Oleh:
Elviana Hanum
4151210004
Program Studi Kimia
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Sains
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2019
Judul Skripsi : OPTIMASI PENGGORENGAN DENGAN METODE
PENGGORENGAN Pan Frying DAN Deep Frying
MENGGUNAKAN MINYAK GORENG CURAH PADA
PENGGORENGAN KENTANG
NIM : 4151210004
Jurusan : Kimia
Menyetujui :
Dosen Pembimbing Skripsi
Mengetahui:
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten
Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, pada tanggal 19 Juni 1998. Penulis adalah
anak ketiga dari 3 bersaudara dari Ayah Edi Kuswanto dan Ibu Salmiah. Penulis
mempunyai 2 kakak permpuan. Penulis lulus dari SD Swasta Tri Dharma pada
tahun 2009, SMP Swasta Bayu Pertiwi pada tahun 2012 dan SMA Swasta Bayu
Pertiwi pada tahun 2015, Penulis di terima di Universitas Negeri Medan, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dengan program studi KIMIA.
Selama perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten laboratorium mata
kuliah Praktikum Kimia Analitik III (Instrumen) mengampu kelas Bilingual 2015
dan Asisten laboratorium mata kuliah Biokimia mengampu kelas Pendidikan
Kimia C 2017 dan kelas Bilingual 2017.
OPTIMASI PENGGORENGAN DENGAN METODE PENGGORENGAN
PAN FRYING DAN DEEP FRYING MENGGUNAKAN MINYAK
GORENG CURAH PADA PENGGORENGAN KENTANG
ABSTRAK
Kata Kunci : Minyak goreng curah, deep frying, pan fryng, Kadar asam lemak
bebas, Bilangan peroksida, Kadar air
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan i
Riwayat Hidup ii
Abstak iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi v
Daftar Gambar vi
Daftar Tabel vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 4
1.3 Rumusan Masalah 4
1.4 Tujuan Penelitian 5
1.5 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Minyak Goreng 6
2.3 Asam Lemak Bebas 8
2.4 Bilangan Peroksida 11
BAB III METODELOGI PENELITIAN 13
3.1 Jenis penelitian 13
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 13
3.3 Alat dan Bahan 13
3.4 Prosedur Kerja 13
3.4.1 Optimasi Kondisi Penggorengan 14
3.5 Metode Analisis 15
Halaman
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Minyak goreng merupakan kebutuhan masyarakat luas yang saat ini
harganya mahal sehingga masyarakat menggunakan minyak goreng secara
berulang (minyak jelanta) untuk menggoreng terutama oleh pedagang kuliner
gorengan (Kataren, 1986).
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Minyak goreng yang dikonsumsi sehari-
hari sangat erat kaitannya dengan kesehatan. Terdapat dua jenis minyak goreng
yaitu, minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan.
Perbedaan minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan terletak pada
penyaringannya yang berpengaruh terhadap kualitas minyak goreng. Minyak
goreng kemasan mengalami dua kali penyaringan sedangkan minyak goreng
curah mengalami satu kali penyaringan (Kukuh, 2010).
Berdasarkan riset, minyak goreng curah mendominasi pasar dengan meraup
mangsa sebesar 30% dari total pangsa pasar minyak goreng, sisanya dikuasai oleh
minyak goreng bermerek (Fadhilla, 2008). Saat ini terdapat setidaknya 24 merek
minyak goreng dan itu belum termasuk merek-merek minyak goreng yang beredar
lokal di daerah tertentu (Eugenia, 2013).
Pemanasan minyak goreng dengan suhu tinggi akan mengakibatkan minyak
mengalami kerusakan karena adanya oksidasi yang mampu menghasilkan
senyawa aldehida, keton, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik.
Selain itu mengakibatkan polimerasi asam lemak tidak jenuh sehingga komposisi
medium minyak berubah (Mariod et al, 2006).
Penggunaan minyak dengan pemanasan tinggi beserta kontak oksigen akan
mengakibatkan minyak mengalami kenaikan asam lemak bebas. Peningkatan
asam lemak bebas dalam tubuh akan mengakibatkan peningkatan inflamation
systemic yang ditandai dengan munculnya interleukin-6 dan protein C-reaktif
yang berdampak pada gagal jantung dan kematian mendadak
2
mempercepat bau tengik dan flavor yang tidak diinginkan, jika jumlah peroksida
lebih besar dari 100 akan bersifat sangat beracun (Ketaren, 1986).
Metode deep frying melibatkan jumlah minyak yang banyak sehingga
semua bagian terendam di dalam minyak panas. Prosesnya cepat, dapat dilakukan
terus menerus dalam jumlah banyak dan masa simpan lebih lama. Minyak akan
menetes ke luar dari permukaan pangan dengan mudah. Apabila makanan
digoreng dalam minyak untuk waktu lama, maka kandungan air dalam makanan
tersebut akan berkurang dan minyak mulai masuk ke dalam makanan. setelah
proses penggorengan disarankan memakai saringan sebagai penirisan supaya
kadar minyak lebih sedikit. Keunggulan metode ini menghasilkan pangan yang
renyah, lebih crispy, bagian dalamnya tetap lunak dan matang merata. Sedangkan
kelemahan setelah melakukan deep frying yaitu pemborosan pada minyak karena
telah digunakan banyak dan menghasilkan makanan yang berlemak.
Metode pan frying menggunakan minyak goreng yang lebih sedikit deep
frying. Istilah pan frying lebih tepat diterapkan pada teknik menggoreng yang
menggunakan pan (penggoreng). Sebagai salah satu teknik penggorengan, pan
frying menggunakan penghantar panas sedang yang bertujuan mempertahankan
kelembaban pangan. Keuntungan menggunakan metode tersebut lebih praktis,
minyak yang diperlukan lebih sedikit sehingga waktu pemanasan minyak lebih
pendek. Sedangkan kelemahannya adalah lebih sulit mengatur suhu minyak.
Secara umum, pan frying lebih tepat digunakan apabila jumlah bahan pangan
yang diolah sedikit dan berukuran kecil (Mulyatiningsih, 2007).
Kerusakan minyak goreng ditandai dengan terjadinya perubahan bau dalam
minyak yaitu berupa bau tengik yang disebabkan oleh karena penggunanan
minyak goreng secara berulang - ulang dan juga karena penyimpanan minyak
goreng yang tidak baik sehingga menyebabkan minyak terhidrolisis dan
teroksidasi. Penggunaan minyak yang dengan pemanasan tinggi beserta kontak
oksigen akan mengakibatkan minyak mengalami kenaikan asam lemak bebas.
Peningkatan asam lemak bebas dalam tubuh akan mengakibatkan peningkatan
sistem imflamasi yang ditandai dengan munculnya interleukin-6 dan protein C-
reaktif yang berdampak pada gagal jantung dan kematian mendadak.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
juga mengalami perubahan warna dari kuning menjadi gelap (Yustinah, 2011).
Semakin sering digunakan tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi.
Penggunaan minyak berkali-kali mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap
atau berbusa dan meningkatkan warna coklat serta flavor yang tidak disukai pada
bahan makanan yang digoreng. Kerusakan minyak goreng yang berlangsung
selama penggorengan juga akan menurunkan nilai gizi dan berpengaruh terhadap
mutu dan nilai bahan pangan yang digoreng dengan menggunakan minyak yang
telah rusak akan mempunyai struktur dan penampakan yang kurang menarik serta
citra rasa dan bau yang kurang enak (Tranggono dan Sutardi, 1990).
Pembentukan asam lemak bebas dapat dilihat yaitu dari pembentukan
trigliserida dengan tambahan air menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas.
logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang
terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat
mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan
radikal bebas yang baru ( DeMan, 1999; Ericson, 2002).
Bilangan peroksida dinyatakan dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
(S − B)𝑋𝑁𝑋1000
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛𝑃𝑒𝑟𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎 =
BeratSampel(g)
S = titrasi sampel;
B = titrasi blanko,
N = Normalitas Na2S2O3 (Aminah, 2010).
Menurut Balai Penelitian Kimia (Standard Industri Indonesia, SII) oleh
Murdjiati dkk, angka peroksida (mek/kg) maksimum 2. Hasil penelitian Alyas et
al. (2006) menunjukkan peningkatan bilangan peroksida yang signifikan dengan
meningkatnya suhu dan waktu penggorengan Aidos et al. (2001) dan Skara et al.
(2004) juga melaporkan bahwa peningkatan bilangan peroksida signifikan dengan
peningkatan suhu penyimpanan. Hasil tersebut menunjukkan adanya efek sinergis
suhu yang tinggi dengan waktu yang lama terhadap bilangan peroksida.
Pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan sebagian minyak teroksidasi
dan minyak yang terdapat dalam suatu bahan, dalam keadaan panas akan
mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan tersebut. Proses oksidasi
dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau
lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada
minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida
dan hidroperoksida (Ketaren, 1986).
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah eksperimen laboratorium. Faktor yang dicobakan
adalah jenis minyak (1 variasi), metode (2 variasi) suhu (3 variasi) dan waktu (3
variasi) sehingga secara keseluruhan ada 18 perlakuan dengan 2 kali pengulangan.
Perlakuan ini bertujuan untuk melihat tingkat stabilitas oksidatif dari minyak
curah. Penggorengan dilakukan dengan 2 metode penggorengan dengan volume
minyak 500 mL dan 1 L untuk pencarian suhu optimum yaitu antara 170o, 180oC
dan 190oC dan waktu mengoreng 7,5, 10, dan 12,5 menit pada kentang goreng.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan dan tempat penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam dan Laboratorium Gizi Universitas Negeri Medan, Jl. Williem Iskandar
pasar V Medan Estate, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Keterangan :
V = Volume KOH, mL
N = Normalitas larutan KOH
W = Berat sampel, gram
Dimana :
Vs = mL Na2S2O3 sampel
Vb = mL Na2S2O3 blanko
N = Normalitas Na2S2O3
W = Berat Sampel
16
Keterangan :
m = bobot awal sampel sebelum dikeringkan (g)
m1 = bobot cawan kosong (g)
m2 = bobot sampel + cawan sesudah dikeringkan (g)
17
Dikeringkan
dengan tissue
Ditimbang 50 g
Dihitung waktu dengan stopwatch 7,5 menit, 10 menit dan 12,5 menit
Ditiriskan
Sampel
18
Dikupas
Dimasukkan dalam deep frying
Dicuci
Deep frying dihidupkan
Dibentuk dengan slicer
Diset suhu 170oC, 180oC dan 190oC
Direndam
dalam garam dapur ±
5 menit
Dikeringkan
dengan tissue
Ditimbang 100 g
Dimasukkan
Dimasukkan dalam
dalam wadah
penggorengan
Deep frying ditutup
Dihitung waktu dengan stopwatch 7,5 menit, 10 menit dan 12,5 menit
Ditiriskan
Sampel
Hasil
Hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pan Frying
2 2
1,8 1,9 1,8 1,9 1,9 1,9
1,6
7,5 menit
0,6 10 menit
12,5 menit
(a)
24
Deep Prying
1,8 1,8 1,8 1,9
1,5 1,5 1,6 1,6 1,6
7,5 menit
0,6 10 menit
12,5 menit
(b)
Gambar 4.1. Diagram asam lemak bebas pada setiap variasi perlakuan (a)
pan frying (b) deep frying
Berdasarkan diagram pada gambar 4.1. terlihat perbedaan hasil dari setiap
variasi perlakuan dari setiap metode. Peningkatan asam lemak bebas terjadi
seiring dengan bertambahnya suhu dan waktu pada setiap variasi. Hal ini
menujukkan bahwa ada keterkaitan suhu dan waktu dengan peningkatan asam
lemak bebas. Presentase tertinggi asam lemak bebas pada metode penggorengan
pan frying terjadi pada suhu 190°C pada waktu 12,5 menit sebesar 2% dan
presentase terendah terjadi pada suhu 170°C pada waktu 7,5 menit sebesar 1,6 %.
Sedangkan pada metode deep frying presentase tertinggi pada suhu 190°C pada
12,5 menit sebesar 1,9% dan presentase terendah pada suhu 170°C pada waktu 7,5
menit sebesar 1,5%.
Kadar asam lemak bebas dari Penggorengan menggunakan metode pan
frying lebih tinggi dibandingkan dengan metode deep frying, hal ini disebabkan
karena proses penggorengan pada metode pan frying panas yang dihasilkan lebih
rendah yang mengakibatkan proses evaporasi berlangsung lambat (Suprapto,
2018). sehingga kandungan air lebih tinggi yang mengakibatkan asam lemak
bebas semakin meningkat. Menurut Ketaren (2008), adanya kandungan air dan
udara pada bahan pangan semakin meningkatkan kerusakan yang terjadi pada
minyak yang dapat dianalisa dengan menghitung kadar asam lemak bebas dari
25
minyak tersebut. Semakin lama penggunan suhu dan lama penggorengan pada
minyak untuk menggoreng semakin tinggi pula kandungan asam lemak bebas
yang terbentuk.
Semakin meningkatnya kadar asam lemak bebas maka semakin menurun
kualitas minyak. Berdasarkan data yang dihasilkan penggorengan dengan metode
pan frying menujukan kenaikan yang signifikan sehingga kualitas minyak lebih
rendah dibandingkan dengan metode deep frying. Berdasarkan kadar asam lemak
bebasnya Titik optimum pada minyak curah dengan setiap variasi perlakuan pada
metode pan frying adalah pada suhu 170°C dengan waktu 7,5 menit sebesar 1,6%
dan pada metode deep frying adalah pada suhu 170°C dengan waktu 7,5 menit
sebesar 1,6 %.
2. Penentun Bilangan Peroksida
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar
peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi
lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah
mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti
menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa
disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan
laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat
mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain (Raharjo, 2006).
Pada penelitian ini dilakukan uji penentuan bilangan peroksida pada
minyak curah dengan metode penggorengan pan frying dan deep frying pada
setiap variasi perlakuan. Dari hasil uji yang didapat, kenaikan bilangan peroksida
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya suhu dan pengujian pada
minyak curah sebelum digoreng sesuai dengan ketentuan dan tidak melebihi SNI
3741-2013 yaitu sebesar 10 meg O2/kg. Perubahan kenaikan bilangan peroksida
setelah penggorengan menggunakan kentang pada metode penggorengan pan
frying dapat dilihat pada gambar 4.1. (a) dan pada metode penggorengan deep
frying dapat dilihat pada gambar 4.1. (b).
26
Pan Frying
12 12
10 10 10
8 8
6 6 7,5 menit
10 menit
2 12,5 menit
(a)
Deep Frying
10 10
8 8
6 6 6 7,5 menit
4 4 10 menit
2 12,5 menit
(b)
Gambar 4.2. Diagram bilangan peroksida pada setiap variasi perlakuan (a)
pan frying (b) deep frying
Berdasarkan gambar 4.2. bilangan peroksida pada metode pan frying lebih
tinggi dibandingan dengan deep frying. Penentuan bilangan peroksida tertinggi
pada metode pan frying yaitu pada suhu 190°C dengan waktu 12,5 menit sebesar
12 meg O2/kg dimana nilai tersebut sudah melewati batas ketentuan SNI 3741-
2013. Hal ini disebabkan karena Pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan
sebagian minyak teroksidasi dan minyak yang terdapat dalam suatu bahan, dalam
keadaan panas akan mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan tersebut.
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
27
dengan minyak atau lemak (Kataren, 1986). Menurut Aidos et al. (2001) dan
Skara et al. (2004) melaporkan bahwa peningkatan bilangan peroksida signifikan
dengan peningkatan suhu penyimpanan dan peningkatan suhu dan waktu
penggorengan. Semakin meningkatnya bilangan peroksida maka semakin
menurunnya kualitas minyak tersebut. Berdasarkan metodenya, metode pan frying
cendrung lebih mudah terkontak dengan udara langsung saat proses penggorengan
sehingga, terjadi proses oksidasi pada saat penggorengan. Penentuan bilangan
peroksida terendah pada metode pan frying yaitu pada suhu 170°C pada waktu 7,5
menit sebesar 6 meg O2/kg dimana nilai tersebut belum melewati batas ketentuan
SNI 3741-2013.
Sedangkan pada metode deep frying penentuan bilangan peroksida
tertinggi pada suhu 190°C pada waktu12,5 menit yaitu sebesar 10 meg O2/kg
dimana nilai tersebut belum melewati batas ketentuan SNI 3741-2013. Penentuan
bilangan peroksida terendah pada metode deep frying yaitu pada suhu 170°C pada
waktu 7,5 menit yaitu sebesar 4 meg O2/kg dimana nilai tersebut belum melewati
batas ketentuan SNI 3741-2013.
Berdasarkan hasil dari penelitian penentuan bilangan peroksida minyak
curah pada metode pan frying lebih rendah kualitasnya dibandingkan dengan
metode deep frying, sehingga titik optimum pada metode pan frying setiap variasi
perlakuan yaitu pada suhu 170°C pada waktu 7,5 menit sebesar 6 meg O2/kg dan
titik optimum pada metode deep frying setiap variasi perlakuan yaitu pada suhu
170°C pada waktu 7,5 menit sebesar 4 meg O2/kg diamana nilai keduanya belum
melewati ketentuan SNI 3741-2013 dan masih aman digunakan.
3. Penentuan Kadar Air
Pada penelitian ini penentuan kadar air dilakukan secara bertahap dengan
waktu ± 5 jam dengan suhu ± 100°C - 105°C dan dilakukan 3 kali penimbangan
untuk mendapatkan bobot kadar air yang konstan. Berat konstan menunjukkan
bahwa kandungan air pada minyak telah menguap seluruhnya, dan hanya tersisa
berat kering minyak itu sendiri (Lempang et al., 2016). Penimbangan pertama
dilakukan setelah pengeringan selama 3 jam pertama kemudian dilanjutkan
dengan penimbangan kedua pada pengeringan kedua selama 1 jam dan
28
dilanjutkan dengan penimbangan ketiga pada 1 jam terakhir. Hasil dari pengujian
kadar air dari sampel minyak hasil dari optimasi penggorengan pan frying dapat
dilihat pada gambar 4.3. (a) dan hasil dari pengujian sampel minyak hasil dari
optimasi penggorengan deep frying dapat dilihat pada gamabar 4.3. (b).
Pan Frying
0,17
0,15
0,14
0,13 0,13 0,13
0,12
0,11
0,1
7,5 menit
10 menit
0,04
12,5 menit
(a)
Deep Frying
0,12
0,1
0,09 0,09
0,08 0,08
0,07 7,5 menit
0,05 0,05
10 menit2
0,03
12,5 menit
(b)
Gambar 4.3. Diagram kadar air pada setiap variasi perlakuan (a) pan frying
(b) deep frying
Berdasarkan gambar 4.3. kadar air dengan metode pan frying lebih tinggi
dibanding dengan metode deep frying pada setiap variasi perlakuannya. Menurut
Suprapto (2018) Metode pan frying memiliki kadar air cukup tinggi, karena panas
29
Hasil dari uji organoleptik dari metode deep frying dapat dilihat pada tabel
4.2.
Parameter Warna Aroma Rasa Tekstur
Suhu waktu I II III I II III I II III I II III
7,5 menit
10 menit √ √ √
170°C
12,5 √ √ √ √ √
menit √ √ √ √ √
7,5 menit
10 menit √ √ √ √ √ √
180
12,5 √ √ √ √ √ √
menit √ √ √ √ √ √
7,5 menit √
10 menit √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
190
12,5 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
menit √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan
yaitu :
1. Berdasarkan metode yang dilakukan, Metode deep frying lebih stabil
dibandingkan dengan metode pan frying. Hasil menunjukan metode deep
frying lebih stabil dikarenakan suhu dan waktu dapat diatur dibandingkan
dengan metode pan frying yang suhu dan waktun hanya dapat diatur
secara manual.
2. Berdasarkan hasil yang didapat suhu yang optimal yaitu suhu 170 °C.
Pengaruh suhu terhadap stabilitas minyak yaitu, Semakin tinggi suhu
penggorengan maka semakin tidak stabil minyak dan semakin rendah
kualitas minyak.
3. Berdasarkan hasil yang didapat waktu yang optimal yaitu 7,5 menit.
Pengaruh waktu terhadap stabilitas minyak yaitu, Semakin lama waktu
penggorengan maka semakin tidak stabil minyak dan semakin rendah
kualitas minyak.
5.2. Saran
Adapun saran terkait dari penelitian ini yaitu, diharapkan dilakukannya
penelitian lebih lanjut dan dilakukannya penelitian lanjutan yaitu dengan
penggorengan berulang.
33
Daftar Pustaka
Aidos, I., Padt, A.F.D.,Remko, B.M., and Luten, JB. 2001. Upgrading of Maatjes
herring by-products: production of crude fish oil. Journal Agriculture and
Food Chemistry Vol.49 No. 8:3697-3704.
Aminah, S., (2010). Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah Dan Sifat
Organoleptik Tempe Pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan Dan
Giji, 1, 1.
Ander, B. P., Dupasquier, C. M., Prociuk, M. A and Pierce, G. N. (2003).
Polyunsaturated fatty acids and their effects on cardiovascular disease. Exp
Clin Cardiol, 8, 4, 164-172.
Badan Standarisasi Nasional. SNI-3741-2013 ( Standart Mutu Minyak Goreng).
Badan Standarisasi Nasional : Jakarta.
Boskou, D., Salta, F,N., Chiou, A., Troullidou, E and Adrikopoulos, N.K. (2006).
Conten of trans, trans-2,4 decadienal in deep-fried and pan-fried. Journal
Lipid Science Technology, 108: 109-15.
Chatzilazarou, A., Gartzi O., Lalas, S., Zoidis, E and Tsaknis, J. (2006).
Physicochemical Changes Of Olive Oil and Selected VegeTabel Oil During
Frying. Journal Food Lipids, 13: 27-35.
Darnoko, D.S. (2003). Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk
Turunannya. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
DeMan, M. J.(1999). Principles of Food Chemistry Third Edition. Aspen
Publicher, Inc. Gaithersburg, Maryland.
Dwiputra, D., Ayu, N. J., Fauzia, K. W., Aditya, S. P., Diyah, A. P dan Fathiyatul,
I. (2015). Minyak Jagung Alternatif Pengganti Minyak Yang Sehat. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan, 4, 2.
Eugenia, I., (2012). Top Brand Dalam Pasar Komoditi Bermerek,
www.topbrand-award.com, diambil 15 April 2013 di Yogyakarta.
Ericson, M.C. (2002). Lipid Oxidation of Muscle Foods dalam Akoh, C.C and
Min, B. D. (2002). Food Lipid: Chemistry, Nutrition, and Biotechnology
2nd Ed. Marcel Dekker Inc. New York-Basel.
34