperoleh data hasil analisa pada table 4.1.

Tabel 4.1. Data hasil analisa kadar minyak yang hilang bersama air limbah

No. Analisa Waktu Berat Sampel (gram) Kadar Minyak yang


hilang (%)
(jam)

1 0 35,9187 0,81

2 1 28,9009 1,11

3 2 30,1250 1,12

4 3 21,7105 1,51

5 4 18,4974 1,21
4.2. Perhitungan

1. Perhitungan kadar minyak yang terbawa oleh air limbah di Sludge Separator

Dari data hasil analisa laboratorium, maka kadar minyak dalam air limbah dapat

dinyatakan dalam % berat

Rumus :

%(W/W)

Contoh Perhitungan :

Berat Labu setelah ekstraksi : 106,2532 gram

Berat Labu kosong : 105, 9638 gram

Berat minyak : 0,2894 gram

Berat sampel : 35,9187 gram

%(W/W)

= 0,8057 %

0,81 %
2. Menghitung Persen (%) Kehilangan Minyak

%(W/W)

= 1,08 %

1,1 %

4.3. Pembahasan

Persentase (kadar) minyak dalam kotoran (air limbah) dapat dijadikan tolak ukur

bagi keberhasilan proses pemurnian minyak. Analisa terhadap persentase kehilangan

minyak pada sludge Separator dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan suatu

pelarut. Sampel yang telah dihitung dimasukkan ke dalam oven untuk menguapkan

airnya, sehingga akan diperoleh berat penguapan (berat air dalam sampel). Kadar minyak

pada kotoran (air limbah) akan dapat diperoleh setelah minyak diekstraksi.

Dari analisa yang dilakukan dilaboratorium, diperoleh data hubungan antara

jumlah waktu terhadap kehilangan minyak pada sludge separator pada proses pemisahan

minyak di stasiun klarifikasi. Dari data yang diperoleh ditunjukkan bahwa semakin lama

alat bekerja maka semakin banyak pula kadar minyak yang terbuang dengan kadar sekitar

1,21 %. Hal ini menunjukkan kadar kehilangan minyak yang tinggi. Dengan kata lain,

banyak minyak yang terikut pada sludge yang dibuang yang mengakibatkan potensi
pengutipan minyak yang rendah. Dari hasil analisa juga diperoleh tiap jamnya lossis

minyak berkisar 1,1 % pada sludge separator. Hal ini disebabkan karena faktor – faktor

internal dan eksternal dari kerja alat tersebut. Biasanya pada sludge separator lossis

minyak ditentukan karena adanya kotoran yang menempel pada dinding putaran bowl.

Hal ini sangat mempengaruhi terhadap tinggi dan rendahnya lossis minyak yang

dihasilkan.Putaran yang optimal agar lossis minyak kecil pada putaran bowl biasanya

berkisar 118 – 125. Hal ini berbeda jika kotoran telah menempel pada dinding putaran

bowl yang menyebabkan putaran bowl tidak berputar pada kisaran 118 – 125, maka lossis

minyak juga akan meningkat. Pada sludge separator diusahakan agar tiap jam

membersihkan alat, ini bertujuan agar kotoran tidak menempel pada nozzle dan dinding

bowl sehingga lossis minyak yang dihasilkan semakin sedikit. Suhu sludge yang masuk

juga harus dijaga pada alat ini, suhu sludge yang terlalu dingin menyebabkan minyak

sukar melepaskan diri dari kotoran (air limbah), dan jika suhu sludge terlalu panas akan

merusak daya kerja mesin. Suhu optimal yang dimiliki sludge sebelum memasuki sludge

separator biasanya berkisar 90 - 95OC, jika suhu tersebut dipenuhi sludge maka lossis

minyak juga akan semakin rendah.


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari uraian diatas dan pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan, yaitu :

1. Dari Grafik dapat diketahui bahwa semakin sering alat pemurnian minyak sludge

separator berproses tanpa adanya pembersihan maka kadar kehilangan minyak

juga akan semakin besar. Besarnya minyak yang hilang bisa dihitung melalui

proses ekstraksi air limbah (air buangan) di laboratorium. Dari hasil analisa

diperoleh % rata-rata kehilangan minyak sebesar 1,1%. Pada alat ini kadar minyak

yang lossis akan berkurang jika alat sesering mungkin dibersihkan (perjam).

2. Faktor – faktor penyebab kehilangan minyak pada sludge separator adalah

a. adanya kotoran yang melekat pada nozzle dan dinding bowl sludge

separator.

b. petunjuk putaran (Revolution Counter) tidak berada pada kisaran 118 –

125 rpm.

c. suhu sludge yang masuk ke dalam sludge separator tidak sampai 95 –

115OC.
d. Penggunaan air untuk balancing tidak menggunakan air panas dengan besarnya

aliran dibawah 10 – 15O pada gelas duga (Alfa Larval) atau berpedoman pada

pelampung (Westfalia).

e. Pembebanan, tidak dilaksanakan setelah mesin berputar normal dengan

menghitung petunjuk putaran (Revolution Counter).

f. Pencucian Bowl tidak dilakukan secara periodik sesuai dengan kebutuhan.

g. Pembersihan dan pemeriksaan menyeluruh tidak dilaksanakan setiap hari.


5.2. Saran

1. Proses pengolahan minyak kelapa sawit harus benar – benar di perhatikan

terutama di bagian pemurnian minyak.

2. Untuk menjamin agar kehilangan minyak pada proses pemurnian minyak di

sludge separator serendah mungkin maka peralatan harus selalu dibersihkan

sehingga kehilangan minyak semakin rendah

3. Diharapkan kepada peneliti lanjutan agar dapat menganalisa faktor – faktor yang

mempengaruhi kehilangan minyak sawit dalam bentuk perhitungan.


DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Y. 2002. Kelapa Sawit . Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya.


Karim, A. 2001. Metode Kuantitatif Pengolahan Kelapa Sawit. Medan : Lembaga
Pendidikan Perkebunan.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama.
Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Mangoensoekarjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Cetakan Pertama.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Tim Penulis. 1997. Kelapa Sawit. Jakarta : Penebar Swadaya.
Persentase (%) kehilangan minyak sawit pada
sludge separator per jam
1,6

1,4

1,2
lossis minyak (%)

0,8

0,6

0,4

0,2

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
Waktu (jam)

Grafik 1. Persentase (%) kehilangan minyak sawit pada sludge separator

Anda mungkin juga menyukai